th
DISHARMONI DAN KERANCUAN PERATURAN PERUNDANGAN DI BIDANG KESEHATAN
REV-7
th
June 25 2016
OLEH DJOKO WIDYARTO JS
NO. MASALAH/ISU 1 Kedudukan Hukum SKN (Perpres 72/2012)
ACUAN UU 12/2011, UU 29/2004, UU 36/2009, UU 44/2009, UU 36/2014, UU 38/2014
JUSTIFIKASI Sebagai sebuah sistim mestinya kedudukan hukum SKN lebih tinggi dibanding/atau setara dg peraturan yg lebih teknis spt praktik kedokteran, rumah sakit, keperawatan, tenaga kesehatan dsb. Oleh karena itu seyogyanya SKN diatur di dalam UU agar kedudukan hukumnya tidak dibawah UU (dan apabila mungkin sbg UU Payung)
KETERANGAN Saat ini di dalam SKN ada 7 (tujuh) subsistim,namun blm ada subsistim yg mengatur ttg Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kesehatan. Perlu pengaturan lbh lanjut Perlindungan Hukum bagi profesi kesehatan krn di dalam bbp UU tsb.hanya sedikit sekali disinggung ttg perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Sedangkan untuk lebih detailnya mestinya perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan diatur di dalam Perpres (sesui amanah UU No. 36 th 2009)
2
Rahasia Kedokteran
UU 29/2004, UU 36/2009, UU 44/2009, PP 26/1960, PP 10/1966, PMK 36/2012
Pengertian Rahasia Kedokteran yg berbeda-beda di beberapa peraturan perundangan . Pembukaan Rahasia Kedokteran juga diatur berbeda di dalam beberapa peraturan perundangan. Sampai saat ini PP No. 10/1966 masih berlaku dan blm dicabut shg hierarki hukumnya mestinya lebih tinggi dibanding Permenkes.
Hal tsb menimbulkan kerancuan dan ketidak pastian hukum UU No. 12 th 2011 mengatur dengan hierarki hukum peraturan perundangundangan.
3
SIP DOKTER
UU No. 29 /2004 ps.37 dan UU No. 36/2014 ps.46
UU No. 29/2004 ps. 37, menyebutkan bhw SIP dikeluarkan oleh Dinkes Kab/Kota. Sementara UU
Pertanyaannya adalah ketentuan yg mana yg akan dipakai ? Dan asas
Djoko W
Page 1
No. 36/2014 ps. 46,SIP dikeluarkan oleh Bupati/Walikota atas rekomendasi Dinkes. Hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum bagi masyarakat profesi kedokteran.
hukum yg mana yg dipakai, lex spesialis derogate legi generali atau lex posterior derogate legi priori ?
4
Ijin dan Klasifikasi RS
PMK No. 56/2014
Persyaratan yg sangat sulit untuk dipenuhi dan dilaksanakan tidak saja bagi RS yang berada didaerah terpencil ttp juga sebagian RS yg ada di kota-kota. UU No. 12 th 2011 mensyebutkan bahwa salah satu asas dalam pembentukan perundangan yang baik adalah bahwa peraturan perundang-undangan itu “dapat dilaksanakan”
Perlu dikaji ulang agar lebih bisa dipenuhi dan dilaksanakan namun harus tetap mengutamakan kualitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat.
5
Audit Medis
UU 29/2004, UU 44/2009, PERPRES 12/2013 dan 111/2013 PMK 755/2011, PMK 71/2013, PMK 99/2015 Per BPJS 1/2014
PERPRES 111/2013 telah menghapus ps. 44 PERPRES 12/2013, dan menambahkan ps. 43A yg maknanya berbeda dg berbeda dg ps. 44 PMK No. 12 th 2013. Sehingga PMK 71/2013 dan Per BPJS No1/2014 seharusnya juga direvisi agar sesuai dg jiwa ps. 43A Perpres No. 111 th 2013. Sayangnya PMK No. 99/2015 sebagai perubahan atas PMK No. 71 th 2013 tdk merevisi ps. 36 dan 37 dalam PMK No. 71 th 2013 itu sendiri.
BPJS Kesehatan masih menganggap bhw mereka punya kewenangan utk audit medis sebagaimana yg diatur di dalam PMK71/2013 dan Per BPJS No. 1/2014
6
Rujukan Berjenjang
UU 44/2009, PMK 01/2012, PMK 24/2014, PMK 56/2014 PP 93/2015
Menurut UU 44/2009, RS mempunyai fungsi utk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tingkat kedua dan ketiga. Dengan demikian maka setiap RS apapun Kelas RS tsb., mempunyai kewajiban menjalankan fungsinya sbgmana diatur dlm UU tsb, shg mestinya tidak ada satupun RS yg dikatagorikan sbg pelayanan tingkat pertama.
