Bagaimana membaca al-Quran?
1
Ada hubungan yang sangat erat antara al-Qur'an dan bulan puasa. Hubungan yang dirasakan oleh setiap muslim semenjak datangnya awal bulan yang mulia itu. Masing-masing menghadapkan dirinya di depan meja alQur'an untuk membacanya. Masjid-masjid penuh jama'ah yang melaksanakan shalat tarawih dan setelah itu terdengar lantunan ayat-ayat -Qur'an berkumandang menjulang tinggi ke angkasa seolah-olah menyiarkan kepada dunia : “Ini adalah bulan al-Qur'an...” Bulan Ramadhan adalah bulan al-Qur'an, Allah ta'ala berfirman :
شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن هدى للناس وب ي نات من الدى والفرقان "Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil.” (QS al-Baqarah : 185) Al-Imam Ibnu Katsir, menerangkan dalam menafsirkan ayat di atas : “Di turunkannya al-Qur'an adalah di bulan Ramadhan, di malam lailatul Qadar” sebagaimana firman-Nya :
إنا أن زلناه ف لي لة القدر "Sesunggguhnya Kami menurunkan al-Qur'an di malam lailatul Qadar” (QS al-Qadr : 1) Dalam ayat yang lain :
إنا أن زلناه ف لي لة مباركة “Sesungguhnya Kami menurukan al-Qur'an di malam yang diberkahi” (QS ad-Dukhan : 3) Setelah itu diturunkan berangsur-angsur kepada Nabi sesuai dengan kejadian yang menimpa beliau. Dan di setiap malam bulan Ramadhan, Malaikat Jibril mendatangi Nabi untuk mengulangi bacaan dan pengajaran kepada Nabi. Sekali dalam setahun Malaikat Jibril melakukan hal ini, dan ditahun Nabi wafat Malaikat Jibril melakukannya dua kali.2 Demikian pula “Salafush Shalih”, mereka menaruh perhatian yang amat besar dan memberikan porsi yang besar waktu mereka untuk membaca al-Qur'an. Terkadang mereka meninggalkan kesibukan lainnya untuk “konsen” dalam menelaah al-Qur'an. Sahabat Nabi, Tamim ad-Dahri radhiyallahuanhu menamatkan dalam membaca dan menelaah al-Qur'an dalam satu malam dan dalam satu raka'at shalat.3 Demikian pula Abdullah bin Jubair menamatkan membaca al-Qur'an dalam satu raka'at shalat. 4 Dan yang lainnya menamatkan dan menelaah al-Qur'an dalam tiga hari dibaca saat shalat malam. Ada juga yang melakukannya selama tujuh hari dan ada yang sepuluh hari, dibaca saat shalat malam di bulan Ramadhan. Mereka membaca al-Qur'an saat shalat maupun saat sedang tidak shalat. Dan hendaknya kita mengerti, bahwa manamatkan (mengkatamkan) al-Qur'an bukanlah tujuan yang sebenarnya dalam membaca al-Qur'an di bulan Ramadhan, karena Allah ta'ala menurunkan al-Qur'an adalah untuk “dipahami dan direnungkan lalu di amalkan” bukan hanya membacanya sedangkan hati lalai dari maknanya lalu tidak 1 2 3 4
Disusun Abu Hasan Arif . HR Muslim 6313 Syarah Ma'ani al-Atsar 2051 karya al-Imam ath-Thahawi (Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Abdul Malik ibnu Salamah al-Azadi al-Hajari al-Masri ath-Thahawi al-Hanafi, 229-321 H) Syarah Ma'ani al-Atsar 2053
mengamalkannya. Allah ta'ala berfirman :
كتاب أن زلناه إليك مبارك ليدب روا آياته “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayatayatnya.” (Shaad : 29) Dan firman-Nya :
' أفل ي تدب رون القرآن أم على ق ل وب أقفالها
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci .” (QS Muhammad : 24)
INILAH MEMBACA AL-QURAN YANG HAKIKI
Sesunggguhnya hak paling besar yang wajib kita tunaikan terhadap al-Qur'an adalah merenungkan dan memahami ayat-ayatnya lalu mengikutinya dengan mengamalkan hukum-hukumnya. Allah ta'ala menjamin bagi mereka yang melakukan hal itu dengan tidak disesatkan dan tidak akan celaka, Dia berfirman :
ل ول يشقى3 فمن ات بع هداي فل يض “Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”
(Thaaha : 123)
Membaca al-Qur'an disertai merenungkan dan memahami ayat-ayatnya setelah itu mengamalkannya adalah “bacaan hakiki” (bacaan yang sebenarnya) yang disanjung Allah ta'ala :
الذين آت ي ناهم الكتاب ي ت لونه حق تلوته أولئك ي ؤمنون به ومن يكفر به فأولئك هم الخاسرون “Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS al-Baqarah : 121) Lalu siapakah yang membaca al-Qur'an dengan bacaan hakiki?
