Derai Hujan Tak Lerai Kumpulan Puisi: Nanang Suryadi
Pesan Tak Sampai memar ingatan. sepanjang jalan pulang. seperti kecemasan kehilangan. dijangkaujangkau engkau. no network. no network. failed. failed. pesan tak sampai. pesan tak sampai. tak ada gerimis malam ini. cuma mimpi yang memuai. ke mana diberangkatkan ini rindu?
:error no acces!
Melukis Wajah Bidadari bagaimana aku dapat melukis wajah, bidadari dengan selendang tarian
tersenyum padaku? jemarinya meliuk menandak, dongeng teramat asing mungkin dari surga, impian yang hilang, ia bermula
Seorang Yang Menyimpan Kisahnya Sendiri Ada yang menyimpan kisahnya sendiri. Di derai daun-daun jatuh. Sebuah taman kota. Dingin angin memagut. Gerimis menyapa. Sesorot mata yang jauh. Ke silam yang riuh. Di dada sendiri. Di ingatan sendiri.
Tapi mata adalah jendela. Kutemu engkau menangis. Sendiri. Di sudut lampau. Mengekal bayang. Mengekal ingatan.
Di baris sajak. Segores luka menyimpan jejak. Dirimu.
Garis Grafis bagaimana dapat kau lukis masa depan
dengan jemari lukamu? segaris wajah diarsir waktu
ribuan bayang-bayang.
Menerka Diam sedalam rahasia dipendam
dalam diam diterka dari sayup mata
teka teki waktu
Kecemasan Itu Bermula Dari… kecemasan itu bermula dari keraguan, kesangsian menatap masa depan hingga engkau merasa takut di sampingku, berjalan di sisiku
kecemasan itu datang bermula dari keraguan, menatap jalan berliku jauhnya, mungkin kau rasa aku tak sanggup menjadi pelindungmu
kecemasan itu bermula dari keraguan, seperti kuintip hadir di tatap matamu, sayangku...
Kesabaran Waktu Menunggu waktu. disusun detik demi detik keyakinan. di puing silam.
hingga tak ada kesangsian membusur. memanah luka yang sama. waktu. ditata bata demi bata harap. di porak lalu. hingga utuh jadi. menatap atap memayungi. bahagia mimpi.
Setulus Doa Dalam gemetar menatap hidup dan sangsi merajam kejam
Demikian tulus itu doa, serindu bening matamu, menerbangkan gulana Biarlah debur biarlah debar akan sampai pada ketika, saatnya
Pudar Bintang tapi engkau bukan lagi bintang yang terang bercahaya. engkau demikian lindap. di harap yang merapuh. di dada lelaki.
tak ditemukan binar cahaya. dari mata yang menyimpan rahasia sendiri. jejak tak terpeta. di dadamu. sebagai galau di lubang hitam. telah redup bintang. pudar. tersedot ke kelam tak berkesudahan.
Jejak Pudar
O jejak semakin pudar
Waktu menghapusnya seperti airmata Jemari siapa mengusap tanda tanda Purba wajahmu sepi tak merona Sebagai kesunyian batu Di matamu
Kupu-kupu Kupu-kupu yang mengepak, engkaukah. Aku menggambarmu suatu ketika.
Jangan bermain di dekat pendiangan. Nanti terbakar sayapmu. Kemarilah. "Hei, jangan mampir di situ", katamu kepada kupu-kupu. Kupu-kupu beterbangan dari buku. Mengepak-ngepak. Warna-warni. Mencari negeri.
Mencari negeri. Seekor kupu-kupu. Cantik. Tak bernama. Kugambar kamu. Suatu ketika. Beterbangan
dalam benakku.
Bisik Kabut pada matanya ada jejak kabut. dinihari yang sunyi. o, mata. sebisik kabut katakan: demikian diri, tunggu kembali setapak jalan, menuju, sendiri diri sendiri
Ngungun tahun. masih kau ingat derai pada waktu. sebagai dering. suara dan tawa penuh desah. dan tanyamu: ini airmata kau tahu artinya
buku. huruf-huruf menggeliat: nenek moyang, tanah air, kenduri airmata hari. demikian ngungun. ini hidup berguna apa. cuma tanya. cuma tanya cermin. wajah mengusam. tak ada cahaya. redup matahari. redup demikian ngungun tak ada unggun : cahaya apiku!
