Bermatematika, Berkarakter Syafri Ahmad PGSD FIP Universitas Negeri Padang
[email protected] Abstract To shape the personality of students in civilized and humane education, the role of the school is very important. In the process of learning in the classroom in particular, educators should think about what strategies will be used in dealing with learners when learning takes place. Learning strategies can make learning more conducive and not monotonous. Thus making the students more interested in following further subject matter that will be given by educators. Until now, there has been no application that focuses more on cultural values and the character of the teaching of mathematics in elementary school. More in-depth character education in mathematics.Though cultural values and character need to be instilled in the students as early as possible. Elementary school is the most appropriate body as a container application character education, character education has diperkenalakan although implicitly at home. Then, another virtue of this research is as an input for melaksananakan teachers in the learning process in order to foster a culture and character of learners who baik.Kegiatan this study aims to develop a mathematical model of learning through Character Education using PMRI approach in primary schools. The development of a model that is expected to be used in a practical, valid and effective, so that the learning objectives set out in the curriculum of mathematics can be achieved by optimal as possible. Keyword: Culture & Character Education and Learning of Mathematics. Abstrak Untuk membentuk kepribadian siswa dalam pendidikan yang berbudaya dan berkarakter, peranan perangkat sekolah sangatlah penting. Dalam proses pembelajaran di kelas khususnya, pendidik harus memikirkan strategi-strategi apa yang akan di pakai dalam menghadapi peserta didik ketika pembelajaran berlangsung. Strategi-strategi dalam pembelajaran dapat membuat suasana belajar lebih kondusif dan tidak monoton. Sehingga membuat peserta didik lebih tertarik mengikuti materi pelajaran selanjutnya yang akan diberikan oleh pendidik.Sampai saat ini, belum ada penerapan yang lebih memfokuskan pada nilai-nilai budaya dan karakter terhadap pembelajaran matematika di sekolah dasar.Pendidikan karakter lebih mendalam pada pembelajaran matematika.Padahal nilai-nilai budaya dan karakter perlu ditanamkan pada diri siswa sedini mungkin.Sekolah Dasar merupakan lembaga yang paling tepat sebagai wadah penerapan pendidikan karakter, meskipun pendidikan karakter sudah diperkenalakan secara implisit di rumah. Kemudian, keutamaan lain dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi guru dalam melaksananakan proses pembelajaran guna menumbuhkan budaya dan karakter peserta didik yang baik.Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran matematika melalui Pendidikan Karakter menggunakan Pendekatan PMRI di sekolah dasar. Pengembangan model yang
diharapkan dapat digunakan secara praktis, valid dan efektifitas, sehingga tujuan pembelajaran matematika yang tertuang dalam kurikulum dapat tercapai dengan seoptimal mungkin. Keyword: Pendidikan budaya karakter dan pembelajaran matematika. Pendahuluan Pembelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat menerapkan nilai-nilai budaya dan karakter. Pentingnya budaya dan karakter dilaksanakan dalam pembelajaran khususnya Sekolah Dasar bertujuan untuk mengembangkan kebiasaan peserta didik yang terpuji, mandiri, kreatif dan berwawasan serta mengembangkan lingkungan belajar yang aman, jujur dan penuh kreativitas. Pengembangan pendidikan dalam pembelajaran juga diperkuat dalam UU Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional pasal 3 yang menyebutkan, “pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Berdasarkan hal tersebut, dijelaskan bahwa pendidikan mempunyai kaitan dalam pembentukan budaya dan karakter siswa Sekolah Dasar. Melalui pendidikan budaya dan karakter guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa selama proses pembelajaran terutama pada pebelajaran matematika. Penerapan budaya dan karakter dalam pembalajaran akan memberikan stimulus tersendiri pada diri siswa, serta siswa mampu menerapkan nilai-nilai budaya dan karakter tersebut dimanpun dia berada, dalam keadaan apapun dan dengan siapapun.Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih sedikit guru yang mampu menerapkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Padahal dalam materi-materi pembelajaran yang diberikan pada siswa dapat menerapkan nlai-nilai budaya dan karakter. Hal ini penulis amati khususnya pada kegiatan beberapa Kelompok Kerja Guru (KKG) di Kota Padang. Dari penuturan beberapa guru pada kegiatan tersebut ternyata kebanyakan guru dikejar oleh waktu agar bisa menyelesaikan target mengajar sehingga tidak menyempatkan untuk melakukan sedikit penyegaran, apalagi menerapkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam pembelajaran matematika.Padahal banyak nilai-nilai budaya dan karakter yang dapat ditanamkan serta diberikan contoh dari lingkungan dan pengalaman sehari-hari siswa. Begitu pula dengan permainan, permainan bisa digunakan dan dapat memberikan kesan bahwa belajar matematika menyenangkan dan tidak menakutkan.Hal lain yang juga menjadi acuan guru adalah adanya perubahan kurikulum 2013 yang lebih menitikberatkan kepada pendidikan karakter di semua mata pelajaran. Untuk membentuk kepribadian siswa dalam pendidikan yang berbudaya dan berkarakter, peranan perangkat sekolah sangatlah penting. Dalam proses pembelajaran di kelas khususnya, pendidik harus memikirkan strategi-strategi apa yang akan di pakai dalam menghadapi peserta didik ketika pembelajaran berlangsung. Strategi-strategi dalam pembelajaran dapat membuat suasana belajar lebih kondusif dan tidak monoton. Sehingga membuat peserta didik lebih tertarik mengikuti materi pelajaran selanjutnya yang akan diberikan oleh pendidik.Penerapan nilai-nilai budaya dan karakter juga dapat
dijelaskan ketika sedang melakukan refleksi dalam pembelajaran sebagai stimulan bagi siswa agar sebelum masuk ke pokok bahasan bisa diterima siswa dengan perasaan senang, sehingga pembelajaran matematika dengan penerapan budaya dan karakter dapat tertanam perlahan dalam diri siswa. Penerapan budaya dan karakter ini selain bertujuan untuk membentuk kepribadian siswa, juga mengajarkan kepada siswa bagaimana bersikap dan bertindak seperti layaknya siswa yang berpendidikan. Metodologi Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode penelitian pengembangan atau development research tipe formative research (Tessmer,1999 ; Zulkardi, 2002). Penelitian pengembangan sebagai jenis penelitian yang ditujukan untuk menghasilkan suatu perangkat pembelajaran matematika berbasis pendidikan budaya dan karakter. Berikut alur desain formative researchnya: Low Resistance to Revision
High Resistance to Revision
Expert Reviews
Self Evaluation
Revise
Revise
Small Group
Revise
Field Test
One-to-one
Gambar 1. Alur desain formative research (Tessmer, 1993; Zulkardi, 2002) Hasil dan Pembahasan Analisis Data dan Hasil Pengembangan Instrumen a. Instrumen (Lembar Pengamatan) Aktivitas Siswa Tabel 1.Hasil Penilaian Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa(Instrumen dinilai oleh 3 Validator). No ASPEK YANG DINILAI TV KV CV V SV 1. Kejelasan setiap indikator 1 2 2. Kaitan indiKator dengan teori 2 1 3. Kecocokan indikator dengan tujuan 3 4. Bahasa yang digunakan 3 Keterangan: TV = Tidak Valid KV = Kurang Valid CV = Cukup Valid V = Valid SV = Sangat Valid
b.
