DAMPAK SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU TERHADAP ADOPSI TEKNOLOGI, PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI Herman Supriadi Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor- Jawa Barat Email:
[email protected] Diterima: 23 Januari 2013; Disetujui untuk publikasi: 2 Juli 2013
ABSTRACT Impact of Farmer Field School - Integrated Crop Management (FFS-ICM) to the Level Adoption, Productivity and Income of Farmers. Impact study of Farmer Field School - Integrated Crop Management (FFSICM) to the level adoption, productivity and income of farmers has been done during 2012 in three districts, namely Subang (West Java), Madiun (East Java), and East Ogan Komering Ulu (OKU) in South Sumatra. This study aims to analyze level of PTT technology adoption, and the impact of SL-PTT to the productivity and income of farmers. The method of analysis used is a comparative analysis of two independent samples using T test statistics, partial budget analysis, and farm cost efficiency. The findings showed that SL-PTT activity resulted in increased rice productivity of 0.40 - 0.60 t/ha or (7.1 - 9.4)% for inbred rice and 0.4 - 1.1 t/ha or (8.0 - 15.7)% for hybrid rice. Based on statistical tests, seed inputs support system (BLBU) in the FFS-ICM activity was not statistically significant effect on increasing rice productivity inbred but significantly increased productivity of hybrid rice. Increasing farmers income by FFSICM ranges Rp (0.90 to 1.775) million/ha for inbred rice, and Rp2.04 million/ha for hybrid rice. Package of technology alternative has been widely adopted by farmers, but the basic technology package, especially fertilizer as plant needed, optimum population and pest control systems using IPM approach have not been fully implemented by farmers. Opportunity to increase rice production can be reached through development of VUB, hybrid rice, and direct seeded rice. Threat that must be anticipated is centralized policies and poor coordination of relevant agencies, and the limited extension. Indicatif program that needs to be done next are: a) Developing cooperative inputs / capital access assistance, b) Evaluating the feasibility of the technology, c) Increasing the number of trainers and quality education materials, and d).Functioning of local seed producer. Key words: SL-PTT, impact productivity, income and irrigated lowland rice
ABSTRAK Kajian dampak Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) terhadap tingkat adopsi, produktivitas dan pendapatan usahatani padi dilakukan tahun 2012 di tiga kabupaten yaitu Subang (Jawa Barat), Madiun (Jawa Timur), dan Ogan Komering Ulu (OKU) Timur di Sumatera Selatan. Kajian bertujuan menganalisis tingkat adopsi teknologi PTT, dan dampak kegiatan SL-PTT terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Metode analisis yang dipakai adalah analisis komparatif dua sampel bebas menggunakan uji T statistik, analisis biaya dan pendapatan usahatani, dan efisiensi usahatani. Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan SL-PTT berdampak terhadap peningkatan produktivitas padi sebesar 0,40 – 0,60 t/ha atau (7,1 – 9,4)% untuk padi inbrida dan 0,4 s/d 1,1 t/ha atau (8,0 - 15,7)% untuk padi hibrida. Berdasarkan uji statistik sistem bantuan saprodi dan benih (BLBU) dalam kegiatan SL-PTT tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas padi inbrida tetapi nyata meningkatkan produktivitas padi hibrida. Peningkatan pendapatan petani dengan SL-PTT berkisar Rp (0,90 – 1,775) juta/ha untuk padi inbrida, dan Rp2,04 juta/ha untuk padi hibrida. Paket teknologi pilihan sudah banyak diadopsi petani, tetapi paket teknologi dasar terutama pemupukan sesuai kebutuhan, populasi optimum dan pengendalian OPT sistem PHT belum sepenuhnya diterapkan petani. Peluang peningkatan produktivitas padi dapat melalui
140
