BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan kinerja pegawai, motivasi kerja dan komitmen organisasi antara lain: 1.
Hasil penelitian Ma’rifah (2005) yang berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja dan Komitmen
Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial pada Unit
Pelaksana Teknis Dinas Sosial
Propinsi Jawa Timur”, mengemukakan
bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja pekerja
sosial dimana
pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pekerja sosial adalah positif. Ini berarti semakin besar motivasi kerja pekerja sosial maka kinerjanya akan semakin baik. 2.
Penelitian Theodora (2007) yang berjudul “Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Kinerja Pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kelapa Gading dan Sunter,” menemukan hasil adanya hubungan antara komitmen organisasi dengan kinerja pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kelapa Gading dan Sunter Jakarta Utara, secara umum komitmen organisasi pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kelapa Gading dan Sunter tergolong baik, demikian juga dengan kinerja pegawai tergolong baik.
3.
Yuliani (2010) dalam penelitiannya “Pengaruh Motivasi Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja” bahkan menggabungkan variabel motivasi dan variable komitmen dalam melihat pengaruhnya terhadap kinerja yang
dilakukan
di
Balai
Latihan
Pendidikan
Teknik
(BLPT)
Yogyakarta dan menemukan, bahwa motivasi, komitmen organisasional berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
Balai
Latihan Pendidikan Tekik (BLPT) Yogyakarta. Variasi perubahan kinerja karyawan
(Y)
cukup
dapat dijelaskan oleh variabel motivasi, komitmen
organisasional dan kompetensi. 4.
Penelitian Windy (2009) juga mengkaji dan menganalisis “Pengaruh Motivasi Kerja dan
Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Perusahaan PT Wahana Sun Motor Semarang”, hasil penelitian membuktikan bahwa berdasarkan hasil analisis regresi berganda maka dapat diketahui bahwa motivasi
kerja,
kemampuan
kerja dan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap apabila
motivasi
kerja karyawan,
komitmen
organisasi
kinerja karyawan, artinya
kemampuan
kerja
dan
komitmen
organisasi karyawan semakin tinggi maka kinerja karyawan akan semakin optimal. 5.
Raiser (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Motivasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Eselon III pada Kantor/Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu,” meneliti tentang pengaruh motivasi dan komitmen organisasi
terhadap kinerja
11
pegawai Eselon III pada kantor dinas di lingkungan pemerintahan Kabupaten Rokan Hulu, menemukan motivasi
kerja
dan
komitmen
organisasi bepengaruh signifikan terhadap kinerja. 6.
Sari (2010) juga meneliti tentang “Pengaruh Motivasi Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja pada PDAM Delta Tirta Sidoarjo”.
Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi kerja dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Kinerja 2.2.1.1. Pengertian Kinerja Menurut Mangkunegara (2005), kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Untuk melihat kinerja yang ada dilakukan dengan cara penilaian prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja merupakan usaha yang dilakukan pimpinan untuk menilai hasil kerja bawahannya. Menurut Mengginson dalam Mangkunegara (2010), penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Bernardin dan
Russel
dalam Mangkunegara
(2010) memberikan
pengertian
kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcomes
12
produced on a specified job function or activity during time period”. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang
diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu Gibson
dkk dalam
mangkunegara (2010)
hasil dari
mengemukakan
job
performance adalah
pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja. Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak d a l a m m a n g k u n eg a r a (2010) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah mewujudkan
tujuan
tingkat
pencapaian
hasil
dalam
rangka
perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan
yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
2.2.1.2. Teori Penilaian Kinerja Selanjutnya
Sikula
dalam
Mangkunegara
(2005)
mengemukakan
bahwa
penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu barang. Menurut Handoko (2001), penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasiorganisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kinerja mereka. Handoko (2001) lebih lanjut mengemukakan, penilaian hendaknya memberikan gambaran akurat mengenai prestasi kerja karyawan sehingga untuk mencapai tujuan 13
ini sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related), praktis, mempunyai standar-standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat diandalkan. Job related berarti bahwa sistem menilai perilaku-perilaku kritis yang mewujudkan keberhasilan organisasi. Sedangkan suatu sistem disebut praktis bila dipahami atau dimengerti oleh para penilai dan karyawan/pegawai. Di samping harus job related dan praktis, evaluasi prestasi kerja memerlukan standar-standar pelaksanaan kerja (performance standard) dengan mana prestasi kerja diukur. Agar efektif, standar hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan pada setiap pekerjaan. Lebih lanjut, evaluasi juga memerlukan ukuran-ukuran prestasi kerja yang dapat diandalkan (performance measures). Berbagai ukuran ini, agar berguna, harus mudah digunakan, reliabel dan melaporkan perilaku-perilaku kritis yang menentukan prestasi-prestasi kerja.