Catatan Di Waktu Pagi angka. setelah waktu memberangkatkan wajahmu masih ada yang kau ingat ada yang meledakan harapnya di malam penuh api
catatan. sebagai dusta demikian rapi disusun huruf demi huruf kata demi kata bunga. tersimpan dalam kopor tinggal batang tinggal duri hai. katamu di suatu pagi membangunkanku dari mimpi
Ada Yang Mengaduh Pada Matanya ada yang mengaduh pada matanya, sepercik bara yang meletik, dari sebuah entah, di pagi yang gugup
segurat resah dituliskan demikian rapi halaman membuka halaman terbuka mata sebagai gelombang tak henti menerjangnerjang
di mana kau simpan rahasia sebagai senyummu rona merah di pipi tak ada jawab yang kekal
Tak Ada Yang Harus Menangis Malam Ini tak ada yang harus menangis malam ini. seperti berulang kali kita terima kekalahan dengan rendah hati. mari, ini mimpi seteguk lagi.
tak ada yang harus menangis malam ini. memang akan begini. mimpi kan menepi. kau dan aku akan pergi. melebur ke dalam sunyi. diri sendiri.
Pada Semangkok Es Kacang Merah seperti es yang segera mencair, lumeran susu, dan kacang merah yang diaduk. kau sebagai cerita yang menghangatkan suasana hati, ini pendiang sukma bagimu yang gigil dalam beku udara.
demikianlah sayangku, kuingin lihat lagi binar bintang kejora, dalam matamu, seperti dongeng yang meluncur, malam itu, dalam tatapmu
Sebagai Sunyi Puisi sebagai sunyi puisi, pusaran dalam diri demikian labirin, di mana jawab sebagai cahaya tapi di mana tepi? sepi memagutku sendiri
Sekepak Sayap Mimpimu sebagai dering dering panjang telpon tak berjawab. angan mengambang telusuri wajahmu yang menjadi silam.
di mana engkau. ke mana engkau. masihkah dalam mimpimu sendiri. terseok ragu. pandang demikian hitam. demikian hitam. sekepak sayap mimpimu. sepatah sayap harapku. ke mana kau ingin terbang sayang. ke mana. menjenguk mimpimu sendiri? :pergilah sesukamu, jika itu maumu!
Secangkir Kopi sore yang hangat, ruap harum secangkir kopi demikianlah sayangku, kumaknai bahagia begitu sederhana, tercipta setiap saat bukan hanya dalam benak mimpi kita
Tarian Hujan hujan di luar, gemericiknya demikian gaib, seperti mimpi dan dongeng, tarian bidadari, dengarlah gemerisik, kepak sayap dan angin
kau dengar, mungkin ia puisi, yang ditulis sebagai engkau menari, gemerisiknya demikian gaib, seperti hujan
di luar, seperti mimpi dan dongeng, seperti kepak sayap dan angin
seperti engkau menulis puisi, malam-malam begini
Hingga Saatnya hingga saatnya kita tak bertanya lagi, tentang segala rahasia nanti
sebagaimana kau tahu jawabnya, dalam mimpi yang mengembun dini hari suatu ketika, di mana kekosongan meraja, ketika tatap tinggal hampa tak ada tanya lagi. tak ada. sebagaimana kau tahu jawabnya...
Jangan Lagi Menulis Sajak Sedih "jangan lagi kau tulis sajak sedih, akan muram hari, akan pudar cahaya", demikian kau tulis pesan suatu waktu
tak boleh bersedih? masihkah kutahu sebuah kegembiraan. mungkin pada senyum atau lirik mata pada hangat capucino kuingat selendang coklat tua yang melingkar di lehermu, o perempuan yang riang, kau ingat tiktik hujan di loteng
"tak ada surga di situ," katamu tersenyum, seperti dikutip dari buku "tapi jangan lagi kau tulis sajak sedih, bikin ngilu hatiku..."