c.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa lebih dari 91,67 % penilai menyatakan bahwa instrumen untuk mengobservasi aktivitas siswa sudah valid. Berarti instrumen ini telah memenuhi salah satu syarat instrumen yang dapat dipergunakan untuk mengobservasi aktivitas siswa. Instrumen (Lembar Pengamatan) Aktivitas Guru dalam Memfasilitasi Siswa Tabel 2. Hasil Penilaian Lembar Pengamatan Kegiatan Guru(Angket dinilai oleh tiga validator) No Aspek yang Dinilai TV KV CV V SV 1. Kegiatan yang diamati 1 2 2. Keterkaitan dengan kegiatan guru di kelas 1 2 3. Kecocokan dengan tujuan 3 Berdasarkan Tabel 2 dikatakan bahwa 92,59% penilai menyatakan bahwa instrument untuk mengamati aktivitas guru sudah valid. Berarti syarat valid sudah dipenuhi oleh instrument ini. Instrumen (Lembar Pengamatan) Keterlaksanaan Perangkat (LKS Pembelajaran Pengukuran Berbasis Karakter) Tabel 3. Keterlaksanaan Produk(Instrumen dinilai oleh 3 validator) No Aspek yang Dinilai TV KV CV V SV 1. Aspek Petunjuk 1 2 a. Kejelasan petunjuk pada lembar pengamatan. b. Kejelasan kriteria penilaian. c. Cakupan aspek komponen. 2. Aspek Sintaks 1 2 a. Cakupan aspek sintaks b. Kejelasan masing-masing fase dalam sintaks c. Kejelasan urutan kegiatan pembelajaran yang tergambar dalam fase-fase sintaks 3. Aspek Sistem Sosial 3 a. Cakupan aspek sistem social yang dikehendaki dalam LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter b. Kejelasan masing-masing aspek system sosialyang dikehendaki pada LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter 4. Aspek Prinsip Reaksi 3 a. Cakupan perilaku guru dalam penggunaan LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter b. Kejelasan perilaku guru dalam kegiatan penilaian menggunakan LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter
Berdasar pada data di atas didapatkan kesimpulan bahwa lebih dari 77 % penilai mengatakan bahwa instrument sudah valid. Beberapa masukan penilai yang perlu diperhatikan dalam hal teknis pelaksanaan pengisian angket dan lembar validasi ini, yaitu: (a) dalam mengisi angket, siswa agar dibantu oleh guru sebatas membaca pernyataan dengan pemahaman, (b) guru membantu menjelaskan aturan mengisi angket, (c) penulis sebaiknya tidak berada di kelas bersangkutan saat siswa mengisi angket. Pembahasan a. LKS Pembelajaran Matematika Berbasis Karakter Validator yang mengisi lembar hanya enam ahli, penilai yang lain memberikan komentar dan masukan langsung ditulis pada perangkat yang diberikan, tetapi ada juga yang memberikan masukan secara lisan dengan cara berdiskusi langsung. Angka yang dicantumkan pada Tabel-tabel yang membahas hasil penilaian menunjukkan banyaknya penilai. Perhatikan Tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Hasil Penilaian Aspek Rasional Perangkat Aspek SKOR RERATA KESIMPULAN 0 1 2 3 4 SKOR Ciri khas perangkat 2 1 3,88 Sangat jelas Kemampuan memotivasi 2 1 2,75 Tinggi Manfaat bagi guru 3 4 Banyak sekali Tabel 4 menunjukkan bahwa ciri khas dari perangkat LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter sangat jelas dan berbeda dengan pendekatan yang lain. Ciri khas di sini terlihat dengan adanya di awali dengan menggunakan konteks (PMRI) serta dilengkapi dengan pendidikan karakter yang diperlihatkan pada bagian pojok bawah dari produk yang dihasilkan. Hal ini bertujuan untuk kelancaran proses pembelajaran siswa dalam memahami, menalar dan mampu memecahkan masalah matematika dalam kehidupan seharihari.Validator juga menyatakan perangkat LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter ini mampu memberikan penilaian kesesuaian antar aspek yang ada dalam komponen atau kerangka LKS yang disajikan, perhatikan Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Hasil Penilaian Kesesuaian antar Aspek Aspek SKOR RERATA KES SKOR 0 1 2 3 4 Tujuan dan materi 1 2 3,88 Tinggi Tujuan dan kegiatan 1 2 3,88 Tinggi Materi dan kegiatan 3 4 Tinggi Hasil penilaian yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian antar aspek tujuan, materi dan kegiatan dalam LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter, kesesuaian itu tergolong tinggi. Tabel 6. Hasil Penilaian Bahasa yang Dipakai Aspek SKOR RERATA KES SKOR 0 1 2 3 4 Kalimat 2 1 3,13 Jelas Tingkat kesukaran 1 2 2,75 Mudah
Hasil validasi pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan pada produk LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter tergolong jelas dan mudah dipahami.Kalimatnya tergolong jelas, tetapi walaupun demikian, beberapa validator mengusulkan agar penggunaan kalimat yang terlalu panjang dikurangi, kecuali memang dibutuhkan. Tabel 6. Hasil Penilaian Aspek Sistem Pendukung No Rincian Aspek Skor Penilaian (1) (2) 1 2 3 4 (3) (4) (5) (6) 1 LKSmemandu pelaksanaan 1 2 2 Rincian rancangan pembelajaran menunjukkan 1 2 kegiatan pembelajaran yang jelas 3 Rancangan pembelajaran dapat dilaksanakan 1 1 1 4 LKS berbasis PMRI dan Pendidikan Berkarakter 2 1 Rerata skor penilaian aspek sistem pendukung ini adalah sebesar 3,22. Dengan demikian aspek sistem pendukung LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter. b.
