Cermat Gunakan Antibiotik Hindari Resistensi Bakteri Ibarat lampu signal, demam bisa menjadi gejala penanda datangnya suatu penyakit. Dalam hal ini, bayi dan anak paling rentan mengalami demam. Kalau sudah begini, orang tua kerap panik menghadapinya . Yang sering terjadi, anak buru-buru dicekoki antibiotik. Padahal belum jelas apa penyakitnya. Karena demam masih dianggap sebagai indikasi, tentu saja tidak bisa dengan cepat dokter memastikan penyakit apa yang menyertai gejala demam tersebut. Perlu dilakukan pengalamatan selama beberapa hari untuk memastikan apakah demam itu disebabkan karena infeksi virus atau bakteri. Sayangnya, masyarakat seringkali memanfaatkan antibiotik sebelum diketahui jelas apa penyebab demamnya. Padahal secara substansi, antibiotik hanya boleh dikonsumsi oleh penderita yang terbukti mengalami infeksi bakteri saja, bukan virus. Di masyarakat, obat antibiotik kerap dipercaya ‘tokcer’ menyembuhkan berbagai penyakit, namun hal itu tidak diimbangi dengan pemahaman tentang bagaimana mengonsumsi antibiotik secara tepat dan benar. Hal itu disayangkan Dokter Spesialis Anak RSUD Dr. Soetomo Dr. Irwanto, dr., Sp.A(K). Menurutnya, tidak semua penyakit perlu diatasi dengan menggunakan antibiotik. “Saya selalu menekankan kepada pasien agar sabar menunggu. Perlu pengamatan sampai dua hari berikutnya. Sementara menunggu, kita bisa berikan obat penurun panas biasa. Jika selama dua hari kondisi tidak juga membaik, baru kemudian diberikan pengobatan yang lebih spesifik,” jelasnya. Selain harus tepat sasaran, konsumsi antibiotik juga sebaiknya tidak berlebihan. Pemakaian antibiotik secara berlebihan justru dapat membunuh kuman baik di dalam tubuh. Selain itu,
pemberian antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan bakteribakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman “superbugs” yang kebal terhadap antibiotik. Bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah menggunakan jenis antibiotik ringan akan bermutasi dan menjadi kebal, sehingga kemudian membutuhkan jenis antibiotik yang lebih kuat untuk mengantisipasinya. Bila bakteri ini menyebar, suatu saat akan tercipta kondisi di mana tidak ada lagi jenis antibiotik yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Jika hal ini terjadi pada anak-anak maka dikhawatirkan akan mengalami gangguan organ tubuh, seperti gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya. Infeksi bakteri atau virus? Indikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotik pada anak adalah bila infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri. Beberapa penyakit yang memang membutuhkan pemberian antibiotik antara lain seperti radang tenggorokan, infeksi saluran kemih, tifus, TBC, dan abses atau luka bernanah pada bagian kulit dan tenggorokan. Radang tenggorokan yang disebabkan infeksi kuman streptococcus pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4 tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Penyakit lain yang membutuhkan pemberian antibiotik adalah infeksi saluran kemih. Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri pada saluran kemih biasanya dilakukan kultur darah atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan kultur urine. Setelah beberapa hari akan diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan sensitivitasnya terhadap antibiotik. Sementara penyakit pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang disebabkan virus,
sehingga tidak memerlukan antibiotik. Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain, seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotik yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 – 15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk “self limiting disease” atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi seperti diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Hindari Menyimpan Antibiotik di Rumah Pemakaian antibiotik yang irasional dan berlebihan tanpa disertai dengan resep dokter adalah fenomena yang masih banyak ditemui di masyarakat. Ada pula kebiasaan menyimpan sisa obat yang mengandung antibiotik