DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RDP KOMISI IX DPR RI DENGAN KETUA DJSN -----------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat keJenis Rapat
:
2014-2015
:
III
: :
Rapat Dengar Pendapat
Dengan Sifat rapat Hari, Tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara
: : : : :
Hadir
:
Ketua DJSN Terbuka Rabu, 25 MARET 2015 10:56:03 WIB – 14:24:58 WIB R. Rapat Komisi IX Dra. Hj. Ermalena, MHS / Wk. Ketua Komisi IX DPR RI Muhammad Yus Iqbal. SE/Kabag Set. Kom. IX DPR RI
:
1. Penjelasan laporan tentang evaluasi kinerja BPJS Kesehatan Tahun 20142. 2. Membahas rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan 35 Anggota
PIMPINAN KOMISI IX DPR RI : 1. Dede Yusuf Macan effendi, S.T, M.I.Pol 2. H. Syamsul Bachri, M.Sc 3. Pius Lustrilanang, S.IP, M.Si 4. H. Asman Abnur, SE.,M.Si 5. Dra. Hj. Ermalena, MHS . F.PDIP : 6. Hj. Elva Hartati, S.IP, MM 7. Ir, Ketut Sustiawan 8. dr. Ribka Tjiptaning
(F-PD) (F-PG) (F-P.Gerindra) (F-PAN) (F-PPP)
2 9. H. Imam Suroso, S.Sos, SH, MM 10. Abidin Fikri, SH. 11. dr. Karolin Margret Natasa F.PG : 12. dr. Charles J. Mesang 13. Aditya Anugrah Moha, S.Ked. F.P.GERINDRA : 14. Khaidir 15. dr. H. Suir Syam, M. Kes. 16. Susi Syahdonna Bachsin, SE, MM. 17. drg. Putih Sari 18. Roberth Rouw. F.PD : 19. 20. 21. 22. 23.
Drs. H. Zulfikar Achmad Siti Mufattahah, Psi. Drs. Ayub Khan. dr. Verna Gladies Merry Inkiriwang Hj. Aliyah Mustika Ilham, SE.
F.PAN : 24. Ir. H.A. Riski Sadig 25. Dr. H.M. Ali Taher Parasong, SH, M.Hum F.PKB : 26. H. Marwan Dasopang 27. H. Handayani, SKM 28. Dra. Hj. Siti Masrifah, MA F.PKS : 29. Drs, H. Hamid Noor Yasin, MM F.PPP : 30. H. Muhammad Iqbal, SE., M.Com. 31. Dra. Hj. Okky Asokawati, M.Si. 32. Drs. H. Irgan Chairul Mahfiz, M.Si. F.P.NASDEM : 33. Irma Suryani Chaniago, SE 34. Amalia Anggraini F.P. HANURA : 35. Capt. Djoni Rolindrawan, SE.,M.MAR, MBA ANGGOTA IZIN/SAKIT : 1. 2. 3. 4.
Hj. Dewi Asmara, SH, MH. Hang Ali Saputra Syah Pahan, SH Hj. Nihayatul Wafiroh, MA Anshory Siregar, Lc
(F-PG) (F-PAN) (F-PKB) (F-PKS) RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
3 5. Drs. H. Chairul Anwar, Apt 6. Ir. Ali Mahir, MM
(F-PKS) (F- P.NASDEM)
UNDANGAN : 1. Chazali H. Situmorang (Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional) beserta jajaran.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
4
RAPAT DIBUKA PUKUL 10:35 WIB
KETUA DJSN : (....rekaman terpotong) Tingkat pendapatan dan pekerjaa ....lokasi geografis ini variabel yang harusnya diperhatikan yang memang mohon maaf variabel geografis ini dalam Permenkes-Permenkes yang ada sekarang ini belum diperhatikan secara tajam, sudah tapi belum tajam karena baru dibagi regionalnya wilayah lima regional. Padahal persoalan-persoalan yang berkaitan fiskal ini setiap propinsi bahkan punya perbedaan yang cukup tajam, kondisi ekonomi dan inflasi, kemudian proses pelayanan dan claim. Bapak dan Ibu sekalian. Oleh karena itu sekedar perhitungan kami dengan angka 27.500 itu kita mengestimasikan biaya kapitasi itu di Puskesmas dimulai dengan variabel 5.000 sampai dengan 6.050. Tergantung karena puskesmas itu ada puskesmas yang nggak ada dokter, nah itu tentu kapitasinya tidak sama dengan yang ada dokter. Kemudian ada puskesmas yang rawat inap, ada beberapa puskesmas kira-kira 10% puskesmas dia itu mempunyai rawat inap. Ini juga variabel yang harus diperhatikan. Estimasi besarnya biaya pelayanan rawat jalan tindak lanjut adalah hasil kali antara angka utilisasi rawat jalan tindak lanjut tertinggi yang maksimal dengan rata-rata biaya per kasus di propinsi. Kemudian yang ketiga estimasi biaya claim untuk pelayananpelayanan rawat inap tindak lanjut adalah hasil antara angka rawat inap tindak lanjut dengan biaya rata-rata biaya rawat inap tindak lanjut. Ini dasar perhitungan kami per kasus. Kemudian estimasi besar iuran per orang per bulan POPB adalah hasil penjumlahan estimasi tiga komponen pelayanan RJTP, RJTL dan RITL. Kemudian kita masukkan biaya operasional 5 %, dari besar iuran itu memang ada dalam Undang-undang BPJS itu biaya operasionalnya diambil dari DJS. Jadi dari DJS atau Dana Jaminan Sosial itu 5% itu untuk biaya operasional. Bapak Ibu sekalian. Selanjutnya usulan kenaikan kita ada sebetulnya kita mengajukan tiga skenario tetapi kami memilih skenario yang ketiga ini dengan pengalaman existing setahun belakangan ini dan estimasi kita kedepan, maka kita ambil skenario yang ketiga yaitu dengan Rp. 27.393 atau kita genapkan menjadi Rp. 27.500 dengan RJTP nya 6.000 kemudian rawat jalan tindak lanjut sekitar 3.300 rawat inap tindak lanjut 16.676, dan kemudian totalnya itu 26.000 plus tadi 5 % untuk biaya operasional menjadi 27.500.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
5 Bapak dan Ibu sekalian. Tentu kalau PBI ini kita naikkan kita kan meng-adjust juga dengan yang non PBI atau PBPU tadi yang selain PBPU itu mereka-mereka non PBI yang mampu membayar sesuai dengan kelas yang dia inginkan yang existing sekarang adalah dengan 19.025 PBI yang existing maka untuk yang mampu membayar itu kelas tiga 25.500, kelas dua 42.500 kelas satu 59.500. Inilah, dia sebuah jenis penyakit yang ... selection itu dia bayar misalnya kelas dua enam bulan 240.000 kemudian seminggu kemudian dia operasi jantung, mungkin biayanya 150 juta, cukup dengan 240.000 dia sudah mendapatkan perlindungan senilai 150 juta. Ini ... selection ini cukup banyak. Data yang kami dapat terakhir ya kami belum sampaikan disini itu persentasenya cukup tinggi. Jadi itu dari 1,6 juta , 1,6 juta yang masuk ... selection itu dia sudah menghabiskan biaya sekitar 7 triliun untuk biaya pelayanan kesehatannya. Nah inikan tentu sesuatu yang harus kita selesaikan. Kenapa BPJS Kesehatan kemudian membuat langkah-langkah tujuh hari segala macam , itu aktivasi tujuh hari itu untuk mengerem ini. Bahkan sekarang ini ada keinginan untuk satu bulan ya tapi kami melihat ini harus hati-hatilah karena ini sangat sensitif karena menyangkut masyarakat luas jadi harus dipikirkan dulu secara matang. Sehingga memang yang perlu dikejar adalah cakupan perluasan kepesertaan pada kelompok muda yang harus memang dikejar oleh BPJS kesehatan. Yang terakhir Bapak dan Ibu sekalian. Pada akhir Desember ada MOU Apindo dengan BPJS Kesehatan , mungkin ini bapak dan ibu sekalian sudah membaca di media. Kenapa ini bisa terjadi? Karena APINDO ada keinginan dengan berbagai langkah mereka ingin mendorong agar dicabut Perpres 111 yang berkaitan dengan pentahapan. Jadi mereka tidak perusahaan-perusahaan itu dipaksakan persetujuan harus ikut, persetujuannya 2015. Tentu ini menjadi persoalan tersendiri karena ini akan mempengaruhi performance daripada kepesertaan. Sehingga kita melakukan pendekatan APINDO dengan BPJS Kesehatan maka dilakukan kesepakatan sebab BPJS Kesehatan juga punya senjata kalau APINDO atau perusahaan nggak mau ikut ada PP 86 PP 86 itu tentang sangsi bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan perusahaannya. Sangsinya itu ada tiga tahap, pertama dengan peringatan itu oleh BPJS, peringatan lisan tertulis kemudian peringatan tertulis . Dan kemudian terakhir kalau ini juga tidak dilaksanakan BPJS dapat merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat. F-PAN (M. ALI TAHER) : Ketua, PP 86 Tahun berapa? KETUA DJSN : 2013 pak, mohon maaf pak. PP 86 Tahun 2013. Jadi disitu dinyatakan kalau peringatan lisan tertulis juga tidak dipenuhi maka perusahaan ini dapat direkomendasikan kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Nakertrans atau Pemerintah Daerah, Gubernur untuk mendapatkan RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
6 sanksi pelayanan publik. Nah ini yang sempat heboh sehingga ini kita coba mengatakan ini dulu jangan dijadikan dasar apa dulu dari untuk pendekatan tapi pendekatan persuasif. Sehingga ada MOU kesepakatan enam bulan ini dan alhamdulillah ternyata kesempatan sampai enam bulan. Untuk mereka yang masuk dalam self insurance , yang menyelenggarakan sendiri pelayanan kesehatannya itu sudah nggak ada masalah, secara bertahap mereka mereka ikut. Sedangkan yang reimburse juga tidak masalah, yang masih sekarang dilakukan pendekatanpendekatan yang ikut dengan COB, yaitu mereka yang ikut dengan private insurance. Yang sekarang ini memang sedang dilakukan negosiasi per Faskes atau per perusahaan atau dengan Faskes yang ada. Bapak dan Ibu sekalian. Lanjut saja. Inilah berapa hal penting ya ingin kami sampaikan bapak dan Ibu sekalian berkaitan dengan terakhir ini kesepakatan korelasi manfaat memang yang dapat disepakati dan ini sesuai dengan Undang-undang adalah apapun masalahnya dalam COB ini private insurance yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dia harus menggandeng rumah sakit yang rumah sakit itu sudah bekerjasama juga dengan BPJS Kesehatan karena itu perintah Undang-undang seperti itu. BPJS tidak boleh membuat kerjasama dengan rumah sakit atau membuat kerjasama COB dengan rumah sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Karena memang ini sesuatu hal yang tidak bisa dikontrol nanti dari kendali biaya dan kendali mutu. Bapak dan Ibu sekalian. Inilah beberapa hal penting yang ingin kami sampaikan. Sebagai penutup kami ingin menyampaikan ada tiga hal penting penyelenggaraan JKN selama setahun ini memang memberikan pengalaman yang sangat berharga , kita memang banyak hal yang harus kita selesaikan. Yang kedua upaya perbaikan perlu terus dilakukan baik aspek regulasinya ini sekarang sedang berproses melakukan sinkronisasi dan ... Maupun aspek teknis operasional selain peningkatan sarana prasarana pelayanan Kesehatan termasuk kegiatan promotif dan preventif. Penataan kelembagaan perlu dilakukan untuk memperkuat masing-masing pihak dalam penyelenggaraan JKN, BPJS Kesehatan, DJSN dan Kementerian Lembaga khususnya Kemenkes , Kementerian Keuangan , Kemenaker OJK dan BPK. Bapak dan Ibu sekalian. Inilah hal penting yang ingin kami sampaikan dan tentunya kami mengucapkan terima kasih atas kesempatan ini dan selanjutnya kami kembalikan kepada Ibu Pimpinan. Terima kasih. Wabillahittaufiq Walhidayah. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT : Baik, terima kasih Bapak Doktor Ghazali Husni Situmorang. Lengkap ini, setelah kita mendengarkan paparan RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
7 Penanya yang sudah ada di meja pimpinan ada sembilan orang mungkin kita bisa atur waktu. Mulai dari sebelah kiri ini Ibu Amelia silakan. F-PAN (M.ALI TAHER) : Nanti daftar Ali Taher. F-PD (AMELIA ANGGRAINI) : Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Pimpinan dan rekan-rekan Anggota Komisi IX yang saya hormati. Ketua DJSN dan jajaran yang saya hormati. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan kesimpulan Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan dan RDP Komisi IX dengan Dirut BPJS Kesehatan Rabu 21 Januari 2014 yang lalu, yaitu Komisi IX akan mengadakan Raker dengan Kemenkes dan Kemensos serta RDP dengan DJSN , BKKBN, BPS, BNP2K dan BPJS Kesehatan untuk memastikan data masyarakat yang berhak menerima PBI lebih akurat sehingga tepat sasaran. Kesimpulan ini menjadi sangat penting karena dalam Reses kami mendapatkan banyak sekali complaint dari masyarakat terkait dengan penerima kartu PBI yang tidak tepat sasaran. Jadi complaint tersebut mengindikasikan betapa pelaksanaan BPJS Kesehatan belum efektif dan menjawab problem layanan kesehatan pada masyarakat. Jadi untuk itu salah satu alasan untuk melakukan evaluasi atau audit menyeluruh pada pelaksanaan BPJS Kesehatan diantaranya adalah verifikasi data PBI yang tidak tepat sasaran, kedua adalah penggunaan anggaran dan kinerja pelayanan kesehatan, ketiga termasuk untuk mengetahui penggunaan dana kapitasi di puskesmas. Olehnya saya meminta melalui pimpinan salah satu kesimpulan rapat kali ini adalah mempertegas kembali agenda Raker dengan Kemenkes, Kemensos, kemudian RDP dengan DJSN yang telah kita lakukan hari ini, BKKBN, BPS, BNP2K dan BPJS Kesehatan untuk memastikan data masyarakat yang berhak menerima PBI. Nah, namun pada kesempatan ini terkait data PBI yang belum dimutakhirkan tersebut saya ingin meminta penjelasan Ketua DJSN sebagaimana perintah Perpres Nomor 46 tahun 2014, diantaranya adalah menyusun anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan melakukan kajian dan penelitian terhadap penyelenggaraan program jaminan sosial. Pertama, apakah sudah ada upaya koreksi data PBI dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan atau kajian dan penelitian dari DJSN terhadap data PBI yang ada sekarang, dan upaya apa saja yang sudah dilakukan oleh DJSN terkait dengan potret data yang fakta di semua daerah merasakan data PBI nya masih banyak yang tidak tepat sasaran. Itu pertama. RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
8 Yang kedua bagaimana juga pendapat Ketua DJSN menyikapi kondisi kepesertaan BPJS K terkait dengan kategori peserta Jamkesda, karena di beberapa Kabupaten kota itu masih banyak yang belum mendaftarkan peserta Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Jadi dikarenakan keterlibatan biaya kemudian karena untuk peserta Jamkesda 90% ditanggung oleh pemerintah Kabupaten kota dan provinsi 10%, dengan catatan keterbatasan biaya tersebut pemerintah kota masih banyak yang belum mendaftarkan peserta Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Jadi poin ini saya tanyakan karena salah satu tugas DJSN sebagaimana perintah Perpres 46 Tahun 2014 adalah melakukan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional. Nah pertanyaan terakhir yang ketiga, ada kekhawatiran lain terhadap akuntabilitas penyelenggaraan BPJS Kesehatan yaitu adanya potensi atau kecurangan dalam sistem klaim dan lainnya. Fraud dalam konteks ini adalah segala bentuk kecurangan kemudian ketidakwajaran yang dilakukan berbagai pihak dalam mata rantai pelayanan kesehatan untuk memperoleh keuntungan sendiri. Mata rantai fraud ini diantaranya adalah kepentingan pihak perusahaan farmasi pak untuk target penjualan obat atau kecurangan yang bisa dilakukan oleh rumah sakit yaitu menambah diagnosa yang tidak ada dalam pelayanan dan salah satu salah coding yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Hal ini dilakukan supaya mendapatkan keuntungan yang lebih banyak karena tarif Ina cbgs yang mendapatkan keuntungan dianggap masih terlalu rendah. Jadi apabila hal tersebut berlanjut pada banyak rumah sakit maka badan penyelenggara jaminan sosial ini dipastikan akan bangkrut begitu. Kemudian ironinya dalam keterangan pers Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan pada 28 Februari yang lalu mengatakan bahwa telah menjatuhkan sanksi kepada 4 rumah sakit yang ditemukan melakukan kecurangan dan kesalahan, dan keempat rumah sakit tersebut sudah diputus kontraknya, karena dianggap melakukan kesalahan yang berulang ulang. Pertanyaannya apakah belum ada regulasi yang mengatur untuk rumah sakit tersebut diminta untuk berhenti beroperasi atau di BKO kan. Karena jangan sampai dengan sebatas putus kontrak malah rumah sakit tersebut jauh lebih senang karena tidak harus lagi menerima pasien BPJS dan bebas menentukan tarif sebagaimana sebelumnya. Jadi logikanya disederhanakan untuk rumah sakit yang demikian dalam hal ini BPJS Kesehatan berani mereka memanipulasi atau mencurangi bagaimana dengan masyarakat biasa begitu. Nah dari tiga pertanyaan di atas saya berharap tranparansi dana BPJS Kesehatan ini menjadi catatan untuk Panja BPJS Kesehatan segera melakukan, Komisi IX segera melakukan evaluasi sebelum memberikan tanggapan terhadap DJSN terkait dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Demikian, mohon penjelasannya. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Selanjutnya Pak Hamid silakan. RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
9
F-PKS (Drs. HAMID NOOR YASIN, MM) : Terima kasih Ibu Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semuanya. Yang kami hormati Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IX . Yang kami hormati Bapak Ketua DJSN Doktor Ghazali beserta segenap jajarannya. Sebelumnya perkenalkan Nama saya Hamid Noor Yasin Fraksi PKS, daerah pemilihan Jawa Tengah IV Wonogiri, Sragen dan Karanganyar. \ Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Yang pertama dari paparan yang disampaikan oleh Doktor Ghazali tadi lonjakan jumlah kepesertaan BPJS ini sudah luar biasa. Data terakhir sampai 140,6 juta , target tahun 2014 yaitu 131 juta jiwa. Kalau kita cermati dari beberapa kunjungan kami di lapangan baik itu kita melaksanakan kunjungan bersama dengan kawan-kawan Komisi IX dan juga kunjungan yang kita lakukan secara personal pada saat Reses, sungguh kondisi layanan kesehatan terhadap para peserta BPJS ini masih sangat memprihatinkan pak. Kemarin kita di Makassar misalnya mengunjungi 2 rumah sakit baik itu di Kota Makassar maupun di propinsi Rumah Sakit Doktor Wahidin Sudirohusodo, ini pasien-pasien tidak tertangani dengan baik pak, dilorong-lorong ada pasien, di ICU penuh, diruang operasi penuh, di ruang perawatan penuh, bahkan antrian sampai berhari-hari belum mendapatkan pelayanan secara baik. Di sini ingin kami tegaskan bahwa sesungguhnya ada hal yang lebih fundamental dibandingkan sekedar kita menaikkan iuran tadi yang disampaikan oleh Pak Ghazali tadi untuk kepesertaan yang PBI penerima bantuan iuran itu dari 19.225 per bulan per pasien menjadi 27.500 per bulan. Kemudian untuk yang non PBI yang kelas tiga akan menjadi 35.500 per orang per bulan, kemudian kelas dua menjadi 52.500, kemudian kelas satu menjadi 69.500. Nah ini sebelum kita menaikkan iuran menurut hemat kami ini perlu penjabaran yang lengkap dengan hasil audit yang jelas, ini yang perlu kita garis bawahi Ibu pimpinan. Jadi perlu hasil audit yang jelas sebelum nanti kita memberikan persetujuan atau kesepakatan tentang usulan untuk kenaikan iuran tadi. Kemudian tadi kami juga tegaskan bahwa ada perubahan yang fundamental yang lebih penting dibanding hanya peningkatan iuran semata. Apalagi nanti ketika tahun 2019 ini jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia akan dilayani oleh BPJS apa yang terjadi? Ketika infrastuktur sumber daya manusia ini tidak ada perubahan-perubahan yang fundamental. Justru yang terjadi adalah akan terjadi penyiksaan terhadap rakyat kita karena tidak tertampung, semua rumah sakit rujukan penuh dan lain sebagainya.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