Siapa Yang Merahasia Dengan Senyumnya siapa yang merahasia, dengan senyumnya pada muram yang tersisa, isak semalam
di manakah kan ditemukan surga, dalam peta mungkin jemari lentik, menunjuk pada gerai hitam, rambut perempuan
bergelayut angan, seperti kanak-kanak yang riang celoteh tak habis, dari bening mata
berkejaran, berlarian, ke ujung cakrawala impian terbubuh, tapi ingatan mengaduh
di manakah kan ditemukan surga, dalam peta mungkin pada senyum, disimpannya rahasia
Kupinangpinang Kau (1)
kupinangpinang engkau kupinangpinang dengan mimpimimpiku sendiri
kupinangpinang engkau kupinangpinang dengan sepisepiku sendiri
kupinangpinang engkau kupinangpinang dengan airmataku sendiri kau bukan aku aku bukan kau kupinangpinang engkau kupinangpinang dengan mimpimimpimu sendiri
kupinangpinang engkau kupinangpinang dengan sepisepimu sendiri
kupinangpinang engkau kupinangpinang dengan airmatamu sendiri (2) aku bukan kau kau bukan aku jika kau sama denganku apa beda aku dan kau
jika aku sama dengan kau apa beda kau dan aku
aku bukan kau kau bukan aku (3) maka kupinang engkau menjadi kekasihku!
Kupinang Engkau Sebagai Mempelaiku Kupinang engkau sebagai mempelaiku
Terimalah riwayat luka manusia dipahat dalam dadaku Mungkin kau temukan sunyi atau kegaduhan di situ Tapi engkau adalah kesunyian yang lain kegaduhan yang lain Hingga ingin kumenjenguk selalu
Dan bening mata, keluasan langit yang menggoda Kupinang engkau sebagai mempelaiku
Kupinang engkau, karena engkau adalah kekasihku
Bahagia kurasakan bahagia itu, dari wajahmu,
terpancar cahaya, menerangi dunia
Apa Yang Kau Ucapkan Pagi Ini, Sayangku ucapkan rasa syukur itu,
telah sampai engkau pada titik ini pada usia di mana kau berkaca
matahari masih tetap terbit dan bersinar
menyapamu dengan senyum, menyapa kita mengajarkan ketabahan
Demikian, Kau
"kau ingat dongeng itu. kanak menatap batu. kaukah itu. mencoba menyingkirkan halangan. di depan mata. di depan mata."
bibirku demikian ragu. meniup gelembung. membuat kau tersenyum. lupakan saja kesah itu. lupakan.
"kau ingat dongeng itu. kanak membaca mantera. mengulas lampu ajaib. tak. kau bukan aladin, baba atau peter pan. kita akan terus menua. dan mati..." bibirku demikian kaku. demikian. kau.
Hening cuma harap menjangkau udara, diamlah diam, demikian sayup bisiknya, diamlah diam, sepi ku kira membuat bahagia, pada keheningan, segurat garis, bergurat nasib, membawa kita ke sini
sebuah perhentian, istirah, demikian penat dan lelah, tubuh dan benak, diamlah diam, begitu sayup suaranya, mengapa terus kau gaduh, melemparlempar api, memekik-memekik, tak henti
karena kebeningan, kukira, membuat kita, mengenal diri sendiri, sayup suaranya, sampai di hati
Legian tak kutemu wajahmu, dalam derum,
tapi, wajah siapa menari, dalam musik memekak, engkau? digamit senja
Selat Bali pada malam hitam dan bintik cahaya ada mimpi juga: kau
Rimis kemudian derai hujan kau lukis menjadi tarian bidadari pada cahaya menjadi pendar pelangi. seujung
rambut yang berkibaran adalah dongeng untuk kanakmu mungkin menangis sejuta cekam menikam-nikam. tatapmu
derasan sungai ikan kecil berenang-renang nakal lucu seperti pita yang disematkan pada. baju warna-warna menghias garis kotak lengkung lingkaran kerucut arsiran. sentuhan tangan menari
Impian Tentang Bintang Biru "dahulu ada bintang biru, bersinar di situ", tunjukmu pada langit hanya hitam cakrawala begitu kosong begitu diam pada keluasan mungkin demikianlah. sepi
memagut dirimu dengan angan cerita kesendirian dunia mimpi. begitulah di baca pada gerak daun, hembus angin, percik air, kerut pada raut tanya : apa
Ada Yang Tak Perlu Dikatakan mungkin
ada yang tak perlu dikatakan pada tatap mata beriak atau gerak bibir menangis
atau cuma kebisuan
terjemah pada lambaian mungkin
ada yang tak perlu diucapkan sebelum segalanya lerai
Sajak Bunga Dan Sebuah Sepi setangkai bunga, mungkin merekah, pada rumpun, menghijau daun pada bibir, mungkin merekah senyum, dengan embun angin yang mencium, lembut semilir, mengukir
jalanan lengang, sepi di semua sisi anggukan, pelangi berwarna-warni
Aku Berlari Menujumu aku berlari menujumu,
dan senyummu yang mawar merekah. bersama embun. matahari tertawa. dan dunia?
