DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dbr
Volume 5 , Nomor 3, Tahun 2016, Halaman 1-11 ISSN (Online): 2337-3792
ANALISIS PENGARUH INFORMASI KEUANGAN DAN UKURAN DEWAN TERHADAP UNDERPRICING DENGAN VARIABEL KONTROL UKURAN PERUSAHAAN (Studi Kasus pada Perusahaan yang Melakukan IPO di BEI Periode 2010-2015) Vina Febria Syafira, Mustafa Kamal 1 Email :
[email protected] Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang, Semarang 50239, Phone: +622476486851
ABSTRACT Companies need substantial capital to maintain the companies’ existence and they often choose capital market as a medium to increase the capital, but companies often experience underpricing when they do initial public offering. Underpricing phenomenon occurs when there is a positive difference between the closing price in the secondary market on the first day and the IPO price. This study aims to determine the effect of financial information (leverage, EPS, and ROA) and board size on the level of underpricing in companies that did Initial Public Offering in Indonesia Stock Exchange during 2010-2015. The samples used in this study were 86 companies who did initial public offering in Indonesia Stock Exchange during 2010-2015 and experienced underpricing. The analytical method used in this study is multiple linear regression analysis. The results of this study indicate that EPS has a positive significant effect on underpricing, ROA has a negative significant effect on underpricing, while leverage, board size, and firm size have insignificant effect on underpricing. Keywords: Underpricing, Initial Return, Agency Theory, Asymmetric Information PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia yang terus berkembang dengan pesat tentu akan meningkatkan iklim persaingan di dunia bisnis. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan yang berdiri di berbagai bidang serta terus melakukan ekspansi demi memperoleh laba dan mempertahankan eksistensinya di dunia bisnis. Dana yang dibutuhkan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan biasanya cukup besar. Oleh karena itu, perusahaan umumnya memiliki beberapa alternatif sumber pendanaan untuk menopang kegiatan operasionalnya. Laba ditahan atau akumulasi penyusutan aktiva tetap bisa menjadi sumber pendanaan internal, sedangkan sumber pendanaan eksternal berasal dari penerbitan surat utang, meminjam di bank, atau dengan melakukan penerbitan saham. Menurut Samsul (2006), salah satu sarana yang kerap digunakan untuk mendapatkan tambahan dana adalah pasar modal karena biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari sumber pendanaan lainnya. Untuk dapat listing di Bursa Efek, emiten harus terlebih dahulu melakukan penawaran saham untuk pertama kalinya di pasar perdana, kegiatan ini disebut juga dengan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (Samsul, 2006). Firmanah (2015) menyatakan bahwa harga penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara emiten dengan penjamin emisi efek, namun sering kali terdapat perbedaan kepentingan antara kedua pihak tersebut yang dapat mempersulit penentuan harga penawaran perdana. Emiten umumnya menetapkan harga penawaran saham yang cukup tinggi agar mendapatkan pemasukan yang maksimal guna memenuhi kebutuhan perusahaan dan menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan saat penawaran umum perdana, sedangkan underwriter ingin menetapkan harga penawaran yang rendah untuk menarik minat investor sehingga seluruh saham dapat terjual dan penjamin emisi tidak perlu 1
Corresponding author
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 2
menanggung kerugian dengan membeli saham yang tidak laku terjual sebagai bentuk tanggung jawab penjaminannya. Pada saat emiten melakukan penawaran umum perdana, dapat terjadi dua fenomena yang disebabkan oleh perbedaan pada harga penawaran perdana dengan harga penutupan di hari pertama pasar sekunder, yaitu fenomena underpricing atau fenomena overpricing. Fenomena underpricing dapat terjadi apabila terdapat selisih positif antara harga penutupan di pasar sekunder pada hari pertama dengan harga penawaran perdana (Yolana dan Martani, 2005). Sebaliknya, fenomena overpricing terjadi jika terdapat selisih negatif antara harga penutupan di pasar sekunder pada hari pertama dengan harga penawaran perdana. Fenomena underpricing lebih sering dialami daripada overpricing oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana di Bursa Efek Indonesia. Underpricing dapat terjadi karena adanya asimetri informasi antara pihak emiten dengan penjamin emisi efek (Baron, 1982) maupun antar investor (Rock, 1986). Asimetri informasi ini dapat diminimalisir