Menurut Mangkunegara (2010), penilaian kinerja (prestasi kerja) merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Dikatakan penilaian kinerja subyektif, karena kebanyakan pekerjaan benar-benar tidak mungkin diukur secara obyektif, hal ini disebabkan beberapa alasan, termasuk alasan kerumitan dalam tugas pengukuran, lingkaran yang berubah-ubah, dan kesulitan dalam merumuskan tugas dan pekerjaan individual tenaga kerja secara rinci. Dengan demikian, penilaian kinerja sangat mungkin keliru dan sangat mudah dipengaruhi oleh sumber yang tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut mempengaruhi proses penilaian sehingga harus diperhitungkan dan dipertimbangkan dengan wajar.
14
Menurut Timpe (2002), meskipun mustahil mengidentifikasi setiap kriteria kinerja yang universal yang dapat diterapkan pada semua pekerjaan, adalah mungkin menentukan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh kriteria apabila kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi penilaian kinerja.
Karakteristiknya adalah: 1.
Kriteria yang baik harus mampu diukur dengan cara-cara yang dapat dipercaya. Konsep keandalan pengukuran mempunyai dua komponen: stabilitas dan konsistensi.
Stabilitas menyiratkan bahwa pengukuran kriteria yang
dilaksanakan pada waktu yang berbeda haruslah mencapai hasil yang kira-kira serupa. Konsistensi menunjukkan bahwa pengukuran kriteria yang dilakukan dengan metode yang berbeda atau orang yang berbeda harus mencapai hasil yang kira-kira sama.
2.
Kriteria yang baik harus mampu membedakan individu-individu sesuai dengan kinerja mereka. Salah satu tujuan penilaian kinerja adalah evaluasi kinerja anggota organisasi. Jikalau kriteria semacam itu memberikan skor yang identik kepada semua orang,
maka criteria
tersebut
tidak
berguna
untuk
mendistribusikan kompensasi atas kinerja, merekomendasikan kandidat untuk promosi, ataupun menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan. 3.
Kriteria yang baik haruslah sensitif terhadap masukan dan tindakan pemegang jabatan. Karena tujuan penilaian kinerja adalah untuk menilai efektivitas individu anggota organisasi, kriteria efektivitas yang dipakai dalam sistem itu
15
haruslah terutama di bawah kebijakan pengendalian orang yang sedang dinilai. 4.
Kriteria yang baik harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya sedang dinilai. Adalah penting agar orang-orang yang kinerjanya sedang diukur merasa bahwa kinerja yang sedang digunakan memberikan petunjuk yang adil dan benar tentang kinerja mereka.
Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana diungkapkan oleh Gomes (2003) yaitu : 1)
Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis. Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah : rating scale, employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident. (a) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor
untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif,
ketergantungan, kematangan dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (b) Employee comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode ini terdiri dari : (1) Alternation ranking : yaitu metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired comparation : yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga
16
terdapat berbagai alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif sedikit. (3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan paired comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif banyak. (c) Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. (d) Free form essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan
orang/karyawan/pegawai
yang
sedang dinilainya. (e) Critical incident Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama dan keselamatan. 2)
Metode Modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah : assesment centre, Management By Objective (MBO=MBS), dan human asset accounting. a) Assessment
centre.
