KUPUKUPU-KUPUKUPU DI DALAM PERUTKU Kumpulan cerita kala jatuh dan patah hati ©Dadan Erlangga, 2011 Penulis, Editor, Proofreader, Penata letak, Desain sampul: Dadan Erlangga Diterbitkan melalui: Nulisbuku http://www.nulisbuku.com ____________________________________________________________ Dadan Erlangga e-mail:
[email protected] facebook: Dadan Erlangga twitter: @daaduun blog: http://ininyadadun.wordpress.com
26
| Dadan Erlangga
Testimonial
Sejak awal mengenal sosoknya di kemudian.com, aku sudah menyukai tulisan Dadan Erlangga. Dan di dalam kumcernya yang kedua ini, “Kupukupu-Kupukupu di Dalam Perutku”, aku kembali merasakan nuansa yang lembut, dan tak bisa tidak larut dan terhanyut, seperti saat membaca kumcer pertamanya, “Lovaskeptika”. Ada beberapa cerita yang menggelitik pikiranku. Terutama tentang keadaan yang berbanding terbalik dengan pemikiran serta kenyataan. Yang jelas, lewat ke-16 kisahnya, kita akan dibawa ke dalam dunia tentang cinta. Menelusuri jejak aneka cinta dengan konflik yang beragam. Ada tawa, senyum, airmata, pelukan hangat, persahabatan, perselingkuhan, serta kasih sayang. Kesemuanya meluap secara wajar dan menawan. Kontemplatif dan inspiratif. Ringan namun dalam. Lembut namun menghanyutkan. Catz Link Tristan – penulis, ibu muda paling keren se-Pontianak Membaca “Kupukupu-Kupukupu di Dalam Perutku” memberikan saya gambaran: seandainya emosi dan perasaan manusia bisa hidup menjadi seseorang yang utuh, maka ia akan mengintip dari sela-sela rongga dada kita dan mengamati tingkah laku manusia di luar sana, lalu bermonolog menggunakan pikiran dan logikanya sendiri. Rivai Muhamad – penulis, pelukis, blogger
kupukupu-kupukupu di dalam perutku |
27
“Kupukupu-Kupukupu di Dalam Perutku” ini berhasil menghadirkan sensasi butterflies in the stomach buat saya. Jatuh cinta, patah hati, apa pun situasi yang dihadirkan penulis, saya seakan dapat merasakan “sesuatu” yang bergelenyar hangat di dalam—entah dada atau perut saya, atau mungkin di antaranya. Dan mungkin, “sesuatu” itulah yang penulis sebut sebagai “kupukupu”. Ke-16 cerita di dalam buku ini melukiskan cinta dalam berbagai wujudnya, dan tentu saja kesemuanya disajikan secara khas Dadan Erlangga banget. Kaya akan pilihan kata yang ajaib. Adit – PNS gaul sekaligus penikmat kata
28
| Dadan Erlangga
{1} etika saya sedang menatapimu dan tiba-tiba kamu balas menatap saya, sebuah ledakan terjadi di dalam dada. Mestinya, kamu tahu gejala itu adalah sebuah pertanda. Juga, ketika saya seolah-olah sedang melamun dan secara tak sengaja menepikan pandangan di dermaga wajahmu yang memesona. Kamu selalu di sana, dengan botol-botol dan gelas-gelas yang siap berbagi gairah. Dan saya selalu di sini, dengan segala keluh kesah. Menikmati temaram, musik-musik berirama pelan, minuman-minuman, dunia yang tenang, dan kamu yang duduk di belakang meja bar, rasanya mampu melarikan saya dari segala beban. Saya iri terhadap botol-botol dan gelas-gelas itu. Mereka tampak sedemikian dekat denganmu, sering kamu pegangi, bahkan kamu elus dan kamu lindungi. Setidaknya, mereka tahu seperti apa rasanya kulitmu yang mulus dan tubuhmu yang wangi. Sementara saya, di sini, hanya mampu menerka-nerka sendiri.
