DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR (STUDI METODE DAN MEDIA DAKWAH)
SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Komunikasi Penyiaran Islam
Oleh: DWI ISMIYATI NIM: 051211007
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (lima) eksemplar Hal : Persetujuan Naskah Proposal Skripsi Kepada Yth. Ketua Jurusan KPI IAIN Walisongo di Semarang
Assalamu alaikum Wr.Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa proposal skripsi saudara/i : Nama NIM Fak./Jur. Judul
: DWI ISMIYATI : 051211007 : Dakwah/KPI : AKTIVITAS DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR (Study Metode Dan Media Dakwah)
Dengan ini saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih. Wassalamu alaikum Wr.Wb.
Semarang, 27 September 2010
Pembimbing Bidang Substansi Materi
Bidang Metodologi & Tatatulis
Dra. Hj. Ummul Baroroh M.Ag NIP. 19660508 199101 2 001
Dra. Hj. Amelia Rahmi, M. NIP. 196602090 199303 2 00
SKRIPSI DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR (Studi Metode Dan Media Dakwah)
Disusun oleh DWI ISMIYATI 051211007
Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 29 Desember 2010 dan Dinyatakan Telah Lulus Memenuhi Syarat
Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji/
Anggota Penguji
Pembantu Dekan
Penguji I
Drs. H. Nurbini, M.Si. NIP.19680918 199303 1 004
Rustini Wulandari, M.Si NIP.19740821 200312 2 001
Sekretaris Dewan Penguji/
Penguji II
Pembimbing II
Dra. Hj. Amelia Rahmi, M.Pd. NIP.19660209 199303 2 003
Nur Cahyo HW. M.Kom. NIP.19731222 200604 1 001
MOTTO
(
)
Barang siapa diantara kamu melihat sesuatu yang munkar, maka rubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisan jika tidak mampu pula maka rubahlah dengan hati. Sesungguhnya itulah selemahlemahnya iman . (HR.Muslim).
PERSEMBAHAN
Dengan setulus hati, skripsi ini penulis persembahkan untuk: Ø Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan dan membimbing penulis dengan mencurahkan segala kasih sayang yang tulus. Ø Kakakku Arifatul Farida dan kak Saif (Ipar) serta ponakanku Hilmi yang senantiasa membantu dan memberikan semangat. Ø Abiku tercinta yang selalu meyanyangi, mendukung dan memberi support dalam penulisan skripsi ini. Ø Buat teman-temanku KPI (Gini, lek Tun, Tian, Rohmah, Faisal, Mansur dan lain-lain) terima kasih atas support kalian semua.
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan didalamya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/ tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang,
Desember 2010
Deklarator,
DWI ISMIYATI NIM: 051211007
ABSTRAKSI
Penelitian yang berjudul Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ (Studi Metode dan Media Dakwah), merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data diantaranya metode wawancara, metode observasi dan metode dokumentasi. Metode-metode tersebut digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah peneliti rumuskan, yaitu: 1. Apakah metode yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar dalam berdakwah? 2. Media dakwah apakah yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar? Sebagai seorang ulama yang mengalami transformasi dua generasi, yakni salaf dan modern beliau berupaya menggabungkan kedua generasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sistem pengajaran di Pesantren Ash-Shiddiqiyyah yang tidak hanya mengajarkan kitab-kitab klasik (salaf) namun juga mengajarkan ilmu-ilmu modern (formal) di sekolah formal yang berada di bawah naungan pesantren AshShiddiqiyyah. Kiai Noer Muhammad Iskandar juga sosok ulama yang lahir dari keluarga yang kental dengan tradisi pesantren salaf (klasik). Beliau juga memegang prinsip al-muhafadloh bi al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Adapun hasil penelitian ini adalah Pertama, dalam berdakwah KH. Noer Muhammad Iskandar menggunakan metode ceramah, metode bandongan, metode keteladanan dan metode tanya jawab. KH. Noer Muhammad Iskandar menggunakan metode itu dengan harapan dakwah beliau bisa diterima oleh mad u dengan baik. Kedua, media dakwah yang KH. Noer Muhammad Iskandar gunakan adalah media auditif, media lisan, media lingkungan keluarga, peringatan hari besar Islam, organisasi Islam dan lembaga pendidikan. Semua itu dilakukan agar materi-materi dakwah dapat tersampaikan dengan baik dan diterima mad u dengan mudah. Sedangkan dalam hal analisis data peneliti menggunakan metode analisis data kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan analisis data-data yang telah tersaji secara keseluruhan. Selain itu peneliti di sini menitikberatkan kepada observasi dan suasana alamiah (naturalistik setting) yang membuat kategori perilaku dan mengamati segala yang terjadi di lapangan.
KATA PENGANTAR Bismillah al-Rahman al-Rahim
Puji syukur alhamdulillah. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW, para keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Amin. Tidak terasa proses menuntut ilmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo sampai pada dermaga akhir. Penulis menyadari bahwa selama proses menuntut ilmu dari awal sampai pada penyelesaian skripsi ini, tidak akan berhasil tanpa dorongan semangat dan dukungan dari semua pihak dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Yth. Prof. Dr. H. Huhibbin, M.Ag. (Rektor IAIN Walisongo) yang telah memberikan segala kebijakan dalam menjalankan institusi tercinta ini.
2.
Yth. Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag. (Dekan Fakultas Dakwah) serta stafstafnya atas segala kebijakan teknis di tingkat fakultas.
3.
Yth. Dra. Hj. Umul Baroroh, M.Ag sebagai Pembimbing I yang sabar menghadapi penulis ketika bimbingan. Terima kasih atas ketulusannya dalam membimbing penulisan skripsi ini.
4.
Yth. Dra. Hj. Amelia Rahmi, M. Pd, selaku pembimbing II penulis. Terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.
5.
KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ sebagai pengasuh Pon-pes AshShiddiqiyah dan keluarga serta para pengurus pesantren yang telah memberikan ijin dan memberikan data-data berkenaan dengan skripsi penulis.
6.
Serta semua pihak yang telah berperan dan membantu penulis hingga skripsi ini terwujud. Semoga amal baik kalian mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah
SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Karena itu, penulis berharap saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca. Terima kasih.
Semarang,
Desember 2010
Penulis,
DWI ISMIYATI NIM: 051211007
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL---------------------------------------------------------------
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING --------------------------------------------
ii
HALAMAN PENGESAHAN ----------------------------------------------------
iii
HALAMAN MOTTO--------------------------------------------------------------
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN --------------------------------------------------
v
HALAMAN PERNYATAAN ----------------------------------------------------
vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ---------------------------------------------
vii
HALAMAN ABSTRAKSI--------------------------------------------------------
ix
HALAMAN DAFTAR ISI --------------------------------------------------------
x
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -------------------------------------------------------
1
1.2 Rumusan Masalah ---------------------------------------------------
9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian-------------------------------------
9
1.4 Tinjauan Pustaka-----------------------------------------------------
10
1.5 Kerangka Teoritik ---------------------------------------------------
13
1.6 Metode Penelitian----------------------------------------------------
15
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi --------------------------------------
21
BAB II: KONSEP DAKWAH ISLAM 2.1 Tinjauan Umum Dakwah Islam ------------------------------------
23
2.2 Unsur-unsur Dakwah ------------------------------------------------
27
2.3 Subyek Dakwah------------------------------------------------------
28
2.4 Obyek Dakwah-------------------------------------------------------
33
2.5 Metode Dakwah------------------------------------------------------
36
2.6 Media Dakwah -------------------------------------------------------
46
2.7 Logistik Dakwah-----------------------------------------------------
53
2.8 Materi Dakwah-------------------------------------------------------
54
BAB III: DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR, SQ (STUDI METODE DAN MEDIA DAKWAH) 3.1 Biografi KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ --------------------
57
3.2 Pendidikan KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ ----------------
60
3.3 Aktivitas Dakwah----------------------------------------------------
61
3.4 Metode Dakwah------------------------------------------------------
64
3.5 Media Dakwah -------------------------------------------------------
68
BAB IV: ANALISIS METODE DAN MEDIA DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR, SQ 4.1 Metode Dakwah------------------------------------------------------
73
4.2 Media Dakwah -------------------------------------------------------
82
BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan-----------------------------------------------------------
91
5.2 Saran-saran -----------------------------------------------------------
92
5.3 Penutup ---------------------------------------------------------------
93
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia (Azis, 2004: 37). Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarakat dan akan lenyap dari permukaan bumi. Adapun menurut Yani dakwah merupakan usaha menyeru, mengajak dan mengarahkan manusia dari kehidupan yang bukan Islami kepada kehidupan yang Islami (Yani, 2005 : 7). Dakwah adalah proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar, sengaja dan berencana guna mempengaruhi orang lain agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan ajaran agama tanpa adanya unsur paksaan (Muriah, 2000: 6). Jadi aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, mendorong, menyeru, tanpa paksaan, tekanan dan provokasi dan bukan pula dengan bujukan dan rayuan pemberian sembako. Aktivitas dakwah pada awalnya hanya merupakan tugas sederhana, yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
1
2
(
)
Artinya: Sampaikan apa-apa yang datang dariku meskipun hanya satu ayat. (HR Bukhori Muslim) Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Aktivitas dakwah memang berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan oleh orang perorang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat melakukan dakwah. Begitupun
juga dengan KH. Noer Muhammad Iskandar beliau
merasa terpanggil untuk menyebarluaskan ajaran Islam di wilayah Tangerang Jawa Barat, karena masyarakat tersebut masih perlu adanya pembenahan tentang ajaran Islam. Untuk itu menurut beliau berdakwah itu adalah tugas yang harus dijalankan bagi setiap muslim, karena dakwah merupakan kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam. Dari Jawa Timur beliau datang ke Tangerang berbekal semangat besar. Dengan ketekunan dan tekad besarnya itu beliau membangun pondok pesantren di tengah gemerlap kehidupan metropolitan. Melihat KH. Noer Muhammad Iskandar adalah menyaksikan suatu fenomena perpindahan kebudayaan, hal ini sering kali dialami pada santri lain. Maksud perpindahan kebudayaan adalah anak pesantren yang setelah usai menyelesaikan pendidikan di lembaga tradisional itu menyeberangi sekat kultural dan geografis yang memisahkan mereka tinggal di desa dari alam perkotaan dengan cara merantau dan pindah ke kota-kota. (Idris, 2003: 4)
3
Alasan perpindahan ini sudah tentu sangat bervariasi dari sekedar mengadu nasib, mencari pengalaman baru yang lebih segar, ingin melihat “dunia” yang lain, ingin memperoleh pendidikan yang lebih bermutu, hingga alasan yang lebih serius misalnya menyebarkan agama Islam (Dakwah). Satu hal yang selalu disampaikan KH. Noer Muhammad Iskandar tentang Ash-Shiddiqiyah adalah upaya membangun santri yang tidak selalu jadi kiai tapi mereka diharapkan menjadi santri yang bisa mengisi berbagai bidang kehidupan yang dibutuhkan umat manusia. (Idris, 2003: 311) Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan mensyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia baik dalam keadaan bagaimanapun dan di manapun. Karena maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan (Hafiduddin, 1998: 76). Oleh karena itu sangat wajar jika Islam memerintahkan umatnya untuk menjadi pengingat dan pengajak ke arah kebaikan dan pencegah kemungkaran. Kita tidak dapat membayangkan ketika kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor terlebih sekarang ini adalah era globalisasi, dimana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi (Suparta, 2003: 5). Kita sebagai umat Islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut, sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Perlu kita sadari bahwa setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, karena dakwah merupakan tugas suci guna menumbuhkan
4
kepercayaan, pengertian dan kesadaran. Sebagaimana dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 110:
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Depag, 1997: 65) Dan ditegaskan dalam surat Ali Imran ayat 104:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Depag, 1997: 64) Memahami esensi dari makna dakwah, bahwa dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da'i dihadapkan pada kenyataan bahwa individuindividu yang akan didakwahi memiliki keberagaman dalam berbagai hal, seperti pikiran-pikiran (ide-ide), dan pengalaman kepribadian (Faizah, 2006: 36). Dengan keberagaman tersebut pastinya akan memberikan corak yang berbeda pula dalam menerima dakwah (materi dakwah) dan menyikapinya. Karena itulah untuk mengefektifkan usaha dakwah, seorang da'i dituntut untuk memahami mad u yang akan dihadapi. Di samping itu juga
5
memahami kondisi obyek yang dihadapi atau komunitas manusia yang menjadi sasaran pada saat dakwah itu berlangsung. Untuk itulah dakwah harus dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat (Suparta, 2003: ix). Sampai sekarang format dakwah terus mengalami perkembangan, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, seperti munculnya teknologi televisi, internet, HP,VCD, MP3, radio, majalah dan sebagainya, yang memberikan kemudahan untuk menyampaikan suatu informasi dalam waktu yang singkat dan jangkauannya luas, sehingga efektif dan efisien. Hal inilah yang sampai sekarang banyak dimanfaatkan oleh para ulama untuk dijadikan sebagai media dakwah, dalam penentuan strategi dakwah yang memiliki azas efektifitas dan efisiensi, dimana dalam suatu aktivitas dakwah harus berusaha menyeimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin (Syukir, 1983: 33). Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang berpedoman pada alQur’an dan Hadits. Dan untuk menyampaikannya pun dibutuhkan berbagai
6
pendekatan komunikasi melalui berbagai metode di antaranya: bil-hal, menitikberatkan pada keteladanan, tindakan dan perbuatan; bil-kitabah, menitikberatkan pada metode tulisan; sedangkan bil-lisan, menitikberatkan pada pengajaran, pendidikan melalui ucapan. Metode lisan salah satu bentuknya adalah metode ceramah. Secara historis, metode ceramah sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, setelah diturunkannya wahyu yang memerintahkan untuk berdakwah secara terang-terangan (Haikal, 1978: 102). Dimana pada mulanya dakwah secara sembunyi-sembunyi hanya ditujukan kepada keluarga dan sahabat dekatnya saja, lalu turun perintah supaya dakwah dilakukan secara terang-terangan. Metode ceramah dikenal juga sebagai metode kuliah, karena umumnya banyak dipakai di perguruan tinggi, dan disebut pula sebagai metode pidato atau khutbah. Metode ini sering digunakan, karena metode ini sangat mudah untuk dilakukan (Armai, 2002: 136). Metode ceramah merupakan salah satu metode yang sering digunakan oleh para mubalig, diantaranya KH. Noer Muhammad Iskandar yang di dalam da’wahnya menggunakan metode ceramah. Selain metode ceramah beliau juga menggunakan metode keteladanan seperti contoh dengan sifat beliau yang penyabar, tawadlu , lembut dan tegas dalam berpendapat itulah keunggulan sifat beliau yang menjadi tauladan keluarga, santri dan masyarakat setempat. Beliau juga menerapkan Metode bandongan, buktinya sampai sekarang kegiatan pengajian Tafsir Jalalain
7
masih aktif diterapkan di pesantren ash-Shiddiqiyah II sehabis jum’atan dan diikuti oleh semua santri. Beliau dikenal sebagai seorang kiai yang ulet dan pemberani yang disegani oleh masyarakat Tangerang dan sekitarnya. Maksud pemberani di sini adalah beliau mempunyai keberanian untuk menyampaikan suatu pendapat yang diyakininya sebagai kebenaran, meskipun hal itu kadangkala berbeda dengan pendapat kawan-kawannya sesama kiyai. Menurut KH. Dr. Tarmizi Taher, Noer Muhammad Iskandar di samping secara serius menyampaikan nilai-nilai agama, beliau juga memiliki kemampuan humoris yang segar dalam berdakwah. Humor maksudnya tidak menutupi nilai-nilai yang disampaikannya. Kelebihan itulah yang membuat Noer Muhammad Iskandar bisa diterima oleh audiennya (Idris, 2003: vi). KH. Noer Muhammad Iskandar adalah seorang kiai dengan segudang kesibukannya mengurus santrinya. Pondok pesantren beliau sudah bercabang di sembilan cabang, di antaranya Asshidiqiyah pusat berada di Kedoya, Asshidiqiyah II berada di Batu Ceper, Asshidiqiyah III berada di Karawang, Asshidiqiyah IV berada di Tangerang, Asshidiqiyah V berada di Bogor, Asshidiqiyah VI berada di Jawa Barat, Asshidiqiyah VII & IX berada di Lampung, Asshidiqiyah VIII berada di Banyuasin. (Idris, 2003: 312) Dalam kapasitas sebagai pimpinan pondok pesantren dengan ribuan santri yang diasuhnya tentu dibutuhkan manajerial yang baik. Sikapnya yang luwes membuat banyak orang suka bergaul dengannya, bukan hanya kapasitas santri, tetapi juga masyarakat awam dan masyarakat sekitar (Idris, 2003: vii-viii). Beliau sangat pandai dalam mengemas suatu dakwah, sehingga dakwah dapat diterima oleh semua kalangan, baik dari pejabat maupun
8
lapisan masyarakat bawah yang sering “sowan” (baca: silaturahmi) untuk meminta penjelasan dan “wejangan” (nasehat). Ini menunjukkan bahwa dakwah yang beliau sampaikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunan Yusuf yang mengatakan bahwa dakwah haruslah dikemas dengan metode yang tepat, agar dakwah menjadi aktual, faktual, kontekstual (Suparta, 2003: ix). Sebagai seorang ulama yang tidak lupa dengan tugasnya, yaitu mengamalkan ilmu yang dimiliki kepada santrinya, KH. Noer M Iskandar dalam melaksanakan dakwahnya menggunakan beberapa media dakwah. Dimana menurut Asmuni Sukir media dakwah adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah. Jadi, media dakwah adalah suatu alat untuk mencapai tujuan dakwah. Alat ini bisa berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya (Sukir, 1983: 163). Hal ini secara konkret dapat dilihat dalam bentuk keaktifannya di beberapa tempat pondok pesantren yang diasuhnya, sering mengisi pengajian bulanan, memberikan bimbingan haji, di samping itu beliau juga aktif dalam dunia perpolitikan. Selain menggunakan media-media di atas, KH. Noer M Iskandar juga memanfaatkan multimedia sebagai media dakwah, seperti halnya beliau mengisi ceramah di Radio CBB, yang bertujuan untuk didengar masyarakat yang tidak mempunyai waktu luang untuk mengikuti panggilan secara langsung. (Idris, 2003: 58). Ceramah tersebut disiarkan setiap hari
9
sehabis subuh pukul 05.00-06.00 Wib, siaran itu masih ada sampai sekarang. Masyarakat sekitar banyak yang mendengarkan dan tanggapannya senang karena dianggap bagus dan selalu sesuai dengan keadaan. Contoh beliau pernah mengutarakan tentang krisis adab rakyat Indonesia, terutama kaum remaja sebagai generasi penerus. Dari keterangan-keterangan di atas penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam dalam sebuah penelitian yang berjudul Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar (Studi Metode dan Media Dakwah). 1.2. Rumusan Masalah Bertitik tolak pada latar belakang di atas, maka penulis fokus pada permasalahan dalam studi ini, yaitu: 1. Apakah Metode yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar untuk berdakwah? 2. Media dakwah apa yang digunakan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini secara garis besar adalah untuk mengetahui dakwah KH.