di rumah kemudian dipakai ulang. Masalah lain adalah keleluasaan masyarakat membeli antibiotik secara bebas di apotek. “Yang paling sulit dikendalikan itu kalau masyarakat masih leluasa membeli sendiri obat antibiotik di apotek, siapa yang melarang? Nggak ada,” kata Irwanto. Kebiasaan menyimpan sisa obat antibiotik di rumah sebaiknya dihindari. Seharusnya tidak ada dosis obat yang tersisa. Antibiotik yang diresepkan sebaiknya dikonsumsi sampai habis untuk mencegah kembalinya infeksi yang berpotensi lebih parah dari yang awal. Hal lain yang tak kalah penting adalah jangan sekali-kali memberikan antibiotik milik Anda kepada teman, keluarga, atau binatang peliharaan, karena setiap orang memiliki tingkat imunitas dan respon terhadap obat yang berbeda satu sama lain. Antibiotik seharusnya dikonsumsi sesuai waktu yang telah
ditentukan. Dokter akan memaparkan penjelasan kapan dan berapa kali obat tersebut harus dikonsumsi. Sebab hal itu berkaitan dengan kecepatan pertumbuhan bakteri. Jika pemakaiannya tidak sesuai waktu, bisa menyebabkan bakteri bertahan hidup dan menyebabkan infeksi berulang. Perhatikan pula jam makan. Beberapa jenis antibiotik dilarang dikonsumsi bersamaan dengan makanan tertentu, sebagian lagi harus dikonsumsi di saat perut kosong, seperti amoxicillin yang harus dikonsumsi satu atau dua jam sebelum makan. (fya/ind)
Agar Terhindar Dehidrasi Saat Puasa UNAIR NEWS – Berpuasa berarti menahan haus dan lapar dengan resiko dehidrasi sangat besar. Sebagian orang berpotensi mengalami dehidrasi saat berpuasa. Hal itu wajar saja, pasalnya orang yang berpuasa tidak mendapat asupan cairan selama sekitar 13 jam. Mengingat kebutuhan air yang dibutuhkan oleh tubuh per hari rata-rata enam hingga delapan gelas air. Selama puasa, pemenuhan kebutuhan cairan ini harus dioptimalkan pada saat sahur dan berbuka. Menurut Prof. Djoko Santoso, dr., Ph.D., Sp.PD., K-GH., FINASIM., minuman yang paling tepat untuk merehidrasi tubuh adalah air putih. Hanya saja, tidak sedikit orang yang lebih memilih berbuka dengan minuman dengan rasa, seperti teh atau kopi. Kebutuhan air dalam tubuh per hari dianjurkan 2 liter yang
nantinya akan dikeluarkan lewat kencing, keringat, dan tinja. Djoko yang juga wakil rektor I UNAIR ini menganalogikan dengan tidur manusia yang menghabiskan waktu sekitar 8 jam per hari. Hal ini membuat tubuh tidak akan mengkonsumsi air dan minum selama delapan jam. “Jika kebutuhan tidur manusia tercukupi, tubuh akan terasa fit. Sama halnya dengan berpuasa yang memakan waktu hingga 13 jam per hari. Badan akan terhindar dari dehidrasi jika kebutuhan minum dari waktu maghrib sampai sahur dipenuhi,” ucapnya. Joko juga menegaskan bahwa dehidrasi merupakan suatu kondisi tubuh yang mengalami kekurangan cairan dan pada beberapa kondisi tubuh juga kekurangan elektrolit. Dehidrasi juga terjadi ketika jumlah cairan yang diasup lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh tubuh. “Perlu diingat bahwa kelebihan minum air akan bermasalah jika mengalami problem jantung lelah atau ginjalnya macet. Menggantikan camilan tak sehat dengan buah-buahan segar dapat dipilih untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. Seperti semangka, pepaya, melon, dan lain sebagainya yang berserat, bergizi, dan kaya air,” paparnya. Selanjutnya, pentingnya makan sayuran-sayuran saat sahur dapat membantu terhindar dari dehidrasi. Komposisi air dalam tubuhnya orang dewasa lebih besar, sehingga kehilangan air akan berdampak signifikan. “Minumlah air yang cukup saat berbuka maupun sahur. Terakhir, mengurangi aktivitas berlebihan akan jauh lebih baik untuk bisa menjalankan puasa hingga adzan tiba. Selamat berpuasa,” pungkas Djoko. Penulis : Helmy Rafsanjani Editor
: Nuri Hermawan
Tak Perlu Diet Ketat, Atur Berat Badan dengan Memperhatikan Asupan Makanan UNAIR NEWS – Beberapa waktu yang lalu, tersiar kabar meninggalnya Putri Indonesia Maluku 2016. Dari pemeriksaan medis, kabar duka tersebut muncul akibat sang putri yang terkena asam lambung. Kejadian ini cukup mengejutkan, karena ternyata, asam lambung bisa bearkibat fatal hingga menyebabkan kematian. Kejadian ini menyadarkan kembali akan pentingnya pola makan dan asupan makanan yang masuk dalam tubuh. Orang-orang yang memiliki kesibukan tinggi biasanya rawan terkena asam lambung. Bisa juga, orang-orang yang menginginkan bentuk badan yang ideal namun kurang memerhatikan pola makan. Ketua Departemen Gizi Kesehatan Dr. Annis Catur Adi, Ir., M.Si, UNAIR menuturkan sebab-sebab naiknya asam lambung. Biasanya, asam lambung naik karena kondisi lambung yang sangat asam. Kondisi ini memicu keluarnya getah HCl yang akan melukai lambung. Jika sudah demikian, biasanya yang bersangkutan akan merasakan sakit perut yang teramat sakit. “Biasanya itu terjadi pada orang yang diet terlalu ketat. Bisa jadi dia takut ada penambahan berat badan. Karena padatnya acara, tuntutan penampilan dengan berat badan ideal, lupa makan dan minum, pola makan menjadi tidak terkontrol,” ujar Annis seusai senam bersama yang berlangsung di FKM, Jumat (27/1). Apa yang menyebabkan asam lambung naik? Annis mengatakan, pola makan yang tidak teratur dan asupan
makanan ke dalam perut yang terlalu ekstrim dapat memicu naiknya asam lambung. Asupan makanan terlalu ekstrim ini disebabkan makanan yang terlalu pedas atau terlalu asam. “Mengkonsumsi makanan yang sangat ekstrim, bisa jadi sangat pedas atau sangat asam, itu akan memicu lambung mengeluarkan HCl (asam klorida) yang sangat tinggi,” ujar Annis. Annis mengatakan, boleh saja mengkonsumsi makanan ekstra pedas atau asam. Asalkan, tidak dalam keadaan perut kosong belum terisi makanan ataupun minuman sama-sekali. Sebab, asam klorida akan langsung naik luar biasa, menjadikan luka lambung yang parah. Kalau sudah luka, akan sulit untuk benar-benar sembuh. “Paling tidak minum, lah. Karena dengan minum, mengurangi asam lambung. Air putih akan lebih bagus. Itu akan menetralisir,” ujarnya. Cukup mengatur pola dan asupan makanan Orang-orang yang menginginkan bentuk badan ideal, biasanya melakukan diet ketat dengan tidak memerhatikan asupan gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh mereka. Padahal, untuk menjaga berat badan, orang tidak harus melakukan diet ketat dengan mengorbankan kesehatan. Cukup dengan menjaga pola makan dan memerhatikan asupan makanan yang masuk. “Kuncinya menyeimbangkan yang masuk dan yang keluar. Kalau ingin makan enak, yang keluar ya banyak, ya harus mau olahraga. Kalau ga mau olahraga kenceng, ya makan harus diantur. Sebenarnya kuncinya satu, makan secukupnya, teratur, dan perhatikan jenis makanannya,” kata Annis. Annis memberi contoh, dalam satu piring makan, harus berisi menu yang berwarna. Semakin menu berwarna dan variatif, akan semakin bagus untuk asupan tubuh. Paling tidak dalam satu piring, sepertiga piring masing-masing berisi nasi, sayur, dan lauk.
“Itulah yang disebut piring sehat. Buatlah piring itu berwarna. Selama ini kan warna putih yang lebih dominan. Semakin berwarna piringnya, itu semakin menyehatkan. Tidak perlu hitung sekian kalori sekian kalori,” ungkapnya. Jika seseorang tidak menyukai sayur misalnya, ia bisa mengganti menu makanan dengan memperbanyak buah. Buah segar akan lebih bagus. Jika ia tak juga menyukai buah, ia bisa menggantinya dengan konsumsi jus. “Kalau memang ga suka sayur pilihlah buah. Kalau ga suka buah segar, buatlah jus. Hidup sehat sesuai dengan kesukaan. Jangan merasa hidup sehat dengan terpaksa. Kalau kita melakukan hidup sehat dengan fun, maka kita akan merasakan sendiri manfaatnya,” ungkapnya. Annis menambahkan, hidup sehat bisa dimulai dengan membiasakan olahraga dan sarapan setiap pagi. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Nuri Hermawan
Perencanaan Keuangan Sesuai Kebutuhan Prioritas UNAIR NEWS – Setiap keluarga pasti memiliki perencanaan keuangan untuk mengelola pengeluaran dan pemasukan. Seperti yang diungkapkan Dr. Nurul Istifadah, S.E., M.Si, dosen Ekonomi Pembangunan, Universitas Airlangga, bahwa perencanaan keuangan sama seperti perencanaan anggaran pemerintah. Nurul menjelaskan, perlu perencanaan keuangan dari hulu ke hilir, yaitu mulai dari kebutuhan sekarang hingga masa depan.
Dalam mengelola pegeluaran, ia selalu menerapkan perencanaan terpadu dengan menulis semua kebutuhan, kemudian disesuaikan dengan potensi pemasukan. “Semua kebutuhan saya tulis setiap bulan. Tapi belum tentu saya realisasikan semua. Hal ini harus disesuaikan dengan potensi penerimaan. Apabila pengeluaran berlebih, maka harus ada kebutuhan yang ditunda,” jelas Nurul. Menurut Nurul, setiap keluarga memiliki prinsip yang berbedabeda. Untuk keluarga yang sangat rigid dan kaku dalam pengelolaan, dapat menggunakan metode amplop-amplop. Dimana setiap anggaran kebutuhan disisihkan sesuai dengan keperluan. Misalnya, amplop untuk pendidikan, kebutuhan makan, hingga kebutuhan mendadak. Prinsip mendahulukan kebutuhan dari pada keinginan membuat pengeluaran selalu stabil dari waktu ke waktu. Di bulan ramadan ini, Nurul mengaku tidak ada peningkatan pengeluaran, malah terjadi penurunan. Hal ini disebabkan karena pola konsumsi yang stabil. Artinya, ia tidak menjadikan bulan ramadan sebagai momentum untuk membeli seluruh keinginan. “Di keluarga saya tidak ada takjil. Sebagaimana hari-hari biasanya, anak saya berbuka dengan minum susu atau teh. Kita selalu berangkat dari ajaran berlebihan,” kata Nurul.
Rasulullah
untuk
tidak
Selain mengelola kebutuhan, Nurul juga mengajarkan keluarganya menyisihkan uang untuk masa depan, seperti tabungan anak atau investasi. Investasi yang ia pilih adalah tanah dan apartemen. Selain nilainya tinggi, tanah dan apartemen memiliki potensi penerimaan setiap bulannya. “Tidak ada prosentase khusus untuk menabung, namun disesuaikan dengan pendapatan saja,” tambahnya. Proyeksi kebutuhan masa depan juga ia rencanakan sedini mungkin, seperti asuransi pendidikan hingga kesehatan. Hal ini
sangat perlu, sebab kehidupan selalu memiliki dinamika, sehingga persiapan dan perencanaan itu menjadi solusi andalan. Tak hanya itu, Nurul mengatakan, kebutuhan hiburan seperti makan dan berlibur harus dianggarkan dengan menyesuaikan kebutuhan utama. “Contohnya ketika lebaran seperti ini, keluarga saya selalu jalan-jalan dan berlibur. Namun, kita harus mengetahui batas anggaran yang kita miliki. Artinya, tidak melakukan pembelian untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan. Dan peran ibu memiliki andil besar dalam menjaga perencanaan sesuai dengan realisasi,” tutupnya kepada UNAIR NEWS. (*) Penulis : Siti Nur Umami Editor
: Binti Q. Masruroh
Bijaksana dalam Mengonsumsi Makanan Saat Lebaran UNAIR NEWS – Lebaran merupakan salah satu momen yang ditunggutunggu oleh umat muslim terutama di Indonesia. Biasanya, Lebaran identik dengan makanan bersantan dan manis. Barangkali, sebagian besar keluarga akan menyediakan sajian opor ayam, gulai, sambal goreng kentang, hingga kue-kue manis seperti kastengel, putri salju, dan nastar. Tanpa sadar, kita dengan mudah menyantap makanan tersebut tanpa memikirkan risiko bagi tubuh. Menurut Triska Susila Nindya, MPH, pengajar pada Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, hendaknya kita bersikap bijaksana dalam memilih makanan yang
akan diasup tubuh. “Biasanya yang sering terlupakan pada saat Idul Fitri adalah sayuran dan buah-buahan. Itu jarang sekali karena hampir makanan kita berbasis lemak, bahkan kue seperti nastar dan kastengel itu mengandung mentega. Itu sudah menjadi sumber lemak. Belum lagi, ada gula. Tanpa sadar kita sudah banyak menumpuk gula dan lemak di dalam tubuh,” tutur Triska. Pada orang dengan usia muda, makanan dengan dominasi lemak dan gula tak begitu berefek bagi tubuh. Namun, bagi orang dengan usia dewasa dan tua, konsumsi lemak dan gula secara berlebihan akan berdampak buruk. Apabila, pola makan seperti itu dilakukan secara rutin, akan mengakibatkan penyakit degeneratif seperti diabetes dan hiperkolesterol. Untuk menghindari efek buruk itu, maka seseorang wajib mengimbanginya dengan mengonsumsi sayuran, buah-buahan, dan berolahraga teratur. “Prinsipnya, adalah makanan yang masuk sama dengan yang keluar. Kita sering tidak sadar, tiba-tiba ketika waktunya masuk kuliah atau kerja, kok berat badan kita bertambah,” imbuhnya. Triska menambahkan, pihaknya mengimbau masyarakat untuk membatasi konsumsi makanan tersebut. “Sebenarnya tidak ada makanan yang dilarang. Boleh, tapi cukup. Masalahnya, kita sering melampaui batas cukup itu. Kue ini enak sekali, akhirnya keterusan sampai habis satu toples. Silakan dicoba dua atau tiga kue, tapi kita harus bijaksana dalam mengatur nafsu kita untuk menghabiskan makanan di depan mata,” ujarnya. Beragam keluhan yang biasanya muncul usai Lebaran antara lain asam urat, hipertensi, dan diare. Menurut Triska, hal ini berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. “Biasanya kita memakan makanan tanpa memperhatikan higienitas dan sanitasi. Kemungkinan penyebab diarenya juga besar. Ada juga, misalnya kita habis memegang uang, kita langsung comot makanan tanpa mencuci tangan dengan benar, itu akan meningkatkan transmisi
penyakit infeksi seperti diare. Jadi, sama-sama ada penyakit menular dan tidak menular,” imbuh Triska. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Hal-Hal yang dapat Mengurangi Potensi Kerugian saat Kebakaran UNAIR NEWS – Saat terjadi kebakaran, kerugian pasti diderita. Namun, semua itu bisa diminimalkan, bila paham dan sadar penanganan bencana sejak dini. Memang, lebih baik mencegah daripada mengobati. Namun, saat kebakaran benar-benar terjadi, yang mesti dilakukan adalah sebisa mungkin mereduksi potensi kerugian . Artikel ini dirangkum dari wawancara tim UNAIR News dengan Dr. drg. Setya Haksama, M.Kes, dosen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR. Berikut beberapa tips yang perlu diketahui: 1. Pahami arah dan jalur evakuasi Tiap gedung, sudah seharusnya memiliki standar K3 ( Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Dalam standar tersebut, ada kewajiban untuk memberi petunjuk arah jalur evakuasi bila terjadi bencana. Termasuk, bila terjadi kebakaran. Umumnya, petunjuk itu didominasi warna hijau, sehingga gampang terlihat. Perhatikanlah petunjuk arah di gedung kita. Di mana exit door darurat kalau ada bencana, mesti diingat-ingat keberadaannya.
Sampai pada arah “Titik Kumpul Evakuasi” yang umumnya berada di tanah lapang. Yakinlah, tulisan atau petunjuk itu bukan sebuah pajangan. Semua itu dibuat untuk diketahui semua orang yang ada di gedung. Bila orang-orang sudah tahu ke mana mesti pergi saat bencana kebakaran datang, kepanikan dapat diminimalkan. 2. Ketahui cara menggunakan Alat Pemadam Kebakaran Jangan berpikir bahwa alat pemadam kebakaran hanya domain petugas keamanan atau security. Semua orang di dalam gedung, perlu tahu cara penggunaannya. Sebab, tidak ada yang tahu pasti di mana titik sumber api bila bencana sudah datang. Tidak ada yang tahu juga, siapa orang yang paling dekat sehingga bisa dengan cepat memadamkannya. Bayangkan, bila semua orang di dalam gedung tahu cara memadamkan api dengan alat yang sudah disediakan, tatkala seseorang tahu ada bahaya api, dia bisa langsung mengoperasikannya. Api tak sempat membesar dan membuat banyak kerugian. Sekali lagi, alat kebakaran berupa tabung-tabung warna merah itu bukan pajangan. Tak ada salahnya, kita mengetahui cara kerjanya. 3. Sebisa mungkin cegah kebakaran Seperti yang sudah disampaikan di atas, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selagi bisa, cegahlah kebakaran. Jangan meremehkan potensi bencana kebakaran yang ada di kantor atau gedung kita. Misalnya, yang terkait dengan korsleting listrik. Jangan menumpuk steker atau colokan listrik terlalu banyak pada satu sumber listrik. Gunakan material listrik seperti kabel, sakelar, stop kontak, steker yang telah terjamin kualitasnya dan berlabel SNI (Standar Nasional Indonesia). Gunakan pemutus arus listrik (sekering) yang sesuai dengan daya tersambung,
jangan dilebihkan atau dikurangi.(*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
Tips Menembus Seminar Publikasi Internasional UNAIR
NEWS
–
Mengikuti
seminar
bertaraf
dan
internasional
merupakan kebanggaan tersendiri bagi kalangan akademisi, baik mahasiswa maupun dosen. Terlebih, bagi mereka yang berstatus staf pengajar. Partisipasi di event akademik berstandar internasional merupakan nilai plus. Meski demikian, untuk menggapainya diperlukan kerja keras. Sebab, kompetisi yang ada didalamnya tentulah kental, tidak sembarang orang bisa menembusnya. “Untuk menempatkan diri dalam seminar internasional, seseorang mesti lebih dulu mengirimkan abstrak penelitian atau konsep pemikiran sebagai persyaratan,” kata Dekan FIB Diah Ariani Arimbi SS., MA., PhD. Perempuan yang menuntaskan program magister di Amerika Serikat ini mengutarakan, abstrak biasanya terdiri dari sekitar 200 hingga 400 kata. Bergantung pada ketentuan dalam pendaftaran seminar tersebut. Nah, pengirim abstrak harus pandai dalam mengolah kalimat. Tujuannya, memampatkan ide yang ingin dicetuskan. Dalam abstrak, terdapat elemen-elemen penting dalam karya yang akan dipresentasikan. Seperti argumen yang jelas, metodologi, hingga hasil yang diperoleh. Yang harus diingat, kata dosen yang mengambil gelar doktor di
Autralia ini, bahasa yang dipakai adalah bahasa Inggris khusus untuk penulisan akademik. Panitia seminar biasanya cukup saklek tentang ini. Untuk bisa memahami bahasa yang dimaksud, ada banyak literatur yang dapat dipelajari. Ada begitu jamak link-link internet yang menyediakan informasi tentang ini. Pengetahuan tentang bahasa Inggris khusus penulisan akademik juga mesti dimiliki oleh seseorang yang ingin masuk dalam publikasi internasional. Untuk yang satu ini, calon penulis publikasi internasional harus menyiapkan lebih banyak hal. Misalnya, karya yang lengkap (tidak hanya abstrak) dan memiliki unsur kebaruan. “Biasanya, reviewer di level internasional itu sangat mempertimbangkan suatu isu yang dinamis di masyarakat,” kata Diah. Misalnya, ada satu isu yang sudah dibahas oleh sejumlah peneliti. Nah, peneliti baru yang ingin karyanya dimuat dalam publikasi internasional, harus mempertimbangkan riset-riset yang sudah ada dan mengisi lubang atau space kosong yang belum terbahas detail oleh peneliti sebelumnya. Dinamika penelitian perlu dijabarkan dengan lebih komplit. Di tempat terpisah, Prof. Dr. Achmad Syahrani, Apt., MS mengungkapkan, publikasi internasional bukan merupakan hal yang mustahil diraih. Kuncinya adalah banyak-banyak membaca dan melakukan penelitian. Wawasan luas seputar topik yang lagi berkembang di dunia sangat diperlukan. “Jangan biarkan diri larut dalam rutinitas sehari-hari yang monoton tanpa penambahan pengetahuan akan dunia luar,” ujar penulis tak kurang dari 31 publikasi internasional ini. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Binti Q. Masruroh
Ayo Selamatkan Naskah Kuno! Begini Caranya UNAIR NEWS – Naskah kuno adalah kekayaan tersendiri bagi orang-orang yang fokus pada pelestarian dan pengkajian naskah kuno. Menurut Muchtar Lutfi, SS, M.Hum., selaku dosen filologi Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, naskah merupakan peninggalan yang sangat berharga. Sebab, di dalam naskah terdapat kandungan dan ide yang tertulis lebih lengkap dari pada benda peninggalan sejarah lainnya. Untuk itu, diharapkan semua masyarakat menyadari akan pentingnya naskah yang juga merupakan aset sebuah bangsa. Lalu bagaimana cara kita menyelamatkan naskah supaya tidak raib atau hilang? Berikut caranya: 1. Upaya preservasi (penyelamatan naskah) bukan hanya dipusatkan di Perpustakaan Nasional saja, tetapi juga di berbagai perguruan tinggi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. 