Derajat Hipertensi (Menurut Who) Mempengaruhi Kualitas Tidur dan Stress Psikososial Mirza Nursyamsu Harfiantoko, Erlin Kurnia
DERAJAT HIPERTENSI (MENURUT WHO) MEMPENGARUHI KUALITAS TIDUR DAN STRESS PSIKOSOSIAL
DEGREES OF HYPERTENSION (BY WHO) AFFECT THE QUALITY OF SLEEP AND PSYCHOSOCIAL STRESS
Mirza Nursyamsu Harfiantoko Erlin Kurnia STIKES RS. Baptis Kediri
[email protected]
ABSTRAK
Pasien hipertensi stres berat menyebabkan kualitas tidur buruk yang berdampak pada meningkatnya tekanan darah. Tujuan penelitian untuk mempelajari kualitas tidur dan stres psikososial pasien hipertensi. Desain penelitian adalah cross-sectional. Populasi penelitian adalah pasien hipertensi, dengan jumlah sampel 96 orang, diambil dengan Purposive Sampling. Variabel penelitian kualitas tidur dan stres psikososial diambil menggunakan kuesioner dan klasifikasi hipertensi dihitung berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah selama tiga bulan terakhir. Analisis data mengunakan uji statistik MannWhitney dan Kruskal-Wallis dengan α<0,05. Hasil penelitian menunjukan pasien hipertensi ringan mempunyai kualitas tidur baik, pasien hipertensi sedang dan berat mempunyai kualitas tidur buruk. Pasien hipertensi ringan memiliki stres ringan, pasien hipertensi sedang memiliki stres sedang, pasien hipertensi berat memiliki stres berat. Dari uji statistik keduanya didapatkan p=0.000 yang berarti terdapat perbedaan kualitas tidur dan stres psikososial pasien hipertensi. Disimpulkan bahwa semakin berat hipertensi pasien, semakin rendah kualitas tidurnya dan semakin tinggi tingkat stresnya.
Kata kunci: Kualitas tidur, stres psikososial, dan hipertensi
ABSTRACT
Hypertensive patients severe stress causes poor sleep quality that result in increased blood pressure. The purpose of the research to study the sleep quality and psychosocial stress hypertensive patients. The study design was cross-sectional. The population was patients with hypertension, with a sample of 96 people, taken by purposive sampling. Research variable sleep quality and psychosocial stress were taken using questionnaires and classification of hypertension was calculated based on the measurement of blood pressure during the last three months. Statistical data analysis using the Mann-Whitney test and the Kruskal-Wallis with α<0.05. The results showed patients with mild hypertension have good sleep quality, moderate and severe hypertension patients have poor sleep quality. Patients with mild hypertension have mild stress, moderate hypertensive patients have moderate stress, severe hypertension patients have severe stress. Both obtained from statistical test p=0.000, which means there is a difference in quality of sleep and psychosocial stress hypertensive patients. It was concluded that the
Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013
more severe hypertension of the patients, more lower sleep quality and higher levels of stress.
Keywords: sleep quality, psychosocial stress, and hypertension
Pendahuluan
Menurut WHO tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi ringan apabila tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg, hipertensi sedang apabila tekanan sistoliknya lebih 160-179 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100-109 mmHg sedangkan hipertensi berat apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 110 mmHg. Penderita hipertensi pada umumnya cenderung mengalami stres psikososial, dan stres psikososial itu merupakan reaksi tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Stresor psikososial terdiri dari stres adaptasi, frustasi, overload, dan deprivasi. Pada penderita hipertensi keadaan pikiran (stres, perasaan takut, atau cemas) akan berpengaruh terhadap pembacaan tekanan darah sewaktu dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Sehingga keadaan pikiran seperti stres, perasaan takut, atau cemas yang dialami oleh penderita hipertensi cenderung membuat tekanan darah meningkat (Nadesul, 2008). Penderita hipertensi sering memerlukan waktu yang lebih lama untuk mulai tertidur tidak seperti orang normal yang tertidur dalam waktu 20 menit. Kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan meningkatnya resiko hipertensi, dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular. Berdasarkan data Lancet, jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat, di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 64 juta lebih pendudukya yang berusia antara 18 sampai 75 tahun menderita hipertensi, dan pada tahun 2005 prevalensi hipertensi di Amerika sebesar 21,7%. Prevalensi hipertensi di Vietnam pada tahun 2004 mencapai 34,5%, dan di