Noer Muhammad
Iskandar
dengan
spesifikasi sebagaimana rumusan tersebut di atas, yaitu: untuk mengetahui metode dan media yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar dalam menyampaikan dakwah Islamiyah.
10
2. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat pada penelitian ini ada beberapa aspek manfaat, yaitu: a. Manfaat Teoritis Dalam penelitian ini tidak terlepas dari manfaat yang dirasakan dan berdampak langsung pada penulis, manfaat penelitian ini bagi penulis dapat menambah khazanah kepustakaan tentang ilmu dakwah selama kurun waktu penulis menuntut ilmu di IAIN. b. Manfaat Praktis Penelitian
ini
diharapkan
mampu
menjadi
bahan
pertimbangan, khususnya bagi para da'i dalam menentukan metode dan media dakwah Islam. 1.4. Tinjauan Pustaka Dalam melakukan penulisan skripsi yang berjudul “Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar (Studi Metode dan Media Dakwah)”, penulis mengembangkan studi kajian dengan mengambil beberapa penelitian atau studi berbentuk skripsi yang memiliki relevansi dengan pembahasan dan kajian di atas, yang berguna sebagai acuan dan perbandingan, sehingga penelitian yang akan penulis lakukan akan menjadi baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Tinjauan kepustakaan yang penulis ambil antara lain:
11
Penelitian Ahmad Rifa’i (2007) yang berjudul “Dakwah KH. Sya’roni Ahmadi Kudus (Studi Metode dan Media Dakwah)”, skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada pendekatan subyektif yang mengangkat permasalahan metode dan media dakwah yang digunakan beliau. Penelitian ini menghasilkan: 1. Metode yang digunakan yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode infiltrasi, dan metode keteladanan. 2. Media yang digunakan KH. Sya’roni Ahmadi yaitu media tulisan, media auditif, media lisan, dan media pendidikan sekolah. 3. Dengan metode dan media itu akhirnya dakwah beliau dapat diterima oleh kalangan masyarakat atas maupun bawah. (Ahmad Rifai, 2007: 89) Penelitian Zaenal Arifin (2007), yang berjudul “Aktivitas Dakwah KH. Amin Budiharjono (Analisis Terhadap Materi dan Metode)”, skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang lebih menekankan pendekatan subyektif yang mengangkat permasalahan isi materi, pemilihan materi dan metode
yang
digunakan
beliau
dalam
berdakwah.
Penelitian
ini
menghasilkan: 1. Materi yang digunakan beliau berdasarkan 4 faktor, yaitu: faktor keimanan, faktor realitas, faktor peristiwa dan faktor kebutuhan mad u. 2. Metode yang digunakan beliau yaitu seni musik puisi dan teater, dengan harapan tidak terkesan membosankan. Sehingga mad u merasa terhibur dan mudah memahami materi yang disampaikannya. (Zaenal Arifin, 2007 : 72)
12
Penelitian Luluk Farida (2007) yang berjudul “Strategi dan Metode Dakwah KH. Maimun Zubeir”, skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada pendekatan subyektif, yang mengangkat permasalahan strategi dan metode dakwah yang digunakan beliau dalam menyebarkan ajaran Islam. Penelitian ini menghasilkan: 1. Strategi
beliau
yaitu
jaringan
spiritual
dan
hubungan
sosial
kemasyarakatan. 2. Metode yang digunakan beliau sama halnya yang digunakan Rasulullah SAW yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi dan metode keteladanan. 3. Dakwah beliau pun berhasil dengan berhasilnya keturunan dan santri beliau yang menjadi orang-orang yang mampu mengembangkan syari’at Islam. (Luluk Farida, 2007: 65) Dari beberapa tinjauan di atas, memang terdapat kesamaan yang penulis lakukan. Pada penelitian pertama hingga terakhir memiliki kesamaan pada proses metode dan media dakwah, selain itu juga kesamaan tersebut berupa kesamaan dalam melakukan penelitian terhadap dakwah yang dilakukan oleh tokoh Islam. Meskipun sama-sama membahas tentang metode dan media yang digunakan oleh seorang tokoh, akan tetapi terdapat perbedaan yang mendasar dalam penelitian ini, yaitu tokoh yang menjadi kajian tokoh yang penulis kaji. Pada penelitian ini penulis mengambil tokoh Islam bernama KH. Noer Muhammad Iskandar.
13
Selama ini penelitian yang terkait langsung kepada tokoh KH. Noer Muhammad Iskandar sebagai obyek penelitian, belum pernah penulis temukan. Kajian-kajian yang membahas tentang ketokohan KH. Noer Muhammad Iskandar, hanya sebatas uraian pendapat yang bukan merupakan hasil penelitian. Buku yang mengkaji tentang KH. Noer Muhammad Iskandar adalah Pergulatan Membangun Pondok Pesantren KH. Noer Muhammad Iskandar, yang ditulis oleh Amin Idris. 1.5. Kerangka Teoritik Dakwah sebagai suatu istilah yang telah memiliki pengertian secara khusus berasal dari kata bahasa Arab yaitu “isim masdar”. Kata ini berasal dari fi’il (kata kerja) “da a
yad u - da watan , artinya memanggil,
mengajak atau menyeru. Arti kata dakwah ini sering dijumpai atau dipergunakan dalam al-Qur’an seperti :
.... Artinya : ...dan panggillah saksi-saksimu lain dari pada Allah (QS alBaqarah: 23). ( Depag, 1984: 12).
.... Artinya: . mereka itu menyeru kedalam neraka, dan Allah menyeru ke dalam surga. (Al-Baqarah: 221). (Depag, 1984: 54) Aktivitas dakwah dilakukan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai. Untuk mewujudkan tercapainya suatu tujuan dakwah maka dibutuhkan adanya metode dakwah tersendiri. Metode dakwah bisa dipahami sebagai cara atau teknik yang
14
digunakan dalam berdakwah agar orang yang didakwahi itu mau menerima dakwah secara efektif. Untuk itu strategi yang didukung dengan metode yang bagus akan menjadikan aktivitas dakwah menjadi matang dan tercapainya suatu tujuan dakwah. (Safroddin Halimi, 2008: 38) Dalam proses kegiatan dakwah banyak unsur yang terlibat di dalamnya baik secara langsung mempengaruhi jalannya proses Islamisasi kepada individu, kelompok maupun masyarakat. Unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan dakwah paling tidak terdapat tiga unsur penentu. Sehingga proses dakwah itu dapat berlangsung, di antaranya da i (subjek dakwah), mad u (objek dakwah), maddah (pesan dakwah). Sedangkan unsur-unsur lain yang turut mempengaruhi proses dakwah antara lain seperti wasilatu dakwah (media dakwah) dan kaifiyatu dakwah (metode dakwah). Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, pastilah dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Sedangkan wasilah (media) adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad u (Munir, 2006: 32). Hamzah Ya’kub (1981) membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu lisan, lukisan, tulisan, audio visual dan akhlak. Dengan demikian berdakwah merupakan kewajiban seluruh umat Islam menurut kemampuan dan kesanggupan masing-masing secara perorangan maupun kelompok dengan mempertimbangkan keadaan, situasi dan kondisi.
15
1.6. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penulisan skripsi ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yakni penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh melalui prosedur statistik (pengukur) atau bentuk hitungan lainnya. Spesifikasi ini didasarkan pada sifat dan berlakunya penelitian kualitatif yang di antaranya adalah untuk meneliti tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku dan persoalan-persoalan sosial lainnya (Anselm Strauss dan Juliet Corbin, 2003: 4). Selain itu penelitian ini menggunakan pendekatan subyektif. Pendekatan
subyektif
ini
merupakan
pendekatan
yang
mengkonsentrasikan pada pendekatan terhadap perilaku manusia yang menjadi obyek penelitian. Perilaku dalam pendekatan ini meliputi aktivitas, pengucapan dan tingkah laku dari manusia tersebut. Jadi, tidak hanya sebatas pada tingkah laku semata. Adapun yang menjadi subyek disini adalah KH. Noer Muhammad Iskandar, dengan melakukan penelitian melalui aktivitas, perilaku dan perkataan beliau. (Mulyana, 2003: 34-35). Namun, karena aktifitas KH. Noer yang sangat sibuk sehingga tidak memungkinkan penulis untuk bertatap muka dengan beliau dalam waktu yang cukup banyak. Untuk itu, sebagai penunjang sumber data tentang KH. Noer, peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang terdekat beliau, seperti istri, pengurus pesantren dan masyarakat.
16
2. Definisi Konseptual Definisi konseptual ini merupakan upaya memperjelas ruang lingkup penelitian.
Dalam penulisan
skripsi
ini penulis akan
menguraikan beberapa batasan menyangkut definisi judul untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan. Dakwah adalah mengubah atau mendorong umat manusia agar melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Sulton, 2003: 9). Dakwah merupakan aktivitas atau kegiatan mengubah manusia untuk beramar ma ruf nahi mungkar, untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian penulis KH. Noer Muhammad Iskandar, sebagai salah satu ulama yang berkecimpung dalam berdakwah. Dalam kegiatan dakwah, beliau dapat mengharmonisasikan unsur-unsur dakwah sehingga dapat tercapai tujuan dakwahnya, yang salah satunya tentang metode dan media dakwahnya. Secara istilah Munzier Suparta dan Harjani Hefni (2006: 6) dalam buku karangannya yang berjudul “Metode Dakwah” memberikan definisi mengenai metode sebagai cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud tujuan tertentu. Definisi lainnya menurut Ali Aziz mendefinisikan metode dakwah adalah cara
17
yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan suatu atau cara kerja (Aziz, 2004: 122) Lebih lanjut Dzikron Abdullah (1989:4) mendefinisikan metode dakwah adalah suatu jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan dakwah. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subyek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Jadi, metode dakwah adalah cara-cara yang digunakan oleh seorang da'i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dari definisi di atas sudah jelas bahwa metode itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan dakwah. Sedangkan definisi media dakwah menurut Asmuni Syukir (1989: 163) merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Jadi yang dimaksud dengan dakwah KH. Nuer Muhammad Iskandar adalah segala kegiatan atau aktivitas beramar makruf nahi mungkar dengan cara yang sistematis, tanpa paksaan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat 3. Sumber Data Secara garis besar sumber data yang menjadi acuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
18
a. Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah bahan utama yang dijadikan sumber referensi. Dalam pembahasan ini, karena KH. Noer sulit ditemui maka sumber primernya adalah keluarga, pengurus pesantren, dan masyarakat setempat sebagai obyek kajian. b. Data Sekunder Sumber sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, artikel, makalah, tulisan dan lain-lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bidang kajian, sebagai bahan pendukung dalam pembahasan penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penulisan skripsi guna memperoleh hasil
yang
maksimal
dan
bertanggung
jawab,
maka
penulis
menggunakan metode, sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada responden, yaitu dengan bercakapcakap secara tatap muka (Furchan, Maimun, 2005: 51). Wawancara yang dimaksud adalah percakapan dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006: 186).
19
Wawancara dalam studi ini menggunakan teknik wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur. Wawancara berstruktur merupakan wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada wawancara berstruktur ini diharapkan dapat terungkap berbagai persoalan yang berkaitan dengan fokus studi ini. Wawancara tidak berstruktur merupakan wawancara yang pertanyaannya biasanya tidak disusun terlebih dahulu. Metode wawancara ini diharapkan dapat terungkap berbagai informasi yang dapat mendukung data yang diperoleh melalui wawancara terstruktur (Moleong, 2006: 190). Dalam hal ini, yang diwawancarai adalah sebagai berikut: 1. Hj. Siti Nur Jazilah, beliau adalah istri KH. Noer Muhammad Iskandar sekaligus pengasuh pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah Pusat yang bertempat di Kedoya, Jakarta. 2. Ustad Imam Mudlofir, S.Pd, beliau adalah tangan kanan KH. Noer Muhammad Iskandar sekaligus lurah pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah II yang bertempat di Batu Ceper, Tangerang. 3. Ustad Saifuddin Salim, beliau adalah salah satu ustad dan pengurus pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah II yang bertempat di Batu Ceper, Tangerang. Beliau juga dipercaya sebagai ta’mir masjid di pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah II.
20
b. Observasi Karena tokoh yang diteliti masih hidup, maka peneliti menggunakan observasi. Dengan metode ini peneliti dapat mengetahui secara jelas apa yang dilakukan dan dihasilkan oleh tokoh yang bersangkutan (Furchan Maimun, 2005: 55), yaitu KH. Noer Muhammad Iskandar. Peneliti melakukan observasi di pondok pesantren AshShiddiqiyah II yang bertempat di Batu Ceper, Tangerang selama kurang lebih dua minggu. Di sini peneliti terjun langsung ke lapangan dengan mengikuti berbagai kegiatan diantaranya pengajian rutin Tafsir Jalalain dan kitab Ta limul Muta alim dan lain sebagainya. c. Dokumentasi Yaitu mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan buku-buku tentang pendapat, teori atau hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Nawawi, 1991: 133). Dengan metode ini penulis dapat mencatat karya yang dihasilkan oleh subyek penelitian (sang tokoh) selama ini, atau tulisan karya orang lain yang berkaitan dengan subyek penelitian, yaitu KH. Noer Muhammad Iskandar. Di samping itu, dengan metode dokumentasi peneliti berharap dapat melacak dokumen pribadi sang tokoh. Dokumen pribadi ini terdiri dari dua jenis, yaitu dokumen pribadi berdasarkan
21
permintaan, yaitu dokumen pribadi yang dibuat atas permintaan peneliti; dan dokumen pribadi yang tidak berdasarkan permintaan, bahwasanya peneliti hanya menggunakan dokumen yang sudah ada peneliti yang memakai (Furchan, Maimun, 2005: 54-55). Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, peneliti mendapatkan bukti dokumentasi berupa CD, buku, dan foto-foto. 5. Teknik Analisis Data Berdasarkan spesifikasi penelitian maka dalam melakukan analisis terhadap data-data yang telah tersaji secara kualitatif juga menggunakan metode analisis data kualitatif, deskriptif, yaitu analisis yang hanya menjelaskan sesuatu atau membuat prediksi sebatas variable yang diketengahkan (Noeng Muhadjir, 2004: 142). Analisis deskriptif ini menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting), peneliti terjun ke lapangan dan bertindak sebagai pengamat. Ia hanya membuat kategori perilaku, aktivitas perilaku, mengamati segala yang terjadi di lapangan dan mencatatnya dalam buku observasinya (Rahmat, 1991: 25). 1.7. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini maka penulis membagi penulisan skripsi menjadi tiga bagian yang masing-masing memiliki sisi yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
22
1. Bagian pertama berisi bagian judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman pernyataan, halaman abstrak, kata pengantar dan daftar isi. 2. Bagian isi, yang terdiri lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan yang memuat: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Merupakan landasan teori yang membahas tentang dakwah secara umum yang meliputi pengertian dakwah, subyek dakwah, obyek dakwah, metode dakwah, media dakwah dan juga materi dakwah. Bab III : Pada bab ini berisi deskripsi tentang dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar. Bab IV : Analisis tentang dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar (studi metode dan media dakwah). Bab V : Bab kelima ini merupakan bab terakhir pada penulisan skripsi ini, meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup. 3. Bagian terakhir berisi lampiran-lampiran data dan daftar riwayat hidup penulis.
