DESAIN N KEKUAT TAN SAM MBUNGAN N KAYU GESER GANDA G BER RPELAT B BAJA DEN NGAN BA AUT PADA LIMA JE ENIS KAY YU INDON NESIA
AG GUSSALIM M
EKOLAH H PASCAS SARJANA A SE INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Desain Kekuatan Sambungan Kayu Berpelat Baja dengan Baut pada Lima Jenis Kayu Indonesia adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2010 Agussalim NRP E251080021
ABSTRACT
AGUSSALIM. Design of Wood Connection Strength Using Double Shear Steel Side Plates with Bolt in Five Indonesian Wood Species. Under direction of NARESWORO NUGROHO and SUCAHYO. This study aims to analyze the effect of diameter and the number of bolts for double shear wood connection to lateral design value. Five Indonesian wood species namely sengon (Paraserianthes falcataria), nangka (Artocarpus sp), punak (Tetramerista glabra), kapur (Dryobalanops sp), and bangkirai (Shorea laevifolia) were analyzed their mechanical and physical properties before treatments. The sample (6 cm x12 cm x30 cm) was connected using double shear connection which use several diameter of bolts (6.4 mm, 7.9 mm and 9.4 mm) and number of bolts (4, 6, 8 and 10 bolts). The result showed that there is significant different of lateral design value in double shear connection by specific gravity of woods where the wood with high specific gravity have a high lateral design value. There is significant different of lateral design value in double shear wood connection by number of bolts where lateral design value of wood connection tended decreases. Emperical test to double shear wood connections showed that the Indonesian wood species have lateral design value for displacement 1.5 mm (Indonesian standard) and 5.0 mm higher than reference lateral design value of Indonesian wood species for sengon, but it’s lower for other species. Reference lateral design value of Indonesian wood is higher than references lateral design value of NDS 2005 for bolt 6.4 mm, but it’s lower for bolts 7.9 and 9.4 mm. Keywords: bolt, displacement, double shear, lateral design value, reference lateral design value, wood connections
RINGKASAN AGUSSALIM. Desain Kekuatan Sambungan Kayu Geser Ganda Berpelat Baja dengan Baut pada Lima Jenis Kayu Indonesia. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan SUCAHYO. Saat ini begitu sulit untuk memperoleh kayu dengan bentang yang cukup panjang. Kayu konstruksi yang banyak beredar di pasar maksimum memiliki panjang 4 meter. Kondisi ini mengharuskan untuk melakukan penyambungan terhadap kayu jika struktur bangunan yang direncanakan menghendaki kayu dengan bentang yang lebih panjang lagi. Hal ini menjadikan sambungan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam bangunan struktural. Sambungan sendiri diketahui sebagai titik kritis yang dapat mempengaruhi kekuatan dari sebuah struktur. Sambungan kayu geser ganda sering digunakan untuk menyambung kayu berdimensi besar karena kemampuannya dalam memikul beban lebih besar. Sambungan ini memakai alat sambung tipe dowel, seperti pasak, paku dan baut. Alat sambung baut lebih sering digunakan untuk desain kekuatan yang lebih besar, sebaliknya paku lebih tepat digunakan untuk desain kekuatan yang lebih kecil. Kedua alat sambung tersebut paling mudah dijumpai di pasar dan tersedia dalam variasi ukuran yang berbeda. Selain itu, kayu diketahui pula sebagai material yang cukup bervariasi dalam hal sifat fisis dan mekanis antara jenis satu dengan jenis yang lainnya, bahkan dalam satu jenis sekalipun. Variasi tersebut akan berkaitan dengan kekuatan kayu sehingga cukup menentukan besarnya kekuatan dari sambungan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh diameter dan jumlah baut terhadap kekuatan sambungan geser ganda kayu berpelat baja dan menganalisis nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut berpelat sisi baja pada lima jenis kayu Indonesia. Sambungan kayu geser ganda dibuat dengan menggunakan lima jenis kayu Indonesia yaitu sengon (Paraserianthes falcataria), nangka (Artocarpus sp), punak (Tetramerista glabra), kapur (Dryobalanops sp), dan bangkirai (Shorea laevifolia). Sebagai side member digunakan pelat baja dengan ketebalan 1,5 mm. Baut yang digunakan adalah baut dengan diameter 6,4 mm; 7,9 mm; dan 9,4 mm masing-masing dengan panjang 10 cm. Pada sambungan digunakan jumlah baut 4, 6, 8, dan 10 batang. Pengujian dilakukan dengan pembebanan secara lateral berdasarkan standar ASTM D5652. Nilai desain lateral sambugan kayu hasil uji empiris diamati pada sesaran 1,5 mm (PKKI NI-5) dan 5,0 mm (beban rusak). Nilai desain lateral rujukan kayu Indonesia (Z lokal) ditentukan melalui persamaan batas leleh baut NDS 2005 dengan menggunakan nilai-nilai dari kayu dan baut Indonesia. Nilai desain lateral rujukan NDS 2005 diperoleh dari Tabel 11G NDS 2005 (AFPA 2005). Nilai desain lateral sambungan kayu dari uji empiris tersebut dianalisis berdasarkan Z lokal dan Z NDS 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan sambungan kayu geser ganda berpelat baja dengan baut dipengaruhi oleh berat jenis dimana semakin tinggi berat jenis kayu akan menghasilkan nilai desain lateral yang besar pula. Nilai desain lateral baut akan mengalami reduksi dengan bertambahnya jumlah baut yang digunakan dalam sambungan. Secara umum, baut dengan diameter yang besar akan memberikan nilai desain lateral yang besar pula. Pada kayu sengon, uji empiris sambungan pada sesaran 1,5 mm dan 5,0 mm menunjukkan nilai yang lebih besar dari Z lokal sedangkan untuk kayu lainnya nilai desain lateral baut lebih rendah dari Z lokal. Z lokal pada baut berdiameter 6,4 mm lebih besar dari Z NDS 2005, namun pada baut berdiameter 7,9 mm dan 9,4 mm nilai Z lokal lebih rendah. Kata kunci: baut, nilai desain lateral, nilai desain lateral rujukan, sambungan kayu geser ganda, sesaran
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1
2
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DESAIN KEKUATAN SAMBUNGAN KAYU GESER GANDA BERPELAT BAJA DENGAN BAUT PADA LIMA JENIS KAYU INDONESIA
AGUSSALIM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.
Judul Tesis Nama NRP
: Desain Kekuatan Sambungan Kayu Geser Ganda Berpelat Baja dengan Baut pada Lima Jenis Kayu Indonesia : Agussalim : E251080021
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS. Ketua
Ir. Sucahyo, MS Anggota
Mengetahui Ketua Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 3 Agustus 2010
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan untuk menguraikan pengaruh ukuran dan jumlah pemakaian baut pada sambungan kayu geser ganda berpelat baja pada lima jenis kayu Indonesia, menganalisis pengaruhnya terhadap sambungan dan perbandingan dengan NDS 2005. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan Laboratorium Terpadu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Fisika dan Mekanika Pusat Penelitan dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor dan Laboratorium Metalurgi Fisik Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta dari bulan Oktober 2009 hingga Mei 2010. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS, Ir. Sucahyo, MS. selaku pembimbing, Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. selaku penguji luar komisi, Dr. Ir. Bintang CH Simangunsong, M.Si. PhD. selaku moderator dalam ujian tesis. Rasa terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada ayahanda Abdul Madjid Kallo, ibunda Nursjam Saharuna, serta saudara dan saudariku Nurmala, Rahmawati, Muhammad Fitrah, Nurjannah dan Abdul Hakim. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada Prof. Dr. Ir. Djamal Sanusi, Prof. Dr. Ir. Musrizal Muin, M.Sc. dan Dr. Ir. Beta Purtanto, M.Sc. yang telah memberikkan rekomendasi untuk melanjutkan kuliah di IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman sekelas selama berkuliah di IPB, Ratih Damayanti, Muhammad Daud dan Malik Abaker; teman selama penelitian, Solihin, Nurhasana dan Riva. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini. Karena itu, secara terbuka penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak. Penelitian ini tidak hanya berhenti di sini, tapi akan terus berkembang seiring dengan semangat kita untuk memberikan yang terbaik bagi hutan, industri perkayuan dan konstruksi bangunan kita. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2010 Agussalim
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Agustus 1983 dari Ayah Abdul Madjid Kallo dan Ibu Nursjam Saharuna. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 5 Makassar, dan pada tahun 2002 lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru UNHAS. Penulis memilih Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, lulus pada Februari 2008. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten pada mata kuliah Fisika dan Mekanika Kayu, Anatomi Kayu, Statistika I, Statistika II, Pengendalian Mutu Hasil Hutan, Dasar Aplikasi Komputer, Ilmu Ukur Kayu, dan Sistem Informasi Kehutanan. Penulis juga aktif pada beberapa organisasi diantaranya LDK MPM Unhas dan Pengurus Jama’ah Mushalla Ulil Al Baab Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas, terakhir menjabat sebagai Sekretaris Umum LDK MPM UNHAS 2003/2004. Setelah lulus kuliah, penulis juga pernah menjadi asisten lapang dalam Praktek Umum mahasiswa Fakultas Kehutanan UNHAS di Hutan Pendidikan UNHAS. Saat ini penulis juga tergabung sebagai anggota organisasi Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................................
1
Perumusan Masalah ....................................................................................
3
Tujuan Penelitian ........................................................................................
3
Hipotesis .....................................................................................................
4
Manfaat Penelitian ......................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
5
Sambungan Kayu ........................................................................................
5
Alat Sambung Baut .....................................................................................
7
Kajian Persamaan Batas Leleh Baut ........................................................... 10 Batas Leleh Sambungan Kayu Geser Ganda .............................................. 13 Peraturan Sambungan Kayu dengan Baut di Indonesia .............................. 19 Gambaran Umum Jenis Kayu ..................................................................... 20 Kayu Sengon ........................................................................................ 20 Kayu Nangka ....................................................................................... 21 Kayu Punak .......................................................................................... 21 Kayu Kapur .......................................................................................... 22 Kayu Bangkirai .................................................................................... 23 BAHAN DAN METODE ................................................................................. 25 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 25 Bahan dan Alat ............................................................................................ 25 Metodologi Penelitian ................................................................................. 25
Persiapan Bahan ..................................................................................
26
Pengujian Sifat Fisis Mekanis Kayu ...................................................
26
Pengujian Baut ....................................................................................
27
Perencanaan Desain Sambungan .........................................................
29
Pengujian Kekuatan Sambungan Kayu Geser Ganda .........................
31
Analisis Data ..............................................................................................
33
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
35
Karakteristik Kayu......................................................................................
35
Kadar Air, Berat Jenis dan Kerapatan .................................................
35
Kekuatan Tekan dan Tarik Maksimum Sejajar Serat ..........................
37
Karakteristik Baut .......................................................................................
38
Nilai Desain Lateral Sambungan Kayu Geser Ganda ................................
43
Nilai Desain lateral Sesaran 1,5 mm ...................................................
43
Nilai Disain lateral Sesaran 5,0 mm ....................................................
47
Nilai Desain Lateral Rujukan .....................................................................
51
Nilai desain baut berdiameter 6,4 mm.................................................
53
Nilai desain baut berdiameter 7,9 mm.................................................
54
Nilai desain baut berdiameter 9,4 mm.................................................
55
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
59
Kesimpulan .................................................................................................
59
Saran ...........................................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
61
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Perbandingan jumlah ulir pada baut UNF dan UNC ................................
9
2
Analisis ragam bolt bearing strength ........................................................
39
3
Uji Duncan jenis kayu terhadap nilai bolt bearing strength .....................
40
4
Analisis ragam nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda pada sesaran 1,5 mm ..........................................................................................
43
Uji Duncan jenis kayu terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 1,5 mm .................................................................................
44
Uji Duncan faktor diameter baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 1,5 mm ...................................................................
45
Uji Duncan faktor jumlah baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 1,5 mm .........................................................................
46
Analisis ragam nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda pada sesaran 5,0 mm ..........................................................................................
48
Uji Duncan jenis kayu terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 5,0 mm .................................................................................
49
10 Uji Duncan faktor diameter baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 5,0 mm ...................................................................
49
11 Uji Duncan faktor jumlah baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 5,0 mm .........................................................................
50
12 Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk nilai desain lateral rujukan Z lokal dan Z NDS 2005 ...........................................................................
53
13 Nilai desain lateral rujukan pada lima jenis kayu indonesia .....................
57
5 6 7 8 9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bentuk tampang sambungan kayu geser ganda. .......................................
14
2
Mode kerusakan Im pada sambungan kayu geser ganda. ..........................
15
3
Mode kerusakan Is pada sambungan kayu geser ganda. ...........................
15
4
Mode kerusakan IIIs pada sambungan kayu geser ganda. ........................
16
5
Mode kerusakan IV pada sambungan kayu geser ganda. .........................
16
6
Pengujian bolt bearing strength terhadap komponen kayu. .....................
28
7
Pengujian kuat tarik baut...........................................................................
29
8
Contoh uji sambungan geser ganda. .........................................................
30
9
Pengujian sambungan kayu geser ganda. ..................................................
31
10 Diagram Alir Penelitian. ...........................................................................
32
11 Diagram sebaran kadar air. .......................................................................
35
12 Diagram sebaran berat jenis dan kerapatan...............................................
36
13 Diagram kekuatan tekan maksimum sejajar serat dan tarik maksimum sejajar serat. ...............................................................................................
37
14 Diagram Fem dan Fyb berdasarkan ukuran diameter baut. .........................
38
15 Bolt bearing strength pada 5 jenis kayu Indonesia. ..................................
40
16 Hubungan antara bolt bearing strength dan berat jenis (a) gabungan seluruh baut, (b) baut berdiameter 6,4 mm; (c) baut berdiameter 7,9 mm; (d) baut berdiameter 9,4 mm ............................................................
41
17 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm. ........................
44
18 Kurva respon jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut berpelat sisi baja pada sesaran 1,5 mm .............
46
19 Diagram rataan nilai disain lateral pada sesaran 5,0 mm. .........................
48
20 Kurva respon jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut berpelat sisi baja pada sesaran 5,0 mm. ............
50
21 Diagram rataan nilai desain lateral rujukan pada Z Lokal dan Z NDS 2005...............................................................................................
52
22 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, 5,0 mm, Z Lokal dan Z NDS 2005 untuk baut berdiameter 6,4 mm. ......................
54
23 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, 5,0 mm, Z Lokal dan Z NDS 2005 untuk baut berdiameter 7,9 mm. ......................
55
24 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, 5,0 mm, Z Lokal dan Z NDS 2005 untuk baut berdiameter 9,4 mm. ......................
56
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Data nilai kadar air sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu .....................................................
67
Data nilai kerapatan sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu ......................................
69
Data nilai berat jenis sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu ......................................
71
Data nilai kekuatan tarik maksimum sejajar serat sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu ...........................................................................................................
73
5
Data nilai kekuatan tekan maksimum sejajar serat untuk lima jenis kayu
75
6
Data hasil perhitungan bolt bearing strength kayu ...................................
78
7
Data hasil perhitungan kekuatan lentur baut (Fyb) ....................................
80
8
Data nilai desain lateral sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu pada sesaran 1,5 mm ....
81
Data nilai desain lateral sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu pada sesaran 5,0 mm ....
83
10 Analisis polinomial ortogonal jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran 1,5 mm .....................................................
85
11 Analisis polinomial ortogonal jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran 5,0 mm .....................................................
86
12 Hasil perhitungan nilai Z lokal dan Z NDS 2005 pada lima jenis kayu ...
87
13 Hasil uji nilai tengah berpasangan Z lokal dan Z NDS 2005 pada lima jenis kayu ..................................................................................................
95
2 3 4
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang Suatu bangunan struktural harus cukup kuat yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penghuninya. Hal ini mengharuskan struktur bangunan tersebut memiliki kekakuan, kekuatan, kestabilan dan keseimbangan yang cukup (Canonica 1991). Dikatakan struktur dalam keadaan seimbang apabila beban total yang bekerja dapat diimbangi oleh gaya reaksi pada tumpuan, struktur stabil jika beban-beban yang bekerja menghasilkan deformasi yang tidak menyebabkan struktur runtuh, struktur pun harus cukup kuat dalam memikul beban tanpa patah dan struktur kaku apabila deformasi yang terjadi tidak membuat struktur menjadi tidak berguna. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kekuatan, kestabilan, keseimbangan dan kekakuan suatu bangunan struktural diantaranya rancang bangun, jenis kayu dan jenis sambungan yang digunakan. Kayu diketahui memiliki variabilitas yang sangat tinggi dalam sifat fisik maupun mekanik sebagai akibat dari pengaruh genetik dan lingkungan. Bowyer et al. (2003) menjelaskan bahwa kekuatan kayu berhubungan erat dengan berat jenis dimana kayu dengan berat jenis tinggi memiliki nilai kekuatan yang tinggi, sebaliknya pada kayu dengan berat jenis rendah. Perbedaan nilai kekuatan kayu ini akan menentukan dalam pemilihan jenis yang akan digunakan dalam konstruksi. Kayu dengan nilai kekuatan tinggi selalu akan menjadi pilihan utama, namun apabila harus menggunakan kayu dengan nilai kekuatan sedang ataupun rendah dapat menyiasati dengan penggunaan dalam jumlah yang lebih banyak atau dengan ukuran dimensi yang lebih besar dimana hal tersebut dilakukan berdasarkan perhitungan yang sesuai. Selain harus memiliki kekuatan yang memadai, kayu juga harus memadai dalam hal bentangannya. Pada kenyataannya kayu perdagangan yang banyak dijumpai di pasar memiliki panjang yang terbatas, hal ini terkait dengan efisiensi pada
saat
pengangkutan.
Kondisi
ini
mengharuskan
untuk
melakukan
penyambungan pada kayu agar dapat memperoleh panjang bentang yang diinginkan. Sambungan merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi, maka dalam membuat sambungan harus diperhitungkan cara menyambung sehingga
dapat menerima dan menyalurkan gaya yang bekerja padanya (Tular dan Idris 1981). Alat sambung tipe dowel seperti paku dan baut relatif mudah diperoleh dan mudah dalam pengerjaannya sehingga banyak digunakan untuk bangunan di Indonesia. Penggunaan alat sambung paku biasa digunakan untuk konstruksi dengan disain kekuatan yang relatif kecil, sedangkan baut yang memiliki ukuran diameter lebih besar digunakan untuk disain kekuatan yang lebih besar (Breyer et al. 2007). Penentuan kekuatan yang mampu dipikul oleh sambungan kayu dengan menggunakan alat sambung tipe dowel sudah sejak lama berkembang. Trayer (1932) pertama kali memperkenalkan formula untuk mendesain sambungan kayu yang didasarkan pada batas proporsi, namun formula tersebut tidak dapat memenuhi prinsip-prinsip teknik dan tidak dapat juga digunakan pada semua bentuk sambungan. Johansen (1949) kemudian mengajukan ide penentuan kekuatan sambungan kayu yang didasarkan pada batas leleh, teori ini kemudian dikenal dengan nama European Yield Model (EYM). Teori batas leleh ini cukup baik dalam menentukan nilai kekuatan sambungan kayu karena telah memenuhi prinsip-prinsip teknik. American Forest and Paper Association kemudian mengadopsi teori batas leleh tersebut ke dalam NDS 1991. NDS 2005 yang ada saat ini tetap mengunakan batas teori leleh dalam penentuan nilai kekuatan sambungan kayu di Amerika. NDS 2005 secara lengkap menyajikan tabel nilai desain lateral rujukan baut untuk sambungan kayu yang menggunakan pelat geser tunggal maupun geser ganda dimana nilai-nilai tersebut dapat langsung digunakan dalam perancangan konstruksi. Penentuan nilai desain lateral rujukan sambungan kayu di Indonesia dapat ditentukan melalui pengujian empiris di laboratorium dimana nilai kekuatan kayu ditentukan pada sesaran 1,5 mm (PKKI NI-5). Indonesia sebenarnya juga mengadopsi teori batas leleh tersebut dalam Peraturan Kayu Indonesia SNI 2002, namun persamaan tersebut belum dapat digunakan karena tidak ada informasi yang jelas mengenai parameter-parameter yang digunakan dalam persamaan tersebut.