10 Saya rasa itu Ibu Ketua dua hal yang kami sampaikan, mohon tanggapannya sehingga kita tidak buru-buru untuk menaikkan tapi harus ada kejelasan , harus diaudit secara jelas dan lain sebagainya. Terima kasih, waktu saya kembalikan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Terima kasih Pak Hamid. Selanjutnya Ibu Siti Masrifah silakan. F-PPP (Dra. Hj. SITI MASRIFAH, MA) : Terima Kasih sebelumnya. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang kami hormati Pimpinan Komisi IX beserta jajaran. Yang kami hormati Ketuanya DJSN dan seluruh yang hadir. Juga sahabat-sahabat dari Komisi IX yang saya muliakan. Di kesempatan yang baik ini saya akan mengkritisi atau memberikan beberapa masukan kepada Ketua DJSN dan jajaran. Perkenalkan terlebih dahulu, Saya Siti Masrifah Dapil Banten III, dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Bapak Ibu , Hadirin yang saya hormati dan muliakan. Terkait dengan apa yang telah disampaikan oleh Ketua DJSN tadi ada beberapa hal yang tadi sudah mendapatkan masukan dari kawankawan di Komisi IX. Saya ingin menambahkan beberapa hal tanggapan mengenai kenaikan iuran untuk BPJS ini. Saya akan menyampaikan ada beberapa fakta di lapangan yang ini saya kira mungkin sudah tahu sesungguhnya DJSN dan juga BPJS Kesehatan ini. Badan Pemeriksa Keuangan BPK telah maka mengaudit program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan ada beberapa hasil yang ditemukan di sana yang pertama di antaranya adalah adanya data peserta dan obat yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan Kemenkes merevisi beberapa regulasi yang memang malah kemudian itu menghambat pelayanan seperti merevisi aturan jenis penyakit yang bisa langsung ke RS. Ini saya kira ini juga harus mendapatkan mendapatkan perhatian. Yang kedua ada temuan bahwa ketidakjelasan tentang status kepesertaan dari BPJS ini. Saya kira ini juga kalau perlu diperhatikan proses registrasi bagi peserta yang terkesan sulit karena di setiap Kabupaten tidak bisa diakses padahal sudah memiliki Token. Saya pernah mengakses itu proses mutasi dari peserta Askes dan peserta JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek ke BPJS Kesehatan selama ini banyak permasalahan terkait peralihan data ternyata ini. Kemudian peserta JPK Jamsostek harus mendaftar ulang lagi ke BPJS Kesehatan padahal seharusnya itu otomatis. RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
11 Nah transformasi JPK Jamsostek ke BPJS Kesehatan meninggalkan peserta JPK pekerja mandiri yang tidak otomatis tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan. Padahal kita tahu sesuai Undangundang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS sangat jelas dinyatakan peserta JPK Jamsostek otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan. Nah ini ada beberapa persoalan , ini hanya sebagian yang saya baca yang saya kira akan menjadi perhatian bagi DJSN selaku Dewan Jaminan Sosial Nasional diantaranya. Terkait dengan usulan kenaikan, saya pada dasarnya sepakat dengan Mas Hamid yang ada didepan saya itu ada hal yang lebih krusial yang perlu diperhatikan daripada terburu-buru untuk menaikkan iuran ini. Di beberapa wawancara saya pernah sampaikan kalau tujuannya itu yang dinaikkan itu PBI , peserta PBI yang dinaikkan dengan beberapa catatan, kenaikannya itu dengan catatan maksud saya pelayanan, kemudian fasilitas dan lain-lain terjamin itu saya kira kita masih bisa menerima itu karena tadi sudah disampaikan bahwa 60% biaya itu adalah dari pemerintah. Artinya apa? itukan kalau dari pemerintah itu mayoritas dari PBI . Nah karena PBI ini diperuntukkan orang sakit, miskin dan tidak mampu maka nanti kalau itu dinaikkan berarti kan pemerintah yang akan mengcover itu , kalau itu saya secara ini menyampaikan bahwa saya setuju untuk menaikkan tapi dengan syarat yaitu tapi kalau untuk yang non PBI saya menolak itu. Kenapa? tadi ada banyak hal sesungguhnya yang masih perlu perhatian kita bukan sekedar kemudian menaikkan karena masyarakat dibawah ini saya melihat yang sesungguhnya dia itu dikatakan mampu untuk membayar secara mandiri ternyata dia sesungguhnya memaksakan itu untuk membayar mandiri. Nah saya itu terus terang kalau itu yang terjadi saya tidak setuju kalau yang non PBI tapi kalau yang PBI karena ini pemerintah yang mengcover tidak langsung kepada yang diberikan dana PBI itu saya setuju itu. Kemudian yang kedua saya ingin menyampaikan, memang ada beberapa dampak kalau biaya iuran BPJS ini memang terlalu murah. Ada satu misalnya beberapa yang terjadi dilapangan ketika saya turun Reses itu ada rawan malapraktik diantaranya kemudian ada kecelakaan medis biaya murah hanya mengcover penyakit standar yang nilainya sampai 16 juta, ini saya kira memang perlu perhatian. Kemudian banyak RS yang menolak gara-gara pasien yang murni PBI, ini juga perlu perhatian. Pelayanan kesehatan di Indonesia kita tahu saat ini sudah tidak pure sosial tapi masih ada komersial. Ini saya kira juga perlu perhatian dari kita Komisi IX juga pihak-pihak terkait. Saya berdiskusi dengan beberapa teman ada solusi sesungguhnya untuk BPJS, sistemnya BPJS itu paket seharusnya manager care, jangan kayak orang makan all you can eat maksud saya begitu, boleh semua tapi ada paket jaminan yang harus dipilih tapi inikan mungkin perlu dikaji lebih luas lagi. Yang perlu dilakukan dilakukan DJSN bisa memberikan masukan kepada BPJS segera membangun sistem pelayanan medik nasional untuk mengupdate data PBI yang selama ini masih menggunakan data Badan Pusat Statistik saya kira itu perlu diperbaharui kembali karena ternyata beberapa teman yang ada di Komisi IX menyampaikan bahwa data masih banyak yang kemarin Ibu Erma dia menyampaikan orang meninggal masih ada datanya. Nah ini saya kira sekali lagi tadi juga disampaikan oleh orang RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
12 yang disamping saya ini juga dia menyampaikan seperti itu. Jadi ini memang datanya harus benar-benar di update kembali. Nah ada beberapa tambahan tadi soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini, karena saat ini saya kira banyak menuai kritikan dari masyarakat karena banyak kondisinya lagi sedang tidak tidak bagus. Rencana pemerintah untuk menaikkan iuran tersebut saya kira kalau untuk yang non PBI belum tepat, karena kondisi masyarakat sedang menghadapi kenaikan harga kebutuhan bahan pokok, kemudian premium, nilai tukar rupiah kita sedang tinggi. Saya kira ini juga menjadi pertimbangan kalau harus menaikkan itu. Kemudian yang kedua rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan mengindikasikan tadi disampaikan khawatirnya adanya fraud atau kecurangan dalam pelayanan kesehatan, adanya segala bentuk kecurangan, ketidakwajaran yang dilakukan berbagai pihak dalam mata rantai pelayanan kesehatan. Misalnya melambungan biaya pelayanan kesehatan gara-gara wah inikan sudah besar sekarang iurannya kemudian ada (ini memang oknum) tetapi dikhawatirkan itu akan terjadi. Kemudian yang ketiga rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan . Untuk saat ini yang non PBI itu saya rasa kurang rasional karena masih banyak permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan. Saya kira tadi disampaikan perlu pengawasan lebih lagi kepada pihak terkait DJSN, kemudian BPJS selaku penyelenggara kesehatan sosial ini. Bapak Ibu. Saya kira itu beberapa masukan mudah-mudahan kedepan akan lebih baik lagi dan sekali lagi mohon dikaji ulang kalau memang harus dinaikkan. Terima kasih. Wallahul muwafiq illa'aqwa mithariq. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Terima kasih. Selanjutnya kepada Pak Irghan dipersilakan. F-PPP (Drs. H. IRGAN CHAIRUL MAHFIZ, M.Si) : Terima kasih Ibu Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bapak Ibu , Anggota Dewan yang terhormat. Ketua DJSN beserta seluruh Pengurus DJSN yang kami hormati. Pertama secara umum kami kami ingin katakan bahwa apa yang menjadi gembar-gembor program Nawacita itu jauh dari harapan kita RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
13 semua, tidak terimplementasi dalam aspek anggaran dan juga apa yang dilakukan hari ini. Karena kami lihat uang hasil pengalihan subsidi BBM yang 100 triliun lebih itu yang ada disektor kesehatan hanya tiga triliun lebih pada APBNP. Jadi jauh dari jabaran umum bahwa ini menjadi perhatian pemerintah ternyata tidak sama sekali bahkan untuk menambah kepesertaan yang PBI alokasinya hanya 422 miliar dari sekian ratus triliun ini sangat tidak signifikan kami kira. Jadi semangat untuk menjadikan manusia Indonesia yang sehat jauh dari harapan kita semua. Jadi tidak aneh kalau hal yang seperti ini berlangsung, ada miss match, ada bleeding antara pemasukan dan pengeluaran dalam upaya untuk melakukan pelayanan kesehatan masayarakat. DJSN yang kami hormati. Tentu saja berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009, DJSN lah yang memastikan apakah sistem jaminan sosial kita ini sudah berjalan dengan baik. Nyatanya khusus di BPJS Kesehatan yang sudah berlangsung katakanlah sudah satu tahun lebih ini masih belum sebagaimana yang menjadi harapan kita semua. Cover peserta khususnya peserta PBI, dari asumsi atau katakanlah dari angka-angka TPN2K dan juga BPS itukan lebih kurang 112 juta orang tapi yang yang bisa di-cover oleh pemerintah adalah yang hanya 86,4 juta orang. Artinya masih banyak sekian juta orang yang masih belum tercover. Oleh karenanya kami tidak sependapat dengan DJSN yang mengatakan bahwa non PBI itu adalah golongan yang mampu dan PBI yang tidak mampu. Bisa saja, ini asumsi kita kenapa terjadi pertambahan kepesertaan khususnya di Kelas III kan karena limpahan yang tidak tercover di di PBI. Jadi ya mereka jelas tidak ada pilihan, mau mendapatkan playanan kesehatan pemerintah tidak menyediakan alokasinya, mana lagi pilihan yang paling murah? Itu kelas III 25.500. Jadi tidak aneh ini orang yang tidak mampu ini masuk kelas III kemudian dipaksa untuk membayar iuran ya jelas tidak mampu juga karena dasarnya memang tidak mampu, miskin. Oleh karenanya BPJS katakan ini peserta sesudah dia melakukan perawatan kesehatan bulan berikutnya dia tidak membayar, mereka hanya targetnya mendapatkan biaya kesehatan saja selama sakit, ya jelas memang dia miskin tidak mampu. Nah di sini saya ingin tahu juga apakah Dirjen sudah melakukan forensik, identifikasi siapa saja peserta yang ada di kelas III ini, yang informal khususnya. Saya yakin rata-rata 100% saya katakan bahwa ini adalah orang yang tidak mampu. Jadi kalau ini kita lakukan kenaikan terjadi miss match lagi bleeding lain yang lebih besar. PBI kita angkat misalnya menjadi 27.500 kemudian kelas tiga yang peserta mandiri kita naikkan di sini angka pemerintah makin naik di sini juga tidak kemampuan bayar besar. Tapi kalau sudah ada komitmen saya kira nggak ada masalah, apa sih uang begitu banyak hanya untuk diberikan kepada BUMN, perusahaan-perusahaan besar itu yang kita berikan uang kenapa tidak buat kesehatan. Ya bikin bandara bisa, bikin lalu lintas bisa, bikin jembatan bisa, bikin macam-macam bisa, ini kenapa untuk sektor kesehatan tidak. Nah ini yang saya kira tidak commit-nya pemerintah terhadap persoalan kesehatan. Tapi kembali kepada persoalan bagaimana mengatasi iuran yang dikatakan oleh DJSN ini adalah salah satu solusi untuk mengantisipasi tidak bleeding. Kalau salah satu solusi, salah duanya apa salah tiganya apa? ini saya ingin lihat juga kegiatan dari apa yang menjadi pilihan-pilihan optional daripada miss match yan terjadi. Ini RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
14 miss matchnya tidak begitu besar walaupun ini adalah ... efek juga nanti akan tambah besar, ada solusi mungkin yang bisa kita lakukan untuk mengatasi. Saya terus terang saja sepakat dengan Ibu Masrifah, khusus untuk yang PBI nggak ada masalah memang harus dinaikkan. Karena apa? karena selama ini dengan berkurangnya PBI ya mereka mendapatkan tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan masyarakat. Fasilitas pelayanan segala macam berkurang karena iuran PBI nya lebih kecil daripada peserta kelas III. Jadi kalau ini dinaikkan ini memang sejak awal DPR dulu juga menuntut agar pemerintah mengalokasikan uangnya untuk PBI 27.500 tapi deal-nya di 19.250. Walaupun kita berharap bahkan kita okelah tawar menawar sampai pada angka 23.000 atau 25.000 , 22.000 ternyata pemerintah juga tidak sanggup. Nah sekarang kalau mau digenjot dengan 23.000 nggak ada masalah tapi yang kelas III nya ini yang menjadi persoalan, kalau 27.000 dinaikkan angka peserta kelas III saya yakin 25.000 saja mereka menjadi peserta kemudian selesai perawatan tidak bayar berikutnya ya jelas ini akan makin berat. Jadi optional-nya saya kira bisa nggak PBI nya 27.000 atau katakanlah sama saja dengan kelas III yang sekarang inikan 25.000 ya PBI nya 25.000 saja, ada terjadi kenaikan kelas III nya 25.000, kan ada tambahan kontribusi disini pak walaupun tidak sebesar sebagaimana yang digambarkan Pak Ghazali tadi 28 triliun ya lebih kurang 23 triliun. Atau kelas III nya dicover masuk PBI semua, hapus kelas III pekerja mandiri peserta mandiri, hapus. Pertajam kelas I dan kelas II nya supaya jangan nanti ketika kalau disediakan slot untuk kelas III ya nanti ... kelas II kelas I, ini nggak, dibikin lebih tajam kelas II, kelas I. Tapi pelayanan kelas III nya tetap, bukan berarti tidak tetap tetapi di cover menjadi PBI khusus yang sektor informal tambahan. Kan banyak, uang PMKS banyak, kenapa itu tidak dilakukan, sekian puluh triliun sekarang ini yang ada di Kemensos 20 triliun untuk apa? Kartu Indonesia Sejahtera untuk apa? Apa yang dikategorikan sejahtera, kenapa tidak dialokasikan buat kesehatan? 20 triliun geser itu ke Menkes selesai pak, selesai hanya 2,5 triliun. Ini 20 triliun yang ada Kemensos, Jadi saya nggak ngerti ini jalan pemerintah bagaimana ini persoalan-persoalan kesehatan, yang dijajakan Kartu Indonesia Sejahtera, tidak berkorelasi juga dengan kesejahteraan, tapi kalau kesehatan jelas apalagi tadi FKTP kurang jauh, klinik hanya 17.000 target kita 36.000 jauh sekali, untung ngejar 2016. Mana rumah sakit swasta tidak mau lagi, ini bonus apa yang kita berikan kepada rumah sakit swasta kan tidak khususnya yang berkelas ya. 700 sekian rumah sakit tidak terlibat, waduh ini harus ada upaya bahkan kalau perlu kita Panja kan ini agar semua rumah sakit swasta dan semua fasilitas kesehatan ikut mendukung BPJS. Kemudian Pemerintah Kabupaten Kota juga harus mempunyai komitmen untuk masuki ini semua, nggak bisa , kita harus tegas, peta jalan-peta jalan kalau hanya sekedar peta saja tapi kalau tidak lakukan implementasi secara ketat nggak selesai ini. Menjerit terus kita lihat, ini persoalan-persoalan yang hilirnya tapi hulunya tidak terselesaikan persoalan kebijakan. Harus ada rekonstruksi ulang terhadap pola pembayaran supaya jangan terjadi seperti ini lagi. ,talangan itukan RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
15 sebentar saja pak, itupun karena kita desak saja disini sehingga kita dapat BPJS talangan sekian triliun kemarin. Jadi Pak Ghazali saya kira ini harus kita upayakan lakukan pola baru juga untuk mengubah bagaimana agar bleeding yang terjadi ini tidak terus menerus terjadi. Saya kira kenaikan iuran katakanlah kalau PBI tidak ada masalah tetapi non PBI saya kira tidak semua itu adalah orang yang mampu bahkan kategorinya tidak mampu, untuk yang kelas III. Jadi tidak heran kalau mereka tidak mampu untuk bayar bulan berikutnya bulan berikutnya, tambah lagi fasilitas kesehatan kita yang memang sangatsangat terbatas. Jadi perspektif ini saya kira yang harus kita ubah juga bahwa non PBI tidak semua adalah orang yang mampu tapi juga adalah orang tidak mampu, luberan daripada yang harusnya menjadi cover pemerintah. Satu hal lagi yang mungkin kami ingin tegaskan kepada Bapak dan Saudara-saudara sekalian, DJSN khususnya DJSN kan tidak hanya berbicara tentang persoalan kesehatan tapi juga bicara tentang sistem jaminan sosial lainnya. Khususnya jaminan kesehatan kerja, kematian dan segala macam tapi ini ada aspek yang belum selesai. Tadi sempat disinggung oleh Ketua mengenai Perpres jaminan segala macam. Kemudian juga keberadaan Asabri dan Taspen yang belum melebur belum melakukan upaya untuk menyatu dengan sistem jaminan sosial sebagaimana yang kita harapkan bersama. Karena mereka sebenarnya sudah harus punya juga road map apa yang harus dilakukan untuk bisa menyesuaikan dengan jaminan sosial yang sudah kita sepakati bersama. Sampai hari ini kami belum mendengar komitmen PT. Taspen , komitmen Asabri yang itu juga dibawah tanggung jawab DJSN untuk bisa memastikan kedua lembaga negara ini juga bisa melakukan merger atau apapun namanya atau kita siapkan saja mungkin khusus Taspen dan Asabri kita bikin BPJS yang lainnya , BPJS Kesehatan jalan, BPJS Naker ini khusus mungkin mengcover kecelakaan kerja , kematian kemudian hari tua segala macam, pensiunnya silakan saja dikelola oleh BPJS Taspen atau Asabri atau mereka mengelola aspek jaminan yang memang untuk pekerja pegawai negeri atau katakanlah yang menjadi koor bisnisnya, koor kerja mereka hari ini. Saya kira itu harus dipikirkan juga bagaimana keberadaan Taspen dan Asabri ini bisa menyatu dalam sistem jaminan sosial sebagaimana yang dikehendaki oleh UU Nomor 40 Tahun 2009. Saya kira itu, terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Baik, terima kasih Pak Irghan. Selanjutnya Ibu Sitti Mufattahah silakan. F-PD (SITI MUFATTAHAH,PSI) : Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