23
BAB II KONSEP DAKWAH ISLAM
2.1
Tinjauan Umum Dakwah Islam Islam adalah agama dakwah, yang mengandung arti bahwa keberadaannya di muka bumi ini adalah disebarluaskan dan diperkenalkann kepada umat melalui aktivitas dakwah, bukan dengan paksaan, kekerasan, tidak pula dengan kekuatan pedang. ( An-Nabiry, 2008: 13 ) Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi :
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Depag, 1984: 63) Hal ini dapat kita pahami, karena Islam adalah agama perdamaian, agama cinta kasih, agama pembebas dari belenggu perbudakan, agama yang mengakui hak dan kewajiban setiap individu. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang dititah oleh Allah SWT sebagai Rahmat bagi seluruh alam. Keberadaannya harus senantiasa diserukan dan disampaikan dari umat dan untuk umat manusia seluruhnya. Penyampaian Islampun dikemas dan disajikan dalam satu wadah amar ma'ruf nahi munkar . ( An-Nabiry, 2008: 11 )
24
Tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran agama Islam keseluruh dunia, adalah karena adanya proses dakwah Islam yang dilakukan oieh para ulama' sebagai juru dakwah melalui aktivitas dakwahnya. Berpijak dari itulah, maka sebelum dakwah ini dibahas secara mendetail, penulis terlebih dahulu memaparkan beberapa pengertian dakwah sebagai berikut: 1. Arti Dakwah Menurut Bahasa Menurut Maman Abdul Djaliel ( 1997: 21 ), dakwah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu (
,
,
) yang berarti
menyeru, memanggil, mengajak, dan mengundang. Dakwah yang artinya menyeru, sebagaimana firman Allah SWT surat Yunus ayat 25 :
Artinya : Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (Depag, 1984: 310). Dakwah yang artinya undangan, sesuai hadits Nabi SAW.
(
)
"Datangilah undangan apabila engkau diundang" (HR Muslim) Asmuni Syukir (1983: 17) menjelaskan bahwa dari etimologi (bahasa), dakwah berasal dari bahasa Arab
: da'watan yang berarti
panggilan, ajakan, dan seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk isim masdar. Kata ini berasal dari fi'il (kata kerja)
25
(
,
,
) : da'a-yad'uu-da watan (memanggil, mengajak, atau
menyeru). Dengan dengan demikian dakwah secara etimologi (bahasa) adalah proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan, himbauan atau seruan. Dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan, seruan atau himbauan tersebut. 2. Arti Dakwah Menurut Istilah Pengertian dakwah secara terminologi (istilah) ada beberapa pakar ilmu dakwah yang telah mencoba untuk merumuskan istilah tersebut, diantaranya : Dzikron
Abdullah
berpendapat
semua
usaha
untuk
menyebarluaskan Islam dan merealisasikan ajaran di tengah masyarakat dan
kehidupannya
agar
mereka
memeluk
agama
Islam
dan
mengamalkannya dengan baik adalah dakwah. (Abdullah, 1989 : 7) Adapun menurut Asmuni Syukir dakwah dapat diartikan dalam dua segi atau dua sudut pandang yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan. Pembinaan artinya suatu kegiatan untuk mempertahankan dan menyempurnakan sesuatu hal yang telah ada sebelumnya, sedangkan pengembangan
berarti
suatu
kegiatan
yang
mengarah
kepada
pembaharuan atau mengadakan sesuatu hal yang belum ada. (Syukir, 1983: 20)
26
Menurut Samsul Munir Amin, yang berpendapat bahwa dakwah nerupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sadar dalam rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada orang lain agar mereka menerima ajaran Islam tersebut dan menjalankannya dengan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhirat dengan menggunakan berbagai media dan caracara tertentu. (Amin, 2008: 7) Muhammad Sulthon berpendapat bahwa dakwah merupakan setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak Islamiyah (Sulthon, 2001 : 9) Sedangkan dakwah menurut Wardi Bahtiar adalah upaya mengubah situasi kepada situasi yang lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah yaitu Islam. (Bahtiar, 1997 : 31) Dari beberapa definisi dakwah di atas, meskipun terdapat kesamaan atau perbedaan dalam perumusan, namun bila dikaji bersamaan dan perbedaan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Proses penyebaran agama Islam kepada orang lain supaya mereka memeluk agama Islam.
27
2. Usaha yang dilakukan atau diselenggarakan berupa mengajak orang untuk beriman dan mentaati perintah Allah SWT, amar ma'ruf atau perbaikan dan pembangunan masyarakat serta nahi munkar. 3. Dakwah itu merupakan suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan dengan sengaja atau sadar. 4. Dakwah merupakan akivitas yang bersifat menyeru, mengajak atau memanggil dengan metode tersendiri sesuai dengan kaidah Islam. 5. Usaha tersebut dimaksudkan untuk mencapai cita-cita dari dakwah itu sendiri yaitu kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian dakwah menurut istilah merupakan sebuah upaya dan kegatan baik dalam wujud ucapan maupun perbuatan, yang mengandung ajakan atau seruan kepada orang lain untuk mengetahui, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan seharihari, untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dakwah tidak hanya merupakan usaha penyampaian saja, tetapi merupakan usaha untuk mengubah way of thinking, way of feeling, dan way of life manusia sebagai sasaran dakwah ke arah kualitas kehidupan yang lebih baik (Amin, 2008 : 8). 2.2 Unsur-unsur Dakwah Unsur dalam Kamus Ilmiah Populer Lengkap (2010: 731-732) diartikan sebagai zat murni yang tidak dapat menjadi zat lain yang lebih sederhana secara kimia biasa; elemen. Dengan demikian dapat dikatakan unsur dakwah merupakan komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan
28
dakwah. Komponen-komponen ini dapat menunjang keberhasilan seorang da’i dalam berdakwah. Adapun komponen-komponen tersebut adalah subyek dakwah, obyek dakwah, metode dakwah, media dakwah, materi dakwah dan logistik dakwah. 2.2.1. Subyek Dakwah Subyek dakwah merupakan orang yang melakukan dakwah, yaitu orang yang berusaha mengubah situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT, baik secara individu maupun berbentuk
kelompok
(organisasi).
Sekaligus
sebagai
pemberi
informasi dan missi. Dakwah merupakan kewajiban yang harus dipikul oleh kaum muslimin seluruhnya. Dengan artinya, bahwa setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, ulama', atau bukan, yang berstatus kiai atau santri dituntut dan diwajibkan untuk berdakwah. Dengan demikian, sudah barang tentu tidaklah semua muslim dapat berdakwah dengan baik dan sempurna, karena pengetahuan dan kemampuan mereka berbeda-beda pula. Bagaimanapun juga mereka wajib berdakwah menurut kondisi, kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Pada dasarnya semua pribadi muslim itu berperan secara otomatis sebagai muballigh artinya orang yang harus menyampaikan atau dikenal sebagai komunikator. Oleh karena itu, menurut Toto Tasmara (1997: 41-42) yang berperan sebagai muballigh dalam berdakwah dibagi menjadi dua, yaitu:
29
1. Secara umum: adalah setiap muslim atau muslimat yang mukallaf, dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat tidak terpisahkan dari missinya sebagai penganut Islam. 2. Secara khusus: adalah mereka yang mengambil keahlian khusus (mutakhasis) dalam bidang agama Islam. Hamka (1984: 228-233) memberikan syarat-syarat bagi da'i sebagai berikut: 1. Hendaklah seorang da'i melihat dirinya sendiri apakah niatnya sudah bulat dalam berdakwah. Kalau kepentingan dakwahnya adalah untuk kepentingan diri sendiri, popularitas, untuk kemegahan dan pujian orang, ketahuilah bahwa pekerjaannya itu akan berhenti ditengah jalan. Karena sudah pasti bahwa disamping orang yang menyukai akan banyak pula yang tidak menyenangi. 2. Seorang da'i harus mempunyai kepribadian yang kuat dan teguh, tidak mudah terpengaruh oleh pandangan orang banyak ketika memuji, dan tidak tergoncang ketika orang-orang melotot karena tidak senang. Jangan ada cacat pada perangai, meskipun ada cacat jasmani. 3. Seorang da'i harus mengerti pokok pegangan kita adalah AlQur'an dan As-Sunnah, disamping itu harus mengerti ilmu jiwa (ilmu nafs), dan mengerti adat istiadat orang yang hendak didakwahi.
30
4. Seorang da'i atau muballigh adalah orang yang selalu berada ditengah-tengah masyarakat dan selalu berhubungan secara dekat dengan anggota masyarakat. Oleh sebab itu kesehatan jasmani menjadi faktor yang berperan dalam memperlancar tugas dakwah, di samping itu kondisi jasmani dan penampilan fisik seorang da'i akan menjadi kebanggaan para jama'ah atau mad'u. Persyaratan jasmaniah yang dimaksud adalah berupa kesehatan jasmani secara umum, keadaan tubuh bagian dalam dan keadaan tubuh mengenai cacat atau tidak. Namun persyaratan jasmani ini tidaklah mutlak, karena ternyata pengabdian demi tegaknya agama Allah SWT melalui dakwah tidak memandang siapapun juga. Dimaksudkan dengan persyaratan jasmani itu sekedar untuk mengurangi akibatakibat yang kurang baik terhadap orang lain dan dirinya sendiri, lebih-lebih kalau da'i mengidap penyakit berbahaya. 5. Persyaratan Ilmu Pengetahuan Persyaratan ilmu pengetahuan ini berkaitan dengan pemahaman da'i terhadap keseluruhan unsur-unsur dakwah yang ada, diantaranya : - Tentang objek dakwah, yakni pemahaman bahwa orang yang dihadapi beraneka ragam dalam segala seginya, baik dalam segi jumlah, sosial ekonomi, tingkat umur, tingkat pendidikan. - Tentang dasar dakwah, yakni pemahaman terhadap latar belakang secara yuridis dalam melakukan dakwah. Landasan
31
yang bersifat agamis maupun landasan yang berbentuk undangundang, peraturan-peraturan, atau norma-norma. - Tentang tujuan dakwah, yakni pemahaman terhadap apa yang akan dicapai dalam usaha dakwah, apakah tujuannya bersifat sementara, tujuan insidentil, tujuan khusus dan sebagainya, yang semua itu dalam rangka mencapai tujuan dakwah. - Tentang materi dakwah, yakni pemahaman terhadap pesan atau informasi tentang ajaran agama yang akan disampaikan kepada orang lain secara baik dan benar. - Tentang metode dakwah, yakni pemahaman terhadap cara-cara yang akan dipakai dalam aktivitas dakwah, manakah yang lebih sesuai dengan kemampuan dirinya dengan materi yang diberikan sesuai dengan kondisi dan yang lebih relevan dengan objek dakwah yang akan dihadapi. - Tentang media dakwah, yakni pemahaman terhadap alat-alat yang akan digunakan untuk melancarkan usaha dakwah terutama dalam mencapai tujuan yang diinginkan. 6. Persyaratan Kepribadian Persyaratan ini menyangkut masalah keseluruhan untuk batin atau rohaniah manusia yang tercermin dalam sikap, sifat dan tingkah laku yang kesemuanya itu dihiasi oleh akhlak yang baik (akhlakul karimah) atau budi pekerti yang luhur. Persyaratan ini penting karena ada kaitannya dengan subjek itu sendiri di samping
32
sebagai penyampai misi keagamaan, dia juga sebagai panutan umat. Sebagai pemimpin yang akan menjadi panutan sudah barang tentu haruslah mempunyai kewibawaan, sedangkan kewibawaan itu terwujud antara lain ditentukan oleh faktor kemampuan subjek untuk mulai dari dirinya lebih dahulu sebagai contoh dan keteladanan. Suksesnya usaha dakwah tergantung juga pada kepribadian yang menarik, jika dia tidak memiliki kepribadian yang baik, maka tidak akan mempunyai daya tarik dan usahanya akan mengalami kegagalan. Di samping itu, dakwah yang baik bukanlah dakwah yang bersifat menggurui, misalnya disampaikan oleh seseorang dengan kualifikasi yang cukup memiliki bobot. Seorang juru dakwah yang baik, haruslah jujur pada dirinya sendiri terlebih dahulu. Bagaimana kesan yang terkandung dalam al-Qur`an melalui dakwah dapat menggugah kesadaran dan mengerakkan partisipasi khalayak objeknya. (Daulay, 2001 : 4-5) Selain itu, ulama juga memiliki kompetensi sebagai da'i yang memenuhi persyaratan diatas, sehingga seorang ulama mempunyai penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai seorang yang memiliki wibawa, kharisma dan dihormati masyarakat, karena keluruhan akhlaknya. Seorang ulama juga
33
dipandang sebagai benteng moralitas karena kesederhanaan dan kejujuran yang mereka lakukan (Daulay, 2001 : 85). Sebagai seorang yang berilmu (Tasmara, 1997 : 41), ulama juga sebagai pewaris Nabi (al-'ulama warosatul anbiya'), yang merupakan tokoh yang dijadikan panutan sekaligus sebagai manusia yang tepat untuk dijadikan pemecah permasalahan, serta tempat untuk berkonsultasi dalam permasalahan agama, namun dalam menghadapi perkembangan zaman yang semakin cepat, baik teknologi, maupun sains. Maka para ulama juga dituntut pengetahuannya terhadap ilmu yang terus berkembang, hal ini penting mengingat sasaran dakwah juga dirangsang oleh kehidupan teknologi. 2.2.2. Obyek Dakwah (Mad u) Unsur dakwah yang kedua adalah mad u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah baik individu maupun kelompok, baik manusia beragama Islam maupun tidak. (Aziz, 2004: 90) Masyarakat merupakan suatu sistem yang terwujud dari kehidupan
bersama
manusia,
yang
lazim
disebut
sistem
kemasyarakatan, Emile Durkheim menyatakan bahwa masyarat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. (Taneko, 1993: 11)
34
Ditinjau dari segi kehidupan psikologis, masing-masing dari golongan masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kondisi, pendidikan, lingkungan social, ekonomi serta keagamaan, semua itu merupakan suatu hal yang pokok dalam dakwah. Karena hal tersebut akan sangat membantu dalam pelaksanaan dakwah, terutama dalam penentuan tingkat dan macam materi yang akan disampaikan, atau metode mana yang akan diterapkan, serta melalui media apa yang tepat untuk dimanfaatkan, guna menghadapi mad'u dalam proses dakwahnya. Menurut Hamzah Ya'qub dikutip dari buku karangan Fathul Bahri An-Nabiry (2008: 231), masyarat yang menjadi sasaran dakwah dibagi dalam beberapa kelompok, antara lain: 1. Umat yang berfikir praktis: tergolong didalamnya adalah orangorang yang berpendidikan dan berpengalaman. Berhadapan dengan kelompok ini, harus mampu menyuguhkan dakwah dengan gaya dan bahasa yang dapat diterima oleh akal sehat mereka, sehingga mereka mau menerima kebenarannya. 2. Umat yang mudah dipengaruhi: yaitu suatu masyarakat yang mudah untuk dipengaruhi oleh paham baru, tanpa menimbangnimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya. 3. Umat yang bertaqlid: yaitu golongan masyarakat yang fanatik buta bila berpegangan pada tradisi dan kebiasaan yang turun-temurun.