Dampak Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Adopsi Teknologi, Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi (Herman Supriadi)
pengembangan VUB, padi hibrida dan sistem tanam benih langsung. Ancaman yang harus diantisipasi adalah kebijakan sentralistik dan buruknya koordinasi instansi terkait, dan terbatasnya penyuluh pendamping. Program indikatif yang perlu dilakukan kedepan adalah: a) Mengembangkan koperasi saprodi dan akses modal, b) Evaluasi kelayakan teknologi, c) Meningkatkan jumlah penyuluh dan mutu materi penyuluhan, dan d) Memfungsikan penangkar benih lokal. Kata kunci: SL-PTT, dampak adopsi teknologi, produktivitas, pendapatan,.padi sawah irigasi
PENDAHULUAN
METODOLOGI
Pemerintah Indonesia mentargetkan surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 melalui program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang salah satu implementasinya dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu yang pengembangannya melalui Sekolah Lapang. SL-PTT dijadikan program andalan Kementerian Pertanian sejak tahun 2008. Pendekatan SL-PTT mampu meningkatan produksi padi sebesar 19,7% (Sutijo dan Rintayani, 2012). Keberhasilan SL-PTT tersebut dilandasi filosofi tetesan minyak yang mendorong penyebaran teknologi PTT dari Laboratorium Lapang (LL) ke wilayah Sekolah Lapang (SL) dan keluar wilayah. Dalam prakteknya upaya mencapai target/sasaran produktivitas tersebut menghadapi kendala. Selama pelaksanaan SL-PTT (tahun 2008-2012) rata-rata kenaikan produktivitas padi nasional hanya 56,25 kg/ha/tahun atau 1,14%/tahun (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013). Sasaran peningkatan produktivitas padi melalui SL-PTT tahun 2012 adalah 0,5 – 1,0 t/ha untuk padi inbrida dan untuk hibrida 1,5 – 2,5 t/ha. Penyeragaman alokasi jumlah bantuan benih dan pupuk sehingga capaian produksinya masih rendah, pengadaan benih secara sentralistik; dan variasi intensitas pendampingan antara LL, SLPTT dan di luar areal SL-PTT, menjadi faktor yang diduga berkontribusi pada keberhasilan SL-PTT (Alihamsyah et al., 2011 dan Rusastra et al., 2011). Kajian ini bertujuan menganalisis tingkat adopsi teknologi PTT, dan dampak kegiatan SLPTT terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.
Lokasi dan Waktu Kajian dilaksanakan pada agroekosistem sawah irigasi di Kabupaten Subang (Jawa Barat), Kabupaten Madiun (Jawa Timur), dan Kabupaten OKU Timur (Sumatera Selatan) pada bulan Maret –Desember 2012. Pada setiap kabupaten dipilih satu kecamatan contoh untuk wawancara kelompok dan individu peserta dan non peserta SL-PTT. Responden terdiri dari 20 petani peserta dan 10 petani non peserta SL-PTT per kecamatan. Jenis dan Sumber Data Data primer dari petani meliputi penguasaan lahan, implementasi dan dampak SLPTT, produktivitas, dan analisis usahatani padi sebelum dan sesudah SL-PTT. Data sekunder dari instansi terkait meliputi pedoman SL-PTT, kebijakan pemerintah, publikasi dan laporan SLPTT. Pengumpulan data dan informasi terkait dengan kinerja SL-PTT diperoleh dari perencana dan pelaksana di Ditjen Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Dinas Pertanian, Penyuluhan Daerah dan petani. Indikator yang diamati dalam kajian ini adalah implementasi SL-PTT, adopsi teknologi PTT, produktivitas padi dan pendapatan usahatani. Metoda Analisis Tingkat adopsi dianalisis dengan menghitung jumlah dan persentase petani yang mengenal dan yang menggunakan teknologi anjuran dalam kegiatan SL-PTT. Untuk menguji signifikansi tingkat adopsi kooperator SL-PTT dan non kooperator SL-PTT dilakukan uji t dengan persaman berikut (Kariyasa, 2011):
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 16, No. 2, Juli 2013: 140-148
141