16 Yang saya hormati Pimpinan Komisi IX beserta rekan-rekan Komisi IX. Yang saya hormati Ketua DJSN beserta jajarannya. Dalam rapat ini saya ingin men-stressing dari apa yang sudah disampaikan oleh teman-teman yang lainnya bahwa apa yang menjadi sorotan dari teman-teman itu saya mohon menjadi catatan penting dan evaluasi kedepannya agar pelaksanaan BPJS ini menjadi lebih baik. Namun demikian ada beberapa hal yang ingin saya tambahkan, sumbangkan saran kepada Ketua DJSN beserta jajarannya yang berkaitan dengan kenaikan iuran PBI Iuran PBI kalau saya secara pribadi itu mendukung juga apa yang disampaikan oleh pak Irghan bahwa kalau kenaikan itu dikenakan kepada iuran PBI nyaitu mungkin akan lebih baik lagi, tetapi kalau misalnya itu kenaikan kepada peserta non PBI maka mungkin masyarakat masih berpikir panjang untuk bisa menjadi peserta, untuk berkenan menjadi peserta BPJS ini. Karena kita tahu sendiri saat ini peserta non PBI masih banyak yang kurang berminat , masyarakat kurang berminat untuk menjadi peserta non PBI ini, karena salah satunya adalah kesulitan dalam prosedur pendaftarannya , prosedur yang terlalu rumit begitu. Jadi prosedur yang ada saat ini sudah mengalami perubahan dari yang awal BPJS ini dilaksanakan yaitu bahwa setiap keluarga yang mendaftarkan anggotanya maka seluruh anggota keluarganya juga harus didaftarkan. Artinya sesuai dengan jumlah KK, anggota yang ada di KK. Keluarga yang ada di KK itu. Jadi kalau misalnya di KK itu ada tujuh orang berarti semuanya harus sekaligus didaftarkan , itu syarat yang saat ini terjadi. Kemudian setiap orang harus memiliki rekening, nah ini juga cukup menyulitkan terutama di daerah-daerah pedalaman. Saya banyak menemui kendala ini dan ini disampaikan oleh masyarakat terutama di Dapil saya karena memang kondisi di Dapil saya ini daerahnya sangat sulit , bank-bank itu tidak ada di daerah pedalaman itu. Nah ini harus menjadi perhatian dan dicarikan solusinya bagaimana cara pembayarannya yang lebih mudah sehingga masyarakat tertarik untuk mengikutinya. Jadi saya berharap agar kenaikan iuran yang non PBI masih harus dikaji ulang sehingga masyarakat bisa lebih paham lagi apa yang akan dia dapat kalau misalnya dia, mereka mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS. Itu yang pertama. Kemudian saya melihat tadi ada paparan bahwa iuran RTL di puskesmas, kenapa itu di puskesmas lebih besar daripada di rumah sakit? Itu asumsinya seperti apa? kalau di puskesmas sekitar , kalau yang di rumah sakit sekitar 2.000 sekian begitu. Nah ini, rekapitulasi hasil perhitungan besaran iuran PBI itu skenario yang ketiga kita lihat bahwa di RJTP itu 6.000 sekian, sedangkan di rumah sakit 3.334 sekian dan seterusnya, kenapa puskesmas lebih besar dibandingkan rumah sakit. Kemudian berkaitan dengan kenaikannya saya setujui, saya sepakat kalau dinaikkan untuk yang PBI itu tetapi apakah yang ingin saya tahu komponen atau indikator yang diajukan itu sudah mengalami perbaikan dari sebelumnya tidak? yang tahun sebelumnya naik yang hanya 19.500 itu? Adakah perbaikan di pengajuan berikutnya dengan kenaikan sekitar sampai 27.500. Saya sepakat juga kalau misalnya Pak RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
17 Irghan tadi menyampaikan kalau memang mau disamakan ya 25.500 di kelas III begitu ya . Perlu penjelasan kepada kami sehingga kami paham akan kenaikan itu. Kemudian berikutnya yang ingin saya soroti adalah kaitannya dengan minat dari masyarakat yang tadi saya sampaikan bahwa masyarakat itu masih belum berminat untuk mengikuti BPJS ini menjadi peserta BPJS ini karena pelayanan yang kurang maksimal kemudian cara pendaftaran yang cukup rumit, prosedur yang cukup rumit. Kemudian kurangnya apa namanya marketing dari BPJS yang belum sampai kepada orang-orang yang masyarakat dipedalaman. Contoh di Dapil saya, kemari saya sudah melakukan, baru saja melakukan mengevaluasi menagdakan dialog, seminar terhadap evaluasi pelaksanaan BPJS di daerah ternyata mereka masih banyak yang belum tahu tentang BPJS, dan belum tahu cara pendaftarannya harus kemana, kemudian setiap bulannya harus bagaimana pembayarannya, inikan menyulitkan karena harus memiliki rekening bank. Nah apakah sudah dilakukan kerjasama dengan Kepalakepala Desa atau Bumdes yang membuat kerjasama karena sekarang kan Undang-undang Desa sudah ada , Bumdes sudah mulai dibuat di desadesa itu bisa menjadi salah satu alternatif pembayaran agar masyarakan lebih dekat dengan tempat pembayaran BPJS itu. Kemudian mengenai service yang ada di rumah sakit, ini saya temukan sendiri langsung melakukan sidak ke beberapa rumah sakit di Dapil saya. Memang service-nya sangat kurang memadai untuk yang peserta BPJS. Mereka saya lihat membedakan antara yang menggunakan BPJS dengan yang tidak yang biasa yang umum begitu. Saya lihat sendiri itu sampai saya memberikan komentar kemudian agak marah juga karena mereka memperlakukan yang kurang baik terhadap peserta BPJS, apalagi yang PBI. Ini yang sangat miris bagi saya karena saya juga memiliki konstituen yang diterlantarkan begitu ya sehingga membuat saya harus benar-benar memberikan masukan kepada BPJS agar pelayanan ini di tingkatkan. Kemudian kaitannya dengan kasus defisitnya anggaran BPJS, ya bapak tadi sudah sedikit menyinggung bahwa defisitnya anggaran BPJS saat ini kenapa, apa yang terjadi? Salah satu dari tugas bapak adalah memberikan atau mengusulkan BPJS untuk menginvestasikan anggarannya, dananya apakah ini sudah dilakukan? Nah ini kenapa saya mengkaitkan ini karena defisit BPJS ini seharusnya tidak boleh terjadi , tahun 2014 kemarin defisit anggaran BPJS sehingga banyak rumah sakit yang tidak terbayarkan mengenai sehingga kadang juga ada beberapa rumah sakit di Dapil saya yang ogah menerima pasien BPJS karena belum dibayar dibayarkan oleh pemerintah. Nah ini menjadi kasus lagi, kasusnya defisit ini saya kaitkan saya pikir ini adalah tugas DJSN untuk bisa mengarahkan bagaimana anggaran bisa survive, anggaran bisa bagus nah mungkin salah satunya dengan menginvestasikan iuran ini, menginvestasikan anggaran yang ada di BPJS tapi investasinya juga harus dikaji dengan baik. Kemudian mengenai kepesertaan, tadi banyak teman-teman yang menyinggung tentang kepesertaan BPJS yang masih belum tepat sasaran, saya menanyakan terlebih dahulu apakah DJSN menerima data yang ril dari BPJS untuk kepesertaan BPJS ini terutama yang PBI. Karena di disitu saya masih mendapatkan informasi masih adanya data ganda kemudian RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
18 data yang tadi seperti sudah meninggal masih ada tertera disitu tetapi belum digantikan. Nah hal ini yang membuat kami merasa penting untuk mengevaluasi kembali, mengkoreksi kembali data-data ini dan ingin sekali DJSN ini berperan penting dalam pendataan ini. Karena kepesertaan BPJS untuk yang katanya mau dinaikkan sekitar 88 juta berartikan 2 jutanya ini harus tepat sasaran dan yang 86 yang sudah terdata itu juga harus tepat begitu. Nah mohon ini DJSN bekerja keras benar untuk mengamati dan mengevaluasi kembali kepesertaan BPJS. Untuk berikutnya adalah saya ingin menanyakan ini pak, untuk ketentuan dari peserta PBI itu adalah satu keluarga maksimal di cover 5 orang pak ya, dua orang tua bapak ibu kemudian tiga orang anak. Nah kemudian bagaimana dengan keluarga yang memiliki lebih dari tiga orang? ini apakah di cover juga atau bagaimana? ini apa sudah menjadi pemikiran dari DJSN dan BPJS untuk kepesertaan ini yang memang saat ini ada Perpres yang dikeluarkan itu dicover oleh BPJS, langsung di cover anak PBI yang baru lahir itu di cover. Tetapi yang sudah lama maksudnya anaknya banyak ini bagaimana anak yang lebih dari tiga itu? apakah di cover juga atau harus membayar. Nah ini banyak kejadian di Dapil saya masyarkatnya itu merasa keberatan untuk ini karena membayar iuran yang sekitar 25.500 meskipun saya mendorong mereka agar berhemat dalam anggaran mereka dalam keluarga itu sampai saya menyampaikan coba ibu dan bapak rajin menabung sehari seribu rupiah saja sudah saya sampaikan seperti itu kepada masyarakat untuk mendorong mereka mengikuti ini karena seribu rupiah untuk biaya kesehatan, seribu rupiah kalau sebulan sudah sampai tiga puluh ribu rupiah itu sudah melebihi dari iuran yang harus dibayarkan sekitar 25.500, jadi ada saving 4.000 sekian untuk anggaran keluarga itu. Nah artinya upaya saya untuk membantu masyarakat agar menjadi peserta BPJS ini sudah saya lakukan tetapi ini tidak akan optimal jika petugas BPJS nya pun tidak melakukan sosialisasi dengan baik kepada masyarakat. Kalau saya bandingkan dengan BPJS Ketenagakerjaan yang saya lihat di Dapil saya BPJS Ketenagakerjaan lebih semangat dan lebih melakukan terobosan untuk mendapatkan kepesertaan baru. Contoh, mereka bekerjasama dengan mahasiswa-mahasiswa, mahasiswamahasiwa masuk kepedalaman, setiap desa dikasih target sekian untuk mendapatkan peserta BPJS Ketenagakerjaan yang non pekerja diperusahaan. Jadi yang ingin memiliki pensiun di hari tuanya itu bisa mendaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan dan ternyata alhamdulillahnya itu dalam waktu seminggu banyak sekali yang mendaftarkan. Nah ini artinya apa yang menjadi perbedaan antara BPJS Kesehatan dengan ketenagakerjaan, sementara sudah tahu kalau ketenagakerjaan itu manfaatnya nanti lama sekali tetapi kalau BPJS Kesehatan kan setiap saat kita sakit sudah bisa langsung mendapatkan manfaat ini. Nah ini yang menjadi pertanyaan saya dan bagaimana cara sosialisasi yang baik dari BPJS itu sangat diperlukan dan mungkin DJSN juga bisa menyarankan itu sehingga kepesertaan yang non PBI juga bertambah. Mungkin itu yang ingin saya sampaikan Pimpinan, terima kasih atas perhatiannya. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
19
KETUA RAPAT : Terima kasih, di meja saya masih ada enam penanya lagi waktu kita sampai jam satu mungkin bisa di atur, tambah satu lagi tambah dua lagi bisa diatur-atur waktunya. Selanjutnya Pak Ali Taher silakan. F-PAN (M. ALI TAHER) : Saya pendek saja. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya Ali Taher dari Fraksi PAN daerah pemilihan Banten III Nomor Anggota A-595 . Saya kira saya fokus saja kepada paper yang pertama Doktor Ghazali paper yang resumenya ini. Saya hanya ingin menyoroti fungsi pokok dari dewan jaminan sosial sebagai amanah dari Undang-Undang. Ada dua fungsi pokok pertama fungsi monitoring dan evaluasi, yang kedua adalah pengawasan eksternal terhadap BPJS, saya kira dua itu ya. Yang pertama saya kira terima kasih informasi-informasi umum yang telah kita terima sebagaimana diketahui bahwa implementasi dari UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS itu sudah berjalan hanya saja dari empat yang terlibat langsung misalnya pemerintah sebagai regulator, BPJS sebagai penyelenggara kemudian Faskes sebagai pemberi pelayanan dan masyarakat sebagai peserta. Saya melihat ini belum banyak koordinasi Pak , belum banyak kordinasi maksimal sehingga terjadi banyak temuan-temuan di lapangan karena memang fokus koordinasi itu tidak maksimal tadi itu. Misalnya regulasi sudah oke, cukup, sementara saya memandang regulasi ini masih cukup, namun di dalam pelaksanaannya pihak BPJS sebagai penyelenggara ini memang fungsi sosialisasinya masih lemah sekali, sosialisasinya saya lihat sangatsangat lemah bahkan saya baru saja selesai Reses di Banten III itu banyak petugas yang memang nggak ngerti mana yang harus ditanggung oleh BPJS kaitan dengan pelayan kesehatan mereka juga nggak paham. Sehingga masyarakat juga terbingung-bingung itu , saya sendiri mencoba untuk menyamar sebagai pasien itu juga memang ketahuan betul itu, saya mengantri di rumah sakit Pelni misalnya, saya juga obat mata itu saya mesti bayar itu padahal saya tunjukkan saya anggota DPR, kartunya itu kartu Jasindo, Jasindo saya tunjukkan ini juga mereka nggak paham Jasindo juga, Jasindo itu apa pak? Memang agak susah memang, ini petugas loh pak, jadi saya tunjukkan bahwa saya ini Anggota DPR, bukan untuk sombongkan memang Anggota DPR Jasindo mereka nggak paham, saya lucu juga itu Anggota DPR saja seperti itu apalagi kasihan masyarakat miskin yang jauh dari desa-desa. Nah jadi saya pikir sosialisasi memang sangat-sangat penting, meskipun kelihatan sederhana sekali gampang diucapkan tetapi susah, saya melihat susah sekali. Saya menyamar ke rumah sakit umum Tangerang juga sama perlakuannya apalagi rumah sakit di Balaraja rumah RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
20 sakit pemerintah sama saja. Kebetulan saya datang saya pakai peci, banyak masyarakat tahu saya itu ketika saya ceramah waktu Pemilu tahu Ali Taher datang, oh ini Anggota Dewan yang terhormat, begitu masuk kedalam pelayanan juga sama saja. Jadi oleh karena itu menurut saya tolonglah sebagai badan yang melakukan monitoring, evaluasi dan pengawasan saya kira bersungguhsungguhlah saya kira kalau pernyataan dokter tadi itu sungguh-sungguh, regulasinya juga saya baca sekilas ini kelihatan cukup informasi dan sungguh-sungguh. Hanya saja barangkali visi kita harus bersama-sama bahwa melayani masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan itu dalam bahasa Agama itu fardhu ai'n , tidak boleh fardhu kifayah apalagi sunnah apalagi mubah, alasannya kenapa? Pasal 20 poin H UndangUndang Dasar 1945 setiap warga negara Indonesia itu mendapatkan pelayanan kesehatan, berhak memperoleh pelayanan kesehatan, di situ bukan fardhu kifayah tapi sudah fardhu a'in artinya apa? kedudukannya adalah wajib hukumnya, kalau pemerintah tidak menjalankan berarti pemerintah telah mengabaikan perintah Tuhan. Kalau saya disitu posisi yuridisnya. Soal uang ada tidak ada itu bukan urusannya rakyat, urusan pemerintah ya apalagi kata Mas Irghan tadi Nawacita. Ibu Masrifah saya tanya, saya orang NTT ini apa Nawa itu? Nawa itu sembilan katanya Ibu Masrifah karena sembilan Walisongo ya Nawa lah, sembilan cita-cita, sampai sekarang saya nggak paham sembilan cita-cita itu apa? Saya nggak paham. Nah jadi oleh karena sepaham saya bahwa kalau rakyat itu butuh sehat maka pemerintahan hadir, negara hadir untuk melayani kesehatan, itu baru bicara soal Pasal 28, apalagi bicara soal filosofi konstitusinya Pembukaan Undang-Undang 1945 tujuan negara adalah adalah memajukan kesejahteraan umum terbidang kesehatan. Kalau misalnya kita bisa mengatakan bikin tol laut saya kira ini tol rakyat lebih penting ini kesehatan, karena ini menyangkut indikator kualitatif sumber daya manusia. Saya pikir ini jauh lebih penting ketimbang tol-tol itu, perspektif saya orang awam dalam bidang kesehatan. Nah oleh karenanya menurut hemat saya tolonglah Pak Dokter yang arif bijaksana ini kelihatannya apalagi Pak Ghazali Husni Situmorang, wah itu namanya sakral itu. Jadi gertak sedikit pak, oleh karena itu menurut hemat saya iuran itu bagi saya boleh disesuaikan tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa rakyat kita tidak boleh ngantri lagi di poliklinik. Saya rela negara yang membayar apalagi apalagi yang PBI kan, dinaikkan nggak apa-apa, bagi saya tidak apa-apa sepanjang evaluasi menunjukkan bahwa rakyat tidak mengalami penderitaan berjam-jam bahkan berhari-hari , obatnya ngambil disini, tebusnya di apotik sana nah itu menjadi persoalan. Jadi menurut saya Pak Doktor yang terhormat fardhu a'in lah ini menjadikan BPJS Kesehatan ini untuk melayani masyarakat. Persoalan yang kedua adalah menyangkut masalah akuntabilitas . Nah tolong akuntabilitas ini diikuti betul maka posisi pengawasan itu menjadi penting bahwa setiap rupiah yang keluar dari BPJS itu Dewan Jaminan Sosial ini harus mengevaluasi penggunaannya. Kalau bagi saya satu rupiah yang lari dari kantong itu mesti dicari sampai ketemu, karena itu uang rakyat.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
21 Yang ketiga Saudara sekalian menyangkut masalah Alkes (Alat Kesehatan), alat kesehatan juga tidak boleh pilih kasih peserta BPJS itu datang ke rumah sakit itu ingin satu kata sembuh, sembuhnya itu artinya mendapat pelayanan observasi kemudian juga mendapat perawatan jika memang perlu dirawat, dan juga mendapat obat kalau memang diperlukan obat. Kemudian yang keempat kita tidak adil kalau tidak bicara soal sarana-prasarana tenaga kesehatan. Saya menemukan ketika saya ke UGD bersama dokter rumah sakit kemudian ketika saya agak lari cepat karena saya menghindari pejabat mendampingi saya ternyata memang ada kurang lebih 12 bed rumah sakit itu kemudian ternyata memang rakyat kita tidak ditangani optimal. Jujur ini , ternyata anak yang mendampingi itu sampai menangis kepada saya Pak Ali , tolonglah orang tua saya hampir empat jam nggak ditangani, karena BPJS? iya BPJS pak. Nah inilah mentalitas sumber daya manusia kita yang tidak optimal. Saya bisa paham kenapa banyak tenaga kerja kita belum diangkat, gaji sedikit, remunerasi belum ada. Nah oleh karena itu menurut hemat saya Ibu Pimpinan yang saya hormati, kita berpikir agak komprehensif sehingga tujuan kita penanganan pelayanan kesehatan ini agar optimal dan itu bagian dari tanggung jawab konstitusional, bagi pribadi kita yang berpikir ini regulator dan juga bagi saudara-saudara sekalian ini juga menjadi amal sholeh yang sungguh amat luar biasa. Saya kira ini saja yang saya sampaikan. Mudah-mudahan RDP ini bukan sekali lewat tetapi terus menerus sepanjang persoalan BPJS terus diangkat persoalan dan belum ada persoalan diselesaikan maka kita terus menerus mengevaluasi secara berkala. Terima kasih. Nashrun Minallah wa Fathun Qariib. .... Billahi Fi Sabilil Haq Fastabiqul Khairat. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Terima kasih Pak Ali Taher. Selanjutnya Ibu Irma silakan. F-P.NASDEM (IRMA SURYANI) : Terima kasih Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya Irma Suryani Chaniago dari Fraksi Partai Nasdem 007 Dapil Sumsel II. Yang pertama saya ingin mempernyatakan kepada Ketua DJSN yang terhormat dan berikut jajarannya terkait masalah berita yang beredar di media bahwa kenaikan tarif yang non PBI ini hanya tinggal menunggu RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