Perumusan Masalah Untuk informasi kekuatan sambungan kayu di Indonesia sebenarnya telah disajikan tabel beban yang diperkenankan per baut, namun terbatas pada kayu kelas kuat II-III (berat jenis rata-rata 0,5) (Frick dan Moediartianto 2004). Tabel ini menyajikan nilai beban per baut dengan ukuran baut diameter yang sama dengan tabel NDS 2005 (1/2 inci – 1 inci). Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Indonesia memiliki ratusan kayu jenis komersil yang memiliki variabilitas kekuatan yang cukup tinggi akibat dari faktor genetik dan lingkungan tempat tumbuhnya. Komponen sambungan lainnya yakni baut dapat diperoleh dalam ukuran diameter yang juga bervariasi. Baut dengan ukuran 6,4 mm; 7,9 mm; dan 9,4 mm cukup banyak dijumpai di pasar, namun tidak dijumpai nilai desain baut tersebut sebagai alat sambung. Komponen pembentuk sambungan seperti balok kayu dan baut merupakan faktor yang akan mempengaruhi kekuatan dari sambungan kayu. Kombinasi penggunaan antara balok kayu dengan alat sambung yang menggunakan baut dalam ukuran dan jumlah berbeda pada suatu sambungan akan memberikan nilai kekuatan yang berbeda. Penelitian ini mencoba mengkaji pengaruh faktor diameter dan jumlah alat sambung baut terhadap kekuatan sambungan kayu geser ganda pada jenis kayu Indonesia. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar pengaruh diameter dan jumlah baut terhadap kekuatan sambungan geser ganda kayu-pelat baja dan menganalisis nilai disain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut berpelat sisi baja pada lima jenis kayu Indonesia.
Hipotesis 1.
Faktor diameter dan jumlah alat sambung baut mempengaruhi kekuatan sambungan kayu geser ganda berpelat baja pada lima jenis kayu Indonesia.
2.
Terdapat hubungan nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda berpelat baja dengan berat jenis kayu Indonesia.
3.
Nilai desain lateral untuk kayu Indonesia lebih tinggi dibanding nilai desain NDS 2005.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dalam perencanaan desain konstruksi yang menggunakan sambungan kayu geser ganda dengan baut berpelat baja untuk jenis kayu Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Sambungan Kayu Menurut Hoyle (1973) sambungan adalah lokasi sederhana yang menghubungkan dua bagian atau lebih menjadi satu dengan bentuk tertentu pada ujung-ujung perlekatannya. Tular dan Idris (1981) menyatakan bahwa sambungan merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi. Dalam pelaksanaan konstruksi kayu, harus diperhatikan cara menyambung, serta menghubungkan kayu tertentu sehingga dalam batas-batas tertentu gaya tarik dan gaya tekan yang timbul dapat diterima atau disalurkan dengan baik. Tujuan penyambungan kayu adalah untuk memperoleh panjang yang diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka batang sesuai dengan yang di inginkan. Sebuah sambungan pada suatu konstruksi merupakan titik kritis atau terlemah pada konstruksi tersebut. Oleh karena itu, kayu yang akan disambung harus merupakan pasangan yang cocok dan pas, penyambungan tidak boleh sampai merusak kayu yang disambung tersebut, sesudah sambungan jadi hendaknya diberi bahan pengawet agar tidak cepat lapuk dan sebaiknya sambungan kayu yang dibuat terlihat dari luar agar mudah untuk dikontrol (Surya, 2007). Kekuatan sambungan tergantung pada kekuatan komponen penyusunnya, yaitu kayu yang disambung dan alat sambungnya. Sesuai dengan teori mata rantai kekuatan sambungan banyak ditentukan oleh komponennya yang terlemah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan sambungan adalah kerapatan kayu, besarnya beban yang diberikan dan keadaan alat sambungnya (Surjokusumo 1984). Yap (1984) menyatakan bahwa bila kekuatan kayu tanpa sambungan dianggap 100 % maka penggunaan alat sambungan kayu mengakibatkan perlemahan sehingga kekuatannya berubah menjadi 30 % jika menggunakan alat sambung baut; 50 % jika menggunakan alat sambung paku; 60 % jika menggunakan alat sambung pasak kayu dan tetap 100 % jika menggunakan alat sambung perekat.
Menurut Wirjomartono (1977) sambungan kayu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar: sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan momen. Alat-alat sambung dapat digolongkan menjadi empat, yaitu 1) paku, baut, skrup kayu, 2). pasak-pasak kayu keras, 3) alat-alat sambung modern dan 4) perekat. Selanjutnya bila dilihat dari cara pembebanannya, alat-alat sambung dibagi menjadi : 1. Alat sambung untuk dibebani geseran, misalnya : paku, baut, perekat dan pasak kayu 2. Alat sambung untuk dibebani bengkokan atau lenturan, misalnya paku, baut dan pasak kayu 3. Alat sambung untuk dibebani jungkitan, misalnya pasak kayu 4. Alat sambung untuk dibebani desakan, misalnya : kokot dan cincin belah. Sambungan berupa ikatan yang dibuat tepat pada permukaan kayu sejajar arah serat (perekat) memiliki sifat yang sama seperti kayu. Demikian juga sambungan antara lapisan panel-kayu-panel memiliki sifat yang sama dengan material terlemahnya. Ini adalah dasar untuk kayu laminasi dan untuk komponen bangunan seperti box-beam dan I-beam.
Sambungan dengan perekat hanya
digunakan pada sruktur yang relatif kecil seperti tiang dengan ukuran sedang. (Thelandersson dan Larsen 2003) Paku adalah jenis alat sambung yang paling umum digunakan. Di Amerika, paku biasa digunakan untuk mendesain sambungan ketika beban yang akan disalurkan relatif kecil dan jika bebannya besar akan digunakan jenis alat sambung lain (baut). Paku dapat ditempatkan berdekatan, sangat efektif dan relatif murah karena biasanya dapat dipakai secara langsung tanpa harus membuat lubang pada kayu (Thelandersson dan Larsen 2003, Breyer et al. 2007). Penggunaan paku dalam kayu keras mengharuskan dilakukan pengeboran terlebih dahulu untuk menghidari terjadinya pecah pada kayu. Besarnya lubang bor adalah 0,8-0,9D dan kedalaman lubah 2/3 dari tebal kayu. (Frick dan Maoediartianto 2004) Baut dan jenis dowel lainnya digunakan dalam struktur kayu untuk memikul beban yang besar. (Thelandersson dan Larsen 2003, Breyer et al 2007). Baut biasanya memiliki ulir coarse dilengkapi dengan cincin yang memiliki
panjang 3D dan tebal 0,3D, dimana D adalah diameter baut. Lubang baut biasanya dibuat lebih besar 1-2 mm dari diameter baut, besarnya lubang yang dibolehkan NDS 2005 adalah 1/32 – 1/16 inci dari diameter baut, sedangkan PKKI NI-5 mensyaratkan lubang baut tidak lebih dari 1,5 mm dari diameter baut. Alat Sambung Baut Baut terbuat dari berbagai jenis bahan tetapi kebanyakan baut dibuat dari baja karbon (carbon steel), logam campuran (alloy steel), dan baja antikarat (stainless steel). Bahan lain adalah baut dari titanium dan alumunium tetapi penggunaannya terbatas hanya dalam industri luar angkasa. Baja karbon merupakan bahan pembuat baut paling murah dan paling banyak digunakan. Baut jenis ini biasanya dilapisi dengan zinc agar tahan terhadap korosi, kekuatannya bisa mencapai 55 ksi. Baja logam campuran adalah baja karbon berkekuatan tinggi yang dapat mencapai 300 ksi. Jika akan digunakan untuk keperluan industri luar angkasa, baja jenis ini biasanya dilapisi dengan cadmium untuk melindungi dari korosi. Baja antikarat tersedia dalam beberapa variasi logam campuran dimana memiliki kekuatan berkisar 70 – 220 ksi. Baja antikarat biasanya tidak membutuhkan pelapisan dan memiliki toleransi yang besar terhadap suhu dibandingkan jenis baja karbon atau baja logam campuran (Barret 1990). Plating dan coating dilakukan terhadap baut untuk mencegah terjadi korosi. Beberapa jenis plating dan coating, yaitu cadmium plating, zinc plating, phosphate coating, nickel plating, chromium plating, aluminum plating, sermatel W dan SermaGard, stalgard, nickel-cadmium plating, silver plating, passivasi dan preoksidasi, dan black oxide coating. Pelapisan dengan cadmium dilakukan untuk baut dalam industri luar angkasa. Zinc adalah jenis bahan pelapis yang paling umum digunakan. Zinc meleleh pada suhu 785oF tetapi dalam penggunaannya suhu dibatasi hingga 250oF (proteksi zinc terhadap korosi mengalami penurunan di atas suhu 140oF). Pelapisan baja atau besi dengan fosfor dilakukan melalui perlakuan perendaman dengan larutan asam fosfat, reaksi kimia yang terjadi akan membentuk lapisan pelindung tipis dan kristal fosfat. Jenis pelapis nikel merupakan salah satu metode tertua dalam pencengahan baja terhadap korosi dan memperbaiki penampilan baja. Namun pelapisan dengan nikel jarang dilakukan
kerana biaya yang mahal. Kromium umumnya digunakan untuk otomotif atau alat-alat dekoratif. Pelapis jenis ini juga termasuk mahal, pada prosesnya membutuhkan tembaga dan nikel agar pelapisannya baik (Barret 1990). Pelumas ulir yang umum digunakan adalah oli, gemuk atau lilin, grafit, dan molybdenum disulfite. Terdapat pula beberapa jenis pelumas lainnya, yaitu never-seez dan synergistic coating. Oli dan gemuk adalah pelumas yang paling banyak digunakan tetapi tidak dapat digunakan pada kondisi vakum, suhu untuk pelumas jenis oli dan gemuk maksimum 250oF. Pelumas grafit tidak dapat digunakan pada kondisi vakum, suhu penggunaan 212 – 250oF. Jenis pelumas yang dapat digunakan dalam kondisi vakum adalah Molybdenum disulfite dan synergistic coating (Barrett 1990). Jenis korosi yang dapat terjadi pada baut, yaitu korosi galvanik, korosi tegangan, hydrogen embrittlement dan cadmium embrittlement. Korosi galvanik terjadi ketika dua metal yang digunakan memiliki jumlah elektrolit tidak sama, seperti air. Sel galvanik akan terbentuk dan mengedap pada elektroda yang kurang aktif. Korosi tegangan terjadi akibat penempatan baut pada lingkungan yang bersifat korosif, seperti pada tempat bersuhu tinggi. Hydrogen embrittlement terjadi ketika terdapat hidrogen bebas diluar ikatan metal. Reaksi kimia antara hidrogen dan karbon akan menghasilkan gas metan yang dapat menyebabkan retak dan reduksi kekuatan baut (Barret 1990). Penggunaan baut pada kayu menjadikan baut rentan mengalami korosi karena kehadiran air dan oksigen dalam sel kayu (Baker 1978 dalam Rammer et al. 2006). Di tahun 2004, AWPA E12 2004 adalah satu-satu standar yang dapat digunakan untuk menduga secara cepat korosi bahan metal yang digunakan dalam kayu. Meskipun pengujian tersebut dapat memberikan hasil secara cepat, namun keterkaitan hasil pengukuran dengan kondisi suhu dan kelembaban sebenarnya saat penggunaannya tidak jelas. AC326 pada subbab 4.6 menetapkan penilaian korosi secara visual pada alat sambung yang digunakan dalam kayu. Penilaian dilakukan dengan menggunakan minimum sepuluh ulangan alat sambung dan diuji menurut prosedur E12. Setelah pengujian selesai, kondisi permukaan alat sambung diranking menurut beberapa kritreia. Pendekatan ini juga dinilai terbatas dan subjektif, terbatas karena tidak ada kriteria hubungan hasil pengujian dengan
kemampuan alat sambung dan subjektif karena area permukaan kurang baik dalam mendefinisikan beberapa jenis alat sambung seperti alat sambung berulir. Selanjutnya ASTM mengajukan pengujian dengan menggunakan AWPA E12 sebagai dasar lingkungan statis dan menambahkan siklus fog untuk simulasi pergantian cuaca yang mungkin terjadi dalam penggunaan. Rammer et al. (2006) mengajukan 3 kegiatan yang perlu dikembangkan untuk pemahaman yang lebih baik mengenai pengaruh korosi metal pada kayu dan pelapisan alat sambung metal, yaitu metode untuk menentukan area permukaan untuk alat sambung berulir, pengembangan prosedur pengujian untuk alat sambung yang dilapisi, dan pemaparan data yang panjang untuk menghubungkan hasil pengujian dengan kemampuan alat sambung saat dalam penggunaan. Unified National Coarse (UNC) adalah jenis ulir yang paling banyak digunakan pada alat sambung. Selain itu terdapat juga jenis ulir lain, seperti Unified National Fine (UNF), Unified National Extra Fine (UNEF), UNJC, UNJF, UNK dan constant-pitch thread. Pembuatan baut UNC lebih mudah dibanding UNF, namun UNF memiliki kemampuan memikul beban yang sedikit lebih besar. UNF memiliki diameter ulir yang lebih kecil sehingga kemampuan putarmenguncinya lebih baik dari UNC (Barret 1990) dimana jumlah ulir per inci UNF lebih banyak (Pedal Power Generator LCC 2007). Tabel 1
Perbandingan jumlah ulir pada baut UNF dan UNC
0,25
UNF (ulir per inci) 28
UNC (ulir per inci) 20
5/16
0,3125
24
18
3/8
0,375
24
16
7/16
0,4375
20
14
1/2
0,5
20
13
9/16
0,5625
18
12
5/8
0,625
18
11
3/4
0.75
16
10
7/8
0,875
14
9
1
1
14
8
Size (width)
Diameter (inci)
1/4
Baut A307, A325, A499 dan A490 adalah baut paling banyak digunakan dalam US Customary Unit (USCU). Baut A307 secara teknis bukan baut untuk tujuan struktural, baut ini sering digunakan untuk memikul beban kecil namun di Amerika baut jenis ini biasanya digunakan pada sambungan kayu (Computer System Support 1998, Breyer et al. 2007). Baut A325 paling banyak digunakan sebagai alat sambung pada konstruksi baja (Barus dan Panjaitan 2008). Kekuatan tarik baut aktual yang diproduksi melebihi nilai minimum yang ditetapkan. Hasil pengukuran baut A325 berdiameter 1/2 – 1 inci memiliki kekuatan tarik 18% lebih baik dibandingkan nilai minimum yang ditetapkan, sedangkan kekuatan tarik aktual baut A490 10% lebih baik (Kulak 2005). Kajian Persamaan Batas Leleh Baut Forest products Laboratorty memperkenalkan desain formula untuk penyambungan kayu dengan baut berpelat sisi yang memperoleh beban secara aksial di tahun 1930an. Formula tersebut didasarkan pada kekuatan batas proporsi (Moss 1997, Breyer et al. 2007). Parameter yang digunakan dalam formula tersebut adalah diameter dan panjang alat sambung. Formula empiris tersebut secara sederhana menghasilkan nilai beban yang diperoleh melalui pengujian laboratorium. Namun, formula tersebut tidak dapat diperoleh menggunakan prinsip-prinsip mekanis teknik dan tidak dapat digunakan pada semua sambungan (Breyer et al. 2007). Di tahun 1940an, pendekatan analisis sambungan dikembangkan di Eropa. Johansen (1949) dalam Balma (1999) pertama kali memperkenalkan ide perhitungan kekuatan sambungan yang didasarkan pada kekuatan leleh baut dan kekuatan rusak kayu, formula ini dikenal dengan nama European Yield Model (EYM). Penelitian yang dilakukan oleh Forest Products Laboratory hingga 1980an menyimpulkan bahwa pendekatan mekanis teknis yang didasarkan pada teori batas leleh lebih memungkinkan untuk menganalisis alat sambung tipe dowel dalam sambungan kayu (Breyer et al. 2007). American Forest and Paper Association (AFPA) pertama kali mengadopsi teori tersebut dalam NDS 1991. Formula NDS ini telah digunakan pada berbagai alat sambung tipe dowel seperti baut, sekrup dan paku (Balma 1999).