“Mereka yang mengikuti ajaran al-Qur'an dengan sebenar-benarnya”, demikianlah Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma menafsirkannya, lalu dia membaca ayat :
“Dan bulan apabila mengiringinya .” (QS asy-Syams :2)
والقمر إذا تلها
Dalam surat al-Baqarah Allah menyebutkan “tilawah ( ” )تلوةyang maknanya adalah sama dengan ayat dalam surat asy-Syams di atas “tala ( ”) تلartinya : “Mengiringi”. Maka membaca al-Qur'an “dengan sebenarnya” adalah “mengiringinya dengan mengamalkan” hukum-hukumnya.
Mengiringinya dengan mengamalkannya tentunya diperoleh setelah membaca al-Qur'an dengan merenungkan dan mengamati kandungan ayat-ayatnya (mentadaburinya), dan tidak mungkin diperoleh dengan membaca al-Qur'an tanpa memahami dan mengerti arti dan kandungannya. SANGAT DISAYANGKAN SEKALI Namun sangat disayangkan sekali banyak kaum muslimin tidak membaca al-Qur'an dengan sebenar-benarnya. Sedikit sekali dari mereka yang membaca al-Qur'an dengan merenungkan dan memahami ayat-ayatnya, dan lebih sedikit lagi dari mereka yang mengamalkan hukum-hukumnya. Terlebih lagi, di antara mereka ada yang menjadikan bacaan al-Qur'an sebagai “profesi”, mereka menjual ayatayat Allah dengan harga yang sedikit, mereka tidak mengerti Kitabullah kecuali hanya “sekedar membacakan” kepada orang-orang yang telah mati dengan mendapatkan “upah” dari pekerjaannya itu. Maka kewajiban kita adalah mengingatkan hal ini...
MAKNA “TADABBUR” AYAT AL-QUR'AN Kata “tadabbur” suatu ucapan dalam bahasa Arab maknanya adalah seorang yang membaca atau mendengar melihat dengan seksama dari awal hingga akhir lalu mengulangi sekali lagi pengamatannya berkali-kali. Oleh karena itu dalam salah satu ilmu alat (bahasa Arab) yaitu Shorof, kata yang bentuknya seperti “tadabbur”
semisal “tafahhum” , “tabayyun” , “tadzakkur” atau tafakkur, (dalam istilah shorof wazannya tafa'ul/ ع ل9 ) ت فdalam maknanya terdapat arti “melakukan perbuatan itu berulang-ulang”. Misalnya “Tafahhum” artinya berulang-ulang berusaha memahami. “Tabayyun” artinya berulang-ulang mencari kejelasan. “Tadzakkur” artinya berulang-ulang berusaha mengingat. “Tafakkur” artinya berulang-ulang memikirkan. Maka makna “Tadabbur” ayat-ayat al-Qur'an adalah “menajamkan pandangan hati terhadap makna ayatayatnya, menghimpun pikiran agar terpaut dengan ayat-ayatnya, mengulanginya berulang-ulang dalam memikirkannya.” Dengan melakukan hal itu maka ilmu, rahasia-rahasia kandungan, serta hukum-hukum dalam al-Qur'an “dapat dikeluarkan.” lalu akan didapatkan “keberkahan” (barakah) membaca al-Qur'an dan kebaikannya. PERINGATAN BAGI YANG MEMBACA AL-QUR'AN TANPA “TADABBUR” Allah ta'ala mengingkari orang-orang yang membaca al-Qur'an “tanpa tadabbur”, Dia berfirman :
يراF ا كثFأفل ي تدب رون القرآن ولو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلف “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS an-Nisa : 82) Dan juga firman-Nya :
أف لم يدب روا القول “Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami).” (QS al-Mukminun : 68) Itulah ayat-ayat al-Qur'an yang “mengingkari” mereka yang membaca al-Qur'an namun tidak “men- tadabburi-
nya”. Marilah kita lihat lagi, ancaman keras yang disampaikan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada mereka yang membaca al-Qur'an namun “tidak men-tadabburi-nya”. Dari Atha, ia berkata : Aku pernah pergi bersama Ubaid bin Umair menemui Aisyah radhiyallahuanha, lalu Aisyah berkata Ubaid bin Umair : “Saat ini waktu engkau mengunjungi kami” Ubaid menjawab : “Wahai ibu, aku katakan sebagaimana orang mengatakan : Berkunjunglah jarang-jarang, niscaya kecintaanmu akan bertambah!” Atha melanjutkan kisahnya : Lalu Aisyah berkata : “Tinggalkan kami dari jargonmu itu.” Ibnu Umair berkata : “Beritahukan kepada kami kisah yang menakjubkan yang engkau pernah melihatnya dari Rasulullah!” Atha melanjutkan : Aisyah terdiam, kemudian berkata : Pada suatu malam Rasulullah bersabda :
يNيا عائشة ذرين أت عبد اللي لة لرب
“Wahai Aisyah, biarkanlah aku di malam ini beribadah kepada Rabbku.”