22 Perpres saja, dua tiga bulan mendatang mungkin akan segera di laksanakan. Itu yang pertama. Yang kedua yang ingin saya stressing dari semua yang sudah disampaikan teman-teman tadi kawan-kawan dari Komisi IX adalah untuk PBI saya setuju , kami setuju ada kenaikan tarif tapi ada juga syaratnya yang harus diselesaikan lebih dulu, jangan bicara soal kenaikan tarif sementara syarat-syaratnya kita abaikan, itu di Komisi IX itu menjadi perhatian penting. Yang pertama yang saya stressing adalah bahwa tolong DJSN dan BPJS yang pertama buat dulu standar medik pelayanan nasionalnya Pak, standar medik pelayanan nasional tolong dicatat. Kemudian yang kedua update data , data dari BPS yang saat ini dipakai Bapak harus tahu bahwa itu banyak orang yang sudah meninggal Pak, yang pertama. Yang kedua yang tadinya miskin itu juga sudah memperbaiki kondisi perekonomiannya sehingga dia sudah mapan, tapi ada juga yang dari mapan kemudian karena PHK dan lain-lain dia menjadi miskin, artinya update data ini penting sekali. Sehingga BPJS dan DJSN tahu betul berapa dana yang dibutuhkan untuk mengcover PBI ini sebenarnya. Karena ini bisa saja ada kebocoran di situ, bahkan mungkin kalau kenaikan jelas sudah kita tahu tapi kebocorannya? Pernah nggak diperhatikan? Pernah nggak ini dilakukan evaluasi? Saya nggak lihat, yang dikemukakan selama ini hanya tambahan dana, tambahan biaya, tambahan anggaran sementara kebocorannya nggak pernah dijadikan dasar, nggak pernah diperhatikan dan nggak pernah disampaikan kepada pemerintah maupun kepada Komisi IX. Kemudian setelah itu pelayanan manajemen, manajemen dan sistem pelayanan dari BPJS itu sendiri di rumah sakitrumah sakit yang sampai hari ini tadi disampaikan Bang Irghan, disampaikan juga oleh teman-teman dari Komisi IX yang lain Mbak Siti yang lain-lain itu semua memang terjadi di daerah-daerah bahwa mutu pelayanannya memang nggak bisa saya bilang tidak maksimal, memang belum maksimal , bagaimana mungkin kita ingin bicara kenaikan. Nah kemudian juga nanti ketika Raker dengan Menteri saya juga ingin sampaikan juga dan ini perlu disampaikan juga kepada Ibu Menteri bahwa program promotif preventif itu itu juga bisa mengurangi ongkos atau biaya sakit, biaya orang berobat. Sehingga anggaran ini juga bisa displit untuk Alkes-alkes lah ya, selama inikan biaya untuk berobat itu sangat tinggi, sehingga biaya untuk membeli alat kesehatan ini justru malah bisa terabaikan karena memang biaya pengobatannya menjadi tinggi sekali. Nah kemudian saya juga ingin menyoroti masalah Puskesmas yang dibayar secara kapitasi , Puskesmas inikan dibayar secara kapitasi ya, kalau Klinik itu 10.000, Puskesmas itu berkisar antara 6.000 ada yang 3.000, yang 3.000 itu kalau nggak ada dokternya. Saya heran kok bisa ditolerir Puskesmas yang tidak ada dokternya mendapatkan biaya kapitasi sebesar 3.000. Nah pelayanan seperti apa ini yang dilakukan dengan biaya 3.000, tidak ada dokternya tapi tetap diberikan dana kapitasi. Ini nggak boleh ditolerir Pak, tiap puskesmas yang tidak ada dokter diberi dana kapitasi sebesar 3.000 ditolerir, pelayanan seperti apa ini yang bisa diberikan oleh puskesmas dengan sumber daya manusia seperti ini gitu kepada masyarakat? Nah pantas saja masyarakat lebih menyukai datang RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
23 ke puskesmas minta rujukan pak, minta rujukan kemudian dia pergi ke dokter karena puskesmas dianggap tidak maksimal pelayanannya, tidak ada dokternya kemudian obat-obatannya juga obat-obatan yang kualitasnya rendah sehingga membuat masyarakat tidak memilih puskesmas untuk berobat walaupun BPJS sudah menetapkan 144 diagnosa di puskesmas. Nah masalah yang terjadi adalah begini di daerah kalau masyarakat itu mau berobat ke puskesmas itu hanya minta rujukan , dari rujukan dia langsung ke rumah sakit. Nah rumah sakit tidak bisa mengclaim biaya karena sakit yang diderita oleh pasien ini adalah salah satu dari 144 diagnosa, kan yang mendapatkan keuntungan kan puskesmas tetap dibayar secara kapitasi dia tidak mengeluarkan obat, tidak mengeluarkan biaya apa pun hanya mengeluarkan rujukan dibayar 8.000. Nah kemudian dibawa ke rumah sakit, karena rumah sakit tidak mau menerima, pasien marah pak . Kalau di Lampung itu di Sumatera Selatan pasien marah, dia ngamuk-ngamuk di rumah sakit, mau tidak mau rumah sakit melayani. Nah terus biaya pelayanannya ini yang nanggung siapa? Sopo sing nanggung biaya pelayanan rumah sakit? Nah ini yang membuat rumah sakit mengeluh pak. Ini tolong menjadi perhatian khusus karena rumah sakit yang saya datangi itu minta saya menyampaikan kepada BPJS dan DJSN, kemudian ke Kementerian Kesehatan hal yang seperti ini tolong dicarikan jalan keluarnya sehingga rumah sakit nggak bangkrut Mba Okky. Ya, jadi mereka ke ke puskesmas minta rujukan ke rumah sakit, di rumah sakit ngamuk-ngamuk karena rumah sakit menolak karena itu bisa dilayani di puskesmas, nah rumah sakit takut kalau orang Sumatera itu kan galakgalak, bawa golok dia kalau nggak dilayani, akhirnya dilayani juga tapi yang bayar sopo? Ini jadi perhatian kita juga pak. Jadi saya minta DJSN ini betul-betul memperhatikan hal-hal seperti ini sehingga pelayanan kepada masyarakat itu menjadi lebih baik lagi. Nah terkait masalah rumah sakit swasta inikan dihitung bukan dengan kapitasi tapi per pendaftaran ya tempat pendaftaran. Ini juga menjadi masalah karena yang datang itu sedikit, jadi penerimaan pendaftarannya juga sedikit dan mereka minta dan mereka berharap ada minimal lah, , minimal biaya kapitasi yang bisa mereka terima misalnya diberikan per bulan itu 1.000 misalnya begitu mereka berharap seperti itu sehingga pelayanan terhadap masyarakat di rumah sakit swasta ini juga bisa berjalan lebih maksimal lagi. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Nah terkait masalah kenaikan yang non PBI pak diperhatikan banget Pak ya. Kenapa? karena masyarakat kita ini saat ini antara yang miskin dengan yang nggak miskin itu nggak jelas. Claim pemerintah angka kemiskinan kita itu 6% pak ya angka kemiskinan kita, 11%, katanya turun 6%, 11% pak ya? itu yang waktu kalau nggak 2014 ya 11%, 11% itu kalau kita bandingkan dengan penerima PBI yang 96 juta terjadi kontraproduktif, kontra informasi pak. Kelas 96% orang miskin di Indonesia penerima PBI kan orang miskin, ya berpenghasilan 300.000 ke bawah itu juga menjadi patokan orang miskin di Indonesia. Nah sekarang orang miskin di Indonesia 11% sementara BPJS menyatakan orang miskin ada 96 juta , eh 86,4 juta. Nah ini kan juga terjadi ketidaksinkronan. Maka kami berharap pemerintah juga jujur menyatakan bahwa rakyat Indonesia miskin itu memang masih 84 juta gitu loh. Sehingga memang kami dari RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
24 Komisi IX atau dari parlemen bisa benar-benar membantu dan mencarikan jalan keluarnya untuk bisa mensupport pemerintah untuk bisa memaksimalkan bantuan-bantuan kepada masyarakat, jadi jangan diselimurkan seperti ini, ini kita nggak jelas. Nah yang terakhir yang ingin saya soroti lebih lebih dalam adalah tolong Pak DJSN coba berkordinasi dengan Departemen Sosial tekun tuak di data ini Pak terhadap yang PBI. Jadi update datanya jangan hanya dari BPS tapi coba bisa berkoordinasi dengan Departemen Sosial untuk melakukan update data terbaru sehingga bisa diperoleh dengan jelas orang miskin itu yang bisa menerima PBI itu yang mana saja dan berapa sebenarnya yang harus dicover. Nah kalau memang lebih besar dari itu tidak ada masalah, Komisi IX juga juga akan support gitu. Tapi tolong juga yang tadi saya sampaikan standar medik pelayanan nasional dan update datanya serta perbaikan manajemen pelayanan BPJS juga harus ditingkatkan. Saya kira itu Pak yang bisa saya sampaikan, tolong betul-betul menjadi perhatian, terima kasih. Wabilahitaufikwalhidayah. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Selanjutnya Pak Suir Syam silakan. F-P.GERINDRA (dr. H. SUIR SYAM, M.Kes, MMR) : Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang Saya hormati Ibu Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IX. Yang saya hormati Bapak Ketua DJSN beserta seluruh Anggota. Saya dr. Haji Suir Syam M.Kes dari Fraksi Gerindra, daerah pemilihan Sumatera Barat I. Salah satu tugas dari DSJN itu monitoring, evaluasi dan pengawasan. Antara lain hasilnya sudah kita baca yang datanya kelihatannya diambil dari data BPJS, yang muaranya adalah bagaimana iuran BPJS ini di tingkat. Saya akan memberikan informasi juga , kami reses , kami turun dan kami akan memberikan informasi untuk Bapak DSJN. Pertama saya coba turun ke masyarakat khusus ini ini BPJS , di masyarakat saya temui bahwa sulit walaupun kita sudah masuk BPJS kita agak sulit berobat. Pergi ke puskesmas karena harus ke puskesmas kemudian di puskesmas nggak bisa dilayani karena tidak ada peralatan, tidak ada dokter dikirim ke rumah sakit, di rumah sakit tidak dilayani juga karena BPJS tidak akan mau membayar karena masuk didalam diagnosa 155 penyakit yang harus dilayani di Puskesmas. Jadi sehingga masyarakat itu di oper-oper, kemudian setelah kami sudah itu masuk juga begitu yang non PBI. Pertama mendaftar banyak yang tidak mengerti dan harus buka tabungan di bank, kemudian setelah masuk untuk membayar RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
25 perbulan saja sangat sulit , karena di daerahnya bank nggak ada, kadangkadang berjalan kaki sampai 27 meter untuk menyetor uang setoran itu. Jadi mungkin ini bukan berarti masyarakat nggak mau masuk tetapi kesulitan dan yang lebih riskan lagi satu keluarga yang saya dapati lima orang, tiga anak satu ibu satu bapak , yang masuk BPJS hanya tiga orang sesuai dengan data BPS, yang 2 orang mau masuk non PBI juga nggak bisa karena harus satu keluarga, mau masuk non PBI juga nggak bisa karena nggak ada data BPJS. Ini aturan yang ketat ini harus masuk satu KK inilah persoalannya. Kemudian juga ada yang datang di rumah sakit melahirkan, anaknya harus dirawat bayi tapi nggak bisa ditanggung BPJS, ibunya BPJS ini, PBI ibunya lahir anaknya nggak bisa, anaknya kebetulan ada kelainan harus dirawat nggak bisa dirawat kecuali bayar sendiri, harus bayar, setor dulu BPJS, seminggu sesudah itu baru bisa di obati ini aturannya sangat hebat ini. Jadi harusnya bagaimana? waktu hamil 7 bulan harus anak ini dibayarkan BPJS nya, jadi hamil 7 bulan harus dibayarkan BPJS baru nanti kalau lahir bisa diobati, ditanggung BPJS. Ini yang saya temui, ini jadi masukan buat bapak. Kemudian saya masuk ke puskesmas diskusi dengan jajaran puskesmas begitu juga, Pak, kami terpaksa mengirim Pak, dari 155 diagnosa itu nggak semuanya kami bisa, peralatan nggak ada . Contoh umpamanya corpus alienum di mata, kalau kami ambil dengan pinset biasa mungkin semuanya jadi buta Pak, kami nggak punya peralatan, dikirim ke rumah sakit rumah sakit juga nggak mau, karena nggak dibayar oleh BPJS, ditanyakan ke petugas BPJS ini perintah dari Jakarta Pusat, jadi nggak ada kebijakan, disini nggak ada lagi dibawah itu. Itu kami lihat di di puskesmas dan puskesmas itu seperti apa yang disampaikan dokter satu kadang-kadang harus ke lapangan, kalau tetap di puskesmas program preventif promotifnya nggak jalan, penyuluhannya yang nggak jalan. Sehingga kadang-kadang karena banyaknya pasien Puskesmas sehingga program pencegahan nggak jalan akhirnya penyakit akan lebih banyak lagi. Ini perlu jadi pertimbangan kita ditambah peralatan-peralatan di puskesmas yang sangat minim sekali. Kemudian kami pergi pula ke rumah sakit , kita diskusi dengan jajaran di rumah sakit, kebanyakan pasien, jadi pantas saja antri pak , pasien kami terlampau banyak, ditambah dokter kami sering terlambat, kenapa terlambat? ya praktek pagi dulu lah di swasta katanya, umumnya di daerah-daerah itu dokter spesialisnya praktek di swasta juga, nah waktu kita tanya berguru dengan dokter spesialisnya kenapa swasta dulu, iya lah pak swasta kita dapat satu kali operasi satu juta kalau rumah sakit pemerintah 150.000 Pak wajar, manusiawi kan? Sebab dia waktu sekolah itu jualan sawah . Pendidikan di Indonesia ini apalagi pendidikan dokter paling mahal di dunia. Kalau kita lihat di negara lain orang ambil spesialis diberi tunjangan, dibantu oleh pemerintah, tapi kalau di Indonesia kalau nggak ada banyak uang jangan coba-coba masuk spesialis. Jadi wajar saja dokter kita berfikirnya sudah tidak sosial lagi karena dia diperas waktu di sekolah. Mungkin ini jadi pertimbangan juga bagi kita mengenai pendidikan . Nah ini penyebabnya sudah terlambat, saya coba kenapa rumah sakit swasta banyak nggak bisa ? Apa rumah sakit swastanya yang nggak RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
26 mau? Akhirnya saya datang ke rumah sakit swasta lagi, apa yang saya temui di rumah sakit swasta? Kami ingin kerjasama dengan BPJS Pak , sulit kerjasama dengan BPJS, banyak aturan-aturannya, sudah cukup syarat-syaratnya sulit lagi, mungkin ada , nah ini pertanyaannya. Mungkin ada maunya petugas BPJS , pimpinannya, mungkin perlu uang kali. Saya lihat di rumah sakit swasta itu rumah sakitnya lengkap, malah lebih lengkap dari rumah pemerintah, rumah sakit umum pusat, tapi nggak bisa juga. Waktu saya desak oh kita sudah kebanyakan rumah sakit kerjasama pak katanya, jadi belum perlu lagi ditambah rumah sakit. Jadi saya pikir BPJS ini mungkin cari untung juga, kalau banyak rumah sakit jangan-jangan nanti pasiennya banyak, jadi apa yang kita harapkan itu DJSN harapkan itu nggak ketemu dari praktek BPJS di lapangan. Kemudian saya coba pula turun, pertemuan saya dengan IDI, PBNI kemudian IDI Persatuan apoteker sebagainya kami mengadakan pertemuan di Sekretariat IDI Sumatera Barat. Apa yang saya saya lihat, saya temui di sana memang pertama kita kekurangan dokter pak, terutana dokter spesialis, kemudian juga belum lagi keluhan dari para dokter umum . Dokter umum kita sekarang pendapatannya di bawah guru SD Pak, dokter umum di bawah guru SD. Guru masih ada juga uang apa namanya sertifikasi , dokter umum kita sekarang itu nggak ada apaapanya semuanya mengeluh Sehingga akhirnya dokter umum juga ogahogahan kerja karena dua dia harus cari tambahan untuk hidupnya itu yang di lapangan ya. IBI juga kami PTT Pak, tapi nasib kami nggak jelas kadang-kadang diganti sebagainya. Jadi banyak juga IBI yang ngeluh sudah 2 kali kontrak akhirnya nggak dilanjutkan diganti yang baru, masyarakat sudah terbiasa dengan dia, yang baru juga yang baru tamat akhirnya juga masyarakat susah, yang Bidan kita yang sudah bekerja ini juga tidak tahu nasibnya. Itu juga yang lain-lain apoteker mereka susah juga karena obat-obat yang ada di e-catalog itu nggak cukup, yang sesuai dengan resep dokter. Akibat nggak cukup nah terjadilah persoalanpersoalan di sana, kadang-kadang masyarakat marah karena mereka harus beli karena nggak ada di e-catalog itu. Jadi cukup banyak dibawah, saya coba itu. Dan terakhir saya juga coba pertemuan dengan gubernur, seluruh kepala dinas kesehatan kabupaten kota , dinas kesehatan propinsi, seluruh direktur rumah sakit Kabupaten kota pemerintah maupun swasta masuk dengan Kepala BPJS cabang BPJS . Kita adakan pertemuan, apa yang saya dapati? Memang Pemda sekarang ini jadi serba sulit dengan adanya ketentuan BPJS ini, kalau dulunya tiap Pemda itu perhatiannya terhadap rakyatnya kesehatan ini cukup besar, ada Pemda yang seperti Bali kita lihat ya, di Sumatera Barat juga ada pemda yang membayarkan premi daripada masyarakatnya kerjasama dengan pihak asuransi seperti Askes. Jadi masyarakatnnya nggak ada masalah , nah sekarang nggak bisa lagi dengan BPJS ini harus dibubarkan karena kita ingin sekarang ini seluruhnya harus diatur dari pusat, dari BPJS di pusat. Jadi peranan dari pemerintah daerah untuk membantu rakyatnya di kesehatan nggak ada lagi termasuk juga kalau ada yang sakit , miskin harus dibantu. Kalau dulu Pemerintah Daerah masih bisa memberikan bantuan uang kepada masyarakat miskin yang harus dioperasi, sekarang nggak boleh lagi. Bantuan sosial, bantuan itu harus dianggarkan di dalam anggaran APBD kalau nggak ada masih diberi bantuan oleh pemerintah oleh Bupatinya, RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
27 Bupatinya bisa dimasukkan ke penjara. Cukup hebat sekarang undangundang kita. Saya berpengalaman karena saya 10 tahun juga jadi kepala daerah, susah. Jadi Pemda juga nggak bisa menegur petugas BPJS di daerah Pak, pak, kami jalankan perintah dari pusat Pak, kepala daerah juga bisa berbuat apa-apa sekarang. Sedangkan kita ingin semuanya dimonopoli dari pusat yang sebenarnya masyarakat kita belum siap sarana prasarana baik dokter tenaganya, baik peralatanya, baik rumah sakitnya kita sebenarnya belum siap, ini kita dipaksakan. Jadi oleh sebab itu mungkin perlu evaluasi selanjutnya. Saya melihat cukup banyak pihak-pihak asuransi di Indonesia ini yang bagus, sekarang mereka ini harus bubar ya. Jadi ada juga pihak asuransi sekarang yang masih mungut iuran dari pesertanya kemudian dia bayar BPJS 25.500, jadi dia nguruskan pasien itu ke rumah sakit sebagainya. Jadi dua kali dan ada juga perusahaan di Jakarta ini kami karena dipaksa masuk BPJS pak ya kami bayarkanlah karyawan tapi karyawan kami nggak bisa, kita serahkan ke BPJS itu berobat kami rugi, kenapa rugi? Kalau ke rumah sakit satu hari penuh dia nggak kerja pak, kadang-kadang dua hari nggak kerja sedangkan berobatnya nggak penyakitnya ringan. Jadi terpaksa kami bawa ke rumah sakit swasta, kami bayar sendiri biarlah kami anggap itu merupakan zakat saja untuk pemerintah katanya begitu yang 25.500 itu, itu juga dari rumah sakit. Jadi cukup banyak, oleh sebab itu mungkin perlu didalam kami memberikan masukan untuk Bapak DJSN ini cukup banyak yang harus dilaksanakan dan mungkin perlu juga, nggak usahlah Undang-Undang terlampau keras umpamanya , perusahaan nggak masuk BPJS nanti ijinnya dicabut sebagainya, ini negara apa ini? Mungkin lebih saya lebih suka mengatakan negara diktator ini. Tidak memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk berpartisipasi , mungkin perlu diperhatikan kecuali kalau pemerintah sudah mampu , kita belum mampu tetapi memaksa kehendak. Mungkin ini yang dapat kami berikan masukan, mudah-mudahan ada manfaat, terima kasih. Wabilahitaufikwalhidayah. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Selanjutnya Pak Djoni silakan. F-P.HANURA (CAPT. H. DJONI ROLINDRAWAN, SE, MMAR, MBA) : Terima kasih Pimpinan. Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota Komisi IX, Ketua Jajaran Dewan DSJN.