35
Masyarakat merupakan sasaran dakwah, dan masyarakat pada dasarnya sangat beragam, ada masyarakat yang vacum, atau steril. Masyarakat yang memang sudah beragama, dan lain agama, masyarakat
pegunungan,
perkotaan atau
masyarakat
marginal
pinggiran ibu kota. Dari masyarakat ini pula nantinya timbul permasalahan
yang
disebabkan
oleh
beragamnya
corak
dan
keadaannya, dengan berbagai persoalannya, dan nilai yang majemuk. Namun kesemuanya tetap memerlukan dakwah Islam oleh para ulama. Jadi sudah jelas bahwa masyarakat merupakan sasaran dakwah itu sendiri, yakni masyarakat yang berada diwilayah setempat dimana da'i tersebut bermukim. Lebih detailnya dalam Al-Qur'an Surat AlTaubah ayat 122 yang berbunyi:
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Depag, 1984: 301) Dari ayat diatas sudah jelas sekali bahwa ada pembagian tugas, dimana ada sebagian golongan atau kelompok yang memperdalam ilmu-ilmu, khususnya ilmu agama (Hamka, 1999: 3167). Karena mereka ini yang memberi peringatan dan petunjuk kepada umatnya
36
(masyarakat). Sehingga ada kewajiban yang menyatakan bahwa orang yang berilmu harus menjadi pembimbing sekaligus memberikan petunjuk dan peringatan kepada masyarakat yang ada disekitarnya (umat). 2.2.3 Metode Dakwah Sebelum melangkah lebih jauh, penulis akan mendefinisikan pengertian metode. Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang merupakan gabungan dari kata meta dan hodos. Meta berarti melalui, mengikuti, atau sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, arah, atau cara. Jadi, metode bisa diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang bias ditempuh (An Nabiry, 2008:238). Hafi Anshari (1993: 158) metode dakwah adalah cara yang ditempuh
oleh
subjek
dalam
melaksanakan
tugasnya
dalam
berdakwah. Jadi sudah barang tentu di dalam berdakwah diperlukan cara-cara tertentu atau agar dapat tercapai tujuan dakwah dengan baik. Untuk itu bagi seorang pendakwah (da'i) perlu melihat kemampuan yang ada pada dirinya dan juga melihat secara benar terhadap objek (mad'u) dalam segala-galanya. Adapun tujuan diadakannya metode dakwah adalah untuk memberikan kemudahan dan keserasian baik bagi pembawa dakwah itu sendiri maupun penerimanya. Metode yang kurang tepat seringkali mengakibatkan gagalnya aktivitas dakwah. Sebaliknya terkadang sebuah permasalahan yang sedemikian sering dikemukakan pun
37
apabila diramu dengan metode yang tepat dengan gaya penyampaian yang baik ditambah oleh aksi retorika yang baik pula maka respon yang didapat cukup memuaskan. Metode yang akurat untuk diterapkan dalam berdakwah, telah tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 125 :
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Depag, 1984: 421) Berdasarkan ayat diatas, ada 3 metode dalam menyampaikan dakwah, yaitu Al-Hikmah (bijaksana), Mau'idhoh hasanah (pelajaran yang baik), dan Al-Mujadalah (berdiskusi). a. Bi al-hikmah Menurut Fathul Bahri An-Nabiry (2008 : 240) bi al-hikmah adalah meletakkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Kata hikmah ini seringkali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga akan timbul suatu kesadaran pada pihak mad'u untuk melaksanakan apa yang didengar dari dakwah itu, atas dasar kemauan sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan.
38
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap terhadap pihak komunikan (objek dakwah) (Muri'ah, 2000 : 39). Selain itu bi al hikmah juga berarti pengetahuan yang dikembangkan dengan tepat, sehingga menjadi sempurna. Alhikmah termanivestasikan kedalam empat hal yaitu : kecakapan manajerial, kecermatan, kejernihan pikiran, dan ketajaman pikiran (Suparta, 2003 : 10). Berdasarkan pengertian-pengertian dakwah dan bi al- hikmah diatas, baik secara etimologi maupun secara terminologi maka dakwah bi al-hikmah menurut Irfan Hilmi (1999 : 18), dapat diartiakn sebagai kegiatan : (1) menyeru dan mengajak manusia untuk menerima ajaran dan ilai-nilai Islam, (2) memberikan pengertian dan pemahaman kepada manusia tentang ajaran dan nilai-nilai Islam, (3) mencegah manusia dari perbuatan yang munkar, (4) upaya merubah sikap dan perilaku manusia agar sesuai dengan tuntutan al-Qur'an dan Sunnah Rasul-Nya, (5) upaya-upaya tersebut dilakukan dengan cara yang arif, bijak, teliti, cermat dan terencana. Jadi bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasif, karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya
39
adalah pengakuan dan penghargaan pada hak-hak bersifat demokratis agar fungsi dakwah yang utama adalah bersifat informatif (Muri'ah, 2000 :40). b. Mau'idzah Hasanah (Nasehat yang Baik) Secara bahasa mau'idzah hasanah terdiri dari dua kata, mau'idzah dan hasanah. Mau'idzah berasal dari kata wa'adzaya'idzu - wa'dzan pendidikan
dan
idzatan, yang berarti nasihat, bimbingan, peringatan.sementara
hasanah
merupakan
kebalikan dari sayyiah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan (Suparta, 2003: 16). Secara etimologi (istilah) pengertian mau'idzah hasanah menurut Ali Mustafa Ya'qub adalah ucapan yang berisi nasihatnasihat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang memuaskan, sehingga
audien
(mad'u)
dapat
membenarkan
apa
yang
disampaikan oleh subyek dakwah (da'i) (Muri'ah, 2000:44). Sedangkan mau'idzah hasanah menurut Fathul Bahri An Nabiry (2008: 34) adalah kalimat atau ucapan yang diucapkan oleh seorang da'i atau mubaligh, disampaikan dengan cara yang baik berisikan petunjuk-petunjuk kearah kebajikan, diterangkan dengan gaya bahasa yanga sederhana, supaya yang disampaikan itu dapat diungkap, dicerna, dihayati, dan pada tahapan selanjutnya dapat diamalkan.
40
Dari beberapa definisi diatas, mau'idzah hasanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk: 1. Nasehat atau petuah 2. Bimbingan, pengajaran (pendidikan) 3. Petunjuk yang baik 4. Kabar gembira dan peringatan (Al-Basyir dan Al-Nadzir) 5. Wasiat (pesan-pesan positif) (Suparta, 2003: 17). Jadi mau'iddzah hasanah adalah nasehat yang baik, yang berupa petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasihat tersebut dapat diterima, berkenan dihati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus pikiran dan menghindari berbuat kasar sehingga mad,u dengan rela hati atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh da'i. c. Mujadalah (Berdiskusi dengan Cara yang Baik) Dari segi etimologi (bahasa) lafadz mujadalah diambil dari kata "jadala" yanga bermakna meminta, melilit,. Apabila ditambah alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa'ala "jaadala" maka dapat bermakna berdebat, dan "mujadalah" berarti perdebatan (Suparta, 2003: 18). Sedangkan menurut istilah mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara sinergik, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima
41
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. (Muri’ah, 2000: 48) Jadi mujadalah yang dimaksud disini adalah merupakan cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah, manakala kedua cara sebelumnya tidak mampu. Biasanya cara ini untuk orang yang taraf berfikirnya cukup maju, kritis seperti ahlul kitab yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari para utusan sebelumnya. Karena itu al-Qur`an juga telah memberikan perhatian khusus kepada ahlul kitab, yaitu untuk melarang berdebat (bermujadalah) dengan mereka, kecuali dengan cara yang baik. Sebagaimana dituangkand alam al-Qur`an surat AlAnkabut ayat 46 :
Artinya: Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orangorang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri". (Depag, 1984: 635). Dari ayat tersebut, terlihat bahwa al-Qur`an menyuruh kaum muslim (terutama juru dakwah) agar berdebat dengan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dengan cara yang baik, sopan, lemah lembut
42
kecuali jika mereka telah memperlihatkan keangkuhan dan kedzaliman yang keluar dari batas-batas kewajaran. Dalam hal ini jelas orang berdakwah dengan cara mujadalah tidak boleh beranggapan bahwa satu sebagai lawan yang lain, tetapi harus beranggapan bahwa teman yang benar, yang saling tolong menolong dalam mencari kebenaran. Terdapat beberapa pendapat yang mengatakan bahwa metode dakwah itu hanya dua saja, yaitu hikmah dan mau'idzah hasanah, sedangkan mujadalah atau diskusi yang baik atau terbaik, hanyalah diperlukan untuk menghadapi objek dakwah yang bersifat kaku dan keras, sehingga dimungkinkan untuk berdebat, membantah dan sebagainya (Muri'ah, 2000 : 48). Pendapat ini barangkali berangkat dari sebuah persepsi bahwa dakwah itu bersifat ovensif karena berupa ajakan atau mengundang pihak lain, sehingga relevan dengan metode hikmah dan mau'idzah hasanah, sementara berdiskusi bersifat devensif. Dalam buku "Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da'i" karangan Fathul Bahri An Nabiry (2008: 246) dalam menerapkan
metode
mujadalah,
hendaknya
seorang
da'i
memperhatikan beberapa hal, antara lain: 1. Dalam berdiskusi , seorang da'i tidak merendahkan lawan atau menjelek-jelekkan mereka, karena pada dasarnya tujuan diskusi
43
adalah mencari siapa yang menang atau kalah,melainkan untuk memudahkan supaya bisa sampai kepada kebenaran. 2. Diskusi bertujuan untuk menunjukkan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah SWT dan hindarkanlah sesuatu yang dapat menyinggung perasaan si mad'u. 3. Dalam berdiskusi hendaknya seorang da'i harus tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia itu tetap memiliki harga diri. Dari ketiga metode dakwah yang tergandung dalam alQur`an, maka Muhammad Abduh dalam hal ini menyimpulkan bahwa ayat tersebut (An-Nahl ayat 125) menunjukkan adanya perbedaan tingkat taraf berfikir penerima dakwah yang harus dihadapi dengan cara yang penyampaian dakwah yang berbeda pola, yaitu : 1. Cara berdakwah dengan hikmah ditujukan kepada ahli pikir dan ahli ilmu yang kritis. 2. Cara berdakwah dengan mau'idzah hasanah ditujukan kepada masyarakat awam. 3. Cara berdakwah dengan mujadalah yang sebaik-baiknya ditujukan kepada orang-orang yang tingkat pemikirannya tidak dapat mencapai tingkat sebagai ahli pikir atau ahli ilmu yang matang ilmunya, namun tidak jatuh kepada tingkat taraf berfikir orang awam (Abdullah, 1989 : 29).
44
Metode dakwah menurut Dzikron Abdullah dalam bukunya metodologi dakwah yaitu sebagai berikut : 1. Metode Ceramah Yaitu
suatu
teknik
atau
metode
dakwah
yang
menyatakan sesuatu kepada orang lain, selanjutnya bearti menyajikan keterangan kepada orang lain agar ia (mad'u) mengerti kepada yang disajikan itu. 2. Metode Tanya Jawab Adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya (objek dakwah) untuk menyatakan suatu masalah yang belum dimengerti dan mubaligh atau da'i sebagai penjawabnya. Dalam penggunaan metode ini harus digunakan secara bersama-sama dengan metode ceramah. Karena sifatnya membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam metode ceramah. 3. Metode Diskusi Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran pikiran (gagasan pendapat) antara sejumlah orang secara lisan untuk membahas suatu masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125
45
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Depag, 1084: 421) 4. Metode Propaganda Berarti suatu upaya mensyiarkan Islam dengan cara mempengaruhi dan membujuk massa dan persuasif dan bukan bersifat otoritatif (paksaan). 5. Metode Keteladanan Dikenal dengan istilah demonstration method atau direct method yakni sesuatu diberikan dengan cara memperlihatkan sikap gerak-gerik, kelakuan, perbuatan, dengan harapan orang dapat menerima, melihat, memperlihatkan dan mencontohnya. Jadi dakwah dengan jalan memberikan keteladanan langsung, sehingga mad'u tertarik untuk mengikuti kepada apa yang akan dicontohnya. 6. Metode Susupan/selipan (Infiltrasi) Adalah metode
penyampaian di
mana
inti
pati
agama/jiwa agama disusupkan atau diselundupkan ketika memberikan
keterangan,
penjelasan,
pelajaran,
kuliah,
ceramah, pidato dan sebagainya. Maksudnya dengan bahan
46
lain (umum), tidak terasa kita masukkan intisari agama kepada para hadirin. 7. Metode Drama (Role Playing Method) Yaitu metode dakwah yang menyajikan materi dakwah dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan kepada mad'u agar dakwah dapat tercapai sesuai dengan yang ditargetkan. 8. Metode Silaturrahmi (Home Visit) Yaitu metode dakwah yang dilakukan dalam rangka menyampaikan Termasuk
isi
dakwah
didalamnya
kepada
adalah
penerima
menengok
dakwah.
orang
sakit,
menjenguk orang yang terkena musibah, takziyah dan lain-lain (Abdullah, 1989 : 52-140). 2.2.4 Media Dakwah Arti istilah media bila dilihat dari asal katanya (etimologi), berasal dari bahasa Latin yaitu median yang berarti alat perantara, sedangkan kata media merupakan jamak dari pada kata media tersebut (Syukir, 1983 : 163). Sedangkan Awaludin Pimay (2006 : 36) dalam bukunya "Metodologi Dakwah" menyatakan bahwa media dakwah adalah sarana yang digunakan oleh da'i untuk menyampaikan materi dakwah. Jadi media dakwah, dapat berupa barang (materi), orang tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.
47
Pada masa kehidupan Nabi Muhammad SAW, media yang paling banyak digunakan adalah media auditif, yakni menyampaikan dakwah dengan lisan. Namun tidak boleh dilupakan bahwa sikap dan perilaku Nabi juga merupakan media dakwah secara visual, yaitu dapat dilihat dan ditiru oleh obyek dakwah (Pimay, 2006 : 36). Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat media-media dakwah yang efektif. Ada yang berupa media visual, auditif, audio visual, buku-buku, Koran, radio, televise, drama
dan sebagainya.
Kemudian berkembang pula gagasan untuk menggunakan media dakwah melalui pemenuhan kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya (Pimay, 2006 : 36-37). Dalam arti sempit, media dakwah dapat diartikan sebagai alat bantu dakwah. Sebagai alat bantu media dakwah memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan dakwah. Artinya sebenarnya proses dakwah tanpa media dakwah masih tercapai tujuannya. Namun sebagai sebuah sistem dakwah, media bukan hanya berperan sebagai alat bantu, tetapi sebagai komponen dakwah yang memiliki kedudukan yang sama dengan komponenkomponen yang lain, seperti subyek dakwah, obyek dakwah, materi dakwah dan metode dakwah. Apalagi dalam penentuan strategi dakwah yang memiliki azas dan efektifitas dan efisiensi, peranan media dakwah menjadi tampak jelas pentingnya. (Alfandi, 2002 : 32)
48
Kepentingan dakwah terhadap adanya alat atau media yang tepat dalam berdakwah sangat urgen sekali, sehingga dapat dikatakan dengan media dakwah akan lebih mudah diterima oleh komunikan (da'i). (Ghazali, 1997 : 12) Pemanfaatan media dalam kegiatan dakwah mengakibatkan komunikasi antara da'i dan mad'u atau sasaran dakwahnya akan lebih dekat dan mudah diterima. Oleh karena itu, aspek dakwah sangat erat sekali kaitannya dengan kondisi sasaran dakwah, artinya keragaman alat dakwah harus sesuai dengan apa yang dibentuk oleh sasaran dakwah (mad'u)nya. Begitu pula alat atau media dakwah juga memerlukan kesesuaian dengan bakat dan kemampuan da'inya, jadi penerapan media dakwah harus didukung oleh potensi da'i, sebab alat atau media dakwah pada dasarnya sebagai menyampaikan pesanpesan dakwah terhadap mad'unya. (Ghazali, 1997 : 12). 2.2.4.1 Beberapa Media Dakwah Adapun jenis-jenis media dakwah sangat beragam, untuk itu penulis pada sub bab ini akan membahas jenis-jenis media dakwah dari berbagai tokoh dalam menunjang kegiatan dakwah Islamiyah antara lain sebagai berikut : 1. Lembaga Pendidikan Formal Artinya kurikulum,
lembaga
seperti
pendidikan
Sekolah
Dasar
yang
memiliki
(SD),
Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan sebagainya. Di dalam
49
pendidikan formal (sekolah), hendaknya dibedakan antara pendidikan agama dan pengajaran agama. Pendidikan agama berarti usaha-usaha secara sistematis dan praktis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup dengan ajaran Islam. Sedangkan pengajaran agama berarti pemberian
pengetahuan
agama
kepada
anak,
agar
mempunyai ilmu pengetahuan agama. Dengan demikian seorang pendidik agama yang sekaligus seorang da'i bukanlah semata-mata untuk mengajarkan pengetahuan agama saja, sehingga anak pandai ilmu agama tetapi tidak taat pada ajaran agama. Sebaliknya mendidik anak mempunyai arti menanamkan tabiat kepada anak-anak, agar mereka taat kepada ajaran agama (membentuk pribadi muslim). 2. Lingkungan Keluarga Keluarga adalah kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau kesatuan sosial yang terdiri dari beberapa keluarga (family) yang masih ada hubungan darah. Pada umumnya di dalam keluarga terdapat kesamaan agama, tapi ada juga yang bermacam-macam agama yang dianutnya. Bagi kepala keluarga yang beragama
Islam,
hal
ini
merupakan
kesempatan
keluarganya, hal ini dapat dijadikan sebagai media
50
dakwah, seperti membiasakan anak untuk shalat, puasa dan sebagainya. Di samping itu keluarga atau anggota keluarga yang saling berwibawa dapat mempengaruhi keluarganya agar mereka selalu mentaati segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. 3. Organisasi Islam Organisasi Islam sudah barang tentu segala gerak organisasi organisasi,
yang
berasaskan
sedikit
banyak
Islam.