Sawata dan Yusumura (2003) melakukan analisis nonlinear finite elemen pada sambungan kayu dengan baut dengan pembebanan sejajar dan tegak lurus arah serat yang dibandingkan dengan hasil pengujian eksperimetal dan teori leleh. Sambungan kayu dibuat dengan dua pelat sisi baja geser ganda dengan satu pelat baja ditempatkan pada bagian dalam kayu. Kekuatan geser sambungan baut yang dihitung dari teori leleh dan momen leleh menunjukkan kesesuaian dengan kekuatan geser yang diperoleh dari 5% offset dari kurva load-slip dalam pengujian eksperimental dan analisis, demikian pula halnya dengan kekuatan geser ultimatenya. Kamachi et al. (2006) juga mencoba mengembangkan metode baru untuk mengestimasi karakteristik load-slip dari sambungan kayu geser ganda dengan baut karena menganggap bahwa penggunaan teory of a beam on elastic foundation (TBEF) dalam mengestimasi beban leleh memiliki masalah besar pada kemungkinan titik sendi terjadi sepanjang batang baut dan hal ini menyebabkan momen tidak dapat diselesaikan. Masalah lain dalam metode tersebut adalah terjadi peningkatan beban setelah terjadi leleh pada sambungan. Metodenya diharapkan dapat menentukan kekakuan, batas proporsi, beban leleh dan besarnya peningkatan beban setelah terjadi leleh. Metode tersebut adalah persamaan turunan yang didasarkan pada TBEF. Hasil pengujian eksperimental menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengestimasi, namun metode tersebut dapat digunakan untuk menentukan beban ijin untuk alat sambung tipe dowel lainnya yang digunakan dalam konstruksi kayu. Bolt bearing strength (kuat tumpu baut) adalah suatu sifat mekanik bahan yang ditentukan berdasarkan hasil uji yang menggambarkan kuat batas dari kayu di sekeliling lubang yang terbebani tekan oleh pasak atau baut (Tjondro 2007). Perilaku bolt bearing strength terhadap kayu tidak dapat dijelaskan oleh sifat kekuatan tekan kayu, atau dengan kata lain kekuatan tekan kayu berbeda dengan bolt bearing strength (Hong dan Barret 2008). Smith et al. (1988) dalam Tjondro (2007) melakukan pengujian untuk Eurocode 5, menemukan bahwa diameter baut akan berpengaruh pada bolt bearing strength. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tjondro (2007) diperoleh persamaan kuat tumpu baut (bolt bearing strength, Fe) untuk kayu Indonesia
dimana persamaan yang dibangun tersebut tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh berat jenis kayu namun juga oleh rasio kelangsingan baut. Selain hal itu, Tjondro (2007) juga mengemukakan bahwa kayu dengan berat jenis tinggi akan menghasilkan nilai batas proporsi sambungan yang lebih kecil, sedangkan rasio kelangsingan baut dan jarak ujung memberikan pengaruh yang kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Jumaat et al. (2008) terhadap bebarapa kayu Malaysia juga menyimpulkan bolt bearing strength kayu Malaysia secara signifikan dipengaruhi oleh kerapatan kayu. Penelitian Rammer et al. (2001) dalam Abbasi et al. (2006) menjelaskan pengaruh kadar air terhadap bolt bearing strength kayu pada lima tingkat kadar air (4%, 6%, 12%, 19% dan segar). Pada kadar air 4% hingga 19% mengalami reduksi terhadap bolt bearing strength, selanjutnya pada kondisi segar hingga kadar air 150% nilai bolt bearing strength cenderung konstan. Metode numerik yang diajukan Abbasi et al. (2006) untuk simulasi pengaruh kadar air terhadap sambungan kayu menyimpulkan bahwa pengaruh kadar air dalam pengujian bolt bearing strength tidak cukup untuk melengkapi kevalidan model yang dibuatnya. Penurunan nilai bolt bearing strength akibat pengaruh kadar air harus dipertimbangkan hingga kadar air 25% (Sauvat et al. 2008). Desain sambungan baut di hampir seluruh dunia didasarkan pada European Yield Model (EYM). Model tersebut hanya dapat memprediksi kapasitas sambungan dengan model kerusakan duktil, sedangkan kerusakan pada kayu dapat pula berupa kerusakan brittle (Habrick dan Quenneville 2006, Quennneville 2008). Sambungan dengan kerusakan duktil terjadi ketika kayu rusak oleh baut, menghasilkan kerusakan bearing. Kerusakan akan meningkat dengan peningkatan beban hingga sambungan mencapai bentuk plastis dimana beban konstan dan kerusakan bertambah. Kerusakan brittle meliputi keruntuhan kayu disekitar sambungan. Gaya tarik menyebabkan retak pada kayu sebelum duktil terjadi. Saat retak berlanjut, sambungan mengalami kehilangan kekuatan secara cepat diakibatkan kerusakan yang juga berlangsung cepat. Pengurangan jarak ujung mempengaruhi bentuk dan besarnya distribusi tegangan. Pada dasarnya, saat jarak ujung dari sambungan berkurang akan menyebabkan perubahan model kerusakan sambungan dari bearing menjadi shear-out
(kerusakan brittle). Perubahan ini dapat menyebabkan turunnya kemampuan memikul beban dari sambungan (Echavarria dan Salenikovich 2006). NDS 2005 mengemukakan bahwa kapasitas pada alat sambung majemuk mungkin dibatasi oleh kerusakan kayu pada net section atau tear-out di sekitar alat sambung akibat dari tegangan lokal. NDS 2005 kemudian memberikan persamaan untuk menghitung tegangan lokal, yaitu kapasitas net section tension, row-tear out dan group tear-out. Quenneville (2008) mengajukan persamaan untuk menghitung kapasitas tegangan lokal yang dibandingkan dengan standar yang telah ada dan disimpulkan bahwa persamaan tersebut cukup komprehensif untuk menggantikan ketelitian dari Eurocode 5 dan CSA O86. Persamaan ini juga cukup fleksibel untuk digunakan pada banyak kasus-kasus pendesainan. Penelitian oleh Fardy et al. (2006) mencoba meningkatkan kapasitas memikul beban sambungan kayu tipe dowel dengan penggunaan polimer Furfural Alcohol (Furan) dan Polyester Styrene (PS) pada lubang sambungan. Penggunaan polimer tersebut terbukti dapat meningkatkan kapasitas kekuatan sambungan kayu secara signifikan. Polimer PS memberikan peningkatan kekuatan sambungan yang lebih bagus dibanding furan. Haller dan Birk (2006) melakukan penguatan lubang sambungan dengan menggunakan tekstil untuk pakaian. Pengujian embedding strength kayu menunjukkan peningkatan kekuatan, kekakuan dan duktilitas dowel secara signifikan. Batas Leleh Sambungan Kayu Geser Ganda Karakteristik pembebanan untuk baut, sekrup atau alat sambung tipe dowel lainnya diprediksi dari kekuatan material yang didasarkan pada teori leleh (AFPA 1996). Teori umum untuk memprediksi kemampuan memikul beban sambungan kayu dengan alat sambung tipe dowel pertama kali dikembangkan oleh Johansen (1949) berdasarkan pada kekuatan leleh baut dan kekuatan kayu (Johansen 1949 dalam Balma 1999). Model tersebut kemudian ditunjukkan oleh McLain dan Thangjitham (1983) dalam AFPA 1996; Soltis et al. (1987, 1986) dalam AFPA (1996) dan lainnya untuk memprediksi kuat leleh dari sambungan dengan lebih akurat.
Model leleh menggunakan embedding strength (Fe) dan fastener yield strength (Fy) dan geometri sambungan untuk memprediksi beban leleh sambungan dengan dua atau tiga komponen sambungan (AFPA 1996). Pada NDS 2005, embedding strength dikatakan sebagai dowel bearing strength. Istilah tersebut digunakan untuk nilai pengujian pembenaman alat sambung tipe dowel ke dalam balok kayu atau pelat baja, disimbolkan dengan (Fe). Dowel bearing strength ditentukan dengan menggunakan beban leleh pengujian yang letaknya offset 5% dari diameter baut, sedangkan embedding strength pada persamaan Johansen memakai beban maksimum (ultimate).
main member side member
Sumber : Forest Products Laboratory (1999)
Gambar 1 Bentuk tampang sambungan kayu geser ganda. Nilai dowel bearing strength terhadap balok kayu atau biasa dikatakan sebagai komponen utama (main member) disimbolkan dengan (Fem) sedangkan terhadap side member disimbolkan dengan (Fes). Untuk komponen side member dapat menggunakan kayu ataupun pelat baja. Nilai Fes sebenarnya besarnya 2,4 kali dari kuat tarik untuk baja hot-rolled dan 2,2 kali dari kuat tarik baja coldformed. Namun untuk dapat digunakan secara langsung dalam persamaan batas leleh NDS 2005 maka nilai Fes mengalami reduksi yang berkaitan dengan lama pembebanan pada sambungan. Sehingga diperoleh nilai Fes = 1,5Fu untuk baja hot-rolled dan Fes = 1,375Fu untuk baja cold-formed (Breyer et al. 2007) Sambungan kayu geser ganda terdiri atas dua buah side member yang mengapit main member. Kayu digunakan sebagai main member pada sambungan ini, sedangkan untuk side member bisa menggunakan kayu ataupun pelat baja. Didasarkan pada mekanisme sambungan, terdapat empat macam bentuk
kerusakan yang terjadi pada sambungan kayu geser ganda yang digambarkan oleh NDS.
Sumber : Forest Products Laboratory (1999)
Gambar 2 Mode kerusakan Im pada sambungan kayu geser ganda. Kerusakan mode I semata-mata terjadi pada kayu dimana kerusakan mode ini dikategorikan sebagai kerusakan pada kayu tanpa rotasi dari alat sambung yang keluar dari shear plane sambungan (Balma 1999). Pembebanan terhadap sambungan geser ganda seperti ditunjukkan pada Gambar 2 menyebabkan kerusakan terjadi pada main member, mode Im.
Sumber : Forest Products Laboratory (1999)
Gambar 3 Mode kerusakan Is pada sambungan kayu geser ganda. Mode Is menunjukkan terjadi kerusakan pada bagian side member saat beban berlawanan arah bekerja pada main member dan side member. Alat sambung pada mode kerusakan ini juga tidak mengalami kerusakan.
Sumber : Forest Products Laboratory (1999)
Gambar 4 Mode kerusakan IIIs pada sambungan kayu geser ganda. Kerusakan mode leleh III dan IV terjadi pada kayu yang mengalami kerusakan dan alat sambung yang leleh permanen (Balma 1999). IIIS mengambarkan kerusakan yang terjadi pada bagian alat sambung dan side member dimana alat sambung baut leleh terhadap lentur dengan satu sendi plastis. Sendi plastis terjadi di main member namun tidak terjadi kerusakan. Pada sambungan yang menggunakan baja sebagai side member kerusakan ini kecil sekali kemungkinan terjadinya.
Sumber : Forest Products Laboratory (1999)
Gambar 5 Mode kerusakan IV pada sambungan kayu geser ganda. Mode IV menunjukkan model kerusakan yang terjadi pada alat sambung dimana baut leleh terhadap lentur dengan dua titik sendi plastis per bidang geser dan dengan hancurnya kayu.
Thelandersson dan Larsen (2003) menyajikan banyak formula sambungan kayu, baik untuk sambungan geser tunggal (single shear) maupun geser ganda (double shear). Formula atau rumus kekuatan sambungan kayu geser ganda menggunakan pelat baja pada kayu dengan alat sambung tipe dowel sebagai berikut : 1.
Kerusakan terjadi pada balok kayu sedangkan alat sambung tipe dowel (baut) tidak mengalami kerusakan, maka R = 0,5 fh,2t2D.
2.
Balok kayu dan alat sambung tipe dowel mengalami kerusakan, maka R = √2Myfh,2D; dimana R kekuatan sambungan per alat sambung per bidang geser, My momen yang terjadi pada alat sambung, fh,2 kekuatan melekat atau mengikat alat sambung pada balok kayu, t2 tebal balok kayu dan D diameter alat sambung. Persamaan nilai desain lateral rujukan (nilai desain rujukan format ASD)
sambungan geser tunggal maupun geser ganda balok kayu-pelat baja dengan sambungan baut yang diperoleh dari persamaan batas leleh pada prinsipnya berlaku juga untuk alat sambung baut (Breyer et al. 2007). Persamaan nilai desain lateral rujukan sambungan kayu geser ganda balok kayu-pelat baja dengan baut tunggal sangat dipengaruhi oleh parameter dowel bearing strength (Fe) dan bending yield strength (Fyb), faktor diameter baut (D), penetrasi (panjang) baut dalam balok utama (ℓm) dan dalam pelat baja (ℓs). Persamaan batas leleh dengan empat mode (pola) kerusakan untuk sambungan double shear dengan alat sambung tipe dowel adalah sebagai berikut. 1.
Persamaan mode Im : Z = D(ℓm)(Fem)/4Kθ
2.
Persamaan mode Is : Z = 2D(ℓs)(Fes)/4Kθ,
3.
Persamaan mode IIIs : Z = 2k3D(ℓs)(Fem)/3,2(2+Re)4Kθ
4.
Persamaan mode IV : Z = (2D2/3,2Kθ)√2(Fem)(Fyb)/3(1+Re)
Dimana Z nilai disain rujukan per alat sambung per bidang geser (kg), Fyb bending yield strength/kuat lentur baut (kg.cm-2), Fem kekuatan melekat atau mengikat (dowel bearing strength) terhadap balok kayu utama (kg.cm-2), Fes dowel bearing strength terhadap pelat logam tepi (kg.cm-2) dan D diameter alat sambung dowel (cm). Perkembangan terakhir studi sambungan kayu dikemukakan oleh Blass dalam Thelandersson dan Larsen (2003) tentang fenomena sambungansambungan kayu dengan berbagai alat sambung tipe dowel.
Dari hasil
pengamatannya dikatakan bahwa terdapat tiga parameter utama yang cenderung mempengaruhi kekuatan sambungan menggunakan alat sambung tipe dowel (baut), yaitu : 1. Kemampuan lentur alat sambung (bending capacity of the dowel). Kemampuan melentur ini sangat tergantung dari diameter dan kekuatan bahan atau alat sambungnya. 2. Kemampuan melekat atau mengikat alat sambung ke dalam kayu solid atau kayu komposit (embedding strength). Kekuatan mengikat tersebut terutama tergantung dari kerapatan kayu dalam mencengkeram baut. Dengan demikian terdapat kaitan langsung dengan luas permukaan (diameter dan panjang) alat sambung yang masuk kedalam kayu. 3. Kekuatan withdrawal terutama pada alat sambung yang memiliki permukaan tidak halus. Hoyle (1973) menjelaskan bahwa prinsip dasar penggunaan baut adalah untuk menahan beban tegak lurus terhadap sumbu baut pada beban yang bersudut 0o sampai 90o terhadap arah serat kayu. Wirjomartono (1977) menjelaskan bahwa baut dengan cincin dan mur merupakan suatu konstruksi jepitan. Karena kurang telitinya para pekerja dan adanya penyusutan kayu-kayu setelah beberapa lama dalam konstruksi maka perhitungan – perhitungan baut didasarkan atas keadaan baut dengan mur dan cincin-cincin tidak bekerja sama sekali. Kekuatan sambungan baut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu 1) daya dukung baut itu sendiri terhadap lenturan; 2) geseran pada kampuh-kampuhnya (titik hubung) dan sesaran. Ini tergantung dari gaya tarik (gaya normal) yang timbul dalam baut itu serta, 3) kekuatan kayu.
Sambungan konstruksi kayu dengan baut diperlukan persyaratan karena berkaitan dengan sifat-sifat kayu dan sifat alat sambungnya antara lain 1) kadar air, dimana kestabilan kayu sangat besar pengaruhnya terhadap besarnya kadar air 2) lubang baut, dimana besarnya lubang baut dibuat secukupnya dan 3) jarak baut terhadap sisi-sisi dan ujung kayu, karena adanya lubang baut sangat mempengaruhi terhadap kekuatan kayunya. Saat menggunakan baja sebagai pelat sisi (main member), tegangan bearing baut sejajar serat pada batas proporsional sambungan lebih baik sekitar 25% dari pelat sisi dari kayu. Deformasi sambungan pada batas proporsi lebih kecil dengan menggunakan baja. Jika beban pada deformasi sambungan yang sama dibandingkan, beban pada sambungan dengan pelat sisi baja 75% lebih baik dibandingkan pelat sisi kayu. Sebelum tahun 1991, kriteria desain dalam peningkatan kekuatan sambungan yaitu dengan cara pengunaan pelat sisi baja, setelah 1991 kriteria desain termasuk perilaku pelat sisi baja ditentukan melalui persamaan model leleh (Forest Produtcts Laboratory 1999). Peraturan Sambungan Kayu dengan Baut di Indonesia Nilai kekuatan atau nilai desain lateral sambungan kayu di Indonesia dibatasi hingga sesaran 1,5 mm (PKKI NI-5). Atau beban rusak dibagi dengan faktor aman 2,75. Pada pengujian sambungan kayu, titik proposional (Proportional Limit Load, Pp) berada pada sesaran + 1,25 mm sedangkan untuk beban leleh (Yield Load, Py) pada sesaran + 1,5 mm (Rosalina 2009). Nilai tersebut dapat diperoleh dengan pengujian empiris sambungan kayu di laboratorium. Cara penentuan nilai kekuatan tersebut berlaku untuk sambungan kayu dengan perekat, pasak, paku ataupun baut (Yap 1984). Dalam PKKI NI-5 rumusan untuk
menentukan kekuatan baut dalam
sambungan dibagi dalam tiga golongan kelas kuat kayu yaitu : golongan I adalah semua kayu dengan kelas kuat I ditambah dengan kayu rasamala ; golongan II adalah semua kayu dengan kelas kuat II dan kayu jati ; golongan III adalah semua kayu kelas kuat III ; sedangkan golongan IV dan V tidak diadakan karena dalam praktek kayu-kayu tersebut hampir tidak pernah digunakan untuk konstruksi.
Penentuan nilai desain lateral rujukan di Indonesia seperti yang tercantum pada Peraturan Kayu Indonesia SNI 2002 juga menggunakan teori batas leleh yang mengadopsi model batas leleh baut NDS, namun dengan faktor aman yang berbeda. Untuk persamaan dengan model kerusakan Im, SNI 2002 menggunakan faktor aman 0,83 sedangkan NDS 2005 memakai faktor 0,25. Penggunaan nilai tersebut mungkin karena penilaian bahwa kekuatan kayu Indonesia lebih tinggi dibanding kayu-kayu Amerika. NDS 2005 menyajikan tabel nilai desain lateral rujukan baut untuk sambungan kayu yang menggunakan pelat geser tunggal maupun geser ganda dimana nilai-nilai tersebut dapat langsung digunakan dalam perancangan konstruksi. Nilai desain tersebut diperoleh dari persamaan batas leleh berdasarkan jenis kayu, ukuran kayu dan juga baut yang banyak digunakan di Amerika. Ukuran diameter baut yang digunakan adalah 1/2 inci hingga 1 inci, sedangkan berat jenis bervariasi 0,35 – 0,67. Indonesia juga menyajikan tabel beban yang diperkenankan per baut pada sambungan kayu dengan kelas kuat II-III (berat jenis rata-rata 0,5) (Frick dan Moediartianto 2004). Tabel ini juga menyajikan nilai beban per baut dengan ukuran baut diameter yang sama dengan tabel NDS 2005 (1/2 inci – 1 inci). Gambaran Umum Jenis Kayu Kayu Sengon Kayu sengon memiliki nama latin Paraserianthes falcataria termasuk dalam famili Mimosaceae. Jenis kayu ini dapat tersebar di Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya. Di Jawa Kayu ini dikenal juga dengan nama lain jeunjing dan atau sengon laut, di daerah Sulawesi kayu ini disebut juga dengan tedehu pute. Berbeda lagi dengan Maluku dimana kayu ini dikenal dengan nama rare, selowaku, seka, sikal sikas, tawa sela, sedangkan di Irian Jaya dikenal dengan nama bae-bai, wahagon, wau, dan wikkie. Tinggi pohon sengon dapat mencapai 40 m dengan panjang batang bebas cabang 10-30 m, diameter mencapai 80 cm.
Kayu teras sengon berwarna hampir putih atau cokelat muda, sedangkan kayu gubalnya umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Kayu sengon memiliki berat jenis 0,33 (0,24 – 0,49) termasuk pada kelas kuat IV-V dengan kelas awet IV/V. Kayu sengon termasuk sebagai jenis kayu yang mudah dalam pengerjaan. Kayu sengon oleh penduduk Jawa Barat banyak digunakan untuk bahan perumahan seperti papan, balok, tiang, kaso, dan sebagainya. Kayu ini dapat digunakan sebagai bahan pembuat peti, venir, pulp, papan semen wol kayu, papan serat, papan partikel, tangkai korek api, kelom dan kayu bakar. Kayu Nangka Kayu nangka memiliki nama latin Artocarpus sp dan termasuk ke dalam family Moraceae. Jenis ini tersebar di seluruh kawasan Asia yang beriklim tropis dan banyak digunakan sebahai bahan bangunan dan bahan baku meubel. Kayu nangka memiliki berat jenis rata-rata yaitu 0,66 dengan kelas kuat II dan kelas awet II-III. Ciri-ciri umum dari kayu nangka yaitu kayu ini memilik serat agak kasar dan berwarna kuning sirum mengkilat. Warna kuning tersebut disesabkan oleh kandungan morine dimana zat ini dapat diekstrak dengan air panas atau alkohol. Ekstrak morine pada kayu nangka dapat digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan. Pada proses pengeringan dari kondisi basah sampai kering udara, penyusautan yang terjadi pada bidang radial dan tangensial hampir sama dan relatif stabil (T/R ratio mendekati 1). Kayu nangka memiliki nilai elastisitas (MoEs dan MoEd) yaitu sebesar 29.179 kg.cm-2 dan 105.807 kg.cm-2, sedangkan MOR untuk kayu nangka sebesar 487,75 kg.cm-2. Kayu Punak Kayu punak memiliki nama latin Tetramerista glabra miq. Kayu ini termasuk dalam family Theaceae dengan daerah penyebaran Sumatera dan Kalimantan. Kayu ini dikenal juga dengan nama kayu punah atau lempunak. Kayu
ini memiliki warna cokelat merah muda kekuning-kuningan dengan tekstur kayu yang kasar. Kayu punak memiliki rata-rata berat jenis 0,76 (0,55 – 0,90) masuk dalam kelas awet III-IV dengan kelas kuat II. Kayu punak tergolong jenis kayu yang mudah untuk dikerjakan dan dapat digunakan sebagai bahan bangunan, plywood, kayu perkakas, lanta, papan, rangka pintu dan jendela, kayu perkapalan, tiang, moulding. Ciri utama yang dapat dijumpai dalam indentifikasi kayu punak berupa teras kuning jerami sampai cokelat merah muda, eras, pembuluh hampir seluruhnya berganda radial, parenkim kelompok baut, jari-jari dua ukuran lebar. Ciri-ciri anatomi dari kayu punak ini adalah soliter dan berganda radial 2-6 sel, diameter 200 mikron, frekuensi 2-3 per mm2, bidang perforasi bentuk tangga, tilosis jarang, endapan cokelat merah. Parenkim baur atau kelompok baur berupa garis-garis tangensial pendek diantara jari-jari. Jari-jari dua macam lebar, agak sempit dan agak lebar, frekuensi 10 per mm. Kayu Kapur Kayu kapur memiliki nama latin Dryobalanops sp termasuk dalam famili Dipterocarpaceae. Nama daerah jenis kayu ini cukup banyak, di Kalimantan kayu ini dikenal dengan nama ampadu, ampalang, awang tanet, bayau, belakan, kapur, mohoi, sintok, tulai, wahai, sedagkan di Sumatera dikenal dengan nama haburuan, kaberun, kamfer dan kuras. Kayu ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan seluruh Kalimantan. Tinggi pohon kapur berkisar antara 35-45 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas cabang 30 m atau lebih, diameter 80-100 cm. Bentuk batang sangat baik, lurus dan silindris dengan tajuk kecil, kadang-kadang berbanir sampai 2 meter. Kayu kapur memiki kayu teras berwarna merah, merah-cokelat atau merah kelabu dan kayu gubal berwarna hampir putih sampai cokelat kekuningan muda. Tekstur kayu agak kasar dan merata dengan arah serat lurus atau berpadu. Berat jenis kayu kapur 0,81 (0,63 – 0,94) masuk pada kelas kuat I-II dengan kelas awet II-III.
