Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Beban Cemaran Bakteri Escherichia Coli pada Daging Asap Se’i Babi yang Dipasarkan di Kota Kupang
EMILIUS MELIANO UMBU RAZA1 KETUT SUADA2, HAPSARI MAHATMI1 1
Lab Bakteriologi, 2Lab Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl.P.B.Sudirman Denpasar Bali tlp. 0361-223791 Email :
[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui beban cemaran bakteri Escherichia coli pada daging se’i babi yang dipasarkan di kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diambil dari enam tempat pembuatan daging se’i babi secara tradisional yang tersebar di kelurahan Oebufu, Oebobo dan Baun. Se’i merupakan daging asap khas kota Kupang yang diasapi menggunakan kayu Kosambi (Schleichera oleosa, Merr). Hasil penelitian untuk setiap lokasi diperoleh sebagai berikut (1) Bambu Kuning–Oebobo sebesar 210 MPN/gr (2) Green Garden–Oebufu sebesar 150 MPN/gr (3) Baun sebesar 210 MPN/gr (4) Petra-Oebufu sebesar 7,2 MPN/gr (5) Pondok Sawah-Oebufu sebesar 3,6 MPN/gr dan (6) Aroma-Oebobo sebesar 14 MPN/gr. Jumlah kandungan bakteri Escherichia coli dari keenam sampel, sudah melebihi batas maksimum cemaran bakteri Escherichia coli pada daging asap. Kata-kata Kunci : se’i, Escherichia coli, babi, daging asap
453
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
PENDAHULUAN Daging babi merupakan hasil ternak yang dikonsumsi masyarakat. Selain mengandung unsur-unsur gizi seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral, daging babi memiliki kelebihan yakni mengandung banyak thiamin (vitamin B1) yang diperlukan oleh tubuh untuk mencerna karbohidrat dan menunjang kerja sistem saraf. (Hartawan, 2000). Secara umum komposisi kimia daging menurut Lawrie (2003) terdiri atas 75% air, protein 18%, lemak 3.5%, dan zat-zat non protein yang dapat larut 3.5%. Konsumsi daging babi relatif terbatas di Indonesia. Salah satu daerah yang tingkat konsumsi daging babi tinggj adalah penduduk di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini berpengaruh pada pola konsumsi dan penyebaran peternakan babi di wilayah Indonesia. Provinsi NTT merupakan salah satu wilayah potensial sebagai pusat ternak babi. Hal ini ditunjang dengan adanya peningkatan produksi daging babi untuk dipasarkan sebesar 2,06% pada tahun 2009 (Costa, 2009). Peningkatan produksi ternak babi di provinsi NTT khususnya kota Kupang berawal dengan adanya peningkatan perekonomian masyarakat. Perekonomian meningkat, maka kebutuhan akan konsumsi daging babi terus meningkat. Peningkatan produksi daging se’i babi ini tentunya harus juga mengutamakan keamanan produk pangan tersebut untuk dikonsumsi masyarakat (Nugroho, 2004). Berkaitan dengan teknik pengolahan se’i babi secara tradisional beserta faktorfaktor produksi se’i yang diuraikan, maka
sangat memungkinkan terjadinya
kontaminasi silang. Untuk itu diperlukan studi untuk mengetahui kontaminasi bakteri Escherchia coli pada daging se’i babi. Bakteri ini merupakan coli fekal yang dijadikan sebagai indikator adanya cemaran bakteri patogen. Beban cemaran inilah yang akan memberikan gambaran keamanan dari produk se’i babi untuk dikonsumsi.
454
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah berapakah beban cemaran bakteri Escherichia coli pada daging se’i babi yang dipasarkan di kota Kupang Provinsi NTT. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi mengenai beban cemaran bakteri Escherichia coli pada daging se’i babi yang dipasarkan di kota Kupang. Beban cemaran bakteri yang nantinya diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan aman dan tidaknya daging se’i babi untuk dikonsumsi masyarakat.
