147
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
KUALITAS IKAN PARI (Dasyatis sp ) ASAP YANG DIOLAH DENGAN KETINGGIAN TUNGKU DAN SUHU YANG BERBEDA The Quality of Smoked Stingray (Dasyatis sp.) Processed by Different Height and Temperature of Fireplace Agus Tri Setyo Wicaksono(1), Fronthea Swastawati(2), Apri Dwi Anggo(2) 1
Mahasiswa 2Staf Pengajar Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang Jl. Prof. Soedarto,SH, Semarang ABSTRAK
Pengasapan merupakan suatu metode pengolahanikan yang dapat menghasilkan cita rasa, aroma dan warna khas pada produk. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas ikan asap yang diolah dengan menggunakan ketinggian tungku dan suhu yang berbeda.Penelitian ini menggunakan eksperimen lapangan.Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAK Faktorial). Perlakuan meliputi 6 kombinasi antara tinggi tungku (40 cm dan 60 cm ) dan suhu pengasapan (40±5oC, 60±5oC dan80±5oC). Parametar yang diuji adalah kadar fenol, kadar lisin, kadar protein, kadar lemak, kadar air dan organoleptik. Hasil penelitian ikan asap yang diolah dengan menggunakan suhu (40±5oC, 60±5oC dan 80±5oC)dan ketinggian tungku (40 cm dan 60 cm ) untuk kadar fenol menunjukkan berturut-turut yaitu 1040 ppm; 1260 ppm; 990 ppm; 1230 ppm; 830 ppm; 990 ppm nilai asymp. (P < 0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Ketersediaan lisin: 5710ppm; 15250 ppm; 9750 ppm; 19150 ppm; 17650 ppm; dan 21000 ppm nilai asymp. (P < 0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Kadar Protein: 29,175%; 29,105%; 28,765 %; 28,69 %; 28,325 % dan 27,85 % nilai asymp. (P < 0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Kadar Lemak: 2,105 %; 1,915 %; 2,02 %; 1,76 %; 1,97 % dan 1,705 % nilai asymp. (P<0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Kadar Air: 68,05 %; 68,32 %; 70,17 %; 71,05 %; 70,32 % dan 71,58 % nilai asymp. (P<0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata Perbedaan tinggi tungku dan perbedaan suhu mempengaruhi kualitas ikan asap dan kecenderungan ikan asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40±5°C dan jarak sumber asap dengan ikan 40 cm memiliki kualitas yang lebih baik. Kata kunci: Ikan Pari, Pengasapan, Suhu dan Tinggi Tungku. ABSTRACT Smoking is a method of processing fish that can make flavour, aroma and colour of typical products. The study aims to compare the quality of smoked fish which is processed by using different height and temperature of fireplace.. This research used experimental field. This research used randomized groups design factorial. Treatment included 6 combination between height offireplace (40 cm and 60 cm) and smoking temperature ( 40±5oC, 60±5oC and 80±5oC). Parameters measured were content of phenol, lysine available, protein content, fat content, moisture content and organoleptic. The result of research processed by using different temperature of 40±5°C, 60±5°C dan 80±5°C and height fireplace (40 cm and 60cm) showed significant different the value of phenol respectively 1040 ppm; 1260 ppm; 990 ppm; 1230 ppm; 830 ppm; and 990 ppm (P<0,05).The resultshowed significant different the value of lysine availability respectively:5710 ppm; 15250 ppm; 9750 ppm; 19150 ppm; 17650 ppm; and 21000 ppm(P<0,05). The resultshowed significant different the value ofprotein content respectively 29,175%; 29,105%; 28,765 %; 28,69 %; 28,325 % dan 27,85% (P<0,05). The resultshowed significant different the value ofwater content respectively: 68,05%; 68,32%; 70,17%; 71,05%; 70,32%; and 71,58%(P<0,05).The resultshowed significant different the value of fat content respectively: 2,105 %; 1,915 %; 2,02 %; 1,76 %; 1,97 % dan 1,70%(P< 0,05).The different of the height and temperature fireplace gave affect on quality of smoked fish and the best smoked fish was way resulted from the temperature 40±5°C and 40 cm height of fireplace. Key Word:Stingray, Smoking, Temperature and Height Fireplace.