Metode
ini
biasanya
dilakukan
dengan
pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari dalam. b) Management by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai langsung diikut sertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan
kemampuan
bawahan
dalam
17
menentukan
sasarannya
masing-masing
yang
ditekankan
pada
pencapaian sasaran perusahaan. c)
Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
Timpe (2002) lebih lanjut mengemukakan, belum adanya kesamaan antara organisasi dan perusahaan dalam menentukan unsur yang harus dinilai dalam proses penilaian kinerja yang dilakukan manajemen/penyelia penilai disebabkan selain terdapat perbedaan yang diharapkan dari masing-masing organisasi, juga karena belum terdapat
standar
baku
tentang
unsur-unsur
yang
Kendati demikian, khusus untuk penilaian kinerja
perlu
diadakan penilaian.
pegawai negeri sipil (PNS)
dilakukan dengan menggunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dengan berlandaskan:
1. Undang-undang Pokok Kepegawaian nomor 8 tahun 1974 pasal 12 ayat (1) dan (2), dan pasal 20. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS). 3. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 20/SE/1980 tentang DP3.
Daftar
Penilaian
Pelaksanaan
Pekerjaan
(DP3)
adalah
suatu
daftar
yang
memuat hasil penilaian pekerjaan seorang pegawai negeri sipil (PNS) dalam jangka waktu satu tahun yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Daftar tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan pembinaan PNS berdasarkan sistem karir dan prestasi kerjanya antara lain dalam mempertimbangkan
18
kenaikan pangkat, penempatan jabatan, pemindahan, kenaikan gaji berkala dan lainlain. Nilai dalam DP3 digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan mutasi kepegawaian dalam tahun berikut kecuali ada perbuatan tercela dari pegawai negeri sipil yang bersangkutan yang dapat mengurangi nilai tersebut.
Menurut Nawawi (2003), bahwa penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang pegawai telah melaksanakan
pekerjaannya masing-masing
secara
keseluruhan. Dan
karena
menggunakan sebuah daftar maka dikenal dengan sebutan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) meliputi : kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama dan prakarsa. 1) Kesetiaan. Kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati, Melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan perilaku pegawai yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam melaksanaan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kesetiaan pegawai terhadap organisasi sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik. 2) Hasil kerja. Yang dimaksud dengan hasil kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada umumnya kerja
19
seorang pegawai antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan pegawai yang bersangkutan. 3) Tanggung jawab. Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang pegawai dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaikbaiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. 4) Ketaatan. Yang dimaksud ketaatan adalah kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati
segala
ketetapan,
peraturan
perundang-undangan
dan
peraturan
kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditetapkan organisasi maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. 5) Kejujuran. Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya. 6) Kerjasama. Kerjasama adalah kemampuan seorang pegawai untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-
besarnya. 7) Prakarsa. Prakarsa adalah kemampuan seorang pegawai untuk mengambil keputusan, langkah-langkah
atau
melaksanakan
sesuatu
tindakan
yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan
20
bimbingan dari manajemen lainnya.
Proses penilaian prestasi kerja menghasilkan suatu evaluasi atau prestasi kerja pegawai di waktu yang lalu dan atau prediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang. Proses penilaian ini kurang mempunyai nilai bila para pegawai tidak menerima umpan balik mengenai prestasi kerja mereka. Tanpa umpan balik, perilaku karyawan tidak akan dapat diperbaiki. Oleh karena itu, bagian kritis proses penilaian wawancara
eksklusif.
Menurut
Handoko
(2001),
adalah
wawancara eksklusif adalah
proses peninjauan kembali prestasi kerja yang memberikan kepada pegawai umpan balik tentang prestasi kerja di masa lalu dan potensi mereka. Penilai bisa memberikan umpan balik ini melalui beberapa pendekatan: 1)
Tell and Sell Approach Mereview prestasi kerja pegawai dan mencoba untuk meyakinkan pegawai untuk berprestasi lebih baik. Pendekatan ini paling baik digunakan untuk para pegawai baru.