2. Menanamkan kesadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya kandungan isi dalam naskah kuno. Usaha lain yaitu dengan ikut menyebarkan isi kandungan naskah kuno terhadap masyarakat melalui hasil penelitian, menuliskan kandungan isi naskah kuno dalam buku yang mudah dibaca, dimengerti, dan dibeli oleh masyarakat saat ini. Isi cerita dapat dibuat sebagai bahan cerita komik maupun film, seperti film India mengenai Mahabarata dan Ramayana. 3. Mengajarkan kepada masyarakat dan generasi muda untuk mengenal bahasa dan aksara yang digunakan dalam naskah kuno. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memasukkan pelajaran
menulis dan mempelajari bahasa naskah dalam muatan lokal (lingkungan pendidikan) dan bahasa nusantara (dalam perkuliahan). 4. Turut serta masyarakat yang bekerja di dunia industri untuk mewariskan kandungan isi naskah kuno dalam industri yang dikelola. Misalnya, industri makanan, produk kecantikan dan obat-obatan yang memanfaatkan kandungan isi naskah kuno sebagai referensi. Indutri fashion (baju, batik, kaos, sepatu, tas, topi, dan berbagai acecoris lainnya) yang menggunakan gambar dalam nakah kuno (ilustrasi dan iluminasi) dalam produknya, bisa juga menggunakan kutipan kalimat yang terdapat dalam naskah kuno dalam baju. Penyelamatan naskah kuno yang sering raib tentunya membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, baik pemerintah yang memberikan perhatian lebih terhadap upaya reserfasi naskah, pihak masyarakat yang sadar akan isi penting yang terkandung dalam naskah dengan mempelajari aksara dan bahasa naskah, dan peran berbagai pihak industri lainnya.(*) Penulis: Yulis Majidatul Editor: Nuri Hermawan
Kenali Risiko Kekerasan Seksual Terhadap Anak Sejak Dini UNAIR NEWS – Berdasarkan data dari Komisi Perindugan Anak Indonesia (KPAI), sebanyak 60-80 persen kekerasan seksual yang terjadi pada anak dilakukan oleh orang terdekat. Alasan ini didasarkan pada sikap anak-anak yang dianggap lebih mudah
diperdaya dan dimanipulasi. Biasanya, kekerasan tersebut dilakukan dengan memberikan hadiah atau sesuatu yang disukai oleh anak. “Dari data tersebut dimaksudkan bahwa orang-orang terdekat yang harusnya memberikan rasa aman pada anak kenyataannya tidak demikian. Ada pola relasi yang aneh,” kata Margaretha Rehulina, S.Psi., P.G, Dip.Psych., M.Sc, selaku pembicara pada seminar “Cegah Kekerasan pada Anak”, Sabtu (24/4). Pemahaman akan pentingnya mengenali risiko kekerasan pada anak perlu diberikan sejak dini, baik kepada anak maupun kepada orang tua. Hal ini perlu dilakukan agar orang tua, khususnya, agar lebih peka dan waspada terhadap relasi-relasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan seksual pada anak. Apa saja yang peru kita kenali kekerasan seksual ada anak?
untuk
mengidentifikasi
Menurut Margaretha, biasanya, beberapa tanda akan muncul jika anak mengalami kekerasan seksual. Pertama, sikap anak akan berubah, mulanya anak mulai menutup diri atau lebih sering berbicara tentang joke-joke seksual. Kedua, anak juga terlalu memperhatikan diri secara seksual yang tidak lumrah seperti anak seusianya, hal lain yang merupakan tanda-tanda yang mesti dicurigai adalah saat anak mengeluh sakit pada bagian genetalia (bagian-bagian tubuh seksual eksternal, –red). Terakhir, anak yang mengalami kekerasan seksual cenderung menarik diri dari lingkungan atau menjadi pemurung. Hal-hal tersebut perlu dikritisi sebagai tanda-tanda adanya kekerasan seksual pada anak. Apa yang harus dilakukan sebagai upaya intervensi supaya kekerasan seksual itu tidak terjadi pada anak? Mengenai intervensi ini, Retha mengatakan bahwa orang tua harus mengawasi siapa teman dan pihak-pihak yang dekat dengan anak. Orang tua juga harus mengajarkan pada anak bagaimana mempertahankan diri dari cobaan perlakuan kekerasan seksual.
“Kita ajarkan bahwa orang lain tidak boleh menyentuh anak dengan sembarangan. Anak harus diberi pengetahuan mengenai sentuhan yang baik, sentuhan membingungkan, dan sentuhan buruk. Sentuhan baik bertujuan menunjukkan kasih sayang. Misalnya sentuhan ayng dilakukan di pundak atau kepala. Sentuhan membingungkan kalau sudah menyentuh bagian tubuh atau lutut, dan niatnya bukan hanya menunjukkan kasih sayang saja,” imbuhnya. Sentuhan buruk, maksud Retha, ialah bagian-bagian yang biasa ditutup ketika menggunakan pakaian renang. Jika orang lain bermaksud menyentuh, maka orang tua harus menegaskan pada anak untuk melakukan penolakan. “Karena kita tidak mungkin bilang ke anak “Jangan berteman dengan siapapun!”. Tapi ketika ia mengalami suatu risiko kekerasan, dia harus memilah mana yang harus dikritisi mana yang harus ia tolak dan segera minta bantuan orang tua atau orang dewasa terdekat yang bisa dipercaya,” tambah dosen ahli psikologi forensik pada Fakultas Psikologi UNAIR ini. Jika sudah terjadi kekerasan, maka dampak yang terjadi akan sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak. Yakni bukan hanya menyangkut kesehatan fisik, namun kondisi psikis dan sosial anak akan sangat buruk. Menurut Retha, pada anak yang telah mengalami persoalan seksual akan timbul perasaan rendah harga diri, merasa bersalah, dan memiliki persoalan derpresif lainnya. Anak juga akan memiliki persoalan dengan relasi intimnya kelak ketika ia dewasa. “Artinya, lebih penting tindakan preventif, yakni melakukan pencegahan sebelum kekerasan tersebut benar-benar terjadi,” kata lulusan Master Riset (Perkembangan Psikopatologi) Universiteit Utrect, Belanda ini. Sebaliknya, apa yang harus dilakukan jika kekerasan seksual terlanjur dialami oleh anak? Jika kekerasan seksual telah terjadi pada anak, maka orang tua
harus mengajarkan pada anak tentang cara melaporkan tindakan yang telah/akan dialaminya. Yakni dengan pergi ke kepolisian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khusus penanganan anak, atau lembaga yang berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. “Dan yang harus dicari adalah advokasi hukum, advokasi psikologis, dan medis ketika dibutuhkan. Terutama jika terdapat luka fisik,” pungkas Retha. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan
Tips Mengelola THR Menjadi Lebih Produktif UNAIR NEWS – Dalam momen hari besar keagamaan, seringkali masyarakat menyambut dengan sukacita. Salah satu halnya bagi masyarakat pekerja yaitu Tunjangan Hari Raya (THR). THR atau juga disebut sebagai gaji ke-13 ini diberikan kepada pegawai maupun karyawan sebagai bentuk pesangon dari tempatnya bekerja. Namun ternyata masih banyak masyarakat yang belum bisa mengelola THR sesuai kebutuhan. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Wisudanto, SE., MM., CFP., salah seorang staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR. Menurutnya, ketika seseorang menerima THR, maka akan terjadi euforia peningkatan dari segi pendapatan dan konsumsi. “Evoria peningkatan pendapatan ini menganggap semua harga di pasar menjadi murah, sedangkan evoria konsumsi menganggap dirinya membutuhkan sesuatu lebih banyak,” ujar ahli financial
management dari UNAIR tersebut . Menurut Wisudanto, Evoria peningkatan pendapatan ini diperparah dengan adanya iming-iming dari pusat-pusat perbelanjaan yang memasang simbol diskon dengan memunculkan Impulse buying, hal tersebut yang kemudian mengakibatkan seseorang mengalami kesalahan dalam memprediksi penghasilannya. “Akibatnya seseorang akan selalu merasa kurang ketika menerima THR, bahkan untuk memenuhi keinginannya, bisa jadi ditutup dengan berhutang,” ungkapnya. Untuk mengatasi hal tersebut, Wisudanto memberikan beberapa tips yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. Ia mengatakan, seseorang yang menerima THR harus cermat dalam mengidentifikasi kebutuhan, alangkah baiknya membuat daftar kebutuhan sebelum menerima THR. Daftar kebutuhan disusun berdasarkan prioritas yang utama untuk di dahulukan. “Misalnya membayar zakat yang hanya ada di Bulan Ramadan, kemudian mengalokasikan pembayaran tagihan rutin seperti listrik, telepon, air dan lainnya. Kemudian mengalokasikan untuk peningkatan pendapatan pasif, misalnya menambah deposito, reksa dana, dan sebagainya. Baru boleh dialokasikan untuk kebutuhan silahturahmi selama Bulan Syawal,” terang Wisudanto. Dengan memberikan catatan kebutuhan, maka seseorang akan terhindar dari evoria-evoria yang ada ketika THR diberikan. “Selain itu, hal tersebut juga dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan konsumsi secara berlebih dan terhindar dari impulse buying yang dilakukan oleh pusat-pusat perbelanjaan,” jelas Wisudanto. Dalam kesempatan ini, Wisudanto memberikan tanggapan terkait kebijakan baru pemerintah terhadap para pekerja penerima THR. Pada Maret 2016 lalu pemerintah mengeluarkan peraturan baru yaitu pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan sudah
berhak mendapat THR, yang besarannya dihitung secara proporsional sesuai dengan masa kerja. Wisudanto berpendapat bahwa hal ini sangat menguntungkan masyarakat. “Jika pembahasan dibatasi dampak pada pekerja, maka pekerja akan di untungkan karena memperoleh penghasilan lebih banyak. Sebaiknya ketentuan tersebut dipersiapkan lebih matang oleh pemerintah, sehingga dapat memberi manfaat lebih produktif dari pada sekedar peningkatan konsumsi,” jelasnya. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Bambang Bes