Menimbulkan kerancuan baik dlm pelayanan rujukan maupun klaim dalam program JKN. Perlu dilakukan harmonisasi agar tidak menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum.
Dlm bbp PMK tsb ada RS Pratama (PMK 001/2012), RS Klas D Pratama (PMK 71/2013) yg digolongkan Djoko W
Page 2
dlm pelayanan tingkat pertama. Bahkan di dalam PP No. 93 th 2015 RS Utama DIHARUSKAN melaksanakan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan pelayanan kesehatan tersier Di dalam PMK No. 001 th 2012 juga dimungkinkan bhw dari faskes tingkat pertama selain merujuk ke faskes tingkat kedua, TETAPI juga boleh langsung ke faskes tingat ketiga. UU 44/2009 dan PMK 56/2014 tidak jelas mengatur tentang jenjang RS primer, sekunder dan tersier. Disamping itu PMK No. 56/2014 juga tidak mengatur kewenangan masing-masing Kelas RS sehingga tidak ada kejelasan tentang batas kewenangan masingmasing Kelas RS. 7
Pengajuan izin mendirikan Rumah Sakit
PMK 56/2014
Perlu kepastian siapa sebenarnya yg berhak mengajukan izin pendirian RS pemilik atau pengelola RS karena di dalam ps. 67 disebutkan bahwa Pemilik ATAU Pengelola yang akan mendirikan RS mengajukan permohonan Ijin Mendirikan …dst. Sementara di dalam ps. 63 jelas menyebut bhw Ijin Mendirikan diajukan oleh pemilik, Ijin Operasional oleh Pengelola RS.
Perbedaan pengaturan dlm Ps. 63 vs Ps 67. Perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kerancuan bagi pelaksana dilapangan.
8
Melihat Rekam Medik (rahasia kedokteran)
PMK 71/2013,Per BPJS 1/2014 , Panduan Praktis Teknis Verifikasi Klaim dan Perpres 19/2015
Verifikator BPJS bukan Tenaga Kesehatan ttp kenapa diberi kewenanganan utk melihat Rekam Medik. Perpres No.19 th 2015 jelas menyebutkan bhw BPJS hanya dpt meminta dlm bentuk resume medis
Perlu dilakukan harmonisasi pengaturan yg ada di PMK No. 71 th 2013, Per BPJS No. 1 th 2014 dan jg Panduan Praktis Teknis Verfikasi Klaim dengan Pepres No 19 th 2015 utk meghindari ketidak pastian hukum
9
Pelimpahan Kewenangan
PMK 2052/2011, UU 36/2014 dan
Pelimpahan kewenangan yg diatur di dlm PMK
Adanya ketidak jelasan ketentuan
Djoko W
Page 3
UU 38/2014
UU 36/2014
2052/2011 dan UU No. 36 th 2014 tidak jelas jenisnya. Apakah pelimpahan delegasi ataukah pelimpahan mandat. Berdasarkan Hukum Administrasi, kalau dilihat dari uraiannya, sepertinya pelimpahan sebagaimana yang dimaksud di dalam PMK No. 2052 th 2011 dan UU No. 36 tahun 2014 adalah pelimpahan mandat. Pertanyaannya adalah, apakah tenaga medis tidak bisa memberikan pelimpahan delegasi kepada tenaga kesehatan lain ? Kenyataannya di dalam UU No. 38 th 2014 menyebutkan bhw ternyata tenaga medis dapat melimpahkan pelimpahan kewenangan delegasi atau mandat.
pelimpahan kewenangan yg diatur di dalam PMK No. 2052 th 2011 dan UU No. 36 th 2014. Apakah pelimpahan kewenangan yg dimaksud adalah kewenangan mandat atau kewenangan delegasi ? Ataukah bisa keduanya?
Kenapa UU No. 36 th 2014 ps. 65 ayat (1) dan(2) hanya mengelaborasi tenaga kefarmasian saja? Padahal pada ps. 65 ayat (1) disebutkan bhw tenaga kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.
10
Pengaturan Hak & Kewajiban Pasien
UU No. 44/2009 Ps. 31 dan 32
Hak Pasien diatur dlm ps. 32 UU No. 44 th 2009, sedangkan kewajiban pasien diatur dlm PMK No. 69 th 2014. Hal ini menimbulkan perlakuan diskriminatif/ perlakuan ketidak adilan Seyogyanya antara hak dan kewajiban diatur di dalam ketentuan peraturan perundangan yang sama/sama kedudukan hukumnya.
Pengaturan antara hak dan kewajiban pasien tidak diatur di dalam ketentuan perundangan yang sama/setara kedudukan hukumnya . Seharusnya asas-asas di dlm pembentukan peraturan perundangundangan sebagaimana disebutkan did lm UU No. 12 th 2011 a.l. yaitu asas keadilan, keseimbangan, keserasian dan asas keselarasan, tetap dijaga
11
Pengertian Rumah Sakit
UU No. 44/2090 Ps. 23, dan
Ada ketidak konsistenan antara 2 UU tsb dimana UU
Adanya kekurang cermatan dalam
Djoko W
Page 4
12
Pendidikan
UU No. 20/2012 Ps. 1(15)
No.44/2009 tdk menyebut adanya fungsi pelayanan kesehatan pada RS Pendidikan. Walaupun secara logika tidaklah mungkin penyelenggaraan sebuah RS tanpa adanya pelayanan kesehatan.
perumusan pasal dalam UU No. 44 th 2009 tentang pengertian RS
Urun Biaya dalam JKN
UU No. 40/2004
UU No. 40/2004 Ps. 22 ayat (2) dan (3) menyebutkan bhw utk pelayanan yg dpt menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya. Ayat (3) menyebut bhw ketentuan lebih lanjut ttg pelayanan kesehatan dan urun biaya akan diatur lebih lanjut dlm Perpres.
Di dalam penjelasan UU 40/2004 Ps. 22 disebutkan bhw urun biaya harus merupakan bagian dari pengendalian. Perlu didorong dikeluarkannya Perpres yg mengatur ttg urun biaya sesuai amanah UU No. 40 th 2004 ps. 22 dan penjelasannya tidak hanya yg berkaitan dg tariff kamar bagi yg naik kelas sebagaimana yg saat ini diatur di dlm Perpres.
Penjelasan ps. 22 ayat (2) menyebutkan bhw jenis pelayanan yg dimaksud adl pelayanan yg membuka peluang moral hazard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta) misalnya pemakaian obat-obat suplemen, PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN TINDAKAN YG TIDAK SESUAI DG KEBUTUHAN MEDIK. 13
Besaran premi
Djoko W
Perpres No. 111/2013 Perpres No. 19/2016 Perpres No. 28/2016
Ada perbedaan besaran premi PBI yg dibayar oleh Ada nuansa ketidak adilan pemerintah(Perpres No. 19/2016 ps.16A) dg besaran premi yg dibayar oleh masyarakat utk mendptkan fasilitas rawat inap yg sama (klas III). Perbedaan besaran premi ini memberi kesan pemerintah telah memberikan beban yg berlebih kepada rakyatnya dibanding beban pemerintah utk mendapatkan fasilitas yg sama . Sebaiknya sesuai dg asas keadilan yg ada di dalam asas pembentukan peraturan perundangan UU 12/2011, besaran premi PBI yg dibayar oleh pemerintah sama dengan besaran yg dibayar oleh rakyat untuk mendapatkan perawatan klas III.
Page 5
14
Standar Kompetensi Per KKI 11/2012vs KMK 514/2015 Dokter Indonesia 2012 (Per KKI No. 11 th 2012 ttg SKDI)
Belum semua 144 jenis penyakit dg tingkat kompetensi 4 yg ada di dlm Per KKI No. 11 th 2012 ttg SKDI sdh semuanya msk dlm KMK No. 514 th 2015 ,ada sekitar 16 jenis penyakit yg blm msk yaitu:
1.mabuk perjalanan, 2.pertusis, 3.kandidiasis mulut, 4.infeksi pd umbilikus, 5.sindroma duh (discharge) genital, 6.vaginosis bakterialis, 7.salfingitis, 8.abses folikel rambut, 9.dm tipe-1, 10.def vit, 11.def mineral, 12.ulkus pd tungkai, 13.kandidosis mukokutan ringan, 14.dermatitis atopik kecuali recalcitrant, 15.kekerasan tumpul, dan 16.kekerasan tajam
KMK No. 514/2015 selain tidak sinkron dg Per KK No. 11 th 2012 juga dg PMK No. 1438 th 2010 Disamping itu KMK No. 514 th 2015 juga blm menjawab Per KKI No 11/2012 krn blm semua 144 jenis penyakkt dlm SKDI ada di dlm KMK tsb. Perlu dilakukan penyempurnaan.