2)
Tell and Listen Approach Memungkinkan pegawai untuk menjelaskan berbagia alasan latar belakang dan perasaan defensif mengenai prestasi kerja. Ini bermaksud untuk mengatasi reaksi-reaksi tersebut dengan konseling tentang bagaimana cara berprestasi lebih baik.
3)
Problem Solving Approach Mengidentifikasi masalah-masalah yang menggangu prestasi kerja pegawai. Kemudian melalui latihan, coaching atau konseling, upaya-upaya dilakukan
21
untuk memecahkan penyimpangan-penyimpangan
(sering
diikuti
dengan
penetapan sasaran-sasaran prestasi kerja di waktu yang akan datang).
2.2.2. Motivasi Kerja 2.2.2.1. Pengertian Motivasi Kerja Gomez
(2003)
mendefinisikan
motivasi
sebagai
proses
yang menjelaskan
intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Siagian d al am Go m ez (2003) mengemukaan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Theodora (2007) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang dialami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan. Chung dan Megginson dalam Theodora
(2007)
mendefenisikan
motivasi
sebagai
prilaku
yang
dirumuskan sebagai prilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam mengejar satu tujuan, motivasi juga berkaitan dengan kepuasan pekerjaan dan performansi pekerjaan.
Lebih lanjut Menurut Sukanto dan Handoko (2000) motivasi, yaitu keadaan dalam diri pribadi seseorang yang
mendorong
keinginan individu
untuk
22
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Yuli 2005). Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Sedangkan menurut Gitosudarmo dan Mulyono (2001) motivasi adalah suatu
faktor
yang
mendorong
seseorang
untuk
melakukan
suatu
perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang.
2.2.2.2. Teori Motivasi Kerja
Secara garis besar teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu; (1) pendekatan isi/kepuasan (content theory), (2) teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan (3) teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory). a. Teori Dua Faktor Herzberg Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktorfaktor ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi: (1) Kompensasi (pay and benefit), (2) kebijakan dan adimistrasi organisasi (company policy and administration), (3) hubungan dengan rekan sejawat (relationship with co-worker), (4) mutu penyeliaan (supervision), (5) status, (6) keamanan dan keselamatan kerja (job security), (7) kondisi kerja (working conditions), (8) kehidupan pribadi (personal life). Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan pegawai tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi
23
ketidakberadaannya menyebabkan
ketidakpuasan bagi karyawan,
karena
mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene.
Adapun faktor
intrinsik (motivation factors) meliputi: (1) pencapaian prestasi (achievement), (2) pengakuan orang lain (recognition), (3) kepuasan itu sendiri (the work itself), (4) tanggung jawab (responsibility), (5) peluang karier (promotion), (6) kemungkinan pekembangan ke depan (the posibility of growth).
b. Teori Kebutuhan McClelland Teori McClelland berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu :
1)
Kebutuhan akan prestasi: dorongan untuk berprestasi dan mengungguli.
2)
Kebutuhan
akan
lain berprilaku
kekuasaan:
kebutuhan
untuk
membuat
orang
dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa
dipaksa) tidak akan berprilaku demikian. 3) Kebutuhan akan afiliasi: hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka bergulat untuk prestasi pribadi bukannya untuk ganjaran suskes itu semata-mata. Mereka mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien dari pada yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, David McClelland dalam Mangkunegara (2005) mengemukakan 6 (enam)
karakteristik orang yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu : (1) Memiliki tingkat tanggung jawab
24
pribadi yang tinggi, (2) Berani mengambil dan memikul resiko, (3) Memiliki tujuan realistik, (4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan, (5) Memanfaatkan umpan balik semua
kegiatan
yang
dilakukan,
dan
(6)
yang
konkrit
dalam
Mencari kesempatan untuk
merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Edward Murray dalam Mangkunegara (2005) berpendapat bahwa karakteristik orang
yang
mempunyai
motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut:(1) Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya,
(2)
Menyelesaikan
tugas-tugas
Berkeinginan
Melakukan
menjadi
sesuatu
yang
orang
dengan
memerlukan
terkenal
dan
mencapai usahadan
menguasai
kesuksesan, (3) keterampilan,
(4)
bidang tertentu, (5)
Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan, (6) Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti, dan (7) Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain.