dengan penerbitan prospektus yang berisi ikhtisar keuangan dan informasiinformasi lainnya yang dapat digunakan untuk menganalisis kondisi perusahaan yang sedang melakukan penawaran umum perdana. Selain informasi keuangan, informasi mengenai tata kelola perusahaan (corporate governance) juga dapat menunjukkan kepada publik bahwa perusahaan memiliki kinerja dan kualitas yang baik serta dapat mengurangi agency problem dengan melakukan pengawasan dan pengelolaan yang efektif sehingga juga mempengaruhi underpricing. Penelitian terdahulu mengenai pengaruh informasi keuangan dan tata kelola perusahaan masih menunjukkan inkonsistensi seperti penelitian yang dilakukan oleh Su (2004), Gumanti (2005), Erlina (2013), Riyanti (2012), Lin dan Tian (2012), Mnif (2010), Darmadi dan Gunawan (2013), dan Putra dan Damayanthi (2013). Ketidaksamaan dari hasil penelitian-penelitian terdahulu mendorong pengujian lebih lanjut untuk mengetahui konsistensi temuan mengenai fenomena underpricing. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menemukan bukti empiris mengenai pengaruh informasi keuangan (leverage, EPS, dan ROA) dan ukuran dewan terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI periode 2010-2015. Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol, yaitu ukuran perusahaan karena dari beberapa penelitian terdahulu masih menunjukkan inkonsistensi hasil penelitian dengan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Fenomena underpricing dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory. Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan mendasarkan hubungan kontrak antara pemilik (prinsipal) dengan pihak lain yang menjalankan operasional perusahaan (agen). Manajemen sebagai agen diberikan wewenang untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik, namun seringkali kepentingan antara kedua pihak tersebut tidak sejalan sehingga menyebabkan konflik kepentingan (conflict of interest) antara prinsipal dengan agen yang diberikan kewenangan untuk menjalankan perusahaan. Pada kasus underpricing, emiten berperan sebagai prinsipal sementara penjamin emisi (underwriter) berperan sebagai agen yang diberikan kewenangan oleh prinsipal (Baron, 1982). Penjamin emisi umumnya memiliki kepentingan untuk menjual saham sebanyak mungkin sehingga tidak perlu menanggung risiko untuk membeli saham yang tidak laku terjual. Di sisi lain, emiten memiliki kepentingan untuk mendapatkan dana sebanyak mungkin agar berbagai tujuan perusahaan dapat terpenuhi. Konflik kepentingan ini dapat menyebabkan underpricing pada saat emiten melakukan penawaran umum perdana. Underpricing juga dapat dijelaskan dengan menggunakan teori asimetri informasi. Informasi merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan keputusan investasi dan dibutuhkan oleh semua pihak dalam pasar modal. Apabila ada salah satu pihak yang memiliki informasi namun tidak bersedia untuk membagi informasi tersebut kepada pihak lain, maka akan terjadi asimetri informasi. Menurut Baron (1982), asimetri informasi dapat terjadi antara pihak emiten dengan pihak penjamin emisi efek (underwriter). Underwriter umumnya memiliki informasi yang lebih baik mengenai pasar modal dan permintaan saham daripada pihak emiten. Informasi tersebut dimanfaatkan oleh underwriter untuk menentukan harga penawaran perdana yang rendah dan emiten cenderung menerima harga tersebut karena keterbatasan informasi yang dimiliki. Asimetri informasi juga dapat terjadi di antara investor dengan investor lainnya (Rock, 1986). Asimetri informasi ini disebabkan oleh salah satu investor yang memiliki informasi yang
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 3
lebih mengenai prospek perusahaan sementara investor lainnya tidak memiliki informasi tersebut. Investor yang memiliki informasi (informed investor) hanya akan membeli saham yang memiliki return tinggi di masa depan, sedangkan investor yang tidak memiliki informasi akan membeli saham apapun. Oleh karena itu, emiten melakukan underpricing untuk memberikan kompensasi atas keterbatasan informasi yang dimiliki oleh investor. Adapun kerangka pemikiran teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Sumber: Penelitian terdahulu yang dikembangkan