dan
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Banyak yang sudah ditanggapi oleh rekan-rekan tapi juga saya ingin tambahkan di sini memang data itu kalau saya lihat itu bisa dijadikan RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
28 oleh orang-orang yang mengambil manfaat sebagai moral hazard untuk kecurangan (fraud). Jadi di beberapa kali Reses bahkan saya juga undang, saya ajak Kepala cabang BPJS Kesehatan di pertemuan yang 150-200 orang begitu. Saya bilang siapa di sini yang sudah jadi Anggota BPJS? Dari 150-200 itu paling satu dua orang yang angkat gitu, terus siapa yang punya Jamkesda? Ya mungkin ada dua tiga orang juga seperti itu . Jadi mereka itu sebagian besar tidak merasa mempunyai program BPJS tapi mungkin saja dia terdaftar seperti itu yang termasuk apakah 86,4 juta atau yang 140 juta itu gitu. Jadi bicara misalnya mau menaikkan iuran itu saya setuju tapi dibenahi dululah seperti yang tadi juga rekan-rekan sebutkan itu, terutama datanya. Jadi datanya ini saya kira masih amburadullah, ada overlapp dan segala macam seperti itu gitu. Terus saya panggil Ketua RT di Dapil saya, saya lupa memperkenalkan, saya Djoni Rolindrawan Fraksi Hanura Dapil Bogor dan Cianjur, Dapil saya itu dekat di Bogor satu jam sampai dari Jakarta tapi seperti itu gitu. Nah bagaimana saudara-saudara kita yang jauh, saya kira saya nggak terbayangkan juga seperti itu gitu ya. Jadi terus juga mengenai data kapitasi , itu juga ada dibuat sedemikian rupa sehingga juga kembali moral hazard disitu lagi untuk kecurangan dimanfaatkan bahkan saya datangi media, Pak ini saya mau bongkar ini seperti itu saya bilang walah, ini orang di rumah sakitnya sudah empet-empetan, daftarnya juga bahkan ada yang membayar joki gitu ya supaya bisa dapat lebih awal, karena kalau tidak dia ada resiko tidak terlayani hari itu. Jadi itu yang saya bilang Bogor dan Cianjur pak yang dialami seperti itu. Nah Komisi IX ini ada 48 orang , belum ada satupun dengar hasil Reses itu menyatakan bahwa pelayanan BPJS Kesehatan itu baik padahal indeks kepuasan apa namanya ke masyarakat di sini 70% lebih begitu ya. Nah makanya saya ingin menanyakan tulus atau perangkap apa yang digunakan oleh Dewan DJSN untuk mengevaluasi, untuk mengawasi seperti itu gitu, jadi beda dengan hasil yang kami di sini gitu. Padahal kan apa namanya ya harusnya dekat-dekatlah , jangan terlalu seperti ini gitu. Terus yang kedua tadi rekan saya juga sudah ada yang menyatakan bahwa biarkanlah masyarakat memilih gitu ya, dulu Jamsostek juga kan ada pasal yang mengecualikan untuk kesehatan apabila pemberi kerja sudah mempunyai fasilitas kesehatan untuk menyelenggarakan program lebih baik itu kan di opting out kan, cuma saya lihat ini ego kelembagaan yang sangat begitu kuat gitu ya, sampaisampai RPP pun yang saya ikut juga dua, tiga, empat, lima tahun yang lalu , nggak tiga tahun yang lalu ikuti RPP nya itu di inisiasi bukan oleh pemerintah pak oleh operator gitu, saya kan teriak-teriak dari dulu mungkin bapak juga tahu gitu ya, operator Jamsostek yang sekarang BPJS yang membuat RPP yang tentukan bagaimanapun supaya enaknya di operator itu padahal itukan tugas pemerintah. Nah DJSN yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah dan beberapa pemangku kepentingan saya kira harusnya juga agak kita ini lah jangan terlalu kena anginnya seperti itu gitu dari operator seperti itu gitu. Jadi saya kira opting out ini juga sudah dilakukan dulu sebagai jurisprudensi waktu Jamsostek gitu kan ya. Nah atau juga dipentahapan mungkin ya. Jadi jangan dipaksakan RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
29 katakanlah 30 Juni harus mendaftarkan seperti itu, padahal mereka sudah lebih baik mempunyai fasilitas kesehatan, mungkin yang sekarang saya nggak tahu yang mewakili APINDO mungkin ya, nggak hadir ya yang mewakili APINDO? Mungkin si para pengusaha juga karyawankaryawannya itu merasa bukannya mendapatkan lebih baik gitu terus juga peserta Askes, orang tua saya pensiunan dulu nyaman gitu sekarang kurang nyaman gitu loh pak, terus bagaimana hasilnya itu B dikatagorikan baik gitu loh pak. Jadi ya mungkin penerima bantuan iuran yang menikmati lebih sejahtera karena mungkin dulunya tidak mendapatkan layanan sekarang mendapat layanan, mungkin itu yang hanya lebih baik seperti yang jumlahnya 86,4 itupun datanya yang masih diragukan. Jadi saya tegaskan lagi cobalah di inikan dewan untuk memikirkan jangan terlalu dipaksakan kesehatan maupun ketenagakerjaan yang akan berlaku nanti 1 Juli 2015, kalau saja kan RPP nya sekarang belum jadi. Saya tahu tarik menarik nya bagaimana sampai ke badan kebijakan fiskal pun bagaimana reaksinya seperti itu gitu karena bisa saja memberatkan fiskal walaupun tujuannya baik tapi ego kelembagaan itu sangat kuat disini dalam hal ini BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian saya kira itu yang dapat saya sampaikan opting out itu tolong diinikan Pak Ketua, Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Terima kasih. Pak Imam silakan. F-PDIP (Drs. H. IMAM SUROSO, SH,MM) : Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita. Yang saya hormati Ibu Pimpinan dan teman-teman Komisi IX. Yang saya hormati Ketua DJSN dan jajarannya. Yang pertama kali mohon dijelaskan Ketua DJSN kaitannya dengan alasan apa yang urgent menurut DJSN ,BPJS mau menaikkan baik dari kelas III , kelas II, maupun kelas I. Disini saya setuju dengan Pak Irghan tadi ya saya juga meminta diperjuangkan Kepala DJSN yang kelas III itu mayoritas orang miskin orang melarat Pak, sebenarnya dia pun keberatan bayar itu, ini malah dinaikkan ini lebih parah lagi ini. Menurut saya bisabisa membunuh pelan-pelan ini, jadi yang khusus kelas IIII saya minta nggak usah dinaikkan. Kemudian juga saya minta juga tidak usahlah pakai 500 begitu , dibulatkan saja, kalau 25.500 ya 26 atau 25 gitu ya dan seterusnya. Sepertinya itu orang kampung itu mumet pak, bulatkan saja itu RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
30 permintaan kami. Kemudian tadi DJSN mengatakan bahwa APINDO belum mau kerjasama dengan BPJS. Jadi alasannya apa pak kok APINDO belum mau kerjasama apa karena perusahaan-perusahaan itu berat ataukah tidak ada cost sharing antara perusahaan itu dengan para karyawan? Karena memang kalau muntlek di perusahan mungkin ya bisa berat. Apakah ada subsidi dari BPJS terhadap hal tersebut? Kemudian yang kedua saya juga menanyakan kepada Ketua DJSN sebenarnya Pak di RSUD itu banyak penolakan-penolakan pasien juga itu, padahal dia PBI maupun non PBI banyak sekali alasannya sudah penuh lah, harus begini begitu. Nah ini pertanyaannya hingga saat ini banyak masyarakat yang belum mengetahui hak-haknya peserta BPJS Kesehatan. Nah terkait hal tersebut maka bagaimana hasil evaluasi Ketua DJSN dan jajarannya dan sejauh mana tindaklanjut yang dilakukan oleh BPJS terhadap hal tersebut. Nah ini tolong dijelaskan. Kemudian yang ketiga BPJS Kesehatan mengklaim bahwa saat ini pihaknya telah menyelesaikan 100% pengaduan masyarakat terkait pelayanan BPJS Kesehatan. Nah terkait hal ini apakah DJSN pernah mengkonfirmasi kepada BPJS Kesehatan mengenai indikator keberhasilan penanganan pengaduan yang dilakukan BPJS. Sepertnya kalau kami Raker pak BPJS ceritanya indah-indah, bagus-bagus, clear semua, ini sudah sistem paket clear padahal di lapangan nggak jelas. Ini kan DJSN selaku eksternal pengawas ini, apa dibiarkan saja dia double begitu atau ada tindak lanjutnya? teman-teman tadi kan sudah meresah semua itu padahal di lapangan nggak jelas, banyak BPJS itu yang kerjanya dilapangan nggak jelas. Sosialisasinya itupun nggak jelas pak, contoh ini, orang masyarakat harus ada rujukan kalau mau ke rumah sakit, itu belum disosialisasi jadi masyarakat langsung ke rumah sakit, di rumah sakit ditolak kelahi itu pasien dengan rumah sakit, ditolak, karena aturan BPJS itukan bulat begitu harus ada rujukan. Yang lebih parah lagi Pak masyarakat itu datang ke rumah sakit sudah parah ya , di UGD anfal karena nggak bawa rujukan nggak tahu tengah malam pun ditolak karena aturan BPJS pada rumah sakit harus ada rujukan, tengah malam pun harus ada rujukan, inikan mau menyesatkan. Artinya pak kalau dipersulit begitu masyarakat itu roso-roso pak, malas dia datang ke rumah sakit akhirnya inilah keuntungan BPJS, nggak jelas itu. Semakin dipersulit semakin masyarakat malas ke rumah sakit semakin untung dia, apakah ini marwahnya BPJS? Saya sampaikan Pak kemarin Komisi IX sudah berjuang APBNP 3,5 triliun untuk Kemenkes termasuk untuk BPJS, itu bagaimana itu nanti dijelaskan pula. Jadi sementara dari saya seperti itu Pak, tolong sampaikan Bapak selaku pengawas penegur secara eksternal apa kerja bapak ini tolong jelaskan yang saya sampaikan tadi. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Selanjutnya Pak Robert.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
31 F-P.GERINDRA (ROBERTH ROUW) : Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati Pimpinan Komisi IX Yang saya hormati dan saya banggakan teman-teman Anggota Komisi IX. Yang saya hormati Ketua Dewan DJSN dan jajaran. Saya tidak terlalu banyak, saya cuma ingin menanyakan sesuai dengan tugas dewan jaminan sosial adalah mengadakan monitoring dan evaluasi. Yang ingin saya sampaikan di sini sesuai dengan tugas Bapak harusnya Bapak sampaikan ke kita di sini tentang hasil monitoring Bapak di tiap-tiap wilayah kami yang ada di sini. Taruhlah dari tiap-tiap pulau, seperti Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi dan Papua. Agar kami tahu bahwa bapak ini benar monitoring di daerah kami tidak? Janganjangan bapak monitoring di daerah Jakarta saja dan parameter itu yang dipakai untuk Bapak membuat satu kebijakan-kebijakan yang diberikan kepada BPJS. Kami ingin tahu juga bahwa bapak monitoring nggak di dearah kami, kalau Bapak sampaikan kami oh ya kemarin kami dapat masukan seperti itu, nah khusus seperti Papua, saya dari Papua. Mohon maaf saya Robert Rouw dari Dapil Papua Fraksi Gerindra. Jadi ini yang saya ingin sampaikan kenapa demikian? Agar jangan Bapak di sini kalau bicara duit Bapak bicara ini ada duit kurang tapi pelayanannya apa yang bapak bicara kepada kami di sini? Bahwa sudah benar nggak? Masih ada kekurangan nggak? Itu yang Bapak sampaikan dulu kepada kami, maka kami bisa lihat oh ya memang ini pantas kami bisa menyetujui memberikan karena masih kekurangan-kekurangan. Tapi menurut saya, kebetulan saya baru pulang Reses di daerah saya , saya menanyakan di beberapa rumah sakit yang saya datangi di rumah sakit-rumah sakit rujukan itu orang Papua itu tanya ini BPJS ini binatang apa bapak? Mereka bingung ini apa binatangnya katanya, kami nggak tahu, yang kami tahu di sini kami pegang ada KPS yaitu Kartu Papua Sehat, nah itu kartu saktinya orang Papua untuk kesehatan , jadi mereka nggak tahu BPJS ini binatang apa katanya. Karena itu benar-benar yang bisa menjaga dan membuat masyarakat Papua sekarang merasa bahwa dia diperhatikan oleh pemerintah daerah. Saya tidak pikirkan bagaimana kalau Kartu Papua Sehat itu dicabut dan diberikan kepada BPJS, pasti masyarakat Papua akan ribut semuanya, karena mereka saya tanya di pelayanan rumah sakit Bapak benar katanya, kami ada beberapa yang datang untuk memakai BPJS begitu kami hubungi BPJS dipersulit sekali, kami di rumah sakit, harus ini harus itu kan kasihan pasiennya ini, terpaksa kami suruh daftarkan dia pergi ngambil kartu Papua Sehat karena itu tidak ada bicara syaratnya ini syaratnya itu tidak, orang Papua ambil itu kartu pergi punya KTP pergi, langsung terlayani. Rumah sakit jadi kami susah Pak katanya. Selalu kami ajak BPJS ya dipersulit makanya lebih baik kami pakai kartu ini saja Papua Sehat.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
32 Jadi ini yang saya ingin penjelasan dari Bapak tentang hasil laporan Bapak di daerah-daerah kami khususnya di Papua, apakah betul Bapak bisa menurut saya sampai nggak itu disana? Karena hasil yang kami dapatkan dilapangan tidak ada. Orang Papua tidak merasa BPJS ini ada disana ya kan? Sedangkan dana Otsus itu kalau bisa menurut saya karena ini tanggung jawab pemerintah sebagai negara memang harus bertanggungjawab terhadap masyarakat, maka orang Papua itu adalah orang Indonesia juga Pak. Jadi harus dilayani oleh BPJS, jangan lagi dikotak-kotakkan bahwa dia karena orang Papua maka dia pakai Kartu Papua Sehat. Ya bagaimana kalau mereka keluar dari Papua rujukan, ironis kan kalau dia rujukan ke Jawa sini pakai Kartu Papua Sehat, sepantasnya dia rujukkan kesini i memakai kartu BPJS, dan itu yang terjadi selama ini di Papua selalu memakai Kartu Papua Sehat. Kendalakendalanya pak misalnya BPJS harus melalui puskesmas, di sana puskesmas itu sama kampung-kampung itu kalau mau ke puskesmas mesti naik ada yang harus naik sampan, perahu biaya ke puskesmas lebih mahal daripada biaya ke rumah sakit, karena puskesmas itu jauh-jauh, kampung itu jauh-jauh Pak bagaimana kalau dia ke puskesmas dulu baru dia ke rumah sakit? Orang Papua itu tanahnya kaya pak, orang yang miskin pak. Jadi jangan dilihat orang Papua tanahnya kaya tapi orang miskin semua. Ini kendala, makanya dipakai ya itu Kartu Papua Sehat , cuma bawa keterangan dari kepala kampungnya, pergi di rumah sakit dilayani. Coba kalau dibawa keterangan dari kepala kampungnya bawa ke BPJS nggak dilayani pak, nggak dianggap dan itu mempersulit. Jadi tolong Pak supaya dewan ini memberikan juga masukanmasukan dan ini supaya ini semua kebijakan jangan disamakan semuanya . Ada daerah-daerah yang saya kira harus diberikan pengecualian. Supaya jangan semua, kita pakai kacamata kuda ini, yang tadi disampaikan parameternya Jakarta. Di Jakarta saja masih banyak terjadi ya kan? Mempersulit teman-teman. Tadi banyak teman-teman sampaikan juga bahwa orang di rumah sakit harus ambil obatnya di apotik tidak usah jauh-jauh, saya kemarin ada di daerah Cikupa, daerah pabrik itu. Keluhan dari para karyawan pabrik mereka ke rumah sakit tapi harus ngantri di apotik kimia farma yang ada di daerah cuma satu apotiknya. Ya bagaimana ngantrinya sekian lama orang pasiennya sudah meninggal di rumah sakit janga-jangan mesti ngantri untuk ngambil obat ini di apotik itu. Inikan yang dekat didalam cuma berapa kilo dari ibukota negara ini. Ini kejadiankejadian masih ada pak. Jadi tolong bapak evaluasi dulu yang benar baru kita bicara bagaimana bisa, jangan nuntut saja ini harus naik sekian karena ada APBNP 5 triliun yang diberikan kepada BPJS makanya ini harus naiklah, ini berikan dulu pelayanan yang baik, sudah pantaskah pelayanan itu baru kita setuju. Saya kira itu teman-teman sekalian harapan saya jangan sampai nanti kita buru-buru lagi menyetujui ini, kita harus benar-benar evaluasi dulu kalau dari tempat kami dari Papua , saya tidak menyetujui untuk menaikkan ini karena BPJS belum dirasakan dan , belum hadir di Papua menurut saya. Terima kasih Ibu Pimpinan.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
33 KETUA RAPAT : Terima kasih. Masih ada tiga penanya lagi karena tadi kita sepakat sampai jam 13, saya minta persetujuan sidang untuk memperpanjang setengah jam ya? Nanti kalau umpamanya diperlukan kita tambah lagi. Terima kasih. (RAPAT : SETUJU) Selanjutnya Ibu Okky silakan F-PPP (Dra. HJ. OKKY ASOKAWATI, M.Si) : Terima kasih pimpinan. Pimpinan dan Anggota Komisi IX yang saya hormati. Bapak Ketua DJSN beserta jajarannya. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ada beberapa hal yang hendak saya soroti pertama terkait dengan fungsi DJSN itu sendiri sebagai pengawas eksternal dari BPJS Kesehatan. Yang ingin saya tanyakan ketika Bapak mengawal kinerja BPJS Kesehatan ini kan ketika tagihan masuk harusnya menurut saya sebelum tagihan itu sampai 100% masuk sementara sudah nampaknya akan kelebihan tagihan itu sehingga menjadi defisit kenapa bapak diam saja begitu, ya tidak ada early warning begitu, setelah defisit baru kalau bahasa Jawa gebes-gebes begitu ke sini. Itu yang pertama. Lalu bagaimana fungsinya bapak saat itu fungsi DJSN ini, itu yang pertama. Kemudian yang kedua BPJS Kesehatan ini menganut menganut sifatnya salah satunya adalah gotong Royong dimana yang mampu memberikan bantuan kepada yang tidak mampu. Sementara kuota bagi yang tidak mampu yang mendapatkan PBI itu 86,4 juta sehingga mereka yang tidak mampu tapi ingin mendapat pelayanan gratis tanda kutip dari BPJS Kesehatan mereka ikut BPJS mandiri yang kelas III. Lalu kemudian seolah-olah timbul moral hazard dimana bayar iuran ketika sakit ketika sehat nggak ngiur, padahal memang mereka sebetulnya seharusnya masuk yang PBI, tapi karena nggak dapat kuota jadi ketika sakit mereka baru bayar 25.500 itu. Sehingga menurut saya yang ada ini malah bukannya yang mampu menolong yang miskin yang ada malah yang miskin nolong yang mampu. Itu yang kedua yang hendak saya soroti. Yang ketiga mengenai rencana DJSN hendak menaikkan iuran yang kurang lebih Rp. 10.000 atau Rp. 9.000 sekian dari 19.225 katakanlah kalau kita berbicara mengenai PBI tambah 9.000 sekian itu kan artinya kurang lebih ya 28.000 atau 27.000 yang mana angka itu seingat saya Bapak pernah dulu mengajukan ketika hendak kita membahas Rancangan Undang-Undang BPJS Kesehatan saat itu. Artinya inikan sama jumlahnya kurang lebih antara yang Bapak dulu tawarkan dengan yang sekarang bapak hendak RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
