BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.657, 2013
KEMENTERIAN KESEHATAN. Pemeriksaan Kesehatan. Calon Tenaga Kerja Indonesia. Pelayanan. Pencabutan.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a.
bahwa untuk menjamin pemeriksaan kesehatan calon Tenaga Kerja Indonesia yang bermutu dan terjangkau diperlukan pengaturan yang komprehensif mengenai penyelenggaraan pelayanan pemeriksaan kesehatan calon Tenaga Kerja Indonesia;
b.
bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1158/Menkes/SK/XII/2008 tentang Standar Nasional Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Pelayanan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.657
2
Pemeriksaan Indonesia; Mengingat
Kesehatan
Calon
Tenaga
Kerja
: 1.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445);
3.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5388);
7.
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia;
8.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 780/MENKES/ PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi;
9.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/MENKES/ PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/ Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
www.djpp.kemenkumham.go.id
3
2013, No.657
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/ PER/I/2011 tentang Klinik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16); 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/ Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 671); MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini dimaksud dengan: 1.
Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
2.
Pemeriksaan Kesehatan adalah pemeriksaan terhadap kesehatan calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri, berupa pemeriksaan fisik lengkap dan jiwa, dan pemeriksaan penunjang.
3.
Standar pemeriksaan kesehatan untuk calon TKI adalah kententuan tentang jenis, metoda dan penetapan hasil yang digunakan dalam rangkaian kegiatan pemeriksaan kesehatan yang harus dilaksanakan bagi calon TKI.
4.
Sarana Kesehatan adalah rumah sakit atau klinik utama yang digunakan untuk menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan calon TKI yang mendapatkan penetapan dari Menteri Kesehatan.
5.
Sertifikat Kesehatan adalah bukti tertulis yang berisi keterangan kelaikan untuk bekerja (fit to work) yang dikeluarkan oleh Sarana Kesehatan yang melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI.
6.
Buku Kesehatan adalah buku yang berisi catatan mengenai status kesehatan calon TKI sebelum keberangkatan, selama penempatan dan setelah kembali ke tanah air.
7.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut BNP2TKI adalah Lembaga Pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.657
4
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 8.
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang selanjutnya disingkat PPTKIS adalah badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.
9.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan Sarana Kesehatan.
10. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 2 Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan pelayanan pemeriksaan kesehatan calon TKI meliputi standar pemeriksaan kesehatan, persyaratan Sarana Kesehatan, tata cara penetapan Sarana Kesehatan, Sertifikat Kesehatan, pencatatan dan pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan. BAB II STANDAR PEMERIKSAAN KESEHATAN Pasal 3 (1) Setiap calon TKI harus dilakukan pemeriksaan kesehatan sesuai dengan standar pemeriksaan kesehatan untuk calon TKI. (2) Selain pemeriksaan kesehatan sesuai standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan tambahan atas permintaan negara tujuan penempatan dan/atau pengguna tenaga kerja. Pasal 4 (1) Standar pemeriksaan kesehatan untuk calon TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan jiwa sederhana, dan pemeriksaan penunjang. (2) Pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan jiwa sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter spesialis dan/atau dokter yang telah mendapat pelatihan pemeriksaan jiwa sederhana. (3) Pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. (4) Pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh analis kesehatan di bawah tanggung jawab dokter spesialis patologi klinik.
