PENERAPAN METODE RATIONAL UNTUK ESTIMASI DEBIT PUNCAK PADA BEBERAPA LUAS SUB DAS (Application of Rational Method for Estimating Peak Discharge on Some Watershed Areas)* Oleh/By: Irfan Budi Pramono, Nining Wahyuningrum, dan/and Agus Wuryanta Balai Penelitian Kehutanan Solo Jl. A. Yani Pabelan PO. BOX 295 Kartasura – Solo. Telp: (0271) 716709, Fax: (0271) 716959 e-mail :
[email protected] *Diterima : 25 Agustus 2009; Disetujui : 26 April 2010
i
ABSTRACT One of watershed health indicators is peak flow. High peak flow reflects watershed degradation. Some watersheds do not have hydrologic station; therefore, the peak discharge data are not available. Appropriate model for estimating peak run-off should be tried in some watersheds with different area. The aim of the research is to determine the most suitable area for applying peak run-off estimation. Rational method is applied for estimating peak run-off. The method is chosen due to simplicity and the most popular method in peak run-off estimation. However, the method required some condition, if the requirements do not match; the result will be less accurate. The method assumes that a rainfall of uniform intensity covers the whole watershed and time to peak is same as time of concentration. The method was applied in Tapan, Ngunut I, and Wuryantoro sub watersheds with area of 145 ha, 596 ha, and 1.792 ha, respectively. The results show that deviation with direct measurement was 185%, -4%, and 615% for Tapan, Ngunut I, and Wuryantoro sub watersheds, respectively. The high deviation due to rainfall intensity is not uniform cover the whole watershed. Although Ngunut I sub watershed has an area of 596 ha, the rainfall intensity was even due to flatter area than Tapan and Wuryantoro sub watersheds. Therefore, The most suitable area for estimating the peak discharge is Ngunut I sub watershed. Keywords: Peak discharge, watershed area, rational method
ABSTRAK Salah satu indikator kesehatan DAS adalah debit puncak. Debit puncak yang tinggi menggambarkan tingkat kerusakan suatu DAS. Beberapa DAS tidak mempunyai stasiun pengukur hidrologi sehingga data puncak banjir tidak tersedia. Model yang paling sesuai untuk penaksiran debit puncak sebaiknya diujicobakan di beberapa DAS dengan kondisi biofisk yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan luas DAS yang paling sesuai dalam penerapan metode Rational.. Metode Rational adalah metode penaksiran debit puncak. Metode ini dipilih karena paling sederhana dan paling banyak digunakan di beberapa tempat. Namun demikian, metode ini mensyaratkan beberapa kondisi. Jika syaratnya tidak terpenuhi maka hasilnya menjadi kurang akurat. Metode ini mengasumsikan bahwa intensitas hujan jatuh merata dalam seluruh DAS dan waktu mencapai puncak sama dengan waktu konsentrasi. Metode ini telah diterapkan di Sub DAS Tapan, Ngunut I, dan Wuryantoro dengan luas masing-masing Sub DAS 145 ha, 596 ha, dan 1.792 ha. Hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan hasil pengukuran, debit maksimum hasil prediksi mempunyai penyimpangan sebesar 185%, -4%, dan 645% masing-masing untuk sub DAS Tapan, Ngunut I, dan Wuryantoro. Tingginya deviasi ini disebabkan oleh hujan yang tidak merata dalam satu DAS. Meskipun sub DAS Ngunut I mempunyai luas 596 ha, namun hujannya dapat merata karena daerahnya lebih datar dibandingkan dengan sub DAS Tapan dan Wuryantoro. Kata kunci: Debit puncak, luas DAS, metode Rational
161
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