Singapura pada tahun yang sama mencapai 24,9%. Beradasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, diketahui sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi hanya 17,2%, dan 0,4% kasus yang minum obat hipertensi, ini menunjukkan 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi (Sustrani, 2005). Penderita hipertensi di Indonesia 60% berakhir pada stroke, dan 40% pada penyakit jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian. Jumlah pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2012 berjumlah 1105 pasien. Berdasarkan hasil wawancara dan pengukuran tekanan darah pada 15 orang pasien hipertensi yang rutin kontrol di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri pada tanggal 31 Desember 2012,dari hasil wawancara didapat 11 orang (73,33%) mengalami gejala-gejala gangguan kebutuhan tidur, 4 orang (26,7%) tidak mengalami gejala-gejala gangguan kebutuhan tidur, 8 orang (53,33%) mengalami gejala-gejala stres, 7 orang (46,6%) tidak mengalami gejala-gejala stres, 5 orang (33,33%) mempunyai riwayat hipertensi dalam 3 generasi di keluarganya, dan 10 orang (66,6%) tidak mempunyai riwayat hipertensi dalam 3 generasi di keluarganya. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah didapatkan 5 orang (33,33%) menderita hipertensi ringan, 6 orang (40%) termasuk dalam hipertensi
Derajat Hipertensi (Menurut Who) Mempengaruhi Kualitas Tidur dan Stress Psikososial Mirza Nursyamsu Harfiantoko, Erlin Kurnia
sedang, dan 4 orang (26,7%) termasuk dalam hipertensi berat (Vitahealth, 2006). Pada penderita hipertensi keadaan stres yang terus-menerus akan mempengaruhi kualitas tidurnya, karena pada saat stres tubuh menghasilkan hormon yang disebut kortisol, hormon ini diproduksi oleh kelenjar adrenal. Fungsinya membantu mengatur tekanan darah dan sistem kekebalan tubuh selama datangnya krisis, baik krisis fisik ataupun emosional. Kortisol baik untuk membentuk cadangan energi dan meningkatkan kemampuan tubuh melawan infeksi, namun kadar kortisol yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur pada seseorang karena menghambat produksi melatonin, yaitu suatu hormon yang mengatur ritme circadian dan berakibat pada kualitas tidur yang buruk pada penderita hipertensi. Kualitas tidur yang buruk pada penderita hipertensi akan memperburuk penyakitnya karena beban kerja jantung meningkat, sehingga menyababkan tekanan darah yang tinggi pada penderita hipertensi saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan meningkatnya resiko hipertensi, dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular (Potter & Perry, 2005) Peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan melakukan evaluasi secara periodik terhadap kualitas tidur, stress psikososial dan manajemen hipertensi. Pola hidup sehat, olahraga teratur, diit makan yang baik, rutin kontrol, serta konsumsi obat sesuai dengan perintah dokter. Dari uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang perbedaan kualitas tidur dan stres psikososial pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri.
Metode Penelitian
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian Cross-sectional. Penelitian Cross-sectional adalah penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data independen dan dependen hanya satu kali pada suatu saat, Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 1105 pasien. Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah pasien hipertensi usia 40-65 tahun. Dalam penelitian ini besar sampelnya ditentukan menggunakan rumus proporsi jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 96 responden. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel independen kualitas tidur dan stres psikososial, dan variabel dependen klasifikasi hipertensi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner PSQI (The Pittsburgh Sleep Quality index) merupakan suatu metode penilaian yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur responden, dan penilaian tingkat stres psikososial menggunakan item stres dari kuesioner DASS 42, serta klasifikasi tingkat hipertensi responden menurut World Health Organization yang didapat dari list pasien (Nursalam, 2008). Hasil Penelitian Data Umum Data umum pada penelitian ini meliputi karakteristik responden penelitian yang meliputi: jenis kelamin, umur, riwayat pendidikan, pekerjaan, kebiasaan, riwayat hipertensi keluarga dan lama menderita hipertensi. Tabel 1 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada Tanggal 1 Februari-11 Maret 2013. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
dari
F 42 54 96
% 43,8 56,2 100
Berdasarkan tabel 1 diketahui lebih 50% responden berjenis kelamin
Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013
perempuan yaitu sebanyak 54 responden (56,3%). Hal ini dikarenakan perempuan dalam masa menopause lebih beresiko memiliki tekanan darah sistolik lebih besar daripada pria dengan BMI dan umur yang sama. Sehingga pada penelitian ini didapatkan jumlah responden perempuan lebih banyak daripada responden laki-laki (Broke, 2008).
dapat mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam menerapkan gaya hidup sehat terutama mencegah penyakit hipertensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kemampuan dan kepatuhan dalam pemenuhan diet hipertensi untuk menjaga pola hidupnya agar tetap sehat.