MATERI DAN METODE
Sampel yang digunakan adalah daging se’i babi yang diambil dari 6 tempat pembuatan daging se’i babi secara tradisional yang tersebar di kota Kupang meliputi kelurahan Oebufu, Oebobo, dan Baun. Masing-masing tempat pembuatan diambil 50 gram untuk tiap sampel. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Briliant Green Lactosa Bile (BGLB), Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), Simon Citrat, MR-VP Medium, Trypton Broth, Alkohol, Kapas, Spiritus, Almunium Foil, kantong plastik, Sabun cair. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tabung reaksi, tabung durham, rak tabung reaksi, pipet, jarum ose, inkubator, autoclav, lemari pendingin, api bunsen, kompor listrik, timbangan analitik, Cool Box, gunting, scalpel. Variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah : Variabel Bebas
: Daging se’i Babi
Variabel Terikat
: Bakteri Escherichia coli pada daging se’i babi
Pengambilan sampel berupa daging se’i babi yang dilakukan dengan steril dan dimasukkan ke dalam plastik steril dan selanjutnya diberi label asal tempat 455
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
pembuatan untuk tiap-tiap sampel. Semua sampel yang sudah diambil dimasukkan ke dalam coolboks. Pengambilan sampel dilakukan sekaligus dalam 1 hari dan keesokan harinya dibawa ke Denpasar untuk diperiksa. Pemeriksaan bakteri dengan metode MPN merupakan metode pemeriksaan yang dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam sampel berbentuk cair ataupun padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari sampel tersebut. Untuk pemeriksaan bakteri Escherichia coli dapat dilakukan melalui dua tahap yaitu uji penduga Coliform dan uji penegasan adanya Escherichia coli (Fardiaz, 1993). a. Uji Penduga Coliform Untuk mengerjakan satu sampel menurut Fardiaz (1993), terlebih dahulu dibuat suspensi 1:10
yaitu sampel ditimbang 10 gram dan selanjutnya digerus dan
ditambahkan 90 ml NaCl fisiologis. Setelah dilakukan pengenceran 10 -1, langkah selanjutnya dalam membuat pengenceran 10 -2 dengan mengambil 1 ml dari pengenceran 10-1 lalu dimasukkan pada 9 ml NaCl fisiologis. Dari pengenceran 10 -2 dibuat pengenceran 10 -3 dengan mengambil 1 ml dari pengenceran 10-2 dan dimasukkan ke dalam 9 ml NaCl fisiologis. Langkah selanjutnya dilakukan uji pembiakan Coliform dengan menggunakan seri sembilan tabung. Setiap tabung reaksi dimasukkan 10 ml BGLB cair dan setiap tabung dimasukkan tabung Durham dengan posisi terbalik. Selanjutnya masukkan 1 ml sampel ke dalam 3 tabung pertama dari pengenceran 10-1, 1 ml sampel ke dalam 3 tabung kedua dari pengenceran 10 -2 dan 1 ml ke dalam tiga tabung ketiga dari pengenceran 10-3. Setelah itu, diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C dan diamati tertangkap atau tidaknya gas dalam tabung Durham. Jika terdapat gas atau keruh, maka diduga terdapat Coliform pada tabung. b. Uji Penegasan Escherichia coli Dari hasil uji penduga Coliform yang diperkirakan positif, ditanam ke media EMBA dengan menggunakan jarum ose dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Hasil positif yang menandakan koloni Escherichia coli ditandai
456
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
dengan diameter koloni 2-3 mm, koloni hijau metalik, dan bagian pusat koloninya tampak ungu gelap. Untuk menegaskan adanya pertumbuhan Escherichia coli pada tabung MPN seri sembilan tabung, maka hasil positif pada media EMBA dicocokkan dengan hasil positif pada tabung Durham. Jumlah tabung positif Escherichia coli, selanjutnya dicocokkan dengan tabel nilai MPN untuk mendapatkan nilai MPN. Identifikasi Escherichia coli dengan uji IMVIC Untuk mengidentifikasi dan memastikan adanya bakteri Escherichia coli yang merupakan coli fekal, maka dilakukan uji Indol, Methyl Red, Voges-Proskaeur, dan Citrate. Dari hasil positif pada media EMBA, masing-masing diinokulasikan menggunakan jarum Ose ke dalam tiga tabung yang masing-masing berisi medium yang berbeda yaitu Tryptone Broth untuk uji Indol, MR-VP Broth, dan Koser Citrat Medium untuk uji penggunaan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (Fardiaz, 1993). Semua tabung diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam dan setelah itu diamati perubahan-perubahan yang terjadi. Pada Uji Indol, hasil positif ditandai dengan adanya cincin merah pada bagian