kupukupu-kupukupu di dalam perutku |
29
Oh, ya, tidakkah kamu ingin tahu kenapa saya selalu datang sendirian? Sendirian itu seperti sebuah rumah dengan pintu terbuka, yang mempersilakan siapa saja untuk datang, masuk, lalu duduk. Dan satu gelas minuman tidaklah cukup untuk menunggu sampai seseorang memenuhi semua itu. Sudah lebih dari lima kali saya datang ke mari, seorang diri. Hanya sekali kamu datang menghampiri. Saat itu, kamu tiba-tiba datang, memberi kejutan kecil untuk saya yang sedang menerawang. Entah hanya alasan atau apa, kedatanganmu hanya demi sepercik api dari pemantik milik saya—yang ajaibnya kamu tahu di mana saya mendapatkannya. Lantas, kita mendapatkan satu topik perbincangan tentang pemantik api dan asal negaranya itu, dan kamu mengaku pernah memilikinya satu, hadiah dari seseorang, dan kemudian hilang. Lalu, kamu sedikit membuka diri, mengungkap mimpi untuk pergi ke negara yang dimaksud dan menemui orang itu. Kamu berkaca-kaca dan tidak melanjutkan cerita, seakan baru menyadari seberapa jauh jarak di antara dua orang asing ini. Ya, kita bahkan belum resmi berkenalan. Tetapi, sepertinya kita pun sama-sama menyadari bahwa kita bukan penjunjung formalitas. Untuk sekadar mengetahui nama masing-masing saja, kita harus menunggu orang lain memanggil nama kita. Nea. Seseorang berseragam sama denganmu memanggil namamu. Dan saya selalu mengingat nama itu, kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun. Kamu tahu? Nama itu menjadi sangat spesial setelah menjadi milikmu. Padahal, sebelumnya nama itu pernah dimiliki seorang kenalan yang
30
| Dadan Erlangga
sangat menjengkelkan. Dan seandainya kamu tahu, beberapa benda di kamar dan di ruang kerja saya akhirnya memiliki nama panggilan yang sama denganmu, dengan beberapa variasinya. Laptop. Ponsel. Pulpen. Hingga ornamen-ornamen kecil di atas meja kerja saya. Lantas, apa yang akan kamu lakukan setelah mengetahui nama saya? Menamai salah satu botol dan gelas itu dengan nama saya? Atau, menyebut semua pelanggan kafe ini dengan nama saya? Ah, ya, itu terlalu konyol. Terlalu berlebihan. Lagipula, kamu tidak pernah tahu nama saya. Dan tidak pernah sedikit pun berusaha untuk menanyakannya. Hm, memang tidak penting. Dan untuk yang kesekian kalinya, saya patut merasa iri terhadap botol-botol minuman itu, yang tentu saja harus kamu ingat nama-namanya. Kesempatan itu tidak datang dua kali. Malam demi malam bergulir tanpa menyempatkan kedekatan itu lagi. Seolah saya harus membayar beribu kali lipat untuk sebuah peluang yang lebih berkualitas dari jatah ala kadarnya yang telah ditetapkan. Dan sialnya, jatah saya hanya duduk sambil berpura-pura tidak sedang memandangimu. Jatah itu permanen dan statis sekalipun sebotol Absolut sudah mencuci darah saya. Bahkan, seorang lelaki yang kerap menghampiri dan bermesraan denganmu pun hanya mampu memicu adrenalin saya sebatas gelegak cemburu. Dalam seminggu, dia datang pada waktu yang tak tentu, dengan frekuensi yang tak teratur. Sesial-sialnya waktu adalah saat kami datang bersamaan. Saya tak bisa membatalkan diri untuk tetap berada di sini, namun juga tak ingin menjadi saksi
kupukupu-kupukupu di dalam perutku |
31
kemesraan kalian berdua. Dan sayangnya, saya tidak bisa meluapkan kemarahan, kecuali dengan cara menenggelamkan diri semakin dalam di lautan alkohol dan mengamuk sendirian. Amukan yang mestinya bisa kamu tangkap sebagai pertanda. Saya akan bersikap lebih dingin dari biasanya. Tidak membalas senyumanmu ketika kamu mengantarkan minuman. Berpura-pura menerima telepon saat kamu bertanya apakah minumannya mau ditambah atau mau memesan yang lain. Bersikap lebih ramah kepada pelayan lain, kalau perlu memberi tip lebih besar agar mereka mau menemani saya. Sekali waktu, saya sampai bangkit dari kursi dengan membuat kegaduhan kecil, kemudian ke luar sambil membanting pintu. Tidakkah semua itu sudah cukup menjadi pertanda untukmu?