Apalagi
menyinggung
tujuan
ukhuwah
Islamiyah, dakwah Islamiyah dan sebagainya. Dengan demikian organisasi-organisasi Islam secara eksplisit (langsung) dapat dikatakan sebagai media dakwah. (Syukir, 1983 : 173) 4. Hari-hari Besar Islam Tradisi umat Islam Indonesia setiap peringatan hari besarnya secara seksama mengadakan upacara-upacara. Upacara tersebut diadakan diberbagai tempat, jadi seorang da'i dapat
memiliki kesempatan yang baik dalam
menyampaikan misi dakwahnya melalui upacara-upacara tersebut baik melalui pengajian maupun selamatan, dll (Syukir, 1983 : 174). Hari-hari besar tersebut adalah Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Idul Fitri, 1 Muharram, Maulid Nabi Muhammad SAW, Nuzulul Qur`an, dan Isra' Mi'raj.
51
5. Media Tulisan Yaitu aktifitas dakwah yang dilakukan dengan tulisan, seperti buku, surat kabar, bulletin, brosur, dan selebaran. 6. Alat-alat Audio Adalah alat-alat yang hanya bisa didengarkan. Dakwah dengan alat ini berarti melaksanakan dakwah dengan menggunakan alat-alat yang dapat didengar oleh mad'u seperti radio, tape recorder. (Syukir, 1983 : 168170) Selain itu Ali Azis dalam bukunya "Ilmu Dakwah" yang mengutip Hamzah Ya'kub yang menyatakan bahwa wasilah (media) dakwah dibagi menjadi lima macam, yaitu lisan, tulisan, lukisan, audio visual dan akhlak : a. Lisan, ini adalah warisan dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, dan penyuluhan. b. Tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat menyurat (korespodensi), spanduk, dan, flas card. c. Lukisan, gambar, karikatur dan sebagainya.
52
d. Audio visual, yaitu alat dakwah yang merangsang indra pendengaran atau penglihatan, seperti televisi, film, slide, internet, dan sebagainya. e. Akhlak
yaitu
perbuatan-perbuatan
nyata
yang
mencerminkan ajaran Islam dapat di nikmati serta didengarkan oleh mad'u. (Aziz, 2004: 121). 7. Audio Visual Pada hakikatnya media audio visual merupakan salah satu alat yang dapat didengar sekaligus bisa dilihat. Seperti contoh televisi yang merupakan salah satu bentuk media audio visual yang memanfaatkan rangkaian gambar elektronik yang dipancarkan secara cepat, berurutan dan diiringi unsur audio. Kelebihan audio visual, antara lain: a. Memiliki jangkauan yang luas. b. Mampu menyajikan unsure warna, gerakan, bunyi dan proses dengan baik. c. Dapat menyimpan berbagai data dan informasi d. Dapat didengar sekaligus dilihat oleh indra penglihatan Kelemahan audio visual, antara lain: a. Merupakan
media
satu
arah,
hanya
mampu
menyampaikan pesan, namun tidak bias menerima umpan balik secara cepat.
53
b. Bingkai cahaya dan rangsang kedip cahaya dapat merusak atau mengganggu penglihatan penonton. c. Kualitas gambar yang dipancarkan lebih rendah dibandingkan dengan visual yang diproyeksikan (film layar lebar). (Sutrisno, 1993: 3) 2.2.5 Logistik Dakwah Dalam Kamus Ilmiah Popular, logistik memiliki arti pengetahuan tentang strategi atau siasat perang, pengangkutan pasukan dan pemeliharaannya, bidang pengadaan barang. (Burhani, Tth: 359). Sedangkan dakwah menurut istilah merupakan sebuah upaya dan kegiatan
baik dalam wujud ucapan maupun perbuatan,
yang
mengandung ajakan atau seruan kepada orang lain untuk mengetahui, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Logistik dakwah atau sarana dakwah dalam buku Manajemen Dakwah karya RB. Khatib Pahlawan Kayo (2007: 57) merupakan sarana dan prasarana dakwah. Adapaun sarana dan prasarana ini sangat mempengaruhi keberhasilan dakwah, tidak saja perangkat lunak maupun keras seperti tempat, alat transportasi, dana, tenaga ahli, dan alat bantu lainnya. Semua kelengkapan tersebut harus dalam keadaan siap pakai dan dapat difungsikan sewaktu diperlukan, sehingga gerak dakwah tidak hanya berputar pada lingkaran konsep dan program dalam bentuk teori
54
melainkan
betul-betul dapat
diwujudkan secara aplikatif yang
menyentuh kebutuhan umat. 2.2.6 Materi Dakwah Pada dasarnya materi dakwah adalah pesan-pesan atau segala sesuatu yang harus disampaikan oleh subyek kepada obyek dakwah (Anshari, 1993: 146), yaitu keseluruhan ajaran Islam yang ada didalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang pada pokoknya mengandung tiga prinsip, yaitu: - masalah keimanan (Aqidah) - masalah keislaman (Syari'ah) - masalah budi pekerti (Akhlaqul karimah) a. Masalah Keimanan (Aqidah) Dalam masalah aqidah ini menyangkut keimanan atau kepercayaan terhadap Allah SWT, hal ini menjadi landasan fundamental dalam keseluruhan aktivitas seorang muslim, baik yang menyangkut sikap mental maupun sikap lakunya, dan sikapsikap yang dimiliki. Dibidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalah-masalah yang wajib diimani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah- masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik (menyekutukan Tuhan), ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.
55
b. Masalah Keislaman (Syari'ah) Syari'at adalah serangkaian ajaran yang menyangkut aktifitas manusia muslim di semua aspek hidup dan kehidupannya. Hal ini berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan/hukum Allah, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Dalam bidang syari'at ini tidak hanya terbatas pada ibadah kepada Allah, akan tetapi lebih luas dengan masalah-masalah yang berkenaan dengan pergaulan hidup antara sesama manusia. Seperti hukum jual beli, berumah tangga, warisan kepemimpinan. Juga larangan-larangan Allah swt seperti minum minuman keras, berzina, mencuri dll., juga termasuk masalah- masalah yang menjadi materi dakwah. c. Masalah Budi Pekerti (Akhlaq al-Karimah) Masalah akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) yakni melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman (Anshari, 1993: 146)
56
2.2.6.1 Sumber-sumber Materi Dakwah Menurut Asmuni Syukir (1983: 63) keseluruhan materi dakwah pada dasarnya bersumber dari dua sumber, yaitu: - Al Qur'an dan Hadist - Ra’yu Ulama' a. Al-Qur'an dan Al-Hadist Agama Islam adalah agama yang menganut ajaran kitab Allah yakni Al Qur'an dan al-Hadist Rasulullah SAW, dimana keduanya merupakan sumber utama ajaran-ajaran Islam. Oleh karenanya materi dakwah Islam tidak dapat terlepas dari dua sumber pokok tersebut, bahkan bila tidak bersandar dari keduanya, maka seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia dan dilarang oleh syari'at. b. Opini Ulama (Ra yu Ulama') Islam
menganjurkan
umatnya
untuk
berpikir,
berijtihad untuk menemukan hukum-hukum sebagai tafsiran dan takwil dari Al Qur'an dan Hadist. Maka dari hasil pemikiran dan penelitian para ulama' ini dapat pula dijadikan sumber kedua setelah Al-Qur'an dan al-Hadist. Dengan kata lain penemuan baru yang tidak bertentangan dengan kedua sumber tersebut dapat pula dijadikan sebagai sumber materi dakwah.
57
BAB III DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR (STUDI METODE DAN MEDIA DAKWAH)
3. 1. Biografi KH. Noer Muhammad Iskandar Kiai Noer Iskandar lahir di desa Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur pada tangal 5 Juli 1955. Beliau merupakan anak dari buah pernikahan kedua KH. Iskandar dengan Siti Robi'atun. Dari pernikahan kedua ini KH. Iskandar dikaruniai sebelas anak, diantaranya KH Ali Muchaidlori Iskandar (Ulama' di Jawa Timur, pernah menjabat sebagai ketua MUI Jatim), KH Hasan Sadzili (memimpin pondok pesantren Manba’ul Ulum), KH Imam Baidhowi (memimpin Madrasah Manba’ul Ulum), Siti Muti'ah, Siti Mariatun, Mahall, KH. Anwar Iskandar (memimpin pondok di Kediri dan pendiri dan menjabat rektor di Universitas Kediri), Siti Jaoharoh (mengajar di Manba’ul Ulum), KH. Noer Muhammad Iskandar (pendiri dan pengsuh pesantren Asshiddiqiyah), Siti Saadatui Uchrowiyah (mengajar di Manba’ul Ulum), dan yang kesebelas meninggal sebelum sempat diberi nama beberapa saat sebelum lahir. KH. Noer ini merupakan anak kesembilan dari sebelas bersaudara. Latar belakang keluarga yang sangat dekat dengan dunia pesantren, yakni pesantren Manba’ul Ulum yang didirikan ayahnya, menjadikan beliau dan saudarasaudaranya tumbuh sangat agamis. Terbukti saat ini mereka menjadi kader dakwah, pendidik, ulama, ilmuan, dan sebagainya.(Idris, 2003: 32)
58
Sumber Beras, desa tempat kelahiran KH. Noer Iskandar dulunya sebelum tahun 1960-an dikenal sebagai "gudangnya" kaum bromocorah, tukang santet, dukun dan jawara. Tapi berkat mertua dan ayah beliau yakni kiai Abdul Manan dan kiai Iskandar desa ini menjadi desa hunian kaum santri. KH. Noer Muhmmad Iskandar menikahi seorang gadis yang berasal dari Malang Jawa Timur, Yaitu Hj. Noer Jazilah yang hingga kini selalu setia menemani beliau dalam suka maupun duka. Hingga kini baliau dikaruniai 6 anak. Yaitu, Nur Eka Fatimatuzzahro, Istikomah Iskandar, Ahmad Makhrus Iskandar, Atina Balqis 'Izza, dan Muhammad Muhsin Ibrahim Iskandar (meninggal). (Wawancara, 10 Nopember 2010 dengan ustadz Saifuddin Salim, salah satu pengurus Pon-pes Ash-Shiddiqiyyah II) Semasa kecil lazimnya anak-anak kecil lainnya, beliau juga memiliki sifat bandel atau nakal, sampai-sampai beliau parnah dipaksa untuk
menghafal nadzoman oleh gurunya yang bernama pak Khairun.
Karena beliau menolak dan si guru terus memaksa maka kiai melempar mangkok yang berisi nasi. Setelah beliau mempelajari kitab ta'lim muta'alim, beliau baru sadar bahwa tindakannya itu merupakan perbuatan keji. (Idris. 2003: 29) KH. Noer Muhammad Iskandar adalah sosok muslim yang mumpuni dan seorang pakar fikih Islam di Indonesia. Beliau juga disebut pemimpin yang teguh prinsip dalam menegakan etika berpolitik, sehingga beliau disegani oleh berbagai kalangan. Merakyat, rendah hati, dan sangat peduli terhadap kaum du'afa itulah sifat yang melekat dijiwa sosok KH.
59
Noer Muhammad Iskandar. Di sela-sela kesibukannya yang begitu padat, beliau masih menyempatkan waktunya untuk menyantuni ratusan yatim piatu. (Talenta, 1997: 5) Beliau merupakan sosok kiai yang tidak hanya fokus ngurusi masalah susila saja. Tapi beliau juga merupakan kiai yang sangat konsen terhadap masalah sosial. Dalam pandangan beliau masalah sosial tidak kalah pentingnya dengan masalah susila. Hal ini terbukti, di dalam AlQur’an istilah-istilah sosial tidak kalah banyaknya dibanding istilah-istilah susila. Seperti contoh, istilah zakat, zakat fitrah, infaq, shadaqah, amal jariyah tidak kalah banyak dengan istilah shalat dan puasa. Dengan tindakan ini diharapkan umat Islam khususnya masyarakat kecil tidak ada lagi yang menggadaikan imannya hanya untuk sekedar kebutuhan ekonomi semata. (Noer Muhammad Iskandar, 1992: 65). Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa dakwah Islam (tabligh) memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena macetnya roda dakwah atau tabligh berarti berhentinya kontrol terhadap gerakan masyarakat ke arah tradisi yang lebih baik. Dakwah atau tabligh Islam sekarang mendapat tantangan yang besar sekali. Dakwah atau tabligh tidak
lagi menyampaikan
ajaran
Islam dalam arti sempit.
Yaitu
menyampaikan ajaran Islam yang bersifat normatif semata. Akan tetapi sekarang ditantang untuk menerjemahkan kebenaran ajaran agama dalam lingkup
masalah-masalah
sosial
kaum
beragama.