atas media setelah ditetesi reagen kovac 3-5 tetes. Untuk uji MR-VP, terlebih dahulu media tersebut dibagi dua. Hasil positif pada uji Methyl Red ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah pada medium dan pada uji Voges-Proskaeur. Hasil yang menandakan adanya pertumbuhan bakteri Escherichia coli berupa tidak adanya perubahan warna pada medium dan pada uji sitrat hasil yang menandakan pertumbuhan bakteri Escherichia coli ditandai dengan tidak ada perubahan warna pada medium (Fardiaz, 1993). Perhitungan MPN mikroba Berdasarkan kombinasi hasil positif yang diperoleh, selanjutnya disesuaikan dengan nilai MPN pada tabel MPN seri sembilan tabung. Untuk menghitung MPN dapat menggunakan rumus menurut Fardiaz (1993) yaitu :
457
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
MPN mikroba = Nilai MPN x
1 Pengencera n tabung yang ditengah
Data hasil perhitungan jumlah cemaran bakteri Escherichia Coli disajikan secara deskriptif. Penelitian ini mengambil sampel dari 6 tempat pembuatan daging se’i babi di kota Kupang Propinsi NTT, dan selanjutnya dilakukan penelitian di laboratorium Mikrobiologi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Hasil metode MPN dan uji identifikasi menggunakan IMVIC Hasil positif dari uji penduga Coliform, terlihat pada tabung yang berisi media Brilliant Green Lactosa Bile (BGLB) yang ditandai dengan adanya gas pada tabung Durham yang menandakan adanya fermentasi laktosa. Pada media BGLB terdapat Bile salt yang berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Hasil positif seperti tampak pada Gambar 1.
458
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Gambar 1. Tabung MPN Seri Sembilan Tabung
Selanjutya dari hasil tabung positif pada media BGLB, dilakukan uji penegasan pada media EMBA. Hasil positif yang didapat berdasarkan pertumbuhan koloni Escherichia coli dengan ciri-ciri berwarna hijau metalik dengan titik hitam pada bagian tengahnya seperti tampak pada Gambar 2.
Gambar 2. Koloni Bakteri Escherichia coli pada Media EMBA
459
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Berdasarkan uji penegasan pada media EMBA, diperoleh keenam sampel daging se’i babi yang diperiksa tercemar bakteri Escherichia coli. Untuk mempertegas dugaan bahwa Escherichia coli yang diuji berasal dari fecal coli maka pada hasil uji IMVIC diperoleh sebagai berikut : Uji Indol menunjukkan hasil positif ditandai dengan adanya cincin merah pada bagian atas media saat ditetesi reagen kovac seperti tampak pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil Uji Indol Positif dari Escherichia coli Dari Gambar 3, terlihat adanya cincin merah pada bagian atas medium karena Escherichia coli dapat memecah asam amino triptofan menjadi senyawa indol (Fardiaz,1993). Uji Methyl Red menunjukan hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari kuning menjadi merah. Pada uji Voges Proskauer menunjukkan hasil negatif karena Escherichia coli tidak dapat membentuk acetonin yang merupakan hasil sampingan metabolisme karbohidrat.
460
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Gambar 4. Hasil Uji Methyl Red Positif
Gambar 5. Hasil Uji Voges Paskauer Negatif
Uji Sitrat menunjukkan hasil negatif dengan tidak adanya perubahan warna dari hijau menjadi biru.
Gambar 6. Hasil uji Sitrat Negatif dari Escherichia coli
Dari hasil uji penegasan pada media EMBA, selanjutnya disesuaikan dengan data hasil positif pada tabung untuk mendapatkan kombinasi tabung positif adanya bakteri Escherichia coli dan selanjutnya dicocokkan pada tabel MPN seri sembilan tabung untuk mendapatkan nilai MPN. Berdasarkan uji mikroba dengan metode
461
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Most Probable Number (MPN), didapat nilai MPN mikroba untuk semua sampel daging se’i babi yang diperiksa telah melebihi batas maksimum kandungan bakteri pada daging asap. Batas maksimum angka cemaran bakteri Escherichia coli untuk daging asap menurut SNI adalah 3 MPN/gram sedangkan jumlah beban cemaran bakteri Escherichia coli pada keenam sampel berkisar antara 3,6 MPN/gram sampai 210 MPN/gram. Data hasil jumlah beban bakteri Escherichia coli pada tiap-tiap sampel dari enam tempat pembuatan se’i babi di kota Kupang dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1. Jumlah Cemaran Bakteri Escherichia coli dan Nilai MPN/gram No
Tempat Pembuatan
.