www.djpp.kemenkumham.go.id
5
2013, No.657
(5) Pemeriksaan radiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh radiografer di bawah tanggung jawab dokter spesialis radiologi. Pasal 5 (1) Pemeriksaan kesehatan calon TKI dilaksanakan oleh tim dokter yang dipimpin oleh dokter spesialis penyakit dalam. (2) Dokter spesialis penyakit dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan calon TKI laik untuk bekerja (fit to work) atau tidak laik untuk bekerja (unfit to work) berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan. (3) Penetapan laik atau tidak laik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Penentuan Batasan Kelaikan Kerja (fit to work). (4) Pernyataan laik atau tidak laik harus ditetapkan paling lambat 2 (dua) hari setelah pemeriksaan lengkap dilaksanakan. Pasal 6 (1) Calon TKI yang ditemukan menderita penyakit pada saat dilakukan pemeriksaan kesehatan harus diberi pengobatan atau dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain. (2) Calon TKI yang telah sembuh dan/atau terkontrol penyakitnya setelah diberi pengobatan selama 6 (enam) bulan dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang pada Sarana Kesehatan yang sama. Pasal 7 (1) Hasil pemeriksaan kesehatan dan/atau pengobatan yang dilakukan terhadap calon TKI harus dicatat dalam rekam medis. (2) Pencatatan dalam rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Formulir 1 terlampir. (3) Hasil pemeriksaan kesehatan yang menyatakan calon TKI fit to work selain dicatat dalam rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicatat dalam Buku Kesehatan. (4) Buku Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan untuk mengetahui status kesehatan dan mempermudah petugas kesehatan mengevaluasi status kesehatan calon TKI sebelum keberangkatan, selama menjadi tenaga kerja Indonesia di negara penempatan serta setelah kembali ke tanah air. (5) Calon TKI harus membawa Buku Kesehatan dan meminta dokter yang memeriksa untuk mengisi status kesehatan setiap kali berobat ke Sarana Kesehatan baik sebelum berangkat, selama berada di negara penempatan dan setelah kembali ke tanah air.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.657
6
Pasal 8 (1) Calon TKI perempuan yang telah dinyatakan fit to work harus dilakukan pemeriksaan laboratorium ulang untuk tes kehamilan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum keberangkatan. (2) Pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada Sarana Kesehatan. (3) Dalam hal hasil pemeriksaan laboratorium ulang untuk tes kehamilan menunjukkan positif hamil, maka Sertifikat Kesehatan yang menyatakan fit to work dicabut oleh penanggung jawab Sarana Kesehatan. (4) Sertifikat Kesehatan yang dicabut sebagaimana dimaksud ayat (3) harus dikembalikan kepada Sarana Kesehatan yang telah mengeluarkan. Pasal 9 Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Pemeriksaan Kesehatan dan Penentuan batasan kelaikan kerja (fit to work) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB III PERSYARATAN SARANA KESEHATAN Pasal 10 (1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Sarana Kesehatan, rumah sakit atau klinik utama harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi: a. sarana dan prasarana; b. peralatan; dan c. sumber daya manusia. (2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah sakit atau klinik utama harus melaksanakan kegiatan pemantapan mutu laboratorium, radiologi dan upaya keselamatan dan kesehatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB IV PENETAPAN SARANA KESEHATAN Pasal 11 (1) Rumah sakit atau klinik utama yang dapat melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI harus mendapat penetapan dari Menteri.
www.djpp.kemenkumham.go.id
7
2013, No.657
(2) Menteri mendelegasikan penetapan Sarana Kesehatan pemeriksa kesehatan calon TKI kepada Direktur Jenderal. Pasal 12 (1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Sarana Kesehatan, pimpinan rumah sakit atau klinik utama harus terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari kepala dinas kesehatan provinsi sebagai persyaratan untuk penetapan Sarana Kesehatan oleh Direktur Jenderal. (2) Untuk memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan rumah sakit atau klinik utama mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 2 terlampir. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan disertai persyaratan lain sebagai berikut : a.
fotokopi surat izin klinik utama atau izin operasional rumah sakit minimal kelas C;
b.
surat keterangan sudah operasional dalam pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota;
c.
fotokopi Surat Izin Praktik dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis patologi klinik, dan dokter spesialis radiologi;
d.
profil Sarana Kesehatan; dan
e.
formulir self assessment yang telah di isi.