{2} Aku tidak tahu apakah ini hanya perasaanku saja atau— entahlah.... Selalu ada wajahmu di sana, dengan sorot mata yang seolah hanya aku satu-satunya pemandangan yang pantas kaulihat di sini. Kau tahu? Itu membuatku tak nyaman. Membuatku merasa diawasi. Mungkin kau paham, seperti apa rasanya dipandangi seseorang yang tidak kaukenal. Apakah ada yang salah dengan penampilanku? Apakah alisku tebal sebelah? Maskaraku meluber? Lipstikku belepotan? Blush onku berlebihan? Atau, dadaku kekecilan?
32
| Dadan Erlangga
Maka, aku berusaha mengalihkan perhatian dengan mengelap gelas-gelas dan botol-botol yang sudah lebih dari tiga kali kubersihkan dan rapikan, tepat sejak kau datang. Sambil diam-diam melihat refleksi pada minuman bening itu. Ah, tidak ada yang perlu kuperbaiki dari penampilanku ini. Bosku bilang, aku adalah perempuan tercantik kedua setelah istrinya. Setelah kupastikan bahwa kau tidak sedang memandangiku lagi, aku balas memandangimu diam-diam. Oh, semakin kuperhatikan, wajahmu terlihat sangat tampan. Terlebih, jika janggut dan kumismu mulai tumbuh dan lupa kaucukur. Ada warna hijau-biru di putih-merona-nya wajahmu. Dan kau terlihat lebih macho. Ah, tiba-tiba saja aku membayangkan rambut-rambut di wajahmu itu menyentuh kulitku. Geli. Ups. Sepertinya kau tahu aku sedang memandangimu. Aku nyaris menjatuhkan gelas dari genggamanku. Sudah lebih dari lima kali kau datang ke mari. Berpakaian semi formal dengan dua kancing teratas yang selalu kaubiarkan terlepas, memperlihatkan dadamu yang tidak terlalu bidang namun tetap enak dipandang. Saat pertama melihatmu, aku serasa deja vu. Tapi, kepalaku malah pusing mengingat-ingat. Dan tambah pusing memikirkan alasan kenapa kau selalu datang sendirian. Tidakkah kau mengajak seorang teman? Atau pacar? Atau, jangan-jangan kau seorang... homoseksual yang kesepian? Maaf. Tapi, tak mengapa jika akhirnya kau datang dengan seorang lelaki tampan dan kalian pamer kemesraan di hadapanku. Setidaknya, aku bisa mengakhiri rasa
kupukupu-kupukupu di dalam perutku |
33
penasaranku. Dan sekali lagi, maaf, jika aku terlalu sok tahu dan ingin tahu. Semoga pradugaku keliru. Yah, bagaimana aku tidak berpikir seperti itu, mengingat kau jarang menggubris pelayan-pelayan cantik yang berusaha menggodamu. . . . . . . . . . . . . . . . .
34
| Dadan Erlangga
Versi lengkap cerpen ini, bersama ke-15 cerpen menarik lainnya dapat dibaca dalam buku:
“KUPUKUPU-KUPUKUPU DI DALAM PERUTKU” kumpulan cerita kala jatuh dan patah hati
yang dapat dipesan melalui:
http://www.nulisbuku.com
terima kasih
kupukupu-kupukupu di dalam perutku |
35