148
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
PENDAHULUAN Ikan pari (Dasyatis sp)asap merupakan salah satu makanan khas yang berasa dari Indonesia. Ikan pari asap memiliki aroma dan rasa khas asap sehingga banyak masyarakat Indonesia yang menyukai ikan pari asap. Menurut(Blight.et. al., 1989), proses pengasapan pada dasarnya digunakan untuk tujuan pengawetan, walaupun perubahan pada warna, aroma, rasa dan tekstur pada makanan melalui proses ini juga diinginkan. Proses pengasapan dikelompokkan menjadi dua yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cool smoking). Proses pengasapan panas menggunakan suhu 80 oC-100 oC, sedangkan pengasapan dingin menggunakan suhu 30 o C-40 oC. Menurut Kadir (2004), pada pengasapan panas (hot smoking), ikan yang diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap dan dilakukan dalam waktu yang singkat sedangkan pengasapan dingin (cool smoking), ikan yang diasapi diletakkan agak jauh dari sumber asap dan dilakukan dalam waktu yang lama. Proses pengasapan tradisional khususnya “hot-smoking” sering terjadi kasus-kasus kerusakan nutrisi karena proses pemanasan dan pengasapan yang kurang terkontrol. Penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi dapat mengurangi kerusakan protein, sedangkan lamanya waktu pengasapan menyebabkan penurunan pemanfaatan protein “Protein utilization”, khususnya asam amino lisin. Selain ituKomposisi karbonil, yang terkandung dalam asap atau yang berasal dari hasil oksidasi lemak dapat bereaksi dengan komposisi amino yang berasal dari protein ikan. Reaksi ini juga menyebabkan penurunan pemanfaatan protein. (Swastawati, 2007) Proses pengasapan dapat mempengaruhi tingkat kualitas ikan asap yang dihasilkan terutamanilai nutrisi yang terkandung di dalam ikan pari asap tersebut. Suhu pengasapan dan tinggi tungku yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas ikan asap yang dihasilkan. Menurut Sikorski (1988), menyatakan bahwa pada prinsipnya pengasapan harus dilakukan dengan mengatur suhu dan kecepatan aliran udara serta kepekatan asap agar produksi fenol dan karbonil menjadi seperti yang diinginkan yaitu pembentukan PAH sekecil mungkin. Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mengkajiproses pengasapan dengan menggunakan tinggi tungku dan suhu pengasapan yang berbeda untuk mengetahui tingkatkualitas ikan pari asap. MATERI DAN METODE Bahan baku penelitian yang digunakan adalah ikan pari (Dasyatis sp) di potong steak sebesar 12 kg yang didapatkan di perairan pesisir Semarang dan tempurung kelapa, dan garam yang didapatkan dari pasar tradisional tembalang Semarang. Ikan pari (Dasyatis sp) segar disiangi dan dipotong steak dengan ukuran 5 - 8 cm kemudian dicuci sampai bersih. Ikan pari direndam didalam larutan garam 5% selama 30 menit dan kemudian ditiriskan sampai kering. Ikan pari diasap dengan menggunakan tungku yang memiliki tinggi 40 cm dan 60 cm serta menggunakan suhu ±400: C; ± 600C; dan ±800C. Ikan pari asap diuji kadar fenol, lisin, protein, lemak, air dan organoleptik untuk mengetahui tingkat kualitas ikan pari asap tersebut.