34 naikkan atau programkan. Apakah itu bisa sama begitu perhitungan bapak 2014 dengan tawaran Bapak yang hendak dinaikkan yang angkanya kurang lebih sama di 2015 ini? Mengingat segala sesuatu mengenai harga pun juga berubah. Dan yang juga saya ingin tahu angka 9.000 sekian ini itu darimana Bapak dapatkan begitu apakah sudah dilakukan mengenai clinical pathway nya, apakah sudah sudah dilakukan mengenai standar operasional pelayanan dari setiap Yankes? Dan kalau di BPJS Kesehatan itu seingat saya di Undang-Undangnya dikatakan bahwa pelayanan kesehatan itu pembayarannya adalah berdasarkan manage care, sementara sekarang adanya sistem paket sehingga ketika saya Reses banyak ditemui mungkin juga teman-teman yang menemui belum sembuh benar sudah suruh pulang. Nah jadi saya ingin tahu penambahan iuran tersebut analisa yang Bapak lakukan itu yang seperti apa begitu? Karena selama dia masih sistemnya Ina cbgs paket sementara yang alamiah terjadi itu mereka sakit agak sulit kalau dibuat paket itu pasti akan mengalami defisit terus bisa-bisa menurut saya. Apalagi katakanlah kalau kepada masyarakat sendiri belum diberikan kesadaran untuk perilaku hidup sehat terkait dengan preventif dari pada sekedar kuratif. Kemudian saya hendak menyoroti juga mengenai inhealth yang dimiliki oleh Askes. Inhealth ini sudah diambi lalih oleh mandiri sebanyak 60% kemudian oleh Jasindo 10%m, oleh kimia farma 10%, oleh BPJS 20% itu harusnya sampai Desember 2014, nah Bapak sebagai badan yang melakukan pengawasan eksternal saya ingin tahu bagaimana dengan 20% saham BPJS inhealth yang harusnya sampai Desember 2014, karena seperti kita ketahui bersama harusnya kan BPJS tidak profit oriented lagi begitu. Saya ingin penjelasan mengenai hal itu. Apalagi di inhealth disini saya dapat informasi datanya ada dana 1,7 triliun dan kalau tadi ada rekan dari ya Komisi IX yang juga menyentuh mengenai asuransi swasta di perusahaan-perusahaan. Saya juga ingin tahu Pak bagaimana atau sampai dimana koordinasi yang sudah dilakukan antara pihak BPJS Kesehatan dengan perusahaan-perusahaan itu . Karena saya temui ketika saya Reses si A sudah dapat PBI tapi dia kerja suruh bayar asuransi, suruh ikut BPJS Kesehatan. Nah itu bagaimana? Sampai sejauh ini bagaimana sebetulnya Mou atau mungkin belum sampai Mou tapi tahapan-tahapan progressnya sejauh dengan kerja sama antar BPJS dengan perusahaan-perusahaan karena ketika kami turun banyak pertanyaan seperti itu yang terus terang saya belum bisa menjawabnya karena memang belum mendapatkan informasi. Dan yang terakhir kalau saya melihatnya terkait dengan rencana kenaikan ini yang memang hendak bagi PBI dibayarkan oleh APBN nantinya Insya Allah, kalau buat mandiri tentu dari kantongnya mereka masing-masing, Saya menyetujui atau perlu pertimbangan lebih jauh tapi secara kasarnya begitu kalau untuk PBI dinaikkan saya setuju tapi kalau untuk mandiri saya tidak setuju, karena memang ya perlu dilakukan segala sesuatunya lebih baik lagi karena ketika saya Reses kemarin mereka juga sudah berteriak begitu dolarnya nggak seimbang naik terus, harga beras yang mahal dan lain sebagainya, politik yang gaduh, kok mau naik lagi Ibu Okky begitu. Tapi kalau PBI menurut hemat saya memang harus naik karena dengan 19.225 itu banyak hal-hal yang tidak mungkin tercover dengan baik dan ketika pihak DJSN memberikan RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
35 masukan kepada Kemenkeu saat itu Pak Khatib Basri sebagai Menteri Keuangan saat itu dengan 27.000an akhirnya diputuskan 19.225 itupun sebetulnya sudah jauh api dari panggang. Jadi kalau PBI mau dinaikkan menurut hemat saya bisalah, tapi kalau mandiri mungkin itu perlu kajian yang lebih jauh lagi karena rakyat yang akan mengeluarkan itu dari kantong mereka sendiri. Itu saja Pimpinan, terima kasih, lebih kurangnya saya mohon maaf lahir batin. Wabillahittaufiq walhidayah. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. F-PPP (MUHAMMAD IQBAL, SE, M.Com) : Terima kasih Pimpinan. Yang saya hormati Pimpinan dan rekan-rekan Komisi IX. Yang saya hormati Bapak Ketua DJSN Bapak Ghazali Harahap beserta seluruh jajarannya. Saya ingin memberikan pandangan mengenai program JKN ini Pak Ghazali bahwasanya kalau kita merujuk kepada program JKN ini tentu ini atas dasar rujukan Undang-Undang Nomor 40 DJSN Tahun 2004, kemudian perkuat lagi oleh Undang-Undang BPJS Nomor 2004 Tahun 2011 dan ini murni dilaksanakan tahun lalu sekitar 1 Januari 2014. Artinya kalau kita lihat perjalanan sampai saat ini sudah setahun lebih , tapi seperti yang dikatakan rekan-rekan saya tadi terdahulu ternyata di lapangan itu banyak terjadi kendala-kendala baik itu masalah pendataan. Kemudian mengenai masalah masih penuhnya ruangan kelas III untuk pengobatan kemudian juga ditambah lagi mengenai penolakan penolakan dari rumah sakit. Tentu ini membuat kita sedih mengapa program DJSN ini atau program JKN ini yang mana dulu kita kita sahkan Undang-Undangnya baik itu Undang-Undang JKN, DJSN maupun BPJS itu sebenarnya ingin memperbaiki program dari Jamkesmas tetapi kenyataan di lapangan masih banyak terjadi halangan-halangannya Kemudian kaitannya dengan tugas DJSN tadi salah satunya adalah mengenai usulan kenaikan iuran JKN. Memang kalau dari paparan yang saya terima ini memang kalau kita melihat dasar pemikirannya tentu adalah kondisi keuangan BPJS yang saat ini mengalami defisit , tentu ini merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan karena sejak program BPJS ini diluncurkan ternyata pasien yang berobat ke rumah sakit itu membludak sekali, itu memang fakta yang ada dilapangan tetapi seiring dengan membludaknya pasien ternyata pelayanan itu tidak diberikan secara maksimal. Pada awal diluncurkannya program JKN ini tadi seperti rekan saya katakan memang usulannya adalah 27.000 untuk peserta PBI tetapi karena waktu itu kondisi keuangan negara kita yang tidak mampu maka diusulkan 19.200. Memang seperti yang dikatakan rekan saya terdahulu dari 19.200 itu sebenarnya apa yang bisa didapatkan dari pasien tadi yang peserta PBI. Kita bayangkan saja ada ketimpangan dari peserta RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
36 PBI yang 19.200 kemudian yang peserta mandiri 25.500 tentu ini adanya pembedaan-pembedaan. Dan dampaknya seperti yang kita lihat sekarang ini setelah setahun berjalan ternyata pelayanan yang diberikan untuk peserta PBI itu ternyata masih belum seperti yang kita harapkan. Nah oleh karena itu mengenai usulan kenaikan saya secara pribadi setuju sekali jika adanya kenaikan, tetapi seperti rekan-rekan saya terdahulu Pak Ghazali saya setuju jika kenaikan itu khusus bagi peserta PBI. Alasannya pertama ini membuktikan bahwasanya posisi keuangan negara kita itu sudah baik, yang kedua alasannya saya ingin adanya perbaikan pelayanan dengan dinaikkannya jumlah iuran dari 19.000 menjadi 27.000 sehingga yang seperti kita dapatkan sekarang penolakan kemudian dokternya tidak ada lalu kemudian dengan alasan rumah sakit penuh itu semoha tidak terjadi lagi. Tetapi untuk untuk kenaikan yang non PBI atau disebut juga peserta mandiri dari 25.500 menjadi 35.500 sebenarnya usulan ini sebenarnya sangat bagus sekali, ini untuk menutupi program yang sifatnya gotong royong saling menutupi tetapi melihat kondisi sistem JKN yang saat ini masih semrawut artinya masih banyak juga para masyarakat yang seharusnya dia masuk kedalam kategori PBI yang masyarakat miskin tetapi tidak didaftarkan karena memang pendaftarannya dilakukan oleh data statistik ternyata mereka tidak masuk saya berpikir kita harus mengkaji ulang untuk kenaikan peserta non PBI tadi atau peserta mandiri, karena ternyata dilapangan masih banyak juga masyarakat kita yang tidak mampu tetapi mereka tidak terdaftar masuk dalam kategori PBI tadi. Mungkin saja mungkin tahun depan ini kita kaji ulang lagi dan memang seharusnya ada kenaikan ini karena ini sesuai dengan Perpres tadi. Tapi sekali lagi Pak Ghazali kita harus melihat kondisi keadaan di lapangan kalau seandainya program JKN ini bisa lebih baik kemudian pendataannya lebih baik pelayanannya juga lebih baik yang diterima oleh masyarakat saya kira tidak ada alasan bagi kita untuk menolak kenaikan tadi tetapi kalau saat ini saya kira itu belum tepat. Saya kira hanya itu saja Pimpinan, terima kasih. KETUA RAPAT : Baik, jadi dari catatan penanya seluruhnya itu ada 13 penanya ini rekor juga karena yang hadir sedikit karena ada tugas-tugas yang lain. Kita persilakan kepada ketua DJSN untuk memberikan jawaban atas tanggapan yang diberikan oleh teman-teman dari Komisi IX. Disesuaikan saja waktu yang tersedia karena kita masih ada satu lagi yang akan kita lakukan yaitu membuat simpulkan silakan. KETUA DJSN : Terima kasih Pimpinan. Kami pertama-tama mengapresiasi berbagai pertanyaan tadi ya cukup banyak dan variatif dan ini tentu bisa menjadi masukan bagi kami untuk melakukan pentahapan-pentahapan berkaitan dengan monitoring tadi.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
37 Pertama Ibu Amelia berkaitan dengan PBI mungkin yang Ibu tanyakan mungkin ada nanti anggota DPR yang lain juga pertanyaannya sama mungkin bisa sekalian menjadi bagian yang akan kami jelaskan. Jadi pertama adalah berkaitan dengan Kartu PBI. Sampai hari ini kita nggak punya kartu PBI, yang namanya kartu PBI dilapangan itu tidak ada, yang ada itu adalah mereka-mereka yang masuk kategori miskin tidak mampu yang dibayar oleh pemerintah yang 86,4 itu sama dengan yang memegang kartu Jamkesmas. Jadi siapa pemegang Kartu Jamkesmas itulah dia yang otomatis menjadi peserta PBI. Tetapi persoalannya di lapangan banyak juga yang sudah tidak lagi pegang kartu Jamkesmas sehingga dia ragu apakah dia masuk PBI atau tidak. Ini juga persoalan. Sehingga kemudian ini langkah yang ditempuh yang kami pantau di lapangan bahwasanya by name by address itu data softcopynya itu ada di kantor BPJS cabang maupun di setiap Puskesmas. Jadi di tiap puskesmas ada soft copy by name by address siapa yang mendapat PBI. Persoalannya tadi juga saya sudah katakan kita lemah di sosialisasi, sampai hari ini gerakan-gerakan untuk menyampaikan informasi orang miskin itu apakah dia masuk dalam daftar itu juga persoalan yang memang menjadi kendala yang kami lihat di lapangan. Jadi banyak juga peserta PBI itu dia tidak tahu bahwasanya dia peserta PBI apalagi daerah-daerah di pelosok. Bahkan kami menemukan juga kasus pada saat dia mendaftar dia pikir nggak masuk PBI dia mendaftar mau bayar dilihat di puskesmas ada nama dia baru tahu disitu dia peserta PBI sehingga dia dinyatakan peserta PBI. Verifikasi PBI ini kami sampaikan menurut PP 101 Tahun 2012 tentang pemberian PBI bagi kesehatan itu memang tanggung jawab Kementerian sosial. Jadi Kementerian Sosial diberi wewenang untuk menerbitkan surat Keputusan Menteri Sosial , jadi tadi kami mendukung sekali Kementerian Sosial juga bagian yang harus diikutkan dalam proses ini. Dia punya tanggung jawab untuk menerbitkan Peraturan Menteri tentang siapa orang miskin yang tidak mampu yang berhak mendapat PBI, mekanismenya bagaimana di PP tersebut sudah diatur. Memang harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dengan Kemenkes dan juga dengan DJSN. Vocal point untuk yang berkaitan dengan data PBI itu berada di kementerian Sosial. Tetapi Kementerian Sosial di salah satu Pasal didalam PP 101 ada masa transisi untuk tahap awal menggunakan data PPLS 2011 yang berasal dari TNP2K. Jadi Kementerian Sosial tidak melakukan pendataan sendiri tetapi dia merujuk atau mengambil data yang disiapkan oleh TNP2K. Kemudian berikutnya mengenai penggunaan kapitasi di PKM itu memang bagian dari sistem yang diatur oleh Permenkes maupun juga P erpres yang berkaitan dengan kapitasi tersebut itu bagian dari manage care sebetulnya. Jadi manage care ini dibagi 2 dengan pola kapitasi dan pola Ina cbgs . Kemudian yang berkaitan dengan data mutakhir tadi tentang kajian, jadi begini memang sebetulnya kami ini secara simultan sedang melakukan kajian tentang tarif dan besarnya iuran. Jadi besaran iuran dengan situasi ini kita bekerja sama dengan ...FKM UI melakukan sekarang ini penelitian di 26 rumah sakit dengan 2.600 responden untuk melihat secara komprehensif bagaimana sebetulnya tarif yang pas dengan RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
38 pelayanan yang ada dan kemudian dengan besarnya iuran yang pas. Angka yang 27.000 bagaimana? Persoalannya nanti di dilapangan dan angka-angka yang lebih konkrit nanti dengan berbagai implikasi dan hasil analisis baru bulan depan itu dan kita dapatkan. Jadi kami juga nanti sesudah rapat ini apa hasil-hasil kajian itu kami akan berikan juga ke Komisi IX sebagai input dari pertemuan kita hari ini sehingga menyempurnakan dari apa yang kita diskusikan pada siang hari ini. Kemudian yang kedua mengenai yang berkaitan dengan Jamkesda, memang didalam road map kita Jamkesda itu diberi kesempatan sampai akhir 2016. Jadi sampai 2016 sebetulnya pemerintah daerah boleh menyelenggarakan Jamkesda, tetapi di tahun 2017 kita harapkan sudah terintegrasi antara Jamkesda untuk masuk ke dalam sistem BPJS Kesehatan, jadi ada masa transisi 2 tahun. Akuntabilitas, fraud dan moral hazard sebetulnya memang begini tadi ada pertanyaan juga berkaitan evaluasi yang kami buat ini memang tidak bersifat mikro. Evaluasi mikro kita yang tentang laporan dari kami turun daerah itu itu banyak, tapi itu kami lakukan untuk mengadakan cross check dan rapat setiap tiga bulan dengan BPJS. Jadi temuan-temuan bapak-bapak tadi yang juga kami dengar ini itu juga sama juga, kami juga di lapangan menemukan hal yang sama. Jadi kami melakukan rapat per 3 bulan dengan semua jajaran direksi, dewan pengawas ini loh temuan bagaimana follow up? Nah itu kita checklist itu juga kita lakukan. Jadi tetapi itu tidak kami angkat yang berkaitan dengan yang sifatnya mikro itu karena itu sifatnya nanti ada yang sudah bisa selesai, ada yang perlu tindak lanjut, ini yang kita monitor terus. Tetapi kalau hal seperti itu memang bagian dari yang diperlukan, dokumen-dokumen itu nanti bisa kami siapkan dan kami kasihkan kepada Komisi IX untuk juga menambah masukan terhadap persoalan-persoalan yang bapak ibu tadi sudah sudah sampaikan. Sebetulnya sudah sama yang dilaporkan tadi termasuk Irian Barat, Papua kami juga sudah ke Sorong , kami juga sudah berapa pulau melihatnya memang betul persoalan di Sorong itu banyak yang nggak tahu mereka itu peserta BPJS. Ya jadi itu juga yang kita sampaikan kepada BPJS, tetapi memang tidak kami masukkan disini karena kami dalam posisi melihat secara makro maka yang kami sampakan ini adalah sifatnya makro. Tapi kalau ini diperlukan yang detail apa yang kami lakukan hasil monitoring kami di lapangan nanti ini bisa kami kirimkan ke Komisi IX. Kemudian tadi berkaitan dengan sanksi bagi rumah sakit memang BPJS ini dilematis juga, mungkin kalau sudah empat rumah sakit diputuskan karena memang sudah sangat berat situasinya, kalau tanggung-tanggung biasanya BPJS yang takut memutus hubungan kerjasama karena kalau rumah sakit ini berkurang dia juga mengalami masalah. Jadi memang BPJS ini saya lihat juga dia agak gamang juga menghadapi kerjasama ini walaupun dalam Undang-Undang dikatakan pemutusan itu bisa dilakukan sepihak, jika BPJS merasa ada hal-hal yang dilanggar dalam PKS perjanjian kerjasama dia dapat melakukan pemutusan, itu juga diatur dalam Undang-Undang. Sehingga dengan demikian transparansi dana BPJS kami setuju, kami mendukung sekali transparansi ini dan kalau memungkinkan kita juga menawarkan dengan Komisi IX , tadi sudah ada keinginan untuk melakukan Panja (Panitia Kerja) untuk melihat lebih dalam lagi tentang bagaimana sebetulnya RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