(4) Pengisian formulir self assessment sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 3 terlampir. (5) Kepala dinas kesehatan provinsi setempat harus melaksanakan verifikasi persyaratan berdasarkan self assessment setelah menerima permohonan. (6) Paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan, kepala dinas kesehatan provinsi setempat harus memberikan rekomendasi atau menolak permohonan disertai alasan yang jelas dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 atau Formulir 5 terlampir. (7) Dalam hal kepala dinas kesehatan provinsi setempat menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon dapat mengajukan permohonan ulang.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.657
8
Pasal 13 (1) Untuk memperoleh penetapan Sarana Kesehatan, pimpinan rumah sakit atau klinik utama harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir, dan disertai persyaratan sebagai berikut: a.
rekomendasi dari kepala dinas kesehatan provinsi;
b.
fotokopi surat izin Sarana Kesehatan;
c.
surat keterangan sudah operasional dalam pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota;
d.
fotokopi Surat Izin Praktik dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis patologi klinik, dan dokter spesialis radiologi; dan
e.
profil Sarana Kesehatan.
(2) Paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal menugaskan tim penilai untuk melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan teknis. (3) Paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim penilai harus memberikan hasil penilaian kepada Direktur Jenderal. (4) Dalam hal permohonan belum ditindaklanjuti sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), maka permohonan dianggap telah memenuhi persyaratan teknis. (5) Paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Direktur Jenderal harus memberikan penetapan atau menolak permohonan yang disertai alasan yang jelas. (6) Dalam hal Direktur Jenderal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon dapat mengajukan permohonan ulang setelah memenuhi persyaratan. Pasal 14 (1) Penetapan Sarana Kesehatan berlaku untuk satu Sarana Kesehatan dengan satu alamat. (2) Setiap perubahan izin sarana yang disebabkan oleh pindah lokasi, ganti kepemilikan, perubahan nama, Sarana Kesehatan wajib melapor dan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal untuk mendapat penetapan Sarana Kesehatan yang baru.
www.djpp.kemenkumham.go.id
9
2013, No.657
(3) Setiap perubahan nama-nama dokter spesialis penanggung jawab yang dipersyaratkan, Sarana Kesehatan wajib melapor kepada Direktur Jenderal. Pasal 15 Tata cara perpanjangan penetapan Sarana Kesehatan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13. BAB V SERTIFIKAT KESEHATAN DAN BUKU KESEHATAN Pasal 16 (1) Bagi calon TKI yang dinyatakan laik untuk bekerja (fit to work) berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan, wajib diberikan Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan. (2) Dalam hal calon TKI dinyatakan tidak laik untuk bekerja (unfit to work) berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan wajib diberikan surat keterangan tidak laik untuk bekerja (unfit to work). (3) Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditandatangani oleh dokter spesialis penyakit dalam selaku ketua tim pemeriksa kesehatan calon TKI, dan oleh pimpinan Sarana Kesehatan. Pasal 17 (1) Sertifikat Kesehatan yang asli dan Buku Kesehatan diberikan kepada calon TKI yang bersangkutan. (2) Salinan atau fotokopi Sertifikat Kesehatan yang telah dilegalisir oleh Sarana Kesehatan diberikan kepada PPTKIS, dan institusi yang memerlukan sesuai ketentuan perundang-undangan. Pasal 18 (1) Blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. (2) Pada bagian depan blanko Sertifikat Kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) memuat : a.
nomor registrasi yang dibarcode;
b.
fitur pengaman (security feature);
c.
lambang garuda;
d.
hologram bakti husada;
e.
nama dan alamat Sarana Kesehatan;
f.
identitas calon TKI;
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.657
10
g.
pas foto calon TKI
h.
negara tujuan penempatan;
i.
pernyataan fit to work;
j.
masa berlaku;
k.
tanggal dikeluarkan sertifikat
l.
tanda tangan, nama dan SIP dokter spesialis penyakit dalam;
m. tanda tangan penanggung jawab Sarana Kesehatan; n.
nomor seri; dan
o.
tulisan berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(3) Pada bagian belakang blanko Sertifikat Kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) memuat : a.
tanggal pemeriksaan;
b.
hasil pemeriksaan kesehatan; dan
c.
hasil pemeriksaan kesehatan tambahan sesuai permintaan negara tujuan dan atau pengguna tenaga kerja.