Pengaruh Leverage terhadap Underpricing Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan utang. Menurut Husnan (1993), rasio leverage dapat dihitung melalui Debt Ratio, yaitu rasio yang mengukur persentase dana yang berasal dari kreditur. Debt Ratio yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah aset yang dibiayai oleh utang semakin banyak dan tingginya risiko perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka panjang. Selain itu, beban bunga utang yang ditanggung oleh perusahaan juga semakin tinggi. Sebaliknya, perusahaan dengan Debt Ratio yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi utang-utangnya. Rasio leverage merupakan salah satu informasi yang sangat diperhatikan oleh para investor dan mempengaruhi keputusan investasi. Para calon investor akan menghindari perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi karena mencerminkan besarnya ketidakpastian dan risiko yang akan dihadapi perusahaan di masa depan. Investor akan membeli saham tersebut dengan harga yang rendah sehingga harga penutupan di pasar sekunder tidak akan jauh berbeda dengan pasar perdana dan mengakibatkan rendahnya tingkat underpricing. Hasil penelitian Gumanti (2005) dan Sulistio (2005) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap underpricing. H1 : Leverage berpengaruh negatif terhadap underpricing Pengaruh Earning per Share terhadap Undepricing Earning per Share merupakan proxy bagi laba per lembar saham yang mencerminkan jumlah pendapatan yang diterima oleh investor untuk setiap lembar saham yang dimilikinya. Menurut Subramanyam dan Wild (2011), data mengenai laba per lembar saham (EPS) sangat banyak digunakan dalam mengevaluasi kinerja operasi dan profitabilitas perusahaan. Perusahaan yang memiliki laba yang tinggi akan menghasilkan EPS yang tinggi pula dan menunjukkan kemungkinan terjadi peningkatan jumlah keuntungan yang akan diterima oleh investor. Nilai laba per saham dapat membantu investor untuk menilai kualitas suatu perusahaan. EPS yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk meraih keuntungan di masa depan dan investor juga akan mendapatkan bagian laba yang besar. Oleh karena itu, investor lebih tertarik untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan yang memiliki nilai EPS tinggi dan investor akan membeli saham pada harga yang tinggi. Hasil penelitian Gumanti (2005) menunjukkan bahwa variabel EPS berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat underpricing pada perusahaan keuangan yang melakukan IPO dan didukung pula oleh Riyanti (2012) yang menemukan pengaruh EPS yang positif dan signifikan terhadap underpricing. H2 : Earning per Share berpengaruh positif terhadap underpricing Pengaruh Return on Asset terhadap Underpricing
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 4
Salah satu informasi yang sering digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan investasi adalah profitabilitas. Menurut Prastowo dan Juliaty (2005), profitabilitas perusahaan dapat dianalisis dengan menggunakan Return on Asset (ROA). Rasio ini menghubungkan laba dengan investasi dan digunakan untuk mengevaluasi efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba melalui aset yang tersedia. Tingkat pengembalian atas aktiva atau investasi yang dilakukan akan semakin besar apabila nilai ROA suatu perusahaan tinggi. Nilai ROA yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik dan memiliki kemampuan untuk menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. Pihak emiten dan underwriter akan menetapkan harga penawaran mendekati atau bahkan di atas nilai intrinsik saham tersebut karena investor akan bersedia untuk membeli saham tersebut dengan harga yang tinggi. Oleh karena itu, tingkat underpricing perusahaan akan semakin tinggi apabila perusahaan memiliki ROA yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2016) serta Riyanti (2012) membuktikan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap underpricing. H3 : Return on Asset berpengaruh positif terhadap underpricing Pengaruh Ukuran Dewan terhadap Underpricing Penerapan tata kelola perusahaan yang baik dapat berkontribusi dalam peningkatan kinerja perusahaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas tata kelola perusahaan adalah ukuran dewan. Ukuran dewan dilihat dari jumlah anggota dewan komisaris dan direksi pada suatu perusahaan. Menurut Hermalin dan Weisbach (2003), ukuran dewan yang sedikit lebih efektif karena semakin banyaknya jumlah dewan dinilai dapat menyebabkan konflik kepentingan antara masing-masing dewan. Selain itu, Jensen (1993) membuktikan bahwa ukuran dewan yang besar menyebabkan kurangnya koordinasi dan komunikasi yang mengakibatkan rendahnya efektivitas dewan sebagai pengawas dalam upaya menurunkan masalah keagenan. Hal ini menyebabkan harga yang ditawarkan oleh investor rendah dan tidak berbeda jauh dengan harga penawaran perdana sehingga menurunkan tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan oleh Darmadi dan Gunawan (2013) dan Sasongko (2014) membuktikan bahwa ukuran dewan berpengaruh negatif terhadap underpricing. H4 : Ukuran dewan berpengaruh negatif terhadap underpricing Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Variabel kontrol umumnya digunakan untuk melakukan verifikasi mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian komparatif. Oleh karena itu, terdapat dua model yang digunakan dalam penelitian ini sebagai perbandingan, yaitu model regresi tanpa variabel kontrol dan model regresi dengan variabel kontrol. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap underpricing masih belum jelas arahnya karena pada perusahaan yang berskala besar dapat memiliki masalah keagenan yang lebih besar yang disebabkan oleh sulitnya dewan komisaris melakukan pengawasan terhadap perusahaan sehingga akan mempengaruhi tingkat underpricing. Di sisi lain, perusahaan berskala kecil memiliki ketidakpastian yang lebih besar mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang sehingga juga akan mempengaruhi tingkat underpricing (Handayani, 2008). Dengan demikian, penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah underpricing, yaitu selisih positif antara harga penutupan di pasar sekunder pada hari pertama dengan harga penawaran perdana (Yolana dan Martani, 2005). Menurut Darmadi dan Gunawan (2013), variabel ini diukur dengan menggunakan initial return, yaitu selisih antara harga penutupan pada hari pertama di pasar sekunder dengan harga penawaran perdana, kemudian dibagi dengan harga penawaran perdana. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah leverage, EPS, ROA, dan ukuran dewan. Leverage diproksi menggunakan Debt Ratio, yaitu total utang dibagi total aset. EPS merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan. ROA dihitung dengan menggunakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aset kemudian dikalikan 100%. Variabel leverage, EPS, dan ROA
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 5
dihitung dengan menggunakan informasi dari laporan keuangan pada satu tahun sebelum perusahaan melakukan penawaran umum perdana. Ukuran dewan diukur berdasarkan jumlah anggota dewan komisaris dan direksi pada saat perusahaan melakukan penawaran umum perdana. Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol, yaitu ukuran perusahaan yang diukur dengan total aktiva pada tahun terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran umum perdana. Penentuan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mengalami underpricing selama periode 2010-2015. Selama periode tersebut, perusahaan yang melakukan IPO di BEI dan mengalami underpricing tercatat sebanyak 119 perusahaan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Kriteria dari pemilihan sampel adalah perusahaan yang melakukan IPO di BEI selama periode 2010-2015 yang mengalami underpricing dan tidak delisting; data perusahaan khususnya total aset, EPS dan ROA tidak memiliki nilai negatif; memiliki data yang lengkap mengenai variabel yang akan digunakan dalam penelitian; dan data tidak mengalami outlier. Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat 86 perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Metode Analisis Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (multiple linear regression). Sebelum melakukan analisis regresi, dilaksanakan statistik deskriptif dan uji asumsi klasik terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi dan pengujian hipotesis. Menurut Ghozali (2013), model regresi yang tidak memenuhi asumsi heteroskedastisitas dapat diubah dalam bentuk semi-log, yaitu semua variabel independen diubah menjadi logaritma natural dan variabel dependen tetap. Terdapat dua model yang digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini menggunakan variabel kontrol sebagai perbandingan, adapun model regresi yang digunakan setelah ditransformasi adalah sebagai berikut: Model 1 tanpa menggunakan variabel kontrol: UND = α + β1LnLEV + β2LnEPS + β3LnROA + β4LnBOARD+ ε Model 2 dengan menggunakan variabel kontrol: UND = α + β1LnLEV + β2LnEPS + β3LnROA + β4LnBOARD + β5LnSIZE + ε HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dideskripsikan dengan menggunakan statistik deskriptif. Variabel yang digunakan dalam analisis statistik deskriptif ini adalah UND sebagai ukuran tingkat underpricing, LEV (leverage), EPS (Earning per Share), ROA (Return on Asset), BOARD (ukuran dewan), dan SIZE (ukuran perusahaan). Analisis statistik deskriptif ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation UND 86 .69 70.00 27.7494 23.38661 LEV 86 .03 .93 .5676 .23567 EPS 86 .03 843.00 101.4452 174.23183 ROA 86 .01 47.24 7.4977 7.95679 BOARD 86 4.00 16.00 7.8372 2.40519 SIZE 86 22185375560.00 5141003000000.00 1488824386800.5466 1278401231466.41800 Sumber: Data hasil pengolahan SPSS 21
