JANU SAPUTRA - 1103305
BAB XII SITASI ARTIKEL JALAN REL .12.1
Sitasi (kutipan) Artikel Jalan Rel Dr. Rina Marina Masri. Msi
ANALISIS KERUANGAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN BANDUNG DANBANDUNG BARAT
Spatial Analysis of Land Suitability for Housing in Bandung and West Bandung District Rina Marina Masri Program Studi Teknik Sipil Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The objectives of research are: to evaluate land suitability for housing based on soil characteristics; and to propose policy on the sustainable housing development in Bandung and West Land Bandung Dis- trict. The method used in the spatial analysis is descriptive method based on several i.e. on data description of a case, circumstances, attitudes, relationships or a system of thought that became the object of research. The result of research as follows: 41.76% at fine zone residential lands, 44.81% at moderate zone residential good lands. Result of analysis give alternatives policies as set up the standardization the building coverage ratio, limited the conservation area to residential lands and others, increasing the conservation funding for decreasing natural accident disaster as flood, landslides etc.
182
JANU SAPUTRA - 1103305
Keywords: Spatial analysis, environmental degradation, residential, Bandung and West Bandung district ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini: mengevaluasi ke sesuaian lahan untuk permukiman berdas arkan karakteristik lahan serta mengusulkan kebijakan terkait pembangunan permukiman berkelanjutan di Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Metode yang digunakan dalam analisis spaatial adalah metode deskriptif berdasarkan beberapa data antara lain: deskripsi kasus, lingkungan, perilaku, hubungan atau sistem kepercayaan yang menjadi objek dari penelitian ini. Hasil dari penelitian ini antara lain: 41,76% wilayah permukiman berada pada lahan dengan kategori bagus, 44,81% berada pada kelas sedang, dan 13,43% pada kelas buruk. Hasil analisis memberikan alternatif kebijakan sebagai bentuk standardisasi dari rasio tutupan bangunan, pembatasan area konservasi dari lahan permukiman dan laan lainnya, meningkatkan dana konservasi dan mengurangi bencana alam seperti banjir, longsor lahan, dan sebagainya. Kata kunci: analisis spatial, degradasi lingkungan, dan permukiman PENDAHULUAN Tekanan jumlah penduduk terhadap lahan merupakan salah satu masalah bagi sumber daya alam dan lingkungan. Kabupaten Bandung dan Bandung Barat memiliki jumlah pe nduduk sebany ak 5.527.153 orang (Database SIAK Provinsi Jawa Barat,2011) dengan luas lahan permukiman hanya 28.719 ha (9,2 %) dengan kawasan budidaya seluas 227.013 ha (72,88 %) serta kawasan lindung seluas 84.462 ha (27,12%). Salah satu masalah yang ditimbulkan adalah adanya deviasi penentuan lokasi perumahan. Lokasi per umahan selain memenuhi syarat kelayakan fisik, juga harus mempert imbangkan kelaya kan ekonomis dan ekologis. Fenomena meningkatnya deviasi lokasi untuk perumahan me mberikan konsekuensi terhadap pemerintah untuk memperoleh cara penyediaan dan pe mbangunan perumahan berkelanjutan (Masri, 2008). Lokasi perumahan seharusnya mempunyai kondisi geologi dan topografi yang dapat menjamin keamanan permukiman. Selain harus mempunyai tingkat kemantapan dan kestabilan yang tinggi juga harus mem-
183
JANU SAPUTRA - 1103305
punyai tingkat kelerengan yang rendah (maksimal adalah 15%), tidak berada di bawah permukaan air setempat (Jayadinata,1999). Herina (2006) mengemukakan bahwa kegagalan pondasi bangunan yang disebabkan berkurangnya daya dukung tanah akibat getaran gempa adalah peristiwa pencairan tanah. Masalah utama dari pelumpuran tanah yang harus diatasi adalah kenaikan tekanan air pori tanah karena tidak dapat terdrainase. Jika tekanan air pori ini sudah menyamai tegangan total tanah, tanah akan kehilangan kekuatannya sehingga tidak mampulagi mendukung str uktur bangunan di atasnya. Upaya pengendaliannya antara lain dengan mengupayakan peningkatan kestabilan tanah dan desain struktur bangunan yang benar yang mempertimbangkan kondisi tanah pendukungnya. Oleh karena seringnya terjadi keruntuhan bangunan pada tanah-tanah bertekstur liat maka beban yang diperbolehkan paling tinggi adalah sepertiga dari kekuatan tanah tersebut (Jumikis, 1962). Pengerutan tanah yang banyak mengandung liat tipe 2:1 telah banyak me nyebabkan kerusakan pada pondasi bangunan yang ringan (Jumikis,1962). Kerusakan dari bangunan ditunjukkan oleh lantai bagian tengah yang terangkat dan retakan pada tembok, yang disebabkan
oleh
pengembangan dan pengerutan tanah yang banyak
mengandung liat monmorilonit. Untuk menghindari adanya kerusakan bangunan yang disebabkan oleh penger utan tanah, hendaknya pondasi dibangun lebih dalam atau sampai pada kedalaman batuan sehingga tidak terjadi proses pengerutan tanah. Aktivitas pembangunan perumahan di lapangan yang cender ung tidak memperhatikan kondisi normatif fisik lingkungan menimbulkan gagasan peneliti untuk merancang model evaluasi dan perencanaan pe nggunaan lahan bagi perumahan. Gagasan yang diajukan adalah aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk zonasi kesesuaian lahan bagi perumahan, yaitu suatu sistem yang m am p u mengaitkan database ker uangan dengan database tekstualnya yang sesuai untuk keperluan analisis spasial/keruang an ( Aronoff, 1989) . Sist em Informasi Geografis ini memiliki karakteristik yaitu lebih ak urat data nya , lebih mudah analisisnya dan lebih luwes perolehan keluarannya. Fauzi dkk ( 2 00 9 ) mengemukakan, pemanfaatan Sistem Infor masi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatf menjadi lebih mudah dan
184
JANU SAPUTRA - 1103305
sederhana . S I G merupakan suatu cara yang efisien untuk mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan pengembangannya. Zonasi ke se s uaian lah an p e r um a h an memanfaatkan data pokok pembangunan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat mengenai karakteristik eksisting ber upa peta dan data statistik yang bersifat spasial maupun tekstual. Kesesuaian lahan untuk p er um ah an atau te m pat ting gal yait u kesesuaian lokasi bangunan gedung dengan b e b an t ida k le b ih dar i t i ga l an t a i. Penentuan kelas suatu lahan untuk tempat tinggal didasarkan pada kemampuan lahan sebagai penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh adalah daya dukung tanah dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya penggalian dan konstruksi. Sifat-sifat lahan seperti kerapatan (density), kebasahan (wetness), bahaya banjir, plastisitas, tekstur dan potensi mengembang-menger utnya tanah berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Sedangkan biaya penggalian tanah untuk pondasi dipengaruhi oleh tata air tanah, lereng, kedalaman tanah sampai hamparan batuan dan keadaan batu di permukaan (USDA, 1971; Hardjowigeno,1999). Implementasi model zonasi ker uangan dalam bentuk digital menur ut
Roberts (1988),
memungkinkan para peneliti dan p e re n c an a un t uk m e lakukan sim ulasi melalui modifikasi analisis statistika nilai- nilai tema yang dijadikan sebagai masukan untuk analisis spasial (keruangan). Zonasi kesesuaian lahan untuk perumahan dapat disajikan berupa tampilan peta-peta digi- tal dengan penuh warna atau dalam bentuk tabel-tabel lokasi zona kesesuaian lahan untuk perumahan berdasarkan batas-batas administrasi desa atau kecamatan. Analisis keruangan untuk mengetahui pola zonasi kesesuaian lahan perumahan secara khusus bertujuan untuk: (1) memperoleh peta zonasi kesesuaian lahan perumahan dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang melestarikan aspek lingkungan, sosial dan eko nomi, (2) Me ngevaluasi lokasi pe- rumahan eksisting berdasarkan kesesuai- an lahan untuk per umahan, (3) menjadi masukan bagi kebijakan yang akurat dari t e m u a n p e n e li t i an s e b a g a i n a sk a h akademik untuk menyusun peraturan dan perundangan baru bagi konser vasi lahan.