Bukan
hanya
menyampaikan ajaran-ajaran normatif keagamaan, melainkan memberikan
60
kesadaran kepada kaum beragama untuk terlibat dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang melingkupi mereka. (Kusmawan, 2004: 185). 3. 2. Pendidikan Dilihat dari pendidikan formalnya KH. Noer Muhammad Iskandar tampaknya tidak kalah jeniusnya dengan para sarjana umumnya. Di usia Ibtidaiyah, beliau mengaji kepada abahnya Mbah KH. Iskandar, kemudian beberapa lama setelah khitan, beliau mulai mengembara dan menimba ilmu dari Mbah KH. Makhrus Ali di pesantren Lirboyo Kediri, yang kebetulan masih pamannya sendiri. Merasa sudah cukup lama di Lirboyo, beliau mencoba cari udara baru kemudian nyantri di pesantren tua di Kaliwungu Kendal, kemudian pesantren Mranggen Demak. (Wawancara, tanggal 10 Nopember 2010 dengan Ustad Imam Mudlofir, pengasuh Pon-pes AshShiddiqiyyah II) Semasa kecil hingga sekarang guru yang dijadikan suri tauladan bagi beliau, diantaranya: 1. KH. Iskandar (ayahanda beliau) 2. Kiai Baidhowi Iskandar (kakak beliau) 3. Kiai Anwaruddin Iskandar (kakak beliau) 4. Kiai Abu Hasan Sadlili Iskandar (kakak beliau) 5. KH. Makhrus Ali (pengasuh pondok pesantren Lirboyo Kediri) Merasa belum puas dengan pendidikan yang hanya berhenti sampai disitu, KH Noer Muhammad Iskandar menimba ilmu di PTIQ pasar jum'at Jakarta, tampaknya di situ beliau belum puas juga tanpa merealisasikan dan
61
terjun kepada masyarakat langsung. Bahkan boleh dikatakan sisa waktu kuliahnya dihabiskan untuk tablligh, da'wah untuk mensyiarkan Islam di tengah masyarakat, khususnya masyarakat kecil di Jakarta utara dan kawasan kumuh lainnya. 3. 3. Aktivitas Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar merupakan seorang kiai yang memiliki segudang aktivitas, bahkan beliau boleh dikatakan tokoh nasional yang super sibuk. Selain mengasuh pondok pesantren Asshiddiqiyah, beliau juga pendiri dan ketua umum Induk Koprasi Pesantren Seluruh Indonesa (INKOPONTREN). (Talenta, 1997: 5) Menyikapi kiai yang super sibuk dengan segudang aktivitasnya, pesantren yang beliau dirikan lebih kurang ada 9, yaitu Ash-Shidiqiyah Pusat berada di Kedoya, Ash-Shidiqiyah II berada di Batu Ceper, AshShidiqiyah III berada di Karawang, Ash-Shidiqiyah IV berada di Tangerang, Ash-Shidiqiyah V berada di Bogor, Ash-Shidiqiyah VI berada di Jawa Barat, Ash-Shidiqiyah VII & IX berada di Lampung, AshShidiqiyah VIII berada di Banyuasin. Semua itu tidak akan bisa berkembang tanpa adanya pihak-pihak yang ikut andil mengelola seperti halnya keluarga, pengurus, santri dan masyarakat. (Idris, 2003: 312) Dalam aktivitas dakwahnya meskipun usianya sudah tidak muda lagi (55 tahun), semua itu tidak menjadi penghalang beliau dalam mengabdi kepada masyarakat,hal itu terbukti dengan masih aktifnya kegiatan dakwah beliau. Hasil dari observasi yang penulis lakukan, terdapat beberapa
62
aktivitas atau kegiatan dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar sebagai berikut: 1. Membangun Majlis Ta’lim Miftahul ‘Ulum Majlis Ta’lim Miftahul ‘Ulum mulai aktif bersamaan dengan berdirinya pondok tersebut. Bahkan majlis ta’lim ini pula yang menghantarkan popularitas kiai Noer. Mula-mula majlis ta’lim ini hanya beranggotakan beberapa orang saja, yakni dari masyarakat sekitar kampung Kedoya Kebun Jeruk, di mana kemudian pesantren ini berdiri, namun dalam waktu yang tidak lama semakin banyak pula jamaahnya yang berasal dari daerah-daerah di ibu kota Jakarta dan Tangerang. Di samping itu majlis ta’lim ini juga diikuti oleh para santri, di mana orang tua atau wali santri datang untuk mengikuti kegiatan majlis ta’lim sekaligus bisa menjenguk anaknya yang sedang belajar di pesantren. Awalnya majlis ta’lim ini ditangani oleh Kiai Noer sendiri, namun mengingat semakin pesat perkembangan dan semakin sibuknya beliau maka diajaklah da’i sahabat Kiai yang lain seperti: Habib Syeih bin Ali Al Jufri, Habib Idrus Jamalul Lail, KH. Zainuddin MZ, KH.Syukron Makmun, KH. Mannarul Hidayat, KH. Ahya’ Anshori dan lain-lain. (Buku 10 tahun Ash-Shiddiyah, 1995: 24) 2. Berda’wah Keliling Sebagai lembaga perjuangan yang berfungsi kaderisasi dan pengabdian masyarakat, pesantren Ash-Shiddiqiyah memprogramkan try out bagi santri senior atau ustadz untuk melakukan da’wah keliling
63
untuk masyarakat umum yang karena satu dan lain hal tidak bisa mengunjungi Ash-Shiddiqiyah secara rutin. Untuk itu, Kiai Noer telah melakukan sendiri, sambil terus tetap membina kader da’i untuk lapis berikutnya, jadi jika beliau berhalangan hadir, biasanya dilakukan oleh kiai lain sebagai sahabat atau badal beliau, jikapun mereka juga berhalangan, ada kader yang telah dipersiapkan yang akan maju menggantikannya. Da’wah Kiai Noer adalah tabligh akbar untuk masyarakat awam, adapun wilayah da’wah Kiai Noer adalah ASEAN, sedangkan untuk santri-santtri kader meliputi wilayah Jabotabek. (buku 10 Tahun Ash-Shiddiqiyah, 1995: 25) Tabligh adalah sebuah upaya yang merubah suatu realitas sosial yang tidak sesuai dengan ajaran Allah SWT kepada realitas sosial yang islami yang sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadis, atau dari al-waqi alijtima iy al-jahily menuju al-waqi al-ijtima iy al-islamy. (Kusmawan, 2004: 184). 3. Tabligh Akbar PHBI Untuk beberapa tahun ini, tabligh akbar di tempat-tempat plesiran (pariwisata) menjadi tradisi santri Ash-Shiddiqiyah. Beberapa tempat yang telah dipakai misalnya, Cibodas, pantai Carita, tepian pantai Pelabuhan Ratu dan sebagainya. Maksudnya untuk mengingatkan manusia agar selalu menjaga iman dan taqwa serta selalu ingat kepada
64
Allah SWT sehingga enggan untuk melakukan maksiat. (Buku 10 Tahun Ash-Shiddiqiyah, 1995: 27) 4. Pengajian Rutin di Pesantren Ash-Shiddiqiyah II Selain sebagai pengasuh pesantren Ash-Shiddiqiyah yang telah memiliki cabang lebih kurang 9 cabang, KH Noer tetap bisa meluangkan waktu untuk mengajar rutin yang bertempat di pesantren Assiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang yang dilaksanakan setiap hari setelah salat dluhur. Dalam pengajian ini KH Noer mengajarkan kitab Tafsir Al-Jalalain yang diikuti oleh ratusan santri Ash-Shiddiqiyah II putra maupun putri. Dari awal pengajian ini diajarkan langsung oleh Kiai Noer, akan tetapi mengingat sekarang Kiai yang semakin sibuk dengan aktivitasnya, jika Kiai tidak bisa mengajar maka akan ada badal atau pengganti beliau yaitu pengurus senior pesantren setempat. (wawancara, tanggal 10 Nopember 2010 dengan ustadz
Imam
Mudlofir, lurah pesantren Ash-Shiddiqiyah II) 3. 4. Metode Dakwah Dalam melaksanakan dakwah mensyiarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat, jalannya tidak selamanya akan lurus karena hambatanhambatan pasti ada, baik dari da'i, mad'u, ataupun materinya. Maka dari itu metode yang tepat dan pas sesuai dengan situasi dan kondisi perlu artinya dakwah bisa berhasil apabila cara pelaksanaan dan metode yang digunakan sesuai dengan situasi masyarakat yang bersangkutan dengan harapan nantinya dakwah bisa diterima oleh masyarakat.
65
Adapun metode dakwah yang diterapkan dalam aktivitas dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar sebagaimana menurut pengamatan penulis adalah sebagai berikut: 1. Metode Ceramah Metode ceramah merupakan metode yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah. Metode ini sering digunakan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar di dalam setiap pengajiannya di berbagai tempat, seperti mengisi ceramah di pesantren dan sekitar wilayah kota Jakarta dan Tangerang. Dalam berceramah beliau tampak begitu tenang dan sabar dalam menjelaskan materi dakwah yang disajikan kepada jama’ahnya (mad u), sehingga para jama’ah begitu antusias dalam mendengarkannya. Dalam beceramah beliau terkadang bikin mad u terhibur dengan nilai humornya, sehingga mad u tidak jenuh untuk mendengarkan ceramah beliau. Dalam menerapkan materi dakwah beliau mengambil rujukan dari Al Qur’an dan Hadist, sehingga mad u lebih paham dan percaya tentang materi yang dijelaskan oleh beliau. Berikut ini adalah petikan dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar: Hadlirin-hadlirat yang dimuliakan oleh Allah SWT. Perlu umat Islam waspadai munculnya berbagai aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan dirinya Islam akhir-akhir ini. Mulai yang mengaku dirinya Jibril (ruh al-kudus), Nabi Akhir Zaman, hingga yang mengaku mendapat “bisikan” (wahyu) dari Allah SWT dan ada pula yang melakukan penafsiran “baru” bahwa shalat boleh dengan bahasa non Arab ( ajam). Hal-hal ini perlu umat Islam waspadai karena bisa saja semua ini merupakan
66
konspirasi Amerika Serikat dan Israel (Yahudi dan Nasrani) yang tidak suka dengan Islam termasuk Islam di Indonesia. Perlu bapak ibu ketahui Indonesia termasuk negara dengan penganut Islam terbanyak di dunia. Untuk itu USA dan Israel bermaksud mengadu domba umat Islam dengan isu-isu di atas. Hal ini telah di nash oleh QS. Al-Baqarah: 120.
Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. Ayat di atas menjelaskan bahwa Yahudi dan Nasrani sampai kapanpun tidak akan rela dengan (perkembangan dan kemajuan) umat Islam. Untuk itu, mereka berupaya memecah persatuan umat Islam dengan cara mengemukakan dan mengajarkan ajaran-ajaran sesa dengan melakukan penafsiranpenafsiran buta yang tanpa dasar. Dalam hal ini Rasulullah SAW menjelaskan dalam hadisnya yang artinya sebagai berikut: Barang siapa yang melakukan penafsiran Al-Qur an hanya dengan logika akal mereka tanpa didasari ilmu-ilmu dan perangkat yang memadahi (ilmu al-Qur an, ilmu tafsir, ushul fiqih, balaghah, nahwu, sharaf dan lain sebagainya), maka neraka adalah tempat kembali yang terbaik buat mereka.” (CD Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar). 2. Metode Keteladanan KH. Noer Muhammaad Iskandar merupakan sosok ‘ulama yang patut diteladani akan sifat-sifatnya. Beliau banyak sekali melakukan ajaran-ajaran
keteladanan
kepada
masyarakat
agar
mereka
mengikutinya. Beliau orang yang sederhana baik dalam cara berpakaian,
67
perbuatan, perkataan dan penampilan. Selain itu beliau selalu menghormati dan menghargai setiap orang dan tidak membeda-bedakan status sosial. Metode keteladanan ini adalah metode yang dilakukan dengan memperhatikan sikap atau tingkah laku serta pola hidup yang baik, hal ini juga diterapkan KH. Noer terutama dalam keluarganya sendiri. 3. Metode Bandongan Metode bandongan ini KH. Noer membacakan kitab kepada santri kemudian menjelaskan beberapa isi kitab tersebut. Bedanya pembelajaran yang diajarkan di sini adalah terletak pada bahasa yang digunakan kiai dalam menjelaskannya. Biasanya di desa-desa si kiai menjelaskannya menggunakan bahasa jawa, akan tetapi kiai Noer menjelaskannya menggunakan bahasa Indonesia karena mayoritas bahasa kesehariannya adalah bahasa Indonesia. Dari semua metode dakwah tersebut di atas, dalam prakteknya KH. Noer tidak hanya menggunakan satu macam metode saja dalam setiap kali mengisi pengajian, akan tetapi beliau menggunakan beberapa metode dakwah, seperti metode ceramah yang dilengkapi dengan metode keteladanan. Penggabungan metode ini sering digunakan kiai Noer dalam pengajian majlis ta lim. Dalam penggabungan metode tersebut, kiai Noer selalu menerapkan dan mengambil materi-materi yang bersumber dari AlQur’an dan Hadist yang diaplikasikan dalam konteks sekarang. Dalam
68
penerapan kehidupan sehari-hari beliau tidak hanya terpaku pada satu metode saja, akan tetapi beliau lebih suka mengaplikasikan langsung kepada khalayak. Seperti contoh beliau tidak segan-segan mengeluarkan rizkinya membantu orang miskin, yatim piatu, menyumbang dana masjid dan lain sebagainya. Selain penjelasan diatas ditambah lagi dengan penampilan beliau begitu tenang, tegas, ceramahnya menyegarkan dan mengungkapkan segala permasalahan apa adanya, sehingga masyarakat (mad u) dalam mendengarkan ceramahnya menjadi damai, tenang dan tidak jenuh. 3. 5. Media Dakwah Hasil dari observasi dan wawancara dalam penelitian ini, peneliti melihat aktivitas dakwah yang dilakukan oleh kiai Noer Muhammad Iskandar begitu beragam dalam menggunakan media dakwah, dalam hal ini penulis dapat mengklasifikasikan dalam beberapa bentuk, antara lain: 1. Lingkungan Keluarga Dalam lingkungan keluarga, KH Noer Muhammad Iskandar sebagai kepala keluarga, menurut beberapa keterangan yang dihimpun penulis beliau termasuk orang yang sangat dekat dengan keluarga. Berakhlak baik terhadap anak-anaknya, menjaga harga diri mereka, senantiasa menasehati anak istri dan menggembleng mereka agar menjadi para pengibar panji Islam serta menjadi orang-orang yang mau berdakwah. Di samping itu kiai Noer juga senantiasa menanamkan nilainilai keislaman dan meyakini tujuan hidup di dunia bukan sekedar
69
makan, minum dan bersenang-senang, namun untuk beribadah kepada Allah SWT, menyambung tali kekeluargaan dengan sejumlah keluarga Muslim yaitu dengan cara menjalin persaudaraan dengan sesama, tolong-menolong menasihati
didalam
didalam
kebaikan
kebenaran
dan
dan
ketaqwaan
kesabaran.
dan
saling
(wawancara,
11
Nopember 2010 dengan Hj. Noer Jazilah yaitu istri kiai Noer) 2. Organisasi Organisasi juga merupakan salah satu media yang digunakan oleh kiai Noer. Disini peran KH Noer tidak hanya sebagai individu saja yang ikut dalam organisasi, akan tetapi sekaligus menanamkan nilai-nilai dakwah kedalamnya. Sampai sekarang beliau masih aktif dibidang organisasi NU (Nahdlotul Ulama ) dan organisasi perkoperasian. Di samping itu beliau merupakan wakil ketua Majlis Pertimbangan Syari’ah dan ketua umum Majlis Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia. (Wawancara, 10 Nopember 2010 dengan ustadz Saifuddin Salim). 3. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) di sini sebagai media dakwah. Dengan media ini KH Noer Muhammad Iskandar benar-benar memanfaatkannya, karena ini merupakan moment-moment tertentu. Seperti halnya beliau mengadakan istighosah dengan para santri setiap sebelum perayaan hari besar Idul Adha, selain itu beliau juga sering mendapat undangan untuk mengisi pengajian yang berkaitan peringatan
70
hari-hari besar seperti Isra mi raj, Maulud Nabi, Hari Raya Idul Adha dan lain sebagainya. Seorang
da’i
memiliki
kesempatan
yang
baik,
dalam
menyampaikan misi dakwahnya pada upacara-upacara tersebut. Baik bersifat pengajian umum maupun selamatan di surau-surau, atau di balai desa. Oleh karena itu, seorang da’i atau muballigh harus benar-benar mempersiapkan dan menguasai materi dakwahnya sejak lama. Sewaktuwaktu panitia PHBI mengundangnya sudah siap. Sebab kebanyakan muballigh yang mengisi pengajian-pengajian PHBI relatif sama dalam menyampaikan isi dakwahnya. Selain pengajian-pengajian PHBI, acara resepsi pernikahan, khitanan, halal bi halal, dan lain sebagainya juga bisa menjadi alternatif media dakwah. Kebaikan hari-hari besar Islam dijadikan sebagai media dakwah adalah dengan merayakan hari besar itu umat Islam dapat menunjukkan kebesaran agamanya. Selain itu muballigh dapat memanfaatkan tradisi masyarakat yang baik itu sebagai sarana dakwah. (Syukir, 1983, 175) 4. Media Auditif Media auditif adalah media yang hanya bisa didengarkan seperti halnya radio dan tape. (Syukir, 1983:175) Sebagaimana radio dan tape juga termasuk dalam media auditif, karena alat ini dapat menyimpan data dan hanya bisa didengarkan. Alat ini bisa disebut sebagai media dakwah karena jangkauannya.
71
Dalam berdakwah kiai Noer juga menggunakan media auditif, hal ini dapat dilihat dalam keaktifan beliau dalam mengisi siaran rohani disalah satu radio swasta di daerah Jakarta, persisnya di daerah Kebun Jeruk, radio ini bernama CBB. Beliau siaran setiap hari dari pukul 05.0006.00. Adapun siaran beliau ini bertemakan dengan peristiwa atau masalah yang hangat di tengah masyarakat. Terkadang siaran tersebut berisi tanya jawab antara kiai dan penanya. Alhasil siaran beliau banyak yang mendengarkan. 5. Media Tulisan Dalam berdakwah
kiai Noer
Muhammad
Iskandar
juga
memanfatkan media tulisan. Hal ini terbukti dengan adanya buku beliau yang berjudul “Remaja dan Bahaya Infiltrasi Budaya Asing”. Dalam buku ini beliau membahas pentingnya menanamkan pondasi yang kuat di masa remaja supaya generasi muda tidak mudah terinfiltrasi oleh masuknya pengaruh negatif budaya asing ke dalam diri mereka. (Wawancara, tanggal 10 Nopember 2010 dengan Ustad Saifuddin Salim) 6. Media Lembaga Pendidikan KH.
Noer
Muhammad
Iskandar
dalam berdakwah juga
menggunakan lembaga pendidikan sebagai salah satu media dakwah beliau. Terbukti dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang ada di dalam naungan pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah yang meliputi: Madrasah Ibtidaiyyah Manba’ul Ulum (MI), SD Manba’ul Ulum, MTs Manba’ul Ulum, MA Manba’ul Ulum, dan MAK Manba’ul Ulum.
72
Di dalam pendidikan formal harus dibedakan antara pendidikan agama dan pengajaran agama. Pendidikan agama merupakan usahausaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka sesuai dengan ajaran Islam, sedangkan pengajaran agama berarti pemberian pengetahuan agama kepada anak agar mempunyai nilai pengetahuan agama. (Syukir, 1983: 168) Hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar di berbagai lembaga pendidikan Manba’ul Ulum yang berada di dalam naungan pesantren Ash-Shiddiqiyah di atas, di mana beliau memberikan pendidikan dan pengajaran keislaman kepada para siswa sehingga mereka mengerti dan memahami tentang ajaran Islam. (Wawancara, tanggal 10 Nopember 2010 dengan Ustad Saifuddin Salim).