149
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial.Penelitian ini menggunakan suhu dan tinggi tungku yang berbeda.Parameter utama yang diamati pada penelitian ini meliputikadar fenoldanlisin pada ikan pari asap yang masing-masing dilakukan pengujiansebanyak dua kali ulangan, sedangkan parameter pendukung dari penelitian ini meliputi uji kadar air, uji kadar protein, kadar lemak,uji organoleptik dan uji hedonik ikan pariasap dengan dua kali ulangan. Rancangan percobaan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Matrik Rancangan Penelitian Pengujian Kadar Fenol Ikan Pari Asap Tinggi Tungku Ulangan Suhu S1 (40 ±5ºC) S2 (60 ±5ºC) S3 (80 ±5ºC) T1 (40 cm) 1 T1 S1 T1S2 T1S3 2 T1 S1 T1S2 T1S3 T2 (60 cm) 1 T2 S1 T2S2 T2S3 2 T2 S1 T2S2 T2S3 Keterangan: Matriks rancangan penelitian pengujian ketersediaan lisin, kadar protein, kadar lemak dan kadar air ikan pari asap mengikuti matriks penelitian pengujian kadar fenol ikan pari asap diatas.
Data hasil pengamatan uji kadar fenol, ketersediaan lisi, kadar protein, kadar lemak dan kadar air yang diperoleh dianalisis kenormalan, kehomogenan serta sidik ragam analysis of variance (ANOVA) menggunakan SPSS 16 dengan (P<0,05). Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013. Penelitian untuk pembuatan ikan pari asap dilakukan di Sentra Pengasapan Mangunharjo, Semarang. Pengujian kadar fenol, ketersediaan lisin, kadar protein, kadar lemak dan kadar air dilakukan di laboratorium Chemix Pratama Bantul, Yogyakarta. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui lama waktu pengasapan yang dibutuhkan untuk membuat ikan menjadi matang. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menggunakan tungku tradisional yang memiliki tinggi 40 cm dan 60 cm dikombinasikan dengan suhu 40oC, 60oC dan 80oC. Proses pengasapan dilakukan sampai ikan menjadi matang. Indikator ikan menjadi matang yaitu kenampakan mengkilap, warna coklat, aroma khas asap, tekstur lunak, dan rasa khas asap. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengasapan dengan menggunakan suhu 40oC yaitu ± 3jam, suhu 60oCyaitu ± 2 jam dan suhu 80oC yaitu ± 1jam. Menurut Girrard (1992), pewarnaan khas produk asapan berasal dari interaksi antara konstituen karbonil asap dengan gugus amino protein produk menghasilkan warna produk ke kuning keemasan sampai coklat gelap. Pewarnaan ini berkaitan erat dengan parameter teknologi yang digunakan selama pengasapan. Penelitian Utama Analisa kadar fenol
150
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, 3 Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp http://www.ejournal s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
Kandungan fenol yang terdapat pada ikan asap dapat dapat mempengaruhi kenampakan, bau, rasa sa dan daya awet ikan tersebut. Intensitas senyawa fenol yang masuk ke dalam daging ikan dapat mempengaruhi aroma dan rasa ikan asap. Hasil uji kadarfenol ikan pari ari asap tersaji pada gambar 1 berikut b ini.
bc
Kadar Fenol (ppm)
1500 ef
e
b
d
a
1000 500 0 Tungku 40 cm Suhu (oC) 40±5
Tungku 60 cm 60±5
80±5
Keterangan : • notasi (huruf) yang berbeda menunjukkan menunju berbeda nyata (P<0,05) • huruf kecil menunjukkan hasil rata-rata rata suhu pengasapan • data merupakan rata-rata rata dua kali ulangan
Gambar 1.. Diagram Hasil Uji Kadar Fenol Ikan Pari Asap
Hasil kandungan fenol pada ikan pari asap yang diolah denganketinggian tungku dan suhu yang berbeda yaitu itu tungku 40 cm dengan suhu 40±5oC, 60±5 ±5oC, dan 80±5oC berturut turut adalah 1040 ppm; 990 ppm; dan 830 ppm, sedangkan edangkan hasil dari tungku 60 o o o cm dengan suhu 40±5 C, 60±5 60 C, dan 80±5 C berturut turut adalah 1260 ppm; 1230 ppm dan 990 ppm.. Kandungan phenol pada ikan asap yang diolah d dengan menggunakan suhu 40±5oCmemiliki Cme kadar phenol yang relatif lebih tinggi daripada ikan asap yang diolah iolah dengan menggunkan suhu 60±5oC, dan 80±5oC. Karena waktu yang dibutuhkan untuk membuat ikan ika asap menjadi matang lebih lama daripada ikan asap yang diolah dengan menggunakan suhu 60±5oC, dan 80±5oC. Semakin lama waktu pengasapan makan semakin banyak pula phenol yang menempel pada ikan asap tersebut. Menurut Serot et al (2004), menyatakan bahwa jumlah kandungan senyawa fenol meningkat dengan waktu dan suhu yang diaplikasikan tetapi presentase dari senyawa ini relatif konstan untuk prosedur pengasapan yang diberikan dan tidak tergantung pada parameter proses yang digunakan. digunakan Berdasarkan hasil uji fenol ikan asap yang diolah menggunakan tungku 60 cm memiliki kandungan fenol yang lebih tinggi daripada ikan asap yang diolah dengan menggunakan tungku 40 cm. Kadar fenol ikan asap pada tungku 60 lebih tinggi karena tungku 60 cm membutuhkan utuhkan bahan bakar (tempurung kelapa) atau energi yang lebih banyak untuk mencapai suhu 40±5oC, 60±5oC, 80±5oC daripada tungku 40 cm, sehingga asap yang dihasilkan pada tungku 60 cm lebih tebal dari pada tungku 40. Asap yang dihasilkan pada tungku tersebut tersebut menempel pada daging ikan, semakin banyak asap yang menempel pada daging ikan berarti semakin banyak kadar fenol ikan tersebut, sehingga mempengaruhi kadar fenol ikan asap.Hasil asap.Hasil analisis keragaman nilai kadar fenol pada ada ikan pari asap menunjukkan bahwa interaksi nteraksi antara kedua perlakuan
151
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, 3 Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp http://www.ejournal s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
menunjukkan hasil (P<0,05) sehingga memberikan perbedaan yang nyata dan perbedaan suhu pengasapan yaitu 40±5°C, 60±5°C, dan 80±5°C.. Menurut Dwiari et all (2008), jumlah asap, ketebalan asap dan kecepatan aliran asap dalam alat al pengasap merupakan ketiga faktor yang dapat mempengaruhi hasil produk akhir. Apabila jumlah asap yang kontak dengan bahan sedikit maka citarasa asap yang dihasilkan pun berkurang, demikian pula dengan kedua faktor lainnya. Berdasarkan hasil uji kadar fenol pada ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40±5oC, 60±5oC,dan 80±5oC dengan ketinggian tungku yang berbeda yaitu 40 cm dan 60 cm dihasilkan ikan pari asap yang melebihi batas kadar fenol maksimum pada ikan yaitu 317 ppm. Ikan pari asap yang diolah dengan tungku 40cm suhu 80±5oC memiliki kandungan fenol yang paling rendah yaitu 830 ppm sedangkan yang paling itnggi yaitu 1260 ppm yang merupakan ikan pari asap yang diolah dengan tungku 60 cm suhu 40±5oC. Ikan pari asap yang paling bagus adalah 830 ppm karena memiliki kadar fenol yang paling rendah. Menurut (Risk, Risk, 2005 and Occupational Safety and Health Administration, U.S. Department of Labor, 2005), menyatakan bahwa batas maksimum kadar fenol pada bahan pangan adalah 317 mg/kg. Ketersediaan lisin
Kandungan Lisin (ppm)
Lisin merupakan salah satu asam amino esensial dan keberadaanya dalam ikan sangat mudah rusak, maka perlu dilakukan penelitian bagaimana cara memproduksi olahan ikan agar kandungan asam amino lisin tidak berubah. Salah satu proses pengawetan ikan kan adalah dengan pengasapan. Asap dapat digunakan sebagai pengawet karena mengandung komponen antioksidan, antimikroba, misalnya phenol dan asam asetat.(Kusumayanti et al,, 2003)Hasil uji kandungan lisin tersaji dalam gambar 2 berikut ini.
25000 15000
a
b
c
d
e
e
5000 -5000
Tungku 40 cm Suhu (oC)
Tungku 60 cm
40±5 60±5 80±5 Keterangan : • notasi (huruf) yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) • huruf kecil menunjukkan hasil rata-rata rata suhu pengasapan • data merupakan rata-rata rata dua kali ulangan
Gambar 2. Diagram Hasil UjiAvailable Uj Lysine Ikan Pari Asap
Kandungan lisin yang terdapat didalam ikan asap yang yang diolah dengan menggunakan tungku 40cm bersuhu40±5 bersuhu40 oC, 60±5oCdan 80±5oC berturut-turut berturut yaitu 5711 ppm; 97500 ppm dan 17650 1 ppm.. Sedangkan ikan asap yang diolah dengan menggunakan tungku 60cm bersuhu 40±5 40 oC, 60±5oCdan 80±5oC yaitu 15250 ppm, 19150 ppm dan 21000 ppm. ppm. Ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan suhu su
152
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, 3 Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp http://www.ejournal s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
80±5oCrata-rata rata ketersediaan lisinya lebih tinggi dari pada ikan yang diolah dengan menggunkan suhu 40±5oC dan 60±5oC. Karena ikan asap yang diolah dengan d o menggunakan suhu 80±5 ±5 Cmembutuhkan waktu yang lebih cepat daripada menggunakan suhu 40±5oC dan 60±5oC untuk mematangkan ikan asap.Hasil asap. analisis keragaman nilai kandungan lisin pada ikan pari asap menunjukkan bahwa interaksi antara kedua perlakuan menunjukkan hasil (P<0,05)sehingga memberikan perbedaan yang nyata dan suhu pengasapan yaitu 40±5°C, 60±5°C C dan80±5°C.Menurut dan80 Kolodziejska et al (2004), menyatakan bahwa perubahaan lisin pada ikan disebabkan oleh reaksi maillard. llard. Menurut Palupi et all. ( 2007),umumnya reaksi maillard terjadi dalam dua tahapan, yaitu tahap reaksi awal dan reaksi lanjutan. Tahap awal terjadi kondensasi antara gugus karbonil dari gula pereduksi dengan gugus amino bebas dari asam amino dalam rangkaian gkaian protein. Produk hasil kondensasi selanjutnya akan berubah menjadi basa Schiff karena kehilangan molekul air (H2O) dan akhirnya tersiklisasi oleh Amadori rearagement membentuk senyawa Amadori yang terbentuk merupakan bentuk utama lisin yang terikat pada ada bahan pangan setelah terjadi reaksi Maillard awal. Pada tahap ini secara visual bahan pangan masih berwarna seperti aslinya, belum berubah menjadi berwarna coklat, namun demikian lisin didalam protein bahan pangan tersebut sudah tidak tersedia lagi secara sec biologis (bioavailabilitasnya menurun). Kadar protein
Kadar Protein (%)
Ikan merupakan sumber protein hewani yang tinggi dan sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Kadar protein yang terkandung didalam ikan asap sangat mempengaruhi kualitas gizi ikan asap tersebut. Protein yang terkandung didalam ikan sangat mudah rusak akibat proses pengolahan. Menurut Kabahenda et al., (2009), menyatakan bahwa pengasapan panas pada suhu tertentu akan mengakibatkan denaturasi dan degradasi dasi protein serta menurunkan fungsi dan asam amino esensial. Hal ini bergantung pada jenis ikan dan protein yang terkandung di dalamnya. dalamnya Hasil uji kadar protein tersaji dalam gambar 3 berikut ini. 30 29
a
a
a
b
a
b
28 27 26 Tungku 40 cm Suhu (°C) (
40 ± 5
60 ± 5
Tungku 60 cm 80 ± 5
Keterangan : menunjuk berbeda nyata pada faktor suhu (P<0,05)) • notasi (huruf) yang berbeda menunjukkan • huruf kecil menunjukkan hasil rata-rata rata suhu pengasapan data merupakan rata-rata rata dua kali ulangan
Gambar 3. 3. Diagram Hasil Uji Kadar Protein Ikan Pari Asap
Hasil uji kadar protein ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40±5oC, 60±5oC dan 80±5oC pada tungku 40 cm yaitu 29,175%; 28,765% dan
153