Jumlah Tabung positif Seri I
Seri II
Seri III
Nilai MPN/gram
1.
Bambu Kuning- Oebobo
3
2
2
2,10 x 102 (210)
2.
Green Garden – Oebufu
3
2
1
1,50 x 102 (150)
3.
Baun
3
2
2
2,10 x 102 (210)
4.
Petra- Oebufu
1
0
1
0.72 x 101 (7,2)
5.
Pondok Sawah- Oebufu
1
0
0
0,36 x 101 (3,6)
6.
Aroma- Oebobo
2
0
1
0,14 x102 (14)
Hasil observasi proses pembuatan daging se’i babi pada enam tempat pembuatan se’i babi di kota Kupang Pada umumnya proses pembuatan daging se’i babi yang dipasarkan di kota kupang sama antara satu dengan yang lainnya. Semua tempat pembuatan masih memproduksi dengan cara tradisional. Ada beberapa point yang bisa dijabarkan menyangkut proses pembuatan tersebut. a. Asal hewan Babi yang dipakai untuk pembuatan se’i babi adalah babi jenis Duroc dan Landrace yang dibeli dari peternakan.
462
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
b. Pemotongan babi Berdasarkan hasil wawancara dengan produsen se’i babi, pemotongan babi langsung dilakukan di tempat pembuatan pada pagi hari sebelum proses pembuatan se’i babi. c. Peralatan Keadaan alat panggang dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 7. Alat dan Tempat Pengasapan Se’i Babi di Bambu KuningOebufu. d. Proses pembuatan se’i babi Berdasarkan hasil observasi, pembuatan daging Se’i babi dimulai dari pemeraman selama 24 jam setelah diberi bumbu. Perlakuan selanjutnya adalah pengasapan menggunakan kayu Kosambi. Hal yang membedakan antara satu tempat dengan yang lainnya terletak pada lama pengasapan, ada tidaknya daun kosambi dalam proses pengasapan serta ada tidaknya pemanggang khusus untuk memanaskan kembali daging yang akan dipesan oleh konsumen. Tempat pembuatan se’i di
Bambu Kuning Oebufu dan Baun saja yang
menggunakan daun kosambi yang diletakkan di atas daging dan tempat yang memiliki pemanggang untuk memanaskan kembali yaitu Bambu Kuning, 463
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Baun, dan Pondok Sawah. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk membuat se’i
babi
mulai
dari proses pemotongan sampai siap
dikonsumsi
menghabiskan waktu 4 sampai 5 jam.
Berikut ini gambar proses pembuatan Se’i babi
Gambar 8. Proses Pengasapan Se’i Babi Pondok Sawah
Gambar 9. Pengasapan dengan Menggunakan Daun Kosambi di Bambu Kuning- Oebufu. 464
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Pada Gambar 9, tampak proses pengasapan menggunakan daun kosambi yang diletakkan menutupi daging yang diasapi dengan kurun waktu 30 menit. Cara ini hanya diterapkan oleh satu tempat pembuatan yaitu Bambu kuning. e. Keadaan Higiene pekerja Dalam proses pengerjaan, pekerja belum higienis dalam bekerja yakni tidak mencuci tangan sebelum bekerja, memegang daging tanpa alat khusus, dan baju yang dipakai bukan baju khusus untuk bekerja. f. Penanganan setelah pengasapan Berdasarkan hasil observasi, setelah pengasapan daging ditempatkan pada suatu wadah seperti yang terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10.Wadah Penyimpanan Daging Se’i Babi di Bambu KuningOebufu
Pembahasan Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan cemaran bakteri telah melebihi batas maksimum cemaran bakteri Escherichia coli pada daging asap sesuai dengan aturan
465
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
SNI (7388:2009). Hal ini kemungkinan berawal dari
hewan itu sendiri sebab
manajemen atau tata laksana peternakan akan menentukan kualitas produk ternak yang dihasilkan. Lingkungan di sekitar peternakan seperti air, tanah, tanaman serta keberadaan dan keadaan hewan lain di sekitar peternakan akan mempengaruhi kualitas dan keamanan produk ternak yang dihasilkan atau cemaran biologi dari lingkungan peternakan akan terbawa dalam produk ternak yang dihasilkan (Poernomo, 1994). Proses pemotongan juga berpengaruh pada cemaran bakteri pada daging. kontaminasi Escherichia coli pada daging seperti keberadaan bakteri di dalam saluran pencernaan hewan dapat mengkontaminasi daging pada saat proses pemotongan (Syamsir, 2010). Hal ini bisa memungkinkan terjadinya kontaminasi karena proses pemotongan babi dilakukan tidak di Rumah potong