Tabel 2 Karakteristik Responden berdasarkan Umur pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada Tanggal 1 Februari-11 Maret 2013.
Tabel 4 Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada Tanggal 1 Februari-11 Maret 2013
Umur 40-45 tahun 46-50 tahun 51-55 tahun 56-65 tahun Jumlah
F 16 14 18 48 96
% 16,7 14,5 18,8 50 100
Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden berumur 56-65 tahun yaitu sebanyak 48 responden (50%). Kejadian hipertensi berbanding lurus seiring bertambahnya umur, kebanyakan orang mengalami peningkatan tekanan darah ketika umur 50 tahun keatas (Sugiharto, 2003).
Tabel 3 Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada Tanggal 1 Februari11 Maret 2013. Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Jumlah
F 1 3 17 16 50 9 96
% 1,0 3,1 17,7 16,7 52,1 9,4 100
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden memiliki pendidikan tamat SMA atau sederajat yaitu sebanyak 50 responden (52,1%). Tingkat pendidikan
Pekerjaan Tidak bekerja Wiraswasta Swasta Pegawai Negeri Lain-lain Jumlah
F 10 38 19 5 24 96
% 10,4 39,6 19,8 5,2 25 100
Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden berprofesi sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 38 responden (39,6%). Hal ini menunjukan bahwa pekerjaan yang dapat menyebabkan kelelahan fisik bisa menyebabkan stres yang akan berpengaruh terhadap tekanan darah sewaktu dilakukan pengukuran yang cenderung meningkat.
Tabel 5 Karakteristik Responden berdasarkan Pola Kebiasaan pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada tanggal 1 Februari11 Maret 2013. Pola Kebiasaan Merokok Minum minuman beralkohol Konsumsi garam berlebih Tidak sama sekali Jumlah
F 9 0 0 87 96
% 9,4 0 0 90,6 100
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak mempunyai kebiasaan buruk seperti merokok, minum minuman beralkohol, dan konsumsi garam berlebih yaitu sebanyak
Derajat Hipertensi (Menurut Who) Mempengaruhi Kualitas Tidur dan Stress Psikososial Mirza Nursyamsu Harfiantoko, Erlin Kurnia
87 responden (90,6%). Hal ini dikarenakan mayoritas responden sudah mendapatkan informasi dari dokter maupun perawat khususnya tentang penyakit hipertensi sehingga responden dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu naiknya tekanan darah
Tabel 6 Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Hipertensi dalam Keluarga pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada Tanggal 1 Februari-11 Maret 2013. Riwayat HT Mempunyai riwayat HT Tidak mempunyai riwayat HT Jumlah
F 72 24 96
% 75 25 100
Berdasarkan tabel 6 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai riwayat hipertensi yaitu sebanyak 72 responden (75%). Hal tersebut menunjukan bahwa individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi lebih berisiko tinggi untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya. hal ini menunjukan bahwa riwayat hipertensi dalam keluarga merupakan salah satu faktor predisposisi hipertensi (Udjianti, 2010).
Tabel 7 Karakteristik Responden berdasarkan Lama Menderita Hipertensi pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada Tanggal 1 Februari-11 Maret 2013. Lama Menderita HT <1 tahun 1-2 tahun 2-3 tahun 3-4 tahun 4-5 tahun >5 tahun Jumlah
F 17 46 0 26 0 7 96
% 17,7 47,9 0 27,1 0 7,3 100
Berdasarkan tabel 7 diketahui paling banyak responden menderita hipertensi selama 1-2 tahun yaitu sebanyak 46 responden (47,9%). Hal ini menunjukan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan patologis yang bersifat menetap, maka obat antihipertensi wajib dikonsumsi setiap hari dan seumur hidup, bukan hanya bila sedang timbul gejala saja. Meskipun hipertensi tidak dapat sembuh, tapi penyakit ini dapat dikontrol. Selain obat, hipertensi dapat dikontrol dengan olahraga, menjaga berat badan ideal, dan mengatur pola makan.
Data Khusus
Data khusus pada penelitian ini membahas Perbedaan Kualitas Tidur dan Stres Psikososial Pasien Hipertensi sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada tanggal 1 Februari11 Maret 2013.