KB BA BB Keterangan: X1 = Rata-rata sampel 1 S1 = Varians kelompok 1 X2 = Rata-rata sampel 2 S2 = Varians kelompok 2 n1 = jumlah responden kelompok 1, Jika t hitung ≥ t tabel maka perbedaan nyata n2 = jumlah responden kelompok 2 Analisis Pendapatan bersih dilakukan dengan menggunakan persamaan : P = (JP x HP) – (BS + BT + BL) Keterangan: P = Pendapatan bersih (Rp/ha) JP = Jumlah produksi (kg/ha) HP = Harga produksi (Rp/kg) BS = Biaya sarana produksi (Rp) BT = Biaya tenaga kerja upahan dan nilai tenaga kerja keluarga (Rp) BL = Biaya lainnya seperti pajak, iuran,sewa dan lain lain Untuk mengetahui kelayakan usahatani dilakukan analisis anggaran parsial (partial budget analysis) dengan persamaan sebagai berikut (Malian, 2004):
Dimana: NP = Nilai produksi (jumlah produsi x harga produksi) BTP = Biaya total produksi Untuk mengetahui tingkat kelayakan dari perubahan komponen teknologi usahatani padi digunakan pendekatan rasio keuntungan dan biaya marginal (MBCR) sebagai berikut (Rahman dan Saryoko, 2008):
Keterangan: MBCR = Marginal benefit cost ratio KA = Keuntungan usahatani padi A
142
= Keuntungan usahatani padi B = Biaya produksi usahatani A = Biaya produksi usahatani padi B
HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Hasil wawancara dengan kelompok tani terkait implementasi SL-PTT disajikan pada Tabel 1. Dari 13 indikator yang digunakan untuk menilai kesesuaian implementasi SL-PTT dengan panduan, hanya 4 indikator (30,8%) yang dinyatakan sesuai panduan oleh mayoritas responden (> 50%) di tiga kabupaten contoh. Indikator tersebut adalah: (1) penentuan kebutuhan teknologi PTT, (2) penentuan kebutuhan sarana produksi, (3) frekuensi pertemuan SL dan tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan. Tingkat kesesuaian implementasi SL-PTT di luar indikator tersebut berkisar antara 10% sampai kurang dari 50%, kecuali di Kabupaten Madiun, sudah ada dua indikator di luar yang sudah disebutkan di atas, yang tingkat kesesuaiannya dinyatakan oleh 50-80%. Indikator tersebut adalah: (1) ketentuan peserta SL-PTT sesuai petani pemilik, dan (2) koordinasi antar instansi terkait. Relatif rendahnya tingkat kesesuaian implementasi SL-PTT di lapangan dengan panduan mencerminkan terjadinya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Efektivitas panduan sebagai acuan kerja di lapanan dipertanyakan. Perencanaan perlu dibenahi untuk meningkatkan kinerja SL-PTT (Alihamsyah et al., 2011). Koordinasi antar instansi terkait pelaksanaan SL-PTT sejak perencanaan di tingkat pusat sampai tingkat provinsi dan kabupaten terutama pihak Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan (yang membawahi Penyuluhan) diduga belum terjalin dengan baik, dan menjadi penyebab kurang efektifnya pendampngan dan pengawalan teknologi. Tugas pengawalan SL-PTT oleh peneliti (SK Kepala Badan Litbang Pertanian Nomor 09/Kpts/KP.440/I/01/2012) yang awalnya
Dampak Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Adopsi Teknologi, Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi (Herman Supriadi)
mentargetkan 60% dari total unit SL-PTT di wilayah kerja, kenyataannya tidak sepenuhnya dapat dilakukan karena keterbatasan tenaga.Walaupun jumlah pendamping terbatas petani cukup responsif terhadap teknologi harapan (promising technology), selama dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Agar petani berpartisipasi dalam program, harus menempatkannya sebagai subjek utama dalam kegiatan (Adjid et al., 1979). Menurut Syahyuti (2006) keberadaan partisipasi tersebut telah diterima oleh petani sebagai alat yang esensial. Djoeroemana et al. (2007) dan Rosegrant et al. (2007) mengemukakan bahwa masyarakat berpartisipasi secara aktif karena adanya faktor pengikat atas kesamaan pandangan dan usaha. Yang membentuk kreativitas serta etos kerja. Peningkatan kompetensi berusahatani merupakan cara pemberdayaan petani yang disinergiskan dengan pengetahuan lingkungan usahataninya (Hendayana, 2010). Program SL-PTT selain meningkatkan motivasi petani juga meningkatkan efisiensi usahatani (Hutapea, 2012). Bantuan saprodi terutama