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, 3 Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp http://www.ejournal s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
28,325%. Hasil uji kadar protein pada tungku 60 cm yaitu 29,105%; 28,69% dan 27,85%. Perbedaan tinggi tungku 40 cm dengan tungku 60 cm tidak memberikan pengaruh yang nyata yata (P>0,05) terhadap kadar protein ikan pari asap, sedangkan perbedaan suhu memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kadar protein ikan pari asap. Pengasapan yang dilakukan dengan menggunakan suhu 40±5 oC membutuhkan waktu yang lebih lama daripada daripada menggunakan suhu 80±5 oC. Menurut Isamu et all (2012), menyatakan bahwa semakin lama waktu pengasapan dan makin banyak jumlah bahan pengasap yang digunakan akan meningkatkan suhu ruang pengasapan, hal ini berpengaruh pada penguranagn kadar air produk akibat panas yang ditimbulkan. Kadar lemak
Kadar Lemak (%)
Kadar lemak yang terkandung didalam ikan asap memiliki peran penting dalam menimbulkan flavor dan rasa pada ikan asap. Kandungan lemak yang terdapat didalam ikan sangat mudah teroksidasi. Min dan Boff (2002), menyatakan bahwa proses oksidasi dapat menyebabkan flavor flavor dan rasa yang tidak disukai serta penurunan nilai gizi.Hasil Hasil uji kadar lemak tersaji dalam gambar 4 berikut ini.
3
A a
A b
A b
B a
2
B b
B b
1 0 Tungku 40 cm Suhu (oC)
40±5
60±5
Tungku 60 cm 80±5
Keterangan : • notasi huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada faktor tinggi tungku (P<0,05) • notasi huruf kecil yang berbeda beda menunjukkan berbeda nyata pada faktor suhu (P<0,05). • huruf kecil menunjukkan hasil rata-rata rata suhu pengasapan • data merupakan rata-rata rata dua kali ulangan. Gambar 4.Diagram 4 Hasil Uji Kadar Lemak Ikan Pari Asap
Berdasarkan hasil uji kadar lemak ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40±5oC, C 60±5oC dan 80±5oC pada tungku 40 cm yaitu; 2,105%; 2,02% dan 1,97%. Hasil uji kadar protein pada tungku 60 cm yaitu 1,915%; 1,76% dan 1,705%. Hasil pengujian kadar lemak didapatkan bahwa ikan asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40oC pada tungku 40 cm memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi daripada yang lain. Perbedaan suhu dan ketinggian tungku memberikan pengaruh yang nyata ( P<0,05) terhadap kadar lemak karena karena semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin rendah kadar lemak yang terdapat didalam ikan asap, selain itu karena waktu pengasapan yang dibutuhkan pada tungku 40 cm sedikit lebih singkat daripada
154
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, 3 Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp http://www.ejournal s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
tungku 60 cm. Menurut Hadjinikolova (2008), proses pengolahan dengan menggunakan prinsip pemanasan seperti pengeringan, pengukusan dan pengasapan akan menyebabkan sebagian lemak meleleh keluar dari bagian-bagian bagian bagian daging ikan tetapi pengukuran kandungan lemak juga akan dipengaruhi oleh kandungan air yang terukur. terukur. Kadar air
Kadar Air (%)
Kadar air merupakan parameter yang penting untuk menentukan kualitas ikan asap yang dihasilkan. lkan. Kadar air yang terkandung didalam ikan asap dapat mempengaruhi daya simpan ikan asap karena kadar air merupakan media mikroba untuk berkembangbiak.Menurut Menurut Esminingtyas(2006), kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba. Hal ini merupakan salah satu sebab dalam pengolahan pangan, air sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan pengeringan menggunakan suhu pengeringan yang tinggi. Hasil pengujian kadar air ikan pari asap tersaji pada Gambar 5 80 75 70 65 60 55 50
A a
A b
A b
B a
Tungku 40 cm
.