Kayu kapur banyak mengandung silika sehingga sulit dalam pengerjaan dengan mesin dan gergaji dalam keadaan kering, kondisi ini dapat menyebabkan gigi gergaji tumpul. Dalam kondisi basah, kayu ini lebih mudah dikerjakan, namun akan gigi gergaji biasanya agak lengket. Kayu kapur dapat digunakan untuk balok, riang, rusuk dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, serta dapat juga dipakai untuk kayu perkapalan. Kayu Bangkirai Nama latin kayu bangkirai adalah Shorea laevifolia Endert yang merupakan famili Dipterocarpaceae. Kayu ini dikenal juga dengan nama anggelam dan benuas (Kalimantan), sedang di Negara lain seperti Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol, Itali, Malaysia, Belanda dan Jerman kayu ini disebut bangkirai. Kayu ini banyak tersebar di daerah Kalimantan. Pohon bangkirai bias mencapai 40 m dengan panjang bebas cabang 10-30 m, diameternya bisa mencapai 120 cm. Kulit warna kelabu, merah atau cokelat sampau merah tua, beralur dan mengelupas kecil-kecil. Warna kayu teras berwarna kuning cokelat, kayu gubal cokelat muda atau kekuning-kuningan. Tekstur halus sampai agak kasar. Berat jenis kayu 0,91 (0,60-1,16) termasuk kelas awer I dengan kelas kuat I-II. Kayu ini memiliki kembang susut yang cukup besar, daya retak sedang sampai tinggi. Tempat tumbuh pada tanah liat berpasir dan tanah podzolik. Kegunaan kayu biasanya untuk bangunan jembatan, tiang listrik, bantalan rel kerata api, kayu perkapalan dan konstruksi berat lainnya.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan Laboratorium Terpadu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Fisika dan Mekanika Pusat Penelitan dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor dan Laboratorium Metalurgi Fisik Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta. Bahan dan Alat Bahan penelitian adalah 5 jenis kayu Indonesia: sengon (Paraserianthes falcataria), nangka (Artocarpus sp), punak (Tetramerista glabra), kapur (Dryobalanops sp), dan bangkirai (Shorea laevifolia). Jenis kayu tropis tersebut diperoleh dalam bentuk balok kayu berukuran 6 cm x 12 cm x 400 cm. Bahan lainnya adalah baut dengan ukuran diameter 6,4 mm, 7,9 mm, dan 9,4 mm dengan panjang 10 cm. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji mesin, gergaji besi, mesin serut, kaliper, timbangan elektrik, oven, mesin bor, Universal Testing Machine (UTM) merk Shimadzu kapasitas 30 ton dan UTM merk Instron kapasitas 5 ton. Metodologi Penelitian Metoda pengujian sifat fisik yang meliputi kadar air, kerapatan, berat jenis dan sifat mekanik meliputi kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu dan kekuatan sambungan kayu geser ganda. Pengujian kekuatan tekan maksimum sejajar serat menggunakan UTM merk Instron, sedangkan pengujian kekuatan sambungan kayu geser ganda dilakukan dengan UTM merk Shimadzu.
Persiapan Bahan Lima jenis kayu yaitu nangka, punak, kapur, kempas dan bangkirai dikeringkan dalam kiln dry terlebih dahulu kurang lebih 3 minggu untuk mencapai kondisi KA kering udara. Contoh uji kadar air, kerapatan dan berat jenis dibuat dari contoh dan dimensi yang sama dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm didasarkan pada standar Amerika, yaitu American Society for Testing and Materials (ASTM) D143-94. Untuk contoh uji tekan maksimum sejajar serat kayu adalah 2 cm x 2 cm x 6 cm menggunakan standar Inggris (BS-373 1957). Contoh uji sambungan kayu geser ganda dibuat dari balok kayu berukuran penampang 6 cm x 12 cm dengan panjang 30 cm. Penyambungan mekanis antar dua balok dilakukan dengan menggunakan pelat sambung baja berukuran penampang 1,5 cm (tebal) x 12 cm (lebar) x 30 cm (panjang). Pada setiap pelat sambung baja dibuat lubang sebesar ukuran diameter menurut masing-masing alat sambung baut. Selanjutnya pada setiap ukuran diameter per pelat sambung dibuat 4 (empat), 6 (enam), 8 (delapan) dan 10 (sepuluh) buah lubang sambungan. Pengujian Sifat Fisis Mekanis Kayu Kadar air, kerapatan, dan berat jenis. Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal (kondisi kering udara). Volume contoh uji diukur dengan mengalikan panjang, lebar dan tebalnya dengan menggunakan alat kaliper. Contoh uji kemudian dimasukkan kedalam oven bersuhu 103 ± 2 0C sampai beratnya konstan (biasanya diperoleh setelah 24 jam pengovenan), dan nilai berat jenis serta kadar air dihitung dengan rumus berikut: 100% (g.cm-3)
Dimana:
BKT = berat kering tanur (g) BKU = berat kering udara (g) VKU = volume kering udara (cm3)
Kekuatan tekan masimum sejajar serat. Pengujian tekan maksimum sejajar serat kayu atau maximum crushing strength (MCS) dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat kayu dengan kedudukan contoh uji vertikal, dengan pemberian beban perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan. Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji. Nilai keteguhan tekan maksimum sejajar serat kayu dihitung dengan rumus:
Dimana:
MCS = kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu (kg.cm-2) Pmaks = beban maksimum sampai terjadi kerusakan (kg) A
= luas penampang (cm2)
Kekuatan tarik masimum sejajar serat.
Pengujuan
kekuatan
tarik
sejajar serat kayu diduga dari model atau persamaan empirik yang dikembangkan oleh Tjondro (2007). //
172,5
,
Dimana: SG = berat jenis yang diukur pada rentang kadar air 12-15% Pengujian Baut Pengujian bolt bearing strength. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan mekanik baut terhadap kayu ataupun pelat baja. Penentuan nilai dowel bearing strength untuk komponen kayu didapat dengan rumus sebagai berikut:
Dimana: Fem
= bolt bearing strength kayu (kg.cm-2)
Py
= beban leleh pada offset 5% dari diameter baut (kg)
d
= diameter baut (cm)
t
= tebal kayu penumpu (cm)
Gambar 6 Pengujian bolt bearing strength terhadap komponen kayu. Nilai bolt bearing strength untuk komponen logam digunakan nilai tegangan tarik (Fu) baja ASTM A36 yakni 400 MPa atau 4.082 kg.cm-2. 1,5 Dimana:
Fes
= bolt bearing strength terhadap pelat baja (kgf/cm2)
Fu
= Kuat tarik pelat baja (kg.cm-2)
Pengujian kuat lentur baut. Penentuan nilai kuat lentur baut dilakukan dengan pengujian tarik terhadap baut berdasarkan ASTM F606 dengan menggunakan UTM merk Shimadzu.
0.7854 Dimana: Fu
0.9743 / = kuat tarik baut (kg.cm-2)
Pmaks
= beban maksimum(kg)
Fy
= kuat leleh baut (kg.cm-2)
Py
= beban leleh pada 0.2% dari panjang baut antara dua holder (kg)
As
= stress area ulir (cm2)
D
= diameter baut (cm)
n
= jumlah ulir per cm
Kekuatan tarik baut (Fu) dan kekuatan leleh (Fy) baut yang diperoleh dari pengujian ini selanjutnya digunakan untuk menentukan kuat lentur baut (Fyb). Nilai kuat lentur baut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2 Dimana: Fyb
2 = Kuat lentur baut (kg.cm-2)
Gambar 7 Pengujian kuat tarik baut. Perencanaan Desain Sambungan Sambungan yang akan direncanakan adalah sambungan geser ganda. Pengujian sambungan kayu dengan pembebanan lateral (lateral resistance), yaitu arah gaya tegak lurus terhadap alat sambung dilakukan sampai sesaran mencapai 5,0 mm.
Gambar 8 Contoh uji sambungan geser ganda.
Persamaan batas nilai disain rujukan (Z) diturunkan melalui serangkaian pengujian kekuatan lentur baut (Fyb); bolt bearing strength terhadap balok kayu utama (Fem) dan pelat baja tepi (Fes) dari berbagai ukuran dan mutu. Dalam penelitian ini tumpuan sambungan yang digunakan adalah tetap (fix support), sehingga formula atau rumus umum untuk menghitung Z dari sambungan kayu geser ganda dengan alat sambung baut (Breyer et al. 2007) sebagai berikut : a. Persamaan mode Im : Z = D(ℓm)(Fem)/4Kθ b. Persamaan mode Is : Z = 2D(ℓs)(Fes)/4Kθ c. Persamaan mode IIIs : Z = 2k3D(ℓs)(Fem)/3,2(2+Re)4Kθ, d. Persamaan mode IV: Z = (2D2/3,2Kθ)√2(Fem)(Fyb)/3(1+Re) dimana : Z
= nilai desain lateral rujukan per alat sambung per bidang geser (kg)
Fyb = kekuatan lentur baut (kg.cm-2) Fem = kekuatan melekat atau mengikat (bolt bearing strength) terhadap balok kayu utama (kg.cm-2), Fes = bolt bearing strength terhadap pelat baja tepi (kg.cm-2) D
= diameter alat sambung baut (cm).
Re = Fem/Fes Kθ = 1 + (θ/360) θ
= sudut beban maksimum terhadap arah serat (0 < θ < 90)
ℓm = penetrasi (panjang) baut dalam balok utama (cm) ℓs
= penetrasi (panjang) baut dalam pelat baja (cm)
Pengujian Kekuatan Sambungan Kayu Geser Ganda Pengujian sambungan kayu geser ganda (arah gaya tegak lurus terhadap alat sambung) dilakukan berdasarkan ASTM D5652-95. Pengamatan nilai desain lateral baut pada sambungan kayu dilakukan pada dua tingkat sesaran yaitu sesaran 1,5 mm (PKKI NI-5), dan 5,0 mm. Untuk nilai desain lateral pada sesaran 5,0 mm dibagi dengan faktor 2,75.
Gambar 9 Pengujian sambungan kayu geser ganda.
Besarnya rata-rata nilai desain lateral ditentukan dengan rumus:
Dimana:
= rata-rata nilai desain lateral per baut (kg) B
= beban total pada tingkat sesaran tertentu (kg)
n
= jumlah baut (batang)
Persiapan Bahan
Kayu (5 Jenis)
Baut
Fem
Sifat Fisis (KA, Kr, Bj) dan Sifat Mekanis (Kekuatan tekan dan tarik // serat)
Pelat Baja
(6.4 mm, 7.9 mm dan 9.5 mm)
Fy
Fu
Fyb Sambungan geser ganda
pada sesaran 1,5 mm dan 5,0 mm
Gambar 10 Diagram Alir Penelitian.
Analisis Data Untuk melihat pengaruh diameter dan jumlah alat sambung baut terhadap kekuatan sambungan dari berbagai jenis kayu Indonesia yang diteliti, maka data pengamatan untuk setiap jenis alat sambung baut diolah dan dianalisis menggunakan metoda statistik rancangan acak kelompok pada percobaan faktorial. Sebagai perlakuan, yaitu faktor A (diameter baut) dan faktor B (jumlah baut) masing-masing dianalisis berdasarkan kelompok (jenis kayu). Model matematika yang digunakan untuk rancangan ini adalah: Yijk = µ + Ai + Bj + Kk+ ABij +εijk Dimana: Yijk
= Beban ijin per baut pada diameter baut (faktor A) ke-i, jumlah baut (faktor B) ke-j pada ulangan ke-k
µ
= Rataan umum
Ai
= Pengaruh diameter baut ke-i
Bj
= Pengaruh jumlah baut ke-j
Kk
= Pengaruh kelompok (jenis kayu) ke-k
ABij
= Interaksi diameter baut ke-i dan jumlah baut ke-j
Eijk
= Pengaruh acak
dari diameter
baut ke-i, jumlah baut ke-j, serta
kelompok jenis kayu ke-k) Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan program SPSS. Apabila hasilnya berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut wilayah berganda Duncan, pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perbedaan pengaruh tiap faktor maupun kombinasi perlakuan. Untuk melihat respon jumlah bautnya terhadap pengamatan digunakan polinomial ortogonal. Untuk nilai desain lateral rujukan sambungan kayu Indonesia terhadap NDS 2005 diolah dengan uji nilai tengah berpasangan kemudian dianalisa secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kayu Kadar Air, Berat Jenis dan Kerapatan Hasil perhitungan kadar air dari kelima jenis kayu tropis dapat dilihat pada Gambar 11. Rataan kadar air balok kayu sambungan baut bervariasi dari yang terendah kayu nangka (11,46%) sampai yang tertinggi kayu punak (14,59%). Kayu kapur memiliki variasi kadar air yang cukup besar dibanding kayu jenis lainnya. Kadar air ini merupakan hal yang penting dalam pemanfaatan kayu karena dapat mempengaruhi semua sifat kayu. Pada umumnya kekuatan kayu akan bertambah dengan berkurangnya kadar air kayu di bawah titik jenuh serat (Bowyer et al. 2003). 30,00
Kadar Air (%)
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Kadar Air
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
14,27
11,46
14,59
14,55
12,57
Gambar 11 Diagram sebaran kadar air. Sebaran rataan berat jenis balok kayu sambungan baut pun bervariasi, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12. Sengon memiliki nilai berat jenis terendah (0,23), kemudian kayu bangkirai (0,73) yang tertinggi. Nilai berat jenis ini sejalan dengan kerapatan kayu, dimana kayu sengon memiliki kerapatan ratarata terendah (0,26 g.cm-3) sedangkan kapur dan bangkirai tertinggi (0,82 g.cm-3).
Perbedaan berat jenis kayu seringkali menjadi representasi kekuatan kayu, dimana kayu dengan berat jenis tinggi memiliki nilai kekuatan yang tinggi, sebaliknya pada kayu dengan berat jenis rendah. Perbedaan berat jenis kayu disebabkan adanya pengaruh kadar air, kerapatan dinding sel dan porositas. Berat jenis akan meningkat dengan menurunnya kadar air. Di bawah titik jenuh serat, peningkatan berat jenis kayu akibat penurunan kadar air semakin signifikan pada kayu dengan berat jenis tinggi. Kerapatan dinding sel pada kondisi kering tanur adalah sama untuk semua spesies, yang membedakan adalah tebal tipisnya dinding sel yang akan menyisakan rongga sel. Penelitian ini menggunakan 5 jenis kayu yang diketahui memiliki berat jenis berbeda sehingga dipilih sengon yang dikenal sebagai jenis kayu dengan kelas kuat sangat rendah, nangka dan punak kelas kuat sedang, serta kapur dan bangkirai dari kelas kuat tinggi. Namun pada prakteknya beberapa jenis kayu yang digunakan memiliki variasi berat jenis yang cukup besar. Seperti pada kayu bangkirai, beberapa balok uji memiliki berat jenis tertinggi mencapai 0,85 dan terendah 0,60. Gambar 12 memperlihatkan rataan kerapatan kelima jenis kayu tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rataan berat jenisnya. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh pengaruh kadar air saat pengukuran.
Berat Jenis / kerapatan (g.cm-3)
1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
Berat Jenis
0,23
0,52
0,67
0,72
0,73
Kerapatan (g.cm-3)
0,26
0,58
0,77
0,82
0,82
Gambar 12 Diagram sebaran berat jenis dan kerapatan.
Kekuatan Tekan dan Tarik Maksimum Sejajar Serat Kekuatan tekan maksimum sejajar serat diperoleh dengan cara membagi gaya maksimum yang bekerja dengan luas permukaan kayu terkena gaya. Pengujian kekuatan tekan maksimum sejajar serat sangat bervariasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Nilai rataan kekuatan tekan maksimum sejajar serat terendah adalah kayu sengon (227 kg.cm-2) dan tertinggi kayu bangkirai (633 kg.cm-2). Kayu kapur dengan kerapatan kayu cukup tinggi (0,81 g.cm-3) menghasilkan rataan kekuatan tekan sejajar serat (489 kg.cm-2) lebih rendah dari kayu punak (519 kg.cm-2) yang memiliki kerapatan lebih rendah. Hal tersebut dimungkinkan akibat perbedaan tebal dinding sel dan distribusi kerapatan pada kayu. Selain itu pengaruh kadar air kayu kapur yang cukup bervariasi dibanding punak diduga menurunkan nilai kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu.
1800
Kekuatan (kg.cm-2)
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
Tekan//serat
227
438
519
489
633
Tarik//serat
435
993
1339
1415
1428
Gambar 13 Diagram kekuatan tekan maksimum sejajar serat dan tarik maksimum sejajar serat.
Kekuatan tekan maksimum sejajar serat ini memiliki pola sebaran rataan yang cenderung sejalan dengan kekuatan tarik maksimum sejajar serat, kecuali kayu kapur. Kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu kapur diketahui lebih rendah dari punak, namun memiliki kekuatan tarik maksimum sejajar serat yang
lebih tinggi dibanding punak. Nilai ini diperoleh dari persamaan empirik yang dikembangkan oleh Tjondro (2007). Nilai kekuatan tarik maksimum kayu pada umumnya lebih besar 2 – 2,5 kali dari kekuatan tekan maksimum sejajar seratnya (Wiryomartono, 1977) Karakteristik Baut Pengujian bolt bearing strength terhadap balok kayu (Fem) dengan tiga ukuran diameter baut disajikan pada Gambar 14. Baut berdiameter 6,4 mm memiliki nilai Fem tertinggi (387 kg.cm-2) sedangkan baut berdiameter 9,4 mm (338 kg.cm-2) adalah yang terendah. Meskipun demikian, hasil analisis ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa ukuran diameter baut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai Fem.
6000
Fem / Fyb (kg.cm-2)
5000 4000 3000 2000 1000 0
6.4 mm (BJ 7.8)
7.9 mm (BJ 7.7)
9.4 mm (BJ 7.7)
Fem
387
339
338
Fyb
5146
5422
5144
Gambar 14 Diagram Fem dan Fyb berdasarkan ukuran diameter baut. NDS 2005 mengklasifikasikan nilai Fem berdasarkan ukuran baut. Baut dengan ukuran diameter lebih kecil dari 6,4 mm dikategorikan sebagai alat sambung berukuran kecil, sedangkan baut dengan diameter lebih besar atau sama dengan 6,4 mm dikategorikan sebagai alat sambung berukuran besar (Breyer et al. 2007). Pengkategorian ini disebabkan oleh perbedaan nilai Fem yang dihasilkan akibat perbedaan ukuran alat sambung dan arah pembebanan terhadap serat kayu.