Tabel 8
Tabulasi silang Perbedaan Kualitas Tidur Pasien Hipertensi sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada tanggal 1 Februari-11 Maret 2013.
Kualitas Tidur Baik Buruk Jumlah
Ringan F % 37 56,9 28 43,1 65 100
Hipertensi Sedang F % 0 0 22 100 22 100
Jumlah
Berat F 1 8 9
% 11,1 88,9 100
F 38 58 96
% 39,6 60,4 100
Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013
Berdasarkan tabel 8 didapatkan perbedaan kualitas tidur pada pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut WHO, bahwa pada kualitas tidur baik cenderung memiliki klasifikasi hipertensi ringan sedangkan pada kualitas tidur yang buruk cenderung memiliki klasifikasi hipertensi sedang dan berat.
Tabel 9
Hasil Uji Statistik “MannWhitney” mengenai Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Hipertensi sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri.
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed)
Klasifikasi Hipertensi 572.000 1313.000 -4.827 .000
Analisis data dengan menggunakan uji statistik “Mann-Whitney” berdasarkan pada taraf kemaknaan yang ditetapkan α < 0,05, jika p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, dimana didapatkan nilai Z menunjukan penyimpangan sebesar -4,827 menunjukkan bahwa skor dekat dengan mean populasi dan karena itu representative dan nilai p = 0.000 dimana p < α yang berarti ada perbedaan kualitas tidur pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri.
Tabel 10 Perbedaan Stres Psikososial pada Pasien Hipertensi sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri pada tanggal 1 Februari-11 Maret 2013 Stres Psikososial Normal Ringan Sedang Berat Jumlah
Ringan F % 13 20 35 53,8 15 23,1 2 3,1 65 100
Hipertensi Sedang F % 0 0 2 9,1 17 77,3 3 13,6 22 100
Jumlah
Berat F 0 0 4 5 9
% 0 0 44,4 55,6 100
F 13 37 36 10 96
% 13,6 38,5 37,5 10,4 100
Berdasarkan tabel 10 didapatkan perbedaan stres psikososial pada pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut WHO, bahwa pada responden yang tidak mengalami stres cenderung memiliki klasifikasi hipertensi ringan sedangkan pada responden yang mengalami stres berat cenderung memiliki klasifikasi hipertensi berat. Tabel 11 Hasil Uji Statistik ”Kruskal Wallis Test” mengenai Perbedaan Stres Psikososial Pasien Hipertensi sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Klasifikasi Hipertensi Chi-Square df Asymp. Sig.
41.277 3 .000
Analisis data dengan menggunakan uji statistik “Kruskal Wallis Test” berdasarkan pada taraf kemaknaan yang ditetapkan α < 0,05, jika p < 0,05 maka H 0 ditolak dan H 1 diterima, dan didapatkan p = 0.000 dimana nilai p < α yang berarti ada perbedaan stres psikososial pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri.
Derajat Hipertensi (Menurut Who) Mempengaruhi Kualitas Tidur dan Stress Psikososial Mirza Nursyamsu Harfiantoko, Erlin Kurnia
Pembahasan
Kualitas Tidur pada Pasien Hipertensi sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri.
