perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perjanjian pada umumnya a. Definisi Perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Sumber perikatan yang lainnya adalah undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada akibat hukum dari hubungan hukum tersebut. Akibat perikatan yang lahir dari perjanjian dikehendaki oleh kedua belah pihak dan dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak. Akibat hukum perikatan yang lahir dari undang-undang ditentukan undang-undang, pihak yang terlibat dalam perikatan tersebut mungkin tidak menghendaki akibat hukumnya (Rosa Agustina, 2012: 4). Perikatan berarti kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 17). Pengertian perikatan tidak dirumuskan dalam undang-undang namun menurut ilmu pengetahuan, yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak dalam lapangan harta kekayaan dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lain berkewajiban berprestasi (Mariam Darus Badrulzaman, 2006 :1). Pengertian perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang mengatur bahwa Perjanjian adalah suatu Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya. Namun, menurut Abdulkadir Muhammad, pengertian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata lingkup perjanjian terlalu luas, mencakup juga perjanjian perkawinan dalam hukum keluarga mengingat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya hanya melingkupi perjanjian kebendaan (Abdulkadir Muhamad, 2010: 289). Abdulkadir Muhammad merumuskan definisi perjanjian dalam arti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
sempit yaitu perjanjian adalah persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan di bidang harta kekayaan (Abdulkadir Muhamad, 2010: 290). Dalam definisi perjanjian secara sempit tersebut memuat unsur-unsur sebagai berikut (Abdulkadir Muhamad, 2010: 290): 1) Subyek perjanjian, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian. Para pihak merupakan subyek hukum dalam perjanjian yang terdiri dari debitor dan kreditor. Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Menurut Suroso (1993: 223) subyek hukum adalah Sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak (rechtsbevoedgheid) dan merupakan sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban. 2) Persetujuan tetap yaitu kesepakatan final antara pihak-pihak 3) Obyek perjanjian, yaitu benda tertentu sebagai prestasi. Prestasi merupakan segala sesuatu yang menjadi hak kreditor dan merupakan kewajiban bagi debitor. Prestasi terdiri dari (Salim HS, 2013: 152): (1) memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu; (2) dapat ditentukan; (3) prestasi itu mungkin dan dapat diperkenankan; dan (4) prestasi dapat terdiri dari satu perbuatan saja dan terus menerus. 4) Tujuan perjanjian, yaitu hak kebendaan yang akan diperoleh pihakpihak 5) Bentuk perjanjian, yaitu dapat secara lisan atau tertulis 6) Syarat-syarat perjanjian yaitu isi perjanjian yang wajib dipenuhi para pihak . Unsur ini juga dihubungkan pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya perjanjian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
b. Asas-Asas Perjanjian Asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat (Satjipto Rahardjo, 2000: 45). Asas hukum perjanjian dapat ditemukan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang mengatur bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hukum Perjanjian tak dapat terlepas dari adanya asas-asas yang menjadi dasar tercapainya tujuan. Terdapat 5 Asas dalam hukum perjanjian, yaitu ( Salim. H.S. 2008: 9-12): 1) Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, dan menentukan bentuk perjanjian. 2) Asas Konsesualisme Asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur bahwa salah satu syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Dalam asas ini, perjanjian tidak harus diadakan secara formal, cukup adanya kesepakatan para pihak. Perjanjian formal berarti perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis dengan akta autentik atau di bawah tangan. 3) Asas Pacta Sunt Servanda Asas Pacta Sunt Servanda atau sering disebut juga asas kepastian hukum berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatur bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
4) Asas Itikad Baik (Goede Trouw) Asas Itikad baik diatur dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata bahwa Perjanjian
harus
dilaksanakan
dengan
itikad baik.