Aku katakan : “Demi Allah aku suka jika engkau mendekatkan diri kepada Allah, dan hal-hal yang membuatmu senang.” Aisyah melanjutkan kisahnya : Lalu beliau bangun dan bersuci, setelah itu berdiri melaksanakan shalat. Aisyah melanjutkan :Beliau terus menangis hingga basah dada beliau Aisyah melanjutkan : Lalu beliau menangis dan terus menangis hingga basah jenggot beliau. Aisyah melanjutkan : Lalu beliau menangis dan terus menangis hingga basah tempat shalat beliau. Kemudian datang Bilal memberitahu kepada beliau tibanya saat shalat subuh, saat melihat Rasulullah menangis, Bilal bertanya : “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis? Allah telah mengampuni dosa-dosamu baik yang terjadi pada masa lalu maupun masa yang akan datang?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab :
' وي ل لم ن ق رأه ا ولم ي ت فك ر فيه ا } إن ف ي خلق الس موات والرض، لق د ن زلت عل ي اللي ل ة آي ة، دا ش كوراF أفل أك ون عب ليت F
لولي اللباب { الية
Tidak pantaskah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur, sungguh telah turun di malam ini satu ayat, celaka bagi mereka yang membacanya namun tidak memikirkannya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali Imran : 190)5
MENGIKUTI DAN MENGAMALKAN AL-QUR'AN
Sesunggguhnya tujuan diturunkannya al-Qur'an adalah agar dibaca dengan “men-tadabburi-nya” serta “di amalkan hukum-hukumnya”. Al-Hasan al-Basri berkata :
فاتذوا تلوته عمل،ن زل القرآن ليتدبر وي عمل به “al-Qur'an diturunkan adalah untuk di renungkan ayat-ayatnya dan di amalkan, maka jadikanlah bacaan kalian mengakibatkan pengamalan al-Qur'an.”6 Allah ta'ala berfirman :
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه 5 ash-Shahihah 68 6
Madarijus Salikin 1 hal 449-450, cet Dar al-Kitab al-arabi, cet 4 1417 H/1997, tahqiq Muh. Al-Mu'tashim billah al-Baghdadi.
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. (QS al-An'am : 153) Dan juga firman-Nya :
اتبعوا ما أنزل إليكم من ربكم ول ت تبعوا من دونه أولياء قليل ما تذكرون Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (QS al-Araf : 3) Jika kita merenungkan arti kata “mengikuti” maka maknanya adalah meniru sesuatu yang dilakukan orang lain, menempuh jalannya, tunduk dan menyertainya baik itu hal yang baik maupun buruk. Tentunya makna “mengikuti” seperti yang disebutkan di atas adalah makna yang tercela. Karena meniadakan “kebebasan berpikir dan diri” di dalam mengikuti. Yang benar adalah sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur'an yang memerintahkan manusia untuk mempergunakan akalnya, merenungkan ayat-ayat-Nya, sebelum memerintahkan manusia untuk mengikuti al-Qur'an. Hal ini agar kita tenang dan yakin bahwasanya ayat-ayat-Nya yang kita ikuti adalah “hak”, “baik” dan “penuh dengan rahmat-Nya”. Maka jika kita mengamati dan menyimpulkan setelah membaca ayat-ayat al-Qur'an dengan “tadabbur” bahwa perintah untuk mengikuti petunjuk al-Qur'an sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayatnya adalah “pembebasan” dari perbudakan dalam peribadatan, dari kesyirikan menuju tauhid, dari belenggu mengikuti hawa nafsu dan syahwat menuju keridhaan-Nya, dari kehinaan “tunduk” pada syaitan dari kalangan jin dan manusia menuju ketaatan kepada Allah ta'ala.