Hasil penelitian mengenai kualitas tidur pada pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri dari keseluruhan responden sebanyak 96 orang, Pada pasien hipertensi ringan didapatkan 37 responden (56,9%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 28 responden (43,1%) memiliki kualitas tidur yang buruk, pada hipertensi sedang didapatkan 22 responden (100%) memiliki kualitas tidur yang buruk, dan pada hipertensi berat didapatkan 1 responden (11,1%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 8 responden (88,9%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu, tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di siang hari (Hidayat, 2009). Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak merasa lelah, gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, sakit kepala, dan sering menguap atau mengantuk. Menurut American Psychiatric Association kualitas tidur didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan
kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur. Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Hidayat, 2008). Dalam menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan untuk tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang, karena energi yang disimpan selama tidur dapat di arahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Selain itu, kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya, sehingga keseimbangan mental, emosional, dan kesehatan dapat terjaga. Berdasarkan data yang sudah didapat pada pasien hipertensi ringan memiliki kualitas tidur yang baik sebanyak 37 responden (56,9%). Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lama menderita hipertensi, pada pasien hipertensi ringan rata-rata responden menderita hipertensi selama 1-2 tahun dan tekanan darah yang masih terkontrol, sehingga sebagian responden jarang mengalami gejala-gejala yang biasa dialami penderita hipertensi seperti pusing, rasa tidak nyaman, sulit tertidur dalam waktu 20 menit dan mimpi buruk yang dapat membangunkan responden dari tidurnya sehingga responden tidak mendapatkan tidur yang cukup yang nantinya akan berdampak pada kualitas tidurnya secara keseluruhan. Pada hipertensi sedang didapatkan 22 responden (100%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan data yang sudah didapat pada pasien hipertensi
Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013
sedang rata-rata berusia 55 tahun keatas dan menderita hipertensi selama 2-3 tahun. Hal ini menunjukan bahwa keadaan sakit dan hipertensi yang tidak terkontrol dapat menjadikan seseorang kurang tidur atau tidak bisa tidur, dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner kualitas tidur yang telah diberikan dimana sebagian besar responden mengalami gejala-gejala yang biasa dialami penderita hipertensi seperti pusing, rasa tidak nyaman, tidak bisa tidur dalam waktu 20 menit dan mimpi buruk yang dapat membangunkan responden dari tidurnya sehingga responden tidak mendapatkan tidur yang cukup. Selain itu pekerjaan juga dapat menyebabkan kualitas tidur yang buruk, hal ini dikarenakan dengan rata-rata usia 55 tahun keatas beban kerja yang tinggi akan membuat seseorang mengalami kelelahan yang akan memicu masalah psikologis seperti stres sehingga menyebabkan seseorang sulit untuk tidur dalam waktu 20 menit, dan seseorang yang mengalami kelelahan akan mengalami masalah gangguan tidur seperti mudah terbangun dari tidurnya dan tidak mendapatkan tidur yang dalam. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengambilan data kualitas tidur responden hipertensi sedang yang sebagaian besar berprofesi sebagai wiraswasta. Pada hipertensi berat didapatkan 1 responden (11,1%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 8 responden (88,9%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan data yang sudah didapatkan pada pasien hipertensi berat memiliki kualitas tidur yang buruk hal ini dikarenakan pada pasien hipertensi berat menderita penyakit hipertensi rata-rata selama 3-4 tahun dimana mayoritas responden sering mengalami gejala-gejala yang biasa dialami penderita hipertensi seperti pusing, rasa tidak nyaman, tidak bisa tidur dalam waktu 20 menit dan mimpi buruk yang dapat membangunkan responden dari tidurnya sehingga responden tidak mendapatkan waktu tidur yang cukup. Pada pasien hipertensi berat juga memiliki umur rata-rata umur lebih tua dibandingkan dengan pasien hipertensi ringan dan sedang yaitu 55 tahun keatas
dimana semakin bertambahnya umur maka semakin turun pula kemampuan seseorang untuk tidur, hal ini terkait dengan perubahan fisiologi tidur yang berhubungan dengan umur. Pada hipertensi berat, terdapat 1 responden (11,1%) yang memiliki kualitas tidur baik. Hal ini dapat dikarenakan responden memiliki periode waktu tidur yang teratur, selain itu melakukan aktivitas relaksasi secara rutin seperti melatih pernafasan yang membantu memperlambat proses yang terjadi didalam tubuh sehingga tubuh bisa menjadi lebih santai, dan tidak mengkonsumsi minuman yang bersifat stimulan seperti teh, kopi, dan minuman beralkohol sebelum tidur.
Stres Psikososial pada Pasien Hipertensi sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri.