benih di tiga kabupaten sering mengalami keterlambatan pada pelaksanaan tahun 2011, sehingga jadwal tanam menjadi mundur. Padahal opsi kebijakan prioritas untuk penyempurnaan SL-PTT adalah ketersediaan dan akses benih menurut enam tepat (Rusastra et al., 2011). Penyebab keterlambatan tersebut di antaranya adalah sistem pengadaan terpusat melalui proses tender yang lama dan rumit. Permasalahan kualitas benih yang justru cukup menonjol di Jawa Timur terutama untuk padi hibrida adalah: (1) tidak ada jaminan kualitas benih, (2) jumlah bantuan benih masih terlalu sedikit yaitu hanya 15 kg/ha sementara umumnya petani menggunakan benih 30-40 kg/ha. Implementasi SL-PTT yang prosentase kesesuaiannya tinggi dengan pedoman adalah: 1). penentuan kebutuhan teknologi, 2). frekuensi pertemuan SL, dan 3). tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan. Belum sesuai implementasi dengan pedoman SL-PTT, karena kurang efektifnya sosialisasi pedoman, pendampingan dan koordinasi instansi terkait.
Adopsi Teknologi Hasil kajian menunjukkan bahwa petani SL-PTT sebagian besar telah mengenal dan juga mengadopsi teknologi pilihan PTT, tetapi masih belum sepenuhnya menerapkan teknologi dasar seperti pemupukan berdasar kebutuhan, populasi optimum dan pengendalian system PHT (Tabel 2). Komponen teknologi PTT yang telah diadopsi petani secara meluas adalah penggunaan varietas unggul baru (VUB), pengolahan tanah sesuai musim, bibit muda, pengaturan tanam jajar legowo, dan panen tepat waktu. Komponen teknologi yang masih rendah adopsinya adalah benih bermutu, pemberian bahan organik, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman, dan pengendalian OPT dengan pendekatanPHT. Varietas unggul inbrida sudah cukup lama digunakan petani sebelum ada SL-PTT, seperti IR 64, Ciherang, Cisadane, Membramo, dan lainnya. Dalam pelaksanaan SL-PTT diintroduksikan VUB seperti Inpari dan padi hibrida.Terlihat bahwa penggunaan VUB mencapai 100% diterapkan di tiga lokasi kajian. Padi hibrida kurang berkembang di Jawa Barat dan Sumatera Selatan, tetapi di Madiun ada tiga varietas hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu Bernas Prima 92, SL-8 dan Sembada 168. Pemberian bahan organik seperti jerami, pupuk organik cair dan granul, serta pupuk kandang secara umum belum banyak dilakukan. Pupuk an-organik oleh petani diberikan berdasarkan besarnya bantuan, kemampuan petani, dan kebiasaan, sehigga masih relatif dibawah kebutuhan dan status hara tanah. Populasi tanaman di tiga kabupaten relatif belum optimum. Bantuan benih BLBU sebanyak 25 kg/ha kenyataannya dibagi rata dengan anggota kelompok sehingga pemakaian benih bantuan kurang dari 25 kg/ ha dengan azas pemerataan. Perbaikan sistem pengadaan benih mutlak diperlukan, disesuaikan dengan kebutuhan petani dan memenuhi azas enam tepat melalui penangkar setempat. Sebagian besar petani sudah pernah mengikuti SLPHT tetapi dalam penerapannya di lapangan masih mengandalkan pengendalian hama/penyakit dengan pestisida, kecuali di Kabupaten Madiun petani sudah relatif
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 16, No. 2, Juli 2013: 140-148
143
mengurangi pemakaian pestisida dan mulai menerapkan PHT. Penggunaan varietas tahan yang terus menerus ditanam petani, seperti IR 64 yang awalnya tahan wereng hijau pada akhirnya meningkatkan tekanan seleksi pada serangga vektor dan memunculkan biotipe baru. Teknologi pilihan yang umum diterapkan adalah pengolahan tanah menggunakan traktor dan pola tanam sesuai musim. Penggunaan bibit muda kurang dari 21 hari banyak diterapkan oleh petani terutama di OKU Timur, kemudian di Subang, tetapi di Madiun hanya 30% yang menerapkan karena sudah mengarah kepada penanaman padi hibrida. Tandur jajar legowo populer dilakukan petani karena kemudahan dalam mengontrol tanaman, kecuali di Madiun yang masih banyak menggunakan tanam biasa (sistem tegel).