o tetap berputaran seperti dulu juga
kau hawa yang tergoda
aku: adam yang terluka
Ada Yang Bercerita Tentang Masa Lalu ada yang bercerita tentang masa lalu dengan air mata
(mengapa lampau juga yang datang kini mengetuk-ngetuk ingatan pada bayang-bayang?) dan mata yang bulat itu, menenggelamkanku pada cerita palung terdalam, sebuah rahasia; perempuan!
Derai Hujan Tak Lerai derai hujan,
tubuhmu kuyup, sayup mata,
isyaratkan keraguan jalanan basah, becek dan berlumpur "ke mana pergi? ke mana pergi?" tak ada arah dituju,
hanya kabut dan putih buih hujan, menyapa pandangan
langit begitu kelabu "kakiku goyah, lemah, gamang melangkah" derai hujan tak lerai;
begitu samar pandangku
Bunga Sekuntum aku ingin sematkan bunga, sekuntum, pada telingamu, agar matamu yang hitam itu, semakin bercahaya,
ya, bunga-bunga demikan liar bertumbuhan di rumputan, padang terbuka, mungkin tak sewangi geriap rambutmu, pada angin, menyentuh, wajahku
Catatan Pada Gerimis Pada dering, mungkin gerimis Menyapa wajahmu
Harap yang ditumbuhkan Katakan saja, bahwa kita membutuhkan Mimpi itu Menjelma Seperti dikabarkan langit Ketentuan itu Seperti rimis Menyentuh Hidungmu
Seperti dulu
Ilusi Lelaki "adakah sedikit saja, untukku," mungkin ilusi, bagi lelaki, seperti ditatap, pada penghujung
cerita dibangun dari coretan, goresan, pada usia mungkin namamu, mungkin bukan namamu, tapi engkau yang tersedu, memecah sunyiku
Hati Yang Getas "perlahan. sentuhlah. tapi perlahan saja..." luka itu nganga, berdarah-darah
"begitu getas!" wajahnya adalah kota-kota yang gemuruh tapi kesunyian menyelinap merajam "mungkin cuma mimpi?" ya, mungkin
ia ingin bangun segera!
Noktah Merah Muda pada dering, suara siapa bergetar
catatan bergambar, kanak-kanak berlari telanjang kaki,
pada bibir, apa yang terucap doa atau keinginan menjadi marilah, marilah pahatkan dalam hatiku biar berdarah biar berdarah ............. ............. puaskah?
Jerat Tatapan kemudian pandangan tersamar memandang cuaca, hujan, dingin dan malam. "engkaukah itu, lelaki yang selalu mencari..." jejak semakin menjauh menuju angan. menuju balik cakarawala. ada apa di situ yang sembunyi. atau kegundahan yang terbakar angan sendiri.
ya, kita termangu di situ. saling menjerat dengan tatapan bisu. memandang cuaca dalam bola mata.
Sajak Bidadari Bintang Biru kemudian kuusap matamu: tak ada airmata! tapi tergenang cerita masa ke masa ada yang menari, di langit mungkin bidadari mari ke mari, bintang biruku sebelum maut berpaut : ada senyum juga cahaya
terang sekali
Menjumpaimu Di Suatu Sore "tuliskan puisi untukku..." aku tulis kata-kata. mengalirlah keheningan . mengisi ruang dalam dada. menyusun mimpi-mimpi. melukis senyum. melukis tatapan.
melukis keramahan.melukis kasih sayang. melukis kebahagiaan. melukis laut. melukis angin. melukis bianglala. "tuliskan puisi untukku..."
Lihat Bunga! Sekuntum bunga di telinga, sekuntum Mewangiwangi bunga, mewangiwangi
Lihat bunga, berkuntum bunga, berkuntumkuntum Jatuh di hadapan, jatuh di hadapan Luruh bunga berkuntumkuntum Kau pilih satu penghias telinga
Lihat bunga, sekuntum bunga, di telinga Mengombakombak rambut semayang Kumimpi engkau, kumimpimimpi
Duhai sayang, bungaku sekuntum
Sedalam Tatapan Jauh ke dalam matamu, menembus riak kabut Ingin kutemu rahasia
Aku telah membunuhnya, katamu suatu ketika Seperti telah dikabarkan pada buku harian Dikubur mimpimu sedalam tatapan
Pelangi Sore Hari lihat itu pelangi, indah sekali, katamu, seperti tak pernah kau tahu. di mana hujan itu? memendar-mendar ia menjadi warna. menjuntai pelangi. menjuntai ingatan kita.
sebagai selendang, kukalungkan di lehermu. ah, kuingat dongeng itu. tapi kau bukan nawang. karena yang tercuri adalah hatiku
Membuka Buku Dongeng, Mimpimu Malam Itu demikian indah, mimpimu terbang sebagai peri dan bidadari, pada puisi yang
mendongeng sepanjang jalan, ah kanak yang riang, sibakan halaman buku-buku,
agar dimimpi mimpi berjuta bulan, berjuta bintang, berjuta matahari, berjuta galaksi, berputaran dalam dada,
mencahaya, secahaya matamu, melarik-larik menuju tuju bait-bait yang kekal,
jemarimu menari di ingatan, sebagai dongeng penghantar tidur, sebagai mimpi sekuntum bunga, mengembun dini hari...
Nanang Suryadi, lahir di Pulomerak, Serang pada 8 Juli 1973. Aktif mengelola fordisastra.com. Buku-buku puisi yang menyimpan puisinya, antara lain: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri Yang Menangis (MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu (Dewata Publishing, 2002), Cinta, Rindu & Orang-orang yang Menyimpan Api dalam Kepalanya (UB Press, 2011) sebagai kumpulan puisi pribadi. Sedangkan antologi puisi bersama rekan-rekan penyair, antara lain: Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego- Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N, 1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995), Bangkit (HP3N, 1996), Getar (HP3N, 1995 ), Batu Beramal II (HP3N, 1995), Sempalan (FPSM, 1994), Pelataran (FPSM, 1995), Interupsi (1994), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa-KSI, 1997), Resonansi Indonesia (KSI, 2000), Graffiti Gratitude (Angkasa-YMS, 2001), Ini Sirkus Senyum (Komunitas Bumi Manusia, 2002), Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002 ), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, 2003), Dian Sastro for President #2 Reloaded (AKY, 2004), Dian Sastro for President End of Trilogy (Insist, 2005), Nubuat Labirin Luka Antologi Puisi untuk Munir (Sayap Baru – AWG, 2005), Jogja 5.9 Skala Richter (Bentang Pustaka - KSI, 2006), Tanah Pilih, Bunga Rampai Puisi Temu Sastrawan Indonesia I (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, 2008), Pesta Penyair Antologi Puisi Jawa Timur (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2009) Email:
[email protected] Situs: www.nanangsuryadi.web.id Twitter: www.twitter.com/nanangsuryadi Facebook: www.facebook.com/nanangsuryadi