185
JANU SAPUTRA - 1103305
Marwasta D (2004), mengemukakan bahwa kondisi pola per mukiman di suatu kota sa n gat t e r gan t un g p ada b ag aim a n a pemerintah kota mampu mengelola agihan fasilitas dan utilitas umum sehingga dapat diakses secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat yang tinggal di kota. Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah suatu zonasi kawasan perumahan y an g b e r waw asan lin gkun gan dan diharapkan dapat dijadikan masukan dalam p e n gam b ilan ke b ijak an p ada t in g kat wilayah Kabup at en .
Z onasi kawasan per
umahan akan memberikan infor masi le b ih l an ju t m e n ge n ai d ay a duku n g li n gku n gan dan p e n y im p an g an p e - manfaatan lahan serta dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi dan perencanaan p e m b an g un an ,
p r o gr a m
p e r b ai kan
lingkungan, pengembangan wilayah serta pengambilan kebijakan. M a n faa t at au k e gun aan dar i an alis is ker uangan untuk kawasan p er umahan ada lah se b a gai ac ua n m o de l zo n a si kawasan per umahan yang berwawasan li n gku n gan y an g m e m ud ah ka n p a r a perencana, masyarakat dan para pengambil keputusan dalam merencanakan, mem- bangun dan memantau kegiatan pem- b an gunan pe r umah an dan m em an tau kegiatan pe mban gunan pe r umahan di lapangan. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu peneliti- an yang didasarkan atas data deskripsi suatu kasus, keadaan, sikap, hubungan atau suatu sistem pe mikiran yang m enjadi objek penelitian. Metode deskriptif
merupakan
penelitian yang dicirikan oleh penelitian pada satu unit atau kasus saja tetapi lebih mendetail atau mendalam (Arikunto, 2002). Unit objek penelitian dapat ber-bentuk suatu kelompok orang atau masyarakat tertentu suatu desa atau permukiman. Model yang dikembangkan dalam peneliti- an analisis keruangan adalah model empirik atau relasional yaitu suatu model yang menjelaskan mengenai keterkaitan antara beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat yang diimplementasi-kan melalui model sistem informasi geografis berbasis komputer. Menurut Prahasta (2009), Hasil analisis
186
JANU SAPUTRA - 1103305
spasial yang dilakukan oleh SIG dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat (teknis) bagi suatu pengambilan keputusan atau pembuatan suatu kebijakan.
Var iabel penelitian analisis ker uan gan memiliki 10 buah variabel, yaitu tiga buah variabel terikat zona kawasan perumahan dan tujuh variabel bebas. Variabel bebas penelitian terdiri dari : zona drainase, zona b an jir, zon a le re n g p er mukaan , zon a tekstur tanah, zona batuan, zona jenis efektif tanah dan zona erosi. Obje k p en elitian zon asi kawasan pe - r umah an di Kab upat en Ban dun g dan Kawasan Bandung Barat adalah kondisi wilayah Kabupatan Bandung dan Kawasan Bandung Barat. Kondisi aktual wilayah Kab up at e n
B an du n g
d an
K awas an
Bandung Barat dikumpulkan data spasial da n t e kt ua ln y a un t uk d ian a lisi s b a gi kepentingan zonasi kawasan perumahan. Batasan area tidak hanya bersifat bebas ekologis saja yang ditonjolkan tetapi juga batas administrasi sampai tingkat desa se hin g ga h asil analisis dapat diimple- m e n t asi kan di l ap an gan b aik un t uk kegiatan perencanaan maupun pemantauan hasil-hasil pembangunan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis, yaitu data spasial berupa peta- peta data pokok pembangunan Kabupaten Bandung berskala 1: 100.000 dan data st a t ist ik K ab up at e n B an dun g
d an Kawasan Bandung Barat berdasarkan batas administrasi
kecamatan tahun 2000. D at a s p asial p e t a- p e t a t e m at ik : p e t a drainase, peta banjir, peta lereng permuka- an, peta tekstur tanah, peta batuan, peta jenis tanah dan peta erosi dikumpulkan dari Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung hasil interpretasi citra satelit oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang dikonversikan menjadi data vektor digital format AutoCAD dan Arcview. Data statistik dikumpulkan dari Bappeda Kabupaten Bandung hasil survei statistik Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung.
187
JANU SAPUTRA - 1103305
Tahapan analisis keruangan untuk menge- t ah ui p o la zo n a si k e se s uaia n la h an perumahan: 1) I de n t if ikas i ke b ut u h an p e n g gun a un t uk me m p e r o le h zo n asi kawasan perumahan berwawasan lingkung- an, 2) Studi pustaka kriteria kawasan pe- r umahan yang berwawasan lingkungan tertera pada Tabel 1. Ke t ujuh p ar ameter tersebut di a t as m er up akan fakto r yan g b e r pe n g ar uh t er h adap ke lay akan fisik lahan un tuk tempat tinggal (gedung). Pembobotan pada m a sin g - m as in g t e m a m e n gac u p a da p e n g ar u h se c ar a lan gsun g t e r h ad ap konstruksi pondasi bangunan (Nakazawa,1984 ; Chapin 1995). (1) Pembuatan model ko n se p t ual un t u k p e m as ukan data, pemrosesan data dan pengeluaran hasil analisis;
M o de l ko n se p t ual in p ut dat a in de ks kelayakan fisik menggunakan persamaan: Indeks Kelayakan Fisik (IKF) = TwTr + LwLr + DwDr + JwJr + EwEr + BwBr + OwOr …………..(Chapin, 1995) dimana : w = bobot; r = nilai interval (rating) ; T = Tekstur tanah; L = Lereng ; D = Drainase tanah; J = Jenis Tanah; E = Erosi; B = Batuan; O = Banjir (2) Pengumpulan data dari lapangan dan mengelompokkan data berdasarkan jenis resolusi datanya, (3) Pembuatan model fu n gsi o n al un t uk p e m as ukan dat a, pemrosesan data dan pengeluaran hasil analisis. Model fungsional input data meliputi: (a) Te kst u r t a n ah b e r h ub un g an de n g an terdapatnya mineral liat yang terkandung dalam tanah. Tanah yang mengandung liat t ip e 2 : 1 y an g t in g gi m e n y e b ab kan t er jadin ya re takan ( craking ) dim usim ke mar au ( Tabe l 2). C uram n ya le re n g merupakan faktor yang menentukan dalam kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan unt uk m er at akan t anah te rseb ut . Hal tersebut menentukan banyaknya tanah y an g h ar us dig ali di at as le r e n g dan ditimbunkan
188
JANU SAPUTRA - 1103305
ke bagian bawah lereng (Tabel3). (b) Drainase berhubungan dengan t im b uln y a b ah ay a ge n an gan air , at au ke mun g kin a n t i m b u ln y a ke r usak an terhadap konstr uksi-konstr uksi dibawah tanah karena tata air tanah yang bur uk (Tabel 4).(c) Jenis efektif tanah adalah tebalnya lapisan tanah dari per mukaan tanah sampai bahan induk atau kedalaman sampai suatu lapisan dimana perakar-an tanaman tidak lagi dapat menembusnya. Lapisan tersebut dapat ber upa liat yang keras. Kedalaman efektif 0-10 cm terlalu dangkal untuk usaha pertanian, sedangkan kedalaman 10-30 cm masih memungkinkan un t uk t an am an s e mus im . Tan a m an semusim cukup baik jika diusahakan pada tanahtanah dengan kedalaman 30-60 cm, tetapi tanaman tahunan masih kurang baik. Ta n am a n se musi m b a ik s e kal i ji ka diusah akan p ada tanah be rkedalam an efektif lebih dari 60 cm, Pada kedalaman 60-90 cm tanaman tahunan sudah cukup baik, yang paling baik untuk tanaman tahunan jika kedalam-an efektif tanah lebih dari 90 cm (Talkurputra et al., 1996). (Tabel 5). (d) Erosi adalah perpindahan partikel tanah dari satu tempat ke tempat lain disebabkan adanya aliran permukaan ( Ka r t as ap o e t r a, 200 0) . Fakt o r y an g mempengaruhi erosi adalah curah hujan, keadaan tanah, panjang dan sudut lereng, vegetasi serta konservasi yang diterapkan. Lahan yang ber-vegetasi rapat, datar dengan curah h ujan yang re ndah me mpuny ai t i n gka t e r o si jauh le b ih r e n da h ji ka dibanding-kan dengan lahan curam, tidak bervegetasi dan mempunyai curah hujan tinggi (Tabel 6). (e) Adanya hamparan batuan p ada kedalam an 2 me te r at au kurang, berpengaruh terhadap pembangun- an konstruksi yang memerlukan penggalian tanah yang tidak terlalu dalam (Tabel 7). (f) Frekuensi banjir yang terbagi dalam berapa kelas yaitu : dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam (O0); banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur dalam periode Tabel 1. Kriteria Nilai Parameter Kesesuaian Lahan untuk Tempat Tinggal No
189
Sifat Tanah
K esesuaian Lahan
1.