73
BAB IV ANALISIS METODE DAN MEDIA DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR
4.1. Analisis Metode Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang tidak mengenal berhenti, upaya yang dilakukan degan terus menerus tanpa mengenal lelah. Oleh karena itu, dakwah dihadapkan pada perkembangan zaman dan perkembagan manusia dalam memenuhi tuntutan hidupnya. Permasalahan tersebut menentukan adanya nilai-nilai ajaran Islam yang dapat mejawab tantangan zaman dan masa depan manusia, yang harus berpegang teguh pada al-Qur'an dan Hadis. Untuk dapat melakukannya, maka dakwah memerlukan sifat sabar, ulet, konsisten atau istikomah dari pembawa dakwah (da'i). Dakwah merupakan kewajiban yang harus disyariatkan, dan menjadi tanggung jawab yang harus dipikul kaum muslimin seluruhnya, baik lai-laki maupun perempuan, ulama atau bukan, yang berstatus kiai atau santri dituntut dan diwajibkan untuk berdakwah, sesuai dengan kondisi, kemampuan dan ilmu yang milikinya Untuk itu menyadari akan fungsinya sebagai pengemban risalah suci, maka seorang da'i haruslah mempunyai karakter sifat, sikap, tingkah laku maupun kemampuan diri untuk menjadi seorang publik figur dan teladan bagi orang-orang yang ia dakwahi (mad'u). Bagaimanapun juga, seorang da'i yang akan menyeru manusia ke jalan Allah SWT haruslah senantiasa membekali
74
diri dengan akhlak serta sifat terpuji lainnya: seperti berilmu, beriman, bertakwa, ikhlas, tawadlu', amanah, sabar dan tabah. Dengan begitu mad'u akan mendengarkan, memperhatikan dan mencerna pesan-pesan yang disampaikan oleh da'i. Sebagaimana yang tedapat dalam QS. Al-Nahl ayat 125:
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Depag, 1084: 421)
Berdasarkan ayat
di atas maka
dalam berdakwah sebaiknya
menggunakan cara-cara yang baik dan bijaksana agar penerima dakwah (mad'u) dapat menerima dakwah dengan ikhlas dan tulus sesuai dengan hati nuraninya sendiri, karena Islam adalah agama yang damai tanpa ada paksaan. Hal tersebut sesuai dengan dakwah yang dilakukan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar dalam berceramah beliau selalu menasihati jamaahnya untuk saling menghormati, menghargai, jangan ada permusuhan diantara umat Islam sendiri dan dengan non muslim, dan saling rendah hati. Sehingga suasana pengajiannya bisa memberikan kenyamanan dan ketentraman bagi jamaahnya. Bisa dilihat secara mendalam KH. Noer Muhammad Iskandar merupakan sosok ulama yang mengalami perubahan atau transformasi
75
kebudayaan. Artinya, back ground keluarga dan lingkungan tempat beliau lahir, yaitu Banyuwangi, Jawa Timur yang kental dengan tradisi pesantren salaf (klasik) tidak menjadikan beliau serta merta menolak tradisi dan pola pikir modern. Terbukti beliau mampu menyelesaikan pendidikan tingkat tingginya di PTIQ Jakarta dengan mendapat gelar Sarjana Al-Qur’an (SQ). Pola pikir ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang ke-NU-an beliau, yakni prinsip ”al-muhafadlaf bi al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid alashlah” (menjaga tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Akan tetapi perubahan tersebut tidak mengubah nilai kebudayan yang lama. Dengan semangat dan kegigihan yang dimilikinya sampai sekarang beliau menjadi guru yang patut diteladani oleh keluarga, santri dan masyarakat. Beliau juga sosok ulama yang cinta akan kedamaian, berani mengungkapkan gagasan dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata. Sebagai contoh peran aktif beliau dalam memperjuangkan UU anti pornografi dan pornoaksi, tidak setuju di bukanya club-club malam pada bulan Ramadlan, siaran-siaran tv yang berbau pornografi-pornoaksi, dan lain sebagainya. Hal ini beliau tunjukkan dengan sikap tegas beliau dalam bentuk pernyataan dan aksi. Beliau tidak segan turun jalan ikut aksi demo dengan masyarakat. (Wawancara, tanggal 10 Nopember 2010 dengan ustad Mudlofir, pengasuh Ash-Shiddiqiyyah II). ”Menghadapi zaman globalisasi yang sangat permisif terhadap budaya Barat terbukti dengan maraknya tayangan tv yang cenderung mengarah kepada pornografi dan pornoaksi serta dampak negatif yang sudah sangat terasa di sekitar kita terlebih terhadap generasi muda
76
Indonesia, maka tidak ada alasan jika UU Pornoaksi dan Pornografi segera disahkan oleh DPR guna menanggulangi dan menghambat infiltrasi budaya Barat ke Indonesia”. (Wawancara, tanggal 10 Nopember 2010 dengan ustad Saifuddin Salim). KH. Noer Muhammad Iskandar juga merupakan ulama yang pandai mengemas metode dakwah sesuai dengan lingkungan. Hal ini dapat dilihat ketika beliau mengajarkan kitab Tafsir Jalalain yang biasanya dikalangan pesantren salaf atau pedesaan disampaikan dengan pemaknaan bahasa Jawa (makna gandul), akan tetapi di Pesantren Ash-Shidiqiyyah beliau sampaikan dengan bahasa Indonesia dan mengetengahkan contoh-contoh yang sesuai dan relevan dengan lingkungan pesantren yang berada di lingkungan perkotaan. Latar belakang masyarakat Tangerang dan para santri yang mayoritas menggunakan bahasa Indonesia menuntut beliau untuk melakukan inovasi dalam pengajaran Tafsir Jalalaian dan kitab-kitab klasik lainnya, yaitu dalam pemaknaan mengganti bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Contoh di atas relevan dengan pendapat Yunan Yusuf dalam bukunya Suparta, yang mengatakan bahwa dakwah haruslah dikemas dengan metode yang tepat dan pas, agar dakwah menjadi aktual, faktual dan kontekstual. Actual dalam arti memecahkan masalah kekinian yang hangat di tengah masyarakat, factual dalam arti konkret dan benar-benar nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problem yang sedang dihadapi masyarakat. Sebagai seorang ulama KH. Noer Muhammad Iskandar adalah sosok ulama salaf yang moderat, beliau juga kiai yang tegas dalam mengutarakan pendapat, agar sesuai dengan perkembangan zaman, karena Islam tidak
77
bersifat statis tetapi fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman dan ajarannya tidak berhenti pada satu titik tetapi terus maju sejalan dengan perkembangan manusia. Sebagai sosok ulama yang sangat berpengaruh khususnya di wilayah Tangerang dengan segudang kesibukan tiap hari menjadikan beliau sangat sulit ditemui oleh masyarakat kecuali pada saat agenda pengajian-pengajian rutin yang ada di pesantren. Hal ini juga penulis rasakan ketika proses pencarian dan pengumpulan data tentang beliau. Untuk itu dalam proses pengumpulan data selain bersumber dari observasi peneliti terhadap KH. Noer, peneliti juga melakukan wawancara dengan orang-orang terdekat beliau seperti keluarga, pengurus pesantren, dan masyarakat sekitar. Dari hasil keterangan orang-orang terdekat beliau dapat disimpulkan, bahwa metode dan media dakwah yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar adalah sebagai berikut: 1. Metode Ceramah Dalam melaksanakan dakwahnya KH. Noer Muhammad Iskandar sering menggunakan metode ceramah, yaitu menerangkan materi dakwah kepada mad'u dengan penuturan kata-kata atau lisan supaya mad'u bisa menangkap dan mengerti isi yang disampaikan. Metode ceramah yang digunakan merupakan metode ceramah yang berbentuk mau'idlah hasanah. Dimana menurut Ali Musthofa Ya'kub adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkanya, atau argument-argumen
78
yang
memuaskan
sehingga
pihak
audien
dapat
menerima
dan
membenarkan apa yang disampaikan oleh subyek dakwah (da'i). KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ dalam memberikan ceramah kepada mad u tidak menginginkan adanya paksaan, intimidasi atau bentuk kekerasan lainnya. Akan tetapi beliau menginginkan kesadaran akan hati nurani para mad u untuk mengikuti dan menerima ajaran beliau. Karena beliau sadar bahwa hidayah merupakan hak prerogatif Allah SWT sejalan dengan QS. Al- Ghasyiyah: 21-23 dan QS. Al-Qashash: 56.
( )
( ) ( )
Artinya: Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. 22. kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, 23. tetapi orang yang berpaling dan kafir (QS. AlGhasyiyah: 21-23)
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Qs. Al-Qashash: 56) 2.1. Kelebihan dan kekurangan metode ceramah KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ a. Kelebihan metode ceramah KH. Noer Muhammad Iskandar bahwa dalam berceramah beliau dapat menghidupkan suasana. Artinya, bisa menciptakan suasana yang tenang dan nyaman, sehingga meteri yang beliau sampaikan
mudah diterima oleh mad u.
79
Terbukti dengan
antusiasnya
mad u
untuk
mengikuti dan
mencermati setiap materi yang beliau sampaikan. Bahkan sering kali mad u minta perpanjangan waktu dakwah dari waktu yang telah ditetapkan. b. Kekurangan metode ini terletak pada pendokumentasiannya. Karena mad u hanya berperan sebagai pendengar yang baik (mustami khairat) tanpa peduli terhadap dokumentasi dari dakwah beliau. Hal ini terbukti dengan sangat sulitnya ditemukan hasil dokumentasi dari dakwah-dakwah beliau. Selain itu, metode ceramah yang beliau gunakan hanya terjadi satu arah. 2. Metode Keteladanan (bi al-hal) Metode keteladanan adalah metode dakwah dengan perbuatan nyata, yaitu sesuatu diberikan dengan cara memperlihatkan sikap gerak gerik, kelakuan, perbuatan dengan harapan orang akan dapat menerima, melihat, memperlihatkan dan mencotohnya. Jadi dakwah dengan metode keteladanan ini berarti suatu penyajian dakwah dengan jalan memberikan keteladanan langsung, sehingga mad u tertarik untuk mengikuti kepada apa yang telah dicontohkan da’i. Dalam dakwahnya, KH. Noer dalam kehidupan sehari-hari juga melakukan ajaran-ajaran keteladanan, baik itu kepada keluarga ketika di rumah, kepada jama’ah ketika berada dalam suatu majlis pengajian, dan masyarakat ketika beliau berada didalam masyarakat, agar mereka mengikutinya. Di mana beliau selalu berpola hidup sederhana baik dalam
80
cara berpakaian, perbuatan, perkataan dan berpenampilan, dan disamping itu beliau selalu menghormati dan menghargai setiap orang dan tidak membeda-bedakan berdasarkan status sosialnya. Metode keteladanan ini merupakan metode yang sangat efektif bagi orang-orang terdekat beliau dan masyarakat, seperti halnya keluarga, santri, asisten beliau maupun masyarakat. Karena mereka merupakan orang-orang yang senantiasa melihat dan mempraktekkan tauladan beliau. Hal ini sejalan dengan ungkapan ”lisan al-hal afshahu min lisan almaqal
(dakwah dengan keteladanan lebih baik atau efektif daripada
dakwah dengan ucapan atau lisan). Dengan metode ini seorang da’i benarbenar menjadi ”guru” (bisa digugu dan ditiru). 2.1.Kelebihan dan kekurangan metode keteladanan a. Kelebihan metode keteladanan ini adalah dapat menarik perhatian terutama dalam mengambil atau meniru semua gerak-gerik tingkah laku da’i. b. Terlepas dari teladan baik yang dimiliki seorang da’i mereka merupakan manusia biasa yang tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, secara tidak langsung kekurangan metode ini adalah sisi negatif dari sikap setiap da’i. Selain itu dalam mencontoh public figur membutuhkan waktu yang lama. 3. Metode Bandongan Bandongan adalah salah satu metode pengajaran yang biasa digunakan dalam dunia pesantren. Menurur Zamakhsyari Dlofier, metode
81
bandongan yaitu sekelompok murid (antara 5-500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Jadi, metode bandongan adalah kiai menggunakan bahasa daerah setempat, kiai mebaca, menerjemahkan, menerangkan, kalimat demi kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kiai dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya. Metode ini digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar dalam dakwah beliau salah satunya di lingkungan pesantren ash-Shidiqiyyah Batu Ceper yakni pengajian Tafsir Jalalaian yang dilaksanakan setiap hari Jumat sehabis shalat Jumat. Dalam pengajian ini tidak sedikit santri yang mengikutinya, bahkan masyarakat sekitar juga sangat antusias menghadiri pengajian ini karena materi yang beliau sampaikan mudah diterima dan dipahami oleh audien. 4. Metode Tanya Jawab Selain
menggunakan
metode-metode
di
atas,
KH.
Noer
Muhammad Iskandar, SQ juga menggunakan metode tanya jawab. Metode ini merupakan metode penyampaian materi dakwah dengan cara mad u mengajukan pertanyaan dan da’i menjawabnya. Metode ini digunakan oleh KH. Noer untuk menjawab atau permasalahan-permasalahan dan kekurang pahaman dari para jamaah melalui dialog interaktif yang terjadi setelah beliau memaparkan materi.
82
Penggunaan metode ini dapat dilihat pada acara beliau di Radio CBB (Cakti, Budi dan Bakti). 4.1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tanya Jawab a. Kelebihan metode tanya jawab KH. Noer Muhammad Iskandar adalah dapat mengetahui sejauh mana pemahaman mad u terhadap meteri yang beliau sampaikan dengan metode bil lisan. Dengan begitu, metode ini dapat melengkapi metode dakwah bi al-lisan. b. Kekurangan metode tanya jawab ini biasanya tidak sedikit dari penanya yang menyampaikan pertanyaan di luar tema. Selain itu, waktunya juga terbatas karena disiarkan lewat radio. Maka, jawaban yang beliau sampaikan kurang detail. 4.2. Analisis Media Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar Media dakwah adalah sarana atau alat yang digunakan seorang da’i dalam berdakwah. Banyak sekali varian media dakwah yang digunakan da i, antara lain lagu Islami (H.Roma Irama, Opik), wayang golek (ustadz cepot), dan lain sebagianya. Bervariannya metode yang digunakan para da’i sematamata hanya untuk memudahkan dakwah mereka diterima audien (mad u). Hal ini dilatar belakangi oleh biground keahlian yang dimiliki masing-masing da’i. KH. Noer Muhammad Iskandar yang lahir dari latar belakang keluarga besar yang handal dalam pengelolaan dan pengembangan yayasan pendidikan (baca;
pesantren)
menjadikan
semangat
(ghirah)
beliau
dalam
memperjuangkan pendidikan Islam sangat kuat. Terbukti pondok pesantren
83
Ash-Shiddiqiyah yang beliau dirikan hingga saat ini telah memiliki 9 cabang yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, yaitu: Ash-Shiddiqiyah Pusat berada di Kedoya, Ash-Shiddiqiyah II berada di Batu Ceper, Ash-Shiddiqiyah III berada di Karawang, Ash-Shiddiqiyah IV berada di Tangerang, AshShiddiqiyah V berada di Bogor, Ash-Shiddiqiyah VI berada di Jawa Barat, Ash-Shiddiqiyah VII & IX berada di Lampung, As-Shiddiqiyah VIII berada di Banyuasin. Semua itu tidak akan bisa terwujud tanpa keseriusan dan perhatian ekstra dari beliau dan adanya dukungan dari pihak-pihak yang ikut andil mengelola seperti halnya keluarga, pengurus, santri dan masyarakat. Sebagai seorang Kiai yang diteladani santri dan masyarakat KH. Noer Muhammad Iskandar sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran (as-shidiq) dan konsisten dalam berdakwah. Dengan sikap tersebut beliau sangat dipercaya dan disegani oleh masyarakat mulai dari lapisan bawah, menengah dan atas. Masyarakat menengah ke bawah bisanya diwujudkan dengan meneladani sikap-sikap kepercayaan, mejalankan fatwa-fatwa dan mengikuti pengajianpengajian beliau sedangkan dari masyarakat kelas atas selain diwujudkan dalam bentuk meneladani sikap beliau, mereka juga tidak segan mengulurkan bantuan atau dana guna keberlangsungan dan pengembangan pesantren ashShiddiqiyyah. Terbukti hingga saat ini banyak sekali donatur atau penyandang dana yang bergantian bahkan antri memberikan dana untuk pembangunan pesantren beliau. Untuk itu dengan bermodalkan sifat kejujuran dan konsisten beliau sangat dipercaya oleh para donatur. Dengan kata lain dengan sifat-sifat tersebut lobi beliau terhadap para donatur selalu berhasil.