Suhu (oC)
B b
B b
Tungku 60 cm 40±5
60±5
80±5
Keterangan : • notasi huruf kapital yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada faktor tinggi tungku (P<0,05) • notasi huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada faktor suhu (P<0,05). • huruf kecil menunjukkan hasil rata-rata rata suhu pengasapan • data merupakan rata-rata rata dua kali ulangan.
Gambar 5 Diagram Hasil Uji Kadar Air Ikan Pari Asap
Berdasarkan hasil uji kadar lemak ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40±5oC, 60±5oC dan 80±5oC pada tungku 40 cm yaitu; 60,055 %, 70,17 % dan 70,32 %, sedangkan pada tungku 60 cm yaitu 68,32 %; 71,05% dan 71,58 %. Berdasarkan Ikan asap yang diolah dengan menggunakan menggunakan suhu 70-80°C 70 memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada ikan asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40°C dan 60 °C. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengasapan ikan dengan menggunakan suhu 80°C lebih cepat daripada menggunakan suhu 40°C dan 60°C. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengasapan. Menurut Isamu et all (2012) menyatakan bahwa semakin lama waktu pengasapan, akan menyebabkan berkurangnya air ikan asap, sehingga dapat menyebabkan an tekstur menjadi lebih keras, sebaliknya bila kadar air tinggi menyebabkan tekstur menjadi lebih lunak. Organoleptik Ikan Pari Asap
155
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
Uji organoleptik terhadap ikan pari asap dilakukan berdasarkan kenampakan, bau, rasa, tekstur, jamur dan lendir. Penilaian organoleptik ikan pari asap mengacu pada lembar penilaian score sheet organoleptik ikan asap SNI No. 2725:2013.Ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan suhu 40 ± 5oC membutuhkan waktu selama ± 3jam, suhu 60 ±5oC selama ± 2jam, dan suhu 80 ± 5oC selam ± 1jam. Hasil uji organoleptik pada ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan suhu yang berbeda yaitu 40 ± 5oC, 60 ±5oC, dan 80 ± 5oC pada tungku dengan ketinggian 40 cm diperoleh nilai berturut-turut yaitu antara 7,68 ≤ µ ≤ 7,94; 8,61 ≤ µ ≤ 8,79 dan 8,17 ≤ µ ≤ 8,43 pada tingkat kepercayaan 95%, sedangkan ikan asap dengan tungku yang memiliki tinggi 60 cm diperoleh nilai berturut-turut yaitu antara 7,39 ≤ µ ≤ 7,63; 7,85 ≤ µ ≤ 8,11 dan 7,95 ≤ µ ≤ 8,15 pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan asap yang dihasilkan dari kedua tungku memiliki mutu yang baik dan layak untuk dikonsumsi. Menurut Mahsun(1992), suhu yang dihasilkan pada proses pengasapan panas dengan memakai tungku dapat mencapai 90ºC, bahkan bisa mencapai 100ºC sehingga ikan masak secara keseluruhan karena pada suhu tersebut suhu daging ikan mencapai 60ºC. Asap yang dihasilkan dalam proses pengasapan mengandung unsur-unsur kimia yang dapat menghambat aktivitas bakteri, baik aktivitas bakteri penghasil enzim aktif yang akan menghidrolisa pati dan lemak sehingga menimbulkan pada ikan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah 1. Proses pengasapan dengan menggunakan perbedaan ketinggian tungku memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kualitas kadar fenol, kandungan lisin, kadar lemak dan kadar air,tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kadar protein ikan pari asap. 2. Proses pengasapan dengan menggunakan suhu pengasapan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kualitas kadar fenol, lisin, protein, lemak dan kadar air pada ikan pari asap. Semakin tinggi suhu pengasapan maka kandungan nutrisi ikan asap semakin berkurang. 3. Ikan pari asap yang diolah dengan menggunakan tungku 40 cm dan suhu 60±5ºC memiliki nilai organoleptik terbaik, sedangkan nilai nutrisi yang terbaik padaperlakuan suhu 40 ±5ºC. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu studi lebih lanjut mengenai uji jumlah bakteri dan uji PAH, sehingga ikan asap yang dihasilkan dapat diketahui apakah aman atau layak untuk dikonsumsi. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan menggunakan jenis ikan, bentuk ikan dan jenis bahan bakar yang berbeda karena masing-masing akan mempengaruhi kualitas ikan asap yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 2725-1-2013, Spesifikasi Persyaratan Mutu dan Keamanan Ikan Asap Blight, E.G. S.J. Shaw and A.D. Woyewoda. 1989. Effects of Drying and Smoking on Lipids of Fish. In Fish Smoking and Drying,Burt, J.R. (ED). Elsevier Applied Sciense, London,pp: 41-52.