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa N atau jumlah total data setiap variabel adalah 86 perusahaan selama periode 2010-2015. Rata-rata tingkat underpricing (UND) dalam penelitian ini sebesar 27,7494 atau 27,75%. Nilai rata-rata leverage (LEV) dalam penelitian ini adalah 0,5676 atau 0,57x. Nilai rata-rata EPS dalam penelitian ini adalah Rp 101,4452. Rata-rata imbal hasil atas aset yang dihasilkan oleh perusahaan (ROA) dalam penelitian ini adalah 7,4977 atau 7,50%. Nilai rata-rata ukuran dewan (BOARD) dalam penelitian ini yang diukur dengan jumlah seluruh dewan
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 6
komisaris dan direksi adalah 7,8372 atau 8 orang. Variabel ukuran perusahaan (SIZE) dalam penelitian ini memiliki nilai rata-rata Rp 1.488.824.386.800,5466. Uji Asumsi Klasik Penelitian ini telah lolos dalam pengujian asumsi klasik untuk kedua model. Pada pengujian normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov, nilai Asymp. Sig (2-tailed) menunjukkan angka 0,100 pada model 1 dan 0,120 pada model 2 atau >0,05, yang berarti data penelitian terdistribusi secara normal. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam regresi dapat dilihat dari nilai tolerance value dan nilai variance inflation factor (VIF). Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel independen dan variabel kontrol dalam penelitian ini memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 yang berarti dalam model regresi tidak terdapat multikolinearitas. Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan tes Durbin-Watson. Nilai DurbinWatson pada model 1 sebesar 1,935 sehingga nilai dW berada di antara dU (1,7478) < dW (1,935) < 4-dU (2,2522). Untuk model 2, diketahui nilai Durbin-Watson sebesar 1,845 sehingga nilai dW berada di antara dU (1,7740) < dW (1,845) < 4-dU (2,226). Maka, dapat disimpulkan bahwa dalam kedua model tidak terdapat autokorelasi. Pengujian heteroskedastisitas pada model regresi dilakukan dengan uji scatter plot dan uji glejser. Hasil scatter plot menunjukkan bahwa titik-titik di dalam grafik tersebar merata yang berarti model yang digunakan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Hasil uji glejser menunjukkan bahwa pada kedua model tidak ada variabel independen maupun variabel kontrol yang berpengaruh signifikan terhadap nilai absolut dari residual. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi seluruh variabel yang berada di atas 0,05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam kedua model, baik tanpa variabel kontrol maupun menggunakan variabel kontrol, tidak terjadi heteroskedastisitas. Analisis Regresi Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada pengaruh antara informasi keuangan (leverage, EPS, dan ROA) serta ukuran dewan terhadap underpricing dengan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Adapun hasil dari analisis regresi berganda untuk model 1 adalah sebagai berikut:
Model
Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Model 1 Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta 53.381 17.946 -7.057 3.856 -.194 1.976 .842 .252 -5.606 1.748 -.345 -15.511 8.251 -.193
(Constant) LNLEV 1 LNEPS LNROA LNBOARD a. Dependent Variable: UND Sumber: Data hasil pengolahan SPSS 21
t
2.975 -1.830 2.345 -3.208 -1.880
Sig.
.004 .071 .021 .002 .064
Berdasarkan hasil analisis regresi model 1, apabila ditulis ke dalam persamaan regresi adalah sebagai berikut: UND = 53,381 – 7,057 LnLEV + 1,976 LnEPS – 5,606 LnROA – 15,511 LnBOARD Hasil analisis regresi tersebut menunjukkan bahwa: 1. Nilai konstanta sebesar 53,381 menunjukkan bahwa jika seluruh variabel independen bernilai 0, maka nilai variabel dependen sebesar 53,381. 2. Variabel EPS memiliki pengaruh positif terhadap underpricing. 3. Variabel leverage, ROA, dan ukuran dewan memiliki pengaruh negatif terhadap underpricing.
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 7
4. Variabel ukuran dewan memiliki pengaruh paling besar terhadap underpricing dengan koefisien sebesar -15,511. Diikuti dengan variabel leverage dengan koefisien sebesar 7,057, ROA dengan koefisien sebesar -5,606, dan EPS dengan koefisien sebesar 1,976. Adapun hasil dari analisis regresi untuk model 2 dengan menggunakan variabel kontrol adalah sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Model 2 Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta (Constant) 169.571 62.546 LNLEV -5.443 3.883 -.149 LNEPS 1.902 .829 .243 1 LNROA -6.309 1.757 -.388 LNBOARD -9.388 8.709 -.117 LNSIZE -4.575 2.363 -.217 a. Dependent Variable: UND Sumber: Data hasil pengolahan SPSS 21
t
2.711 -1.402 2.294 -3.591 -1.078 -1.936
Sig.