84
Menurut pengamatan penulis KH. Noer Muhammad Iskandar dalam melaksanakan dakwahnya menggunakan media dakwah yaitu antara lain : 1. Lingkungan Keluarga a. Lingkungan Keluarga Di sini sosok KH. Noer di mata keluarga adalah seorang ayah yang menanamkan nilai-nilai keislaman seperti membiasakan shalat berjamaah, puasa sunah, sahalt malam, dan lain sebagainya kepada keluarga khususnya keluarga dan kerabat dekat beliau yang kelak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam lingkungan keluarga yang dibangun berdasarkan taqwa kepada Allah dan bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan kehidupan orang lain. Dampak pola pengajaran dan penanaman nilai-nilai keislaman yang beliau ajarkan tidak hanya terbatas pada keluarga beliau saja, akan tetapi juga beliau terapkan kepada keponakan-keponakan dan kerabat belaiau. Terbukti saat ini mereka diberi kepercayaan oleh kiai Noer untuk mengasuh cabangcabang pesantren ash-Shiddiqiyah, yaitu: Ash-Shidiqiyah Pusat berada di Kedoya diasuh ibu Nyai Hj. Noer Jazilah (Istri kiai Noer), AshShidiqiyah II berada di Batu Ceper diasuh putri beliau Hj. Noer Eka Fatimatuzzahra, Ash-Shiddiqiyah III berada di Karawang diasuh Gus Hasannuri Hidayatullah (keponakan kiai Noer), Ash-Shiddiqiyah IV berada di Tangerang diasuh KH. Munhadi, Ash-Shiddiqiyah V berada di Bogor diasuh Gus Dlofir, Ash-Shiddiqiyah VI berada di Jawa Barat diasuh KH. Sholahuddin, Ash-Shiddiqiyah VII & IX berada di
85
Lampung diasuh Gus Nafi’ dan Gus Mabrur, Ash-Shiddiqiyah VIII berada di Banyuasin diasuh Gus Anas. b. Lingkungan Pesantren Dalam pandangan KH. Noer santri dan para ustad-ustadah merupakan keluarga beliau. Untuk itu, beliau tidak segan makan bareng satu meja, kerja bakti bersih-bersih lingkungan pondok, dan megadakan pengajian bareng santri dan ustad-ustadah. Dalam setiap pengajian beliau senantiasa mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada mereka. Namun beliau juga sering kali menanamkan dalam diri santri bahwa lulusan pesantren tidak harus menjadi kiai atau da’i, akan tetapi bisa jadi alumni pesantren menjadi wirausaha dan membuka lapangan kerja. Untuk itu, beliau juga mengajarkan bagaimana berekonomi melalui
koperasi
pesantren
dan
keahlian-keahlian
lain
lewat
pendidikan formal, yaitu SMK yang ada dalam naungan AshShiddiqiyah. 2. Organisasi Islam Organisasi merupakan satuan kelompok bahkan antar kelompok orang-orang dan memiliki tujuan yang sama. Jadi kalau organisasi Islam sudah barang tentu segala gerak organisasi yang berazaskan Islam. Sedikit banyak organisasi ini bertujuan untuk menunjukkan ukhuwah islamiyah yang menunjukkan kebesaran Islam. Organisasi ini juga salah satu media yang digunakan Kiai Noer
dalam berdakwah. Di sini peran KH. Noer Muhammad Iskandar tidak
86
hanya sebagai individu saja yang ikut dalam organisasi akan tetapi beliau sekaligus menanamkan nilai-nilai dakwah kedalamnya. Beliau pernah diberi
kepercayaan
sebagai
ketua
Induk
Koperasi
Pesantren
(INKOPONTREN). Hal ini terbukti bahwa beliau juga mendirikan koperasi ditengah-tengah pesantrennya. Harapan beliau untuk mendidik anak-anak muda dan membangun motivasi mereka supaya lebih berkarya. Disamping itu juga menanamkan nilai kebersamaan dan kejujuran, mentalitas, dan membangun masyarakat secara realistis. Lahirnya INKOPONTREN bermula dari peringatan dan pelatihan tentang Managemen Koperasi Pondok Pesantren se- Jawa-Madura di Pondok Pesantren al-Mu’ayyad, Mangkuyuddan, Solo pada bulan Juli 1994. Dari forum tersebut lahirlah Deklarasi Mangkuyudan yakni kesepakatan untuk membentuk sebuah wadah silaturrahmi antar pengelola koperasi pondok pesantren (KOPONTREN). Adapun formatur tertunjuk untuk mengawali langkah besar ini adalah KH. Noer Muhammad Iskandar dari Ash-Shiddiqiyah, Drs. Winarto Soemarto Dirut BNI 1946, dan Drs. Soebiyakto Tjakrawerdaya Menteri Koperasi Dan Pembinaan Usaha Kecil. Beliau juga pernah menjadi Ketua Aliansi Damai Anti Penistaan Islam (ADAPI). (Http://id. Answers.yahoo.com/, tanggal 06 Desember 2010, pukul 14.30 WIB). Selain jabatan-jabatan diatas, hingga saat ini beliau merupakan wakil ketua Majlis Pertimbangan Syari’ah dan ketua umum Majlis Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia.
87
3. Hari Besar Islam (PHBI) Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, 1 Muharram, Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi Muhammad saw, Nuzulul Qur’an, itu semua merupakan peringatan hari besar Islam. Di mana hari-hari tersebut merupakan hari bersejarah bagi umat Islam yang patut kita telusuri sejarah-sejarah munculnya hari tersebut. Paling tidak mengadakan acara seperti pengajian, berdo’a bersama dan lain sebagainya. Peringatan hari-hari besar di atas dapat digunakan sebagai media dakwah. Karena hari-hari tersebut merupakan moment-moment yang tidak bisa telepas dari ingatan kita yang tepat untuk melaksanakan dakwah. Hal ini terlihat ketika akan memasuki idul adha dimana sehari sebelum hari raya yaitu malam Idul Adha KH. Noer mengadakan istighasah yaitu membaca do’a bersama-sama dengan para
santri ash-
Shiddiqiyah Batu Ceper. Di samping itu satu minggu sebelumnya para santri mengadakan lomba antar santri baik putra atau pun putri. Diantaranya lomba pidato, hapalan kitab Ta lim Muta alim, marawisan dan lain sebagainya. Hal ini merupakan semangat santri dalam menyambut datangnya hari besar idul adha. 4.
Media Auditif Alat-alat auditif adalah alat-alat yang hanya bisa di dengar. Dakwah
dengan
alat
ini
berarti
melaksanakan
dakwah
dengan
mengunakan alat-alat yang dapat didengar oleh mad u seperti radio, tape recorder dan lain-lain.
88
Untuk beramar ma ruf nahi mungkar dakwah dituntut untuk lebih bisa menyikapi perkembangan masyarakat saat ini. Jadi dalam penggunaan media yang selama ini dilakukan harus lebih berkembang dalam bentukbentuk yang lebih baik. Hingga saat ini media-media yang digunakan untuk berdakwah sudah merambah ke media elektronik, dengan memanfaatkan multi media sebagai media dakwah. Maka dakwah akan menjadi lebih luas dan melebar, sehingga dakwah menjadi evektif dan efisien. Sebagaimana pendapat Asmuni Syukir (1983; 33) bahwasanya dakwah
efektif
dan
efisien
adalah
dakwah
harus
berusaha
menyeimbangkan antara biaya, waktu, maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapain hasilnya, bahkan kalau bisa biaya, waktu dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Selain media-media di atas KH. Noer Muhammad Iskandar juga menggunakan media radio sebagai sarana dakwah beliau. Dakwah melalui radio beliau sampaikan di radio CBB (Cakti Budhi Bhakti) Kebun Jeruk yang terkenal dengan bandar dangdut Jakarta. Kiai Noer memiliki jadwal siaran yang unik yaitu subuh hari disaat orang-orang baru bangun pagi. Siaran ini beliau lakukan bertahun-tahun tanpa mengeluh karena sematamata didorong idialisme melakukan metode dakwah mengajak orang kepada mardhotillah. Jangkauan radio CBB yang hanya terbatas pada lingkup sekitar pesantren, yakni wilayah Kebun Jeruk, menjadikan pendengarnya pun juga
89
terbatas pada wilayah yang dapat dijangkau oleh signal radio tersebut. Meskipun demikian siaran beliau hinggá saat ini masih diminati oleh masyarakat karena materi yang beliau sampaikan mudah diterima dan dipahami. 5. Media Tulisan Buku, surat kabar dan majalah merupakan media dakwah yang bersifat tulisan. Media ini memiliki keunggulan yang lain dibanding dengan media massa lainnya. Keunggulan metode ini antara lain: a. Mudah di jangkau oleh masyarakat. b. Harganya relatif murah c. Bisa dibaca berulang kali Di samping kelebihan yang dimiliki, buku, surat kabar ataupun majalah juga memiliki kelemahan. Yaitu, media ini hanya bisa dinikmati oleh mereka yang bisa membaca. Selain itu, media ini juga relatif menghabiskan banyak uang dibandingkan dengan media massa lainnya. KH. Noer Muhammad Iskandar juga memanfaatkan media tulisan sebagai media dakwah beliau. Buku “Remaja dan Bahaya Infiltrasi Budaya Asing” menunjukkan di sela-sela kesibukan beliau yang sangat padat beliau masih menyempatkan diri untuk mengarang buku ini. Hal ini merupakan wujud kepedulian beliau khususnya terhadap masyarakat Tangerang dan umumnya masyarakat umum serta terhadap generasi muda di tengah-tengah zaman globalisasi yang identik dengan pergaulan bebas.
90
Buku
“Remaja
dan
Bahaya
Infiltrasi Budaya
Asing”
ini
didistribusikan oleh Penerbit Ash-Shiddiqiyah Press pada tahun 2007. Selain melalui penjualan dilingkungan pesantren-pesantren beliau, yakni melalui koperasi-koperasi pesantren, buku ini juga didistribusikan di luar pesantren, yakni di toko-toko buku wilayah Tangerang dan sekitarnya. 6. Media Lembaga Pendidikan KH.
Noer
Muhammad
Iskandar
dalam
berdakwah
juga
menggunakan media lembaga pendidikan, yaitu dengan mengabdikan diri di sekolahan. Di lembaga tersebut beliau mengajar mata pelajaran alQur’an dan Hadis. Adapun keterangan salah satu santri sekaligus murid beliau mengatakan, bahwa setiap kali KH. Noer hadir untuk mengajar banyak sekali murid yang berangkat. Hal ini menandakan bahwa apa yang KH. Noer ajarkan mendapat tanggapan yang baik di mata para murid. Bahkan mereka merasa rugi jika ketinggalan pelajaran dari beliau.
91
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan KH. Noer Muhammad Iskandar merupakan salah satu ulama (kiai) yang sangat berpengaruh di Tangerang. Sebagai seorang ulama yang telah mengalami transfomasi dua generasi yakni salaf dan modern, KH. Noer Muhamad Iskandar dalam berdakwah berupaya memadukan dua generasi tersebut sehingga menjadikan dakwah beliau lebih fleksibel dan mudah diterima oleh audien (mad'u). Dengan segudang kesibukan KH. Noer tiap hari menjadikan beliau sangat sulit ditemui oleh masyarakat kecuali pada saat agenda pengajianpengajian rutin yang ada di pesantren. Hal ini juga penulis rasakan ketika proses pencarian dan pengumpulan data tentang beliau. Untuk itu dalam proses pengumpulan data selain bersumber dari observasi peneliti terhadap KH. Noer, peneliti juga melakukan wawancara dengan orang-orang terdekat beliau seperti keluarga, pengurus pesantren, dan masyarakat sekitar. Dari hasil keterangan orang-orang terdekat beliau dapat disimpulkan, bahwa metode dan media dakwah yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar adalah sebagai berikut. Pertama metode ceramah, yaitu penyampaian materi dakwah melalui lisan seorang da'i terhadap audien (mad'u) agar isi materi dapat diterima dan dimengerti. Kedua metode keteladanan, yaitu dakwah dengan perbuatan nyata. Artinya seorang ulama (kiai) terlebih dahulu
92
memberikan tauladan (uswah) yang baik kepada masyarakat atau audien. Hal ini sejalan dengan ungkapan "lisanu al-hal afshohu min lisani al-maqal" (berdakwah dengan tindakan lebih baik daripada dengan ucapan). Ketiga metode bandongan, yaitu sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa arab (baca; kitab). KH. Noer Muhammad Iskandar selain menggunakan metode-metode di atas dalam bedakwah, beliau juga menggunakan media-media dakwah antara lain: media lingkungan keluarga, organisasi, peringatan hari besar Islam (PHBI). Selain itu beliau juga menggunakan media tulisan yaitu buku ”Remaja dan Bahaya Infiltrasi Budaya Asing”, dan media auditif yang berupa radio. Semuanya itu beliau gunakan dengan harapan dapat menunjang keberhasilan dakwahnya. 5.2. Saran- saran Kiai Noer Muhamad Iskandar adalah da’i sekaligus pendidik yang kredibilitasnya sudah tidak diragukan lagi dalam dunia dakwah. Alangkah baiknya jika dakwah beliau dijadikan sebagai masukan bagi para da’i khususnya da’i pemula dan calon da’i yang ingin memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang dakwah baik dalam metode, media maupun yang lainnya. Sosok kiai Noer yang merupakan panutan (uswah) keluarga, santri dan masyarakat Tangerang khususnya, maka akan lebih baik jika dakwahnya itu didokumentasikan baik dalam bentuk audio, audio visual, maupun tulisan. Karena dengan pendokumentasian ini dakwah beliau dapat dinikmati hingga
93
kapan pun. Di samping itu, hal ini juga sangat membantu bagi setiap orang yang membutuhkan data yang lengkap tentang dakwah beliau. 5.3. Penutup Segala puji bagi Allah SWT, dengan karunia-Nya telah dapat disusun tulisan yang jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Dengan mencurahkan segala usaha baik yang bersifat materi maupun non materi akhirnya dapat tersusun tulisan sederhana ini. Menyadari akan segala kekurangan dan kesalahan sebagai wujud dari keterbatasan wawasan penulis, terlebih lagi jika dilihat dari aspek metodologi maupun kaidah bahasanya. Kami menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari siapa pun selalu kami harapkan demi memajukan khazanah pengetahuan khususnya tentang metode dan media dakwah yang dapat menunjang keberhasilan dakwah. Akhir kata, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, dengan berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
94
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Dizkron, 1989. Metodologi Dakwah. Semarang: IAIN Walisongo Al-Aidan, Abdul Aziz. 2007. Tidak Ada Alasan Bagimu Meninggalkan Dakwah. Jakarta: Zikrul Hakim Arif, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press. Arifin, Zaenal. 2007. “Aktivitas Dakwah KH. Budiharjono (Analisis terhadap Materi dan Metode)”. Skripsi. Semarang: Perpustakaan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. t.d. Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media. Azwar, Saifudin. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Basit, Abdul. 2005. Wacana Dakwah Kontemporer. Purwokerto: Pustaka Pelajar Offset. Burhani. Tth. Kamus Ilmiah Populer Edisi Millenium. Jombang: Lintas Media Darmawan, Hendro. 2010. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Yogyakarta: Bintang Cemerlang. Departemen Agama (Depag). 1997. Tafsir al-Qur an. Jakarta. Faizah, Lalu Muchsin Effendi. 2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Rahmat Semesta. Furchan, Arief, dan Agus Maimun. 2005. Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hafiduddin, Didin. 1998. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani. Haikal, Muhammad Husain. 1982. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Pusat Dunia Pustaka. Cet. VII. Halimi, Safroddin. 2008. Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur an. Semarang: Walisongo Pers. Idris, Amin. 2003. Pergulatan Membangun Pondok Pesantren KH. Noer Muhammad Iskandar. Bekasi: PT Mencari Ridlo Gusti. J. Hawari, Abdul. 1997. Sang Jenius dari Banyuwangi. Tangerang: Talenta.
95
Kayo, Khatib Pahlawan. 2007. Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional Menuju Dakwah Profesional. Jakarta: AMZAH Kusmawan, Aep. 2004. Ilmu Dakwah (Kajian berbagai Aspek). Bandung: Bani Quraisy Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhadjir, Noeng, 2004. Metode Penelitian Kebijakan dan Evaluasion Riset. Yogyakarta: Rake Sarasin. Mulkhan, Abdul Munir. 1996. Ideologi Gerakan Dakwah (Episode Kehidupan M. Natsir & Azhar Basyir). Yogyakarta: Sipress. Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Munir, Muhammad. 2006. Manejmen Dakwah. Jakarta: Prenada Media. Muriah, Siti. 2000. Metodologi Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Pers. Rahmat, Jalaluddin, 1991. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rifa'i, Ahmad. 2007. “Aktivitas Dakwah KH. Sya’roni Ahmadi Kudus (Studi Metode dan Media Dakwah)”. Skripsi. Semarang: Perpustakaan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. Strauss, Anselm, Juliet Corbin. 2007. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar offset. Sukir, Asmuni. 1983. Dasar-dasar Strategi dalam Islam. Surabaya: al-Ikhlas. Sulton, Muhammad. 2003. Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suparta, Munzier dan Harjani Hefni. 2006. Metode Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta. Yafie, Ali. 1995. Sepuluh Tahun Ash-Shiddiqiyah Renungan dari Catatan Sebuah Perjalanan. Tangerang: Ash-Shiddiqiyah Yani, A. 2005. Bekal Menjadi Khatib dan Mubaligh. Jakarta: al-Qalam.
96
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: DWI ISMIYATI
Tempat/tanggal lahir : Semarang, 27 Juli 1986 Alamat
: Tambak Aji Rt. 04 Rw. 12 Ngaliyan, Semarang
Pendidikan
: Ø SD Tingkir Lor 02 Salatiga Ø MTs Tajul Ulum Brabo, Tanggung Harjo, Grobogan Ø MA Tajul Ulum Brabo, Tanggung Harjo, Grobogan Ø IAIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah (2005)