39 provider itu melakukan pelayanan bahkan kami juga menawarkan diri untuk kita bersama-sama. Ya kalau nanti dari DPR ingin turun apa segala macam kita bisa joint bersama-sama untuk melihat lebih dalam terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi di di lapangan. Kemudian Pak Hamid yang berkaitan dengan lonjakan peserta yang luar biasa ini memang kondisi inilah yang menyebabkan kenapa BPJS itu dia terjebak yang sifatnya responsif, dia tak punya tenaga lagi, tidak punya waktu untuk melakukan sosialisasi, waktu dia habis hanya untuk melayani peserta yang terus menerus datang ke tempat-tempat pelayanan. Padahal kami sudah menyampaikan dalam berbagai kesempatan kami sudah menyurati, sudah menginformasikan soal seharusnya BPJS itu modelnya jemput bola , mendatangi RT RW, ke desa-desa memberikan penjelasan kemudian juga membuka pendaftaran di sana dipermudah , tidak perlu ada sistem bank segala macam ya itu harus dilakukan. Tetapi memang kenyataan di lapangan mereka tidak sampai ke sana karena keterbatasan tenaga. Sehingga waktu tahun 2015 ini mereka mengajukan tambahan 1.500 tenaga untuk menambah verifikator dan juga melakukan upayaupaya sosialisasi kita juga melihat itu satu yang perlu didorong dan diyakinkan di Kementerian Keuangan untuk menambah tenaga BPJS Kesehatan. Karena sampai sekarang ini belum semua kabupaten ada BPJS Kesehatan, baru sekitar 120 atau 130 cabang yang ada di seluruh Indonesia. Kemudian yang berkaitan dengan pertanyaan Pak Hamid juga perlu penjaminan lebih lengkap tentang audit. Ya ini kami setuju harus dilakukan audit lebih mendalam lagi sebelum iuran. Sebetulnya angka 27.500 tadi ini juga menjawab pertanyaan Bapak Ibu yang berikutnya, bukan tambahan, itu kami mengingatkan kembali kepada usulan dulu. Dulu waktu angka 27.000 muncul kami sudah road show ke semua rumah sakit- rumah sakit swasta , kami mendapat dukungan yang luar biasa sebetulnya dari rumah sakit swasta dari semua rumah sakit . Kalau 27.000 kita akan ikut itu kita mendapat dukungan banyak pihak , maka saya berbunga-bunga hati saya waktu itu dengan angka 27.000. Tetapi yang muncul pada awalnya itu angka 10.000 pak bukan 19.000 Menteri Keuangan mengatakan karena fiskal 10.000, baru naik 15.000 karena naik BBM, kemudian menjadi 19.000. 19.000 itu pun digelontorkan karena ada dialokasikan 2 triliun dana bantalan , jadi bukan tambahan, sudah dicadangkan 2 triliun, sudah ini dilepaskan. Keluar angka 19.000. Jadi dari awal sebetulnya kita sudah melihat , sudah mengkhawatirkan ini . Hitungan sederhana yang dikatakan Ibu Okky tadi kami diawal sudah sampaikan juga bu, sederhananya begini dengan 19.225 premi yang terkumpul itu hampir 20 triliun, kalau kita lihat total anggaran didapat itu sekitar 40 triliun semuanya, separuh itu dari PBI. Ternyata bleeding yang terjadi itu sekitar 2 sampai 3 triliun, kalau kemarin angka 27.000 dipenuhi kita akan ada uang PBI 28 triliun. Nah kita sudah menghitung secara hitungan sederhana saja, nggak perlu rumit-rumit matematiknya dengan situasi yang kita lihat dia retroperspektif ke belakang , kita urut lagi ke depan sebetulnya dengan claim ratio 100% masih ada saving. Artinya masih bisa diturunkan claim ratio itu menjadi 90 sampai 95%, artinya amanat Undang-Undang yang mengatakan memerintahkan harus ada dana kontingensi, Undang-Undang juga mengatakan harus ada cadangan teknis , di BPJS Kesehatan ini harus RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
40 ada dana cadangan teknis. Ini boro-boro dana cadangan teknis, malahan claim rationya sudah 104%, jadi sebetulnya yang ideal itu 90%, 90% itu sudah lampu merah sebetulnya, early warning-nya itu sudah lampu merah. Pertanyaan Ibu Okky betul sekali kenapa buru sekarang teriakteriak DJSN? Kami juga baru tahu sebab kita untuk dapatkan akses informasi tentang uang ini juga nggak gampang maka kita ubah strategi karena BPJS ini lebih takut dengan OJK maka kami karena UndangUndang itu mengatakan DJSN itu dia juga dibantu OJK, kita buat Mou dengan OJK, sehingga kita bagi tugas urusan keuangan , yang memperdalam OJK, akhirnya OJK yang masuk dapat data, data OJK itu kita duduk bersama kita analisis. Kita sendiri nggak bisa masuk, itu memang persoalan kami yang secara internallah, ini nggak usah sekarang, ini hanya sekedar karena banyak pertanyaan kenapa baru sekarang karena kita juga mengalami kesulitan untuk akses data keuangan yang bisa kita dapat, nah kalau OJK rupanya mereka takut dengan OJK, karena OJK ada wewenang yang sifatnya eksekusi. Kita nggak punya wewenang eksekusi, DJSN nggak ada wewenang eksekusi pak, nggak ada punishment, kita sifatnya hanya rekomendasi , melaporkan, tidak ada melakukan eksekusi. Jadi kami dapat data yang konkrit itu sebetulnya dari OJK, bukan langsung dari BPJS termasuk analisis-analisis yang akan datang, kita duduk bersama OJK maka keluarlah hasil analisis kami tentang angkaangka ini. Kemudian Ibu Siti Masrifah BPK ini memang nanti kami juga sedang menyurati BPK untuk bertemu , tentu juga kami ingin mendapatkan data laporan hasil temuan BPK. Kami sudah membuat jadwal untuk dengan BPK mengadakan pertemuan. Kemudian usulan kenaikan PBI , jadi begini soal PBI ini sebetulnya istilahnya bukan naik , saya hanya mengingatkan usulan yang dulu yang PBI. Yang non PBI ini hanya meng-adjust saja karena PBI 27.000 tidak mungkin non PBI juga 25.000 . Dulu kenapa 19.000 PBI, non PBI 25.000, selisih ini tadi pertanyaan Ibu Siti juga kenapa ada selisih? selisih ini begini karena sebetulnya harapan kita BPJS itu karena dia punya kewajiban melakukan colecting terhadap premi salah satu bentuk operasional colecting premi dari dana itu, itu maka dihitunglah cost itu ada selisih. Tetapi dengan saran Bapak Ibu sekalian saya tadi juga tidak persoalan kalau memang yang non PBI status quo kita juga tidak mempersoalkan itu, silakan saja karena situasi ini. Kami menulis surat ini ke Presiden itu bulan Nopember , sebulan setelah Pak Jokowi jadi presiden di mana kami melihat situasi ekonomi tidak seperti sekarang , ya waktu itukan masih adem itu. Nah sekarang dengan kondisi seperti ini ya tentu persoalan menjadi lain ya kami mengikuti saja. Sehingga kalau memang PBI yang kita dorong kami one hundred percent tentu mendukung, yang non PBI kalau kita evaluasi perlu dipending dipending, tetapi kami juga menawarkan supaya tidak ada diskriminatif juga yang PBI 27 masa yang non PBI tetap 25? Kalau bisa disamakan, yang kelas III itu disamakan 27, mungkin yang kelas II dan I status quo sehingga yang untuk untuk kelas III itu PBI dan non PBI tidak ada perbedaan. Ini mungkin salah satu tawaran saya, solusi untuk berkaitan dengan PBI ini. Kemudian Bapak Ibu Siti Masrifah dan tadi apa namanya yang sistem paket. Jadi gini bu, kami tidak dalam kapasitas kenapa paket? RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
41 kenapa tidak paket? karena itu sudah diatur regulasinya oleh Permenkes , muncullah Ina cbgs dengan Permenkes. Bahkan memang di dalam Ina cbgs itu ada kelompok kecil lagi yang lebih berkuasa untuk menghitung Ina cbsg yang namanya NCC. Kelompok NCC ini adalah para kelompok ahli tertentu yang dengan kepakarannya ini merujuk dari Malaysia menghitung tapi dasar hitungan dia kan tentu dasar hitungan rumah sakit pemerintah, belum melihat secara maksimal variabel rumah sakit swasta. Kenapa? Ternyata setelah kami kaji, kami dalami rumah sakit swasta itu tidak mudah mendapatkan data data pelayanan dia, jadi nggak bisa dia analisis hitungan Ina cbgs nya. Nah ini persoalannya, sehingga paket Ina cbgs ini memang lebih banyak di rumah sakit pemerintah. Kami sudah menyarankan dalam forum resmi dengan BPJS begini saja deh , karena yang membayar ini BPJS, BPJS yang membayar tetapi yang menghitung tarif adalah Kementeria Kesehatan ini kan tidak fair. Kami minta , tolong BPJS dengan pengalaman setahun ini buat konsep Ina cbgs versi BPJS, mari kita sandingkan, sehingga kita lihat dimana bolongnya, dimana perbedaan dimana? Karena BPJS sudah punya data setahun pelayananpelayanan yang 1.600 rumah sakit ini sudah punya data . Saya sudah minta, secara resmi kami minta tolong dibuat model skenario paket Ina cbgs versi BPJS, berikan kepada kami dan kami akan bicara dengan Kemenkes untuk duduk bersama. Ini loh persoalannya, dimana lubang-lubang yang bisa kita tutupi atau persoalan-persoalan, kelemahan-kelemahan yang bisa kita perbaiki. Jadi langkah itu sebetulnya sudah ada walaupun mohon maaf tidak kami kami sampaikan di forum ini. F-PPP (Dra. HJ. OKKY ASOKAWATI, M.Si) : Pimpinan, bisa sebentar? Baik, terima kasih pak penjelasannya. Yang saya ingin tahu ide atau pemikiran bapak meminta kepada BPJS Kesehatan untuk membuat simulasi itu bagus sekali menurut saya sehingga betul-betul dilapangan seperti apa. Kapankah bapak meminta kepada BPJS Kesehatan agar simulasi itu bisa bapak terima begitu. Terima kasih Pimpinan, saya ingin tahu kapan mereka akan memberikan kepada bapak. KETUA DJSN : Sekarang sedang berproses bu, sedang berproses mengerjakan hitungan jadi paling lambat bulan depan angka itu sudah ada. Karena memang BPJS ini terus terang secara psikologis karena perintah memang paket Ina cbgs ini adalah Permenkesnya menjadi wewenang Kementerian Kesehatan mereka secara psikologis apa gitu, tidak berani tetapi dengan kita sebagai pengawas mendorong mereka untuk itu ini bisa menjadi input kita untuk kita bicarakan dengan Kementerian Kesehatan sehingga kita akan melihat di mana titik kelemahan yang bisa kita diskusikan untuk diperbaiki. Jadi kemudian Pak Irghan ada 2 opsi yang mungkin bisa kita ambil, sekarang ini persoalannya dengan 86,4 juta ini sudah semua orang mikir masuk nggak? Karena sebetulnya pemerintah mengatakan ada 3 kategori RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
42 kemiskinan, sangat miskin, miskin , yang mendekati miskin, yang miskin inilah yang 28 juta tadi atau 11%, dengan yang mendekati miskin kalau PPLS 2011 40% dari penduduk yang paling miskin itu 96,7 juta. Jadi ada 2 kemungkinan kalau memang Bapak Ibu sekalian berkenan dan ini sudah diproyeksi juga di Bappenas bukan hanya soal premi yang 27.000 saja yang kita hitung tapi jumlah orang miskinnya juga apakah stagnan di 86,4 atau ada keinginan kita mengcover yang 86,7 atau lebih 120 juta yang dikatakan Pak Irghan tadi. Kalau itu bisa kita lakukan maka kita bisa melakukan suatu pemantauan yang ketat bahwasanya nggak ada lagi alasan orang miskin itu akan membayar, karena sudah tercover sehingga yang membayar itu betul-betul bukan miskin. Dan yang bukan miskin jangan ambil kelas III , ambil kelas II dan kelas I. Kelas III ini masuk kepada mereka yang miskin yang 100 juta tadi supaya jumlah tempat tidurnya jangan terganggu berebutan lagi dengan yang mandiri, kalau berebutan dengan yang mandiri kalah ini, yang PBI, yang mandiri ini yang mungkin akan lebih ini. Jadi kita bisa diskusikan, untuk ini kami sepakat untuk kami diskusikan lebih lanjut di DJSN berkaitan dengan penetapan kelas ini. Karena apa? Secara jujur saya katakan di dalam Undang-Undang tidak ada istilah kelas , Undang-Undang itu mengatakan kelas standar tapi kita cari di lapangan yang mana kelas standar itu nggak ada, yang ada kelas I, kelas II, kelas III , VIP. Nah ini yang mungkin kami sedang menyusun norma standar, kelas standar itu apa yang perlu kriterianya? Kriterianya yang harus kita bangun apakah harus nol nosokomialnya, harus ruangannya itu minimal kipas angin atau AC segala macam itu harus kita atur ya secara standar . Tapi kenyataannya adalah yang ada itu memang kelas nah ini nanti yang harus kita sesuaikan. Kami sepakat akan kami diskusikan di forum kami di kelompok kami di DJSN untuk mengkaji usulan Pak Irghan tadi berkaitan dengan kelas III yang kita putuskan untuk mereka penerima PBI. Taspen Asabri, jadi begini bapak dan ibu sekalian. Di dalam Undang-undang DJSN memang ada perintah didalam salah satu pasal Taspen dan Asabri harus menyerahkan program THT dan pensiunnya tahun 2009 kepada BPJS Ketenagakerjaan . Untuk itu diperintahkan membuat road map saya katakan ini road map yang dibuat Taspen dan Asabri ini adalah road map yang sebetulnya menggali kuburannya sendiri, maka itu kenapa Taspen dan Asabri sampai sekarang sulit membuat road map itu karena harus menyerahkan program . Tapi alhamdulillah sebulan, dua bulan yang lalu road map itu sudah siap, sudah kita terima dan kami akan mencari waktu untuk mendiskusikan road map itu. Dan wacana tentang mereka ingin menjadi BPJS khusus untuk PNS itu juga sudah kami dengar, dan tentu ini suatu yang kami rasa perlu kita respon dengan baik untuk ini menjadi bahan diskusi kita ke depan. Kemudian tadi peserta PBI apakah maksimum 5 orang? PBI itu nggak ada dibatasi jumlah jiwa, karena PBI itu pendekatannya per orang bukan per keluarga. Jadi kalaupun dia orang miskin itu keluarganya anaknya dua belas , dua belas itu ditanggung, dihitung asal sepanjang dia masuk dalam daftar PBI di dalam data yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah maksimum 5 ini adalah yang mereka yang bekerja dengan hubungan kerja yang dibayar oleh pemberi kerja, itu memang batas maksimum 5 jiwa 3 anak dengan 2 orang tua, lebih dari itu baru ada RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
43 pembayaran presentasi sesuai dengan aturan yang ada dalam BPJS. Ibu Irma Suryani ini juga dari Nasdem kami terima kasih sudah diberikan masukan yang banyak kepada kami terutama berita bahwasanya tarif non PBI dua bulan depan sudah akan dilaksanakan, kami juga baru dengar karena draft ini juga kan masih pembahasan di Kemenkes sebagai prakarsa, sekarang ini sedang dibongkar betul ini Perpres 111 termasuk besarnya tarif iuran. Saya rasa sebulan dua bulan ini belum tentu selesai hitung-hitungan tarif ini karena kita harus melihat implikasi Faskes yang tersedia dan faktor-faktor lain yang tadi sudah sampaikan oleh Bapak Ibu berkaitan dengan tarif ini. Untuk PBI disetujui naik tarif , ini memang tentu sesuai keputusan kita. Standar medik pelayanan nasional , mohon maaf ibu ini memang ini tidak tugas kami, standar medik nasional ini tugas Kementerian Kesehatan. Jadi kami nggak bisa terlalu jauh tetapi tidak mengingatkan bisa , kita akan mengingatkan Kementerian Kesehatan untuk standar medik. Setiap rumah sakit sebetulnya standar mediknya sudah ada, clinical pathway nya itu sudah ada tetapi yang berskala nasional kami sering berdiskusi dengan Dokter ....sebagai Ketua PBI IDI memang ini yang harus segera dirumuskan oleh Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan organisasi profesi kesehatan. Update data menjadi penting, memang benar tapi ini juga menjadi tugas dari Kementerian Sosial. Kemudian juga promosi kesehatan memang , kita sepakat ini harus dikedepankan sehingga puskesmas itu sebetulnya dia melakukan dua peran ganda , pertama sebagai UKM dan UKP, dia juga harus melakukan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Yang terjadi sekarang yang dikatakan Pak Doktor tadi puskesmas itu asyiknya sekarang melakukan UKP UKM ini yang tertinggal. Padahal Pemerintah Daerah juga mendukung anggaran-anggaran daerah yang sifatnya UKM. Saya pikir ini PR yang memang harus kita teruskan dan kita sampaikan nanti dengan teman-teman di Kementerian Kesehatan. Saya rasa ini sifatnya informasi soal rumah sakit melayani tadi rujukan yang 155 kompetensi segala macam. Memang kami juga memantau itu ada puskesmas yang 50 % , puskesmas itu tugasnya mengirim rujukan saja itu ada sampai 50%. Kami sudah menghitung idealnya sebetulnya rujukan itu berapa persen, kipernya itu yang bisa dilakukan oleh puskesmas itu berapa persen? Idealnya itu tidak lebih dari 15% atau toleransi 20%, itu baru bisa. Tapi persoalan-persoalan di puskesmas tadi memang persoalan peralatan kemudian keterampilan dokternya sendiri untuk melakukan 155 kompetensi tadi. Nah di rumah sakit pada saat dirujuk menjadi persoalan dengan pasien, beberapa rumah sakit mengakalinya dia dengan cara lain dia tidak tolak pasien tetapi dimasukkan dalam sistim codding , mana codding yang dekat di sesuaikan sehingga seolah-olah penyakit itu adalah penyakit yang masuk dalam codding di Ina cbgs, daripada dia ribut dengan pasien dia bisa claim rumah sakit. Ini juga terjadi Pak. Atau OOP , terjadilan disini OOP ... Dia minta saran biaya segala macam padahal prinsip BPJS ini tidak boleh ada OOP, tidak boleh ada sharing biaya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan tadi. Swasta Klinik tadi yang berkaitan dengan klinik swasta untuk kapitasi ya memang ini yang sering masalah sebetulnya kapitasi di di Klinik di puskesmas pemerintah. Kita mendapat keluhan dananya ditahan, ditahan di RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
44 Kabupaten belum diturunkan sampai berbulan bulan, itu juga kami terima Pak, kami terima itu , bukan hanya kapitasi ada Ina cbgs juga setahun tidak dibayarkan ke tim dokternya. Saya nggak usah sebut rumah sakit mana, sampai kam turun , saya duduk bersama dengan Direktur rumah sakit dan mereka bertengkar di depan saya, ya itu juga banyak hal yang kita hadapi. Tapi itu tidaklah suatu soal yang kami angkat ke permukaan, karena tadi ada pertanyaan berkaitan dengan apakah DJSN melakukan evaluasi? kita sudah melakukan itu, walaupun tidak seluruh wilayah, nggak mungkin. Karena anggaran kita juga sangat terbatas, kami hanya diberi APBN 19 miliar setahun, termasuk gaji kami lima koma sekian sebulan kemudian melakukan monef. Ya saya nggak malu-malu menyampaikan ini, tapi kami tetap bersemangat untuk terus melakukan tugas -tugas ini. Kemudian angka miskin tadi sudah saya sampaikan. Berkoordinasi benar kami dukung. KETUA RAPAT : Maaf Pak Ketua DJSN, mungkin bisa hal ini sehingga bisa mempercepat.