.008 .165 .024 .001 .284 .056
Berdasarkan hasil analisis regresi model 2, apabila ditulis ke dalam persamaan regresi adalah sebagai berikut: UND = 169,571 – 5,443 LnLEV + 1,902 LnEPS – 6,309 LnROA – 9,388 LnBOARD – 4,575 LnSIZE Hasil analisis regresi tersebut menunjukkan bahwa: 1. Nilai konstanta sebesar 169,571 menunjukkan bahwa jika seluruh variabel independen bernilai 0, maka nilai variabel dependen sebesar 169,571. 2. Variabel EPS memiliki pengaruh positif terhadap underpricing. 3. Variabel leverage, ROA, ukuran dewan, dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap underpricing. 4. Variabel ukuran dewan memiliki pengaruh paling besar terhadap underpricing dengan koefisien sebesar -9,388. Diikuti dengan variabel ROA dengan koefisien sebesar -6,309, leverage dengan koefisien sebesar -5,443, ukuran perusahaan dengan koefisien sebesar 4,575, dan EPS dengan koefisien sebesar 1,902. Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui variabel yang berpengaruh signifikan secara parsial, dilakukan uji t. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05 (α = 5%). Ringkasan dari hasil pengujian hipotesis secara parsial dengan menggunakan SPSS 21 adalah sebagai berikut: Tabel 4 Hasil Uji t Variabel
Model 1 Koefisien Nilai Sig. (α = 5%) -7.057 0,071 1.976 0,021* -5.606 0,002* -15.511 0,064
Leverage Earning per Share Return on Asset Ukuran Dewan Ukuran Perusahaan * signifikan pada tingkat α = 5% Sumber: Data hasil pengolahan SPSS 21
Model 2 Koefisien Nilai Sig. (α = 5%) -5.443 0,165 1.902 0,024* -6.309 0,001* -9.388 0,284 -4.575 0,056
Berdasarkan tabel 4, dapat disimpulkan bahwa EPS berpengaruh positif terhadap underpricing, ROA berpengaruh negatif terhadap underpricing, sedangkan leverage, ukuran dewan, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing karena memiliki nilai probabilitas signifikansi di atas 0,05.
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 8
Berdasarkan hasil uji statistik F, dapat diketahui bahwa nilai F hitung sebelum menggunakan variabel kontrol sebesar 4,929 dengan nilai signifikansi 0,001, sedangkan setelah menggunakan variabel kontrol nilai F hitung menjadi 4,827 dengan nilai signifikansi 0,001. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua model memenuhi goodness of fit atau seluruh variabel independen dan variabel kontrol secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen karena memiliki nilai probabilitas signifikansi di bawah 0,05 sehingga model penelitian ini layak untuk digunakan. Hasil uji koefisien determinasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square untuk model 1 sebesar 0.156 atau 15,6%. Hal ini menunjukkan bahwa leverage, EPS, ROA, dan ukuran dewan memberikan pengaruh terhadap underpricing sebesar 15,6%, sedangkan sisanya 84,4% dipengaruhi variabel yang tidak diteliti (variabel pengganggu). Untuk model 2, nilai Adjusted R Square setelah menggunakan variabel kontrol meningkat menjadi sebesar 0.184 atau 18,4%. Hal ini menunjukkan bahwa leverage, EPS, ROA, ukuran dewan, dan ukuran perusahaan memberikan pengaruh terhadap variabel dependen sebesar 18,4%, sedangkan sisanya 81,6% dipengaruhi variabel yang tidak diteliti (variabel pengganggu). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan memiliki fungsi yang cukup baik sebagai variabel kontrol karena dapat meningkatkan nilai koefisien determinasi (R2). Pembahasan H1 : Leverage berpengaruh negatif terhadap underpricing Berdasarkan hasil pengujian, kedua model menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Pada model 1, variabel leverage memiliki koefisien sebesar -7,057, sedangkan variabel leverage memiliki koefisien sebesar -5,443 pada model 2. Nilai probabilitas signifikansi pada kedua model lebih besar dari 0,05 sehingga membuktikan bahwa hipotesis satu (H1) ditolak. Dengan demikian, leverage tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Tian (2012). Leverage yang diproksi menggunakan debt ratio tidak signifikan terhadap underpricing disebabkan jarak antara satu data dengan data yang lainnya terbilang cukup jauh sehingga mengakibatkan deviasi data yang cukup tinggi. Selain itu, sampel dalam penelitian ini juga menggunakan industri keuangan, termasuk perbankan yang memiliki karakteristik berbeda dalam laporan keuangannya dengan industri lainnya. Menurut Kristiantari (2013), dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan kewajiban bagi bank dan dicatat sebagai utang sehingga saldo utang pada industri perbankan lebih besar dan mengakibatkan leverage perbankan memiliki perbedaan yang signifikan dengan industri lainnya sehingga mempengaruhi hasil penelitian. H2 : Earning per Share berpengaruh positif terhadap underpricing Berdasarkan hasil pengujian, kedua model memberikan hasil bahwa EPS berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. Pada model 1, variabel EPS memiliki koefisien sebesar 1,976, sedangkan EPS memiliki koefisien sebesar 1,902 pada model 2. Nilai signifikansi pada kedua model kurang dari 0,05 sehingga membuktikan bahwa hipotesis dua (H2) diterima. Dengan demikian, EPS terbukti memiliki pengaruh positif signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gumanti (2005) dan Riyanti (2012). EPS yang berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing menunjukkan bahwa semakin besar nilai EPS, maka semakin tinggi pula tingkat underpricing. Riyanti (2012) menyatakan bahwa nilai EPS mencerminkan besaran nilai uang yang diterima oleh investor sehingga semakin besar EPS, maka akan meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. EPS yang tinggi menunjukkan bahwa prospek perusahaan di masa depan baik dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi. Hal ini akan membuat investor berani membeli saham dengan harga yang tinggi dan mengakibatkan tingginya tingkat underpricing.