Hewan, melainkan dilakukan sendiri oleh pihak produsen. Menurut Lawrie (2003) kontaminasi mikroba pada daging dapat terjadi pada saat hewan tersebut masih hidup sampai sewaktu dikonsumsi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah, kulit hewan, alat jeroan, air pencelupan, alat yang dipakai selama proses persiapan karkas, kotoran hewan, dan udara. Pemotongan yang dilakukan sendiri, sudah bisa dicurigai awal teerjadinya kontaminasi mikroba. Proses pengasapan se’i dengan menggunakan kayu kosambi merupakan faktor utama untuk menekan laju pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Suryaningsih dan Suradi, 2005). Berkaitan dengan proses pengasapan, adapun hasil penelitian Nastiti (2006) tentang mutu produk ikan Mayung yang diolah dengan cara pengasapan, diperoleh kandungan bakteri Escherichia coli berkisar 1 MPN/gram sampai 2,3 MPN/gram. Hal ini menandakan proses pengasapan dengan menggunakan sabut kelapa masih mengandung bakteri Eschericia coli. Menurut Soeparno ( 2005), senyawa-senyawa utama yang terdapat dalam asap antara lain adalah formaldehid sebagai preservatif, fenol dan asam organik sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatik dan menghasilkan warna dan cita rasa khas daging. Aldehid dan keton yang memiliki daya bakteriostatik atau bakteriosidal.
466
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Menurut Daun (1979), senyawa fenol dalam asap juga menunjukkan sifat bakteriosidal yang tinggi, namun senyawa ini aktif pada permukaan daging saja. Pada bagian dalam daging, penyerapan senyawa ini lambat, sehingga tidak efektif pada bakteri yang berada pada bagian dalam. Hal ini berkaitan dengan lama pengasapan, semakin lama pengasapan maka proses penyerapan senyawa fenol akan semakin efektif. Menurut Entang (2003), bakteri Escherichia coli tumbuh pada suhu 100 C sampai 400 C dan dapat mati pada pemanasan di atas suhu 400 C selama 60 menit. Sebenarnya pengasapan sudah menjadi daya penghambat pertumbuhan bakteri, tetapi kemungkinan karena waktu pengasapan singkat dan jarak dari kayu ke permukaan daging jauh yakni 1 meter sampai 1,5 meter, menyebabkan panas dan asap tersebut belum sepenuhnya menyerap pada bagian dalam daging, sehingga bakteri yang terkandung masih banyak. Faktor berikut yang memicu terjadinya kontaminasi pada se’i babi yaitu melalui kontaminasi silang baik dari peralatan yang digunakan dan pekerja itu sendiri yang menjadi penyebab kontaminasi. Secara umum proses pengolahan daging secara tradisional, sangat mungkin memicu terjadinya cemaran baekteri Escherichia coli (Syamsir, 2010). Perbedaan tingkat beban cemaran bakteri Escherichia coli antar tempat pembuatan se’i kemungkinan disebabkan oleh faktor sanitasi dan higiene dari karyawan dan peralatan di tempat pembuatan se’i tersebut. Beban cemaran bakteri Escherichia coli di tempat pembuatan se’i babi Bambu Kuning dan Baun merupakan beban cemaran yang tertinggi yaitu 210 MPN/gram. Hal ini kemungkinan dikarenakan keadaan hygiene karyawan dan peralatan yang digunakan masih rendah. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, wadah penyimpanan daging yang sudah diasap diletakkan pada wadah dan dibiarkan terbuka yang bisa memungkinkan terjadi kontaminasi bakteri. Selain itu dalam proses pengerjaan, karyawan tidak memakai sarung tangan, yang bisa memungkinan dapat mencemari daging. Jumlah
467
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
produksi perhari pada dua tempat produksi ini paling tinggi yaitu mencapai 4 sampai 5 ekor dibandingkan empat tempat produksi lainnya. Dengan jumlah produksi yang besar, kemungkinan pengasapan menjadi tidak efisien. Beban cemaran di Pondok Sawah paling rendah yakni 3,6 MPN/gram. Hal ini kemungkinan dikarenakan peralatan yang digunakan terlihat bersih dan daging yang sudah diasap, langsung ditempatkan pada wadah tertutup dan selanjutnya disajikan kepada konsumen. Hal ini yang bisa menekan terjadinya cemaran mikroba. Pengujian Hipotesis Hipotetis
: Se’i daging babi yang dipasarkan pada beberapa lokasi di kota Kupang Provinsi NTT tercemar oleh bakteri Escherichia coli.