Pada arah pembebanan sejajar arah serat, nilai Fem antara alat sambung kategori berukuran besar dan kecil akan berbeda namun nilainya konstan. Jika arah beban tegak lurus dengan arah serat maka nilai Fem pada alat sambung kategori berukuran kecil adalah sama dengan Fem dengan arah beban sejajar serat. Berbeda halnya untuk alat sambung berukuran besar, nilai Fem akan mengalami reduksi dengan semakin besarnya diameter alat sambung. Penelitian ini menggunakan baut berdiameter 6,4 mm; 7,9 mm; dan 9,4 mm dan berdasarkan NDS 2005 baut tersebut dikategorikan sebagai baut berukuran besar dimana memiliki nilai Fem sama karena pengujian dilakukan dengan arah pembebanan sejajar serat. Tabel 2 Analisis ragam bolt bearing strength Jumlah Kuadrat 4.306,80
Derajat bebas 2
Kuadrat tengah 2.153,40
169.630,40
4
42.407,60
Galat
19.343,20
8
2.417,90
Total
193.280,40
14
Sumber Diameter baut (A) Jenis kayu (k)
F
Sig. 0,89
0,45
17,54
0,00
Pengelompokkan nilai Fem berdasarkan jenis kayu yang disajikan pada Gambar 15 menunjukkan bahwa nilai rataan Fem terendah pada kayu sengon (146 kg.cm-2) dan tertinggi kayu bangkirai (447 kg.cm-2). Analisis ragam yang diperoleh (Tabel 2) memperlihatkan bahwa jenis kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai Fem sedangkan uji lanjut Duncan (Tabel 3) diketahui bahwa antara jenis kayu (kecuali sengon) tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai Fem. Meskipun secara statistik nilai Fem yang ditunjukkan antara kayu nangka, punak, kapur dan bangkirai adalah tidak berbeda nyata, namun pola umum yang ditunjukkan Gambar 15 mengindikasikan peningkatan nilai Fem dengan meningkatnya berat jenis kayu. Kayu sengon dengan berat jenis terendah (0,23) pada penelitian ini memiliki nilai Fem yang rendah, kemudian pada jenis lainnya mengalami peningkatan dengan meningkatnya berat jenis kayu. Gambar 16 menunjukkan pola yang lebih jelas lagi mengenai hubungan berat jenis dengan nilai Fem dengan mengabaikan pengaruh jenis kayu. Nilai Fem terlihat mengalami
peningkatan dengan meningkatnya berat jenis dari kayu yang digunakan dalam pengujian baik pada baut berdiameter 6,4 mm; 7,9 mm; dan 9,4 mm. Demikian pula penelitian oleh Jumaat et al. (2008) terhadap beberapa jenis kayu Malaysia mengemukakan bahwa nilai Fem secara signifikan dipengaruhi oleh kerapatan kayu dimana hasil penelitiannya menunjukan peningkatan nilai Fem dengan meningkatnya kerapatan kayu. Peningkatan kerapatan kayu sendiri diketahui berbanding lurus dengan berat jenis kayu.
1000
Embeding strength (kg/cm2)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
146
373
391
416
447
Fem
Gambar 15 Bolt bearing strength pada 5 jenis kayu Indonesia.
Tabel 3. Uji Duncan jenis kayu terhadap nilai bolt bearing strength Jenis Kayu
Rata-rata nilai desain lateral per baut (kg)
Sengon Nangka Punak Kapur Bangkirai
146 373 391 416 447
Uji Wilayah Berganda Duncan (α = 0,05) A B B B B
Nilai Fem terhadap balok kayu seperti yang dilihat pada Gambar 15 memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai kekuatan tekan maksimum sejajar serat maksimum (Gambar 13). Meskipun pengujian keduanya sepertinya mirip, namun nilai keduanya adalah hal yang berbeda. Nilai Fem tidak sama nilainya dengan kekuatan tekan maksimum sejajar serat maksimum yang diperoleh dari hasil
700
y = 581,7x + 21,01 600 R² = 0,850 500 400 300 200 100 0 0,00
0,50
1,00
Bolt bearing strength (kg.cm2)
Bolt bearing strength (kg.cm2)
pengujian desak biasa (Wiryomartono 1977, Hong dan Barret 2008).
700
y= 600
694,2x - 14,87 R² = 0,839
500 400 300 200 100 0 0,00
Berat jenis
y = 597,5x + 3,357 R² = 0,815
500 400 300 200 100
0 0,50
Berat jenis
Gambar 16
1,00
Bolt bearing strength (kg.cm2)
Bolt bearing strength (kg.cm2)
(b)
600
(c)
1,00
Berat jenis
(a)
0,00
0,50
600
y = 489,1x + 54,28 R² = 0,743
500 400 300 200 100
0 0,00
0,50
1,00
Berat Jenis (d)
Hubungan antara bolt bearing strength dan berat jenis (a) gabungan seluruh baut, (b) baut berdiameter 6,4 mm; (c) baut berdiameter 7,9 mm; (d) baut berdiameter 9,4 mm
Nilai bolt bearing strength untuk pelat baja (Fes), digunakan nilai 6.123 kg.cm-2 merujuk pada nilai kekuatan tarik baja (Fu) BJ 41 atau sama dengan ASTM A36 (400 MPa) yang digunakan NDS 2005 dalam penentuan nilai desain lateral rujukan untuk sambungan kayu geser ganda berpelat baja. Nilai Fes besarnya 1,5Fu untuk baja yang dibuat dengan proses hot-rolled dan 1,375Fu untuk baja dengan proses cold-formed. Breyer et al. (2007) mengasumsikan bahwa pelat baja dengan ketebalan kurang dari 6,4 mm dibuat dengan proses coldformed, sedangkan baja dengan tebal lebih besar atau sama dengan 6,4 mm dibuat dengan proses hot-rolled. Tebal baja yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 mm sehingga dalam penentuan nilai Fes digunakan 1,5 Fu. Penentuan nilai kekuatan lentur baut (Fyb) dilakukan dengan pengujian tarik terhadap baut berdasarkan standar pengujian ASTM F606. Pada pengujian ini diperoleh nilai kekuatan tarik baut (Fu) dan kekuatan leleh baut (Fy) yang berikutnya akan digunakan untuk menentukan nilai Fyb berdasarkan NDS 2005. Fu baut diperoleh dari beban ultimate baut dibagi dengan stress area ulir, sedangkan Fy baut diperoleh dari beban leleh baut yang merupakan beban offset 0,2% dari panjang baut antar holder yang juga dibagi dengan stress area ulir. Stress area ulir untuk baut berdiameter 6,4 mm; 7,9 mm; dan 9,4 mm berturut-turut adalah 0,205 cm2, 0,338 cm2 dan 0,5 cm2. Hasil perhitungan nilai Fyb baut dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai Fyb tertinggi pada baut berdiameter 7,9 mm (5.422 kg.cm-2) dan terendah baut berdiamater 9,4 mm (5.144 kg.cm-2) dimana nilai ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan baut berdiameter 6,4 mm. Baut sebenarnya diharapkan memiliki nilai Fyb yang sama, namun pada pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa baut berdiameter 7,9 mm memiliki nilai Fyb lebih besar dari baut berdiameter 6,4 mm. NDS 2005 menggunakan baut ASTM A307 dimana baut ini memiliki nilai Fyb (3.200 kg.cm-2) lebih rendah dibanding baut yang digunakan dalam penelitian ini, tetapi nilai Fyb baut dalam penelitian ini masih lebih rendah dibanding baut ASTM A325 (7.600 kg.cm-2) yang banyak digunakan pada struktur baja.
Nilai Desain Lateral Sambungan Kayu Geser Ganda Nilai Desain lateral Sesaran 1,5 mm Sambungan kayu geser ganda berpelat baja dibuat dengan kombinasi ukuran diameter dan jumlah baut dalam sambungan. Pada kayu dibuat lubang baut tegak lurus arah serat yang besarnya disesuaikan dengan diameter baut. Pengujian sambungan dilakukan dengan memberikan gaya tekan sejajar serat sesuai dengan standar ASTM D5652. Pada pengujian ini dilakukan pengamatan terhadap beban hingga sesaran 5,0 mm dimana besarnya sesaran dibatasi karena kemampuan alat yang terbatas. Tabel 4
Analisis ragam nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda pada sesaran 1,5 mm
Sumber Diameter baut (A)
Jumlah Kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat Tengah
F
Sig.
232.999,46
2
116.499,73
22,86
0,00
99.415,46
3
33.138,49
6,50
0,00
170.560,60
4
42.640,15
8,37
0.00
A*B
66.079,16
6
11.013,19
2,16
0,07
Galat
224.248,62
44
5.096,56
Total
793.303,31
59
Jumlah baut (B) Jenis kayu (k)
Hasil analisis ragam nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara diameter baut dan jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu (Tabel 4). Hal ini menggambarkan bahwa tidak terdapat pengaruh baru akibat kombinasi penggunaan diameter baut dan jumlah baut yang berbeda. Faktor ukuran diameter baut memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai desain lateral sambungan kayu, demikian juga dengan faktor jumlah baut. Selain hal tersebut diketahui pula bahwa penggunaan jenis kayu yang berbeda akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai desain lateral sambungan kayu.
Nilai Disain Lateral (kg)
600 500 400 300 200 100 0
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
206
272
287
340
356
1.5 mm
Gambar 17 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm. Tabel 5. Uji Duncan jenis kayu terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 1,5 mm Jenis Kayu
Rata-rata nilai desain lateral per baut (kg)
Sengon Nangka Punak Kapur Bangkirai
206 272 287 340 356
Uji Wilayah Berganda Duncan (α = 0,05) A B BC CD D
Gambar 17 memperlihatkan sebaran rataan nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut dari kayu sengon, nangka, punak, kapur dan bangkirai dimana secara berturut-turut mengalami peningkatan. Kayu sengon memiliki rataan nilai desain lateral terendah (206 kg) dan bangkirai (356 kg) tertinggi. Hasil uji Duncan jenis kayu terhadap nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran 1,5 mm dapat dilihat pada Tabel 5. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kayu sengon memiliki nilai desain lateral yang paling rendah dari jenis kayu lainnya. Antara kayu nangka dan punak memiliki nilai desain lateral yang tidak berbeda nyata, demikian juga antara kayu punak dan kapur serta kayu
kapur dan bangkirai. Namun, nilai desain lateral kayu nangka berbeda nyata terhadap kayu kapur dan juga bangkirai. Nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran 1,5 mm memiliki pola kecenderungan yang sama dengan peningkatan berat jenis dari kayu. Kayu sengon yang memiliki nilai desain lateral yang paling kecil dan berbeda dengan jenis lainnya memang tercermin dari berat jenisnya dimana memiliki rentang yang cukup lebar terhadap berat jenis kayu lainnya. Kayu nangka memiliki fenomena yang unik karena dengan nilai berat jenis yang lebih kecil dibanding kayu punak, mampu memberikan nilai desain lateral yang menyamai kayu punak. Berat jenis yang berdekatan antara kayu punak, kapur dan nangka juga menerangkan bahwa nilai desain lateral sambungan kayunya tidak berbeda nyata. Tabel 6
Uji Duncan faktor diameter baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 1,5 mm
Diameter baut
Rata-rata nilai desain lateral per baut (kg)
Uji Wilayah Berganda
6,4 mm
223
A
9,4 mm
279
B
7,9 mm
374
C
Duncan (α = 0,05)
Selanjutnya uji Duncan faktor diameter baut menunjukkan bahwa antar diameter baut memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai desain lateral sambungan baut (Tabel 6). Nilai desain lateral baut berdiameter 7,9 mm (374 kg) pada sesaran 1,5 mm ini lebih besar dari baut berukuran 9,4 mm (279 kg). Pada umumnya baut dengan diameter besar akan menghasilkan nilai desain lateral baut yang besar pula. Pada Tabel NDS 2005, baut dengan diameter besar memiliki nilai desain lateral rujukan yang besar. Besarnya nilai desain lateral pada baut 7,9 mm ini tidak lain disebabkan oleh kekuatan baut tersebut. Sebagaimana diketahui dari pengujian baut diperoleh nilai Fyb untuk baut berdiameter 7,9 mm (5.422 kg.cm-2) ini jauh lebih besar dibanding baut yang lainnya (5.144 kg.cm-2).
Tabel 7 Uji Duncan faktor jumlah baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 1,5 mm
Jumlah baut
Rata-rata nilai desain lateral per baut (kg)
Uji Wilayah Berganda
10 baut
239
A
8 baut
271
AB
6 baut
312
BC
4 baut
346
C
Duncan (α = 0,05)
500
Nilai Desain Lateral (kg)
450 400 350 300 250 y = -18,17x + 419,4 R² = 0,997
200 150 100 50 0 2
4
6
8
10
12
Jumlah Baut (baut)
Gambar 18 Kurva respon jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut berpelat sisi baja pada sesaran 1,5 mm
Uji Duncan faktor jumlah baut disajikan pada Tabel 7. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sambungan kayu dengan 4 baut memiliki nilai desain lateral yang berbeda nyata terhadap sambungan kayu dengan 8 dan 10 baut, sedangkan nilainya tidak berbeda nyata terhadap sambungan kayu dengan 6 baut. Nilai desain lateral sambungan kayu dengan 6 baut juga berbeda secara nyata terhadap sambungan kayu dengan 10 baut, tetapi tidak nyata terhadap 8 baut. Selanjutnya
antara sambungan kayu dengan 8 dan 10 baut nilai desain lateralnya tidak berbeda secara nyata. Meskipun demikian, faktor jumlah baut memperlihatkan kecenderungan umum dimana rataan nilai desain lateral sambungan kayu mengalami reduksi dengan bertambahnya jumlah baut yang digunakan. Kurva respon faktor jumlah baut pada Gambar 18 menunjukkan persamaan linear negatif. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan 2 baut pada sambungan kayu mengakibatkan reduksi nilai desain lateral sebesar 36 kg. Penurunan nilai rataan disain lateral baut dimungkinkan akibat terjadinya perlemahan dengan semakin banyaknya lubang yang dibuat pada kayu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosalita (2009) mengemukakan bahwa penggunaan alat sambungan pasak bambu secara berkelompok pada LVL mengakibatkan reduksi dari setiap kekuatan pasak. Penelitian sambungan geser ganda oleh Smith et al. (2008) dalam Rosalita (2009) dengan menggunakan alat sambung paku dan sekrup mengalami reduksi berkisar 50-60% untuk setiap paku, sedang sekrup hanya 30% Nilai Disain lateral Sesaran 5,0 mm Selain menggunakan sesaran 1,5 mm sebagai penentuan nilai desain lateral untuk sambungan baut di Indonesia, nilai desain lateral dapat pula ditentukan dengan membagi besarnya beban rusak dengan 2,75 dimana beban rusak diasumsikan terjadi pada sesaran 5,0 mm. Hasil analisis ragam rataan nilai desain lateral pada sesaran 5,0 mm seperti yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara ukuran diameter baut dan jumlah baut. Sama halnya dengan rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, faktor ukuran diameter baut, jumlah baut dan pengelompokan jenis kayu juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan nilai desain lateral kayu pada sesaran 5,0 mm. Sebaran nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut (Gambar 19) menunjukkan terjadinya peningkatan dengan meningkatnya berat jenis kayu. Kayu sengon memiliki desain lateral terendah (161 kg) dan bangkirai (307 kg) tertinggi. Hasil uji Duncan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa antara kayu sengon dengan jenis kayu lainnya memiki nilai desain lateral yang berbeda
secara nyata. Untuk kayu nangka dan punak, penggunaan keduanya dalam sambungan kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai desain lateralnya, demikian pula halnya antara kayu kapur dan bangkirai namun kedua kelompok tersebut (nangka-punak dan kapur-bangkirai) memiliki nilai desain lateral yang berbeda secara nyata. Tabel 8
Analisis ragam nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda pada sesaran 5,0 mm Jumlah Kuadrat
Sumber Diameter baut (A)
Derajat bebas
Kuadrat Tengah
F
Sig.
128.880,27
2
64.440,14
31,91
0,00
39.855,62
3
13.285,21
6,58
0,00
186.534,44
4
46.633,61
23,09
0,00
A*B
18.254,76
6
3.042,46
1,51
0,20
Galat
88.847,40
44
2.019,26
Total
462.372,49
59
Jumlah baut (B) Jenis kayu (k)
Nilai Desain Lateral (kg)
1000
800
600
400
200
0 5.0 mm
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
161
263
267
306
307
Gambar 19 Diagram rataan nilai disain lateral pada sesaran 5,0 mm.
Tabel 9. Uji Duncan jenis kayu terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 5,0 mm Jenis Kayu
Rata-rata nilai desain lateral per baut (kg)
Sengon Nangka Punak Kapur Bangkirai
161 263 267 305 307
Uji Wilayah Berganda Duncan (α = 0,05) A B B C C
Tabel 10 Uji Duncan faktor diameter baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 5,0 mm
Diameter baut
Rata-rata nilai desain lateral per baut (kg)
Uji Wilayah Berganda
6,4 mm
198
A
7,9 mm
287
B
9,4 mm
304
B
Duncan (α = 0,05)
Jika dilihat dari faktor ukuran diameter bautnya, hasil uji Duncan (Tabel 10) menunjukkan bahwa antara pernggunaan baut berdiamter 6,4 mm dan baut lainnya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai desain lateral sambungan kayu. Nilai desain lateral mengalami peningkatan dengan meningkatnya diameter baut, meskipun untuk baut berdiameter 7,9 mm dan 9,4 mm memiliki nilai desain lateral yang tidak berbeda secara nyata. Hal yang menarik untuk diamati pada sesaran 5,0 mm ini bahwa nilai desain lateral baut berdiameter 7,9 mm (287 kg) lebih kecil dari baut berdiameter 9,4 mm (304 kg). Nilai ini menunjukkan pola yang berbeda dengan baut berdiameter 7,9 mm pada sesaran 1,5 mm dimana baut tersebut memiliki nilai desain lateral yang lebih tinggi dibanding baut berdiameter 9,4 mm. Sebelumnya telah diketahui bahwa baut berdiameter 7,9 mm memiliki nilai Fyb lebih besar dibanding baut lainnya. Rendahnya nilai desain lateral tersebut disebabkan oleh defleksi baut akibat lentur yang terjadi pada baut berdiameter 7,9 mm jauh lebih
besar dari baut berdiameter 9,4 mm pada sesaran 5,0 mm, sehingga akan mengalami reduksi kekuatan yang lebih besar dibanding baut berdiameter 9,4 mm.
Tabel 11 Uji Duncan faktor jumlah baut terhadap rata-rata nilai desain lateral per baut pada sesaran 5,0 mm
Jumlah baut
Rata-rata nilai desain lateral per baut (kg)
Uji Wilayah Berganda
10 baut
234
A
8 baut
253
A
6 baut
261
A
4 baut
304
B
Duncan (α = 0,05)
500
Nilai Desain Lateral (kg)
450 400 350 300 250
y = -10,96x + 339,9 R² = 0,905
200 150 100 50 0 2
4
6
8
10
12
Jumlah Baut (baut)
Gambar 20 Kurva respon jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut berpelat sisi baja pada sesaran 5,0 mm.
Uji Duncan faktor jumlah baut (Tabel 11) menunjukkan bahwa antara sambungan kayu dengan 4 baut dan dengan jumlah baut lainnya (6, 8, dan 10 baut) memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai desain lateralnya, sedangkan antar sambungan kayu dengan 6, 8 dan 10 tidak memberikan pegaruh yang nyata terhadap nilai desain lateralnya. Meskipun demikian, nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran ini menunjukkan kecenderungan terjadinya reduksi dengan bertambahnya jumlah baut yang digunakan. Hubungan jumlah baut terhadap nilai desain lateral ditunjukkan pada Gambar 20. Kurva respon faktor jumlah baut menunjukkan persamaan linear bernilai negatif. Dari persamaan linear tersebut dapat dilihat bahwa penambahan 2 baut pada sambungan kayu akan mereduksi nilai desain lateral sebesar 22 kg. Pola serupa sebelumnya telah ditunjukkan oleh nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran 1,5 mm dimana nilai desain lateralnya mengalami reduksi dengan bertambahnya jumlah baut yang digunakan. Nilai Desain Lateral Rujukan Nilai desain lateral rujukan kayu Indonesia (Z lokal) yang diperoleh melalui serangkaian pengujian kekuatan lentur baut (Fyb), bolt bearing strength kayu Indonesia (Fem) maka diperoleh bahwa pola kerusakan yang terjadi pada sambungan kayu geser ganda adalah mode Im dan mode IV (Lampiran 12). Kerusakan pada mode IV hampir semuanya terjadi pada buat berdiameter 6,4 mm, sebagian kecil lainnya mengalami kerusakan mode Im. Pada mode IV mengindikasikan terjadi lenturan (sendi plastis) pada baut saat sambungan mencapai batas lelehnya. Pada baut berdiameter 7,9 mm dan 9,4 mm kerusakan yang terjadi seluruhnya adalah mode Im. Kerusakan mode Im terjadi pada balok kayu, dimana alat sambung baut masih utuh atau tidak mengalami kerusakan sama sekali. Namun, pada prakteknya alat sambung baut mengalami lenturan. Hal ini dimungkinkan karena besarnya beban yang diberikan sudah melebihi nilai batas leleh yang diijinkan. Kerusakan mode Im yang dialami oleh beberapa sambungan kayu kapur dengan baut berukuran 6,4 mm lebih disebabkan karena contoh uji kayu tersebut memiliki berat jenis yang lebih kecil (0,62 – 0,63) dibanding lainnya (0,72 – 0,75).
Nilai desain lateral rujukan NDS 2005 (Z NDS 2005) didasarkan pada Tabel 11G NDS 2005 (AFPA 2005). Namun karena diameter baut yang digunakan dalam penelitian tidak tercakup oleh tabel tersebut, maka nilai Z NDS 2005 diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan nilai Fem, Fes dan Fyb yang sama pada NDS 2005 tersebut (Lampiran 12). Gambar 21 menunjukkan sebuah pola peningkatan nilai desain lateral rujukan untuk Z lokal dan Z NDS 2005. Nilai desain acuan lateral mengalami peningkatan dengan meningkatnya berat jenis kayu, meskipun terjadi menurun pada kayu bangkirai namun penurunan tersebut tidak signifikan. Secara umum nilai Z lokal lebih kecil dibanding dengan nilai Z NDS 2005, padahal kayu yang digunakan Z NDS 2005 merupakan kayu daun jarum yang diketahui memiliki nilai kekuatan yang lebih rendah dibanding kayu Indonesia yang dalam penelitian ini seluruhnya menggunakan kayu daun lebar. Diduga hal ini disebabkan karena nilai kekuatan baut yang digunakan oleh NDS 2005 diketahui memiliki nilai Fyb lebih rendah dari kayu pada penelitian ini, sehingga bolt bearing strength pada kayu akan lebih besar.
Nilai Desain Lateral (kg)
1000 800 600 400 200 0
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
Z Lokal
145
366
366
388
375
Z NDS 2005
180
360
408
417
417
Gambar 21 Diagram rataan nilai desain lateral rujukan pada Z Lokal dan Z NDS 2005.
Tabel 12 Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk nilai desain lateral rujukan Z lokal dan Z NDS 2005
Jenis Kayu Sengon Nangka Punak Kapur Bangkirai
Rata-rata nilai Z Lokal per baut (kg) 145 366 366 388 375
Rata-rata nilai Z NDS 2005 per baut (kg) 180 360 408 417 417
t hitung -15,524sn 0,886tn -2,988sn -2,883sn -2,390sn
Keterangan : sn = memiliki perbedaan yang nyata; tn = tidak nyata
Hasil uji nilai tengah berpasangan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kayu sengon, punak, kapur dan bangkirai memiliki nilai desain lateral rujukan lebih rendah dibanding Z NDS 2005. Hal berbeda ditunjukkan oleh kayu nangka dimana nilai desain lateral rujukannya tidak berbeda nyata dengan Z NDS 2005. Kayu nangka memang mampu memberikan nilai Fem yang lebih besar dibandingkan kayu lainnya apabila ditinjau dari besar berat jenisnya dimana nilai ini berkontribusi terhadap nilai desain lateral rujukannya. Nilai desain baut berdiameter 6,4 mm Nilai desain lateral pengujian sambungan kayu untuk baut berdiameter 6,4 mm disajikan pada Gambar 22. Kayu sengon memiliki pola nilai desain lateral yang berbeda dengan kayu lainnya. Rataan nilai desain lateral kayu sengon pada sesaran 1,5 mm (145 kg) dan 5,0 mm (132 kg) lebih besar dari Z lokal (128 kg), sedangkan apabila dibandingkan dengan Z NDS 2005 ketiga nilai tersebut masih lebih rendah. Pola berbeda ditunjukkan oleh jenis kayu lainnya dimana Z lokal lebih tinggi dibanding nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm; 5,0 mm maupun Z NDS 2005. Nilai desain lateral pada sesaran 5,0 mm selalu lebih kecil dibanding nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm.
Nilai Desain Lateral (kg)
1000 800 600 400 200 0
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
1.5 mm
145
214
271
215
273
5.0 mm
132
208
210
208
234
Z Lokal
128
283
289
289
349
Z NDS 2005
156
228
255
262
281
Gambar 22 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, 5,0 mm, Z Lokal dan Z NDS 2005 untuk baut berdiameter 6,4 mm. Pada kayu sengon penggunaan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm dinilai tidak tepat, karena nilai desain lateral yang diperoleh lebih besar dari Z lokal. Nilai desain kayu sengon lebih rendah dari kayu lainnya, hal ini tidak lain dikarenakan berat jenisnya yang memang kecil (0,23). Berbeda dengan kayu nangka, punak, kapur dan juga bangkirai yang memiliki nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm dan 5,0 mm lebih rendah dari Z lokal. Nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm pada kayu-kayu tersebut dapat digunakan sebagai nilai desain lateral, namun selisih beban yang cukup besar membuat penggunaan sambungan menjadi tidak optimal. Nilai desain baut berdiameter 7,9 mm Nilai desain lateral baut berdiameter 7,9 mm seperti yang disajikan pada Gambar 22 menunjukkan bahwa nilai desain lateral kayu sengon pada sesaran 1,5 mm melebihi nilai Z lokal, demikian pula halnya pada kayu lainnya. Baut ukuran 7,9 mm diketahui memiliki nilai kekuatan yang lebih besar (Fyb 5.422 kg.cm-2) dibanding baut lainnya (6,4 mm dan 9,4 mm) sehingga nilai desain lateral lebih besar. Sesaran 1,5 mm untuk baut tersebut tidak tepat digunakan dalam
menentukan nilai desain lateral dari baut. Nilai Z lokal pada baut berdiameter 7,9 mm lebih kecil dari nilai Z NDS 2005, hal ini berbeda pada baut berdiameter 6,4
Nilai Desain Lateral (kg)
mm.
1000 800 600 400 200 0 1.5 mm
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
256
344
383
434
455
5.0 mm
180
270
309
321
313
Z Lokal
141
337
387
399
377
Z NDS 2005
183
345
395
406
396
Gambar 23 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, 5,0 mm, Z Lokal dan Z NDS 2005 untuk baut berdiameter 7,9 mm. Pada sesaran 5,0 mm nilai desain lateral baut yang diperoleh memiliki nilai yang lebih kecil dari Z lokal, kecuali pada kayu sengon. Nilai desain lateral pada sesaran 5,0 mm yang diperoleh dari asumsi beban rusak pada sesaran tersebut dibagi dengan 2,75 dapat digunakan dalam penentuan nilai desain lateral untuk kayu nangka, punak, kapur dan bangkirai, meskipun diketahui nilai tersebut juga tidak optimal karena selisihnya dengan Z lokal cukup lebar. Nilai desain baut berdiameter 9,4 mm Untuk baut berdiameter 9,4 mm, nilai desain lateralnya dapat dilihat pada Gambar 23. Seperti halnya pada baut berdiameter 6,4 mm dan 7,9 mm, pada kayu sengon nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm selalu lebih besar dari Z lokal. Nilai desain lateral antara kayu nangka, punak, kapur dan bangkirai memiliki pola yang sama. Pada baut berdiameter 9,4 mm nilai Z lokalnya juga lebih kecil dari pada nilai Z NDS 2005 dimana pola yang sama ditunjukkan pada baut
berdiameter 7,9 mm. Sesaran 1,5 mm pada desain lateral baut berdiameter 9,4 mm (selain sengon) lebih kecil dari Z lokal sehingga nilai tersebut boleh saja digunakan sebagai nilai desain lateral untuk baut, tetapi melihat selisihnya terhadap Z lokal yang sangat lebar terutama untuk kayu nangka, punak dan kapur maka penggunaan beban pada sesaran tersebut sangat tidak optimal. Kayu bangkirai masih sedikit lebih baik dimana selisih nilai desain lateralnya kecil. Pada sesaran 5,0 mm diperoleh nilai desain lateral baut yang sedikit lebih besar dibanding pada sesaran 1,5 mm. Pada kayu sengon untuk sesaran ini, nilai desain lateralnya terhadap Z lokal tidak berbeda secara nyata, namun cukup beresiko menggunakan nilai desain yang lebih besar dari nilai Z lokalnya. Nilai desain pada sesaran 5,0 mm ini aman digunakan sebagai nilai desain lateral baut berdiameter 9,4 mm, namun nilai tersebut tidak optimal juga karena selisihnya yang cukup lebar terhadap Z lokal. Kecuali untuk kayu bangkirai dimana nilai desain lateral pada sesaran ini berbeda tidak nyata terhadap Z lokal sehingga cukup tepat digunakan sebagai nilai desain lateral baut berdiameter 9,4 mm untuk
Nilai Desain Lateral (kg)
kayu ini. 1000 800 600 400 200 0
Sengon
Nangka
Punak
Kapur
Bangkirai
1.5 mm
216
258
209
370
340
5.0 mm
170
309
281
388
374
Z Lokal
166
479
423
475
399
Z NDS 2005
202
509
573
582
575
Gambar 24 Diagram rataan nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, 5,0 mm, Z Lokal dan Z NDS 2005 untuk baut berdiameter 9,4 mm.
Berdasarkan hasil yang diperoleh di atas maka diketahui bahwa nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm untuk kayu dengan berat jenis rendah seperti kayu sengon (0,23) memberikan nilai yang lebih tinggi dari Z lokal. Hal ini menunjukkan bahwa nilai desain lateral baut pada berat jenis tersebut berada pada sesaran yang lebih kecil dari 1,5 mm. Demikian pula halnya pada baut berdiameter 7,9 mm dimana nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm menunjukkan nilai yang lebih besar dari Z lokal yang terjadi pada semua jenis kayu yang digunakan. Sambungan kayu dengan berat jenis tinggi atau lebih besar dari 0,50 (seperti kayu nangka, punak, kapur dan bangkirai) memiliki nilai desain lateral lebih kecil dari Z lokal pada baut berdiameter 6,4 mm dan 9,4 mm. Pada kondisi tersebut nilai sesaran 1,5 mm terlalu rendah untuk menduga nilai desain lateral dari baut untuk kayu dengan berat jenis yang lebih besar. Tabel 13 Nilai desain lateral rujukan pada lima jenis kayu indonesia Jenis Kayu Sengon - 6.4 mm - 7.9 mm - 9.4 mm Nangka - 6.4 mm - 7.9 mm - 9.4 mm Punak - 6.4 mm - 7.9 mm - 9.4 mm Kapur - 6.4 mm - 7.9 mm - 9.4 mm Bangkirai - 6.4 mm - 7.9 mm - 9.4 mm
Nilai desain acuan lateral (kg)
Berat Jenis
126 136 165
0.25 0.23 0.22
289 331 336
0.51 0.51 0.55
226 382 284
0.64 0.67 0.71
208 366 445
0.68 0.70 0.73
235 356 391
0.80 0.69 0.71
Pada kayu dengan berat jenis rendah seperti sengon (0,23), nilai desain lateral pada sesaran 5,0 mm lebih besar dari Z lokalnya. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai desain lateral untuk kayu dengan berat jenis rendah seperti sengon berada lebih rendah dari sesaran 5,0 mm. Namun untuk kayu dengan berat jenis yang lebih tinggi lainnya, nilai desain lateral pada sesaran 5,0 mm lebih kecil dari Z lokal untuk semua ukuran baut. Hal ini menggambarkan bahwa nilai desain lateral untuk kayu dengan berat jenis tinggi ini harusnya lebih besar dari 5,0 mm. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun nilai desain rujukan untuk kayu sengon, nangka, punak, kapur dan bangkirai seperti yang disajikan pada Tabel 13. Nilai tersebut diperoleh dari Z lokal terendah dari masing-masing baut dan nilai desain lateral hasil pengujian empiris dengan mempertimbangkan besarnya sesaran. Jika Z lokal melampaui nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm, maka nilai yang digunakan adalah nilai desain lateral pada sesaran 1,5 mm. Ukuran tebal kayu yang digunakan berkisar 4,5 – 5 cm dengan Fyb 5.146 kg.cm-2 untuk baut berdiameter 6,4 mm; 5.422 kg.cm-2 untuk baut berdiameter 7,9 mm; dan 5.144 kg.cm-2 untuk baut berdiameter 9,4 mm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Nilai disain lateral sambungan kayu geser ganda dengan baut berdiameter 6,4 mm; 7,9 mm; dan 9,4 mm berpelat baja mengalami peningkatan dengan peningkatan berat jenis atau kerapatan kayu. Secara umum, semakin besar ukuran diameter baut maka semakin besar pula nilai desain lateralnya. Jumlah baut (4-10 batang) memberikan pengaruh negatif yang nyata terhadap rataan nilai disain lateral. Uji empiris sambungan kayu geser ganda berpelat baja dengan baut menunjukkan bahwa pada sesaran 1,5 mm (PKKI NI-5) dan 5,0 mm untuk jenis kayu Indonesia dengan berat jenis rendah, seperti kayu sengon memiliki nilai desain lateral yang lebih besar dibandingkan dengan Z lokal. Pada kayu dengan berat jenis lebih besar atau lebih besar dari 0,50 (nangka, punak, kapur, dan bangkirai) nilai desain lateralnya lebih kecil dari Z lokal. Nilai Z lokal pada baut berdiameter 6,4 mm lebih besar dari Z NDS 2005, sedangkan untuk baut berdiameter 7,9 mm dan 9,4 mm nilai Z lokalnya lebih rendah dari Z NDS 2005. Saran Perlu pengkajian lebih dalam tentang besarnya sesaran yang seharusnya dalam menentukan nilai desain lateral yang didasarkan pada berat jenis kayu yang diharapkan dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak agar bisa menetapkan nilai sesaran secara pasti. Selain itu perlu pula melakukan pengkajian untuk menentukan besarnya sesaran yang didasarkan pada nilai kekuatan baut.
DAFTAR PUSTAKA Abbasi V, Dubois F, Saubat N. 2006. A Numerical Method for Simulation of Moisture Effect at Bolted Timber Joints in Service. Proceeding WCTE 2006 – 9th World Conference on Timber Engineering. Portland, OR, USA. American Forest and Paper Association. 1996. Standard of Load and Resistance Factor Design (LRFD) for engineered wood construction. The American Society of Civil Engineers (ASCE), Virginia. American Forest and Paper Association. 2005. National Design of Specification for Wood Construction ASD/LRFD. ANSI/AF&PA NDS-2005, AF&PA, Washington DC. American Society for Testing and Materials. 2002a. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. ASTM Standard D143-94. Annual Book of ASTM Standards v4.10. ASTM, Philadelphia, PA. American Society for Testing and Materials. 2002b. Standard Test Methods for Mechanical Fastener in Wood. ASTM Standard D5652-95. Annual Book of ASTM Standard v4.10. ASTM, Philadelphia, PA. American Society for Testing and Materials. 2002c. Standard Test Methods for Evaluating Dowel-Bearing Strength of Wood and Wood Based Product. ASTM Standard D5764-97. Annual Book of ASTM Standards v04.10. ASTM, Philadelphia, PA. American Society for Testing and Materials. 2004. Standard Test Methods for Determining the Mechanical Properties of Externally and Internally Threaded Fasteners, Washers, and Rivets. ASTM Standard F606-02. Annual Book of ASTM Standards vol 03.01. ASTM, Philadelphia, PA. Balma DA. 1999. Evaluation of Bolted Connections in Wood Plastic Composites [Tesis]. Department of Civil and Enviromental Engineering, Washington State Universtity. Barus S, Panjaitan R. 2008. Analisis Baut Mutu Tinggi serta Aplikasinya pada Hubungan Balok Kolom. Buletin Utama Teknik USU, vol. 12 no. 1 Jan 2008. Barret RT. 1990. Fastener Design Manual. National Aeronautics and Space Administration, Lewis Research Center, Cleveland, Ohio. Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science: An Introduction. Edisi Keempat. Iowa State Press, Iowa .
Breyer DE, Fridley KJ, Cobean KE, Pollock DG. 2007. Design of Wood Structures, ASD/LRFD. RR Donnelley. McGraw-Hill Professional, Two Penn Plaza, New York, NY 10121-2298. British Standar Institution. 1957. Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. BS 373:1957. Decorporated by Royal Charter. British Standard House, London.
Canonica L. 1991. Memahami Mekanika Teknik 1. Penerbit Angkasa, Bandung. Computer System Support. 1998. Metric ASTM Structural Fastener. http://www.icaen.uiowa.edu/~sdesign1/Text/fasteners_si.html [19 Juli 2010]. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1979. Peraturan Konstruksi kayu Indonesia. NI-5. Yayasan Normalisasi Penyelidikan Masalah Bangunan. Echavarria C, Salenikovich A. 2006. Influence of the variability of the elastic properties of wood and wood-based composites on the stress of mechanical connections. Proceeding WCTE 2006 – 9th World Conference on Timber Engineering. Portland, OR, USA. Fardy L, Chui YH, Schneider M, Rogers B. 2006. Method of Enhancing LoadCarrying Capacity of Dowel Type Timber Joints. Proceeding WCTE 2006 – 9th World Conference on Timber Engineering. Portland, OR, USA. Forest Products Laboratory. 1999. Wood Handbook : Wood as an Engineering Material. USDA Forest Service, Madison, Wisconsin. Frick H, Maoediartianto. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Kanisius, Yogyakarta. Habrick R, Quenneville P. 2006. Bolted Wood Connection Loaded Perpendicular to Grain: Effect of Wood Species. Proceeding WCTE 2006 – 9th World Conference on Timber Engineering. Portland, OR, USA. Haller P, Birk T. 2006. Tailor Made Textile Reinforcements for Timber Connections. Proceeding WCTE 2006 – 9th World Conference on Timber Engineering. Portland, OR, USA. Hong JP, Barret, D. 2008. Wood Material Parameters of Numerical Model for Bolted Connection-Compression Properties and Embedment Properties. Proceeding WCTE 2008 – 10th World Conference on Timber Engineering. Miyazaki, Japan. Hoyle RJJr. 1973. Wood Technology in The Design of Structure. Mountain Press Publishing Company. Missoula, Montana. USA.