Hasil penelitian mengenai stres psikososial pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri dari keseluruhan responden sebanyak 96 orang, Pada pasien hipertensi ringan didapatkan 13 responden (20%) tidak mengalami stres, 35 responden (53,8%) mengalami stres ringan, 15 responden (23,1%) mengalami stres sedang dan 2 responden (3,1%) mengalami stres berat. Pada hipertensi sedang didapatkan 2 responden (9,1%) mengalami stres ringan, 17 responden (77,3%) mengalami stres sedang, 3 responden (13,6%) mengalami stres berat. Pada hipertensi berat didapatkan 4 responden (44,4%) mengalami stres sedang dan 5 responden (55,6%) mengalami stres berat. Stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik. Bila seseorang mengalami stres maka terjadi gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga seseorang tidak lagi dapat menjalankan fungsi tubuhnya dengan baik, maka orang tersebut mengalami distress. Stres psikososial adalah reaksi tubuh terhadap
Derajat Hipertensi (Menurut Who) Mempengaruhi Kualitas Tidur dan Stress Psikososial Mirza Nursyamsu Harfiantoko, Erlin Kurnia
stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan).Stresor psikososial terdiri dari stres adaptasi, frustasi, overload, dan deprivasi. Menurut Holmes dan Rahe, semakin besar perubahan psikososial yang dialami, maka semakin besar stres yang dialami seseorang. Stres psikososial merupakan setiap situasi sosial, yaitu peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut harus mengadakan adaptasi, berusaha menanggulangi stresor yang timbul.Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis. Reaksi tubuh tersebut seperti terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan ketajaman mata seringkali menurun karena kekenduran pada otot-otot mata sehingga mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan seperti adanya suara berdenging, pada daya pikir seringkali ditemukan adanya penurunan konsentrasi dan keluhan sering sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah tampak tegang, mulut bibir terasa kering, sering berkeringat, pada sistem pernafasan dapat ditemukan gangguan seperti sesak karena penyempitan pada saluran pernafasan (Choppra, 2003). Pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit, kadang-kadang terjadi kepucatan atau kemerahan pada muka, terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer seperti pada jaringan tangan atau kaki, sistem pencernaan juga dapat mengalami gangguan seperti lambung terasa kembung, mual, pedih karena peningkatan asam lambung, pada sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya frekuensi buang air kecil yang sering, pada otot dan tulang terjadi ketegangan dan terasa di tusuk-tusuk, khususnya pada persendian dan terasa kaku. Pada sistem endokrin dan humoral seringkali dijumpai adanya peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan kegairahan pada seksual.
Pada penderita hipertensi ringan didapatkan 13 responden (20%) tidak mengalami stres, 35 responden (53,8%) mengalami stres ringan, 15 responden (23,1%) mengalami stres sedang dan 2 responden (3,1%) mengalami stres berat. Berdasarkan data yang sudah didapatkan paling banyak responden pada hipertensi ringan mengalami stres ringan hal ini dikarenakan penderita hipertensi ringan mampu mengontrol atau mengatasi keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan stres dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pada penderita hipertensi ringan jarang mengalami tahapan awal dari stres seperti mudah gelisah, merasa cemas, tidak sabaran, mudah marah dan sulit untuk beristirahat, yang sering kali dianggap biasa oleh responden sehingga reponden tidak mengetahui bahwa dirinya dalam kondisi stres ringan. Pada hipertensi sedang didapatkan 2 responden (9,1%) mengalami stres ringan, 17 responden (77,3%) mengalami stres sedang, 3 responden (13,6%) mengalami stres berat. Berdasarkan data yang sudah didapatkan pada pasien hipertensi sedang mengalami stres sedang hal ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap kuesioner stres psikososial yang mayoritas mudah menjadi marah karena hal sepele, cenderung bereaksi lebih terhadap hal-hal yang terjadi, mudah gelisah, dan tidak sabaran dimana itu merupakan perjalanan awal tahapan stres yang timbul secara lambat, dan baru dirasakan ketika tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupan seseorang sehari-hari, sehingga sebagaian besar penderita hipertensi sedang yang mengalami stres sedang tidak dapat mengontrol emosinya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pekerjaan, lingkungan yang kurang mendukung (suasana lingkungan kerja, dan rumah) atau kesulitan responden dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, dimana stresor psikososial itu sendiri adalah permasalahan yang dihadapi oleh seseorang seperti kematian pasangan, perceraian dalam rumah tangga, masalah orang tua dengan banyaknya kenakalan remaja, masalah ekonomi dan sebagainya.
Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013
Pada hipertensi berat didapatkan 4 responden (44,4%) mengalami stres sedang dan 5 responden (55,6%) mengalami stres berat. Berdasarkan data yang telah didapatkan pasien hipertensi berat mengalami stres berat hal ini dikarenakan usia pasien hipertensi berat yang rata-rata 56 tahun keatas, selain itu pasien hipertensi berat juga mempunyai riwayat hipertensi dalam keluarga dan menderita hipertensi selama 3-4 tahun. Faktor lain yang dapat menyebabkan stres berat pada penderita hipertensi berat adalah beban kerja yang tinggi, karena dengan usia rata-rata lebih dari 56 tahun keatas, beban kerja yang tinggi dapat membuat waktu istirahat dan tidur menjadi berkurang sehingga menyebabkan kelelahan fisik, selain itu pada usia tersebut responden juga mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh faktor usia yang akan membuat responden tidak bisa mendapatkan kualitas tidur yang baik.