Berdasarkan asas ini maka para pihak harus melaksanakan isi perjanjian dengan keyakinan teguh dan kemauan baik. Terdapat dua macam itikad baik yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Itikad baik nisbi yaitu itikad baik yang penilaiannnya dari sikap dan tingkah laku subyek yang nyata. Sedangkan, itikad baik mutlak adalah itikad baik yang penilaiannnya berdasarkan akal sehat dan keadilan terdapat ukuran objektif untuk menilai keadaan berdasarkan norma yang berlaku tanpa memihak siapapun. 5) Asas kepribadian (Personalitas) Pengaturan asas ini terdapat dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang mengatur
bahwa
pada
umumnya
seseorang
tidak
dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Asas kepribadian menentukan bahwa seseorang yang akan membuat suatu perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata diatur pula bahwa perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya, namun terdapat pengecualian yang diatur Pasal 1317 KUHPerdata bahwa dapat pula diadakan perjanjian untuk pihak ketiga apabila perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada oranglain menyaratkan hal itu. Lingkup kepentingan pihak ketiga diatur pada Pasal 1318 KUHPerdata yaitu: a) diri sendiri, b) ahli warisnya, dan c) orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Asas hukum perjanjian kini semakin berkembang dengan adanya argumentasi hukum mengenai asas proporsionalitas oleh Agus Yudha Hernoko. Asas proporsionalitas adalah suatu asas yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
melandasi pertukaran hak atau kewajiban sesuai proporsi atau bagiannya pada seluruh proses perjanjian, baik pra-perjannjian, pembentukan perjanjian maupun pelaksanaan perjanjian (Agus Yudha Hernoko, 2011: 87). Kedudukan asas proporsionalitas adalah mandiri dan sejajar dengan asas-asas hukum perjanjian yang lain. Asas proporsionalitas merupakan bentuk sistem check and ballance dalam pelaksanaan keempat asas perjanjian (Agus Yudha Hernoko, 2011: 144). c. Jenis-jenis perjanjian Jenis- Jenis Perjanjian menurut Djaja S. Meliala (2014: 168170) dapat dibedakan menjadi 10 (sepuluh) jenis, yaitu: 1) Perjanjian sepihak dan timbal balik Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada salah satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain hanya mempunyai suatu hak saja, contohnya hibah dan perjanjian pemberian kuasa. Sedangkan, perjanjian timbal balik atau perjanjian bilateral adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak, seperti pada perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa. 2) Perjanjian bernama dan tidak bernama Perjanjian bernama adalah perjannjian yang mempunyai nama dan diatur dalam KUHPerdata, misalnya perjanjian jual-beli, perjanjian sewa menyewa, dll. Sedangkan, perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata. 3) Perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang hanya atau baru meletakkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak dan belum memindahkan hak milik. Untuk memindahkan hak milik diperlukan perjanjian kebendaan yaitu levering atau penyerahan benda. 4) Perjanjian konsensual dan riil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena adanya kata sepakat para pihak, namun belum ada penyerahan barang. Sedangkan, dalam perjanjian riil, kata sepakat para pihak bersamaan dengan penyerahan barang atau levering. 5) Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang menyatakan bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain tanpa menerima imbalan atau secara cuma-cuma, contohnya hibah. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian sepihak, namun dalam hal tertentu dapat timbul kewajiban-kewajiban pada pihak lain, sehingga menjadi perjanjian atas beban yaitu perjanjian timbal balik yang tidak sempurna seperti pada perjanjian pemberian kuasa kepada seorang pengacara. 6) Perjanjian Formil Perjanjian formil adalah perjanjian yang harus dibuat secara tertulis, jika tidak maka perjanjian ini menjadi batal. Contohnya adalah perjanjian perdamaian (Pasal 1851 KUHPerdata). 7) Perjanjian Campuran (contractus sui generis) Perjanjian campuran merupakan suatu perjanjian yang di dalamnya terdapat unsur-unsur dari beberapa perjanjian bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa, sehingga dapat dipisah-pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri. contohnya perjanjian pemilik hotel dengan tamu. Di dalam perjanjian yang demikian terdapat unsur perjanjian sewa menyewa (sewa kamar), perjanjian jual beli (jual beli makanan atau minuman), atau perjanjian melakukan jasa (pemesanan tiket, pemakaian telepo, dll.). Pasal 1601 C KUHPerdata merupakan satu-satunya pasal yang memuat ketentuan tentang perjanjian campuran. Dalam Pasal 1601 C mengatur bahwa dalam perjanjian campuran, unsur-unsur setiap jenis perjanjian harus diterapkan (Surjodiningrat, 1982: 12). 8) Perjanjian Penanggungan (Borgtocht)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Penanggungan adalah suatu perjanjian dimana pihak ketiga mengikatkan dirinya demi kepentingan kreditor untuk memenuhi perikatan debitur apabila debitur tidak memenuhi perikatannya. 9) Perjanjian standar atau baku (standard contract) Perjanjian standar bentuknya tertulis berupa formulir yang isinya distandarisasi dahulu sepihak oleh produsen, serta bersifat masal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki oleh konsumen.
Perjanjian
ini
umumnya
menggunakan
klausul
eksonerasi, artinya membatasi atau membebankan tanggung jawab salah satu pihak, yaitu kreditor (Djaja S. Meliala, 2014: 170). Menurut Sutan Remy Sjahdeini (1993: 66), perjanjian baku ialah perjanjian
yang
hampir
seluruh
klausul-klausulnya
sudah
dibakukan oleh salah satu pihak dan pihak lain tidak mempunyai peluang untuk merundingkannya, dengan kata lain bukan hanya perjanjian dengan formulir yang dibakukan. Keabsahan perjanjian baku (standart contract), terdapat perbedaan pendapat antara ahli hukum. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang isinya dibuat oleh salah satu pihak saja, pihak lain hanya dapat memutuskan menerima atau menolaknya (take it or leave it). Perbedaan pendapat para ahli hukum diantaranya (Suharnoko, 2014: 126-127): a) Sluijter Perjanjian
baku
bukanlah
perjanjian,
sebab
kedudukan
pengusaha adalah seperti pembentuk undang-undang. b) Pitlo Perjanjian Baku adalah Perjanjian Paksa. c) Stein Perjanjian baku dapat diterima sebagai fiksi adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian. d) Asser Rutten
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab terhadap isinya. Tanda tangan pada formulir perjanjian baku membangkitkan kepercayaan bahwa yang menandatangani mengetahui dan menghendaki isi formulir perjanjian. Menurut pendapat Suharnoko, Persoalan yang lebih mendasar adalah karena perjanjian baku isinya dibuat secara sepihak, maka perjanjian tersebut cenderung mencantumkan hak dan kewajiban yang tidak seimbang. Seperti adanya klausula eksonerasi yang mengalihkan tanggung jawab dari satu pihak ke pihak lainnya (Suharnoko, 2014: 127). 10) Perjanjian Garansi (Pasal 1316 KUHPerdata) dan Derden beding (Pasal 1317 KUHPerdata) Perjanjian Garansi adalah perjanjian yang menyatakan bahwa pihak pertama berjanji pada pihak kedua bahwa pihak ketiga akan memenuhi kewajibannya. Sedangkan Derden beding atau janji untuk seorang pihak ketiga, ini adalah pengecualian dari asas-asas yang menentukan bahwa perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu (Pasal 1315 KUHPerdata jo. Pasal 1340 KUHPerdata). Contoh perjanjian untuk pihak ketiga ini misalnya pihak A menjual mobil kepada B dengan perjanjian bahwa selama satu bulan akan dipakai dahulu oleh C, contoh lain yaitu, A memberi modal pada B untuk berdagang, dengan perjanjian membiayai kuliah C (Subekti, 1979: 30). d. Syarat Sah Perjanjian Suatu Perjanjian dapat dikatakan sah apabila memenuhi syaratsyarat yang telah diatur undang-undang. Syarat dan ketentuan sah nya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu 1) Kesepakatan Syarat Pertama yaitu kesepakatan, terdapat 2 pihak yang mengadakan persetujuan kehendak (ijab kabul) antara pihak pertama dengan pihak kedua. Kedua pihak menyatakan kehendak bebas, tidak ada paksaan, penipuan, kekhilafan satu sama lain (Abdulkadir Muhamad, 2010: 299). Kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak oleh para pihak yang mengadakan perjanjian atau pernyataaan kehendak yang disetujui antar pihak. Unsur kesepakatan yaitu offerte atau penawaran dan acceptasi atau penerimaan (Mariam Darus Badrulzaman, 2006: 98). Kesepakatan sangat penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Terdapat beberapa teori terjadinya perjanjian apabila para pihak melakukan kesepakatan melalui surat-menyurat, yaitu (J. Satrio, 1992: 180): a) Teori Pernyataan (Uitingstheorie) Menurut teori pernyataan, perjanjian lahir pada saat telah ditulis surat jawaban penerimaan. b) Teori Pengiriman (Verzendingstheorie) Menurut teori pengiriman, perjanjian lahir pada saat surat jawaban penerimaan telah dikirimkan. c) Teori pengetahuan (Veremingstheorie) Menurut teori pengetahuan, perjanjian lahir bukan saat penawaran dan penerimaan dinyatakan, namun setelah kedua belah pihak mengetahui pernyataan masing masing. d) Teori Penerimaan (Ontvangstheorie) Menurut teori penerimaan, lahirnya perjanjian adalah saat diterimanya surat jawaban, tidak peduli apakah surat tersebut sudah dibaca atau belum. Teori penerimaan ini adalah teori yang banyak dianut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Pernyataan
dan
kehendak
para
pihak
dapat
terjadi
ketidaksesuaian antar keduanya, misalnya seorang bermaksud
menulis atau sarana komunikasi salah menyampaikan kehendak. Ada tiga teori yang menjawab antara ketidaksesuaian antara kehendak dan pernyataan, yaitu (Djaja S. Meliala, 2014: 172): a) Teori Kehendak (Wilstheorie) Menurut teori kehendak, yang menentukan terjadinya perjanjian adalah kehendak para pihak. Suatu perjanjian yang didasarkan oleh kehendak yang tidak benar adalah tidak benar dan tidak sah. b) Teori Pernyataan (Verklaringstheorie) Menurut
teori
pernyataan,
yang
menentukan
terjadinya
perjanjian adalah pernyataan, apabila terjadi perbedaan antara pernyataan dan kehendak maka perjanjian tetap terjadi. c) Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie) Teori kepercayaan merupakan perbaikan dari teori kehendak dan teori pernyataan. Menurut teori ini, yang menjadi ukuran adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat dipercaya. Teori ini merupakan teori yang banyak dianut masyarakat. 2) Kecakapan Syarat Kedua adalah kecakapan bertindak, yaitu kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (Salim, 2008: 33-34). Semua orang cakap untuk melakukan perbuatan hukum kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dianggap tidak cakap, yaitu (Soeroso, 2011: 12): a) anak di bawah umur Orang-orang yang belum dianggap dewasa adalah mereka yang belum berusia genap adalah 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
telah kawin (Pasal 330 KUHPerdata). Orang yang belum di bawah 21 tahun namun sudah atau pernah kawin dianggap dewasa (Soeroso, 2011: 12). b) orang yang berada di bawah pengampuan. c) istri
(Pasal
1330
KUHPerdata).
Namun,
dalam
perkembangannya, istri dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang telah diatur Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. SEMA nomor 3 Tahun 1963. 3) Obyek tertentu Syarat ketiga adalah pokok persoalan tertentu atau obyek tertentu. Obyek dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud, benda bergerak maupun benda tetap (Abdulkadir Muhamad, 2010: 302). Obyek tertentu menjadi suatu prestasi yang harus dipenuhi dalam perjanjian. 4) Sebab yang tidak terlarang Syarat keempat yaitu suatu sebab yang tidak terlarang, isi perjanjian serta tujuan yang hendak dicapai tidak boleh melanggar ketentuan undang-undang, kesusilaan masyarakat, serta ketertiban umum (Abdulkadir Muhamad, 2010: 303). Kedua syarat yang pertama disebut syarat subyektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subyek perjanjian atau para pihak, yaitu sepakat dan cakap. Kedua syarat yang terakhir disebut syarat obyektif, karena mengenai obyek dari perjanjian (Mariam Darus Badrulzaman, 2001: 73). Syarat subjektif apabila belum terpenuhi maka mempunyai akibat hukum dapat dibatalkan. Cacatnya pemenuhan syarat subyektif dapat disebabkan karena kekhilafan seperti eror in persona, paksaan, penipuan dan karena tidak cakap melakukan perbuatan hukum yang diatur dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Perjanjian yang telah memenuhi empat syarat diatas dapat dikatakan sah, dan mempunyai akibat hukum. Akibat hukum perjanjian diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata -undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus Dari Pengaturan tersebut terdapat 3 hal pokok akibat hukum perjanjian dinyatakan sah, yaitu: 1) berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, 2) tidak dapat ditarik kembali atau dilakukan pembatalan maupun perubahan kecuali kesepakatan para pihak, dan 3) harus dilaksanakan dengan itikad baik. e. Unsur-Unsur Perjanjian Perjanjian
memiliki
unsur-unsur,
diantaranya
yaitu
unsur
asensialia, unsur naturalia, dan unsur aksidentalia, yang akan diuraikan sebagai berikut (Suharnoko, 2011: 16-17): 1) Unsur Esensialia Unsur esensialia adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian, tanpa adanya unsur ini maka tidak ada perjanjian. Contohnya dalam perjanjian jual beli harus terdapat kesepakatan tentang barang atau obyek dan harga, tanpa adanya hal tersebut maka perjanjian batal demi hukum, karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan. 2) Unsur Naturalia Unsur Naturalia adalah unsur yang telah diatur dalam undangundang, sehingga apabila belum dimuat oleh para pihak dalam perjanjian maka undang-undanglah yang mengaturnya. Unsur ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam perjanjian. Contohnya jika dalam perjanjian tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, otomatis berlaku ketentuan dalam Kitab Undang-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
undang Hukum Perdata bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi. 3) Unsur Aksidentalia Unsur aksidentalia adalah unsur yang ada atau mengikat para pihak apabila para pihak telah telah memperjanjikannya. Contohnya dalam perjanjian jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda 2 (dua) persen per bulan keterlambatan dan apabila debitur lalai membayar selama 3 (tiga) bulan berturut-turut maka barang dapat ditarik kembali tanpa melalui pengadilan. Hal tersebut bukanlah unsur esensialia, namun telah diperjanjikan atau telah dimuat sebagai klausul dalam perjanjian para pihak, maka harus dipatuhi oleh para pihak. f. Wanprestasi Perikatan yang bersumber dari perjanjian sangat mungkin terjadi wanprestasi (prestasi buruk) yang berarti cidera janji, ingkar janji atau dapat dikatakan debitur tidak beprestasi/ tidak melaksanakan kewajibannya (Handri Rahardjo, 2009: 75). Tidak dipenuhinya suatu prestasi dapat dikarenakan suatu kesalahan debitur secara sengaja ataupun lalai, selain itu juga dapat dikarenakan adanya keadaan memaksa (force majeur) diluar kekuasaan debitor, jadi debitor tidak bersalah (Abdulkadir Muhammad, 2010: 241). Terdapat 4 macam bentuk wanprestasi yaitu (Handri Raharjo, 2009: 80): 1) tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi tapi tidak bermanfaat lagi atau tidak dapat diperbaiki; 2) terlambat memenuhi prestasi; 3) memenuhi prestasi secara tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya; dan/ atau 4) melakukan sesuatu namun menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Debitur baik secara sengaja ataupun karena kelalaian dianggap telah melakukan wanprestasi apabila telah melampaui tenggang waktu pelaksanaan yang telah diatur dalam perjanjian. Walaupun telah melampaui waktu yang telah ditentukan, masih memerlukan adanya teguran (somasi) baru dapat dikatakan debitur wanprestasi. Apabila tenggang waktu pelaksanaan prestasi tidak ditentukan debitur perlu diperingatkan atau ditegur dahulu dengan secara pribadi baik lisan maupun tertulis (Djaja S. Meliala, 2014: 170). Akibat hukum apabila debitur melakukan wanprestasi, yaitu (Djaja S. Meliala, 2014: 178): 1) Debitur diharuskan membayar ganti rugi. Pasal 1243 KUHPerdata mengatur bahwa ganti rugi terdiri dari biaya, kerugian, dan bunga. Dalam Pasal 1246 KUHPerdata diatur bahwa ganti rugi merupakan kerugian yang senyata-nyatanya diderita dan bunga atau keuntungan yang diharapkan. Kerugian harus disebabkan oleh akibat langsung dari wanprestasi.
yaitu teori conditio sine qua non dan teori adequante veroorzaking. Teori conditio sine qua non menyatakan bahwa setiap peristiwa adalah penting dan menyebabkan terjadinya akibat. Teori ini selalu luas sehingga sulit dipakai untuk menentukan akibat (Djaja S. Meliala, 2014: 179). Teori adequante veroorzaking menyatakan bahwa akibat langsung ialah akibat yang menurut pengalaman manusia yang normal dapat diharapkan atau dapat diduga terjadi. Dalam perjanjian, debitur berdasarkan pengalaman yang normal dapat menduga bahwa dengan adanya wanprestasi itu akan timbul kerugian bagi pihak kreditor (Abdulkadir Muhammad, 1982, 42). 2) Kreditor dapat minta pembatalan perjanjian melalui Pengadilan (Pasal 1266 KUHPerdata).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
3) Kreditor dapat minta pemenuhan perjanjian atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi (Pasal 1267 KUHPerdata). Seorang debitur yang telah dituduh atau dinyatakan dalam keadaan wanprestasi dapat melakukan pembelaan dengan cara: 1) mengajukan adanya keadaan memaksa (overmacht). 2) mengajukan bahwa kreditor sendiri sebelumnya telah lalai (exceptio non adimpleti contractus). 3) mengajukan pembelaan bahwa kreditor telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (rechtverwerking). g. Hapusnya Perjanjian Hapusnya perjanjian harus dibedakan dengan hapusnya perikatan, karena hapus perikatannya belum tentu perjanjiannya juga hapus. Pada perjanjian jual beli misalnya, dengan dibayarnya harba barang maka perikatan hapus, namun perjanjiannya belum, karena belum ada penyerahan. Contoh lain pada perjanjian sewa-menyewa, walaupun perjanjian sudah berakhir namun perikatan masih ada karena belum dilakukan pembayaran (Djaja S. Meliala, 2014: 185). Perjanjian dapat hapus karena (Wirjono Prodjodikoro, 2000: 37): 1) para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu tertentu; 2) undang-undang menentukan batas
waktu
berlakunya suatu
perjanjian (Pasal 1160 ayat (3) KUHPerdata); 3) salah satu pihak meninggal dunia, misalnya dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1813 KUHPerdata), Perjanjian Perburuhan (Pasal 1603 huruf j KUHPerdata), dan perjanjian perseroan atau persekutuan perdata (Pasal 1646 ayat (4) KUHPerdata); 4) salah satu pihak atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan perjanjian, misalnya dalam perjanjian kerja atau perjanjian sewamenyewa; 5) karena putusan hakim;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
6) karena tujuan perjanjian telah tercapai; misalnya dalam perjanjian pemborongan; 7) dengan persetujuan para pihak. 2. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum Hukum di dalam masyarakat salah satunya bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan agar tidak bertubrukan dengan cara
membatasi
dan
melindungi
kepentingan
tersebut.
Hukum
melindungi kepentingan seseorang dengan memberikan kekuasaan tertentu untuk bertindak kepentingannya, kekuasaan tersebut disebut hak (Satjipto Rahardjo, 2000: 53). Kepentingan bukan hanya dilindungi dengan adanya hak, namun juga terdapat pengakuan hak pada pihakpihak yang terikat hubungan kewajiban, yang sering disebut vinculum yuris. Menurut Paton, hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan kepentingan, tetapi juga mencakup kehendak (Satjipto Rahardjo, 2000: 54). Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
ayat (1 pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman, dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya (Philipus M. Hadjon, 1987: 25). Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu (Philipus M. Hadjon, 1987: 3): a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Pada perlindungan hukum preventif subyek hukum mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum ada suatu keputusan pemerintah. Tujuan perlindungan preventif adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat berarti bagi pengambilan keputusan oleh pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak, karena pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Namun, di indonesia belum ada pengaturan khusus yang secara tegas mengetur mengenai perlindungan hukum preventif ini. b. Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang mengarah pada pembatasan-pembatasan hak dan adanya kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan erat kaitannya dengan tujuan suatu negara hukum. 3. Tinjauan tentang Perjanjian Sewa Menyewa a. Definisi Perjanjian sewa-menyewa Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengaturan Perjanjian sewa menyewa terdapat dalam bab VII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1548 memberikan definisi Sewa-menyewa, ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya. Definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat suatu perikatan dalam perjanjian sewa menyewa, memberikan suatu obyek berupa kenikmatan dari suatu barang pada pihak lain, jangka waktu tertentu, dan dengan timbal balik prestasi berupa pembayaran harga. b. Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian sewa menyewa terdapat suatu kewajiban yang harus dipenuhi kedua bela pihak. Pihak yang menyewakan diwajibkan (Subekti, 2014: 42) : 1) Menyerahkan barang yang disewakan itu kepada penyewa. 2) Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud. 3) Memberikan penyewa kenikmatan yang tenteram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan. 4) Ia juga diwajibkan selama waktu sewa, menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan pada barang yang disewakan yang perlu dilakukan, terkecuali pembetulan-pembetulan kecil yang menjadi kewajiban penyewa. Penyewa juga memiliki suatu kewajiban utama dalam perjanjian, yaitu (Subekti, 2014: 43): 1) Memakai barang yang disewa sebagai seorang "bapak rumah yang -akan itu barang kepunyaannya sendiri, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya. 2) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan. 3) Penyewa harus menggunakan barang yang disewa sesuai dengan fungsi atau peruntukkannya. Seperti, penyewa rumah harus menggunakan untuk rumah tinggal, tidak boleh digunakan untuk penggunaan lain seperti kantor, gudang, dsb. 4) Penyewa melepaskan
tidak
diperkenankan
sewanya
kepada
commit to user
mengulang pihak
lain,
sewakan kecuali
atau sudah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
diperjanjikan sebelumnya dengan pemilik barang (Subekti, 2014: 46). c. Risiko dan Akibat Hukum Pelaksanaan Perjanjian sewa menyewa tentu tak dapat dihindarkan dari adaya risiko. Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa obyek perjanjian. Pengaturan tentang risiko perjanjian sewa-menyewa diatur dalam Pasal 1553 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa apabila barang yang disewa musnah karena suatu peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak maka perjanjian gugur demi hukum (Subekti, 2014: 44). Penyewa menikmati barang yang telah disewa selama jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian sewamenyewa. Namun apabila pada jangka waktu tersebut terjadi suatu gangguan dari pihak ketiga maka penyewa dapat meminta pihak yang telah menyewakan untuk mengurangi uang sewa sepadan dengan sifat gangguan. Apabila penyewa digugat oleh pihak ketiga, maka penyewa dapat menarik pihak yang menyewakan ditarik sebagai pihak dalam perkara tersebut untuk melindungi penyewa (Subekti, 2014: 45). Barang yang disewakan tetap dapat menjadi obyek perjanjian yang lain, seperti dalam perjanjian jual-beli. Hal ini diatur dalam Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa dengan dijualnya barang yang disewa, suatu perjanjian sewa-menyewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan, kecuali diperjanjikan sebelumnya. Hal ini merupakan perlindungan penyewa terhadap pemilik yang baru (Subekti, 2014: 48). Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian konsensual, namun terdapat perbedaan antara akibat hukum perjanjian sewamenyewa yang dilakukan secara tertulis dengan perjanjian sewamenyewa yang dilakukan secara lisan. Perjanjian sewa menyewa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
secara tertulis berakhir apabila jangka waktu yang ditentukan berakhir (Subekti, 2014: 47). Perjanjian tidak tertulis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara para pihak yang berisi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang membuatnya, perjanjian tidak tertulis hanya membutuhkan kata sepakat antara para pihak dalam perjanjian (Dita Kartika Putri, 2013: 1). Akibat Hukum Perjanjian sewa-menyewa secara lisan, tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan apabila pihak yang menyewakan memberikan pemberitahuan bahwa penyewa harus menghentikan sewanya. Jika tidak ada pemberitahuan maka dianggap sewa-menyewa diperpanjang untuk jangka waktu yang sama (Subekti, 2014: 47). 4. Tinjauan tentang Asrama Mahasiswa Asrama Mahasiswa merupakan fasilitas yang diberikan oleh universitas dengan tujuan memberikan kemudahan bagi mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Asrama dirancang dengan fasilitas hunian yang lengkap dan nyaman bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa bisa menggunakan tempat ini dengan biaya terjangkau sehingga membantu meringankan beban mahasiswa dalam hal pemenuhan kebutuhan tempat tinggal sementara (http://uns.ac.id/ ). Universitas yang memiliki asrama mahasiswa, diantaranya : Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Surabaya, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran. Bukan hanya universitas negeri Universitas swasta yang memiliki asrama, diantaranya: Universitas Atmajaya, Univesitas Presiden, Universitas Muhammadiyah Malang. a. Perbedaan Asrama Dengan Rumah Kos Dan Penginapan Asrama mahasiswa berbeda dengan penginapan, asrama merupakan salah satu contoh pemondokan. Pasal 1 angka 6 Perda kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pemondokan mengatur pengertian pemondokan adalah rumah atau kamar yang disediakan untuk tempat tinggal dan/atau menginap dalam waktu tertentu bagi orang pribadi atau badan meliputi rumah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
penginapan dan rumah kos. Pasal 1 angka 7 Perda kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2014 mengatur pengertian rumah penginapan adalah rumah atau kamar yang disediakan untuk tempat tinggal yang dipungut sejumlah pembayaran untuk jangka waktu kurang dari 1 (satu) bulan. Perbedaan antara penginapan dan pemondokan adalah dari jangka waktu sewa. Kos sebenarnya adalah turunan dari frasa bahasa Belanda In de kost. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya terdapat istilah indekos yang berarti tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dengan membayar setiap bulan), memondok (KBBI Web). Definisi "In de kost" sebenarnya adalah "makan di dalam" dapat pula berarti "tinggal dan ikut makan" di dalam rumah tempat menumpang tinggal. Pada zaman penjajahan, orang Belanda dan Eropa dipandang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dimata penduduk pribumi sehingga ingin anak mereka dapat bersikap seperti orang-orang Belanda. Oleh karena itu, dengan membayar sejumlah uang, anaknya diperbolehkan untuk tinggal di rumah orang Belanda dan menjadi anak angkat oleh keluarga Belanda tersebut sehingga dapat bersekolah dan belajar menyesuaikan diri dengan gaya hidup keluarga tempat ia menumpang (http://id.wikipedia.org/). Pasal 1 angka 8 Perda kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2014 mengatur pengertian rumah kos adalah rumah atau kamar yang disediakan untuk tempat tinggal yang dapat dipungut sejumlah pembayaran untuk jangka waktu paling sedikit 1 (satu) bulan. Rumah kos merupakan rumah kedua bagi mahasiswa yang melaksanakan aktivitas kuliah (Supariarta, 2012: 10). Kos menjadi tempat tinggal sementara bagi pelajar atau mahasiswa. Kata sementara berarti terdapat jangka waktu penguasaan, namun penguasaan ini dapat diperpanjang sampai dianggap tidak diperlukan lagi. Hal ini menunjukkan segi fleksibilitas penguasaan yang dapat diperpanjang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
ataupun diperpendek sesuai dengan kebutuhan (Sudargo Gautama, 1984: 31-32). Perbedaan kos dengan Asrama Mahasiswa yaitu dari status kepemilikan dan pengelolaannya. Bangunan Kos umumnya dimiliki dan dikelola pula oleh orang-perseorangan, sedangkan asrama mahasiswa dikelola oleh institusi perguruan tinggi. Tinggal di asrama ataupun kos mahasiswa sama-sama bisa berinteraksi dengan mahasiswa dari latar belakang berlainan, yang tinggal di kamar lain di tempat yang sama, namun mahasiswa yang ingin tinggal sementara di asrama harus menerima konsekuensi mematuhi peraturan yang ketat, seperti batas jam malam. Sedangkan, apabila memilih tinggal di kamar kos bisa memilih kos mana yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa sendiri seperti luas kamar, fasilitas yang tersedia, juga seberapa strategis lokasinya (http://news.unpad.ac.id/ ). b. Perbedaan Asrama mahasiswa dengan boarding school Asrama Mahasiswa memiliki perbedaan dengan konsep asrama di sekolah berasrama (boarding school). Boarding School merupakan sekolah yang menerapkan konsep pendidikan selama 24 jam penuh dengan fasilitas terbaik, tenaga pengajar berkualitas, dan lingkungan yang kondusif khusus diperuntukkan bagi anak-anak usia sekolah. Siswa-siswi di boarding school berada dalam pemantauan dan pengawasan total dari pengelola, guru, dan pengasuh di sekolah. Para siswa di boarding school dipersiapkan secara matang untuk tantangan di masa depan, tidak hanya kemampuan akademis, tetapi juga nonakademis dan ilmu agama secara lebih mendalam, contoh dari boarding
school
yaitu:
(https://sutris02.wordpress.com/).
Secara
pondok
pesantren
internasional,
Boarding
School tumbuh dan berkembang mulai dari budaya kuno Inggris sebagai bangunan residensial yang menampung para siswa sekolah tertentu tanpa bertujuan mendapatkan keuntungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
concur that a boarding school is a non-profit organisation built for the specific purpose of residential education and benefit of the adolescent, often founded on religious principles, with a group of expert adults, who fo
where the whole
community is subject to the authority of a single body, and live a regulated life (Mathew A. White, 2004 : 66). Menyetujui bahwa sekolah asrama merupakan suatu organisasi nirlaba yang dibangun untuk tujuan pemukiman pendidikan tertentu dan bermanfaat bagi remaja, sering didirikan pada prinsip-prinsip agama, dengan dibimbing oleh orang yang berpengalaman,
membentuk
dasar
dari
sebuah
total
masyarakat di mana seluruh masyarakat tunduk kepada satu otoritas dan hidup dengan keteraturan. Konsep dasar mengenai kamar sebagai tempat tinggal sementara mahasiswa dengan asal tempat tinggal yang berbeda kota dari tempat universitas tempat mereka belajar tidak hanya berlaku di Indonesia, namun juga di beberapa negara lain seperti Filiphina, sebagaimana dikemukakan oleh Ruel A. Brilliantes (2012 : 67) students particularly those from the provinces stay in boarding houses or dormitories which are considered temporary dwellings. Their living conditions in these dwellings may result to beneficial and/or prejudicial contributions to their holistic well-being. tinggal di rumah kos atau asrama yang menjadi tempat tinggal sementara. Kondisi di tempat tinggal mereka ini dapat bermanfaat dan/atau dapat memberikan pengaruh merugikan bagi kesejahteraan holistik mereka. Asrama mahasiswa merupakan satu kesatuan dengan universitas yang berada di bawah rektor. Asrama mahasiswa merupakan bentuk pengembangan usaha yang dimiliki oleh universitas. Asrama mahasiswa berada di bawah unit atau badan pengembangan usaha universitas. Badan atu unit pengembangan usaha tersebut berada di bawah wakil rektor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
bidang perencanaan dan kerjasama. Setelah itu, di atas wakil rektor bidang perencanaan dan kerjasama adalah rektor universitas. Selain itu, dalam asrama mahasiswa terdapat kepengurusan internal yang dipimpin ketua pengelola, di bawahnya terdapat sekretaris, bendahara, pengelola oprasional dan kerjasama. 5. Tinjauan tentang Dekonstruksi Dekonstruksi merupakan teori yang dicetuskan oleh Jacquest Derrida. Teori dekonstruksi muncul akibat kritik Derrida pada teori logosentrisme
dan
fonosentrisme
serta
rasionalitas.
Menurutnya
kelemahan logosentrisme adalah menghapus dimensi material bahasa, dan kelemahan fonosentrisme adalah menomorduakan tulisan karena memprioritaskan ucapan. Sedangkan, rasionalitas cenderung dianggap amat terkait dengan bahasa. Rasionalitas kini tidak bersifat mutlak dan universal melainkan bersifat sementara dan konvensional (Bambang Sugiharto, 1996:18). Istilah dekonstruksi memiliki pengertian yang berbeda dengan rekonstruksi. Dekonstruksi adalah membongkar dan membangun kembali yang baru sesuai dengan pergerakan zaman (Akhyar Yusuf Lubis, 2006: 14). Rekonstruksi berarti pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula, penyusunan atau penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula (BN. Marbun, 1996: 496). Rekonstruksi Hukum merupakan satu langkah untuk menyempurnakan aturan hukum yang ada dengan merespon perubahan masyarakat. Selain itu juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan bahan hukum atau hukum positif melalui penalaran yang logis, sehingga dapat dicapai hasil yang dikehendaki (Ali Maskur, 2008: 44). Dekonstruksi dan rekonstruksi tak dapat lepas dari konstruksi yang menjadi dasarnya. Sistem dan konstruksi merupakan pengembangan bahan hukum melalui penalaran logis, sehingga hasil yang diinginkan dapat tercapai. Dalam melakukan suatu konstruksi hukum Scholten
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
memberikan perhatian terhadap tiga syarat yaitu (Satjipto Rahardjo, 2000: 103-104) : a. Konstruksi harus mampu meliputi seluruh bidang hukum positif yang bersangkutan. b. Tidak boleh ada pertentangan logis didalamnya. Misalnya, ada ajaran yang menyatakan, bahwa pemilik bisa menjadi pemegang hipotik atas barang miliknya sendiri. Ajaran ini merupakan pembuatan konstruksi yang salah karena hipotik sendiri merupakan hak yang dipunyai oleh seseorang atas milik orang lain. c. Konstruksi hendaknya memenuhi syarat keindahan. Artinya, tidak merupakan
sesuatu
yang
dibuat-buat
hendaknya
memberikan
gambaran yang jelas dan sederhana. Dalam
melakukan
dekonstruksi
ataupun
rekonstruksi,
termasuk
dekonstruksi perjanjian juga harus memperhatikan dasar atau persyaratan dari konstruksi hukum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
B. Kerangka Pemikiran
Tertulis Perjanjian Tidak tertulis pengaturan khusus mengenai perjanjian sewa menyewa kamar sebagai tempat tinggal sementara bagi pelajar/ mahasiswa belum ada.
Perjanjian Sewa Menyewa Kamar sebagai Tempat Tinggal Sementara pelajar/ mahasiswa
dapat menimbulkan kerugian atau memberatkan kedua pihak
Perjanjian sewa menyewa Asrama Mahasiswa UNS
Pengelola
Penghuni
Hak & Kewajiban Sesuai KUHPerdata
Kitab UndangUndang Hukum Perdata
Perlindungan Hukum
Tidak sesuai KUHPerdata
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
commit to user
Dekonstruksi sesuai KUHPerdata
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Keterangan: Perjanjian secara umum telah diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata (KUHPerdata). Suatu perjanjian dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis atau lisan. Perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata disebut perjanjian nominaat, salah satunya yaitu perjanjian sewa-menyewa. Objek perjanjian sewa menyewa tidak hanya benda bergerak seperti mobil atau rumah dan tanah tapi dapat pula objeknya berbentuk ruangan. Salah satu objek perjanjian sewa menyewa yang sering ditemui atau subjeknya adalah pelajar/ mahasiswa yaitu kamar yang digunakan sebagai tempat tinggal sementara selama masa belajar. Objek tersebut sering kos pelajar/ mahasiswa. Namun, pengaturan khusus mengenai perjanjian sewa menyewa kos belum ada, selain itu perjanjian sewamenyewa biasanya dilakukan secara lisan sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi para pihak, terutama bagi penyewa. Oleh karena itu diperlukan perlindungan hukum bagi pihak penyewa. Asrama Mahasiswa
Universitas Sebelas
Maret
Surakarta (UNS)
merupakan salah satu fasilitas kampus khusus bagi mahasiswa UNS sebagai tempat tinggal sementara selama menuntut ilmu. Mahasiswa yang ingin menempati asrama mengadakan perjanjian sewa-menyewa dengan pengelola asrama mahasiswa UNS. Pada awal tahun 2015 terdapat dekonstruksi perjanjian sewa-menyewa di asrama mahasiswa, selain perjanjian lisan dengan disertai bukti kwitansi, mahasiswa juga wajib melakukan pendaftaran online yang disertai suatu pernyataan secara tertulis berisi aturan dan sanksi, kemudian ditandatangani di atas materai. Dalam perjanjian sewa menyewa asrama mahasiswa terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban menjadi cerminan perlindungan hukum yang diberikan bagi pihak yang memiliki bargaining position yang lemah, yaitu mahasiswa penyewa. Hak dan kewajiban tersebut perlu ditinjau dari pengaturan dasar perjanjian KUHPerdata apakah telah sesuai atau belum, apabila terdapat ketentuan yang belum sesuai dengan KUHPerdata maka perlu didekonstruksi berdasarkan pengaturan KUHPerdata guna perlindungan hukum dalam perjanjian sewa menyewa kamar di asrama mahasiswa UNS.
commit to user