Drainase
D 0Baik - D1
D S edang 1 - D2
DBuruk 3 – D4
2.
Banjir
O0
3.
Lereng
O1 – O 4 L3 – L5
4.
Tekstur Tanah
L0 - L1 T3
O0 L2 T2
T1
JANU SAPUTRA - 1103305
5.
Kerikil / Batuan
B0
B2 – B3
K3
B1 K2
6.
Jenis Efektif Tanah
7.
Erosi
E0
E1
E2 – E3
K0 – K1
Sumber: USDA,1971; Hardjowigeno, S.. 1999
Tabel 2. Tekstur Tanah (Lapisan Atas, Lapisan Bawah) Tekstrur Tanah
Bobot ( B)
Nilai (N)
B xN
T1
Halus
1
1
1
T2 T3
Sedang Kasar
1 1
2 3
2 3
Sumber: Hasil analisis Tabel 3. Kelas Kemiringan Lereng Kemiringan Lereng L0 L1 L2 L3 L4 L5 Sumber:
Bobot (B)
Nilai ( N)
BxN
1
6
6
1 1 1 1 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
0% - 3% (d atar) >3% - 8% (landai/ berombak) >8%-15% (agakm iring/bergelombang) >15% - 25% (mir ing / berbukit) >25% - 40% (agak curam) >40 % (curam) Hasil analisis
Tabel 4. Kelas Drainase Drain ase
Bobot (B)
Nilai (N)
B xN
D0
Baik
1
5
5
D1 D2 D3 D4
Agak baik Agak buruk Buruk Sangat buruk
1 1 1 1
4 3 2 1
4 3 2 1
Sumber: Hasil analisis
190
JANU SAPUTRA - 1103305
kurang, berpengaruh terhadap pembangun- an konstruksi yang memerlukan penggalian tanah yang tidak terlalu dalam (Tabel 7). (f) Frekuensi banjir yang terbagi dalam berapa kelas yaitu : dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam (O0); banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan (O1); selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secata teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam (O2); selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam (O3); selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu banjir secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam (O4). (Tabel8). Tabel 5. Jenis Efektif Tanah Drainase
Bobot ( B)
Nilai (N)
BxN
D0
Baik
1
5
5
D1 D2 D3 D4
Agak baik Agak buruk Bur uk Sangat buruk
1 1 1 1
4 3 2 1
4 3 2 1
Sumber: Hasil analisis Tabel
6. Keadaan erosi
Erosi
Bobot ( B)
Nil ai
BxN
E0
Tidak p eka
1
4
4
E1 E2 E3
Agak peka Peka San gat peka
1 1 1
3 2 1
3 2 1
Sumber: Hasil analisis
191
Keadaan
JANU SAPUTRA - 1103305
Tabel 7. Prosentase Kerikil/Batuan
Keadaan Erosi
Bobot ( B)
Nilai
BxN
E1 E0 E2 E3
Agak T idak peka peka Peka Sangat peka Kerikil/Batuan
11 1 1 B obot (B)
34 2 1 N ilai (N)
34 2 1 Bx N
B1 B2 B B 03
Sedang (>15%-50% vo lume tanah ) tan ah) T idak ada / sedikit (0%-15 % volume B an yak (>50%-90% volume tanah) Sangat Banyak (>90% volume tanah)
11 1 1
34 2 1
34 2 1
Sumber:
192
Hasil
analisiS
JANU SAPUTRA - 1103305
Diagram alir tahapan analisis ker uangan kesesuaiaan lahan untuk perumahan dapat dilihat pada Gambar 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dari penelitian analisis keruangan untuk kawasan per umahan di Kabupaten Bandung dan Kawasan Bandung Barat adalah berupa peta tematik dan tabel yang berisi mengenai luas kesesuaian lahan untuk per umahan berikut dengan lokasi tempat lahan berada. Lokasi lahan didasar- kan atas batas administrasi kecamatan dan desa tersaji pada Gambar 2. (1) Zona kawasan perumahan baik dengan nilai kelas an t ar a 24 sam p ai de n gan 29, t e r luas terdapat di Kecamatan Rancaekek seluas 4.954,88 ha (99,49% dari luas total wilayah Kecamatan Rancaekek) atau 12,38% dari luas total zonasi kawasan perumahan yang baik di Kabupaten Bandung dan Kawasan B an dun g B ar at . Se la n jut n y a adal ah Ke c am at a n M a jalay a se l uas 4.322 ,88 (93,44% dari luas total wilayah kecamatan Majalaya) atau 10,80% dari luas total zona kawasan p er umah an baik. Kecamat an Bojong-soang berada seluas 3.008,32 ha (99,16% dari luas total wilayah kecamatan Bojongsoang) atau 7,52% dari luas total zona kawasan perumahan baik. (2) Zona kawasan per umahan sedang dengan nilai kelas antara 18 sampai 23, terluas terdapat di Ke c a m at a n G u n un g h alu se l uas 15.648,32 ha (55,16 % dar i luas tot al wilayah Kecamatan Gununghalu) atau 11,73% dari luas t o t al zon a kawasan per umahan sedang. Selanjutnya adalah Kecamatan Cipatat seluas 9.631,68 ha (78,39% dari luas total wilayah Kecamatan Cipatat) atau 7,22% dari luas total zona kawasan per umahan sedang. Kecamatan Pangalengan seluas 8.468,80 ha (36,45% dar i lu as t o t al Wil ay ah Ke c am at an Pangalengan) atau 6,34% dari luas zona kawasan per umahan. (3) Zona kawasan perumahan yang buruk dengan nilai antara 12 sampai dengan 17 terluas terdapat di Kecamatan Pasirjambu seluas 16.558,40 h a ( 73, 10% dar i lua s t o t al wila y ah kecamatan Pasirjambu) atau 13,31% dari luas total zona kawasan perumahan yang buruk di Kabupaten Bandung dan Kawasan B an dun g B ar at . Se la n jut n y a adal ah Kecamatan Pangalengan seluas 14.763,52 h a ( 63, 54% dar i lua s t o t al wila y ah kecamatan Pangalengan) atau 11,87% dari luas total zona kawasan perumahan yang bur
193
JANU SAPUTRA - 1103305