Perbedaan Kualitas Tidur dan Stres Psikososial pada Pasien Hipertensi Sesuai Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri
Setelah dilakukan uji statistik “Mann-Whitney” pada data kualitas tidur dengan taraf kemaknaan yang ditetapkan α < 0,05 dan didapatkan p = 0,000 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada perbedaan kualitas tidur pada pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri. Pada data stres psikososial dilakukan uji statistik “Kruskal Wallis Test” dengan taraf kemaknaan yang ditetapkan α < 0,05 dan didapatkan p = 0,000 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada perbedaan stres psikososial pada pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri.
Berdasarkan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas tidur dan stres psikososial pada pasien hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri. Hal ini dapat dilihat dari data responden penelitian, pada hipertensi ringan didapatkan 37 responden (56,9%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 28 responden (43,1%) memiliki kualitas tidur yang buruk, pada hipertensi sedang didapatkan 22 responden (100%) memiliki kualitas tidur yang buruk, dan pada hipertensi berat didapatkan 1 responden (11,1%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 8 responden (88,9%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Pada pasien hipertensi ringan didapatkan 13 responden (20%) tidak mengalami stres, 35 responden (53,8%) mengalami stres ringan, 15 responden (23,1%) mengalami stres sedang dan 2 responden (3,1%) mengalami stres berat. Pada hipertensi sedang didapatkan 2 responden (9,1%) mengalami stres ringan, 17 responden (77,3%) mengalami stres sedang, 3 responden (13,6%) mengalami stres berat. Pada hipertensi berat didapatkan 4 responden (44,4%) mengalami stres sedang dan 5 responden (55,6%) mengalami stres berat. Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi secara umum sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Bacaan pertama, berupa angka yang lebih tinggi adalah tekanan sistolik, tekanan yang terjadi bila otot jantung berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri. Bacaan yang kedua berupa angka yang lebih rendah adalah tekanan diastolik, saat otot jantung beristirahat membiarkan darah kembali masuk ke jantung, di sisi lain tekanan darah tinggi atau hipertensi sering disebut sebagai sebagai The silent killer karena merupakan penyakit yang tersembunyi yang seringkali tidak menampakan gejala, meski penderita merasakan gejala seperti
Derajat Hipertensi (Menurut Who) Mempengaruhi Kualitas Tidur dan Stress Psikososial Mirza Nursyamsu Harfiantoko, Erlin Kurnia
sakit kepala, pusing, dan badan lemas, mereka menganggapnya sebagai penyakit biasa. Pada umumnya hipertensi tidak menampakan gejala, atau gejalanya tidak jelas sehingga tekanan yang tinggi di dalam arteri sering tidak dirasakan oleh penderita (Junaidi, 2010). Hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah stres. Pada penderita hipertensi keadaan stres yang terus-menerus akan mempengaruhi kualitas tidurnya, karena pada saat stres tubuh menghasilkan hormon yang disebut kortisol, hormon ini diproduksi oleh kelenjar adrenal. Fungsinya membantu mengatur tekanan darah dan sistem kekebalan tubuh selama datangnya krisis, baik krisis fisik ataupun emosional. Kadar kortisol yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur pada seseorang karena menghambat produksi melatonin, yaitu suatu hormon yang mengatur ritme circadian dan berakibat pada kualitas tidur yang buruk pada penderita hipertensi. Kualitas tidur yang buruk pada penderita hipertensi akan memperburuk penyakitnya karena beban kerja jantung meningkat, sehingga menyebabkan tekanan darah yang tinggi pada penderita hipertensi saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan meningkatnya resiko hipertensi, dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular (Utami, 2009). Berdasarkan dari data yang sudah didapatkan terdapat perbedaan kualitas tidur dan stres psikososial pada penderita hipertensi sesuai klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization, hal ini dikarenakan karakteristik responden yang berbeda seperti jenis kelamin, usia, dan pekerjaan, serta sumber stresor yang berbeda seperti sifat stresor, durasi stresor, dan jumlah stresor pada setiap responden sehingga memiliki tingkatan stres dan kualitas tdur yang berbeda. Kondisi stres dan kualitas tidur yang buruk pada responden dapat terjadi karena tekanan dari lingkungan atau menemui hambatan dalam memenuhi kebutuhan sehingga mengakibatkan frustasi dan tidak mampu mengatasinya. Kemampuan menyesuaikan
