BAB VIII BIDANG HUKUM DAN APARATUR
8.1. Kondisi Umum Hukum dan aparatur mempunyai peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pembangunan bidang hukum dan aparatur selalu menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Di dalam RPJMN 2010-2014 pembangunan bidang hukum dan aparatur diarahkan untuk mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik, melalui peningkatan efektivitas peraturan perundang-undangan; peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum, peningkatan penghormatan terhadap HAM; peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; peningkatan kualitas pelayanan publik; peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; dan pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi. Efektivitas Peraturan Perundang-undangan. Pelaksanaan pembangunan bidang hukum terkait dengan substansi hukum, khususnya peraturan perundang-undangan, menjadi agenda penting untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Sampai dengan tahun 2009, DPR telah membentuk 193 undang-undang dari 284 rancangan undang-undang yang tertuang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2004-2009. Capaian pembangunan substansi hukum untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan, khususnya untuk pencegahan dan penindakan terhadap berbagai penyimpangan pengelolaan keuangan Negara pada berbagai sektor, antara lain, penetapan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Di samping itu, untuk mendorong penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik, khususnya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, telah ditetapkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Di bidang politik, telah ditetapkan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Derah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sementara itu pada tahun 2010, sebagaimana dituangkan dalam dokumen Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010, yang telah disepakati baik antara Pemerintah dan DPR, terdapat 70 (tujuh puluh) rancangan undang-undang yang akan menjadi prioritas untuk dibahas pada tahun ini. Pada tahun 2010, rancangan undang-undang yang sangat mendasar untuk memantapkan penegakan hukum dan hak asasi manusia adalah RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, RUU tentang Undang-Undang Hukum Pidana, RUU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, RUU tentang Bantuan Hukum, RUU Keimigrasian, RUU tentang Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan RUU tentang Peradilan Anak. Kinerja Lembaga di Bidang Hukum. Lembaga Mahkamah Agung sejak tahun 2009, telah mengembangkan sistem pendataan perkara antara lain dipergunakan untuk keperluan pencatatan perkara, statistik perkara, monitoring perkara serta pelaporan tahunan. Dalam rangka percepatan penyelesaian perkara, melalui SK-KMA Nomor II.8 - 1
056A/KMA/SK/IV/2009 tanggal 24 April 2009 telah dilakukan penarikan seluruh berkas perkara yang diregisterasi pada tahun 2005 dan sebelumnya, dan pembentukan Tim Kikis untuk mengurangi perkara tunggakan di tahun 2005. Selain itu, juga dilakukan redistribusi tunggakan perkara oleh Majelis Baru yang dibentuk khusus untuk keperluan percepatan minutasi perkara. Dalam kurun waktu tahun 2009, dari jumlah perkara yang masuk sebesar 12.540 perkara, telah diputuskan sebanyak 11.985 perkara. Kondisi perkara yang masuk pada tahun 2009, mengalami kenaikan sebesar 11 persen dibandingkan perkara yang masuk pada tahun 2008. Sedangkan perkara yang telah diputus di semua tingkatan mengalami penurunan 14 persen dibandingkan putusan perkara pada tahun 2008. Pada tahun 2009, pelaksanaan keterbukaan informasi berdasarkan SK KMA Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi Pengadilan menunjukkan kemajuan Unggah (uploading) jumlah putusan ke situs informasi sejumlah 16.590 putusan dan akan terus dilakukan upaya sosialisasi internal pada lingkup pengadilan agar komponen-komponen informasi yang menjadi bagian dari keterbukaan informasi di pengadilan dapat dilaksanakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat. Terkait dengan pengaduan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim dan pegawai, telah ditetapkan 4 (empat) Pengadilan Percontohan dalam pelaksanaan Sistem Pengaduan Masyarakat (Pengadilan Tinggi Bandung, Pengadilan Tinggi Agama Bandung, Pengadilan Negeri Bandung dan Pengadilan Agama Bandung). Dalam rangka pengawasan internal dan eksternal, lembaga peradilan telah bekerjasama dengan lembaga pengawas eksternal yaitu Komisi Yudisial melalui Keputusan Bersama antara Ketua MA-RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/200902/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Hal ini ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Pedoman Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim melalui Keputusan Bersama antara Ketua MA-RI dengan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 129/KMA/SKB/IX/2009-04/SKB/P.KY/IX/2009 tanggal 8 September 2009. Pada tahun 2009 dari 11 (sebelas) rekomendasi yang disampaikan Komisi Yudisial kepada MA-RI, 8 (delapan) rekomendasi perlu disesuaikan dengan tingkat kesalahan para terlapor yang penanganannya diambil alih oleh MA-RI, sedangkan 2 (dua) rekomendasi sudah dilakukan penjatuhan disiplin oleh MA-RI. Kemudian 1 (satu) rekomendasi dari KY-RI dan 2 (dua) rekomendasi dari MA-RI telah ditindaklanjuti dengan sidang Majelis Kehormatan Hakim. Pelaksanaan pengawasan internal MA-RI juga diperkuat dengan adanya MoU dengan Kejaksaan Agung pada tanggal 16 Juli 2009 melalui SK KMA Nomor 095/KMA/SKB/VII/2009 dan KEP-075/A/JA/07/2009. Dalam rangka terus meningkatkan kualitas penegak hukum khususnya Hakim Agung, KY-RI juga telah melakukan proses seleksi Calon Hakim Agung yang berintegritas, moralitas tinggi dan profesional. Berdasarkan pelaksanaan amanat UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), lembaga Mahkamah Agung pada tahun 2010, telah melakukan rekruitmen hakim ad-hoc. Pada tahun 2011, akan dibentuk pengadilan Tipikor pada 17 (tujuh belas) ibukota provinsi. Pada tahun 2009, dalam rangka penegakan hukum, telah dilakukan pemeriksaan, mengadili dan memutus perkara pengujian peraturan perundang-undangan sebanyak 44 (empat puluh empat) perkara. Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PHPUkada) yang telah diputus adalah sebanyak 12 (dua belas) perkara. Hasil pelaksanaan lainnya yang menonjol adalah penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Legislatif sebanyak 69 (enam puluh sembilan) perkara, dan Perkara II.8 - 2
Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto. Putusan tersebut diterima oleh setiap pihak yang berperkara artinya bahwa proses persidangan transparan, tidak memihak, dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, moral, dan ilmiah. Di samping itu, dalam rangka mendukung konsep penegakan keadilan substantif tersebut, pemanfaatan Teknologi Informasi telah dilaksanakan dalam menegakkan Konstitusi, yaitu pertama dengan menyediakan fasilitas permohonan online melalui internet, surat elektronik atau faksimili dengan tetap mensyaratkan permohonan asli yang diajukan langsung ke Mahkamah Konstitusi. Ketentuan ini untuk memudahkan masyarakat dengan tidak terkendala jarak dan waktu. Kedua, dirumuskannya pengaturan mengenai persidangan jarak jauh (video conference) yang memungkinkan suatu proses persidangan dapat dilakukan tanpa kehadiran para pihak secara langsung. Ketiga, ditetapkannya adanya putusan sela sebagai putusan sementara sebelum putusan akhir dijatuhkan. Keempat, mengakomodir kemajuan teknologi yang berkembang. Terkait penanganan anak yang bermasalah dengan hukum (ABH), telah dilakukan upaya untuk meningkatkan upaya untuk menghindari anak yang masih dibawah umur dari proses peradilan melalui penerapan diversi dan restorative justice. Lembaga peradilan telah berupaya mengantisipasi proses pengadilan yang disesuaikan dengan kondisi anak yang bermasalah dengan hukum, melalui proses persidangan yang ramah anak. Beberapa Pengadilan Negeri (PN) percontohan (seperti PN Bandung) telah menyediakan ruang khusus untuk ABH selama proses persidangan berjalan dalam rangka berupaya memberikan upaya perlindungan dan kepentingan anak (restorative justice), agar sejalan dengan kepentingan terbaik untuk anak. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang tugas pokoknya adalah melakukan penuntutan dan sebagai tugas utama dari berbagai tugas pokok dan fungsinya tersebut adalah dalam hal penanganan perkara tindak pidana khusus dan tindak Pidana Umum. Selama kurun waktu Tahun 2009 dalam penanganan tindak pidana khusus, penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya pada tahap penyidikan dengan target 1.609 perkara diselesaikan 1.528 perkara (94,96%), khusus penyelesaian perkara korupsi pada tahap penuntutan dengan target 1.412 perkara diselesaikan 1.369 perkara (96,95%). Selanjutnya dalam hal penanganan perkara Tindak Pidana Umum telah mencatat keberhasilan dari penyelesaian perkara sebanyak 112.002 perkara yang dapat diselesaikan sebanyak 105.158 perkara (93,88%). Sedangkan pada perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, keuangan Negara yang berhasil dipertahankan adalah sebesar Rp. 2.554.263.202.242 dan keuangan Negara yang berhasil dipulihkan adalah sebesar Rp. 2.190.171.214.691 serta pembayaran uang pengganti (PUP) yang berhasil ditagih adalah Rp. 13.996.102.857. Pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari target yang telah ditetapkan sejumlah Rp. 30.965.000.000 telah berhasil disetor ke kas Negara sejumlah Rp. 736.614.007.260 (2,376%). Selain itu, dalam rangka penindakan yang dilakukan oleh KPK sepanjang tahun 2009 telah berhasil menyelamatkan kerugian Negara lebih dari Rp.142 Miliar yang kesemuanya telah disetorkan ke kas Negara maupun kas daerah. Terkait dengan upaya mendukung penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel pada tahun 2009 Kejaksaan RI telah membangun website mengenai jaringan teknologi informasi pelayanan kepada masyarakat terutama tentang proses penanganan kasus/perkara yang sedang berjalan di Kejaksaan RI. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk transparansi dan pertanggungjawaban kepada masyarakat atas berjalannya proses peradilan di lembaga kejaksaan. Dengan demikian, masyarakat pencari keadilan dapat II.8 - 3