c. Pendekatan Teori Pengharapan
Expectancy Theory (teori pengharapan) awalnya dikembangkan oleh Vroom pada tahun 1964. Motivasi menurut Vroom, mengarah kepada keputusan mengenai berapa banyak usaha yang akan dikeluarkan dalam suatu situasi tugas tertentu. Pilihan ini didasarkan pada suatu urutan harapan dua tahap (usaha – prestasi dan prestasi-hasil). Atau dapat dikatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh harapan individu bahwa pada tingkat usaha tertentu akan menghasilkan tujuan prestasi yang dimaksudkan.
Vroom
menggunakan
persamaan
matematis
untuk
25
mengintegrasikan konsep-konsep kekuatan atau kemampuan motivasi menjadi model
yang
dapat diprediksi yaitu harapan (expectancy), nilai (valence), dan
pertautan (instrumentality).
d. Teori Motivasi Content Theory Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja. Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal seperti Maslow, Mc, Gregor, Herzberg, Atkinson dan McCelland dalam Susbandono (2006) yaitu :
1) Teori harapan (expectancy theory), komponennya adalah: harapan, nilai (value), dan pertautan (instrumentality). 2) Teori keadilan (equity theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan di seluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya. 3) Teori pengukuhan (reinfocement theory), hal ini didasarkan pada hubungan sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi.
e. Teori Motivasi Prestasi
Teori ini menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki enerji potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi dan peluang yang ada. Kebutuhan
pekerja
yang dapat memotivasi gairah kerja adalah:
McClelland dalam Susbandono (2006) yaitu : 1)
Kebutuhan
akan
prestasi dorongan untuk mengungguli, berprestasi
26
sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. 2)
Kebutuhan akan kekuasaan: kebutuhan untuk membuat orang berprilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berprilaku demikian.
3)
Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan karib.
f. Teori X dan Y Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan mana yang menganut teori Y McGregor dalam Susbandono (2006). Pada asumsi teori X menandai kondisi dengan hal-hal seperti pegawai rata-rata malas bekerja, pegawai tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindar dari tanggung jawab, pegawai lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi, pegawai lebih mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan pada asumsi teori Y menggambarkan suatu kondisi seperti pegawai rata-rata rajin bekerja. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak pegawai tidak betah karena tidak ada yang dikerjakan, dapat memikul tanggung jawab, berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi, pegawai berusaha untuk mencapai sasaran organisasi.
2.2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Herzberg motivasi kerja secara ektrinsik dipengaruhi oleh: (1) Kompensasi, (2)
27
kebijakan dan administrasi organisasi, (3) hubungan dengan rekan sejawat, (4) mutu penyeliaan, (5) status, (6) keamanan dan keselamatan kerja, (7) kondisi kerja, (8) kehidupan pribadi. Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan pegawai tidak selalu memotivasi mereka.
Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan
ketidakpuasan bagi pegawai, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan atau hygiene factors. Adapun faktor motivation (intrinsik) meliputi: (1) pencapaian prestasi, (2) pengakuan orang
lain,
(3)
pekerjaan
itu
sendiri,
(4) tanggung
peluang karier, dan (6) kemungkinan pekembangan ke depan.
jawab, (5)
Hal ini juga
ditegaskan dalam sejumlah penelitian yang antara lain dilakukan oleh Saydan dalam Sayuti (2007), Andrianto (2008), Ariani (2009) dan lain-lain, menyebutkan motivasi kerja seseorang di
dalam
melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari proses psikologis dalam diri seseorang,
dan faktor
eksternal
yang berasal
dari
luar diri
(environment factors).