uk. Kecamatan Gununghalu seluas 12.715,84 h a ( 44,83% dar i luas t o t al wilayah Kecamatan Gununghalu) atau 10,22% dari luas t o t al zon a kawasan perumahan yang buruk. (4) Faktor kendala terbesar di zona baik untuk perumahan adalah parameter drainase tanah yang sangat buruk, yaitu kondisi tanah dengan tingkat bahaya genangan air yang tinggi sehingga tanah menjadi agak jenuh air. Evaporasi akan terhambat pada bagian tengah dari bangunan karena tanah tertutup bangunan sehingga dapat menyebabkan tanah dibagian tepi lebih cepat kering daripada dibagian tengah bangunan. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan pengerutan maupun kekuatan tanah sehingga sering terjadi penurunan pada bagian tengah dan menimbulkan ker untuhan. Untuk meng- hindari adanya kerusakan bangunan yang dis e b ab kan o le h p e n g e r u t an t an a h , hendaknya pondasi dibangun lebih dalam at a u sa m p ai p ada ke da lam an b at uan sehingga tidak terjadi proses pengerutan tanah. Faktor kendala terbesar di zona sedang un t uk p e r u m ah a n se lain p ar am e t e r drainase tanah juga parameter kemiringan lereng diatas 15%. Pembangunan perumah- an pada kemiringan lereng relatif curam tanpa dilakukan pengamanan lebih lanjut da p at m e n y e b ab kan t an a h lo n gso r. Tabel 8. Frekuensi Banjir Banjir
Nilai (N)
BxN
00
Tidak pernah
1
5
5
01 02 03 04
Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering
1 1 1 1
4 3 2 1
4 3 2 1
Sumber: Hasil analisis
194
Bobot (B)
JANU SAPUTRA - 1103305
Sum ber: hasil analis is G a m b a r 1 . D i a g ram Alir Tahapan Analisis Keruangan Kesesuaiaan Lahan untuk Perumahan Kelongsoran terjadi pada lereng dengan m at e r ial t a n ah y an g b e r sif at se n s it if terhadap per ubahan kondisi air tanah. Kelongsoran awal t erjadi pada bagian bawah lereng dan akan meny ebab kan ke tidakstab ilan p ada b agian ler en g di atasnya. Kelongsoran lanjutan akan terjadi jika pr o ses p em b eb an an , baik se c ar a mekanik maupun adanya rembesan air hujan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah sehingga stabilitas lereng dalam kondisi kritis. Hal ini dapat dihindari selain membangun tembok penahan tanah adalah mengimplementasikan persyaratan teknis koefisien dasar
195
JANU SAPUTRA - 1103305
bangunan sebesar 20 % dari luas tanah, membangun rumah konsep eco- architecture dan penanaman vegetasi pada teras bangku atau teras tangga. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian mengenai analisis keruang- an untuk kawasan perumahan di Kabupaten Bandung dan Kawasan Bandung Barat memberikan kesimpulan: (1) Kabupaten Bandung dan Kawasan Bandung Barat memiliki potensi besar untuk mengembang- kan kawasan perumahan karena dari hasil p e n e lit ian m e n unjukkan b ah wa zo n a kawasan perumahan yang baik dan sedang m e m iliki luas y an g le b ih b e sar y ait u 39.992,96 ha dan 133.402,56 ha dibanding- kan luas zona kawasan perumahan yang buruk yaitu 124.327,04 ha. (2) Kecamatan- kecamatan yang dapat diprioritaskan untuk dikembangkan sebagai kawasan perumah- an berwawasan lingkungan yaitu Kecamatan Rancaekek, Majalaya dan Bojongsoang. Sedangkan kecamatan-kecamatan yang h ar us d ilin dun g i da r i p e m b a n gun an perumahan adalah Kecamatan Pasirjambu, Pangalengan dan Gununghalu. (3) Kecamat- an-kecamatan yang akan dikembangkan se b ag a i kawasa n p e r um ah an h ar us di r an c an g de n g an m at an g m e lip u t i perencanaan jaringan jalan dan drainasenya agar terhindar dari bencana banjir di masa depan, karena biasanya kawasan-kawasan t e r se b ut a kan m e m i liki ke p adat an penduduk yang meningkat serta lereng p er mukaan ny a y ang re lat if dat ar. ( 4) Kon se r vasi
lah an b er dasar kan fakto r kendala dapat berhasil dengan baik jika
memprioritaskan kebijakan: (1) Standar penggunaan lahan perumahan per orang yang efisien, efektif tetapi optimal untuk menekan laju pembangunan perumahan serta laju limpasan air per mukaan, (2) Pengendalian pemanfaatan lahan kawasan lindung yang ketat dari konversi lahan kawasan lindung menjadi lahan perumahan agar deviasi pemanfaatan lahan kawasan lindung dapat diantisipasi secara dini, (3) peningkatan pendapatan daerah melalui dana pembangunan untuk kegiatan yang dapat mengurangi bencana banjir dan longsor
196
JANU SAPUTRA - 1103305
Sumber: hasil analisis Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan untuk Perumahan dalam Format ArcView
UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini bisa tersaji karena jasa dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DP2M DIKTI), Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Ketua LPPM UPI, Dekan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejur uan, Ketua Jur usan Pe n di dikan Te kn ik Sip i l se r t a Ke t ua Laboratorium Survey dan Pemetaan JPTS FPTK UPI yang telah menfasilitasi penulis dalam bentuk pendanaan yang memadai, memfasilitasi diskusi secara mendalam dengan instansi dan Dinas terkait.
197
JANU SAPUTRA - 1103305
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002. Metode Penelitian. CV Rajawali. Jakarta. Aronoff, S. 1989. Geographyc Information System, A Management Perspective. WDL Publication Ottawa, Canada. Biro Pusat Statistik Kabupaten dengan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung. 2000. Kabupaten Bandung dalam Angka 2000. BPS Kabupaten Bandung. Chapin, F.S. 1995. Urban Landuse Planning, University of Illinois Press. London. Fauzi, Y. Susilo, B. Mayasari, Z.M. 2009. Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Bengkulu Melalui Perancangan Model Spatial dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Forum
198
Geografi.
Vol.
23(2):
101-
JANU SAPUTRA - 1103305
12.2
Sitasi (kutipan) Artikel Jalan Rel Dr.Ir.H.Iskandar Muda Purwaamijaya. MT MODEL PERUBAHAN LINGKUNGAN DI KORIDOR JALAN UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(093L)
Iskandar Muda Purwaamijaya1, Wahyu Wibowo2, Herwan Dermawan3 dan Rina Marina Masri4
1,2
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl.Dr. Setiabudhi No 207 Bandung Email:
[email protected] 3,4
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No 207 Bandung Email:
[email protected]
ABSTRAK
Pembangunan prasarana dan sarana jalan yang pesat meningkatkan pergerakan jasa, barang dan manusia untuk pengembangan wilayah. Ketidakseimbangan pertumbuhan prasana dan sarana jalan serta eksternalitas di koridor jalan menimbulkan banyak dampak negatif selain dampak positif dari maksud dan tujuan awal pembangunan prasarana dan sarana jalan. Model perubahan lingkungan di koridor jalan sangat penting dikembangkan untuk meningkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif melalui pengenalan variabelvariabel yang memiliki kepekaan tinggi terhadap perubahan lingkungan secara signifikan. Penelitian menggunakan metode deskriptif yang digunakan untuk menyajikan prasarana dan sarana jalan di dalam ruang yang meliputi komponenkomponen fisik-kimia, sosial-ekonomi dan biologis lingkungan serta mekanis eksplanatoris untuk fenomena-fenomena sebab akibat seluruh komponen lingkungan. Metode deskriptif memungkinkan para perencana dan pelaksana pembangunan menganalisis secara tepat dalam ruang tentang keselarasan dan penyimpangan aktivitas rencana dan pemanfaatan lahan di koridor jalan terhadap kemampuan lahannya. Metode mekanis eksplanatoris memungkinkan para pengambil kebijakan menemukan variabel-variabel yang paling memiliki kepekaan tinggi terhadap perubahan lingkungan yang positif dan negatif serta
199
JANU SAPUTRA - 1103305
mengusulkan peraturan dan perundangan untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Metode ini diterapkan untuk aplikasi studi kasus di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Indonesia. Studi kasus ini digunakan untuk penerapan metode dan relevansi dengan pelayanan prasarana dan sarana jalan bagi masyarakat di Kota Bandung. Dengan menggunakan metode ini untuk meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana jalan, dinas jalan dan jembatan di seluruh Indonesia dapat secara efektif dan efisien menginvestasikan sumber daya prasarana dan sarana jalan dalam ruang secara akurat serta mengoperasikan dan memelihara seluruh infrastuktur jalan di masa depan. Kata kunci: model perubahan lingkungan, koridor jalan, pembangunan berkelanjutan
1. PENDAHULUAN Pembangunan transportasi (darat, laut dan udara) dilakukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomis, stabilitas nasional, pemerataan dan penyebaran pembangunan dengan menembus keterasingan dan keterbelakangan daerah terpencil sehingga semakin memantapkan perwujudan wawasan nusantara serta memperkokoh ketahanan nasional (Soejono dan Ramelan, 1994). Pembangunan dan pengembangan transportasi terus ditingkatkan untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan akan angkutan penumpang dan barang. Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 untuk bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari bidang pelayanan jaringan jalan dan ruas jalan. Bidang pelayanan jaringan jalan terdiri dari aspek aksesibilitas, mobilitas dan kecelakaan dengan indikator tersedianya jaringan jalan yang mudah diakses oleh masyarakat, dapat menampung mobilitas masyarakat serta dapat melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan terdiri dari aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan dengan indikator tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan pemakai jalan serta dapat memberikan kelancaran pemakai jalan. Secara keseluruhan sarana angkutan jalan raya untuk mobil penumpang, bus, truk dan sepeda motor mengalami kenaikan rata-rata 8,88 % per tahun. Kondisi prasarana jalan yang mengalami kerusakan mencapai 32,60 % dan pertumbuhan sarana angkutan jalan raya sebesar 8,88 % menimbulkan penurunan kinerja jaringan jalan. Pembangunan prasarana dan pertumbuhan sarana jalan yang tidak seimbang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu berupa keresahan masyarakat akibat pembebasan lahan (tahap pra-konstruksi), pencemaran udara, kebisingan, debu, getaran, gangguan aliran permukaan, pencemaran air, kerusakan utilitas, peningkatan limbah, kemacetan (tahap konstruksi), kecelakaan lalu-lintas, pencemaran udara, kebisingan, perubahan bentang alam dan tataguna lahan (tahap operasi dan pemeliharaan). 2. KAJIAN PUSTAKA
200
JANU SAPUTRA - 1103305
Kajian rona wilayah adalah kajian untuk menemukenali potensi dan masalah pembangunan wilayah serta jenis tipologis wilayah untuk menyusun skenario penataan wilayah dalam rangka mencapai sasaran pembangunan (Amien, 1992). Rona wilayah terdiri dari komponen fisik-kimia, biologis dan sosial (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Komponen fisikkimia terdiri dari iklim, fisiografis, hidrologis, ruang, lahan, tanah, kualitas udara dan kebisingan. Komponen biologis terdiri dari flora dan fauna. Komponen sosial terdiri dari demografis, ekonomis, budaya dan kesehatan masyarakat. Kajian rona wilayah dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan taksonomi wilayah atau mengikuti model perkembangan rona sosial, ekonomis, fisik (sumberdaya alam dan lingkungan), struktur tataruang dan alokasi pemanfaatan ruang serta kelembagaan (Amien, 1992). Proses pembangunan dan operasional jalan dapat dibagi menjadi tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi dan tahap pasca-konstruksi (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996; Tamboen, 1994). Tahap pra-konstruksi adalah kegiatan yang berkaitan dengan masalah pengadaan lahan dan pemindahan penduduk (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Kegiatan prakonstruksi maksudnya untuk menyelesaikan segala sesuatu yang terkait dengan upaya memperoleh lahan yang diperlukan. Kegiatan pra-konstruksi termasuk pula merumuskan kebijakan pembayaran ganti rugi serta pemindahan penduduk. Kegiatan pengadaan lahan perlu didukung dengan data yang lengkap mengenai lokasi, luas, jenis peruntukan dan penduduk yang memiliki lahan atau menempati lahan. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan pada pra-konstruksi dilakukan survei areal dengan melakukan pemancangan dan perintisan (Tamboen, 1994). Tahap konstruksi adalah kegiatan pelaksanaan fisik konstruksi seperti kegiatan mobilisasi tenaga kerja atau alat-alat berat, pengoperasian base camp, penyiapan tanah dasar, pekerjaan konstruksi jalan atau jembatan serta kegiatan pengangkutan sesuai dengan gambar dan syarat-syarat teknis yang telah dirumuskan serta disiapkan pada kegiatan kegiatan-kegiatan perencanaan teknis (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi adalah kegiatan mengoperasikan prasarana dan sarana transportasi yang telah dibangun pada masa garansi oleh kontraktor (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan dan penggunaan kendaraan (Tamboen, 1994). Klasifikasi fungsional atau hirarki jalan diatur dalam UURI No.13 tahun 1980 tentang jalan dan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Hirarki jalan penting dan mempunyai pengaruh yang sangat luas. Ada berbagai macam klasifikasi jalan sesuai dengan keperluannya. Pengelompokan jalan dapat dibagi berdasarkan wewenang pembinaan, perancangan teknis dan fungsi jalan (Ditjen Bangda dan LPM ITB, 1994). Pengelompokkan jalan menurut wewenang pembinaan terbagi atas : jalan nasional yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh menteri dan jalan daerah yang terdiri dari jalan propinsi, jalan kota dan jalan kabupaten yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pengelompokkan jalan menurut perancangan teknis (design) yang sesuai dengan Rancangan Pedoman Perancangan Geometrik Jalan Kota tahun 1998 dibagi menjadi jalan tipe I kelas I dan II serta tipe II kelas I, II, III dan IV. Pengelompokan jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1992 dibagi menjadi kelas I, II, III A, III B, III C berdasarkan muatan sumbu terberat (MST) kendaraan serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut fungsi yang sesuai dengan UU 13/1980 dan PP 26/1985 dibagi menjadi jaringan jalan primer dan
201
JANU SAPUTRA - 1103305
sekunder yang masing-masing terdiri dari jalan arteri, kolektor serta lokal. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata kendaraan tingi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan kolektor adalah jalan yang yang melayani angkutan jarak sedang sebagai pengumpul dan pembagi kendaraan dengan kecepatan ratarata kendaraan sedang serta jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata kendaraan rendah serta jumlah jalan masuk tidak dibatasi (Ditjen Bangda dan LP ITB, 1993). Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 mengenai Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari Jaringan Jalan dan Ruas Jalan (Depkimpraswil, 2003). Bidang pelayanan jaringan jalan memiliki aspek aksesibilitas, mobilitas dan kecelakaan. Ruas jalan memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek aksesibilitas indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang mudah diakses oleh masyarakat, aspek mobilitas indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang dapat menampung mobilitas masyarakat dan aspek kecelakaan indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang dapat melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek kondisi jalan indikatornya adalah tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan pemakai jalan dan aspek kondisi pelayanan indikatornya adalah tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kelancaran pemakai jalan. Dampak pembangunan jalan terhadap lingkungan adalah merupakan hubungan antara kegiatan pembangunan jalan dengan komponen lingkungan. Kegiatan pembangunan jalan dapat dibagi dalam 3 tahapan, yaitu : pra-konstruksi, konstruksi dan pasca-konstruksi. Dalam kegiatan pra-konstruksi dapat disebutkan survei areal dan pembebasan lahan. Pembebasan lahan dapat dirinci menjadi kegiatan penentuan batas areal dan ganti rugi lahan. Kegiatan aktivitas dalam tahapan pra-konstruksi jelas memberikan pengaruh pada komponen lingkungan. Kegiatan masa konstruksi yang diperkirakan akan memberikan pengaruh pada komponen lingkungan ialah mobilisasi alat berat, pembersihan areal/bukit, pembuatan jalan dan jembatan. Mobilisasi alat-alat berat akan memberikan pengaruh pada kondisi prasarana transportasi. Pembersihan areal/bukit memberikan pengaruh pada perubahan tataguna lahan, eksistensi flora dan fauna serta tenaga kerja. Pembuatan jalan akan memberikan pengaruh pada tenaga kerja dan kualitas air. Pembuatan jembatan akan memberikan pengaruh terhadap tenaga kerja, kualitas air dan perubahan pola air sungai. Kegiatan pasca-konstruksi akan meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan serta penggunaan sarana kendaraan. Peningkatan tingkat aksesibilitas pemakai jalan akan menghemat waktu perjalanan, meningkatkan arus informasi, menyebabkan perubahan tataguna lahan serta mengubah karakteristik perjalanan (trip). Peningkatan geometrik jalan akan memberikan pengaruh terhadap keselamatan perjalanan serta dampak estetis peninggalan sejarah. Penggunaan kendaraan yang meningkat akibat beroperasinya suatu ruas jalan akan memberikan dampak terhadap semakin meningkatnya produksi kendaraan serta volume lalu-lintas.
202
JANU SAPUTRA - 1103305
Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap komponen lingkungan dapat bersifat relatif pendek atau panjang jangka waktunya. Dampak dapat berbentuk polusi yang diakibatkan oleh sarana jalan atau penipisan (deplisi) sumberdaya alam yang diakibatkan oleh rute prasarana jalan.
3. METODOLOGI Penelitian dilakukan di Kota Bandung dengan posisi 107o 32' 48",39 Bujur Timur sampai dengan 107o 44' 07",55 Bujur Timur serta 06o 58' 16",72 Lintang Selatan sampai dengan 06o 50' 21",06 Lintang Selatan terutama di Kecamatan Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astanaanyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul, Margacinta, Rancasari, Cibiru, Ujungberung, Arcamanik, Kiaracondong, Batununggal, Andir dan Cibeunying Kidul. Jalan yang akan diteliti adalah Jalan Soekarno Hatta Bandung yang memiliki panjang 17,67 km. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. Waktu penelitian dilakukan selama 8 bulan dari bulan Februari 2013 sampai dengan September 2013.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan tahap pembangunan prasarana jalan yang diawali dengan rona awal wilayah studi untuk mengenali karakteristik wilayah studi. Bahan dan alat yang digunakan pada tahap mengenali rona awal wilayah studi dikelompokkan berdasarkan komponen sosial kependudukan, ekonomis, struktur tata ruang, alokasi pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam. Bahan-bahan yang
203
JANU SAPUTRA - 1103305
digunakan untuk mengenali rona awal wilayah studi adalah : Buku laporan statistik Kota Bandung dalam Angka, Buku laporan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah, Buku laporan statistik Transportasi di Kota Bandung. Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah hasil angket (questioner) dan angket yang disebarkan kepada masyarakat untuk keperluan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk. Bahan dan alat yang digunakan pada tahap konstruksi jalan adalah buku laporan, peta dan gambar tahap pengembangan daerah kerja, pekerjaan konstruksi jalan dan pengembangan daerah kerja ke kondisi semula atau mendekati kondisi semula. Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pasca-konstruksi dikelompokkan berdasarkan dampak-dampak yang ditimbulkan, yaitu : gangguan terhadap arus lalu-lintas berupa formulir isian survey lalu-lintas dengan menggunakan alat counter dan video camera recorder, peningkatan pencemaran udara dan kebisingan berupa udara yang berada di koridor jalan dengan menggunakan perangkat alat analisis pencemar udara dan perangkat alat pengukur kebisingan (sound level meter), peningkatan pencemaran air dan volume air harian berupa air yang berada di badan air di koridor jalan dengan menggunakan perangkat alat analisis pencemar air dan perangkat alat pengukur debit air, penurunan kesehatan masyarakat berupa buku laporan kesehatan masyarakat, perubahan penggunaan dan tutupan lahan berupa peta-peta penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak dan keras alat analisis spasial digital, perubahan sosial berupa angket yang disebarkan ke kantor-kantor kecamatan yang dilalui oleh jalan, perubahan fauna dan flora berupa laporan jumlah fauna dan flora yang berada di koridor jalan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari : analisis spasial menggunakan system informasi geografik, analisis fisik lingkungan yang meliputi analisis fisik-kimia air, udara dan tanah, analisis sosial ekonomi, analisis flora dan fauna serta analisis system dinamis.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan lingkungan pada tahap pra-konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang dengan luas wilayah mencapai 3,534 km2 dengan biaya pembebasan lahan mencapai nilai Rp. 7.068.000.000,00 (tujuh milyard enam puluh delapan juta rupiah). Produksi lahan pertanian yang hilang pada tahap pra-konstruksi jalan mencapai 2.120,4 ton gabah kering giling per tahun dengan nilai mencapai Rp. 212.040.000,00 (dua ratus dua belas juta empat puluh ribu rupiah). Jumlah kepala keluarga petani yang kehilangan pekerjaan dari sektor pertanian mencapai 3.774 kepala keluarga. Selisih pendapatan petani per kapita dari hasil pembebasan lahan dengan dari sektor pertanian adalah sebesar Rp. 1.816.600,00 (satu juta delapan ratus enam belas ribu enam ratus rupiah). Kegiatan tahap pra-konstruksi secara finansial tidak merugikan petani selama 12 bulan. Perubahan lingkungan pada tahap konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang dengan luas wilayah mencapai 7,068 km2. Perubahan guna lahan dari pertanian menjadi luas perkerasan adalah 247.380.000 m2, untuk median jalan seluas 17.670.000 m2, untuk bahu jalan seluas 35.340.000 m2 dan untuk saluran drainase seluas 17.670.000 m2. Jenis flora yang hilang dari lahan sawah yang menjadi daerah milik jalan adalah padi (Oryza sativa spp) sebanyak 3.600.000.000 rumpun, kangkung (Ipomoea aquatica) sebanyak 560.000.000 rumpun dan genjer (Limnocharis flava) sebanyak 560.000.000 rumpun pula. Jenis fauna yang hilang dari
204
JANU SAPUTRA - 1103305
lahan sawah yang menjadi daerah milik jalan adalah katak (Rana macrodon, R. Cancrivora,R. Limnocharis) sebanyak 3.180.600 ekor, belut (Monopterus albus) sebanyak 6.361.200 ekor dan ular sawah (Phyton reticulatus) sebanyak 3.180.600 ekor pula. Jumlah orang yang dipekerjakan pada tahap konstruksi sebanyak 1.736 orang yang mengerjakan pembangunan konstruksi jalan, bangunan bawah jembatan dan bangunan atas jembatan. Perubahan prasarana transportasi yang menghubungkan Jalan Sudirman di sebelah barat dengan Cibiru di sebelah timur Kota Bandung melalui ruas jalan Sudirman-Pasir Koja (1.500,16 meter), ruas jalan Pasir Koja-Kopo (2.366,00 meter), ruas jalan Kopo-Cibaduyut (664,53 meter), ruas jalan Cibaduyut-Mohammad Toha (1.643,48 meter), ruas jalan Mohammad Toha-Buah Batu (2.635,61 meter), ruas jalan Buah Batu-Kiaracondong (957,15 meter), ruas jalan Kiaracondong-Gede Bage (5.995,12 meter) dan ruas jalan Gede Bage-Cibiru (2.809,67 meter). Perubahan kualitas air sungai yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Barat menyebabkan parameter BOD (standar baku mutu 30 mg/L), COD (standar baku mutu 60 mg/L) dan Nitrogen (standar baku mutu 0,06 mg/L) melampaui standar baku mutu yang ditetapkan oleh PDAM Kota Bandung. Perubahan lingkungan pada tahap pascakonstruksi jalan menghemat waktu tempuh perjalanan dari Jalan Soedirman ke Cibiru sekurangnya selama 1 jam 20 menit 37,86 detik dengan kecepatan kendaraan mencapai 20 km/jam. Perubahan lingkungan jalan tahap pasca-konstruksi mengenai 1.084.006 orang pada awal operasi jalan dan 1.145.728 orang pada akhir tahun 2003 dengan luas wilayah persebaran dampak di 18 kecamatan yang memiliki luas mencapai 7.708.491,1 m2. Perubahan guna lahan permukiman cenderung naik dari seluas 69,20 km2 pada tahun 1992 menjadi 85,40 km2 pada akhir tahun 2000. Perubahan guna lahan pertanian terus menurun dari 27,10 km2 pada tahun 1992 menjadi hanya seluas 15,44 km2 pada akhir tahun 2000. Jumlah kendaraan yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung cenderung naik dengan puncak volume lalu-lintasnya berada di Jalan Buah Batu dan Leuwi Panjang (18.000 satuan mobil penumpang selama 24 jam). Parameter kualitas udara yang melampaui baku mutu di sekitar daerah pengukuran Jalan Soekarno-Hatta pada tahun 2003 adalah O3 (oksidan) 0,538 ppm per jam (baku mutu 0,08 ppm per jam), SPM (suspended particulate (baku mutu 0,24 / 3 jam) dan kebisingan (noise) 75,23 dBA (baku mutu 50 dBA untuk ruang terbuka hijau). Hasil pemantauan polusi udara yang dilakukan oleh kendaraan laboratorium polusi udara selama 8 jam sehari pada Bulan Desember 2004 di Jalan Sukarno Hatta pada lokasi Jalan Elang, Leuwi Panjang, Buah Batu, Margahayu Raya, Gede Bage dan Cibiru untuk kualitas baku mutu berdasarkan Standard Baku Mutu Udara Ambien (Kep.41/MENKLH/1999) pada selang waktu jam 08.00 sampai dengan jam 11.00 dan jam 14.00 s.d jam 15.00. Untuk parameter kualitas udara O3 (baku mutu 0,10 ppm), SO2 (baku mutu 0,10 ppm) dan CO (20 ppm) tidak melampaui baku mutu pada semua waktu pengamatan dan di semua lokasi pengukuran. Untuk kualitas udara parameter HC4 (baku mutu 0,24 ppm) dan non-HC (baku mutu 0,24 ppm) melampaui baku mutu di semua lokasi pengukuran dan pada semua selang waktu. Parameter kualitas udara yang harus dikendalikan karena prasarana dan sarana jalan adalah NOx, SPM, HC4 dan non-HC.
Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahapan pra-konstruksi jalan karena kegiatan
205
JANU SAPUTRA - 1103305
pembebasan lahan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya memberikan perubahan besar dan penting terhadap sektor pertanian yang sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh ke tahapan konstruksi dan sektor-sektor pembangunan lain. Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahap konstruksi jalan karena pekerjaan galian dan timbunan untuk komponen fisik dan biologis memberikan perubahan besar dan penting terhadap lahan-lahan pertanian yang dilewati oleh koridor jalan yang sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh berganda terhadap komponen sosial dan ekonomi serta menjadi pemicu perubahan lingkungan untuk tahap pasca-konstruksi. Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahap pasca-konstruksi karena jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan untuk komponen sosial, ekonomis dan budaya memberikan perubahan besar dan penting terhadap pengembangan wilayah dan pergeseran sektor pertanian ke sektor-sektor pembangunan lain yang sifat perubahannya dinamis. Perubahan komponen fisik dan kimia yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap kualitas udara dan air yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Perubahan tidak langsung komponen biologis yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap jumlah flora dan fauna karena kenaikan terjadinya konversi lahan-lahan pertanian menjadi lahan-lahan industri dan permukiman. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya pada tahap prakonstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti perubahan linier panjang koridor jalan yang dibebaskan untuk pembangunan jalan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya, fisik dan biologis pada tahap konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti pola perubahan linier implementasi pembangunan konstruksi jalan dan jembatan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya serta fisik-kimia pada tahap pasca-konstruksi jalan menunjukkan pola perubahan yang fluktuatif (turun naik) mengikuti perubahan fluktuatif jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen fisik dan biologis pada tahap pasca-konstruksi jalan hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti pola perubahan linier populasi di wilayah yang dilewati jalan. Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) harga lahan, (2) jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan, (3) fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan, (4) jumlah kepala keluarga petani, (5) kepadatan penduduk, (6) penerimaan penjualan gabah kering giling, (7) harga jual gabah kering giling per bobot, (8) produksi gabah kering per luas lahan sawah, (9) penerimaan bersih pertanian, (10) lebar pembebasan lahan, (11) kelahiran dan (12) inmigrasi. Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) biaya perkerasan jalan, (2) biaya bangunan bawah jembatan, (3) tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan, (4) tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas, (5) tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah, (6) kerapatan padi (flora) dan (7) kerapatan katak (fauna). Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) fraksi
206
JANU SAPUTRA - 1103305
penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian, (2) konstanta penggunaan lahan, dan (3) fraksi fisik-kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam.
5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian mengenai pola perubahan lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana jalan (studi kasus : di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Jawa Barat), yaitu : (1) Hasil evaluasi proses pembangunan dan operasional prasarana dan sarana jalan mengenali 3 tahapan pembangunan jalan yang memberikan dampak (perubahan) positif dan negatif terhadap lingkungan yang pengelolaan dan pemantauan lingkungannya harus mempertimbangkan peningkatan perekonomian daerah, mengurangi perubahan bentang alam, mengurangi penurunan kualitas lingkungan dan mengurangi keresahan masyarakat. (2) Rona awal lingkungan wilayah studi termasuk wilayah tipe 1, yaitu wilayah yang memiliki growth potentials (keunggulan sumberdaya atau lokasi) yang besar tetapi tingkat dan arah perkembangannya memiliki potensi untuk melampaui daya dukung wilayahnya. (3) Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap pra-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi, budaya, fisik dan biologis. Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap pasca-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi, budaya, fisik, kimia dan biologis. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah : Harga lahan untuk pembebasan lahan harus bernilai di antara nilai jual objek pajak (NJOP) dengan harga pasar agar pihak penjual lahan dan pemerintah memperoleh manfaat dan pengorbanan yang seimbang dan wajar. Jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan harus didekati secara manusiawi dan memperoleh informasi yang cukup mengenai rencana pembebasan lahan dengan melakukan sosialisasi kepada semua penduduk yang terkena pembebasan lahan. Fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan harus diukur secara akurat agar alokasi ketetapan jumlah dana pembebasan lahan untuk lahan sawah dan non-sawah tidak menimbulkan ketidakpuasan dari para pemilik lahan. Jumlah kepala keluarga petani harus dicacah dengan tepat melalui data dari kelurahan untuk mengantisipasi kegiatan yang membutuhkan informasi jumlah kepala keluarga petani, seperti rencana relokasi penduduk ke tempat lain dengan karakteristik wilayah yang mirip dengan wilayah asal. Kepadatan penduduk harus diketahui untuk kegiatan pra-konstruksi jalan agar dapat digunakan untuk merancang urutan prioritas pembebasan lahan dari yang wilayahnya memiliki kepadatan rendah ke wilayah yang memiliki kepadatan tinggi.
207
JANU SAPUTRA - 1103305
Penerimaan penjualan gabah kering giling harus dihitung dengan akurat agar para petani mengetahui secara benar bahwa nilai dana pembebasan lahan telah memperhitungkan kerugian para petani berupa pengorbanannya kehilangan penerimaan penjualan gabah kering yang diperoleh jika lahan sawah petani tidak dibebaskan. Harga jual gabah kering giling per bobot harus ditetapkan secara wajar mengikuti mekanisme pasar agar studi kelayakan ekonomis rencana pembangunan jalan dapat diterima berdasarkan fenomena lapangan dan oleh semua pihak yang terlibat Produksi gabah kering per luas lahan sawah harus diketahui secara tepat melalui survei ke lapangan agar para pemilik lahan memperoleh informasi secara benar komponen penerimaan produksi lahannya untuk komponen penerimaan analisis finansial kegiatan pertanian. Penerimaan bersih pertanian merupakan selisih dari penerimaan kotor produksi lahan sawah terhadap total pengeluaran bersih dan pajak. Penerimaan bersih pertanian harus dapat ditetapkan secara akurat agar nilai harga pembebasan lahan dapat diterima para petani dengan sukarela. Lebar pembebasan lahan harus direncanakan dengan jelas agar para pemilik lahan yang terkena pembebasan lahan memperoleh kepastian hukum terhadap lahannya. Kelahiran penduduk harus disurvei dengan akurat karena mempengaruhi pula jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan dan program-program kependudukan untuk pemulihan. Inmigrasi harus disurvei dengan akurat untuk menghindarkan terjadinya konflik antara penduduk pribumi dengan para pendatang karena kegiatan spekulasi lahan. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah : Biaya perkerasan jalan harus dihitung dengan tepat memperhitungkan inflasi agar konstruksi perkerasan yang dibangun memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan dan memenuhi umur rencana sehingga tidak terjadi pemborosan dana pembangunan. Biaya bangunan bawah jembatan harus dihitung secara teliti karena memberikan dampak terhadap keselamatan para pengguna sarana kendaraan yang melewati jembatan. Tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan jalan dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi jalan. Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan konstruksi bentang jembatan dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi bentang jembatan. Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan konstruksi pondasi dan abutment dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi pondasi dan
208
JANU SAPUTRA - 1103305
abutment jembatan. Kerapatan padi (flora) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi para pengambil keputusan bidang pertanian untuk menggantikan tingkat produktivitas jumlah rumpun yang hilang dengan produksi di lahan lain atau merekomendasikan varietas lain dengan jumlah produksi yang lebih besar. Kerapatan katak (fauna) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi para perencana terhadap keseimbangan ekosistem dan perannya dalam rantai makanan sehingga jika terjadi ledakan hama dan penyakit pada lingkungan dapat dipecahkan secara tepat melalui upaya budidaya atau relokasi fauna. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah : Fraksi penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian harus dapat diketahui secara akurat melalui sensus pertanian sebagai masukan bagi para pengambil keputusan yang berkepentingan dengan perencanaan tataruang. Konstanta penggunaan lahan harus diketahui dengan tepat melalui serangkaian penelitian empiris di lokasi-lokasi yang berbeda dengan waktu pengamatan yang berbeda pula sehingga dapat dirancang penggunaan lahan yang fungsinya saling sinergis dalam ruang dan mengurangi berbagai masalah kemacetan, pemborosan bahan bakar, waktu dan tenaga. Fraksi fisik-kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam harus diteliti secara lebih terperinci dengan memperhatikan kontribusi sumber-sumber dari industri, permukiman dan gejala di alam sehingga dapat diperkirakan satuan mobil penumpang yang tepat terkait dengan kualitas fisik-kimia air dan udara. Pengelolaan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melakukan metode partisipasi dan sosialisasi kepada semua pihak yang terkait. Metode partisipasi dan sosialisasi pada tahap pra-konstruksi jalan untuk menghindarkan adanya penolakan oleh masyarakat dan keresahan di lapangan sehingga tujuan dan sasaran tahap pra-konstruksi jalan dapat tercapai dengan tepat guna, berdayaguna dan optimal. Metode partisipasi dan sosialisasi pada tahap pra-konstruksi jalan merupakan upaya menilai kelayakan sosial pembangunan jalan. Pengelolaan lingkungan pada tahap konstruksi jalan harus dilakukan dengan suatu survei pengukuran dan pemetaan lahan di sepanjang koridor jalan, penyelidikan tanah, pekerjaan galian dan timbunan, pembangunan pondasi jalan dan perkerasan jalan berikut perlengkapannya. Implementasi metode perencanaan jaringan (network planning) pada tahap konstruksi jalan dengan demikian menjadi penting agar tahap konstruksi jalan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan tidak memboroskan dana pembangunan. Kelayakan teknis dan finansial pada tahap konstruksi jalan adalah upaya menilai diterima atau tidaknya kegiatan pada tahap konstruksi dari standar teknis dan standar finansial lembaga-lembaga yang berwenang. Pengelolaan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan adalah dengan cara menerapkan penghargaan dan sangsi (reward and punishment) para pihak yang terkait dan pengguna prasarana dan sarana kendaraan. Prasarana jalan harus diperbaiki sistem drainasenya untuk menghindarkan bahaya banjir dan memperpanjang umur pakai perkerasan jalan. Sarana kendaraan yang melewati jalan harus dibatasi dengan cara penerapan jalur-jalur searah untuk selang waktu tertentu, pembatasan umur kendaraan, penerapan batas minimal penumpang dan uji emisi kendaraan untuk periode waktu tertentu. Lahan-lahan di koridor
209
JANU SAPUTRA - 1103305
jalan dihijaukan dengan tanaman-tanaman yang mampu menyerap emisi gas buang dan kebisingan serta dicadangkan sejumlah lahan untuk ruang terbuka hijau dan luasan perairan dalam bentuk danau. Cara pemantauan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melibatkan para fasilitator di wilayah-wilayah yang dilewati koridor jalan dan dikoordinir oleh seorang ketua tim kegiatan pembebasan lahan. Para fasilitator di lapangan mempunyai peran sebagai sumber informasi dari pelaksana pembebasan lahan untuk pembangunan jalan kepada masyarakat di lapangan. Para fasilitator juga memberikan laporan kemajuan pembebasan lahan kepada ketua tim serta melaporkan berbagai kendala yang terjadi di lapangan untuk didiskusikan pemecahan masalahnya secara bersama-sama. Cara pemantauan lingkungan pada tahap konstruksi jalan adalah dengan cara menugaskan para penyelia teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan yang dibekali dengan suatu perangkat kendali kurva s dan jadwal penyediaan bahan, jadwal kerja tenaga kerja dan jadwal waktu pelaksanaan. Para penyelia lapangan akan dipantau oleh ketua tim melalui bukti kemajuan yang tergambar pada perbandingan kurva s pelaksanaan dengan kurva s dari lapangan. Cara pemantauan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi adalah dengan cara menerapkan izin mendirikan bangunan dan pajak bumi dan bangunan yang tinggi untuk lahan-lahan pertanian yang terkonversi. Prasarana jalan dipantau dengan melakukan pemeriksaan rutin oleh pemerintah terhadap perkerasan jalan dan drainase jalan. Sarana kendaraan dipantau dengan survei lalulintas pada periode waktu tertentu berikut pemantauan kualitas udara dan air oleh laboratorium berjalan seperti laboratorium mobil.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M DIKTI, Ketua LPPM UPI, Rektor UPI, Dekan FPTK UPI, Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI, Kepala BAPPEDA Kota Bandung, Dinas Perhubungan Kota Bandung, Dinas Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, Masyarakat di koridor Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan data, finansial, tenaga serta perizinan yang telah diberikan. Semoga Alloh SWT membalas budi baik Bapak/Ibu, Saudara dan Saudari dengan pahala yang berlipat ganda. Amin Yaa Robbal Alamin.
210
JANU SAPUTRA - 1103305
DAFTAR PUSTAKA
Amien, M. (1992). “Studi Tipologi Kabupaten”. Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah,Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Ujung Pandang. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). “Informasi Produk Pengaturan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Sekretariat Jenderal Depkimpraswil. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga. (1996). “Aspek Lingkungan pada Pekerjaan Jalan (Perencanaan)”. Kabupaten Roads Master Training Plan. Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta. Lembaga Penelitian ITB. (1993). “Kebutuhan Transportasi. Pelatihan Pengelolaan Sistem Transportasi Kota. Direktorat Pembangunan Kota”, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri, Lembaga Penelitian ITB. Bandung. Soejono dan Ramelan, S. (1994). “Arah Pengembangan Sarana Transportasi dalam Memasuki PJP II Khususnya Repelita VI. Proceedings. Fifth Annual Conference on Road Engineering. Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang Pekerjaan Umum. Bandung. Tamboen, F. (1994). ”Metodologi Andal Transportasi”. Technical Papers. Fifth Annual Conference on Road Engineering. Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang Pekerjaan Umum. Bandung.
211