Ternyata di dlm KMK No. 514 th 2015 tidak saja berisi jenis penyakit dg tingkat kompetensi 4, tetapi juga ada 3A, 3B dan bahkan tingkat kompetensi 2
Adanya perbedaan tingkat kompetensi yg ada di dlm Per KKI No. 11 th 2012 dg KMK No. 514 th 2015 misalnya: Di dlm KMK 514/2015 sifilis stad 1-2: L3A (SKDI L 4A) episkleritis : L3A (SKDI L 4A) fix drug eruption:L4A (SKDI tidak L 4A)
Djoko W
Page 6
15
Tarif Klas III
KMK 514/2015 vs PMK 1438/2010
Disamping itu KMK No. 514 th 2015 ttg PPK Bagi Dokter di FASKES Tingkat Pertama juga tidak sinkron dg PMK No. 1438 th 2010, karena berdasarkan PMK No. 1438 th 2010 sebenarnya PPK adalah rumpunnya SPO dan SPO adalah ranahnya Pimpinan FASKES. Sehingga pengaturan PPK di dlm KMK tsb akan membingungkan para Pimpinan FASKES
UU No. 44 th 2009 vs PERPRES N0. 12 TH 2013
Perpres no. 12 th 2013 Ps. 37 ayat (1) menyebutkan bhw besaran pembayaran kepada faskes ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dg asosiasi faskes di wilayah tsb dg mengacu pd standar tariff yg ditetapkan menteri. Ps. 39 ayat (1) menyebutkan bhw BPJS Kesehatan melakukan pembayaran faskes tk pertama berdasarkan kapitasi Ayat (3) menyebutkan bhw BPJS Kesehatan melakukan pembayaran pd faskes tk lanjutan berdasarkan INA CBG’s.
Secara hierarki hukum perintah UU kedudukannya lebih tinggi dibanding perintah PERPRES. Jadi mestinya tariff klas III RS PEMDA dan swasta acuannya adl spt yg diatur dlm UU No. 44 th 2009.
Sementara UU No.44 th 2009 ps 50, Ayat (1) menyebutkan bhw tariff Klas III RS yg dikelola pemerintah, ditetapkan oleh menteri Ayat (2) besaran tariff klas III RS yg dikelola oleh PEMDA ditetapkan dengan PERDA Besaran tariff klas III RS selain RS sebagaimana dimaksud pd ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan RS dg memperhatikan besaran tariff sebagaimana dimaksud pd ayat (2) 16
Pembinaan profesi dan Etik Profesi
Djoko W
UU No. 29/2004 vs PMK No. 71/2013
UU No.29/2004 ps. 54 menyebutkan bahwa pembinaan profesi dilakukan oleh KKI dan profesi. Sementara PMK No. 71/2013 menyebutkan bhw pembinaan etika dan disiplin oleh TKMKB.
Perlu pembenahan agar tidak menjmbulkan kerancuan. Seyogyanya peraturan dengan hierarki lebih rendah tidak boleh bertentangan dg Page 7
17
Standar Pemeriksaan TKI
18
Telemedicine
Pengaturan pembinaan profesi yang ada di dalam PMK No. 71 th 2013 ini tdk sesuai dg UU No. 29 th 2004 dan menimbulkan kerancuan dan kebingungan
peraturan yg diatasnya.
Perpres No. 64/2011
Di dalam Perpres No. 64/2011 pemeriksaan Calon TKI dilakukan oleh Sp PD. Sementara ada kewenangan Dokter yg diatur di dalam pasal 35 UU No. 29/2004.
Apakah dokter tidak diberi kewenangan untuk memeriksa Calon TKI ?
PMK 269/2008, Hasil Survey WHO th 2015, WMA Statement on Guiding Principles for the Use of Telehealth for the Provision of Health Care.
Penggunaan telemedicine di belahan dunia sdh cukup lama dilakukan. Survey WHO yg dipublikasikan 2010 menyebut regional SEARO ternyata mempunyai tingkat respon rate tertinggi yaitu 73% disbanding regional yg lain. Di Indonesia praktik telemedicine jg sdh mulai dilakukan sejak bbp tahun belakangan ini.
Perlu pengaturan praktik telemedicine di Indonesia.
Di dalam WMA Assembly yang ke 60 di New Delhi India tahun 2009 telah mengeluarkan WMA Statement on Guiding Principles for the Use of Telehealth for the Provision of Health Care. WMA mengingatkan bhw ada isu etika dan hukum di dalam praktik telemedicine yg perlu diperhatikan. Sayangnya, hingga saat ini kelihatannya blm ada aturan ttg praktik telemedicine di Indonesia.
Semarang, 25 Juni 2016 Djoko W
Page 8