diri yang baik dapat membuat seseorang bisa menghadapi stres atau ketegangan jiwa, kondisi stres pada responden seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan ketika tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupan responden sehari-hari, sehingga responden tidak berusaha untuk meminimalkan stresor psikososial yang dihadapinya dan responden baru menyadari saat merasakan gejala-gejala stres seperti kegelisahan yang mengakibatkan responden mengalami masalah dalam memenuhi kebutuhan tidurnya. Pada penderita hipertensi pemenuhan kebutuhan tidur sangatlah penting untuk mengontrol tekanan darah tingginya, dimana penderita hipertensi itu sendiri sering memerlukan waktu yang lebih lama untuk mulai tertidur tidak seperti orang normal yang biasanya tertidur dalam waktu kurang dari 20 menit, dan apabila kebutuhan tidur pasien hipertensi tidak terpenuhi akan berdampak pada kualitas tidur yang buruk dan cenderung akan meningkatkan tekanan darah sewaktu dilakukan pengukuran (Dalimartha, 2008). Dari data yang telah didapatkan menunjukan bahwa tingkat stres seseorang akan berpengaruh kepada kualitas tidurnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa pada responden yang tidak mengalami stres terdapat 11 respoden (84,6%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 2 responden (15,4%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Pada stres ringan didapatkan 25 responden (67,6%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 12 responden (32,4%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Pada stres sedang didapatkan 2 responden (5,6%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 34 responden (94,4) memiliki kualitas tidur yang buruk. Serta pada stres berat didapatkan 10 responden (100%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Hal ini dapat dikarenakan dalam kondisi stres seseorang akan mudah gelisah, kesulitan untuk tenang, sulit untuk beristirahat dan cenderung dalam keadaan tegang, sehingga menyebabkan seseorang mengalami
Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013
kesulitan untuk relaksasi dan bersantai. Semakin berat stres yang dialami seseorang maka akan semakin banyak juga energi yang dihabiskan karena perasaan cemas, dan semakin sulit pula mentoleransi masalah-masalah yang dimiliki, sehingga orang tersebut menjadi tidak sabaran, mudah tersinggung dan mudah marah.
Simpulan
Pasien hipertensi ringan memiliki kualitas tidur baik sebanyak (56,9%), pasien hipertensi sedang memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak (100%), dan pasien hipertensi berat memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak (88,9%). Pasien hipertensi ringan mengalami stres ringan sebanyak (53,8%), pasien hipertensi sedang mengalami stres sedang sebanyak (77,3%), dan pasien hipertensi berat mengalami stres berat sebanyak (55,6%). Pasien dengan klasifikasi hipertensi berat memiliki kualitas tidur lebih buruk dan tingkat stres lebih berat dibandingkan pasien dengan klasifikasi hipertensi ringan
Saran
Pada pasien hipertensi, stres berat dapat menyebabkan kualitas tidur buruk dimana kualitas tidur yang buruk dapat memicu naiknya tekanan darah, sehingga diperlukannya pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh Institusi Rumah Sakit. Peran tenaga kesehatan dalam memberikan informasi tentang hipertensi, manfaat kualitas tidur yang baik, memperhatikan stres psikososial dan manfaat hidup sehat, olahraga teratur diit makanan yang baik, rutin kontrol, serta konsumsi obat sesuai perintah doker harus dilaksanakan lebih baik, dapat berguna untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah klasifikasi yang lebih berat pada pasien hipertensi.
Daftar Pustaka
Broke, Lemone, (2008). Medical Surgical Nursing. Colombia: University of Missouri. Choppra, (2003). Ucapkan Selamat Tinggal pada Insomnia. Yogyakarta: Ikon Teralitera. Dalimartha, Setiawan, (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta: KDT Hidayat, Aziz, (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Untuk Konsep Dan Proses Keperawatan Buku I. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, Aziz, (2009). Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Junaidi, Iskandar, (2010). Hipertensi. Jakarta: Bhuana Almu Popular. Nadesul, Hendrawan, (2008). Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: Kompas. Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salamba Medika. Potter, Perry, (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Sugiharto, (2003). Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat.http://www.eprints.undi p.ac.id.html Tanggal 6 Mei 2013 jam 20.11 WIB. Sustrani, Lanny, (2005). Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Udjianti, Juni, Wajan, (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Utami, Prapti, (2009). Solusi Sehat Mengatasi Hipertensi. Jakarta Selatan: PT Agromedia Pustaka. Vitahealth, (2006). Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama