BMN YANG SELAIN DARI APBN Oleh: Rahmad Guntoro,S.E,M.M *)
Abstrak: Dua sumber perolehan Barang Milik Negara (BMN) adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
dan perolehan lainnya yang sah. Dalam banyak hal
dan pembahasan lebih sering dikupas tentang BMN yang bersumber dari APBN karena hampir semua Kementerian/ Lembaga pemerintah memiliki sumber perolehan BMN dari APBN. Perolehan BMN dari sumber perolehan lainnya yang sah bukan suatu rutinitas namun sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar. Sumber BMN dari perolehan lainnya yang sah pada tulisan ini akan membahas tentang Barang yang Tidak Dikuasai (BTD), Barang yang Dikuasai Negara (BDN) yang tentunya masih banyak sumber lain selain dari BTD dan BDN
Barang yang Tidak Dikuasai
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang perjalanan BTD ,perlu kita awali terlebih dahulu dengan pengertian dari BTD, yaitu suatu barang yang dapat berupa:
a. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di dalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya; b. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di luar area pelabuhan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya;
c. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin; atau d. barang yang dikirim melalui Pos:
yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean;
dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pemberitahuan dari Kantor Pos.
Dalam uraian diatas terdapat dua istilah terkait tempat penimbunan yaitu Tempat Penimbunan Sementara dan Tempat Penimbunan Berikat. Yang dimaksud dengan Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah bangunan dan/ atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean
untuk
menimbun
barang
sementara
menunggu
pemuatan
atau
pengeluarannya. Sedangkan yang dimaksud dengan Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat dengan TPB adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. Tempat penimbunan Selain TPS dan TPB adalah Tempat Penimbunan Pabean yang selanjutnya disingkat dengan TPP adalah bangunan dan/ atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan BTD, BDN, dan BMN berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Pada uraian diatas telah dijelaskan apa itu BTD, saat ini kita akan mengikuti proses bagaimana BTD menjadi BMN. Proses perjalanan BTD tidak harus berakhir menjadi BMN namun terdapat bentuk penanganan yang lain. Proses penanganan barang yang dikategorikan BTD sebagai berikut:
Penetapan bahwa barang tertentu menjadi BTD pelaksanaan kewenangannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dengan mencantumkan dalam daftar mengenai BTD dengan bentuk pembukuan berupa Buku Catatan Pabean mengenai BTD;
BTD yang telah dibukukan selanjutnya disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP dan dipungut sewa gudang;
Kemudian Pejabat Bea dan Cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemilik barang untuk segera menyelesaikan kewajiban pabean yang terkait dengan BTD, dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.
BTD yang dalam kondisi busuk segera dimusnahkan, sedangkan BTD yang karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, memerlukan biaya tinggi dalam pengurusannya maka BTD tersebut segera dilakukan pelelangan dengan pemberitahuan kepada pemiliknya sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor;
Bagaimana dengan BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor? Terhadap BTD yang seperti ini maka BTD tersebut dinyatakan sebagai BMN, kecuali terhadap barang tersebut penyelesaiannya ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan;
Selain BTD yang dilarang untuk diekspor diatas, bagaimana dengan BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diimpor atau diekspor? Terhadap BTD yang dalam kategori ini
diberikan kesempatan untuk diselesaikan oleh
pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP. Bila BTD ini tidak diselesaikan kewajiban pabeannya setelah jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP maka ditetapkan untuk dilelang oleh Kepala Kantor Pabean dengan diadministrasikan dalam rencana pelaksanaan lelang. BTD dalam kondisi ini, paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja sebelum dilakukan pelelangan pertama, dapat :
o diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya lainnya yang terutang dilunasi; o diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi; o dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi; o diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi; atau o dikeluarkan dengan tujuan TPB setelah biaya yang terutang dilunasi.
Dari uraian penanganan BTD diatas, sudah terjawab bagaimana perjalanan BTD menjadi BMN yang merupakan bagian dari perolehan BMN dari perolehan lainnya yang sah.