Analisis Data dan Hasil Pengembangan Berdasarkan Validasi Prototipe Berdasarkan lembar observasi yang divalidasi oleh 3 validator, dapat disimpulkan bahwa produk yang berbentuk LKS pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter sudah sesuai dengan dengan karakteristik PMRI dan berbasis Pendidikan Berkarakter. Meskipun demikian penilai juga menyarankan agar format penilaian yang disajikan di sesuaikan dengan kurikulum 2013 dan pengembangan model penilaian sendiri. Indikator validasi lain yang sudah tercapai seperti bahasa yang digunakan penulis sesuai dengan EYD. Rumusan kalimat komunikatif dan mudah dimengerti. Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.Namun beberapa saran dari validator menyampaikan bahwa jangan menggunakan kalimat-kalimat yang terlalu panjang. Pada prinsipnya pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran matematika. Perlu pendesainan secara khusus instrument pembelajaran untuk membangun serta mengembangkan karakter peserta didik, dimulai dengan mengkolaborasikan materi matematika dengan konteks budaya bangsa untuk membangun jiwa nasionalisme peserta didik. Misalkan melalui gerakan tarian tradisional untuk mempelajari materi simetri, permainan tradisional seperti bermain congklak pada materi bilangan, dan masih banyak konteks lain yang bisa dijadikan sumber pembelajaran matematika. Nilai-nilai budaya dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap sesuatu konsep dan arti dalam komunikasi pada masyarakat.Dengan menggunakan konteks yang berasal dari budaya dan kehidupan di sekitar peserta didik, berarti guru maupun dosen telah menggunakan pengalaman pesrta didik di kelas.
Gambar 2: Siswa menjawab soal dari guru Gambar 2 merupakan proses aktivitas kelas, guru selalu memberikan pertanyaan yang menantang kepada peserta didik, kemudian pesrta didik menjawab pertanyaan guru atau dosen berdasarkan yang diketahuinya dan pernah dialami peserta didik, dengan demikian hal ini sudah membangun prilaku jujur bagi peserta didik. Diskusi kelas melibatkan beberapa pendapat dari peserta didik, jika salah seorang dari kelompok tertentu menyatakan pendapatnya, umumnya pesrta didik yang lain mendengarkan.Hal ini memperlihatkan bahwasanya pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI ini membangun sikap saling menghargai sesama peserta didik. Peserta didik tetap saja bersahabat dengan teman yang berbeda pendapat.
Gambar 3: Aktivitas siswa Begitu pula dengan aktivitas siswa dalam kelompok mereka masing-masing, dengan memperhatikan gambar 2, terlihat peserta didik mengerjakan tugas dengan teliti dan benar, mereka mengerjakan secara bersama-sama.Hal ini memperlihatkan bahwa peserta didik mampu bekerja keras dalam menyelesaikan permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Kemudian, budaya “gotong royong” sudah tertanam dengan baik, mereka akan bekerjasama sebaik mungkin sehingga permasalahan yang diberikan guru dapat terselesaikan dengan baik. Kemudian, melalui desain pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI peserta didik aktif dikelas, peserta didik mau mengeluarkan pendapat dan menghargai pendapat kelompok lain,seperti gambar berikut ini.Menurut Hamid (2010:13): Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkannilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru atau dosen tidak perlu mengubahpokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan ituuntuk mengembangkan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru atau dosen tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sekolah maupun kampus merupakan institusi yang memiliki tugas penting bukan hanya untuk meningkatkan penguasaan informasi dan teknologi dari peserta didik, tetapi sekolah dan kampus juga bertugas dalam pembentukkan kapasitas bertanggungjawab pesrta didik dan kapasitas pengambilan keputusan yangbijak dalam kehidupan, seperti dikatakan Horace Mann (1837), Bapak Pendidikan: “the highestand noblest office of education pertains to our moral nature. The common school should teach virtue poses its own dangers” (dikutip dari Admunson dalam buku Boyer, 1995). Jadi tujuan utama dari pendidikan adalah sebagai penggerak efisiensi social, pembentuk kebijakan berkewarganegaraan (civic virtue) dan penciptaan manusia berkarakter, jadi bukan untuk kepentingan salah satu pihaktertentu (sectarian ends).Jadi sekolah dan kampus mempunyai peran yang amat penting dalam pendidikan karakter peserta didik, terutama jika peserta didik tidak mendapatkan pendidikan karakter di rumah.Menurut Elmobarok (2008:104) Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukkan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan prilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karakter merupakan sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi.Karakter menjasiidentitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah.Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur. Simpulan dan Saran Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikemukakan simpulan bahwa hasil pengembangan model pembelajaran matematika belum sampai kriteria valid, praktis dan efektif.Kegagalan pendidikan yang paling fatal adalah ketika peserta didik tak lagi memiliki kepekaan murni yang berlandaskan moralitas atausense of humanity. Padahalsubstansi pendidikan adalah memanusiakan manusia, menempatkan kemanusiaan pada derajat tertinggi dengan memaksimalkan karya dan karsa. Ketika tak lagi peduli, bahkan secara tragis, berusaha menafikkan eksistensi kemanusiaan orang lain, maka produk pendidikan berada pada tingkatan terburuknya.Dengan demikian, sangat diperlukan pengembangan pendidikan karakter di sekolah-sekolah maupun di perguruan tinggi. Pengembangan pendidikan karakter melalui pendekatan PMRI ini dapat digunakan pada semua jenjang pendidikan, karena sesuai dengan karakteristik PMRI serasi dengan pembentukkan karakter peserta didik seperti bekerjasama, mengeluarkan pendapat, demokrasi, menghargai dan karakter lainnya. Diharapkan guru maupun dosen yang bernaungan langsung pada lembega pendidikan di Indonesia merealisasikan pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pembelajaran matematika, sehingga tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dapat tercapai dengan baik. Daftar Rujukan Akker, J., Van den. 1999. Principle and Methods of Development. In : J. van den Akker, R. Branch, K. Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds), Design methodology and developmental research. Dordrecht : Kluwer.
Ali, Ali Ridwan. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Volume 5 No .Di akses pada 13 Maret 2015. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran. Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas. Jakarta. Ediwar. 1999. Perjalanan Kesenian Indang Dari Surau ke Seni Pertunjukan Rakyat Minangkabau di Padang Pariaman Sumatera Barat (tesis). PPs UGM: Yogyakarta. Elizabeth. 2009. Learn Math and Science. London :Oha. Haris, Denny. 2011. Desain Pembelajaran Luas Bangun Datar Menggunakan Konteks Anyaman di Kelas III SD/MI (Tesis). Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Helsa, Yullys. 2011. Desain Pembelajaran Pencerminan dan Simetri Menggunakan Math Traditional Dance di Kelas IV SD/MI (Tesis). Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Herman, Hudoyo. 1998. Pembelajaran Matematika Menurut PandanganKonstruktivistik. Makalah. Seminar Nasional: Program Sarjana IKIP Malang. Ratu Ilma dan Zulkardi.2006. Mendesain Sendiri Soal Kontekstual Matematika (Prosiding KNM 13 Semarang). Schaffer, Erik Stern and Scott Kim. 2001. Math Dance. Australia. Sembiring, Robert, Kees Hoogland dan Maarten Dolk. 2010. A Decade of PMRI in Indonesia. Ten Brink. Utrecht Wahyuni, Renny. 2011. Desain Pembelajaran FPB dan KPK Menggunakan Permainan Bekel di Kelas IV SD/MI (Tesis). Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Wistrom, Elizabeth. 2009. Math and Science Teaching Methods: Strategies For the Classroom Using Choreography and Human Movements.Prguruprasad. Wolos, Anastasia Safitri. 2015. Membudayakan Kearifan Lokal sebagai Sumber Belajar dalam Pendidikan Dasar.Artikel (tidak Dipublikasikan). Zulkardi, 2006.Formative Evaluation: What, Why, When, How.http://www.geocities.com/zulkardi/books.html.Diakses hari Rabu, tanggal 6 Mei 2015.