MENGKHATAMKAN AL-QUR'AN ADALAH DENGAN MEMAHAMI AYAT-AYATNYA SERTA MEN-TADABBURI-NYA Mengkhatamkan al-Qur'an bukanlah tujuan dari membaca al-Qur'an, jika dibaca tanpa tadabbur, tanpa khusyu' tanpa memahami makna-maknanya dalam hati. Dan di antara kesalahan dalam membaca al-Qur'an, saat kita membaca kisah-kisah para salafus shalih yang menjelaskan kesungguhan mereka dalam membaca al-Qur'an dan mengkhatamkannya, lalu kita membaca kitabullah tanpa tadabbur, tanpa merenungkan makna ayat-ayatnya, tanpa memperhatikan hukum-hukum tajwid, tanpa memperhatika bagaimana mengeluarkan huruf-huruf arab dengan benar dari lisan kita. Kita terburu-buru karena ingin mengejar berapa juz yang telah kita baca, berapa kali kita khatam, dengan penuh semangat membaca al-Qur'an namun salah caranya. Membaca al-Qur'an juz demi juz atau membaca satu surat dengan penuh tadabbur dan memperhatikan dan merenungkan maknanya, adalah lebih baik daripada kita mengkhatamkan al-Qur'an tanpa memahami sedikitpun makna-maknanya. Seseorang datang kepada Abdullah bin Mas'ud radhiyallahuanhu dan berkata : Aku membaca al-Mufasshol7 dalam satu raka'at. Lalu Ibnu Mas'ud radhiyallahuanhu berkata :
ذا كهذ الشعر إن أق واما ي قرءون القرآن ل ياوز ت راقي هم ولكن إذا وقع ف القلب ف رسخ فيه ن فعS ه
7
Pendapat yang mashur dari makna al-Mufasshol ini adalah surat-surat dalam al-Qur'an di mulai dari surat al-Hujurat hingga akhir surat (surat al-Ikhlas). Dinamakan al-Mufasshol (terpisah) karena banyaknya pemisah di antara surat-surat.
“Apakah engkau membaca al-Qur'an dengan cepat 8 seperti membaca syair?9 Sesungguhnya ada orang-orang yang membaca al-Qur'an namun bacaan mereka tidak melampaui kerongkongan mereka 10, namun jika bacaan itu masuk dalam hati lalu membekas di dalamnya maka akan memberikan manfaat.” (HR Muslim) Penutup wahai saudara dan saudariku, Setelah membaca makalah di atas, bersemangatlah membaca al-Qur'an di bulan Ramadhan yang mulia “dengan tadabbur” dan “dengan menghadirkan hati”. Jadikanlah amalan ini tiap hari, janganlah melepaskannya dalam satu harimu... Seandainya engkau menyusun jadwal bagi dirimu dalam membaca al-Qur'an satu, atau dua atau tiga juz setiap shalat pastilah engkau akan mendapatkan kebaikan yang besar... Jangan lupa membacanya, di rumahmu... Jangan lupa memerintahkan keluargamu untuk membacanya…. Dan jangan lupa mendoakan kebaikan ... Untuk gurumu, orang tuamu, dan mereka yang pernah berjasa padamu... Yang telah mengajari al-Qur'an dan sunnah Nabimu...
8
Ada perbedaan pendapat dalam masalah mana yang lebih afdhal (lebih utama), dari sedikit membaca al-Qur'an namun membaca dengan tartil, dengan banyak membaca al-Qur'an namun dibaca dengan cepat. Ibnu Masud dan Ibnu Abbas berpendapat bahwa membaca dengan tartil dan tadabbur namun sedikit lebih afdhal dari membaca banyak namun dengan cepat. (Zaadul Ma'ad karya Ibnu al-Qayyim) 9 Orang ini memberitahukan akan banyaknya hafalan dan kekokohannya dalam menghafal al-Qur'an (sehingga membaca dengan cepat). Lalu Ibnu Mas'ud mengatakan : Engkau membaca al-Qur'an seperti membaca syair dengan cepat? Dalam hadits ini ada faedah ilmu, yaitu anjuran membaca al-Qur'an dengan tartil (perlahan) dan tadabbur (perhatian terhadap maknanya) dan larangan dari membaca terlalu cepat. Dan inilah pendapat mayoritas ulama. Al-Qadhi berkata : sebagian ulama memperbolehkan membaca dengan sedikit cepat. (Syarah Shahih Muslim karya an-Nawawi) 10 Sebagian orang tidaklah mendapatkan faedah dari membaca al-Qur'an melainkan hanya melintas di lisan-lisan mereka saja. Tidak melampaui kerongkongan mereka yang menyampaikan dalam hati mereka. Dan bacaan semacam ini bukanlah bacaan yang di maksud dari perintah membaca al-Qur'an. Yang di maksud dari perintah membaca al-Qur'an adalah merenungkannya, mentadaburinya dan mentautkan hati dengan bacaan itu. (Syarah Shahih Muslim karya an-Nawawi)