kehilangan hasil pada waktu panen, pengangkutan, dan prosessing hasil, yang menurut data BPS tahun 1996 dan 2008 bisa mencapai 20,51 . Kebijakan strategis yang diperlukan untuk menurunkan kehilangan hasil padi menurut Swastika (2012), yaitu dengan promosi alsintan baru yang efisien, pelatihan, revitalisasi alsin, dan fasilitas kredit. Produktivitas Usahatani Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan SL-PTT berdampak terhadap peningkatan produktivitas padi berkisar antara 0.40 – 0.60 t/ha atau (7,1–9,4)% pada padi inbrida dan 0,4 s/d 1,1 t/ha atau (8,0 - 15,7)% pada padi hibrida (Tabel 3). Terlihat bahwa peningkatan produktivitas padi inbrida relatif kecil dibandingkan padi hibrida yang
Tabel 2. Penerapan komponen teknologi SL-PTT (%) di agroekosistem sawah irigasi Komponen Teknologi Komponen Teknologi Dasar 1. Varietas unggul baru hibrida/non hibrida 2. Benih bermutu dan berlabel 3. Pemberian bahan organik (jerami atau kompos) 4. Pengaturan populasi tanaman secara optimum 5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah 6. Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT Komponen Teknologi Pilihan 1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam 2. Penggunaan bibit muda (kurang dari21 hari) 3. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun 4. Pengaturan tanam (jajar legowo 2:1 atau 4:1) 5. Pengairan secara efektif dan efisien 6. Penyiangan dengan landak atau gasrok 7. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok Sumber: Data primer diolah
Pengairan dengan irigasi teknis di tiga kabupaten secara umum memenuhi kebutuhan tetapi perlu lebih efisien lagi mengingat makin berkurangnya volume air. Penyiangan dengan landak masih dipraktekkan sebagian petani. Komponen teknologi panen tepat waktu dan perontokan gabah sudah dipraktekkan di semua lokasi. Satu hal yang belum diperhatikan dalam paket teknologi SL-PTT adalah masalah
144
K 100 100 70 70
G 100 60 30 60
Tingkat adopsi (%) Oku Semua Madiun Timur lokasi K G K G K G 100 100 100 100 100 100 100 90 60 60 86,7 70 100 60 90 60 86,7 50 70 60 60 60 66,7 60
60
60
70
70
60
30
63,3
53,3
60
30
80
60
60
30
66,7 78,4
40 62,2
100 100 80 100 100 100 100
100 90 60 90 90 90 90
100 100 90 100 100 100 100
100 90 60 90 90 90 90
100 100 80 100 90 100 100
100 90 60 90 90 90 90
100 100 83,3 100 96,7 100 100
100 90 60 90 90 90 90
Subang
cukup bervariasi antar wilayah. Peningkatan produktivitas tidak berbeda nyata antara LL dan SL maupun antara SL dan non SL pada padi inbrida di tiga kabupaten. Perbedaan nyata justru terlihat pada peningkatan produktivitas padi hibrida baik antara LL dan SL maupun SL dan non SL. Hal ini menunjukkan bahwa sistem bantuan saprodi dan benih (BLBU) secara statistik tidak nyata memberikan dampak terhadap peningkatan
Dampak Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Adopsi Teknologi, Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi (Herman Supriadi)