2.2.2.4. Jenis – jenis Motivasi Kerja Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas
perusahaan. Motivasi atau dorongan kepada pegawai untuk
bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu: 1. Motivasi positif. Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi
28
orang lain agar menjalankan sesuatu yang dinginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan imbalan, misalnya: hadiah. 2. Motivasi negatif.
Motivasi negatif adalah suatu proses untuk mempengaruhi
seseorang agar mau melakukan sesuatu yang diinginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah melaui kekuatan-kekuatan ataupun berbagai ancaman.
2.2.3. Komitmen Organisasi 2.2.3.1. Pengertian Komitmen Robbins dan Judge d a l a m T h e o d o r a (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana
seorang individu memihak organisasi serta
tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.
Sedangkan
mendefinisikan
Mathis
komitmen
dan Jackson
organisasional
dalam
Sopiah
(2008)
sebagai derajad dimana pegawai
percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak
akan
meninggalkan
organisasinya.
Steers
dalam
Kuncoro
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi terhadap
nilai-nilai
sebaik
mungkin
untuk
tetap
organisasi),
demi
menjadi
keterlibatan
kepentingan anggota
organisasi
(kepercayaan
(kesediaan untuk
organisasi)
dan
yang
(2002)
berusaha
loyalitas (keinginan bersangkutan)
yang
dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap
29
organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.
Komitmen organisasi, menurut Sunarto (2005) adalah sikap pegawai untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa komitmen merupakan suatu bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana pegawai mencurahkan perhatian, gagasan dan tanggung jawab dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Meyer dan Allen dalam Raiser (2006) merumuskan suatu definisi
mengenai komitmen dalam berorganisasi yang dan
sebagai
suatu
konstruk
psikologis
merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya memiliki
implikasi
terhadap
keputusan
individu
untuk
melanjutkan
keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memilik komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.
Penelitian dari Baron dan Greenberg dalam Yuliani (2010) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai
–
nilai perusahaan, dimana individu akan berusaha dan berkarya serta
memiliki hasrat yang kuat
untuk
tetap
bertahan
di
perusahaan
tersebut.
Panggabean (2002) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
30
organisasi tersebut dalam 4 kategori, yaitu: (1) Karakteristik individu (usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin berhubungan
dan
status
perkawinan)
(2)
Karakteristik
yang
dengan pekerjaan, (3) Karakteristik struktural (formalitas dan
desentralisasi) (4) Pengalaman dalam kerja.
Timpe (2002), berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kekuatan identifikasi dari keterlibatan individu dengan organisasi. Komitmen yang tinggi dicirikan dengan 3 hal, yaitu : (1) Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi (2) Kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi (3) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Sedarmayanti (2007) menguraikan pendapat Buchanan: bahwa komitmen organisasi melibatkan 3 sikap yaitu: (1) Identifikasi dengan tujuan organisasi (2) Perasaan keterlibatan dalam loyalitas
tugas-tugas organisasi dan (3) Perasaan
terhadap organisasi. Menurut Sunarto (2005) komitmen adalah
kecintaan dan kesetiaan terdiri dari: (1) Pernyataan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan, (2) Keinginan untuk tetap berada di dalam organisasi dan (3) Kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi. Walton dalam Sunarto (2005), menyebutkan bahwa kinerja perusahaan akan meningkat
apabila organisasi meninggalkan model pengendalian tradisional
dalam manajemen pegawai. Pendekatan tersebut sebaiknya digantikan dengan strategi komitmen. Ia menyarankan bahwa pegawai akan memberikan respon terbaik dan menjadi sangat kreatif apabila diberi tanggung jawab yang lebih luas,
31
dorongan untuk berkontribusi serta bantuan untuk mencapai kepuasan kerja.