I. PENDAHULUAN Perkiraan debit puncak sangat penting untuk diketahui, bersama aspek hidrologi lainnya seperti debit minimum dan hasil air. Debit puncak digunakan untuk identifikasi kesehatan suatu DAS, perencanaan pengelolaan DAS, serta untuk monitoring dan evaluasi kinerja DAS. Debit puncak yang tinggi mencerminkan kerusakan suatu DAS, oleh karena itu data debit puncak sangat diperlukan. Namun demikian, banyak DAS yang belum mempunyai pencatatan hidrologi sehingga data debit puncak ini tidak tersedia. Untuk itu perlu dilakukan pemodelan hidrologi untuk estimasi debit puncak tersebut. Banyak metode yang tersedia untuk estimasi puncak banjir, namun tidak ada metode tunggal yang dapat diterapkan untuk seluruh DAS. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode Rational adalah salah satu metode untuk memperkirakan debit puncak dalam suatu DAS. Metode ini adalah metode yang paling sederhana dan paling banyak digunakan. Namun jika persyaratannya tidak dipenuhi maka hasil estimasi debit puncak tersebut bisa menyimpang. Konsep dari metode Rational cukup canggih dan mensyaratkan pengetahuan teknik yang sangat dalam khususnya untuk memilih karakteristik hidrologi yang dianggap mewakili seperti waktu konsentrasi dan koefisien aliran (Hayes dan Young, 2005). Trommer et al. (1996) dalam penelitiannya di Florida menyebutkan bahwa perkiraan awal debit puncak dengan menggunakan metode Rational menghasilkan kesalahan rata-rata dengan kisaran perkiraan rendah 50,4% sampai perkiraan tinggi 76,7% dengan koefisien aliran berkisar 0,2 sampai 0,6. Teknik kalibrasi dengan pencatatan langsung menghasilkan kesalahan rata-rata berkisar dari perkiraan rendah 3,3% sampai perkiraan tinggi 1,5% dengan 162
koefisien aliran yang sudah dikalibrasi sebesar 0,02 sampai 0,72. Metode Rational ini mensyaratkan beberapa kondisi, antara lain: 1) hujan jatuh merata di seluruh DAS, 2) hujan tidak bervariasi dalam waktu dan tempat, 3) waktu banjir sama dengan waktu konsentrasi, 4) luas DAS bertambah sejalan dengan bertambah panjangnya DAS, 5) waktu konsentrasi relatif pendek dan tidak tergantung pada intensitas banjir, 6) koefisien aliran tidak bervariasi dengan intensitas banjir dan kelembaban tanah awal, 7) run-off didominasi oleh aliran permukaan, dan 8) pengaruh tampungan DAS diabaikan. Hampir semua persyaratan tersebut sangat jarang ditemui di alam. Namun demikian metode ini perlu dicoba diterapkan pada beberapa sub DAS yang mempunyai luas yang berlainan. Penerapan metode Rational ini direkomendasikan untuk DAS yang kecil dengan luas < 2.500 ha (Cawley dan Cunnane, 2003). Ada dua faktor utama yang mempengaruhi besarnya debit puncak yaitu karakteristik hujan dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan meliputi lama, jumlah, intensitas, dan distribusi; sedangkan karakteristik DAS meliputi ukuran, bentuk, topografi, jenis tanah, geologi, dan penggunaan lahan. Dalam penelitian ini disajikan karakteristik DAS masing-masing sub DAS terpilih. Penelitian ini dilakukan di sub DAS Tapan dengan luas 161 ha dan berbahan induk volkan muda, sub DAS Ngunut I dengan luas 596 ha dan berbahan induk volkan muda, dan sub DAS Wuryantoro dengan luas 1.792 ha dan berbahan induk volkan tua serta kapur. Ketiga sub DAS tersebut mempunyai pencatatan debit dan curah hujan yang lengkap sehingga data yang tersedia dapat digunakan untuk mengkalibrasi estimasi puncak banjir dengan metode Rational. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi tentang luas DAS yang paling sesuai untuk menerapkan
Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi …(I.B. Pramono, dkk)
metode Rational dari ketiga sub DAS yang terpilih. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi perencana pengelolaan DAS dalam mengestimasi debit puncak untuk kisaran luasan DAS tertentu agar hasilnya lebih akurat.
II. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di daerah Solo Hulu dengan berbagai kondisi fisik (geologi, penggunaan lahan, jenis tanah, dan curah hujan) yang berbeda. Luasan sub DAS yang digunakan bervariasi dari 161 ha sampai 1.792 ha. Lokasi tersebut terdiri dari tiga sub DAS, letak masing-masing sub DAS disajikan dalam Tabel 1. Penelitian dilakukan pada tahun 2006.
= Luas daerah aliran sungai (km2) (drainage area (square km) I = Intensitas hujan maksimum selama waktu yang sama dengan waktu konsentrasi (mm/jam) (maximum rainfall intensity, the duration is the same as time of concentration (mm/hour) C = Koefisien run-off yang didasarkan pada faktor-faktor daerah pengalirannya seperti jenis tanah, kemiringan, dan keadaan vegetasi penutupnya (Runoff coefficients) 0,278 = tetapan (constants) A
1. Penentuan Nilai Koefisien Aliran Besarnya koefisien run-off (C) didasarkan pada keadaan daerah pengaliran seperti terlihat pada Tabel 2. 2. Penentuan Nilai Intensitas Hujan Intensitas hujan (I) didapat dari persamaan (Subarkah, 1980):
R 24 I .. 24 Tc
B. Prosedur Kerja Dalam mengestimasi debit puncak (qp) dengan metode Rational digunakan persamaan berikut (Subarkah, 1980): qp = 0,278 C.I.A. m3/dt.
…….........(1)
0 , 67
...................................(2)
I
= Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) (Rainfall intensity during time of concentra-tion) (mm/hr) R = Hujan harian (Daily rainfall) (mm) Tc = Waktu konsentrasi (jam) (Time of concentration) (hr)
dimana:
Tabel (Table) 1. Lokasi penelitian di tiga sub DAS (Research site in three sub watersheds) No.
Sub DAS (Sub watershed)
1.
Tapan
2.
Ngunut I
Letak (Position) Geografis Administrasi (Geographic) (Administrative) 7040'30,41”Ds. Sepanjang, 7041'1,16” LS Kec. Tawangmangu, 1100 06'’1,82 “Kab. Karanganyar 1110 07'2,68” BT 7039'31,22”7040'30,2” LS 110059'2,07"111001'0,85" BT
Ds. Ngunut, Kec. Jumantono, Kab. Karanganyar
Volkan Lawu
Luas (Area) (ha) 161
Volkan Lawu
596
Formasi geologi (Geologic formation)
70 49'48,24”Kec. Wuryantoro, Volkan tua dan 7052'38,5” LS Kab. Wonogiri Pegunungan Kapur Selatan 110049'56,7” 110052'38,5” BT Sumber (Source): Peta Rupa Bumi Indonesia, 1998 (Indonesian Topographic Map, 1998)
3.
Wuryantoro
1792
163
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
Tabel (Table) 2. Perhitungan koefisien run-off (Run-off coefficient calculation) No.
Keadaan daerah pengaliran (Watershed condition)
1.
Tanah berpasir dan berkerikil untuk pertanian (sandy and gravelly soils on cultivated land) 2. Tanah berpasir dan berkerikil untuk rumput (Sandy and gravelly soils on pasture land) 3. Tanah berpasir dan berkerikil untuk hutan (Sandy and gravelly soils on woodland) 4. Tanah berdebu tanpa impending horizons untuk pertanian (Loams without impending horizons on cultivated land) 5. Tanah berdebu tanpa impending horizons untuk rumput (Loams without impending horizons on pasture land) 6. Tanah berdebu tanpa impending horizons untuk hutan (Loams without impending horizons on woodland) 7. Tanah berlempung berat untuk pertanian (Heavy clay on cultivated land) 8. Tanah berlempung berat untuk rumput (Heavy clay on pasture land) 9. Tanah berlempung berat untuk hutan (Heavy clay on woodland) Sumber (Source): Dune dan Leopold (1978)
3. Penentuan Waktu Konsentrasi (Subarkah, 1980): TC
L 1,15 …………………….3) 7700 H 0,385
Tc = Waktu konsentrasi (jam) (Time of concentration) (hr) L = Panjang sungai utama (Length of main river) (km) H = Beda tinggi antara titik tertinggi dengan titik terendah pada DAS (Altitude difference between the highest and the lowest locations in the watershed) (m)
C. Analisis Data Debit puncak dihitung berdasarkan hasil perkalian antara koefisien aliran, intensitas hujan, dan waktu konsentrasi. Koefisien aliran dalam satu sub DAS diperoleh dari hasil analisis GIS dengan penampalan (overlay) peta penutupan lahan, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Intensitas hujan dan waktu konsentrasi diperoleh dari rumus-rumus di atas. Hasil penaksiran debit puncak dibandingkan dengan hasil pengukuran langsung. Perbedaan antara hasil penak-
164
Koefisien run-off (Run-off coefficient) 0,20 0,15 0,10 0,40 0,35 0,30 0,50 0,45 0,40
siran dan pengukuran dibandingkan pada masing-masing sub DAS. Faktorfaktor yang mempengaruhi penaksiran debit puncak dianalisis kepekaannya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Hujan a. Jumlah Hujan Data hujan diambil pada saat penelitian. Jumlah hujan yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu hujan rendah (30-40 mm), hujan sedang (50-80 mm), dan hujan tinggi (> 80 mm). Jumlah hujan pada masing-masing sub DAS dapat dilihat pada Tabel 3. b. Intensitas Hujan Intensitas hujan dihitung berdasarkan rumus (2), hasil perhitungan intensitas hujan pada masing-masing sub DAS dapat dilihat pada Tabel 3.
Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi …(I.B. Pramono, dkk)
Tabel (Table) 3. Jumlah hujan harian dan intensitas hujan di tiga sub DAS (Sum of daily rainfall and rainfall intensity in three sub watersheds) Sub DAS (Sub watershed) Tapan
Ngunut I
Wuryantoro
Jumlah hujan 24 jam (Rainfall in 24 hours) (mm) Hujan rendah (Low rainfall) 30 Hujan sedang (Moderate rainfall) 60 Hujan tinggi (High rainfall) 106 Hujan rendah (Low rainfall) 45 Hujan sedang (Moderate rainfall) 50 Hujan tinggi (High rainfall) 87 Hujan rendah (Low rainfall) 38 Hujan sedang (Moderate rainfall) 81 Hujan tinggi (High rainfall) 121
Intensitas hujan (Rainfall intensity) (mm/jam) (mm/hr) 23 46 80 11 13 21 12 25 37
nyebaran penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 2.
2. Karakeristik DAS a. Penutupan Lahan Vegetasi penutup sub DAS Tapan didominasi oleh tegalan dan kebun campur (agroforestry) yang terdiri dari tanaman campuran antara tanaman keras (sengon, cengkeh) dengan tanaman semusim (cabe, singkong, jagung). Sawah hanya menyebar di sekitar kanan-kiri sungai. Hutan hanya sedikit dan terletak menyebar pada lereng-lereng curam. Perincian dan penyebaran vegetasi penutup di sub DAS Tapan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 1. Tabel (Table) 4. Jenis penutupan lahan sub DAS Tapan (Land cover types of Tapan sub watershed) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis penutupan lahan (Land covers types) Hutan (Forest) Kebun campur (Mixed garden) Pemukiman (Settlement) Sawah (Paddy field) Semak belukar (Bushes) Tegalan (Dry field) Jumlah (Total)
Luas (Area) (ha) 4,54 48,28
3,13 33,28
11,93
8,22
9,37 0,89
6,46 0,61
70,07 145,07
48,30 100,00
%
Penutupan lahan di sub DAS Ngunut didominasi oleh tegal dan kebun campur. Kampung atau pekarangan tersebar merata di seluruh DAS, sawah mendominasi bagian tengah DAS yang merupakan lembah. Perincian dan pe-
Tabel (Table) 5. Jenis penutupan lahan sub DAS Ngunut (Land cover types of Ngunut sub watershed) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis penutupan lahan (Land cover types) Kampung (Settlement) Tegalan (Dry land) kebun campur (Mixed garden) Sawah (Paddy field) Hutan (Forest) Jumlah (Total)
Luas (Area) (ha) 194,37
25,42
184,50 115,66
24,13 15,13
84,16 185,82 764,51
11,01 24,31 100,00
%
Penutupan lahan di sub DAS Wuryantoro didominasi oleh ladang, kebun campur serta sawah. Pemukiman merata di seluruh sub DAS. Hutan yang hanya sedikit terletak di hulu dan tengah sub DAS. Perincian dan penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Lampiran 3. Tabel (Table) 6. Jenis penutupan lahan sub DAS Wuryantoto (Land cover types of Wuryantoro sub watershed) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis penutupan lahan (Land cover types) Hutan (Forest) Kebun campur (Mixed garden) Pemukiman (Settlement) Sawah (Paddy field) Tegalan (Dry land) Jumlah (Total)
Luas (Area) (ha) 211,48 422,43
11,70 23,37
241,36
13,35
%
462,78 25,60 469,90 25,99 1807,94 100,00
165
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
b. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng di sub DAS Tapan didominasi oleh lereng curam > 25%, hanya sedikit daerah yang mempunyai kelerengan rendah terutama di sekitar sungai. Perincian dan penyebaran kelerengan di sub DAS Tapan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 4. Tabel (Table) 7. Distribusi kelas lereng sub DAS Tapan (Slope class distribution of Tapan sub watershed) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kelas lereng (Slope class) 0-3 3-8 8-15 15-25 >25
Luas (Area) (ha) 4,73 9,53 13,36 56,72 60,73
3,26 6,57 9,21 39,1 41,86
Jumlah (Total)
145,07
100,00
%
Kemiringan lereng sub DAS Ngunut I didominasi oleh daerah dataran dengan kemiringan lereng 0-8%, hanya sedikit area yang mempunyai kemiringan 15-25%, dan tidak ada areal yang mempunyai kemiringan > 25%. Perincian dan penyebaran kemiringan lereng di sub DAS Ngunut I dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 5. Tabel (Table) 8. Distribusi kelas lereng sub DAS Ngunut I (Slope class distribution of Ngunut I sub watershed) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kelas lereng (Slope class) 0-3 3-8 8-15 15-25 >25
Luas (Area) (ha) 173,07 232,71 315,53 43,15 0,06
22,64 30,44 41,27 5,64 0,01
Jumlah (Total)
764,51
100,00
%
induk volkan tua dengan kelerengan yang tinggi dan di bagian hilir mempunyai bahan induk kapur dengan kelerengan yang rendah. Kelerengan > 25% juga terdapat di daerah paling hulu. Perincian dan penyebaran kemiringan lereng di sub DAS Wuryantoro dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 6. Tabel (Table) 9. Distribusi kelas lereng Sub DAS Wuryantoro (Slope class distribution of Wuryantoro Sub Watershed) No. 1. 2. 3. 4. 5.
166
Luas (Area) (ha) 272,26 560,60 466,72 362,26 146,10
15,06 31,01 25,82 20,04 8,08
Jumlah (Total)
1807,94
100,00
%
c. Jenis Tanah Karena luas sub DAS yang relatif kecil (145 ha) maka di sub DAS Tapan hanya mempunyai satu jenis tanah yaitu Mediteran Coklat, sedangkan di sub DAS Ngunut I mempunyai dua macam jenis tanah yaitu Mediteran Coklat dan Mediteran Merah. Sub DAS Wuryantoro mempunyai tiga jenis tanah yaitu Grumusol, Litosol, dan Mediteran. Perincian jenis tanah pada masing-masing sub DAS dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11, sedangkan penyebarannya dapat dilihat pada Lampiran 7, 8, dan Lampiran 9. Tabel (Table) 10. Jenis-jenis tanah di sub DAS Ngunut I (Soil types of Ngunut I sub watershed) No. 1.
Kemiringan lereng di sub DAS Wuryantoro didominasi oleh areal dengan kemiringan 15-25% yang tersebar di daerah hulu dan 0-8% di daerah hilir. Sub DAS Wuryantoro ini memang spesifik. Di bagian hulu mempunyai bahan
Kelas lereng (Slope class) 0-3 3-8 8-15 15-25 >25
2.
Jenis tanah (Soil type) Mediteran coklat (Brown mediteran) Mediteran merah (Red mediteran) Jumlah (Total)
Luas (Area) (ha) 584,2
76,5
179,4
23,5
763,6
100,00
%
Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi …(I.B. Pramono, dkk)
Tabel (Table) 11. Jenis-jenis tanah di sub DAS Wuryantoro (Soil types of Wuryantoro sub watershed) Jenis tanah (Soil type)
No. 1.
Grumosol (Grumosol) Litosol (Lytosol) Mediteran (Mediteran) Jumlah (Total)
2. 3.