156
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 147-156 Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp
Dwiari, et all. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1.Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.PT. Macanan Jaya Cemerlang: Klaten Utara. Esminingtyas R. 2006. Perubahan Mutu Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap Selama Penyimpanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB: Bogor. Girard, J.P., 1992. Smoking. In : Technology of Meat and Meat Products (translated by Bernard Hemmings and A.T.T., Clermont-Ferrand). Ellis Horwood. New York. 22 -25. Hadjinikolova, L. 2008. Investigations on the chemical composition of srap (Cyprinus carpio L), Bighead carp (Aristichthys nobilis rich) and pike (Esox lusius L) during different stages of individual growth Bulgarian Journal of Agricultural Science. 14: 121-126. Isamu, K.T., Hari P., dan Sudarminto S. Y. 2012. Karakteristik Fisik,Kimia, dan Organoleptik Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)Asap di Kendari. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 2 105-110. Kabahenda, M.K., Omony, P., and Husken, S.M.C. 2009. Post-Harvest handling of low-value fish product and threats to nutritional quality: a review of practice in the Lake Victoria region. Diakses tanggal 3 Maret 2010. Kadir, L. 2004. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Jumlah Kandungan Bakteri dan Kualitas Fisik Ikan Tongkol Asap (Euthynnus afinis). Vol. 6, No 2 halaman 79-84. Kolodziejska, I., Niecikowska, C., Sikorski, E.Z., and Kolakowska, A. (2004). Lipid oxidation and lysine availability in Atlantic mackerel hot smoked in mild condition. Bulletin of The Sea Fisheries Institute. 161, 15 – 27 Kusumayanti et al,. 2003. Optimasi Kandungan Lisin Dalam Ikan Lemuru (Sardinillalongiceps) dengan menggunakan Asap Cair Bercitarasa Jahe. UNDIP ; Semarang Mahsun. 1992. Analisis Energi Tungku Ganda Bahan Bakar Biomassa pada Proses Pengasapan Ikan Laut. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya; Jakarta. Min DB, and Boff JM .2002. Lipid Oxidation of Edible Oil. Marcel Dekker. Inc. New York. Palupi, Zakaria, dan Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Departemen Ilmi dan Teknologi Pangan IPB: Bogor. Risk, T. 2005. European Hazard Symbols. Seoul, Korea. Serot, T., & Baron, R., knockaert, C., & Vallet, J.L. 2004. Effect of smoking processes on the contens of 10 major phenolic compounds in smoked fillets of herring (Clupea harengus). Food Chemistry, 85, 111-120. Sikorski Z.E. 1988. Smoking of Fish and Carsinogens dalam Burt JR, Fish smoking and drying. England : Elsevier Science Publisher ltd hlm 72-84. Swastawati F. 2007. Pengasapan Ikan Menggunakan Liquid Smoke. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.