Langkah-langkah untuk meningkatkan komitmen : 1. Libatkan pegawai dalam mendiskusikan tujuan dan nilai-nila organisasi. Dengarkanlah kontribusi dan sampaikanlah kepada tingkat manajemen yang lebih tinggi agar dapat dimasukkan ke dalam pernyataan tujuan dan nilai-nilai organisasi. 2. Berbicaralah kepada para anggota tim secara informal dan formal mengenai apa
yang
sedang terjadi
di
dalam
departemen
dan
rencanakanlah masa depan yang akan mempengaruhi mereka. 3. Libatkanlah
anggota
tim
dalam
menetapkan
harapan
bersama
sehingga mereka merasa “memiliki” dan melaksanakan tujuan tersebut. 4. Ambillah
langkah
untuk
meningkatkan
kualitas
kerja
dalam
departemen, cara melakukan pekerjaan, cara mendesain pekerjaan, gaya manajemen serta lingkup partisipasi. 5. Bantulah pegawai mengembangkan keterampilan dan kompetensinya untuk meningkatkan
“kemampuan kerja” mereka baik di dalam
maupun di luar organisasi. 6. Jangan memberi janji-janji untuk memberi “kerja seumur hidup”, katakan bahwa perusahaan akan berusaha semampunya untuk memberi kesempatan kerja dan berkembang. 7. Kerangka berpikir mereka tidak selalu sama dengan kerangka berpikir anda. 32
Dalam banyak organisasi, ketidakkonsistenan antara ucapan dengan perbuatan akan
merusak
kepercayaan,
menimbulkan
sinisme dari
pegawai
dan
membuktikan bahwa ucapan manajemen tidak sejalan dengan perbuatannya. Membangun kepercayaan merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan komitmen.
Kepercayaan dari pegawai tidak akan diperoleh apabila mereka
hanya diperlakukan asset
sebagai
salah
satu
faktor
produksi,
bukan
sebagai
utama organisasi. Selain itu, pegawai tidak merasa sebagai bagian dari
organisasi apabila tidak dihargai oleh organisasinya.
2.2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi menurut Mayer dan Allen dalam Partina (2005) sebagai berikut : 1.
Karakteristik pribadi individu.
Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Variabel disposisional
mencakup kepribadian dan nilai yang
dimiliki anggota organisasi. Hal-hal lain yang tercakup ke dalam variabel disposisional ini adalah kebutuhan untuk berprestasi dan etos kerja yang baik. Selain itu kebutuhan untuk berafiliasi dan persepsi individu mengenai kompetensinya sendiri
juga
tercakup
ke dalam
variabel ini. Variabel
disposisional ini memiliki hubungan yang lebih kuat dengan komitmen
33
berorganisasi karena adanya perbedaan pengalaman masing-masing anggota dalam organisasi tersebut. 2. Karakteristik organisasi. Yang termasuk ke dalam karakteristik organisasi adalah struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan. 3. Pengalaman selama berorganisasi. Pengalaman berorganisasi tercakup ke dalam kepuasan dan motivasi anggota organisasi selama berada dalam organisasi, perannya dalam organisasi tersebut dan hubungan antara anggota organisasi dengan supervisor atau pemimpinnya. Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap.
Steers dalam Sopiah (2008)
menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang pegawai antara lain : 1) Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap pegawai. 2) Ciri pekerjaan seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja. 3) Pengalaman kerja seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang organisasi.
Sementara itu, Minner dalam Sopiah (2008) mengemukakan empat faktor yang
34
mempengaruhi komitmen pegawai antara lain : 1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian. 2.
Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan
dalam
pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan. 3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjan dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap pegawai. 4. Pengalaman
kerja.
Pengalaman
berpengaruh terhadap
tingkat
kerja
seorang
pegawai
sangat
komitmen pegawai pada organisasi.
pegawai yang baru beberapa tahun bekerja dan pegawai yang sudah puluhan tahun
bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat
komitmen yang berlainan.
2.2.3.3. Jenis-Jenis Komitmen Jenis komitmen menurut Steers dan Porter dalam Partina (2005) terbagi atas tiga komponen yaitu: 1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi,
dan
keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Pegawai dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. 2. Komponen normatif merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus
diberikan
kepada
organisasi.