Jumaat MZ, Razali FM, Rahim AHA. 2008. Development of Limit State Design Method for Malaysian Bolted Timber Joints. Proceeding WCTE 2008 – 10th World Conference on Timber Engineering. Miyazaki, Japan. Kamachi K, Ando N, Inayama M. 2006. New Method to Estimate the Load-Slip Characteristics of The Double Shear Bolted Timber to Timber Joints. Proceeding WCTE 2006 – 9th World Conference on Timber Engineering. Portland, OR, USA. Kulak GI. 2005. High Strenth Bolting for Canadian Engineers. Canadian Institute of Steel Construction. Quadratone Graphics Ltd. Toronto, Ontario. Moss PJ. 1997. Multiple-Bolted Joints in Wood Members: A Literature Review. General Technical Report FPL-GTR-97. Forest Products Laboratory, Madison, Wisconsin. Pedal Power Generator LLC. 2007. What is The Difference Between Machine Thread and Standard Thread? http://scienceshareware.com/articles /threads/machine-threads-and-standard-thread.htm [19 Juli 2010] Rosalita Y. 2009. Kajian Optimasi Sambungan Pasak Bambu Laminasi Pada Struktur Laminated Veneer Lumber (LVL) [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Standar Nasional Indonesia. 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. Surya PE. 2007. Aneka Cara Menyambung Kayu, Cetakan VIII. Puspa Swara. Jakarta Suryokusumo S, Sadiyo S, Marzufli A, Bismo A, Setyo ACh. 1980. Sistim Keteknikan Kayu. Studi Sambungan Gang Nail dan Sambungan Paku. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Surjokusumo S. 1984. Penggunaan Panel Kayu Khususnya Kayu Lapis Ditinjau Dari Segi Keteknikan. Proceeding Seminar Fokus Kayu Lapis,84. Jakarta. Quenneville P. 2008. Design of Bolted Connections: A Comparison of a Proposal and Various Exiting Standards. Proceeding WCTE 2008 – 10th World Conference on Timber Engineering. Miyazaki, Japan. Rammer DR, Zelinka SL, Line P. 2006. Fastener Corrosion: Testing, Research and Design Considerations. Proceeding WCTE 2006 – 9th World Conference on Timber Engineering. Portland, OR, USA. Sauvat N, Pop O, Merakeb S, Dubois F. 2008. Effect of Moisture Content Variation on Short Term Dowel Bearing Stength. Proceeding WCTE 2008 – 10th World Conference on Timber Engineering. Miyazaki, Japan.
Sawata K, Yusumura M. 2003. Estimation of Yield and Ultimate Strength of Bolted Timber Joints by Nonlinear Analisis and Yield Theory. J Wood Sci (2003) 49:383-391. Thelandersson S, Larsen HJ. 2003. Timber Engineering. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England. Tjondro JA. 2007. Perilaku Sambungan Kayu dengan Baut Tunggal Berpelat Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksial Tarik. Ringkasan Disertasi, Program Doktor Ilmu Teknik Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Trayer GW. 1932. The Bearing Strength of Wood under Bolts. FPL-ABT-332. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory. Tular and Idris. 1981. Sekilas Mengenai Struktur Bangunan Kayu di Indonesia. Proceeding Lokakarya Standardisasi Kayu Bangunan. Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wirjomartono S. 1977. Konstruksi Kayu, Jilid I, Cetakan VI, Bahan-Bahan Kuliah Penerbit Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yokyakarta. Yap KHF. 1984. Konstruksi Kayu. Penerbit Bina Cipta, Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data nilai kadar air sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu Diameter baut
6.4 mm
Rata-rata
7.9 mm
Rata-rata
Jumlah baut Jenis Kayu (%) (batang) Sengon Nangka Punak Kapur 14,43 12,80 14,06 13,71 4 14,19 10,46 14,27 13,72 14,41 10,19 15,83 13,70 Rata-rata 14,34 11,15 14,72 13,71 14,45 10,19 14,80 14,01 6 14,43 10,66 14,49 13,98 14,41 11,84 14,75 13,80 Rata-rata 14,43 10,89 14,68 13,93 14,00 11,62 14,44 18,14 8 14,04 12,45 14,15 17,09 13,99 10,99 14,26 17,61 Rata-rata 14,01 11,69 14,28 17,61 13,96 12,89 14,19 18,02 10 14,00 13,03 14,35 17,54 14,07 12,88 14,04 15,95 Rata-rata 14,01 12,93 14,19 17,17 14.20 11,67 14,47 15,60 14,44 9,70 14,91 11,29 4 14,33 11,50 14,83 11,10 14,30 10,67 14,40 11,20 Rata-rata 14,36 10,62 14,72 11,20 14,06 11,37 14,28 15,75 6 14,21 11,06 14,37 11,48 14,20 11,22 14,72 11,16 Rata-rata 14,15 11,22 14,46 12,79 13,90 12,01 14,79 14,18 8 14,07 11,61 14,46 16,88 14,15 11,81 14,66 16,70 Rata-rata 14,04 11,81 14,64 15,92 14,09 11,03 15,13 16,52 10 14,25 11,43 15,00 16,10 14,32 11,23 15,07 14,47 Rata-rata 14,22 11,23 15,07 15,70 14,19 11,22 14,72 13,90
Bangkirai 11.46 12.02 11.66 11.72 11.66 11.82 11.17 11.55 11.72 11.61 11.49 11.60 11.52 11.85 11.68 11.68 11,64 14.37 11.19 11.10 12.22 11.31 11.66 11.49 11.49 13.14 13.90 14.65 13.90 14.43 14.31 14.54 14.43 13,01
Lampiran 1. Lanjutan Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
9.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Sengon 14,40 14,36 14,57 14,44 14,42 14,42 14,37 14,40 14,19 14,32 14,31 14,27 14,28 14,49 14,71 14,50 14,40
Jenis Kayu (%) Nangka Punak Kapur Bangkirai 11,14 14,92 11,91 13.46 11,18 14,39 11,62 13.70 11,16 14,81 11,94 13.74 11,16 14,71 11,82 13.63 13,01 14,85 11,94 13.20 12,09 14,84 12,62 13.43 12,56 14,94 12,13 13.19 12,55 14,88 12,23 13.28 11,15 14,32 15,96 11.58 11,82 14,27 15,65 12.39 11,48 14,64 16,27 11.99 11,48 14,41 15,96 11.99 10,49 14,19 16,39 13.97 11,03 14,27 16,60 12.89 10,78 14,66 16,81 13.41 10,77 14,37 16,60 13.42 11,49 14,59 14,15 13,08
Lampiran 2. Data nilai kerapatan sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
6.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata 4 Rata-rata 6 7.9 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Sengon 0,28 0,28 0,29 0,28 0,30 0,31 0,29 0,30 0,31 0,30 0,26 0,29 0,25 0,25 0,26 0,25 0.28 0,29 0,29 0,26 0,28 0,25 0,24 0,25 0,25 0,27 0,25 0,26 0,26 0,27 0,27 0,30 0,28 0,27
Jenis Kayu (g.cm-3) Nangka Punak Kapur Bangkirai 0,54 0,71 0,71 0.95 0,49 0,78 0,72 0.94 0,53 0,74 0,70 0.96 0,52 0,74 0,71 0.95 0,47 0,75 0,72 0.94 0,51 0,71 0,71 0.95 0,59 0,68 0,74 0.93 0,52 0,71 0,72 0.94 0,58 0,79 0,87 0.85 0,60 0,73 0,85 0.83 0,60 0,73 0,86 0.84 0,59 0,75 0,86 0.84 0,64 0,71 0,88 0.83 0,63 0,75 0,87 0.86 0,60 0,76 0,85 0.84 0,63 0,74 0,87 0.84 0,57 0,74 0,79 0,89 0,45 0,71 0,83 0.70 0,52 0,76 0,83 0.82 0,49 0,79 0,83 0.86 0,49 0,76 0,83 0.79 0,62 0,77 0,88 0.87 0,55 0,70 0,86 0.88 0,59 0,73 0,56 0.88 0,59 0,73 0,77 0.88 0,59 0,69 0,81 0.69 0,59 0,79 0,76 0.69 0,59 0,78 0,87 0.70 0,59 0,75 0,81 0.69 0,55 0,84 0,85 0.69 0,57 0,81 0,84 0.68 0,56 0,83 0,83 0.69 0,56 0,83 0,84 0.69 0,56 0,77 0,81 0,76
Lampiran 2. Lanjutan Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
9.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Sengon 0,27 0,22 0,24 0,24 0,25 0,26 0,28 0,27 0,25 0,24 0,23 0,24 0,24 0,24 0,23 0,24 0,25
Jenis Kayu (g.cm-3) Nangka Punak Kapur Bangkirai 0,63 0,83 0,84 0.76 0,59 0,81 0,79 0.79 0,61 0,83 0,80 0.79 0,61 0,82 0,81 0.78 0,63 0,85 0,80 0.82 0,62 0,84 0,79 0.80 0,62 0,84 0,76 0.85 0,62 0,85 0,78 0.82 0,70 0,75 0,88 0.89 0,66 0,81 0,89 0.87 0,68 0,80 0,87 0.88 0,68 0,79 0,88 0.88 0,52 0,81 0,86 0.69 0,60 0,79 0,87 0.78 0,56 0,73 0,84 0.73 0,56 0,78 0,86 0.73 0,62 0,81 0,83 0,80
Lampiran 3. Data nilai berat jenis sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
6.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata 4 Rata-rata 6 7.9 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Jenis Kayu Sengon Nangka Punak Kapur Bangkirai 0,24 0,48 0,62 0,63 0.85 0,24 0,44 0,68 0,64 0.84 0,25 0,48 0,64 0,62 0.86 0,25 0,47 0,65 0,63 0.85 0,26 0,43 0,65 0,63 0.84 0,27 0,46 0,62 0,62 0.85 0,25 0,53 0,59 0,65 0.83 0,26 0,47 0,62 0,64 0.84 0,28 0,52 0,69 0,74 0.76 0,26 0,54 0,64 0,73 0.74 0,23 0,54 0,64 0,73 0.75 0,26 0,53 0,66 0,73 0.75 0,22 0,57 0,63 0,75 0.74 0,22 0,56 0,65 0,74 0.77 0,22 0,54 0,67 0,73 0.75 0,22 0,55 0,65 0,74 0.75 0.25 0,51 0,64 0,68 0,80 0,25 0,41 0,62 0,75 0.61 0,25 0,47 0,66 0,75 0.74 0,22 0,44 0,69 0,75 0.77 0,24 0,44 0,66 0,75 0.71 0,22 0,56 0,68 0,76 0.79 0,21 0,50 0,61 0,77 0.79 0,22 0,53 0,64 0,76 0.79 0,22 0,53 0,64 0,76 0.79 0,23 0,52 0,60 0,71 0.61 0,22 0,53 0,69 0,65 0.61 0,23 0,53 0,68 0,75 0.61 0,23 0,53 0,65 0,70 0.61 0,23 0,50 0,73 0,73 0.60 0,24 0,51 0,71 0,72 0.60 0,26 0,50 0,72 0,73 0.60 0,24 0,50 0,72 0,73 0.60 0,23 0,50 0,67 0,71 0,68
Lampiran 3. Lanjutan Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
9.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Sengon 0,24 0,19 0,21 0,21 0,22 0,23 0,25 0,23 0,22 0,21 0,20 0,21 0,21 0,21 0,20 0,21 0,22
Jenis Kayu Nangka Punak Kapur Bangkirai 0,56 0,73 0,75 0.67 0,53 0,71 0,71 0.70 0,55 0,72 0,72 0.70 0,55 0,72 0,73 0.69 0,56 0,74 0,71 0.72 0,55 0,73 0,70 0.70 0,55 0,73 0,68 0.75 0,55 0,74 0,70 0.73 0,63 0,66 0,76 0.80 0,59 0,71 0,77 0.77 0,61 0,70 0,75 0.78 0,61 0,69 0,76 0.78 0,47 0,71 0,74 0.60 0,54 0,69 0,74 0.69 0,51 0,64 0,72 0.65 0,51 0,68 0,74 0.65 0,55 0,71 0,73 0,71
Lampiran 4. Data nilai kekuatan tarik maksimum sejajar serat sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
6.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata 4 Rata-rata 6 7.9 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Sengon 462 458 476 465 491 513 475 493 521 498 436 485 409 409 420 413 464 476 473 421 456 414 386 415 405 439 411 436 429 437 446 490 458 437
Jenis Kayu (kg.cm-2) Nangka Punak Kapur Bangkirai 918 1232 1233 1666 824 1350 1255 1644 901 1280 1211 1677 881 1287 1233 1662 801 1292 1244 1642 870 1235 1228 1673 1012 1172 1292 1626 894 1233 1255 1647 997 1379 1524 1491 1035 1270 1483 1444 1023 1266 1503 1458 1018 1305 1503 1464 1103 1235 1539 1445 1090 1292 1527 1498 1037 1317 1487 1459 1077 1282 1518 1467 967 1277 1377 1560 754 1236 1454 1205 894 1322 1452 1436 824 1375 1453 1504 824 1311 1453 1381 1071 1343 1536 1528 948 1204 1493 1541 1010 1271 962 1535 1010 1272 1330 1535 1007 1186 1407 1185 1008 1365 1321 1195 1007 1348 1526 1204 1007 1299 1418 1195 939 1473 1481 1184 973 1415 1458 1175 956 1444 1451 1194 956 1444 1463 1184 949 1332 1416 1324
Lampiran 4. Lanjutan Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
9.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10
Rata-rata Rata-rata
Sengon 451 363 385 400 419 433 463 438 416 397 377 397 392 386 379 385 405
Jenis Kayu (kg.cm-2) Nangka Punak Kapur Bangkirai 1077 1453 1463 1321 1016 1412 1381 1376 1046 1447 1395 1376 1046 1437 1413 1357 1080 1483 1387 1429 1063 1473 1369 1389 1072 1473 1322 1488 1072 1476 1359 1435 1206 1301 1537 1552 1138 1408 1558 1518 1172 1389 1515 1535 1172 1366 1537 1535 893 1417 1510 1190 1029 1370 1516 1356 961 1265 1464 1271 961 1351 1497 1272 1063 1408 1452 1400
Lampiran 5. Data nilai kekuatan tekan maksimum sejajar serat untuk lima jenis kayu
Jenis kayu Balok 1
Balok 2
Balok 3 Sengon Balok 4
Balok 5
Balok 6
Balok 1
Balok 2
Nangka
Balok 3 Balok 4 Balok 5 Balok 6
Pmax 844 817 900 852 799 883 1031 922 848 1039 1005 1150 1023 1019 975 761 743 768 2253 2253 1672 1290 2026 1229 2150 2132 782 1505 1374 2042 1929 2193 2158
Luas Alas (cm2) 3.96 3.92 3.89 3.85 3.97 3.93 4.04 3.98 3.93 4.00 3.91 3.92 3.95 3.97 3.88 3.87 3.98 3.83 4.05 4.18 4.14 4.09 4.13 4.15 4.04 4.09 4.13 4.00 4.21 4.07 4.14 4.16 4.13
MSC MSC rerata (kg.cm-2) (kg.cm-2) 213 209 231 221 201 224 255 232 216 231 260 257 293 259 256 251 197 186 201 556 539 404 315 490 296 532 438 522 190 376 326 502 466 528 522
Lampiran 5. Lanjutan Jenis kayu Balok 1
Balok 2
Balok 3 Punak Balok 4
Balok 5
Balok 6
Balok 1
Balok 2
Balok 3 Kapur Balok 4
Balok 5
Balok 6
Pmax 2072 1848 1946 2525 2241 2195 1757 1828 2027 1928 2002 1907 1291 1715 1898 1901 2837 3157 2414 2389 2261 703 1595 1857 2735 2588 2607 1189 1568 1158 1850 1682 2158 2108 2458 2208
Luas Alas (cm2) 3.76 4.07 4.12 3.90 3.92 3.98 4.03 3.91 4.03 3.93 4.05 4.04 3.93 3.96 3.93 3.98 3.97 4.00 4.12 3.98 4.21 4.03 4.03 4.04 4.10 4.20 4.06 4.03 4.07 4.13 3.97 3.95 4.04 3.72 4.02 4.00
MSC MSC rerata -2 (kg.cm ) (kg.cm-2) 551 454 472 647 572 551 436 468 503 519 491 494 472 329 433 483 478 714 789 587 600 537 174 396 460 667 616 642 489 295 385 280 466 425 535 567 611 551
Lampiran 5. Lanjutan Jenis kayu Balok 1
Balok 2
Balok 3 Bangkirai Balok 4
Balok 5
Balok 6
Pmax 3621 3551 3475 3069 2480 2518 3028 2720 3003 1805 1991 1759 2470 2364 1071 2301 2273 2537
Luas Alas (cm2) 4.00 4.03 4.07 4.00 4.04 3.96 4.07 3.98 4.12 4.22 4.12 4.03 3.98 4.12 4.05 3.98 4.03 3.98
MSC MSC rerata -2 (kg.cm ) (kg.cm-2) 905 881 854 767 614 635 744 683 729 633 428 483 437 621 574 264 578 564 638
Lampiran 6. Data hasil perhitungan bolt bearing strength kayu Jenis
Diameter baut (cm)
Tebal (mm)
1111 1211 1311 1411 2111 2211 2311 2411 3111 3211 3311 3411
0,64 0,64 0,64 0,64 0,79 0,79 0,79 0,79 0,94 0,94 0,94 0,94
51,25 51,08 50,47 50,33 50,40 50,18 50,84 50,53 51,04 50,60 50,67 50,46
1122 1222 1322 1422 2121 2221 2321 2423 3121 3221 3321 3421
0,64 0,64 0,64 0,64 0,79 0,79 0,79 0,79 0,94 0,94 0,94 0,94
50,43 50,73 50,50 50,30 50,80 50,79 51,08 49,77 51,50 50,67 50,76 51,12
Py (kg)
Fem (kg.cm-2)
Fem rerata (kg.cm-2)
Sengon 540 520 540 450 620 530 560 540 780 640 630 620
165 159 167 140 156 134 139 135 163 135 132 131
980 980 1320 1610 1240 1700 1260 1200 2440 1770 1980 1520
304 302 408 500 309 424 312 305 504 372 415 316
1050 1160 1590 1180 1720 1080 1520 1800 1360 1450 1940 1925
333 369 508 375 439 275 396 466 331 355 425 421
158
141
140
Nangka 379
338
402
Punak 1153 1251 1351 1451 2151 2253 2353 2451 3152 3253 3353 3453
0,64 0,64 0,64 0,64 0,79 0,79 0,79 0,79 0,94 0,94 0,94 0,94
49,24 49,08 48,88 49,16 49,63 49,68 48,58 48,92 43,66 43,44 48,54 48,62
396
394
383
Lampiran 6.
Lanjutan
Jenis
Diameter baut (cm)
1171 1273 1373 1471 2171 2273 2372 2473 3171 3271 3373 3472
0,64 0,64 0,64 0,64 0,79 0,79 0,79 0,79 0,94 0,94 0,94 0,94
1193 1291 1393 1493 2192 2292 2391 2491 3192 3193 3293 3491
0,64 0,64 0,64 0,64 0,79 0,79 0,79 0,79 0,94 0,94 0,94 0,94
Tebal (mm)
Py (kg)
Kapur 44,07 1160 43,55 1090 48,16 1340 47,72 1180 50,86 2030 51,06 1910 44,59 1130 44,18 1310 45,13 1820 45,33 1740 49,42 1950 47,74 1970 Bangkirai 50,17 2010 50,49 1970 44,65 1570 45,58 1740 45,32 1850 45,21 1810 49,64 1190 49,67 1100 49,20 1540 48,97 1670 48,74 1770 49,25 1350
Fem (kg.cm-2) 411 391 435 386 505 474 321 375 429 408 420 439 626 610 549 596 517 507 303 280 333 363 386 292
Fem rerata (kg.cm-2)
406
419
424
595
402
343
Lampiran 7. Data hasil perhitungan kekuatan lentur baut (Fyb)
Diameter No. baut
6.4 mm
7.9 mm
9.4 mm
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Py (kg)
Pmax (kg)
1000 1080 1074 1000 1800 1800 1770 1860 2500 2440 2500 2500
1110 1206 1166 1114 1940 1959 1895 1996 2739 2728 2704 2743
Stress Area (cm2) 0.205 0.205 0.205 0.205 0.338 0.338 0.338 0.338 0.500 0.500 0.500 0.500
Fu (kg.cm-2)
Fy (kg.cm-2)
5415 5883 5688 5434 5740 5796 5607 5905 5478 5456 5408 5486
4878 5268 5239 4878 5325 5325 5237 5503 5000 4880 5000 5000
Fyb
5146
5422
5144
Lampiran 8.
Diameter baut
Data nilai desain lateral sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu pada sesaran 1,5 mm Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
6.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata 4 Rata-rata 6 7.9 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Jenis Kayu Sengon Nangka Punak Kapur Bangkirai 150 226 198 223 232 247 419 269 245 238 143 222 210 158 235 180 289 226 208 235 192 120 171 98 279 210 319 218 268 299 121 125 194 195 289 174 188 194 187 289 83 186 366 281 301 240 133 528 111 267 89 149 448 274 335 137 156 448 222 301 105 154 170 292 257 83 195 261 260 395 73 315 214 177 153 87 221 215 243 268 145 214 271 215 273 399 438 260 613 349 359 261 688 645 530 394 281 493 581 651 384 327 480 613 510 285 426 179 543 571 253 358 281 496 432 200 274 540 507 501 246 353 333 515 501 248 369 513 448 456 260 342 360 347 363 236 315 250 200 270 248 342 374 332 363 117 336 343 275 444 182 312 306 277 463 144 415 380 276 425 148 354 343 276 444 256 344 383 434 455
Lampiran 8. Lanjutan Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
9.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Sengon 374 358 343 358 454 128 87 223 189 190 121 167 95 150 109 118 216
Jenis Kayu Nangka Punak Kapur Bangkirai 305 181 611 261 281 388 394 308 358 284 503 284 315 284 503 284 496 290 448 376 356 256 383 392 326 324 416 384 392 290 416 384 128 153 362 364 192 115 337 263 179 196 198 420 166 155 299 349 146 114 277 321 177 97 296 363 157 105 213 345 160 105 262 343 258 209 370 340
Lampiran 9.
Diameter baut
Data nilai desain lateral sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah baut untuk lima jenis kayu pada sesaran 5,0 mm Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
6.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10
Rata-rata Rata-rata 4 Rata-rata 6 7.9 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10
Rata-rata Rata-rata
Jenis Kayu Sengon Nangka Punak Kapur Bangkirai 152 212 196 221 273 158 311 199 255 279 145 208 174 201 276 152 244 190 225 276 143 207 187 175 180 156 227 209 184 202 144 171 198 246 191 148 202 198 202 191 128 197 205 214 234 156 154 264 141 189 110 179 284 231 280 132 177 251 196 234 90 176 205 202 229 109 196 204 214 272 94 263 191 217 199 98 212 200 211 233 132 208 210 208 234 243 309 258 410 388 313 267 340 400 362 227 286 343 421 391 261 287 314 410 380 182 324 278 319 341 160 256 301 356 306 133 242 302 317 323 158 274 294 331 323 162 251 344 292 287 178 261 327 240 279 150 283 263 250 272 163 265 311 261 279 132 253 316 250 270 146 247 296 315 278 137 264 336 282 261 138 254 316 282 270 180 270 309 321 313
Lampiran 9. Lanjutan Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
9.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10
Rata-rata Rata-rata
Sengon 285 264 243 264 248 154 124 175 163 138 110 137 93 133 87 104 170
Jenis Kayu Nangka Punak Kapur Bangkirai 345 221 431 376 327 287 420 406 336 254 426 391 336 254 426 391 382 279 379 402 324 214 399 418 302 344 409 410 336 279 396 410 402 326 383 488 307 277 373 240 338 409 367 275 349 337 374 334 205 238 340 342 224 273 345 395 217 255 382 350 215 255 356 362 309 281 388 374
Lampiran 10 Analisis polinomial ortogonal jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran 1,5 mm Jumlah Baut Polynomial Contrast(a) Linear
Dependent Variable (Sesaran 1,5 mm) Contrast Estimate Hypothesized Value
-81,295 0
Difference (Estimate - Hypothesized)
-81,295
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval for Difference Quadratic
Upper Bound
-44,146
Contrast Estimate Hypothesized Value Difference (Estimate - Hypothesized) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval for Difference
Cubic
Lower Bound
18,433 ,000 -118,444
Lower Bound Upper Bound
Contrast Estimate Hypothesized Value Difference (Estimate - Hypothesized) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval for Difference
a Metric = 1.000, 2.000, 3.000, 4.000
Lower Bound Upper Bound
1,318 0 1,318 18,433 ,943 -35,831 38,467 4,129 0 4,129 18,433 ,824 -33,020 41,278
Lampiran 11 Analisis polinomial ortogonal jumlah baut terhadap nilai desain lateral sambungan kayu pada sesaran 5,0 mm Jumlah Baut Polynomial Contrast(a) Linear
Quadratic
Dependent Variable (Sesaran 5,0 mm) Contrast Estimate Hypothesized Value Difference (Estimate - Hypothesized)
-49,040 0
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval for Difference
11,602 ,000 -72,424 -25,657 11,873 0
Contrast Estimate Hypothesized Value Difference (Estimate - Hypothesized) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval for Difference
Cubic
Lower Bound Upper Bound
Lower Bound Upper Bound
Contrast Estimate Hypothesized Value Difference (Estimate - Hypothesized) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval for Difference
a Metric = 1.000, 2.000, 3.000, 4.000
Lower Bound Upper Bound
-49,040
11,873 11,602 ,312 -11,510 35,256 -10,541 0 -10,541 11,602 ,369 -33,924 12,842
Lampiran 12. Hasil perhitungan nilai Z lokal dan Z NDS 2005 pada lima jenis kayu A. Kayu sengon Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
6.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata 4 Rata-rata 6 7.9 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Z Lokal Im 129 126 128 128 129 130 128 129 127 128 128 128 127 127 126 127 128 140 141 141 141 140 141 136 139 141 141 141 141 141 142 141 141 141
Is 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 2939 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628 3628
IIIs 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 391 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473 473
Z NDS 2005 IV 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 186 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275 275
Im 158 153 162 158 168 175 161 168 175 169 149 164 139 139 142 140 157 197 197 176 190 173 163 168 168 184 173 183 180 183 189 204 192 183
Is 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 2941 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630 3630
IIIs 418 417 423 420 429 436 423 429 440 432 409 427 399 398 403 400 419 531 530 505 522 502 488 503 498 515 501 513 510 514 518 538 523 513
IV 161 160 163 161 166 169 163 166 170 167 157 165 152 152 154 153 161 248 248 235 244 233 226 234 231 240 233 239 237 239 241 252 244 239
Lampiran 12. Lanjutan Diameter Jumlah baut baut (batang) 4 Rata-rata 6 9.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Im 166 165 167 166 167 167 167 167 166 165 166 166 166 168 166 167 166
Z Lokal Is IIIs 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576 4317 576
IV 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378 378
Im 223 181 193 199 210 217 231 219 207 197 189 198 195 195 189 193 202
Z NDS 2005 Is IIIs 4319 631 4319 577 4319 590 4319 599 4319 612 4319 621 4319 638 4319 624 4319 611 4319 599 4319 586 4319 598 4319 595 4319 591 4319 586 4319 591 4319 603
IV 343 311 319 324 332 337 348 339 331 324 316 324 322 319 316 319 326
Im 302 280 303 295 271 295 336 301 331 342 339 337 358 355 340 351 321
Z NDS 2005 Is IIIs 2941 554 2941 536 2941 555 2941 548 2941 530 2941 547 2941 577 2941 551 2941 574 2941 580 2941 581 2941 578 2941 594 2941 591 2941 580 2941 588 2941 566
IV 222 213 222 219 211 218 232 220 231 234 234 233 240 239 234 238 228
B. Kayu nangka Diameter Jumlah baut Z Lokal baut (batang) Im Is IIIs IV 304 2939 567 283 4 306 2939 567 283 303 2939 567 283 Rata-rata 304 2939 567 283 304 2939 567 283 6 306 2939 567 283 305 2939 567 283 Rata-rata 305 2939 567 283 6.4 mm 305 2939 567 283 8 306 2939 567 283 303 2939 567 283 Rata-rata 304 2939 567 283 303 2939 567 283 10 303 2939 567 283 305 2939 567 283 Rata-rata 304 2939 567 283 Rata-rata 304 2939 567 283
Lampiran 12. Lanjutan Diameter Jumlah baut Z Lokal baut (batang) Im Is IIIs IV 341 3628 689 419 4 338 3628 689 419 339 3628 689 419 Rata-rata 339 3628 689 419 338 3628 689 419 6 338 3628 689 419 338 3628 689 419 Rata-rata 338 3628 689 419 7.9 mm 338 3628 689 419 8 337 3628 689 419 337 3628 689 419 Rata-rata 337 3628 689 419 331 3628 689 419 10 334 3628 689 419 331 3628 689 419 Rata-rata 332 3628 689 419 Rata-rata 337 3628 689 419 471 4317 905 628 4 476 4317 905 628 473 4317 905 628 Rata-rata 473 4317 905 628 479 4317 905 628 6 485 4317 905 628 482 4317 905 628 Rata-rata 482 4317 905 628 9.4 mm 481 4317 905 628 8 481 4317 905 628 478 4317 905 628 Rata-rata 480 4317 905 628 481 4317 905 628 10 480 4317 905 628 481 4317 905 628 Rata-rata 481 4317 905 628 Rata-rata 479 4317 905 628
Im 324 372 348 348 442 395 419 419 414 415 415 414 383 399 389 390 393 521 498 509 510 523 525 524 524 592 558 572 574 449 509 479 479 522
Z NDS 2005 Is IIIs 3630 652 3630 692 3630 672 3630 672 3630 742 3630 709 3630 726 3630 725 3630 723 3630 724 3630 724 3630 724 3630 706 3630 715 3630 711 3630 711 3630 708 4319 904 4319 884 4319 894 4319 894 4319 899 4319 897 4319 898 4319 898 4319 943 4319 921 4319 932 4319 932 4319 843 4319 889 4319 866 4319 866 4319 898
IV 313 335 324 324 364 345 355 354 353 354 353 353 344 348 346 346 345 517 504 510 510 514 512 513 513 543 528 536 536 477 507 492 492 513
Lampiran 12. Lanjutan C. Kayu punak Diameter baut
Jumlah baut (batang) 4 Rata-rata 6
6.4 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata 4 Rata-rata 6 7.9 mm
Rata-rata 8 Rata-rata 10 Rata-rata
Rata-rata
Z Lokal Im Is IIIs IV Im 319 2939 577 289 396 317 2939 577 289 429 309 2939 577 289 392 315 2939 577 289 406 317 2939 577 289 409 317 2939 577 289 393 316 2939 577 289 372 316 2939 577 289 391 311 2939 577 289 429 315 2939 577 289 402 314 2939 577 289 400 313 2939 577 289 410 315 2939 577 289 392 314 2939 577 289 407 316 2939 577 289 418 315 2939 577 289 405 315 2939 577 289 403 389 3628 734 451 485 390 3628 734 451 518 387 3628 734 451 536 389 3628 734 451 513 392 3628 734 451 531 391 3628 734 451 477 390 3628 734 451 499 391 3628 734 451 502 382 3628 734 451 457 382 3628 734 451 524 388 3628 734 451 525 384 3628 734 451 502 380 3628 734 451 558 383 3628 734 451 542 386 3628 734 451 556 383 3628 734 451 552 387 3628 734 451 517
Z NDS 2005 Is IIIs 2941 616 2941 637 2941 621 2941 625 2941 626 2941 616 2941 603 2941 615 2941 642 2941 623 2941 622 2941 629 2941 617 2941 627 2941 632 2941 625 2941 623 3630 773 3630 793 3630 806 3630 791 3630 799 3630 767 3630 782 3630 783 3630 762 3630 803 3630 799 3630 788 3630 824 3630 813 3630 819 3630 819 3630 795
IV 251 261 254 255 256 251 245 251 264 254 254 257 251 256 259 255 255 382 394 401 392 397 378 387 388 375 400 397 391 412 405 409 409 395
Lampiran 12. Lanjutan Diameter Jumlah baut Z Lokal baut (batang) Im Is IIIs IV Im 404 4317 887 614 603 4 401 4317 887 614 585 401 4317 887 614 596 Rata-rata 402 4317 887 614 594 395 4317 887 614 601 6 403 4317 887 614 609 402 4317 887 614 607 Rata-rata 400 4317 887 614 606 9.4 mm 447 4317 887 614 604 8 447 4317 887 614 651 447 4317 887 614 641 Rata-rata 447 4317 887 614 632 443 4317 887 614 650 10 447 4317 887 614 634 446 4317 887 614 585 Rata-rata 445 4317 887 614 623 Rata-rata 423 4317 887 614 614
Z NDS 2005 Is IIIs 4319 998 4319 989 4319 997 4319 995 4319 1006 4319 1003 4319 1003 4319 1004 4319 960 4319 989 4319 982 4319 977 4319 991 4319 979 4319 949 4319 973 4319 987
IV 581 575 580 578 586 584 584 585 555 574 570 566 576 567 547 563 573
D. Kayu kapur Diameter Jumlah baut Z Lokal baut (batang) Im Is IIIs IV 287 2939 583 293 4 285 2939 583 293 285 2939 583 293 Rata-rata 286 2939 583 293 286 2939 583 293 6 284 2939 583 293 284 2939 583 293 Rata-rata 285 2939 583 293 6.4 mm 320 2939 583 293 8 322 2939 583 293 321 2939 583 293 Rata-rata 321 2939 583 293 319 2939 583 293 10 322 2939 583 293 323 2939 583 293 Rata-rata 321 2939 583 293 Rata-rata 303 2939 583 293
Im 349 353 341 348 350 344 361 352 459 454 457 456 463 466 461 463 405
Z NDS 2005 Is IIIs 2941 617 2941 621 2941 613 2941 617 2941 619 2941 616 2941 628 2941 621 2941 657 2941 653 2941 655 2941 655 2941 660 2941 659 2941 656 2941 659 2941 638
IV 252 254 250 252 252 251 257 253 271 269 270 270 273 272 271 272 262
Lampiran 12. Lanjutan Diameter Jumlah baut Z Lokal baut (batang) Im Is IIIs IV 419 3628 752 464 4 418 3628 752 464 419 3628 752 464 Rata-rata 419 3628 752 464 417 3628 752 464 6 418 3628 752 464 422 3628 752 464 Rata-rata 419 3628 752 464 7.9 mm 372 3628 752 464 8 366 3628 752 464 372 3628 752 464 Rata-rata 370 3628 752 464 402 3628 752 464 10 373 3628 752 464 387 3628 752 464 Rata-rata 388 3628 752 464 Rata-rata 399 3628 752 464 445 4317 925 644 4 448 4317 925 644 447 4317 925 644 Rata-rata 447 4317 925 644 446 4317 925 644 6 449 4317 925 644 447 4317 925 644 Rata-rata 447 4317 925 644 9.4 mm 507 4317 925 644 8 494 4317 925 644 506 4317 925 644 Rata-rata 502 4317 925 644 505 4317 925 644 10 504 4317 925 644 503 4317 925 644 Rata-rata 504 4317 925 644 Rata-rata 475 4317 925 644
Im 592 590 592 591 597 603 402 534 496 448 525 490 552 506 530 529 536 621 593 596 603 590 584 564 579 715 708 702 708 697 698 673 690 645
Z NDS 2005 Is IIIs 3630 831 3630 831 3630 831 3630 831 3630 835 3630 839 3630 713 3630 795 3630 813 3630 787 3630 831 3630 811 3630 822 3630 819 3630 822 3630 821 3630 815 4319 1011 4319 991 4319 993 4319 998 4319 991 4319 984 4319 973 4319 982 4319 1015 4319 1021 4319 1009 4319 1015 4319 1007 4319 1008 4319 994 4319 1003 4319 1000
IV 416 416 416 416 419 421 347 395 406 390 416 404 411 409 411 410 406 589 576 577 581 576 571 563 570 592 597 588 592 587 588 578 584 582
Lampiran 12. Lanjutan E. Kayu bangkirai Diameter Jumlah baut baut (batang) Im 473 4 475 477 Rata-rata 475 478 6 475 475 Rata-rata 476 6.4 mm 426 8 429 423 Rata-rata 426 431 10 432 431 Rata-rata 431 Rata-rata 452 362 4 359 360 Rata-rata 360 356 6 359 358 Rata-rata 358 7.9 mm 396 8 396 397 Rata-rata 396 393 10 396 396 Rata-rata 395 Rata-rata 377
Z Lokal Is IIIs 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 2939 677 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740 3628 740
IV Im 349 534 349 526 349 540 349 533 349 531 349 536 349 525 349 531 349 431 349 422 349 420 349 424 349 424 349 439 349 428 349 430 349 480 455 433 455 522 455 548 455 501 455 549 455 556 455 553 455 553 455 471 455 472 455 474 455 472 455 462 455 463 455 469 455 465 455 498
Z NDS 2005 Is IIIs IV 2941 694 290 2941 689 287 2941 695 290 2941 693 289 2941 690 288 2941 694 290 2941 688 287 2941 691 288 2941 666 276 2941 659 272 2941 661 273 2941 662 274 2941 659 272 2941 667 276 2941 661 273 2941 662 274 2941 677 281 3630 767 379 3630 828 414 3630 842 423 3630 812 405 3630 846 425 3630 848 426 3630 847 426 3630 847 426 3630 766 378 3630 766 378 3630 767 378 3630 766 378 3630 762 376 3630 760 374 3630 764 377 3630 762 376 3630 797 396
Lampiran 12. Lanjutan Diameter Jumlah baut baut (batang) Im 401 4 399 400 Rata-rata 400 398 6 398 397 Rata-rata 397 9.4 mm 397 8 397 397 Rata-rata 397 402 10 400 401 Rata-rata 401 Rata-rata 399
Z Lokal Is IIIs 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848 4317 848
IV Im 583 618 583 637 583 639 583 631 583 662 583 643 583 686 583 664 583 726 583 705 583 715 583 715 583 558 583 634 583 596 583 596 583 652
Z NDS 2005 Is IIIs IV 4319 968 560 4319 982 570 4319 982 570 4319 977 566 4319 997 580 4319 986 573 4319 1012 591 4319 999 581 4319 1034 606 4319 1023 598 4319 1028 602 4319 1028 602 4319 930 534 4319 979 568 4319 955 551 4319 955 551 4319 990 575
Lampiran 13. Hasil uji nilai tengah berpasangan Z lokal dan Z NDS 2005 pada lima jenis kayu A. Kayu sengon Z Lokal Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
144,944 265,385 36 0,811 0 35 -15,524 0,000 1,690 0,000 2,030
Z NDS 2005 180,347 531,158 36
B. Kayu nangka Z Lokal Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
366,258 7028,737 36 0,976 0 35 0,886 0,191 1,690 0,382 2,030
Z NDS 2005 360,236 13966,077 36
Lampiran 13. Lanjutan C. Kayu punak Z Lokal Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
366,468 3478,496 36 0,911 0 35 -2,988 0,003 1,690 0,005 2,030
Z NDS 2005 407,568 17568,594 36
D. Kayu kapur Z Lokal Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
387,584 6459,091 36 0,954 0 35 -2,833 0,004 1,690 0,008 2,030
Z NDS 2005 416,699 17808,031 36
Lampiran 13. Lanjutan E. Kayu bangkirai Z Lokal Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
375,148 542,025 36 0,810 0 35 -2,390 0,011 1,690 0,022 2,030
Z NDS 2005 417,413 15390,136 36