Barang yang Dikuasai Negara
Terlebih dahulu kita mengenal apa yang dimaksudkan dengan BDN, berikut adalah yang dikategorikan sebagai barang yang disebut dengan BDN :
a. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean; b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai; atau c. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.
Penetapan barang yang memenuhi kriteria tersebut diatas menjadi BDN kewenangannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BDN dengan membukukan dalam Buku Catatan Pabean kemudian disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP dan dipungut sewa gudang.
Bagaimana perubahan status dari BDN menjadi BMN, berikut adalah uraiannya:
barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean; atau
barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai, yang telah mendapatkan penetapan, diberitahukan secara tertulis oleh Pejabat Bea dan Cukai kepada pemilik barang tersebut dengan disertai alasannya.
BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal, diumumkan melalui papan pengumuman atau media massa, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari oleh Pejabat Bea dan Cukai sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.
BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu seperti tersebut diatas, ditetapkan sebagai BMN.
BDN sebagaimana tersebut diatas yang berkondisi busuk maka segera dimusnahkan, sedangkan : o karena sifatnya tidak tahan lama yang antara lain barang yang cepat menyusut, cepat busuk, misalnya buah segar dan sayur segar; o merusak yang antara lain asam sulfat dan belerang; o berbahaya, antara lain barang yang mudah meledak; atau o pengurusannya
memerlukan
biaya
tinggi,
antara
lain
barang
yang
membutuhkan penanganan atau perawatan khusus, segera dilelang dengan
memberitahukan
secara
tertulis
kepada
pemiliknya,
sepanjang
bukan
merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diekspor atau diimpor.
BDN yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar, ditetapkan menjadi BMN, dikecualikan
terhadap
barang yang dengan kondisi diatas.
BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang bukan merupakan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Kepabeanan, dapat diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penyimpanan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP, dalam hal: o telah dilunasi bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang; dan o telah menyerahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor.
BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang merupakan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Kepabeanan, dapat diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penyimpanan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP dalam hal: o telah dilunasi bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang; o telah menyerahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor; o telah menyerahkan uang pengganti yang besarnya tidak melebihi harga barang; o barang tersebut secara fisik tidak diperlukan untuk bukti di pengadilan.
BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai atau barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal, yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan maka ditetapkan penyelesaiannya dengan cara dilelang.
Terhadap BDN yang ditetapkan penyelesaiannya dengan cara dilelang maka diadministrasikan dalam rencana pelelangan barang melalui lelang umum.
Barang yang Menjadi Milik Negara
Dari penjelasa terkait BTD dan BDN diatas, maka dapat disimpulkan kategori dari Barang yang dapat menjadi Barang Milik Negara antara lain:
a. BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan; b. BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean; c. barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal; d. barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean; e. BDN yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor; atau f. barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.
Penetapan BMN dalam hal ini kewenangannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BMN, kemudian BMN tersebut disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP, dan dibukukan ke dalam Buku Catatan Pabean mengenai BMN.
Pihak dari Ditjen Bea dan Cukai dalam hal ini Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada Menteri Keuangan terkait
daftar mengenai BMN
beserta usulan penyelesaian BMN antara lain untuk dilelang, dihibahkan, dimusnahkan, dihapuskan, dan/atau ditetapkan status peruntukannya.
BMN yang telah ditetapkan peruntukannya, merupakan kekayaan negara dan dicatat dalam laporan keuangan sebagai aset negara yang pengelolaannya sesuai mekanisme pengelolaan yang telah diatur.
Mekanisme pengelolaan BMN yang bersumber dari BTD dan BDN yang terkait bagaimana
mencatatnya?
Berapa
nilai
yang
harus
dibukukan?
Bagaimana
penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganannya? Akan kami uraikan pada tema tulisan yang lain.
*)Penulis adalah Widyaiswara Muda Pada BPPK
Bahan Bacaan: 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2008 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/Pmk.06/2007 Tentang Penatausahaan Barang Milik Negara; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/Pmk.04/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/Pmk.04/2006 Tentang Penyelesaian Terhadap Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang Yang Dikuasai Negara, Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara