BAB X BAGAIMANA HUBUNGAN MEMBAYAR PAJAK DENGAN BELA NEGARA?
Setiap orang memiliki hak yang biasanya diperoleh setelah melaksanakan kewajibannya. Hak setiap orang dibatasi oleh hak orang lain. Dalam konteks kehidupan bernegara, hak warga negara dilindungi di dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Bukan hanya hak saja yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, perihal kewajiban juga demikian. Hal ini demi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan tentram. Di negara Republik Indonesia, hak dan kewajiban warga negara diatur di dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Salah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh warga negara adalah membayar pajak. Di dalam Pembukaan Konstitusi Negara kita, tertera 4 (empat) tujuan negara. Salah satunya adalah mensejahterakan rakyat. Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan ini tentunya dibutuhkan dana untuk membiayai program kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan dapat diwujudkan melalui pembangunan. Sebagaimana telah diuraikan di dalam pokok bahasan sebelumnya bahwa salah satu sumber utama penerimaan negara adalah dari pajak. Pajak memiliki dua fungsi yakni fungsi budgetair dan fungsi regulerend. Dana yang terhimpun dari pembayaran pajak yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan merupakan fungsi budgetair pajak. Siti Kurnia Rahayu menyatakan, sebagai berikut (Rahayu,2009:26): “Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara diperlukan biaya. Demikian juga dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Dalam menjalankan fungsinya tersebut pemerintah membutuhkan dana yang sebagian besar akan dibiayai dengan penerimaan pajak.” Pajak merupakan kewajiban warga negara. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa hak dan kewajiban di negara kita dicantumkan di dalam konstitusi dan peraturan perundangundangan lainnya. Diantara hak dan kewajiban Warga Negara (WN) yang tercantum di dalam konstitusi Negara Republik Indonesia tertera hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya bela negara dan ikut serta dalam usaha mempertahankan pertahanan dan keamanan negara.
188
Apakah yang dimaksud dengan upaya bela negara? Bagaimana caranya agar warga negara dapat berpartisipasi dalam upaya bela negara? Apakah yang dimaksud dengan pertahanan dan keamanan negara? Bagaimana cara warga negara mempertahankan negara dan bangsa serta menjaga keamanan negara? Lebih lanjut lagi, bagaimanakah hubungan kewajiban membayar pajak yang harus ditunaikan warga negara dengan hak dan kewajiban bela negara serta hak dan kewajiban pertahanan dan keamanan negara? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan pemaparan mengenai kewajiban warga negara dalam konsep bela negara yang dibahas berikut ini.
Sebelum membahas mengenai konsep hak dan kewajiban, perlu didudukkan terlebih dahulu siapa yang dimaksud warga negara sebagaimana dinyatakan di dalam konstitusi. Pasal 26 Ayat (1) menyatakan sebagai berikut: “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” Dapat disimpulkan bahwa yang menjadi warga negara menurut konstitusi tidak hanya orang-orang asli Indonesia tapi orang asing pun bisa menjadi warga negara asalkan sudah mendapatkan pengesahan berdasarkan undang-undang (pewarganegaraan). Undangundang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (undang-undang kewarganegaraan). Asas-asas kewarganegaraan yang dianut dalam menentukan kewarganegaraan Indonesia sebagaimana tertera di dalam penjelasan undang-undang kewarganegaraan tersebut, adalah: 1. 2. 3. 4.
asas ius sanguinis (law of the blood); asas ius soli (law of the soil); asas kewarganegaraan tunggal; asas kewarganegaraan ganda terbatas.
Berdasarkan asas-asas yang dianut undang-undang ini, maka orang-orang yang dinyatakan sebagai WNI sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4, adalah: a. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum UU ini berlaku, sudah menjadi WNI; b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI; c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA; d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI; e. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut; f. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI; g. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI; 189
h. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin; i. anak yang lahir di wilayah negara RI yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah ibunya; j. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara RI selama ayah dan ibunya tidak diketahui; k. anak yang lahir di wilayah negara RI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya; l. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan; m. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. Bagaimana jika ada orang WNA dewasa yang ingin memperoleh kewarganegaraan RI? Orang tersebut dapat mengajukan permohonan tertulis yang ditujukan kepada Presiden melalui Menteri. Untuk dapat mengajukan permohonan, seseorang harus memenuhi beberapa persyaratan yang tertera di dalam Pasal 9, berikut ini: a. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin; b. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut; c. sehat jasmani dan rohani; d. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih; f. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda; g. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan h. membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara. Manusia biasanya sangat senang memikirkan, mendiskusikan, atau menuntut haknya. Gaji, upah atau honor adalah contoh konkret dari apa yang disebut hak. Hak ini akan diterima oleh seseorang setelah melaksanakan kewajibannya, yakni melakukan suatu pekerjaan. Merupakan hal yang sangat menyenangkan ketika kita menerima hak, misalnya gaji. Karena itu biasanya ketika akan melamar suatu pekerjaan salah satu hal pokok yang menjadi pertimbangan adalah berapa gaji yang akan saya dapatkan? Di sisi lain, hal yang biasanya dianggap kurang menyenangkan adalah ketika harus menunaikan kewajiban. Dalam hukum ekonomi disebutkan bahwa ketika melakukan sesuatu, kita usahakan melakukan pengorbanan seminimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. 190
Namun, jika didudukkan kembali kepada hakikat hak dan kewajiban, maka seharusnya hak dan kewajiban dilaksanakan secara seimbang. Untuk memahami lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban WNI, maka akan dibahas apa saja yang dimaksud dengan hak dan kewajiban, serta siapa saja yang dimaksud dengan WNI. Definisi hak dalam konteks hak dan kewajiban, berdasarkan definisi yang diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI online) adalah: 1) Kewenangan; 2) Kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya); 3) Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu; dan 4) Wewenang menurut hukum, sedangkan definisi kewajiban menurut KBBI online adalah: 1) (sesuatu) yang diwajibkan; sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan; 2) Pekerjaan; tugas; dan 3) Tugas menurut hukum. Di dalam definisi hak dan kewajiban di atas, terdapat kata-kata “menurut hukum”. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai hak dan kewajiban diperlukan juga uraian definisi hak dan kewajiban menurut hukum. Hans Kelsen menyatakan bahwa penekanan atas hak dan kewajiban menurut hukum dan moral berbeda. Di dalam hukum, hak didahulukan dibandingkan kewajiban, sedangkan di dalam aspek moral, kewajiban lebih ditekankan dibandingkan hak (Kelsen,2014:143). Terdapat beberapa teori mengenai hak, yakni (Mas,2014:28-29): a. teori kepentingan (belangen theory), yang menyatakan bahwa hak merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum atas kepentingan seseorang; b. teori kehendak (wilsmacht theory), menurut teori ini seseorang dapat memiliki hak atas sesuatu yang dikehendakinya; dan c. teori fungsi sosial, menurut teori ini hak akan timbul karena adanya peristiwa hukum. Sedangkan definisi hak menurut Satjipto Rahardjo (Mas:30) adalah “kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang dengan maksud untuk melindungi kepentingan seseorang tersebut”. Suatu hak akan hapus apabila: 1. pemegang hak meninggal dan tidak ada ahli warisnya; jangka waktu hak yang diperjanjikan sudah berakhir; 2. benda yang diperjanjikan sebagai hak seseorang sudah diterima; atau 3. habisnya jangka waktu untuk memiliki hak sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Marwan Mas menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kewajiban adalah (Ibid:32): “Kewajiban sesungguhnya merupakan beban yang diberikan oleh hukum kepada orang atau badan hukum (subjek hukum), misalnya kewajiban seseorang atau badan hukum untuk membayar pajak dan lahirnya karena ketentuan undang-undang.” Setelah mengerti siapa saja yang dimaksud dengan WNI dan apa yang dimaksud dengan hak dan kewajiban, hal berikutnya yang akan dibahas adalah apa saja yang menjadi hak dan kewajiban WNI. Berdasarkan yang tercantum di dalam konstitusi, hak dan kewajiban WNI dapat diidentifikasi sebagai berikut (Lubis, dkk,2015): 191
1. Hak dasar WNI a. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Menyatakan diri sebagai penduduk dan warga negara Indonesia atau ingin menjadi warga negara suatu negara. b. Setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam bidang pemerintahan. Bersama kedudukan di dalam hukum dan pemerintah. c. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. d. Setiap orang berhak atas jaminan sosial, hidup sejahtera lahir dan batin, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. e. Setiap orang berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. f. Upaya pembelaan negara. g. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan dan tulisan sesuai dengan undang-undang. h. Setiap orang berhak hidup dan mendapatkan perlindungan dari yang bersifat diskriminatif. Memperoleh jaminan dan perlindungan dalam pelaksanaan berbagai bidang hak asasi manusia. i. Setiap orang berhak bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Jaminan memeluk salah satu agama dan pelaksanaan ajaran agamanya masingmasing. j. Setiap orang berhak dan ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara. k. Setiap orang berhak mengembangkan potensi diri dan kebudayaannya yang memungkinkan pengembangan diri dan kebudayaan nasional. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban. l. Setiap orang berhak dan mendapat fasilitas dalam mengembangkan usaha-usaha dalam bidang ekonomi. m. Setiap orang berhak memperoleh jaminan pemeliharaan sebagai fakir miskin, fasilitas kesehatan, dan fasilitas umun dari pemerintah. 2. Kewajiban Dasar WNI a. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan keadilan. b. Menghargai nilai-nilai persatuan, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. c. Menjunjung tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar negara. d. Setia membayar pajak untuk negara. e. Wajib menjunjung tinggi hukum dam pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. f. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. g. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. h. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. i. Ikut serta dalam pendidikan dasar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
192
j.
Pelaksanaan perekonomian berdasarkan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkedaulatan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.
Akhir-akhir ini sering terdengar kata-kata bela negara. Topik bela negara kembali menjadi pembicaraan hangat sejak dicanangkannya Program Bela Negara oleh Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Ryamizard Ryacudu (Maharani (Red), Republika:2015). Beliau menyatakan bahwa program tersebut dilaksanakan setelah dicanangkannya Gerakan Nasional Bela Negara oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 19 Desember 2014 (Putra, Republika:2015). Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal Hartind Asrin, menyatakan bahwa Program Bela Negara yang sudah dilaksanakan berupa pelatihan yang berisi (bbc:2015): “Pendek kata, kurikulum pelatihan bela negara tiada materi militernya sama sekali, yang ada baris berbaris. Inti dari kurikulum ialah lima dasar, yakni cinta Tanah Air, rela berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, meyakini Pancasila sebagai ideologi negara, serta memiliki kemampuan awal dalam bela negara baik fisik maupun nonfisik.” Terlepas dari pro dan kontra pelaksanaan program bela negara tersebut, ada satu makna penting yang dapat disimpulkan, yaitu adanya upaya dari pemerintah untuk dapat mempertahankan berdirinya negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Bangsa Indonesia mengalami penjajahan fisik selama kurang lebih 350 tahun oleh bangsa Belanda dan kurang lebih 3,5 tahun oleh bangsa Jepang. Ketika masa penjajahan tersebut, para pahlawan melawan dengan menggunakan senjata. Sikap rela berkorban membela tanah air dan bangsa menunjukkan kecintaan mereka terhadap negeri ini yang kelak diwarisi oleh generasi penerusnya. Dalam masa globalisasi sekarang apakah kita sebagai generasi penerus hanya menikmati perjuangan para pahlawan kita? atau kita masih harus meneruskan perjuangan dengan mengangkat senjata? Sesungguhnya mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain sangatlah sulit. Apalagi invasi dapat berbentuk non fisik yang terkadang sulit untuk dideteksi. Akhmad Zamroni menulis sebagai berikut (Zamroni, 2015:4): “Dapat kita saksikan dan rasakan bahwa pada era modern ini, hal-hal yang dapat menimbulkan ancaman dan bahaya terhadap keamanan, keselamatan, dan keutuhan bangsa dan negara kita ternyata semakin kompleks dan beragam. Bentuk, jenis, dan sumber ancaman dan bahaya yang muncul menjadi lebih banyak dan rumit. Kuantitas dan kualitasnya pun makin banyak dan tinggi.” Di dalam konstitusi kita diatur bahwa setiap warga negara diberikan hak dan kewajiban dalam upaya membela negara. Hal ini tercantum di dalam Pasal 27 Ayat (3) UUD Tahun 193
1945. Ketentuan mengenai bela negara ini diatur lebih lanjut di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002). Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.” Namun demikian, pasal tersebut belum menjelaskan apa yang dimaksud dengan upaya bela negara. Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan upaya bela negara dicantumkan di dalam Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2002, sebagaimana tertulis dibawah ini: “Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.” Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa upaya bela negara dilakukan agar negara Indonesia tetap berdiri kokoh. Penting untuk diingat bahwa upaya bela negara selain merupakan kewajiban, juga merupakan hak bagi setiap warga negara. Bagaimanakah cara kita untuk turut serta melakukan upaya bela negara di masa kini? Bentuk-bentuk bela negara yang dapat dilakukan oleh WNI dicantumkan di dalam Pasal 9 ayat (2) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2002, bahwa: “Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui: a) pendidikan kewarganegaraan; b) pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; c) pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan d) pengabdian sesuai dengan profesi.” Lebih lanjut mengenai keikutsertaan WNI di dalam upaya bela negara melalui pendidikan kewarganegaraan adalah karena materi mengenai kesadaran bela negara sesungguhnya sudah tercantum di dalam pendidikan kewarganegaraan. Sebagai contoh adalah salah satu topik pendidikan kewarganegaraan yang ditulis di dalam Pendidikan Kewarganegaraan Daring DIKTI yang berjudul “Bagaimana Urgensi dan Tantangan Ketahanan Nasional dan Bela Negara Bagi Indonesia dalam Membangun Komitmen Kolektif Kebangsaan”. Akhmad Zamroni mengemukakan bahwa warga negara dapat berpartisipasi dalam upaya bela negara melalui (Ibid: 100-112): 1. bergabung menjadi: a) TNI dan Polri; b) Satpol PP; c) Polisi Kehutanan (Polhut); d) anggota organisasi pertahanan wilayah/rakyat terlatih; e) anggota pengamanan swakarsa (satpam); f) menjadi anggota organisasi pemberi bantuan kemanusiaan (misalnya: PMR); g) anggota organisasi pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan narkoba (misalnya: Indonesian Corruption Watch (ICW)); h) anggota Resimen Mahasiswa; i) anggota kepanduan dan patroli keamanan;
194
2. berpartisipasi secara umum. Misalnya sebagai pelajar, kita dapat berpartisipasi dengan cara menjadi pelajar yang rajin dan tekun belajar, mengamalkan nilai-nilai Pancasila, dan menjaga perilaku yang sesuai dengan norma-norma bangsa.
Gambar X.1 Tentara Nasional Indonesia
Sumber: http://trend.co.id/wp-content/uploads/2015/09/peringkat-TNI.jpg
Setelah dibahas mengenai hak dan kewajiban WNI dalam upaya bela negara, terdapat satu konsep lagi yang perlu dibahas sehubungan dengan permasalahan menjaga persatuan dan kesatuan negara kita. Konsep yang dimaksud adalah konsep ketahanan nasional. Ketahanan nasional merupakan perwujudan geostrategi. Apakah yang dimaksud dengan geostrategi? Kaelan dan Achmad Zubaidi memberikan gambaran mengenai geostrategi sebagai berikut (Kaelan dan Zubaidi,2010:143): “Geostrategi diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan bermartabat.” Geostrategi merupakan strategi suatu bangsa dalam mempertahankan keutuhan bangsa dan negara berdasarkan pertimbangan keadaan negaranya secara geografis. Bangsa lain ada yang menggunakan geostrategi untuk kepentingan militernya. Namun, negara kita berbeda karena negara Indonesia mengembangkan geostrateginya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia (Ibid:145) Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa negara kita memformulasikan geostrategi nasional ke dalam konsep yang dinamakan ketahanan nasional. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960-an (Ibid:145). Apakah yang 195
dimaksud dengan ketahanan nasional? Sutarman menyatakan sebagai berikut (Sutarman,2011:78): “Kondisi yang dinamis yang merupakan integrasi dan kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, baik dari dalam maupun dari luar negeri yang langsung maupun tidaklangsung membahayakan identitas, keutuhan, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta dalam mencapai tujuan nasionalnya.” Dari pengertian di atas terdapat kata “tiap aspek kehidupan bangsa”, terdapat delapan aspek kehidupan bangsa yang disebut Asta Gatra. Asta Gatra terdiri atas: 1. Tri Gatra (aspek alamiah), yaitu letak geografis negara, keadaan dan kekayaan negara, serta keadaan dan kemampuan penduduk; dan 2. Panca Gatra (aspek kemasyarakatan), yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam (Kaelan dan Zubaidi,2010:149). Siapakah yang harus ikut serta dalam usaha mempertahankan ketahanan nasional bangsa kita? Di dalam Pasal 30 ayat (1) UUD Tahun 1945 dinyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Sistem yang digunakan di dalam usaha pertahanan dan keamanan negara kita adalah sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Pasal 30 ayat (2) UUD Tahun 1945). TNI dan Polri merupakan kekuatan utamanya dan rakyat merupakan kekuatan pendukung. Ketentuan mengenai pertahanan dan keamanan negara diatur juga di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Di dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pertahanan negara adalah: “Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.” Pertahanan negara adalah suatu usaha untuk mempertahankan kondisi bangsa agar tetap utuh. Selain itu, warga negara dapat hidup dengan aman, adil, dan sejahtera. Kondisi yang demikian disebut sebagai ketahanan nasional. Mengenai hubungan antara ketahanan nasional dengan bela Negara, dijabarkan oleh Sutarman sebagai berikut ini (Ibid:80): “Ketahanan Nasional pada hakekatnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Dengan demikian lahirnya konsepsi Ketahanan Nasional tersebut, maka konsekuensinya adalah bahwa bela negara itu identik dengan Ketahanan Nasional, maka bentuk bela negara harus diwujudkan dalam segenap aspek kehidupan nasional bangsa Indonesia yang mencakup di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.”
196
Kita sering melihat atlet-atlet Indonesia berlaga di dalam ajang kompetisi nasional maupun internasional. Atlet yang memenangkan berbagai kompetisi di tingkat nasional biasanya akan dikirim untuk berlaga ditingkat internasional. Hal yang mengharukan dan membanggakan adalah ketika Bendera Merah Putih dikibarkan diiringi lagu Indonesia Raya pada saat atlet Indonesia memenangkan pertandingan internasional. Rasa nasionalisme kita menjadi bangkit kembali. Untuk dapat memiliki atlet-atlet yang profesional dan handal tentunya diperlukan pembinaan yang memerlukan pembiayaan. Demikian juga pengiriman para atlet ke luar negeri atau penyelenggaraan berbagai ajang olahraga di dalam negeri, yang tentunya membutuhkan pembiayaan. Dari manakah sumber pembiayaan tersebut? Dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang salah satu sumber utama pendanaannya berasal dari pajak. Padyangan Tax Center memberikan data tersebut sebagaimana tertulis di bawah ini (PTC,2013): “... Namun demikian, sumber utama pembiayaan pembinaan olah raga prestasi itu bersumber dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). APBN 2013 memperlihatkan bahwa pembiayaan untuk anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga sebesar Rp 1,95 triliun termasuk di dalamnya anggaran untuk Pembinaan Olahraga Prestasi sebesar Rp 560 Miliar.” Alokasi dana yang dicantumkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan, alokasi dana untuk Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2014 adalah 1,76 triliun, tahun 2015 adalah 1,78 triliun, serta tahun 2016 adalah 2,85 triliun. Sebagaimana telah dipaparkan di dalam bagian Konsep Bela Negara, dijelaskan bahwa bela negara adalah suatu usaha yang dilakukan oleh WNI yang salah satu caranya dapat dilakukan melalui profesi masing-masing. Contoh di atas, yaitu atlet melakukan usaha bela negara melalui profesi mereka. Walaupun bukan atlet, sebagai warga negara yang cinta tanah air, kita tetap dapat melaksanakan hak dan kewajiban bela negara, yaitu dengan cara membayar pajak. Melalui pajak yang kita bayarkan tersebut, kita dapat mendukung pelaksanaan upaya bela negara yang dilakukan oleh para atlet Indonesia tersebut dalam bentuk pendanaan secara tidak langsung. Sutarman memberikan beberapa contoh bentuk bela negara non fisik, yakni (Sutarman,2011:82): ”1) Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, taat, patuh terhadap peraturan perundangan dan demokratis; 2) Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat; 3) Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan Negara; 4) Sadar membayar pajak untuk kepentingan bangsa dan negara.” 197
Sebagaimana telah dinyatakan di dalam bagian konsep ketahanan nasional, dijelaskan bahwa ketahanan nasional adalah suatu keadaan negara dimana negara dapat mempertahankan kesatuan wilayah dan bangsanya dalam keadaan damai dan sejahtera dengan segala dinamika yang dihadapi. Dinamika tersebut dapat berupa Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan (AGHT). AGHT dapat datang dari luar atau dari dalam negeri. Sejak negara kita berdiri sudah banyak AGHT yang dihadapi. Beberapa di antaranya adalah lepasnya Timor Timur (yang kemudian menjadi negara) dan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan (yang menjadi milik Malaysia). Beberapa kendala yang dihadapi dalam mempertahankan Timor Timur (yang dulunya merupakan salah satu provinsi negara kita) dan juga kedua pulau tersebut adalah karena kurangnya perhatian pemerintah baik secara kesejahteraan ataupun melakukan penjagaan atas pertahanan dan keamanan. Dengan kondisi wilayah kepulauan, pemerintah kita menghadapi tantangan yang tidak mudah di dalam melaksanakan pembangunan yang merata demi mensejahterakan semua rakyatnya. Di dalam halaman I-1 Nota Keuangan Tahun 2016 dinyatakan sebagai berikut: “Sebagai negara kepulauan dengan 70 persen wilayah berupa laut dan memiliki sekitar 17.504 pulau yang tersebar, Indonesia memiliki tantangan besar dalam melakukan pembangunan yang berkualitas di segala dimensi. Kondisi geografis dan demografis tersebut merupakan tantangan dan peluang bagi Pemerintah untuk memenuhi amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyentuh hajat hidup masyarakat Indonesia, diantaranya untuk mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya, pelaksanaan pembangunan harus difokuskan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang menjamin pemerataan dan keadilan untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antarpenduduk, ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan timur, serta antara kota-kota dan kota-desa.” Untuk melakukan pembangunan tentu dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk tahun 2016, Anggaran Belanja Negara dialokasikan sebesar Rp 2.095,7 triliun. Dana sebanyak itu akan digunakan untuk belanja pemerintah pusat dan dana yang akan ditransfer ke daerah. Dari manakah dana tersebut didapatkan? Penerimaan negara berasal dari 3 jenis penerimaan, yakni: penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak dan pendapatan hibah. Namun, dari ketiga jenis penerimaan tersebut ternyata dana yang terkumpul masih kurang (defisit) dibandingkan jumlah yang diperlukan. Bagaimanakah cara mendapatkan dana untuk menutupi kekurangan tersebut? Diperlukan pembiayaan yang berasal dari dalam negeri (perbankan dan non perbankan) dan pembiayaan luar negeri (penarikan pinjaman luar negeri, penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri) (Nota Keuangan,2016:I-11).
198
Sehubungan dengan utang negara Indonesia, pada bulan April tahun 2015 Presiden RI mengingatkan bahwa negara kita memiliki utang sebesar Rp 2.600 triliun. Pinjaman tersebut berasal dari berbagai negara, Bank Dunia (World Bank) dan Asian Development Bank (ADB). Menurut Presiden, pinjaman yang didapat harus digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif demi pembangunan bangsa, misalnya untuk membangun pelabuhan atau bandara (kompas.com:2015). Dapatkah negara kita bebas dari utang? Dengan melihat besarnya jumlah dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintahan demi menjaga ketahanan nasional dan jenis-jenis pendapatan negara, paling tidak ada satu jenis pendapatan negara yang dapat kita bantu, yakni melalui pajak. Sehubungan dengan pajak, di dalam pokok-pokok kebijakan pendapatan negara terdapat tiga poin yang berkaitan dengan pajak, yakni (Nota Keuangan RI,2016:II.1-5): “(1) kebijakan perpajakan diarahkan untuk optimalisasi penerimaan perpajakan tanpa mengganggu iklim investasi dunia usaha; (2) kebijakan perpajakan yang diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan tetap mempertahankan daya beli masyarakat, meningkatkan daya saing dan nilai tambah industri nasional; dan (3) kebijakan perpajakan yang diarahkan untuk mengendalikan konsumsi barang kena cukai.” Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tahun 2015-2019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong” sebagaimana yang teruang di dalam RPJMN, pemerintah menetapkan 7 (tujuh) kebijakan. 7 (tujuh) Kebijakan tersebut sebagaimana tercantum di dalam halaman II.1-1 Nota Keuangan APBN 2016 adalah: “(1) mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan menggunakan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; (2) mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum; (3) mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim; (4) mewujudkan kualitas manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera; (5) mewujudkan bangsa yang berdaya saing; (6) mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; dan (7) mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam berkebudayaan.” Telah dijabarkan di bagian terdahulu bahwa dalam usaha mempertahankan kedaulatan negara, TNI dan Polri merupakan kekuatan utama dan rakyat merupakan kekuatan pendukungnya. Di dalam upaya menjalankan tugas tersebut, tentunya diperlukan peralatan, perlengkapan, dan anggota TNI dan Polri yang handal. Di dalam Pasal 25 ayat (1) undangundang pertahanan negara dinyatakan bahwa pertahanan negara mendapatkan alokasi dana yang dimasukkan di dalam APBN. Berapakah anggaran untuk pertahanan negara pada tahun 2016? Berikut ini adalah tabel yang berisi daftar pengeluaran pemerintah tahun 2015-2016 (Nota Keuangan RI,2016:II.4-2): 199
No
FUNGSI
2015
2016
APBNP
% thd BPP
APBN
% thd BPP
1
Pelayanan Umum
695.286,3
52,7
316.532,6
23,9
2
Pertahanan
102.278,6
7,8
99.648,9
7,5
3
Ketertiban dan Keamanan
54.681,0
16,4
360.226,7
8,3
4
Ekonomi
216.290,6
16,4
360.226,7
27,2
5
Lingkungan Hidup
11.728,1
0,9
12.087,8
0,9
6
Perumahan dan Fasilitas
25.587,2
1,9
34.651,1
2,6
Umum 7
Kesehatan
24.208,5
1,8
67.213,7
5,1
8
Pariwisata dan Ekonomi
3.765,5
0,3
7.4432,7
0,6
6.920,5
0,5
9.785,1
0,7
Kreatif 9
Agama
10
Pendidikan
156.186,9
11,8
150.090,0
11,3
11
Perlindungan Sosial
22.615,8
1,7
158.088,8
11,9
1.319.549,0
100,0
1.325.551,4
100,0
TOTAL
Tabel X.1 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, 2015-2016 (Miliar Rupiah) Sumber: Kementerian Keuangan
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsinya ada 11 jenis. Dari 11 tersebut, pertahan mendapat alokasi dana pada tahun 2016 sebesar Rp 99.648,9 Trilyun atau sebesar 7,5% dari APBN. Dalam mewujudkan ketahanan nasional, tidak hanya diperlukan langkah pertahanan saja, tetapi juga hal-hal lain demi mewujudkan kesejahteraan. Semua jenis belanja pemerintah pusat di atas adalah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan nasional. Untuk pemerataan pembangunan di seluruh wilayah RI, terdapat juga alokasi dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Sebagai warga negara, tentu kita mendambakan negara yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera. Keadaan yang demikian dapat terwujud apabila pemerintah dapat menjalankan fungsinya dengan baik sebagai penyelenggara negara. Namun, sesungguhnya tanggung jawab untuk mempertahankan negara tidak hanya terletak di tangan pemerintah saja, tetapi juga berada di tangan kita semua. Sebagaimana tercantum di dalam bagian menimbang huruf c undang-undang pertahanan negara dinyatakan bahwa “dalam penyelenggaraan pertahanan negara setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara sebagai pencerminan kehidupan kebangsaan yang menjamin hak-hak warga negara untuk hidup setara, adil, aman, damai, dan sejahtera;”. Tentunya sebagai warga negara yang baik, kita ingin dapat berpartisipasi dalam mempertahankan negara yang kita cintai ini. 200
Bela negara dapat dibedakan menjadi dua, yakni bela negara secara fisik dan bela negara non fisik. Bela negara secara fisik adalah usaha mempertahankan eksistensi negara melalui perjuangan secara fisik. Di dalam peraturan perundang-undangan, bela negara secara fisik dalam usaha pertahanan negara dilakukan oleh TNI dan Polri (sebagai kekuatan utama) dan rakyat (sebagai kekuatan cadangan). Dalam keadaan negara yang cenderung stabil, maka rakyat Indonesia tidak terlalu diperlukan untuk ikut serta bela negara secara fisik. Bentuk bela negara yang sangat diperlukan adalah upaya bela negara dalam bentuk non fisik. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa sebuah negara layaknya rumah tangga juga memerlukan pembiayaan dalam operasionalnya. Negara dibiayai dari tiga jenis pendapatan negara dan juga pembiayaan (dalam dan luar negeri). Jadi, apabila kita taat membayar pajak, maka artinya kita sudah ikut serta dalam upaya bela negara secara non fisik.
Telah diuraikan di atas bahwa membayar pajak merupakan bela negara secara non fisik karena dengan membayar pajak berarti kita telah ikut serta menjamin kelangsungan negara. Hal ini berkaitan dengan fungsi budgetair pajak dimana pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran negara seperti membangun infrastruktur dan lain-lain. Sampai saat ini, negara kita masih memerlukan pinjaman dana baik dari dalam maupun dari luar negeri, hal ini dikarenakan jumlah pendapatan negara masih kurang untuk membiayai pengeluaran. Saat ini, penerimaan negara dari sektor pajak memberikan kontribusi sekitar 74,6%. Namun, belum semua penanggung pajak membayar kewajibannya kepada negara, sebagaimana dinyatakan sebagai berikut (Kemenkeu:2015): “Sebagai informasi, berdasarkan data pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ada sebanyak 44,8 juta orang. Namun demikian, baru 26,8 juta orang diantaranya yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak. Dari jumlah tersebut, hanya 10,8 juta Wajib Pajak yang menyampaikan SPT. Hal serupa juga terjadi dengan Wajib Pajak Badan. Dari 1,2 juta perusahaan yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan, hanya sekitar 45,8 persen atau 550 ribu perusahaan yang menyampaikan SPT.” Dari pernyataan di atas, masih ada peluang untuk menambah pendapatan negara melalui pajak. Hal ini merupakan salah satu latar belakang dicanangkannya Tahun Pembinaan Wajib Pajak Tahun 2015. Diharapkan, semakin tingginya jumlah penanggung pajak yang membayar pajak, maka negara kita dapat membiayai pembangunan secara mandiri.
Bela negara adalah hak dan kewajiban setiap WNI. Bentuk bela negara dapat dibedakan menjadi dua yakni bela negara secara fisik dan bela negara secara non fisik. Sesungguhnya 201
bela negara merupakan suatu upaya untuk mempertahankan eksistensi negara. Negara kita memiliki strategi dalam mempertahankan eksistensi negara melalui konsep yang dinamakan ketahanan nasional. Dengan dinamika negara kita yang sejak berdiri sudah melalui berbagai macam ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan maka bela negara adalah suatu keharusan. Negara kita terus melaksanakan pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan diperlukan biaya yang besar. Salah satu faktor yang menentukan ketahanan suatu negara adalah faktor finansialnya. Pendapatan negara salah satunya berasal dari pajak. Sehingga merupakan hal yang penting membayar pajak sebagai salah satu upaya bela negara demi mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.
Setelah mendapatkan materi mengenai Pajak dan Bela Negara yang juga berhubungan dengan hak dan kewajiban WNI serta hankam (pertahanan dan keamanan), Anda diharapkan dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang terdapat di dalam negara kita sehubungan dengan pemaparan topik tersebut. Hasil indentifikasi tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan pemecahan terhadap masalah yang ada. Contoh masalah yang ada adalah: membayar pajak merupakan salah satu upaya bela negara secara non fisik. Namun, masih banyak penanggung pajak yang belum membayar pajak sehingga masih ada peluang untuk menambah jumlah penerimaan negara lewat pajak. Di lain pihak, sampai saat ini negara masih selain menanggung utang dari tahun-tahun sebelumnya. Untuk membiayai APBN tahun 2016 masih diperlukan utang baik dari dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Anda diminta untuk melakukan kegiatan belajar sebagai berikut:
menceritakan kepada teman-teman di kelas apa yang sudah Anda ketahui berkaitan dengan masalah tersebut, atau apa yang sudah teman Anda dengar dari pembicaraan orang-orang terkait masalah bela negara melalui membayar pajak;
mewawancarai orang tua dan tetangga untuk mencatat apa yang mereka ketahui tentang masalah tersebut, dan bagaimana sikap mereka dalam menangani masalah tersebut.
Tujuan tahap ini adalah berbagi informasi yang diketahui oleh para mahasiswa dan orangorang di sekitarnya berkaitan dengan permasalahan kesadaran pajak. Dengan demikian, kelas akan memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk memilih satu masalah yang tepat sebagai bahan kajian di kelas. Diskusi Kelas Berbagi informasi tentang masalah yang ditemukan dalam masyarakat. Untuk melakukan kegiatan ini seluruh anggota kelas hendaknya: 202
1. menelusuri dan mendiskusikan masalah yang ada dalam masyarakat yang dapat dilihat dalam kaitannya dengan persoalan bela negara dan pajak; 2. buat kelompok yang terdiri atas dua sampai tiga orang. Masing-masing kelompok akan mendiskusikan satu masalah yang berbeda dengan kelompok lain. Kemudian, masingmasing kelompok harus mempresentasikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disediakan pada Format Identifikasi dan Analisis Masalah; 3. diskusikan jawaban dari masing-masing kelompok dengan seluruh anggota kelas; Simpanlah hasil-hasil jawaban tersebut untuk dapat digunakan dalam pengembangan kelas berikutnya. Pekerjaan Rumah Agar para mahasiswa dapat memahami masalah lebih mendalam lagi, maka mereka diberi tugas pekerjaan rumah untuk mempelajari lebih banyak masalah kesadaran pajak yang ada dalam masyarakat. Pekerjaan rumah tersebut berupa tiga tugas berikut ini. Para mahasiswa juga bisa mempelajari kebijakan-kebijakan publik apa yang sudah dibuat untuk menangani masalah-masalah tersebut. Gunakanlah format yang telah disediakan untuk mencatat semua informasi yang dikumpulkan. Simpanlah semua informasi yang telah diperoleh sebagai bahan dokumentasi. Dokumentasi informasi itu akan berguna sekali sebagai bahan pembuatan portofolio kelas. Tugas-tugas pekerjaan rumah tersebut, antara lain: a. Tugas wawancara Setiap mahasiswa memilih satu masalah yang telah mereka pelajari. Para mahasiswa diberikan tugas untuk mendiskusikan masalah yang mereka pilih dengan keluarganya, temannya, tetangganya, atau siapa saja yang dianggap bisa diajak berdiskusi. Catatlah apa yang telah mereka ketahui tentang masalah itu, serta bagaimana perasaan mereka dalam menghadapi masalah itu. Gunakanlah Format Wawancara untuk mencatat semua informasi yang diperoleh. b. Tugas Menggunakan Media Cetak Mahasiswa diberi tugas membaca surat kabar atau media cetak lainnya yang membahas masalah yang sedang diteliti. Carilah informasi tentang kebijakan yang dibuat pemerintah dalam menangani masalah itu. Bawalah artikel-artikel yang mereka temukan ke kampus. Bagikan bahan-bahan itu kepada dosen dan mahasiswa lain. Gunakanlah format Sumber Informasi Media Cetak. c. Tugas Menggunakan Radio/TV Para mahasiswa juga diminta menonton TV dan mendengar radio untuk mendapatkan informasi mengenai masalah yang sedang mereka teliti, serta kebijakan apa yang dibuat untuk menanganinya. Bawalah informasi yang mereka dapatkan ke kampus dan bagikanlah kepada dosen dan teman-teman sekelas. Gunakanlah Format Observasi Radio/TV.
203