produktivitas padi inbrida tetapi nyata meningkatkan produktivitas padi hibrida. Peningkatan produktivitas secara statistik terlihat nyata antara LL dan Non SL di tiga kabupaten kecuali pada padi inbrida di Subang. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi PTT nyata dapat meningkatkan produktivitas padi di tingkat petani. Kenyataan bahwa, variasi hasil padi cukup besar karena antara lain kemampuan petani dalam permodalan dan adopsi teknologi bervariasi. Dalam pelaksanaan SL-PTT walaupun ada
Pendapatan Usahatani Hasil analisis usahatani padi dalam pengembangan SL-PTT di tiga kabupaten menunjukkan peningkatan pendapatan petani SLPTT sebesar Rp0,900 – 1,775 juta/ha untuk padi inbrida, dan Rp2,04 juta untuk padi hibrida dibandingkan non SL-PTT (Tabel 4). Hal ini berarti bahwa teknologi PTT terutama penggunaan VUB telah dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani padi. Penelitian sebelumnya oleh Hidayat et al. (2012) menunjukkan bahwa introduksi VUB, terutama Inpari 2, mampu
Tabel 3. Rata rata produktivitas padi di lokasi LL, SL-PTT. dan Non-SL di agroekosistem sawah irigasi tahun 2012 Kabupaten -Subang - Madiun -OKU Timur
Jenis padi Inbrida Hibrida Inbrida Hibrida Inbrida
Produktivitas (t/ha) LL 6,8 6,9 7,5 8,9 6,7
SL 6,0 5,4 7,0 8,1 6.0
Non-SL 5.6 5,0 6,4 7,0 5.5
PerbedaanLL dengan SL t/ha t/ha 0,8ns 13,3 1,5s 27,7 0,5ns 7,1 0,8s 9,9 0,7ns 11.7
Inbrida 7 6,3 5,8 0,7 Hibrida 7,9 6,75 6 1,15 Keterangan : s = Berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 % ns= tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
penyeragaman subsidi benih, nyatanya bantuan benih sering terlambat atau kualitasnya tidak terjamin baik. Petani yang mampu tidak tergantung pada bantuan, tapi yang kurang mampu cenderung menggunakan fasilitas apa adanya. Hasil padi hibrida sangat bervariasi antar lokasi disebabkan karena adaptasinya yang spesifik lokasi. Produktivitas padi hibrida di Jawa barat secara rata-rata hampir sama dengan padi inbrida, bahkan banyak kasus kegagalan karena kualitas benih yang rendah. Sebaliknya padi hibrida cukup berhasil di Madiun, disamping karena adopsi teknologinya juga genotipenya sesuai. Kondisi tersebut sesuai karakter pertumbuhandan hasil padi hibrida yang dipengaruhi oleh genotipenya (Munarso, 2012).
Perbedaan SL dengan non SL t/ha % 0,4 ns 7,1 0,4ns 8,0 0,6ns 9,4 1,1s 15,7 0,5ns 9,1
Perbedaan LL dengan non SL t/ha % 1,2ns 21,4 1,9s 38,0 1,1s 17,2 1,9s 27,1 1,7s 30,9
0,5 1,9
meningkatkan produktivitas padi 0,54-2,46 t/ha, dan pendapatan petani sebesar Rp1-3 juta/ha. Dari segi efisiensi usahatani terlihat bahwa nilai B/C umumnya >1 kecuali padi inbrida di Madiun sebelum SL-PTT. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum dengan SL-PTT ada peningkatan efisiensi uasahatani. Rasio pertambahan keuntungan dan biaya (MBCR) padi inbrida dan hibrida di Madiun sesudah dan sebelum SL-PTT menunjukkan nilai tertinggi dari dua kabupaten lain. Nilai MBCR hibrida terhadap inbrida terlihat tertinggi (2,06) menunjukkan bahwa setiap penambahan biaya Rp1.000 akan mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp2.060.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 16, No. 2, Juli 2013: 140-148