H3 : Return on Asset berpengaruh positif terhadap underpricing Berdasarkan hasil pengujian, kedua model memberikan hasil bahwa ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing. Pada model 1, ROA memiliki koefisien sebesar -5,606, sedangkan pada model kedua ROA memiliki koefisien sebesar -6,309. Kedua model memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05, namun memiliki arah yang berbeda dari hipotesis sehingga
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 9
membuktikan bahwa hipotesis tiga (H3) ditolak. Dengan demikian, ROA terbukti memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlina (2013) serta Lin dan Tian (2012). Apabila nilai ROA tinggi, maka mencerminkan bahwa kinerja perusahaan sangat baik karena dapat memberikan imbal hasil yang tinggi. Hal ini membuat perusahaan tidak perlu menetapkan harga penawaran yang rendah untuk menjamin keberhasilan IPO. Investor juga tidak akan segan untuk menetapkan harga pembelian yang tinggi karena menilai bahwa perusahaan akan menghasilkan laba yang besar dan memiliki kinerja yang baik di masa depan. Hal ini menyebabkan harga penutupan di pasar sekunder pada hari pertama tidak jauh berbeda dengan harga penawaran perdana. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai ROA, maka semakin rendah tingkat underpricing. H4 : Ukuran dewan berpengaruh negatif terhadap underpricing Berdasarkan hasil pengujian, ukuran dewan tidak berpengaruh signifikan pada kedua model. Pada model 1, variabel ukuran dewan memiliki koefisien sebesar -15,511, sedangkan pada model 2 ukuran dewan memiliki koefisien sebesar -9,388. Nilai signifikansi pada kedua model lebih besar dari 0,05 sehingga membuktikan bahwa hipotesis empat (H4) ditolak. Dengan demikian, ukuran dewan terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap underpricing. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Auliya (2015) dan Yatim (2011). Hal ini berarti bahwa investor umumnya menilai kualitas dari suatu perusahaan hanya dengan melihat dari laporan keuangan saja. Investor belum memahami bahwa tata kelola perusahaan juga merupakan faktor penting yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Menurut Yatim (2011), jumlah dewan yang lebih besar tidak selalu dapat mengurangi tingkat ketidakpastian bagi perusahaan yang melakukan IPO sehingga ukuran dewan tidak berpengaruh terhadap underpricing. KESIMPULAN DAN KETERBATASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan tingkat underpricing dan seluruh variabel independen serta variabel kontrol, yaitu leverage, EPS, ROA, ukuran dewan, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing. Dari empat variabel independen dan satu variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini, terbukti bahwa EPS berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing dan variabel ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing, sedangkan variabel leverage, ukuran dewan, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Penelitian ini memiliki empat keterbatasan. Pertama, nilai R2 pada penelitian ini tergolong kecil. Hal ini berarti bahwa variabel independen dan variabel kontrol yang digunakan belum mampu menjelaskan variabel dependen yang diteliti dengan baik dan masih banyak variabel lain yang berpengaruh terhadap underpricing di luar penelitian ini. Kedua, terdapat beberapa perusahaan yang tidak mempublikasikan prospektus maupun laporan keuangan sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam sampel penelitian. Ketiga, penelitian ini tidak memisahkan perusahaan yang melakukan IPO berdasarkan industri tertentu sehingga perbedaan karakteristik industri dapat berpengaruh terhadap hasil analisis data. Periode penelitian dan jumlah sampel dalam penelitian ini juga relatif kecil sehingga dapat mempengaruhi hasil analisis data. Berdasarkan hasil penelitian, perusahaan yang hendak melakukan IPO sebaiknya memperhatikan nilai EPS dan ROA yang dimiliki karena terbukti berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Apabila nilai ROA dan EPS tinggi, maka perusahaan tidak perlu menetapkan harga penawaran di bawah nilai intrinsik saham. Investor disarankan untuk melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki nilai EPS dan nilai ROA yang tinggi karena mencerminkan besarnya keuntungan yang diterima oleh pemilik saham di masa depan. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menghitung EPS dalam persentase karena rentang data EPS yang jauh dapat mempengaruhi hasil analisis data, mengganti variabel independen karena variabel yang digunakan dalam model penelitian ini memiliki pengaruh yang rendah terhadap underpricing, dan menambah periode penelitian agar dapat diperoleh jumlah sampel yang lebih representatif sehingga hasil pengujian statistik lebih baik. Selain itu, penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan sampel dari kelompok industri yang sama agar hasil penelitian terhindar dari pengaruh perbedaan karakteristik industri.