Luas (Area) (ha) 656,1212
36,29
737,433 414,3889
40,79 22,92
1807,943
100,00
%
3. Koefisien Aliran Berdasarkan hasil penampalan (overlay) data penutupan lahan, kemiringan lereng dan jenis tanah diperoleh nilai koefisien aliran 0,32; 0,41; dan 0,56 masing-masing untuk sub DAS Tapan, sub DAS Ngunut I, dan sub DAS Wuryantoro. 4. Debit Puncak Hasil Penaksiran Berdasarkan data hujan, intensitas
hujan, koefisien aliran, dan luas sub DAS, maka debit puncak dapat dihitung dengan menggunakan rumus (1) dan hasilnya bisa dilihat pada Tabel 12. Debit puncak di sub DAS Tapan bervariasi dari 3-10 m3/detik, sedangkan di sub DAS Ngunut I bervariasi dari 7-15 m3/ detik dan di sub DAS Wuryantoro bervariasi dari 34-109 m3/detik. 5. Perbandingan Antara Debit Puncak Hasil Pengukuran dan Penaksiran Berdasarkan hasil pengamatan tinggi muka air yang tercatat oleh AWLR (Automatic Water Level Recorder) dan pembuatan lengkung debit di masingmasing outlet dari ketiga sub DAS tersebut, maka diperoleh data debit yang merupakan hasil pengukuran. Hasil pengukuran ini dibandingkan dengan data debit hasil penaksiran seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel (Table) 12. Estimasi debit puncak dengan metode Rational di tiga Sub DAS (Estimation of peak discharge using rational method in three sub watersheds) Sub DAS (Sub watershed) Tapan
Ngunut I
Wuryantoro
Hujan Koefisien aliran (Rainfall) (Run-off coefficient) (mm) 30 0,32 60 0,32 106 0,32 45 0,47 50 0,47 87 0,47 38 0,56 81 0,56 121 0,56
Intensitas hujan (Rainfall intensity) (mm/jam) 23 45 80 11 13 21 12 25 37
Luas (Area) (km2) 1,61 1,61 1,61 7,64 7,64 7,64 18,97 18,97 18,97
Debit maksimum (Peak discharge) (m3/dt) 3,08 6,15 10,87 9,88 10,98 19,11 34,20 72,91 108,91
Tabel (Table) 13. Perbandingan antara debit puncak hasil pengukuran dan penaksiran di tiga sub DAS (Comparison of observed and predicted peak discharges in three sub watersheds) Sub DAS (Sub watershed) Tapan Ngunut I Wuryantoro
Hujan (Rainfall) (mm) 60 50 38
Debit hasil pengukuran (Measured peak discharge) (m3/detik) 2,16 11,42 4,78
Debit hasil penaksiran (Predicted peak discharge) (m3/detik) 6,15 10,98 34,20
Perbedaan (Deviation) (%) 185 4 615
167
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
B. Pembahasan 1. Perbedaan Debit Hasil Estimasi dengan Pengukuran Perbandingan debit maksimum hasil penaksiran dengan pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5. Dari tabel tersebut terlihat bahwa hanya di sub DAS Ngunut I penaksiran dengan metode Rational ini mendekati hasil pengukuran, sedangkan dua sub DAS lainnya sangat jauh dibandingkan dengan hasil pengukuran. Pada sub DAS Tapan dengan luas DAS hanya 161 ha, dengan metode Rational menghasilkan debit puncak sebesar 6,15 m3/dt, padahal hasil pencatatan AWLR hanya menunjukkan debit sebesar 2,16 m3/dt. Seharusnya dengan luas DAS yang cukup kecil model Rational paling mendekati hasil pengukuran karena waktu hujan efektif hampir sama dengan waktu konsentrasi serta hujan lebih merata dalam satu DAS. Berdasarkan data kelerengan dan penutupan lahan, nilai koefisien aliran sub DAS Tapan adalah 0,32. Ini berarti hanya 32% dari hujan yang langsung menjadi aliran atau 68% dari hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan menjadi sub surface flow dan base flow. Dengan nilai C = 0,32, hasil estimasi debit maksimum sudah dua kali lipat dibandingkan dengan pengukuran. Faktor lain yang mempengaruhi debit maksimum adalah intensitas hujan. Dari hujan harian sebesar 60 mm, ternyata berdasarkan rumus metode Rational ini diperoleh nilai I = 45 mm/jam. Dari tiga faktor utama penyebab debit maksimum, nilai intensitas hujan ini terlalu besar sehingga perlu dilakukan penyesuaian. Estimasi debit maksimum di sub DAS Wuryantoro dengan luas 1.792 ha memberikan hasil 34,20 m3/dt, padahal hasil pengukuran menunjukkan debit maksimum sebesar 4,78 m3/dt, sehingga memberikan perbedaan yang terlalu besar. Hal ini mungkin disebabkan hujan 168