Penunjang
: Jumlah sampel yang positif tercemar bakteri Escherichia coli berjumlah enam sampel dari enam tempat pembuatan se’i babi dengan rincian sebagai berikut : 1.
Bambu Kuning- Oebobo
210 MPN/gram
2.
Green Garden – Oebufu
150 MPN/gram
3.
Baun
210 MPN/gram
4.
Petra- Oebufu
7,2 MPN/gram
5.
Pondok Sawah- Oebufu
3,6 MPN/gram
6.
Aroma- Oebobo
14 MPN/gram
Penyanggah
:-
Simpulan
: Hipotesis diterima
SIMPULAN Keenam sampel daging se’i babi yang dipasarkan di enam tempat pembuatan daging se’i babi di kota Kupang tercemar bakteri Escherichia coli dengan beban
468
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
cemaran yang diperoleh melebihi batas maksimum cemaran bakteri Escherichia coli pada daging asap yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).
SARAN
Lebih ditingkatkan sanitasi dan hygiene tempat produksi maupun pekerja. Untuk mengkonsumsi daging se’i babi, sebaiknya dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan pengasapan kembali. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel daging se’i yang lebih banyak dan menentukan titik kritis dalam pengolahan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh I Gst. Ketut Suarjana, MP, Ibu Amy yang telah membantu penulis di Laboratorium dalam pengerjaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada enam tempat pengelolah daging se’i babi yang ada di kota Kupang. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional Indonesia. SNI 7388 :2009: Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam pangan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional, 2009 Costa, W.Y, 2009. Daging Se’i Babi. Jurnal. http://www.deptan.go.id/bpsdm/bbppkupang/produksi/sei-babi.pdf [21 September 2010] Daun HK. 1979. Interaction of wood smoke components and food. Food Technology (32): 66-71. Dorn, C.R, (1998). Hemorragic Colitis and Hemolytic uremic Syndrome Caused by Escherichia coli in people Consuming Underoked and Pasteurized Milk. J. Am. Vet Mod. Assoc. Lett, 11: 360.
469
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(4) : 453 – 470 ISSN : 2301-7848
Entang, I, (2003). Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademik Keperawatan dan Sekolah Tenaga kesehatan yang Sederajat. Cetakan ke-II. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Fardiaz. Srikandi. 1993. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Hartawan, R. (2000). Zat Gizi Terpenting Pada Kehamilan. http://www.mail-archive.com/
[email protected]/msg10421.html. [21 September 2010] Lawrie, R. A., (2003). Ilmu Daging. Edisi 5 Penerjemah Aminuddin parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Nastiti. D. (2006). kajian peningkatan mutu produk ikan manyung (arius thalassinus) panggang di kota semaran. Tesis. http://eprints.undip.ac.id/17148/1/DWI__NASTITI.pdf. [1 mei 2011] Nugroho, W.S. 2004. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus, Bakteri Jahat yang Sering Disepelekan. Poernomo, S., 1994. Salmonella pada ayam di rumah potong ayam dan lingkungannya di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak, Bogor, 22-24 Maret 1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Suradadi K. dan Suryaningsih L. 2005. Pengaruh Kombinasi Temperatur dengan Lama Pengasapan Terhadap Keasaman dan Total Bakteri Daging Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Semarang.
470