digabung saja beberapa
KETUA DJSN : Baik kalau memang bisa digabung nggak ada masalah, saya takut nanti kalau nggak disebut per ini . Nah secara umum tadi sudah kami sampaikan soal fungsi get keeper PKM dengan 155 kompetensi tadi memang banyak masalah itu yang memang terus menerus harus diperbaiki, angkanya masih tinggi, rasio get keeper nya masih tinggi yang harus di ditekan maka kapitasi itu bagian daripada sistim yang kita bangun secara bersama. Kemudian tadi Pak Djoni kemudian Pak Imam dan menanyakan berkitan dengan apakah memang melakukan evaluasi ya secara langsung. Yang secara detil nanti kami akan sampaikan Pak kami juga banyak mengungkapkan kasus-kasus rumah sakit yang kami rekam yang kami dapat, bahkan kami juga tiap hari menerima pengaduan dari email, nomor PO BOX, telepon juga sama dengan Bapak dan Ibu sekalian kita juga mendapatkan laporan-laporan yang sama berkaitan dengan hal ini. Pak Djoni tadi dari Hanura , jadi begini Pak Undang-Undang ini tidak mengenal istilah opting out kenapa ini bisa terjadi ya saya nggak tahu pak, inikan yang membuat Undang-undang kan disini pak, kita kan hanya melaksanakan pak, kami hanya melaksanakan. Opting out itu itu sebetulnya di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tidak ada Pak, tidak ada status kalimat mengatakan opting out tetapi di PP Nomor 16 itu ada keluar bagi perusahaan yang dianggap dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dia dapat melakukan opting out, artinya dapat melakukan pelayanan sendiri. Tapi sampai hari ini nggak pernah dilakukan pengukuran bagaimana yang dimaksud dengan pelayanan yang lebih baik? Jadi memang persoalan opting out ini dengan Undang-undang DJSN sudah dihapus pak karena Undang-undang 392 dengan Undangundang SJSN dinyatakan Undang-undang 392 sudah tidak berlaku, jadi tidak boleh ada opting out, semua harus masuk dalam sistem BPJS RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
45 Kesehatan. Soal kurang nyaman Askes kami juga terus pak, pensiunan banyak yang datang ke kami pak, complaint. INTERUPSI : Pak Ketua. Di Undang-Undang Jamsostek itu juga disebutkan memang kan diwajibkan tapi di PP nya yang di itu. Dan juga sebagai yurisprudensi bisa saja dilakukan untuk Undang-Undang kita yang sekarang ini hanya ego kelembagaan itu yang saya lihat itu luar biasa besarnya sehingga seolaholah yang opting out itu mustahil karena sebuah PP menginikan sebuah Undang-undang , padahal untuk yurisprudensi karena memang tujuan utama daripada undang-undang itukan untuk mensejahterakan masyarakat tapi dengan diberlakukan makin tidak sejahtera, itu yang kenapa saya sebutkan tadi itu demikian. KETUA DJSN : Saya setuju itu pak , saya setuju harus memperhatikan itu tetapi tentu Undang-Undang DJSN nya diubah dulu Pak sebab di dalam itu di katakan dengan berlakunya Undang-Undang DJSN segala peraturan dibelakang yang. F-P. HANURA (CAPT. H. DJONI ROLINDRAWAN, SE, MMAR, MBA) : Tapi kan ada pentahapan disitu pak? Termasuk juga misalnya kesepakatan antara Apindo dengan dewan misalnya dimundurkan 1 Juli sampai dengan 30 Juni itu juga kan sepertinya itu gitu, kalau misalnya diikutkan kan memang harus 1 Januari seperti itu pak, makanya saya bilang ini efek daripada ego kelembagaan itu demikian sudah dicuci kita itu pak. Terima kasih. KETUA DJSN : Baik pak, kalau itu memang ego kelembagaan kita sepakat untuk itu tidak boleh terjadi, karena itu tidak bagus untuk pelaksanaan ini. Kemudian Pak Imam yang terakhir, Pak Robert dan Ibu Okky tadi sebagian tadi sudah saya jelaskan. Jadi yang berkaitan dengan hasil laporan tadi juga dari Pak Robert terimakasih atas tanggapannya. Jadi laporan kepuasan tadi ini juga , ini laporan kepuasan ini memang bukan kami yang membuat survey ini survey dari surveyor yang melakukan survey terhadap kepuasan itu yang kami memang ambil dalam laporan kami ini. Kami tidak melakukan secara langsung pak karena itu juga memerlukan biaya yang besar dan kita mengambil ini sebagai ... saja, nanti disinilah kita lihat apakah benar ini? Apa yang hasil temuan yang berkaitan dengan kepuasan yang dilakukan oleh survey tersebut. Kemudian persoalan dengan inhealth tadi jadi ini persoalan inhealth ini bukan domain kami bu tetapi yang bisa kami RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
46 sebutkan adalah kami bolak balik mengingatkan pertama Kementerian BUMN , BUMN itu baru bulan April melakukan penutupan pembukuan, itu bulan April seharusnya Desember. Surat kami mungkin sudah empat lima kali kami kirim surat, baru April melakukan penutupan . Neraca pembuka oleh Kementerian Keuangan seharusnya juga Desember tapi karena neraca penutupnya itu April maka itu keluarnya sekitar bulan September Oktober menjelang mau berakhir periode Pak SBY. Surat kami sudah langsung ke Presiden sampai 2 kali mengingatkan belum lama Menteri Keuangan kemudian Presiden karena belum dibuat juga neraca pembuka. Jangan sempat akhir tahun karena akan mempengaruhi terhadap perhitungan keuangan baru keluar neraca pembukanya. Jadi mungkin nanti dengan Kementerian Keuangan juga bisa kalau ada kesempatan bertemu ini juga satu hal yang yang harus kita pertanyakan. Nah di situ nampak bu neraca pembukuan itu aset dari mana saja termasuk inhealth, liability-nya itu segala macam itu ada diatur disitu. Kami tidak dalam posisi berkaitan dengan inhealth karena ini masih domainnya BUMN waktu itu buat neraca penutup, sisa aset yang ada Undang-Undang mengatakan itu kewajiban dari BUMN, neraca pembuka itu kewajiban dari Kementerian Keuangan. Dokumen mengenai neraca pembuka dan penutup kalau memang nanti diperlukan kami bisa kirimkan , kami pegang arsipnya, dokumennya berkaitan dengan neraca pembukaan dan penutup tersebut. Kami rasa mungkin ini yang yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf jika ada yang tertinggal dari apa yang kami sampaikan. F-PDIP (Drs. H. IMAM SUROSO, SH,MM) : Sedikit Ketua. Terima kasih Ibu Pimpinan. Pak Ketua DJSN. Tadi Bapak menyampaikan kepada kami bahwa OJK disini BPJS takutnya sama OJK, DJSN nggak dihitung, repot ini Pak. Bapak ini kan pengawas eksternal sama OKJ juga pengawas dia bagian anggaran, anggaran itu pula dari Komisi IX Pak 19,5 triliun itu dikuasai oleh BPJS ditambah 3,5 triliun kemarin APBN ya. Nanti sampaikan ke kita Pak Komisi IX kalau perlu kita sikat dia besok bertemu dengan kita DJSN selaku pengawas harus dihormati, harus didengar, kalau begitu apa artinya pengawas yang eksternal begitu. Nanti sampaikan ke kita Pak nanti bahan kita untuk complaint dia. Ibu Ketua kalau OJK kita undang pula kalau ada rapat biar dia bisa jelas fungsi pengawasan internalnya. Terus sekarang pak pertanyaan terakhir berapa persen Bapak mengawasi , memberikan masukan dan seterusnya dan seterusnya kepada BPJS, berapa Bapak didengar perintah-perintah itu? Tolong dijawab sekarang, terima kasih.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
47 KETUA DJSN : Kalau persentasinya memang tidak, kita tidak punya angka, itu day per day pak daily process pemantauan kita dengan DJSN terhadap laporan itu setiap hari pak, jadi kalau ada masuk laporan misalnya ada kasus di satu rumah sakit melapor pasien dia OOP 7 juta, disuruh bayar oleh rumah sakit. Tunjukkan kuitansi sama kita kita minta kuitansi asli kita kirim surat ke BPJS cabang tolong beritahukan rumah sakit, tolong dicek, kalau memang itu OOP yang seharusnya tidak boleh kembalikan itu duit pasien. Bahkan kita katakan kalau rumah sakitnya bandel potong dari, kita sampai seperti itu, dikurangi dari tagihan claim dia bulan berikutnya. Jadi day per day pak kita sebetulnya sudah lakukan, tapi ini mohon maaf ini tidak kita tuangkan dalam laporan ini gitu. Karena kami juga tidak tahu persis maunya apa namanya DPR waktu kita kemarin terima surat itu sejauh mana itu pak. Kalau memang seperti itu kita bisa susun yang lebih dalam lagi. Jadi sebetulnya kita punya dokumen, kita lakukan setiap hari pak, seperti kasus tadi dari teman dari PKS tadi bilang persoalan di Depok. Kami ke Depok ini dari buruh ke Depok kami ke rumah sakit, rumah sakit apa itu yang di simpangan Depok, ya rumah sakit . Kami ke puskesmas ya, keluhan-keluhan langsung anggota DJSN nggak usah jauh-jauh di Depok sendiri persoalan juga banyak jadi memang itu day per day kita lakukan. Jadi kalau presentasi kami nggak bisa pak, tapi itu tentu 100% tugas kami disitu disamping tentu regulasi melakukan kajian dan juga melihat regulasi-regulasi yang ada. Terima kasih Pak Imam atas dukungannya. KETUA RAPAT : Mungkin sebelum Ibu Okky ya , waktu kita memang sudah habis. Saya minta persetujuan ditambah 15 menit lagi ya, jam 2, dengan kesimpulan sepuluh menit ya. Baik, terima kasih. Silakan Ibu Okky. F-PPP (Dra. HJ. OKKY ASOKAWATI, M.Si) : Terima kasih Ibu Pimpinan. Saya hanya mau mengklarifikasi saja Pak artinya terkait dengan inhealth ini apakah sampai sekarang BPJS masih sebagai pemegang saham yang 20%? Itu yang pertama. Dan yang kedua ya ini mungkin bisa secara tertulis saja pak, saya juga ingin tahu sejauh apa progres antara pembicaraan atau koordinasi BPJS Kesehatan dengan perusahaanperusahaan terkait dengan kepesertaan pegawai ataupun pekerjaan ke dalam BPJS Kesehatan. Itu saja, terima kasih. KETUA DJSN : Pertama inhealth saya dapat konfirmasi dari OJK karena memang secara teknis keuangan audit itu OJK yang turun, kami sudah karena memang disana punya pakar dan ahli, kalau kami ini kan ahli-ahli apa ya RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
48 artinya ya secara lebih teknis tentu OJK. Kami sudah dapat informasi juga yang 20% itu memang sekarang masih jadi dan diharapkan dalam bulan ini ya pak? Dalam bulan ini atau bulan depan paling lambat dari OJK sudah dari rekomendasi tentang status dana pembiayaan dari inhealth yang masih ada di BPJS Kesehatan karena memang menurut aturan BPJS tidak boleh punya saham di , tidak pula punya investasi langsung disaham itu tadi, itu memang terkait dengan inhealth. Kemudian yang kedua tadi Ibu Okky saya rasa sudah terjawab. Kemudian penyelesaian ... masyarakat dan kami sepakat soal sosialisasi, kami juga dititipkan forum ini sebetulnya memang dari dulu pun sosialisasi ini yang belum maksimal dilakukan karena mungkin BPJS berpikir nggak usah sosialiasi pun sudah banyak datang berduyun-duyun orang datang ke ke kantor mendaftar, jadi tidak sempat sosialisasi padahal itu penting untuk meluaskan akses kepesertaan. Itu juga sesuatu yang kita harapkan dapat diselesaikan. Pak Iqbal terakhir tadi terima kasih dukungannya untuk kaitan PBI tadi, ya untuk non PBI ya ini kami menyesuaikan saja dengan dinamika kita disini dengan pembahasan kita. Kalau dianggap itu belum saatnya ya saya pikir itu suatu yang perlu kita kaji secara bersamasama. Kemudian inilah yang dapat kami sampaikan, mohon maaf kalau ada bapak dan ibu tadi yang tidak sempat kami jawab, ya mudahmudahan sudah bisa memahami apa yang kami sampaikan pada kesempatan ini. KETUA RAPAT : Inilah yang dapat kami sampaikan terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Baik, terima kasih. Sebelum masuk kesimpulan mungkin saya hanya mengingatkan hasil rapat yang kita laksanakan bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan itu memang ada perluasan angka untuk PBI itu sebanyak 1.831.816 jiwa itu sehingga menjadi lebih kurang 88 juta ini juga sudah termasuk ada tiga yang kita masukkan waktu itu disepakati. Pertama adalah bayi baru lahir dari orangtua peserta PBI, yang kedua itu narapidana tahanan yang miskin, yang ketiga penyandang masalah kesehatan sosial, jadi ini sudah merupakan kesepakatan dari rapat terdahulu. Sekarang kita sampai kepada kesimpulan Mungkin sama-sama kita lihat kepada teman-teman di Komisi IX lebih dulu. Draft kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada Rabu, 25 Maret 2015 1. Komisi IX DPR RI memperhatikan usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta penerima bantuan iuran PBI sebesar RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
49 27.500 dan akan mengambil keputusan setelah mendengarkan masukan dari semua pemangku kepentingan ketika pembahasan APBN 2016 dengan pemerintah. 2. Komisi IX DPR RI akan membahas lebih mendalam rencana pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta non PBI di dalam Panja BPJS Kesehatan dan mendesak pemerintah untuk menunggu hasil rekomendasi Panja terkait rencana ini. Jadi sebagai informasi kami sudah membentuk Panja 3. Komisi IX DPR RI mendukung penuh pelaksanaan tugas dan wewenang dewan jaminan sosial nasional DJSN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang termasuk kerjasama dengan otoritas jasa keuangan (OJK) untuk memastikan kinerja BPJS Kesehatan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. 4. Komisi IX DPR RI meminta dewan jaminan sosial nasional DJSN untuk lebih mengintensifkan pengawasan pelaksanaan jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan sehingga ada perbaikan yang signifikan atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. 5. Mengingat banyaknya persoalan terkait peserta PBI , maka Komisi IX DPR RI akan mengagendakan rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kementerian Sosial Republik Indonesia serta rapat dengar pendapat dengan DJSN kemudian BKKBN, BPS TNP2K, dan BPJS Kesehatan untuk memastikan data masyarakat yang berhak menerima PBI lebih akurat sehingga tepat sasaran. 6. Menyongsong beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Juli 2015, Komisi IX DPR RI meminta DJSN untuk memastikan seluruh peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-undang 24 Tahun 2011 tentang BPJS dapat diselesaikan secepatnya. Sehingga ada rentang waktu yang cukup untuk sosialisasi dan persiapan teknis operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan termasuk pengalihan kepesertaan dan aset dari PT. Taspen Persero dan PT Asabri Persero. Ini kesimpulan dari teman-teman Komisi IX, barangkali ada koreksi sebelum saya minta tanggapan dari Ketua DJSN, silakan. F-PPP (Dra. HJ. OKKY ASOKAWATI, M.Si) : Terima kasih Pimpinan. Saya tertarik dengan tadi ada rencana atau pun ide-ide dari Pak Ketua DJSN bahwa hendak melakukan komparasi antara Ina cbgs ala Kemenkes dengan Ina cbgs ala BPJS Kesehatan, yang tadi dikatakan oleh Pak Ketua Insya Allah bulan April ini bisa diterima begitu. Jadi Komisi IX meminta mungkin hasil kajian komparasi itu. RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
50 Terima kasih Ketua. KETUA RAPAT : Ada lagi dari Komisi IX yang mau menambahkan? F-PAN (M. ALI TAHER) : Mendengarkan masukan tetapi yang itu fokus kepada evaluasi bagaimana membunyikannya itu? Setelah mendengarkan evaluasi supaya ada maksudnya supaya ketika dengar pendapatnya kita sudah punya masukan, monitoring dan evaluasi pelaksanaannya. Komisi IX DPR memperhatikan usulan kenaikan sebesar 27.500 dan akan mengambil keputus telah mendengarkan masukan, mendengarkan masukan dari semua pemangku kepentingan, ketika pembahasan APBN. Maksud kita gini loh seluruh persyaratan itu sudah dipenuhi dulu, evaluasi atas pelaksanaan selama ini. Ini kan masih tugas DJSN ini kan ada dua toh? Satu pengawasan eksternal dan satu lagi pengawasan ya dua fungsi tadi itu, jadi jangan terlampau luas. DJSN ini kan tidak pada posisi eksekutor tetapi pada posisi advisor jangan terlampau teknis menurut saya begitu. Jadi maksud saya harus terlebih dulu melihat evaluasi pelaksanaan dari BPJS selama ini, kan rentang waktu tanggal 1 Januari tahun 2014 sampai sekarang inikan dievaluasi dulu, sebelum itu dilaksanakan bagaimana kita bisa punya temuan di lapangan? Jadi menurut hemat saya perlu sempurnakan kalimatnya itu , KETUA RAPAT : Begitu Pak Ali bisa? F-PAN (M. ALI TAHER) : Bisa. INTERUPSI : Sebelah kiri Ibu Ketua. ini yang 27. 500 , naiknya itu 10.000, dan ini 27.500 kelas I, kelas II, atau kelas III? Inikan ada tiga tahap, yang khusus PBI. Oke ini lanjut. F-PAN (M. ALI TAHER) : Terus nomor dua ada istilah perundang-undangan tadi itu, KETUA RAPAT : Ya nanti mungkin diberikan kesempatan kepada Ketua setelah Komisi IX.
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
51 F-PAN (M. ALI TAHER) : Jangan ditegaskan saja perundang-undangannya itu. DJSN itu kan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Kan Undang-Undang banyak sekali, Undang-Undang yang fokus yang mempunyai tugas dan tanggungjawab dari DJSN. KETUA RAPAT : Baik kalau tidak ya silakan Ketua DJSN mungkin ada? F-PPP (Drs. H. IRGAN CHAIRUL MAHFIZ, M.Si) : Terakhir Ibu Magdalena. Pengalihan kepesertaan dana aset dari PT. Taspen dan PT. Asabri yang nomor enam. Saya ingin memperjelas saja memang posisi sekarang Taspen dan Asabri belum melikuidir atau belum melakukan pengalihan terutama jaminan pensiunan ke BPJS Naker. Nah posisinya apakah Taspen dan Asabri kita dorong betul untuk melakukan , melikuidir kemudian juga gabung ke Naker atau opsinya bisa saja ke Taspen dan Asabri kita berikan ruang lagi untuk membentuk BPJS sendiri khususnya pada jaminan pensiun yang aparatur negara, pemerintah ya aparatur sipil negara. Jadi khusus Taspen dan Asabri kita bentuk satu badan lagi ya BPJS ASN . Ini opsional saja jadi tidak spesifik saya ingin mengatakan bahwa kita alihkan, ini hanya meng-appeal DJSN untuk nanti kita samasama melakukan pertemuan lebih lanjut pada waktu tertentu untuk bicara tentang kondisi BPJS yang sekarang ini khususnya Naker Saya kira itu, Naker nanti bisa jadi terlibat Taspen dan Asabri kita bicara disini dengan DJSN. Jadi skema SJSN nya lebih jelas, betul-betul sesuai dengan ... Saya kira itu, terima kasih. KETUA RAPAT : Jadi ada perubahan redaksi nggak Pak Irghan? F-PPP (Drs. H. IRGAN CHAIRUL MAHFIZ, M.Si) : Waktu saja mungkin, saya kira Komisi IX akan mengagendakan pertemuan dengan BPJS Naker, PT. Taspen dan Asabri saya kira gitu ya. Kaitan dengan Pelaksanaan jaminan sosial bidang ketenagakerjaan. KETUA RAPAT : Silakan Pak Ketua DJSN mungkin ada yang akan dikoreksi silakan. KETUA DJSN : Yang nomor satu itu tadi kalau bisa tadi yang disampaikan Bapak tadi itu Pak Ali , jadi itu evaluasi dan kajian karena kajian juga bagian dari tugas kita melakukan kajian. Jadi evaluasi dan kajian itu yang nomor satu RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
52 . Yang nomor berapa yang tadi Ibu Okky menyarankan usulan tentang Ina cbgs tadi yang sedang kita minta BPJS melakukan simulasi dan juga seluruh hasil kajian-kajian yang berkaitan dengan tarif yang berkaitan dengan tarif dan besarnya premi yang sedang dilakukan oleh BPJS maupun pihak lain yang terkait. Supaya ini juga kami sampaikan juga ke DPR. KETUA RAPAT : Ada lagi? Pak Imam? F-PDIP (Drs. H. IMAM SUROSO, SH,MM) : Terima kasih Pimpinan. Di kesimpulan ini kalau bisa ini perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh APINDO ini kan seperti tadi dipaparkan kan belum klop dan ini mohon disampaikan disini supaya DJSN bisa klop dengan APINDO, artinya nanti tidak ada ribut di media. Karena ini menurut saya mengandung pemaksaan pula oleh perusahaan -perusahaan yang sebanyak itu. Kalau APINDO sudah dipegang sama DJSN dan juga koordinasi yang enak saya kira nggak akan ribut. Pokoknya APINDO bagaimana bisa masuk di kesimpulan Pimpinan. Terima kasih. KETUA RAPAT : Mungkin ada pendapat dari yang lain tentang APINDO? Apa perlu kita masukkan atau nanti kita bahas secara khusus, nanti kan Panja juga akan membicarakan itu. F-PDIP (Drs. H. IMAM SUROSO, SH,MM) : Jadi gini Ketua sedangkan di bukunya DJSN pun APINDO itukan organisasi perusahaan-perusahaan perintahnya inikan perusahaan harus memasukkan karyawannya ke BPJS pro kontra kan? Nah maksud kami DJSN ini dengan APINDO di match-kan dulu sosialisasinya jadi masuk di sini. Jadi kita menugaskan DJSN untuk pendekatan sejelas jelasnya pada APINDO biar clear nanti perusahaan itu. Terima kasih. KETUA RAPAT : Nomor dua coba lihat BPJS Kesehatan mendesak pemerintah untuk mengawasi rekomendasi terkait rencana ini. Jadi anggota ada yang lain usulan? Ini ada usul dari Pak Imam untuk kita juga memasukkan salah satu kesimpulan yang berkaitan dengan APINDO agar ada DJSN
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
53 F-PDIP (Drs. H. IMAM SUROSO, SH,MM) : Berdekatan dengan APINDO yang benar-benar clear begitu, karena dia itu membawahi perusahaan banyak sekali, mungkin di nomor enam atau tujuh barangkali coba Mba lihat. F-PAN (M. ALI TAHER ) : Saya kira Ketua setuju itu, karena gini temuan kami ketika Reses itu ternyata tidak semua perusahaan mau masuk ke BPJS karena apa? Mereka lebih bagus pelayanannya dan iuran lebih tinggi. Terima kasih. KETUA RAPAT : Mungkin bisa dalam temuan Panja nanti ya kita masukkan di Panja. Jadi ini menjadi salah satu catatan yang akan kita bahas dalam Panja BPJS nanti F-PDIP (Drs. H. IMAM SUROSO, SH,MM) : Panja lain cerita Ketua, ini harus masuk soalnya bukunya beliau tadi kaitannya kontradiktif sama APINDO supaya tidak kontra, supaya clear gitu loh. Yang nomor enam coba. F-PAN (M. ALI TAHER) : Mendorong pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan penyelenggara iya kesehatan dari ketenagakerjaan.
kesehatan
KETUA RAPAT : Begitu Pak Imam? Baik silakan Bapak Ketua DJSN , bagaimana bapak? KETUA DJSN : Istilah memastikan itu yang yang mungkin perlu kita tinjau karena sebetulnya prakarsa semua itu ada di Kementerian Tenaga Kerja, jadi harus lebih soft lah. Kalau memastikan nanti tahu-tahu nggak bisa kita kelimpungan. KETUA RAPAT : Kalau ini cocok? F-PAN (M. ALI TAHER) : Untuk mendorong terlaksananya Nomor 40.
Pelaksanaan Undang-undang
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
54
KETUA RAPAT : Ini peraturan pelaksanaannya F-PAN (M. ALI TAHER) : Mendorong lahirnya. KETUA RAPAT : Nggak dibawahnya sudah ada dapat diselesaikan secepatnya. Inikan sudah ada dibawahnya, dapat diselesaikan secepatnya. Cukup ya? Baik, kalau tidak ada lagi kita setuju ya kesimpulan ya? Selanjutnya mungkin kata akhir dari Ketua DSJN silakan. KETUA DJSN : Baiklah Ibu Pimpinan Komisi IX. Bapak dan Ibu Anggota DPR Komisi IX yang kami hormati. Kami pertama sekali tentu juga mengapresiasi atas berbagai masukan tadi, cukup lengkap dan sangat variatif dan ini juga menjadi agenda yang akan membawa kita pada rapat-rapat berikutnya. Dan dengan kesimpulan ini juga bisa menjadi bagian dari dokumen yang kami gunakan untuk berkoordinasi dengan baik dengan kesehatan, dengan BPJS Kesehatan, dengan Kemenkes maupun dengan Kementerian Tenaga Kerja, dengan Taspen maupun Asabri supaya ini menjadi komitmen kita bersama. Mohon maaf jika jawaban kami ada yang tidak pas dan oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini kami akhiri dengan Billahittaufiq Walhidayah. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Baik, terima kasih kepada Ketua DJSN dan seluruh jajaran, Anggota Komisi IX yang sudah hadir dan sampai selesai acara ini, Alhamdulillah kita sudah menyelesaikan rapat dengar pendapat dengan DJSN, mudah-mudahan inilah keputusan terbaik yang bisa kita lakukan dalam memaksimalkan pelaksanaan dari BPJS. Dengan mengucapkan Alhamdulillah kita tutup Rapat Dengar Pendapat pada hari ini.
RAPAT DITUTUP PUKUL . 14:20 WIB RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015
55
Jakarta, Maret 2015 a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS RAPAT,
Ttd, MUH. YUS IQBAL, SE NIP. 196707171993031006
RDP DENGAN KETUA DJSN 25 MARET 2015