yang tidak merata karena luas sub DAS relatif besar. Estimasi debit maksimum di sub DAS Ngunut I dengan luas 596 ha memberikan hasil 10,98 m3/dt, sedangkan hasil pencatatan langsung menunjukkan hasil sebesar 11,42 m3/dt. Perbedaan antara hasil estimasi dan pengukuran langsung yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa persyaratan untuk penerapan metode Rational terpenuhi, hujannya relatif merata karena daerahnya datar. 2. Sensitivitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Estimasi Debit Puncak Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya debit puncak dalam metode Rational adalah luas (A), panjang sungai (L), beda tinggi (H), curah hujan (R), koefisien aliran (C), dan waktu konsentrasi (TC). Berdasarkan analisis sensitivitas, dimana masing-masing faktor dikalikan dua kemudian dilihat hasil estimasi debit puncaknya, maka dari faktor-faktor tersebut hanya tiga faktor yang besar perubahan responnya, yaitu A, R, dan C seperti yang terlihat pada Gambar 1. 3. Penyesuaian Model Estimasi Debit Puncak Berdasarkan hasil estimasi dan pengukuran debit puncak secara langsung maka terdapat beberapa perbedaan. Untuk menerapkan model hidrologi di suatu DAS maka model yang ada perlu dilakukan penyesuaian. Penyesuaian ini dilakukan dengan mengalikan dengan indeks penyesuaian. Berdasarkan uji coba penerapan model dengan beberapa macam besarnya hujan maka diperoleh indeks penyesuaian yang tergantung pada besarnya hujan yang menyebabkan banjir. Indeks penyesuaian ini disusun berdasarkan hujan harian dan banjir yang terjadi dibandingkan dengan banjir hasil estimasi.
Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi …(I.B. Pramono, dkk)
Pada umumnya, makin besar hujan maka indeks penyesuaian ini juga makin besar. Pada sub DAS Tapan, indeks penyesuaian ini berkisar antara 0,220,36 seperti yang terlihat pada Gambar 2, sedangkan pada sub DAS Ngunut indeks ini berkisar antara 1,04-3,91 seperti yang terlihat pada Gambar 3. Pada sub DAS Wuryantoro, indeks ini berkisar antara 0,14-0,20 seperti yang terlihat pada Gambar 4. Dari data tersebut terlihat bahwa dengan menggunakan model
Rational maka makin luas DAS, indeks penyesuaian ini juga akan makin kecil, artinya hasil perhitungan atau penaksiran lebih besar daripada hasil pengukuran. Hal ini terjadi karena model ini mengasumsikan bahwa lamanya waktu hujan efektif harus sama dengan waktu konsentrasi (Hayes dan Young, 2005). Kondisi ini sulit tercapai pada DAS besar dimana waktu konsentrasi selalu lebih besar daripada waktu hujan efektif.
Perubahan debit (Discharge change) (%)
120 100 80 60 40 20 0 A
-20
L
H
R
C
TC
-40 -60 Variabel (Variable)
Gambar (Figure) 1. Analisis sensitivitas variable-variabel dalam metode Rational (Sensitivity analysis of variables on Rational method)
0,4 Indeks penyesuaian (Adjustment index)
0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0
20
40 60 Hujan harian (Daily rainfall) (mm)
80
100
120
Gambar (Figure) 2. Indeks penyesuaian metode Rational untuk sub DAS Tapan (Adjustment index of Rational method for Tapan sub watershed)
169
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
Indeks penyesuaian (Adjustment index)
3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Hujan harian (Daily rainfall) (mm)
Gambar (Figure) 3. Indeks penyesuaian metode Rational untuk sub DAS Ngunut I (Adjustment index of Rational method for Ngunut I sub watershed)
6
Indeks penyesuaian (Adjustment index)
5 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Hujan harian (Daily rainfall) (mm)
Gambar (Figure) 4. Indeks penyesuaian metode Rational untuk sub DAS Wuryantoro (Adjustment index of Rational method for Wuryantoro sub watershed)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penerapan metode Rational untuk estimasi debit puncak di sub DAS Tapan dan Wuryantoro memberikan hasil yang melebihi (over estimate) dan di sub DAS Ngunut I memberikan hasil yang relatif sama dibandingkan dengan hasil pengukuran. Perbedaan tersebut adalah 185%, -4%, dan 615 % masing-masing untuk sub DAS Tapan, Ngunut I, dan Wuryantoro. 2. Model Rational untuk estimasi debit puncak memberikan hasil yang paling baik pada daerah datar, dimana hujan yang terjadi lebih merata. Pada sub DAS yang lebih kecil namun 170
topografinya sangat curam maka curah hujannya tidak merata sehingga hasil estimasi ini banyak mengalami penyimpangan dibandingakan dengan hasil pengukuran. 3. Untuk menerapkan metode Rational di ketiga sub DAS perlu penyesuaian-penyesuaian. Indeks penyesuaian ini selain tergantung pada luas DAS juga tergantung pada besarnya curah hujan yang menyebabkan banjir. Makin besar hujan maka indeks penyesuaian juga makin besar. 4. Penerapan model Rational untuk sub DAS Tapan menggunakan indeks penyesuaian antara 0,22-0,36, sub DAS Ngunut I menggunakan indeks penyesuaian antara 1,04-3,91, dan sub DAS Wuryantoro antara 0,14-0,20.
Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi …(I.B. Pramono, dkk)
B. Saran Penggunaan metode Rational ini selain harus memperhatikan luas DAS juga harus memperhatikan topografinya. Topografi yang berbukit atau bergelombang dapat menyebabkan hujan yang tidak merata sehingga hasil penaksiran debit puncak akan menyimpang cukup jauh bila dibandingkan dengan hasil pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA Bakosurtanal. 2000. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000. Cibinong, Bogor. Cawley, A.M. and C. Cunnane. 2003. Comments on Estimation of Greenfield Runoff Rates. National Hydrology Seminar. 2003. Dunne, T. and L.B. Leopold. 1978. Water in Environmental Planning.
W.H. Freeman and Company. New York. Hayes, D.C. and R.L. Young. 2005. Comparison of Peak Discharge and Runoff Characteristic Estimates from the Rational Method to Field Observations for Small Basins in Central Virginia, Scientific Investigation Report 2005-5254. USGS. Pusat Penelitian Tanah. 1981. Peta Tanah Tinjau Skala 1:100.000. Bogor. Subarkah, I. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma. Bandung. Trommer, J.T., J.E. Loper, and K.M. Hammett. 1996. Evaluation and Modification of Five Techniques for Estimating Storm Water Runoff for Watershed in West-Central Florida. USGS. Water Resources Investigation Report 96-4158.
171
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
Lampiran (Appendix) 1. Peta penutupan lahan sub DAS Tapan (Land cover map of Tapan catchment area)
Sumber (Source): Bakosurtanal, 2000
Lampiran (Appendix) 2. Peta penutupan lahan sub DAS Ngunut I (Land cover map of Ngunut I catchment area)
Sumber (Source): Citra Landsat 7ETM+ tahun 2001 (Image of Landsat 7 ETM+ 2000)
172
Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi …(I.B. Pramono, dkk)
Lampiran (Appendix) 3. Peta penutupan lahan sub DAS Wuryantoro (Land cover map of Wuryantoro catchment area)
Sumber (Source): Citra Landsat 7ETM+ tahun 2001 (Image of Landsat 7 ETM+ 2000)
Lampiran (Appendix) 4. Peta kemiringan lereng sub DAS Tapan (Slope map of Tapan catchment area)
Sumber (Source): Bakosurtanal, 2000
173
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
Lampiran (Appendix) 5. Peta kemiringan lereng sub DAS Ngunut I (Slope map of Ngunut I catchment area)
Sumber (Source): Bakosurtanal, 2000
Lampiran (Appendix) 6. Peta kemiringan lereng sub DAS Wuryantoro (Slope map of Wuryantoro catchment area)
Sumber (Source): Bakosurtanal, 2000
174
Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi …(I.B. Pramono, dkk)
Lampiran (Appendix) 7. Peta jenis tanah sub DAS Tapan (Soil map of Tapan catchment area)
Sumber (Source): Pusat Penelitian Tanah (Center for Soil Research), 1981
Lampiran (Appendix) 8. Peta jenis tanah sub DAS Ngunut I (Soil map of Ngunut I catchment area)
Sumber (Source): Pusat Penelitian Tanah (Center for Soil Research), 1981
175
Vol. VII No.2 : 161-176, 2010
Lampiran (Appendix) 9. Peta jenis tanah sub DAS Wuryantoro (Soil map of Wuryantoro catchment area)
Sumber (Source): Pusat Penelitian Tanah (Center for Soil Research), 1981
176