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 10
REFERENSI Auliya, R. & Januarti, I. 2015. "Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Tingkat Underpricing IPO (Studi Empiris pada Perusahaan yang IPO di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2014)." Diponegoro Journal of Accounting, 4(4), 1-9. Baron, D.P. 1982. "A Model of The Demand for Investment Bank Advising and Distribution Services for New Issues." Journal of Finance, 45, 1045-1067. Darmadi, S., & Gunawan, R. 2013. "Underpricing, board structure, and ownership." Managerial Finance, 39(2), 181–200. http://doi.org/10.1108/03074351311294016 Erlina, I. P., & Widyarti, E. T. 2013. "Analisis Pengaruh Current Ratio, EPS, ROA, DER, dan Size terhadap Initial Return Perusahaan yang Melakukan Ipo." Diponegoro Journal of Management, 2(2), 1-13. Firmanah, Dhani Utary. 2015. "Analisis Pengaruh Informasi Non Keuangan, Informasi Keuangan, dan Ownership Terhadap Underpricing pada Perusahaan Non Keuangan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI Periode 2008-2014." Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21 Up Date PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Undip. Gumanti, Tatang Ary. 2005. "Value Relevance of Accounting Information and The Pricing of Indonesian Initial Public Offerings." Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 8, No. 3, hal. 250-265. Hermalin, B.E. & Weisbach, M.S. 2003. “Board of directors as endogenously determined institution: a survey of the economic literature.” Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review, Vol. 9 No. 1, pp. 1-20. Husnan, Suad. 1993. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Jensen, M.C. 1993. “The modern industrial revolution, exit, and the failure of internal control systems.” The Journal of Finance, Vol. 48 No. 3, pp. 831-57. Jensen, M.C. and Meckling, W.H. 1976. “Theory of the firm: managerial behavior, agency costs and ownership structure.” Journal of Financial Economics, Vol. 3 No. 4, pp. 305-60. Kristiantari, I. D. A. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Humanika, 2(2), 785–811. http://doi.org/10.1073/pnas.0703993104 Lin, Z. J., & Tian, Z. 2012. "Accounting conservatism and IPO underpricing: China evidence." Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 21(2), 127–144. http://doi.org/10.1016/j.intaccaudtax.2012.07.003 Mnif, A. 2010. "Board of Directors and the Pricing of Initial Public Offerings (Ipos): Does the Existence of a Properly Structured Board Matter? Evidence From France." Prastowo, Dwi dan Rifka Juliaty. 2005. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Putra, Bagus Permana. 2016. "Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Financial Leverage Terhadap Tingkat Underpricing Saham Pada Pasar Perdana di Bursa Efek Indonesia." Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Brawijaya. Putra, Made Agus Mahendra & Damayanthi, I. G. A. Eka. 2013. "Pengaruh Size, Return on Assets, dan Financial Leverage Pada Tingkat Underpricing Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia." E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, hal. 128-140. Riyanti. 2012. "Pengaruh Initial Return, Leverage, Profitabilitas, Earning Per Share dan Ukuran Perusahaan Terhadap Return Saham Pasca IPO Perusahaan BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia." IQTISHAD, Vol. 12, No. 28, hal. 95-110.
DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT
Volume 5 , Nomor 3 , Tahun 2016, Halaman 11
Rock, K. 1986. “Why New Issues are Underpriced”. Journal of Financial Economics, Vol. 15, h. 187-212. Samsul, Mohamad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga. Sasongko, B., & Juliarto, A. 2014. "Analisis Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Tingkat Underpricing Penawaran Umum Perdana Saham (Studi Empiris terhadap Perusahaan Non Finansial di Bursa Efek Indonesia." Diponegoro Journal of Accounting, 3(2), 1–10. Su, D. 2004. "Leverage, insider ownership, and the underpricing of IPOs in China." Journal of International Financial Markets, Institutions and Money, 14(1), 37–54. http://doi.org/10.1016/S1042-4431(03)00043-X Subramanyam, K. R. dan John J. Wild. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Sulistio, Helen. 2005. “Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi Terhadap Initial Return: Studi Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Jakarta.” Makalah SNA VIII, h. 87-99. Yatim, P. 2011. "Underpricing and board structures: An investigation of malaysian initial public offerings (IPOs)." Asian Academy of Management Journal of Accounting and Finance, 7(1), 73–93. Yolana, Chastina dan Dwi Martani. 2005. “Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001.” Makalah SNA VIII, h. 538-552.