BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)
A. DEFINISI Beberapa pengertian tentang bayi baru lahir rendah (BBLR), menurut pantiawati (2010, h.1) mengatakan BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan, sedangkan menurut Surasmi et all (2003, h.30) mengatakan BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram. Low birthweight has been defined by the World Health Organization (WHO) as weight at birth of less than 2,500 grams (5.5 pounds) (Unicef & WHO 2004, h.1). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram tanpa memandang masa kehamilannya.
B. ETIOLOGI Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur (Pantiawati 2010, h.4). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan BBLR menurut pantiawati (2010, hh.4-5) dan Surasmi et all (2003, hh.31-32) antara lain sebagai berikut : 1. Faktor Ibu a. Penyakit penyakit yang yang berpengaruh seperti toksemia gravidarum (Preeklamsia dan ekslamsia), perdarahan antepartum, trauma fisik, diabetes melitus, tumor, penyakit akut dan kronis. b. taruma pada masa kehamilan antara lain fisik (misal jatuh) dan psikologis (stres) c. ibu dengan faktor BBLR sebelumnya. d. usia ibu
usia yang dapat beresiko terjadinya BBLR diantaranya usia kurang dari 16 tahun dan usia lebih dari 35 tahun, dan ibu dengan multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat. e. keadaan sosial keadaan sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR adalah golongan sosial ekonomi rendah dan perkawinan yang tidak sah, keadaan gizi yang kurang baik, mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat, dan pengawasan antenatal yang kurang. f. sebab lain sebab lain yang dapat berpengaruh pada BBLR adalah ibu yang perokok, peminum alkohol dan pemakai narkotik. 2. faktor janin a. hidramnoin. b. kehamilan ganda c. ketuban pecah dini d. cacat bawaaan e. infeksi (rubeolla, sifilis, toksoplasmosis) f. insufisiensi plasenta g. inkopantibilitas darah ibu dan janin. 3. Faktor plasenta a. plasenta previa b. solusio plasenta c. sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik) d. tumor (molahidatidosa) e. luas permukaan berkurang f. adanya plasentitis villus (bakteri, virus, dan parasit)
C. TANDA DAN GEJALA menurut Proverawati (2010, h.2) mengatakan bahwa tanda dan gejala dari BBLR adalah 1. Berat kurang atau sama dengan 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm 3. Lingkar dada kurang dari 30 cm 4. Lingkar kepala kutrang dari 33 cm 5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu 6. Kepala lebih besar 7. Kulit tipis, transparan, lambut lanugo banyak, lemak kurang 8. Otot hipotonik lemah 9. Pernafasan tak teratur dapat terjadi apnea 10. Kepala tidak mampu tegak, pernafasan 40 – 50x/menit 11. Nadi 100-140x/menit 12. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya 13. Tumit mengkilap, telapak kaki halus 14. Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labio mayora, klitoris menonjol (Bayi perempuan) dan testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi pada skrotum kurang (bayi laki-laki) 15. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakan lemah 16. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah 17. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang
D. PATOFISIOLOGI Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan
lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral. Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi.
E. PEMERIKSAAN FISIK dan PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. PEMERIKSAAN FISIK a. Reflek misalkan moro, menggenggam, dan menghisap. b. Tonus Aktivitas c. Kepala d. Mata e. THT (telinga dan mulut) f. Abdomen g. Toraks h. Paru-paru i. Jantung j. Ekstermitas k. Umbilikus l. Genetalia m. Anus n. Spina o. Kulit p. Suhu
2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ). b. Hematokrit ( Ht ) : 43%- 61 % ( peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal/perinatal ). c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebihan ). d. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari. e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga. f. Pemantauan elektrolit ( Na, K, Cl ) : biasanya dalam batas normal pada awalnya. g. Pemeriksaan Analisa gas darah (Sitohang 2004, h.5).
F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada BBLR menurut Pantiawati (2010, hh.55-56) dan Proverawati at all (2010, hh.31-35) antara lain: a. Medikamentosa pemberian vitamin K1 dengan cara injeksi IM 1 mg atau peroral 2 mg sekali pemberian, atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir 3-10 hari dan umur 4-6 minggu) (Pantiawati 2010, h.55). b. Pemberian, Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan pilihan asupan nutrisi, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. Asupan nutrisi misalnya air susu ibu (ASI) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap. ASI merupakan makanan paling utama sehingga ASI didahulukan untuk
diberikan. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak bisa untuk menghisap. Bila faktor menghisapnya kurang, ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok dengan perlahan atau dengan memasang sonde ke lambung (Proverawati 2010, h.33). Pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khususnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat untuk menghisap dan sianosis ketika minum dapat melalui botol atau menete pada ibunya dengan melalui nasogastrik tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan yang lebih rendah. Alat pencernaan bayi belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang (Proverawati 2010, h.33). c. Mempertahankan suhu tubuh bayi Pada bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas dan menjadi hipotermia, karena pengaturan pusat panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh akrena itu, bayi prematur haris dirawat di dalam inkubator, sehingga pnas badannya mendekati dalam rahim. BBLR dirawat dalam inkubator yang modern dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembabannya agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur. Pemberian oksigen untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi yang tidak memuaskan harus berhati-hati agar tidak terjadi hiperoksia yang dapat menyebabkan hiperoplasia retrorental dan fibroplasis paru. bila mungkin pemberian oksigen dilakukan melalui tudung kepala dengan alat CPAP (continues positif airway preasurre) atau dengan endotrakeal untuk pemberian konsentrasi oksigen yang aman dan stabil.
d. Pencegahan infeksi bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusst, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan aseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien, mengatur kunjungan menghindari perawatan yang terlalu lama dan pemberian antibiotik yang tepat. bayi prematur mudah sekali terinfeksi, karena daya tahan tubuhnya masih lemah, kemampuan leokosit masih kurang, dan pembentukan antibody belum sempurna. oleh karena itu upaya preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi BBLR. e. Penimbangan berat badan perubahan berat badan mencerminkan kondisi nutrisi bayi dan eratnya kaitannya dengan daya tahan tubuh oleh karena itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat. f. Pemberian oksigen ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi BBLR akibatnya tidak adanya alveoli dan surfaktan. konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30 – 35%. konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa panjang akan menyebabkan kerussakan pada jaringan retina bayi dan dapat menimbulkan kebutaan. g. Pengawasan jalan nafas jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakhea, alveoli, bronkhiolus, bronkheolus respiratorius dan duktus alveolus ke alveoli. terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman , Arif, 2004, Asuhan Keperawatan pada BBLR, dilihat 23 februari2012,
Hapsari, Rahma, 2009, Makalah Termoregulasi pada BBLR, dilihat 23 februari 2012, Meadow, Roy, 2003, Lecture notes pediatrika, Erlangga : Jakarta Pantiawati, Ika, 2010, Bayi dengan BBLR, Nuha Medika: Yogjakarta Proverawati, Atikah, 2010, BBLR, Nuha Medika: Yogjakarta Surasmi, Asrining, 2003, Perawatan Bayi resiko tinggi, EGC: Jakarta UNICEF , 2004, United Nations Children’s Fund and World Health Organization, Low Birthweight: Country,regional and global estimates, Division of Communication : New York