(4) Buku Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan: a.
identitas;
b.
ringkasan hasil pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan; dan
c.
riwayat pengobatan. Pasal 19
(1) Pengadaan blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan didasarkan pada target penempatan TKI yang diperoleh dari BNP2TKI dan jumlah calon TKI tahun sebelumnya. (2) Blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan didistribusikan ke dinas kesehatan provinsi berdasarkan jumlah calon TKI tahun sebelumnya di wilayah kerja masing-masing. Pasal 20 (1) Untuk memperoleh blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan, Sarana Kesehatan harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi sesuai kebutuhan dengan tembusan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. (2) Kepala dinas kesehatan provinsi mendistribusikan blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan ke Sarana Kesehatan berdasarkan permintaan dan perkiraan jumlah calon TKI.
www.djpp.kemenkumham.go.id
11
2013, No.657
(3) Dalam mendistribusikan blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan kepada Sarana Kesehatan, kepala dinas kesehatan Provinsi harus mencatat kode dan nomor Sertifikat Kesehatan. Pasal 21 (1) Segala biaya yang ditimbulkan dari proses pengadaan dan distribusi blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan sampai ke Dinas Kesehatan Provinsi dibebankan kepada anggaran Kementerian Kesehatan. (2) Untuk memperoleh blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan, Sarana Kesehatan dapat dikenai biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 (1) Setiap blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan yang rusak atau salah tulis tidak boleh digunakan. (2) Sarana Kesehatan yang menemukan atau memiliki blanko dengan kondisi rusak atau salah tulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melaporkan dan mengembalikan blanko tersebut kepada dinas kesehatan provinsi. Pasal 23 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara distribusi Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VI PELAPORAN Pasal 24 Setiap Sarana Kesehatan wajib melaporkan pemeriksaan kesehatan calon TKI yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kepala BNP2TKI, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7 terlampir. Pasal 25 Selain melakukan pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Sarana Kesehatan harus memasukan data setiap hasil pemeriksaan kesehatan calon TKI dalam Sistem Online Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Kesehatan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.657
12
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 26 (1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan calon TKI dengan melibatkan organisasi profesi dan asosiasi terkait. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk: a.
menjaga dan meningkatkan kualitas pemeriksaan kesehatan calon TKI; b. menjaga keabsahan Sertifikat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Sarana Kesehatan; dan c. meningkatkan tanggung jawab dan peran serta institusi/lembaga terkait dalam menjaga kesehatan calon TKI sebelum keberangkatan. (3) Dalam rangka pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap Sarana Kesehatan dan tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini sesuai dengan kewenangan masing-masing. (4) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan; atau d. pencabutan penetapan sebagai Sarana Kesehatan pemeriksa kesehatan calon TKI. (5) Tindakan penghentian sementara kegiatan dan pencabutan penetapan sebagai sarana pemeriksaan kesehatan calon TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan huruf d hanya dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal. (6) Kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota selain memberikan teguran lisan dan tertulis dapat memberikan rekomendasi pencabutan penetapan kepada Menteri. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.657
13
a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1158/MENKES/SK/XII/2008 tentang Standar Nasional Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia; b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 618/Menkes/SK/V/2007 tentang Penetapan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Yang Akan Bekerja Ke Luar Negeri; dan c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 421/MENKES/SK/VI/2009 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 618/MENKES/SK/V/2007 tentang Penetapan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan Bekerja ke Luar Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 28 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2013 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NAFSIAH MBOI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN
www.djpp.kemenkumham.go.id