145
Tabel 4. Analisa usahatani padi sebelum dan sesudah SL-PTT di tiga kabupaten, Tahun 2012 Keterangan
Subang Madiun Oku Timur Inbrida Inbrida Hibrida Inbrida Sebelum SL-PTT Sebelum SL-PTT Sebelum SL-PTT Sebelum SL-PTT 4,75 6,0 6,5 7,0 7,0 8,1 5,0 6,0
Hasil gabah (kg GKP/ha) Nilai hasil (Rp 000) 14.250 Total Input(Rp 000) 6.450 a.Sewa peralatan 100 b. Pengolahan tanah 850 c. Tanam 700 d. Pengairan 1.350 e. Tenaga kerja Pemupukan 100 Penyiangan 250 Pengendalian OPT 100 Panen 2,000 Pengangkutan 200 e. Saprodi Benih 250 Pupuk 400 Pestisida 150 Pendapatan bersih 7.800 (Rp 000) Peningkatan pendapatan (Rp 000) B/C 1,17 MBCR: -Terhadap sebelum SL -Terhadap inbrida Sumber: Data primer diolah
18.000 8.525 100 950 700 1.350
19.500 9.840 550 1300 720 2.900
21.000 10.420 550 1300 720 2.900
21.000 10.440 550 1300 720 2.900
24.300 11,700 550 1300 720 2.900
15.000 6.600 150 950 700 1000
18.000 8.500 150 1000 700 1000
125 300 250 2500 300
125 300 250 3.250 375
150 300 300 3.500 400
175 300 275 3.500 450
150 300 300 3.750 500
100 300 100 2100 250
100 350 150 2700 300
250 1.000 700 9.475
320 1.500 700 9.660
320 1.725 900 10.580
320 1600 1000 10.560
1250 1.725 1.105 12,600
250 500 200 8.400
250 1250 500 9.500
1.775
920
1,11
0,98
1,02
1,01
1,08
0,90
-
1.59 -
-
1.62 2,06
KESIMPULAN 1. Program SL-PTT padi memberikan dampak positif berupa teradopsinya sebagian teknologi PTT (VUB, tandur jajar legowo, dan bibit muda) dan tercapainya sasaran peningkatan produktivitas padi sebesar 0,40 – 0,60t/ha atau 7,1 – 9,4) untuk padi inbrida dan 0,4 s/d 1,1 t/ha atau 8 - 15,7% untuk padi hibrida dengan peningkatan pendapatan petani berkisar Rp0,92 – 1,775 juta/ha untuk padi inbrida, dan Rp2.04 juta/ha untuk padi hibrida. 2. Bantuan saprodi dan benih (BLBU) serta pendampingan teknologi dalam kegiatan SLPTT, secara statistik peningkatan produktivitasnya tidak nyata untuk padi inbrida tetapi nyata meningkatkan produktivitas untuk padi hibrida. 3. Kinerja pelaksanaan SL-PTT di Kabupaten Madiun cukup baik, dan berpeluang besar untuk 146
2.040
900 1,27
1,12 1,0
lebih berhasil dalam peningkatan produksi nasional, yang ditunjang oleh tingkat adopsi teknologi PTT yang cukup tinggi, kelompok tani yang maju dan pendampingan yang cukup partisipatif dengan percontohan. 4. Faktor utama yang menghambat peningkatan produksi padi dalam pelaksanaan SL-PTT yaitu keterlambatan dan rendahnya kualitas benih (BLBU), kurang efektifnya pendampingan teknologi, dan belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait. 5. Program indikatif yang perlu dilakukan kedepan adalah: a) mengembangkan koperasi saprodi/ akses modal untuk menggantikan bantuan yang kurang efektif seperti BLBU, b) evaluasi kelayakan teknologi sebelum dikembangkan, c) meningkatkan jumlah penyuluh dan mutu materi penyuluhan, dan d). memfungsikan penangkar benih lokal.
Dampak Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Adopsi Teknologi, Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi (Herman Supriadi)
DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah. T.. D.S. Damardjati. U.S. Nugraha. R. Hendayana. E. Jamal. I N. Widiarta. Sunihardi. dan U. G. Kartasasmita. 2011. Evaluasi Program dan Kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Laporan Akhir. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2013. Pedoman Teknis Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung. Ditjentan, Kementerian Pertanian. Djoeroemana. S.. E.I.T.. Salaen and W. Nope. 2007.An Overview of Environmental Socio-Cultural. Economic and Politic Aspect of Rural Development in East Nusa Tenggara. Dalam : Proc. Workshop to Identify Sustainable Rural Livehoods. Held in Kupang. Indonesia. 5-7 April 2006.ACIAR. Canberra. Hendayana. R. 2010. Menjadikan SL-PTT sebagai Wahana Peningkatan Kompetensi Petani. Sinar Tani. Edisi 25-31 Agustus 2010. No. 3369 Tahun XL. Hidayat Y.. Y. Saleh. dan M. Waraiya. 2012. Kelayakan usahatani padi varietas unggul baru melalui PTT di Kabupaten Halmahera Tengah Jurnal Tanaman Pangan › PP31/03 › Halaman : 166-172 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hutapea. Y. 2012. Efisiensi usahatani dengan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu padi (kasus di Desa Pagarsari Kecamatan Purwodadi Kabupaten Musi Rawas. Sumatera Selatan). Jurnal Pembangunan Manusia Vol. 6 No.3 Tahun 2012. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan. Ikhwani dan A. K Makarim. 2012. Respons dari berbagai varietas padi terhadap genangan. zat gizi aplikasi dan jarak tanam. Jurnal Journal PP31/02. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Halaman : 93-99.
Malian, A.H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi Pada Skala Pengkajian. Makalah Analisis dan Ekonomi Bagi Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Wilayah. Bogor. Mariyono. J. 2007. Adoption and diffusion of integrated pest management technology: a case of irrigated rice farm in Yogyakarta Province. Indonesia. Asia-Pacific Journal of Rural Development. Vol. XVII No.1. July 2007. Mohindru.2012. Impor beras turun drastis. The wall street journal 29 November 2012. Singapura. Munarso Y. P.2012. Rice hybrid yield performance on intermittent and submerged irrigation. Journal Penelitian Pertanian.30/03. Indonesian Center for Food Crops Research and Development. Bogor. P: 189 – 195. Rahman, B. dan A. Saryoko. 2008. Analisis titik impas dan laba usahatani melalui pendekatan pengelolaan padi terpadu di kabupaten LebakBanten. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 11, no.1, Maret 2008. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. Hal 54 – 60. Rusastra. IW. W. Sudana. Sumarno. Z. Zaini. K. Kariyasa. Baehaki dan Sarlan. 2011. Evaluasi Kebijakan dan Politik Anggaran SL-PTT Tanaman Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Rosegrant. M.W.. C. Ringler. T.B. Sulser. S.M. Sangi. T. Zhu. R.V. Santos and S. Wood. 2007.Agriculture in Asia: Challenges and Opportunities a Policy Brief from Highlevel Policy Forum Agricultural and Rural Development for Reducing Poverty and Hunger in Asia : In Pusnit of Inclusive and Sustainable Growth. Organized by The International Food Policy Research Institute and The Asian Development Bank. Manila August 2007.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 16, No. 2, Juli 2013: 140-148
147
Sutijo,B dan R. Rintayani. 2012. evaluasi penerapan metode SL-PTT terhadap peningkatan produksi padi. Journal GDLHUB / 2013-06-25 18:04:28 Vol.4, No.2, September 2012- Institut Teknologi Sepuluh November. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pem¬bangunan Pedesaan dan Pertanian. Penjelasan tentang konsep. istilah. teori dan indikator serta variabel. Bina Rena Pariwara. Jakarta. hlm. 153-162.
148
Swastika. 2012. Teknologi panen dan pascapanen padi: kendala adopsi dan kebijakan strategis pengembangan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 10 (4): 331346. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Zahara dan Nasriati. 2012. Peningkatan produktivitas padi dan pendapatan melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di Kecamatan Tulang BawangTengah, Kabupaten Tulang Bawang. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan, Vol 27 (3). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal: 154-163.
Dampak Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Adopsi Teknologi, Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi (Herman Supriadi)