Komponen
normatif
35
berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi. 3. Komponen
continuance
persepsi pegawai
berarti
tentang
komponen
yang
berdasarkan
kerugian yang akan dihadapinya jika
meninggalkan 4. organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut disebabkan karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi,
Pegawai
yang
memiliki komitmen organisasi. Dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Pegawai
yang ingin menjadi anggota akan
memiliki keinginan untuk berusaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya pegawai yang terpaksa menjadi anggota organisasi akan menghindari kerugian financial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Menurut Steers dan Porter dalam Partina (2005), komitmen pegawai dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen pegawai memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen pegawai. Identifikasi
pegawai
tampak
melalui
sikap
menyetujui kebijaksanaan
organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan
36
menjadi bagian dari organisasi. Sikap juga mencakup keterlibatan seseorang sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki
komitmen tinggi
akan
menerima
hampir
tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya.
semua
tugas
dan
Selain itu sikap juga
mencakup kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi
dari komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara
organisasi dengan pegawai. adanya
loyalitas
dan
Pegawai
dengan
komitmen
tinggi
merasakan
rasa memiliki terhadap organisasi. Sedangkan yang
termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan
komitmen
memperhatikan
juga termasuk kehendak untuk
nasib
organisasi.
Keinginan
tinggi,
ikut
tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pegawai dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku yang berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.
37
2.2.3.4. Pembentukan Komitmen Organisasi Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya beberapa faktor, baik dari organisasi maupun dari individu sendiri. Luthans dalam Yuli dkk (2003) Dalam
perkembangannya
affective
commitment,
commitment,
dan normative commitment, masing-masing
continuance memiliki pola
perkembangan tersendiri. a.
Proses terbentuknya affective commitment
Ada tiga kategori dalam proses terbentuknya affective commitment yaitu : 1) Karakterisitik Organisasi. Karakteristik
organisasi
yang
mempengaruhi
perkembangan
affective
commitment adalah sistem desentralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu. 2) Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian. Selain itu usia juga mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa kondisi individu sendiri, organizational tenure, status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, Etos kerja, dan persepsi individu mengenai kompetensinya. 3)
Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja individu yang mempengaruhi proses terbentuknya
38
affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu. Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi
individu dan variasi
kemampuan yang digunakan individu. Selain itu peran individu dalam organisasi dan hubungannya dengan atasan.
b.
Proses terbentuknya continuance commitment Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini dapat dibagi ke dalam dua variabel yaitu investasi dan alternatif. Selain itu prosespertimbangan juga dapat mempengaruhi individu. Investasi termasuk sesuatu yang berharga, termasuk waktu, usaha ataupun uang, yang harus individu lepaskan jika meninggalkan organisasi. Sedangkan alternatif adalahkemungkinan untuk masuk ke organisasi lain. Proses pertimbangan adalah saat di mana individu mencapai kesadaran akan investasi dan alternatif dan bagaimana dampaknya bagi mereka sendiri.
c.
Proses Terbentuknya normative commitment
Normative commitment terhadap organisasi dapat berkembang dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi. Selain itu
normative commitment
juga berkembang karena
organisasi
39
memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali. Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis antara anggota dengan organisasinya. Kontrak psikologis adalah kepercayaan dari masing-masing pihak bahwa masing-masing akan timbal balik memberi.
2.2.4. Hubungan Kinerja, Motivasi Kerja dan Komitmen Organisasi
Ma’rifah (2005), Theodora (2007), Yuliani (2010), Windi (2009), Luthan dalam Yuli dkk (2003) mengemukakan, dalam setiap organisasi, kinerja yang baik adalah salah satu sasaran penting yang
yang ingin dicapai. Suatu kinerja
baik dipercaya dipengaruhi kuat oleh tingginya motivasi kerja dan
dukungan komitmen organisasional.
Adapun hubungan antar kinerja, motivasi
dan komitmen organisasi berdasarkan sejumlah penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut: a)
Motivasi kerja memiliki hubungan positif dengan kinerja pegawai
b)
Komitmen organisasi berhubungan positif dengan kinerja pegawai
40