mengakses informasi penanganan perkara dan pengaduan masyarakat mengenai proses perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan RI. Penghormatan, Pemajuan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2009, jumlah korban Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) adalah sebanyak 143.586 (seratus empat puluh tiga ribu lima ratus delapan puluh enam) orang, dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebanyak 54.425 (lima puluh empat ribu empat ratus dua puluh lima) orang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan masih belum terwujud. Untuk pelanggaran HAM berat, Kejaksaan Agung telah berupaya menyelesaikan proses penanganan perkara pelanggaran HAM yang berat mulai tahun 2001 sampai dengan tahun 2009 sebanyak 28 (dua puluh delapan) perkara, dengan rincian pada tahun 2001 menyelesaikan perkara Semanggi I dan II, tahun 2002 menangani 23 (dua puluh tiga) perkara untuk kasus Timor-timur, Tanjung Priuk dan Abepura. Pada tahun 2003 menyelesaikan perkara untuk kasus kerusuhan Mei 1998, Wasior dan Wamena. Tahun 2005 menyelesaikan 1 (satu) perkara untuk penghilangan orang secara paksa. Tahun 2008, menyelesaikan 1 (satu) perkara untuk peristiwa Talangsari 1989. Dari 28 (dua puluh delapan) perkara pelanggaran HAM berat yang ditangani tersebut, sebanyak 23 (dua puluh tiga) perkara telah dilimpahkan ke pengadilan dan sebanyak 15 (lima belas) perkara diantaranya berkekuatan hukum tetap. Sedangkan sebanyak 5 (lma) perkara masih dalam tahap penelitian berkas. Pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan, yang menekankan pada kewajiban Negara untuk menjamin hak-hak warga Negara sebagaimana yang tertuang dalam Konstitusi, agar dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui, memahami, menyadari dan menggunakan hak-hak tersebut, sehingga dapat memperoleh manfaat yang optimal dan memperbaiki kualitas kehidupannya sendiri. Strategi tersebut merupakan keberpihakan Negara kepada masyarakat miskin dan terpinggirkan, melakukan reformasi hukum dan keadilan pada 8 (delapan) bidang yaitu Reformasi Hukum dan Peradilan, Bantuan Hukum, Tata Kelola Pemerintahan Daerah, Tanah dan Sumber Daya Alam, Perempuan, Anak, Tenaga Kerja serta Kelompok Masyarakat Miskin dan Terpinggirkan. Hal tersebut sebagai pemenuhan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memberikan penghormatan, pemajuan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia agar dapat terwujud. Sampai dengan tahun 2009 telah dibentuk 456 (empat ratus lima puluh enam) Panpel RANHAM kab/kota dan 33 (tiga puluh tiga) Panitia Pelaksana RANHAM Provinsi yang dalam pembentukannya bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat untuk menyelaraskan implementasi RAN HAM 2010-2014 dalam rangka penghormatan, pemajuan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Terkait kegiatan bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat miskin, selama ini mekanisme pemberiannya dilaksanakan melalui pengadilan pada lingkup peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha Negara. Bentuk pemberian bantuan hukum antara lain pembebasan biaya pendaftaran perkara (prodeo) dan biaya pendampingan oleh Advokat/ Lembaga Bantuan Hukum. Secara agregasi, bantuan hukum seperti pembebasan biaya perkara dapat memberikan dampak bagi pembangunan di sektor lainnya, sebagai contoh pembebasan biaya perkara dapat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akta perkawinan yang diperlukan bagi pengurusan akta kelahiran anak sehingga dapat memenuhi persyaratan sekolah ke jenjang selanjutnya. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN. Upaya pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN telah menunjukkan II.8 - 4
kemajuan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain perkembangan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang skornya semakin baik. Selain itu, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara juga semakin meningkat, dengan makin efektifnya pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atas laporan keuangan instansi pemerintah. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik, makin meluas pada jenjang pemerintahan pusat dan daerah. Beberapa capaian utama tersebut, dapat ditunjukkan dari indikator-indikator sebagaimana disajikan dalam Tabel 8.1. di bawah ini. TABEL 8.1. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YNG BERSIH DAN BEBAS KKN
Capaian No
1.
Indikator
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia
Satuan
skor
2005
2006
2007
2008
2009
2,2
2,4
2,3
2,6
2,8
(0-10)
2.
Opini WTP audit BPK atas LKKL (%)
%
_
8,75
19,75
42,17
1)
3.
Opini WTP audit BPK atas LKPD (%)
%
5
0,65
0,86
2,73
1)
4.
Jumlah instansi pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan Inpres No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi (%)
%
15,7
33,5
42,7
46,4
2)
Upaya penanganan penegakan hukum sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan bidang hukum telah dilakukan sampai dengan tahun 2009 dan awal tahun 2010 memang belum menunjukkan beberapa hasil yang cukup mengesankan. Hal ini antara lain dengan masih munculnya aksi demonstrasi yang masih muncul dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang belum sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Namun upaya penegakan hukum terus menerus dilakukan oleh seluruh aparat penegak hukum. Terkait dengan penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi merupakan kegiatan yang dilaksanakan upaya percepatannya dalam kerangka untuk mendukung prioritas nasional. Upaya untuk pemberantasan korupsi telah dilakukan baik melalui langkah pencegahan maupun langkah penindakan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan Indeks Persepsi Korupsi dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun 2009. Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan komitmen yang tinggi dari semua pihak dan tidak hanya upaya yang dilakukan oleh para penegak hukum namun oleh seluruh pihak baik di instansi pemerintah dan swasta serta didukung oleh pengawasan secara eksternal dan internal dari instansi atau lembaga masing-masing termasuk sektor swasta, lembaga legislatif, lembaga yudikatif dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan peningkatan Indeks Persepsi Korupsi untuk tahun mendatang. Upaya aparat penegak hukum dalam mengembalikan asset hasil korupsi masih memerlukan dukungan peraturan perundangundangan, selain upaya menjalin kerjasama bilateral maupun multilateral dalam implementasinya. Perbedaan sistem hukum dan pentingnya menguatkan kembali sistem II.8 - 5
peradilan pidana di Indonesia yang terkait dengan upaya pemberantasan korupsi (koordinasi antara lembaga penegak hukum dalam upaya penyelamatan asset, masalah ekstradisi tahanan terkait kasus korupsi dan lain-lain) masih menjadi tantangan bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya penyelamatan aset. Kepatuhan para penyelenggara Negara dalam kurun waktu Tahun 2009 memperlihatkan peningkatan penyampaian LHKPN tingkat kepatuhannya adalah sebesar 85,62% (wajib lapor 128.030 orang pejabat, yang sudah melapor sebanyak 104.329 orang pejabat).Tingkat gratifikasi yang dilaporkan juga masih menunjukkan kenaikan di tahun 2009 yaitu sebanyak 294 laporan yang diterima dengan total nominal gratifikasi yang disetor kepada kas Negara sebesar Rp. 1.288.034.000.000. Pengaduan Masyarakat yang diterima pada tahun 2009 adalah sebanyak 39.032 berkas pengaduan dan telah teradministrasi dalam database pengaduan masyarakat. Dari jumlah ini, sebanyak 38.911 (99,69%) pengaduan telah selesai ditelaah, dengan laporan berindikasi TPK sebesar 9.183 (23,6%) dan terdapat pengaduan yang tidak dapat ditindaklanjuti karena berdasarkan penelaahan bukan merupakan tindak pidana korupsi (TPK), kurangnya informasi dan bukti atau petunjuk awal dimana identitas dan alamat pelapor tidak jelas. Dari 9.183 laporan pengaduan yang ditindaklanjuti, ditindaklanjuti dengan meneruskan kepada instansi lain seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian, BPK, BPKP, Bawasda dan instansi pemerintah lainnya. Sisanya ditindaklanjuti dengan meneruskan kepada internal KPK. TABEL 8.2. JUMLAH PENGADUAN MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN TINDAK LANJUTNYA TAHUN 2004-2009
Upaya pencegahan korupsi dan penyalahgunaan wewenang diharapkan dapat diperkuat dengan berbagai kebijakan yang akan diterbitkan pada tahun 2010 seperti: kebijakan di bidang pengawasan masyarakat dan peningkatan tindak lanjut pengaduan oleh masyarakat; penyempurnaan Inpres percepatan pemberantasan korupsi, sebagai penyempurnaan Inpres Nomor 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; penegakan integritas aparatur terutama yang berkaitan dengan disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di samping itu, sebagai langkah untuk meningkatkan kinerja birokrasi, maka pada tahun 2010 akan dilaksanakan pilot project pengembangan budaya kerja bersih, kompeten, dan melayani pada instansi pemerintah. Menyadari bahwa berbagai bentuk penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan selama ini diakibatkan oleh lemahnya sistem pengendalian intern pemerintah, maka pada tahun 2008 Pemerintah telah menerbitkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Tujuannya adalah untuk menetapkan sistem pengendalian intern pemerintah yang mantap. Untuk menjamin agar sistem tersebut dilaksanakan dengan baik, Kepala BPKP telah menetapkan Pedoman Pelaksanaan SPIP sesuai Perka BPKP No. Per-1326/K/Lb/2009 tentang Pedoman Umum SPIP. Selanjutnya, dalam rangka mendukung penerapan sistem pengendalian pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah, mulai tahun 2010 akan dilaksanakan diklat SPIP, sosialisasi penyelenggaraan SPIP pada seluruh instansi pusat dan daerah, serta konsultasi dan bimbingan teknis
II.8 - 6
penyelenggaraan SPIP. Langkah lainnya yang akan ditempuh untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, adalah melalui pengembangan sistem e-procurement nasional. Diharapkan sebanyak 25% instansi pemerintah telah mendapatkan fasilitasi e-procurement dan persentase layanan eprocurement yang memenuhi standar makin meningkat hingga 15%. Langkah ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa publik. Pelayanan publik. Pemberian pelayanan publik yang berkualitas merupakan kewajiban pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya. Capaian penting yang berhasil diwujudkan, antara lain adanya perubahan mindset para birokrat dari bermental penguasa menjadi birokrat yang bermental pelayan masyarakat, telah dilakukannya penataan kelembagaan pelayanan publik, penyederhanaan prosedur pelayanan, penerapan standar pelayanan minimal, peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam manajemen pelayanan, serta penerapan sistem manajemen mutu dalam pelayanan publik, termasuk manajemen penanganan pengaduan masyarakat. Di beberapa sektor, kemajuan pelayanan publik telah banyak mengalami kemajuan, namun secara keseluruhan, kualitas pelayanan publik kita memang belum memperlihatkan kemajuan yang signifikan. Hal itu tercermin dari beberapa indikator sebagaimana disajikan dalam Tabel 8.3 di bawah ini. TABEL 8.3. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN PELAYANAN PUBLIK
Capaian No
Indikator
Satuan 2005
2006
2007
2008
2009
1
Skor integritas pelayanan publik pada unit layanan di instansi pusat (survey mulai 2007)
Skor
_
_
5,53
6,84
6,64
2
Skor integritas pelayanan publik pada unit layanan di instansi daerah (survey mulai 2008)
Skor
_
_
_
6,69
6,46
3
Jumlah unit pelayanan terpadu satu pintu (OSS) di daerah (prov/kab/kota)
unit
6
95
286
329
339
4
Peringkat kemudahan berusaha (Ease Doing Bussiness Index) 4)
peringkat
130
123
127
129
122
(175 (178 (181 (181 (183 negara) negara) negara) negara) negara)
Kemajuan penting dalam upaya meningkatkan pelayanan publik adalah terbitnya UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi terjaminnya hak dan kewajiban baik penyelenggara pelayanan II.8 - 7
publik maupun penerima layanan publik. Selanjutnya, beberapa peraturan pelaksanaan dari UU tersebut diharapkan dapat diterbitkan pada tahun 2010 ini, sehingga UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tersebut diharapkan dapat mulai berlaku efektif pada tahun 2011. Peraturan perundangan tersebut adalah: PP tentang Ruang Lingkup Pelayanan Publik; PP tentang Sistem Pelayanan Terpadu; PP tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan; PP tentang Proporsi Akses dan Kategori Kelompok Masyarakat; PP tentang Tata Cara Pengikutsertaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan Perpres tentang Mekanisme dan Ketentuan Pemberian Ganti Rugi. Di samping itu, dalam tahun 2010 ini juga diharapkan dapat tersusun Inpres yang mengatur percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik Pemerintah telah menerbitkan UU 37/2008 tentang Ombudsman RI, sebagai penyempurnaan atas Komisi Ombudman Nasional. Dengan Undang-undang itu kewenangan dan peran Ombudsman dalam pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik makin penting, khususnya untuk merespon dan menangani pengaduan oleh masyarakat. Pencapaian yang diharapkan terwujud di tahun 2010, adalah makin meningkatnya kualitas dan kuantitas laporan yang ditindaklanjuti oleh KON. Upaya lainnya adalah menyusun instrumen penilaian kualitas pelayanan publik untuk memperkuat pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan publik pada berbagai instansi baik pusat maupun daerah. Dengan cara ini, upaya pembinaan peningkatan pelayanan publik dapat terselenggara dengan lebih efektif. Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu atau OSS akan terus ditingkatkan, sebagai bentuk penataan kelembagaan pelayanan publik di daerah. Pada tahun 2010 diharapkan persentase pemerintah daerah yang menerapkan OSS makin meningkat dengan target pencapaian 70% instansi pemerintah daerah. Di samping itu, dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah, telah diterbitkan PP Nomor 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Selanjutnya PP ini telah ditindaklanjuti dengan beberapa peraturan yang lebih teknis, yakni: (1) Permendagri 6/2007 tentang petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM; (2) Permendagri 79/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM; (3) Permendagri 62/2008 tentang SPM Bidang Pemerintahan Dalam Negeri di Kabupaten/Kota; (4) Permenneg LH 20/2008 tentang Petunjuk Teknis SPM Bidang Lingkungan Hidup; (5) Permensos 129/2008 tentang SPM Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan (6) Permenkes 741/2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Pada tahun 2010 ini, Kementerian Dalam Negeri mengkoordinasikan penyusunan 13 SPM untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah. Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi, serta Pemantapan Reformasi Birokrasi. Upaya meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah telah menunjukkan kemajuan yang berarti. Dari hasil evaluasi terhadap laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP), diketahui bahwa instansi yang dinilai akuntabel kinerjanya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya akuntabilitas kinerja sekaligus menunjukkan meningkatnya efektifitas instansi pemerintah untuk mencapai sasaran-sasaran kinerjanya. Data ini didukung pula oleh penilaian Bank Dunia melalui salah satu Governance Indicator-nya, yaitu indikator Government Effectiveness (Efektifitas Pemerintahan). Perkembangan tersebut memperlihatkan adanya kemajuan kapasitas kelembagaan birokrasi pemerintah, yang antara lain dicerminkan oleh kemampuan pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan publik dan membuat kebijakan yang paramater pengukurannya meliputi kualitas pelayanan publik, kualitas II.8 - 8
birokrasi, kompetensi aparat pemerintah, dan independensi PNS terhadap tekanan politik. Adapun beberapa capaian utama ditunjukkan oleh beberapa indikator sebagaimana disajikan dalam Tabel 8.4 di bawah ini. TABEL 8.4. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN PENINGKATAN KAPASITAS DAN AKUNTABILITAS BIROKRASI, SERTA REFORMASI BIROKRASI PADA INSTANSI PEMERINTAH
Capaian No
Indikator
Satuan 2005
2006
2007
2008
2009
1
Jumlah instansi pemerintah (pusat, daerah) yang telah menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sesuai Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang AKIP (%)
instansi
463
470
475
2)
3)
2
Skor Efektivitas Pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness)
skor
-0,46
-0,37
-0,39
-0,29
2)
_
_
3
3
4
3
Jumlah instansi yang telah melaksanakan reformasi birokrasi sesuai dengan kebijakan nasional
(-2,5 sd 2,5) instansi
Di bidang kelembagaan, Pemerintah telah menerbitkan UU No. 39 Tahun 2009 sebagai landasan bagi pemerintah dalam menyusun Kementerian Negara. Untuk kelembagaan Pemerintah Daerah, pemerintah telah menerbitkan PP No. 41 Tahun 2008 sebagai pedoman pemerintah daerah dalam menyusun struktur organisasi dan tatakerja satuan kerja perangkat daerah. Upaya peningkatan kualitas kelembagaan ini akan terus berlanjut. Pada tahun 2010 diharapkan telah dapat diselesaikan konsolidasi struktural Kementerian PAN dan RB, BKN, dan LAN. Langkah-langkah kebijakan yang diharapkan pada tahun 2010 dapat dipersiapkan adalah penyempurnaan atas naskah RUU tentang Administrasi Pemerintahan, RUU tentang Etika Penyelenggara Negara, RUU tentang SDM Aparatur, RUU/RPP tentang remunerasi dan tunjangan kinerja pegawai negeri, RUU/RPP tentang pensiun PNS, RUU tentang Akuntabilitas Penyelenggara Negara dan peraturan perundangan lainnya. Sejalan dengan diterbitkannya UU No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, maka tahun 2010 ini diharapkan dapat diterbitkan 4 (empat) PP, 1 (satu) Inpres dan peraturan Kepala ANRI sebagai implementasi UU tersebut. Penerbitan kebijakan tersebut, dilanjutkan dengan pembenahan manajemen kearsipan pada instansi pemerintah melalui penerapan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SIKD-TIK).
II.8 - 9
Pada aspek sumber daya manusia aparatur, disamping penyiapan naskah RUU di atas, beberapa kebijakan lainnya yang akan diselesaikan dalam bentuk PP/Perpres pada tahun 2010 adalah Perpres tentang Pola Dasar Karir PNS, Perpres tentang Penilaian, Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian dalam Jabatan struktural, PP tentang Pengelolaan Dana Pensiun PNS, PP tentang Sistem Pengadaan/Rekruitmen dan Seleksi PNS, PP tentang Kebutuhan Pegawai (formasi). Di samping itu, pengembangan sistem informasi dan pengolahan data kepegawaian terus ditingkatkan secara bertahap dengan target meningkatnya fungsi sistem informasi kepegawaian nasional, meningkatnya SAPK online pada instansi pemerintah pusat dan daerah, serta meningkatnya keakuratan data kepegawaian. Selanjutnya, dalam rangka peningkatan kompetensi SDM aparatur, pada tahun 2010 diharapkan dapat tersusun modul diklat aparatur pola baru, penyelenggaraan diklat kepemimpinan di berbagai jenjang tingkatan, dan penyiapan kebijakan tentang magang bagi calon pemimpin aparatur negara. Dalam kerangka peningkatan akuntabilitas birokrasi, disamping kebijakan yang mengatur sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah diharapkan telah terbit dalam bentuk Perpres tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai penyempurnaan dari Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Selanjutnya, upaya pemantauan dan evaluasi atas penerapan sistem akuntabilitas kinerja akan ditingkatkan sehingga dapat dipastikan bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah terus meningkat. Dalam rangka pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi instansi (RBI), maka tahun 2010 ini ditargetkan kebijakan sebagai landasan pelaksanaan reformasi birokrasi telah diterbitkan dalam bentuk Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional. Agar pelaksanaan dari Grand Design tersebut dapat mencapai sasaran yang diharapkan, akan disusun berbagai juklak/juknis yang diperlukan. Pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan pengelolaan yang kuat mengingat pelaksanaan reformasi birokrasi mencakup instansi di pusat dan daerah. Oleh karena itu untuk memantapkan kapasitas pelaksanaan dan pengendaliannya, kelembagaan pengelola pelaksanaan reformasi birokrasi akan diperkuat dengan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi yang dipimpin oleh Wakil Presiden, dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Menteri PAN dan RB. Kelembagaan pengelola reformasi tersebut masih akan diperkuat dengan Tim Independen. Reformasi birokrasi ini dilaksanakan sebagai upaya strategis untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama yang menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan sumber daya manusia aparatur dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Pada tahun 2010 ini diharapkan kualitas pelaksanaan RBI yang terukur sesuai dengan kebijakan nasional, terus ditingkatkannya sosialisasi, konsultasi dan asistensi, serta pemantauan pelaksanaan RBI. Diharapkan pada tahun 2010 20% K/L telah melaksanakan reformasi birokrasi sesuai kebijakan nasional.
8.2. Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2011 8.2.1 Permasalahan Meskipun upaya mewujudkan sasaran pembangunan hukum dan aparatur telah menunjukkan kemajuan dari tahun ke tahun, namun disadari bahwa masih terdapat permasalahan yang dihadapi dan harus diselesaikan. Efektivitas Peraturan Perundang-undangan. Secara umum permasalahan yang dihadapi antara lain masih rendahnya kualitas substansi hukum khusunya peraturan II.8 - 10
perundang-undangan yang dapat mengakomodir kebutuhan kepentingan pihak-pihak yang sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Beberapa penyebab tumpang tindih dan substansi peraturan perundang-undangan yang bertentangan, ego sektoral maupun kepentingan suatu instansi tertentu dan konflik kewenangan yang masih terjadi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Disharmoni peraturan perundang-undangan tersebut menyebabkan terjadinya berbagai inefisiensi berbagai pelaksanaan pembangunan nasional terutama terkait dengan kepastian hukum di bidang investasi, pertanahan, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemberantasan korupsi serta implementasi berbagai peraturan perundang-undangan. Kinerja Lembaga di Bidang Hukum. Dalam rangka percepatan penyelesaian perkara, lembaga peradilan, penegakan hukum dan hak asasi manusia masih mengalami berbagai kendala. Kebutuhan sumber daya manusia dalam rangka percepatan penyelesaian perkara di 4 (empat) lingkup peradilan, Lembaga Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum sepenuhnya memadai. Selain itu pula, dukungan sarana dan prasarana seperti pemanfaatan Teknologi Informasi/komputerisasi, sehingga pendataan perkara dapat dilakukan secara berkala dan terkini (up to date). Dengan demikian, keterbukaan dan kualitas informasi serta transparansi di pengadilan, kejaksaan dan KPK benar terwujud. Pelaksanaan rekruitmen Calon Hakim danjaksa masih menghadapi permasalahan, terutama dalam hal metode dan mekanisme. Pentingnya rekam jejak (track record) berbagai Calon Hakim untuk menciptakan hakim dan penegak hukum yang berkualitas, berintegrasi dan profesional. Sebagai bagian dari penegakan hokum, upaya peningaktan kualitas pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan termasuk di dalamnya adalah anak didik pemasyarakatan masih belum optimal. Disamping itu dalam rangka eksekusi terhadap putusan pengadilan upaya untuk pengelolaan benda sitaan Negara dan barang rampasan Negara belum dilaksanakan dengan baik, akibatnya upaya pengembalian kerugian Negara melalui benda sitaan dan barang rampasan tidak optimal. Penghormatan, Pemajuan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia. Walaupun Pemerintah telah meratifikasi kovenan internasional dan menerapkan prinsip-prinsip perlindungan HAM dalam peraturan perundang-undangan, namun pada pelaksanaannya masih ditemukan sejumlah peraturan perundang-undangan nasional dan daerah yang belum sesuai dengan prinsip-prinsip HAM. Belum diterapkannya prinsip-prinsip HAM secara komprehensif dalam implementasi kebijakan pemerintah, menyebabkan masih terjadinya ketidakadilan dan minimnya akses yang dimiliki terutama kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan. Penyelesaian konflik melalui lembaga formal masih diwarnai oleh ketidakadilan yang dirasakan terutama bagi kelompok miskin dan terpinggirkan. Kondisi tersebut disebabkan antara lain oleh ketiadaan atau minimnya akses untuk mengetahui hak-haknya yang dijamin oleh Konstitusi. Kasus buah coklat dan kasus Prita merupakan beberapa kasus yang belum memperlihatkan terwujudnya keadilan sosial (social justice) bagi pencari keadilan. Penanganan anak yang berhadapan dengan hukum masih menghadapi permasalahan yang belum sejalan dengan Konvensi Hak Anak dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Apabila tidak dapat dihindari adanya pemidanaan, prosesnya pun belum memihak pada kepentingan terbaik untuk anak. Beberapa kasus yang melibatkan anak dibawah umur seperti kasus Raju, merupakan contoh belum sensitifnya aparat penegak hukum pada perlindungan dan kepentingan terbaik untuk anak. II.8 - 11
Bantuan hukum sebagai salah satu pelaksanaan Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan, masih belum memperlihatkan keberpihakan yang sesungguhnya, terutama mengenai sasaran, target dan mekanisme bantuan hukum. Penyediaan Pos Bantuan Hukum berdasarkan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman belum ditindaklanjuti dengan mekanisme yang bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan hukum masyarakat (legal empowerment) terhadap hak dan kewajiban dalam proses hukum yang berlaku. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN. Langkah-langkah pemberantasan korupsi terus dilakukan, namun berbagai kasus yang terjadi dalam kurun waktu 2009-2010, memperlihatkan bahwa praktik korupsi masih tumbuh subur di Indonesia. Langkah-langkah progresif dengan membentuk satuan tugas pemberantasan mafia hukum dan mafia kasus, walaupun menjadi instrument efektif dalam kerangka langkah represif, namun jika tidak diikuti dengan langkah-langkah preventif, maka penanganan pemberantasan korupsi hanya bersifat sementara (ad-hoc). Masih banyaknya peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi yang belum sejalan dengan Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC) Tahun 2003, menyebabkan sulitnya memperoleh aset hasil korupsi yang berada di negara lain seperti Singapura, Australia, Amerika Serikat, Inggris, Swiss dan Belanda. Kendala lain yang masih dihadapi terutama terkait dengan profesionalisme aparat penegak hukum untuk melakukan negosiasi dengan negara-negara yang menjadi tempat penyimpan aset hasil korupsi serta koordinasi antara aparat penegak hukum dalam penanganan perampasan aset (asset recovery). Selain itu juga, belum intensifnya upaya untuk membangun kerjasama bilateral dan multilateral, menyebabkan masih terkendalanya percepatan penyelesaian aset yang berada di luar negeri. Sedangkan dalam rangka pencegahan praktek KKN dan untuk mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, beberapa permasalahan yang dihadapi diantaranya belum tersedianya landasan peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem pengawasan nasional secara terpadu, termasuk di dalamnya pengawasan yang melibatkan peran masyarakat secara luas. Penerapan sistem pengendalian intern pada instansi pemerintah (SPIP) masih perlu terus ditingkatkan, baik dari sisi kualitas penerapan SPIP, kompetensi auditor internal, dan proses fasilitasi dan asistensi pada instansi pemerintah pusat dan daerah untuk menerapkan SPIP. Peran auditor internal dalam pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, perlu ditingkatkan. Disadari pula masih terdapat permasalahan pada integritas SDM aparatur yang perlu terus ditingkatkan, budaya kerja pada lingkungan instansi pemerintah belum mencerminkan profesionalisme yang tinggi, dan praktek pengadaan barang dan jasa publik yang masih terus dibayangi praktek KKN, kompetisi tidak sehat dan masih perlu ditingkatnya pemanfaatan e-procurement. Pelayanan Publik. Pemerintah menyadari bahwa di tengah kemajuan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, upaya tersebut belum sepenuhnya dapat menjawab tantangan yang dihadapi, yaitu perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat. Penyebabnya adalah masih belum mantapnya sistem pelayanan publik, belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi di dalam manajemen pelayanan publik, profesionalisme SDM pelayanan publik yang belum merata, serta belum mantapnya sistem pengaduan masyarakat dalam manajemen pelayanan publik. Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi, serta Pemantapan Reformasi Birokrasi. Upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan akuntabel belum sepenuhnya tercapai. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal. Upaya mewujudkan II.8 - 12
kelembagaan pemerintah yang ramping, proporsional, dan efektif belum terwujud. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kewenangan, menyulitkan koordinasi, dan mengakibatkan inefisiensi dalam belanja negara. Di samping itu, kinerja birokrasi juga belum efektif dan efisien karena pada umumnya bisnis proses belum dibuat sederhana dan mudah. Hal itu diperburuk dengan kenyataan bahwa sebagian bisnis proses yang ada belum disertai dengan standar operasi yang jelas dan formal. Sehingga hak dan kewajiban dalam hubungan kerja, baik antar unit kerja, antar instansi, maupun antara pejabat pemerintah dengan masyarakat kurang memiliki kepastian hukum. Di samping itu, secara umum, pemerintah belum memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal dalam proses kerjanya. Permasalahan lainnya yang masih dihadapi adalah adanya kenyataan bahwa praktik manajemen kepegawaian dirasakan belum sepenuhnya menerapkan sistim merit, mulai dari pengadaan pegawai, promosi dan mutasi, diklat, penilaian kinerja, hingga sistem penggajian dan pensiun. Di samping itu, sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah masih belum berjalan dengan baik, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, penilaian kinerja, manajemen kinerja, hingga sistem sanksi dan penghargaan bagi kinerja instansi pemerintah.
8.2.2. Sasaran Dalam RPJMN 2010-2014 Bidang Hukum dan Aparatur telah dirumuskan bahwa sasaran pembangunan bidang hukum dan aparatur adalah terwujudnya peningkatan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik. Pencapaian sasaran ini akan dilakukan secara bertahap setiap tahun dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Pada RKP 2011 sasaran pembangunan bidang hukum dan aparatur adalah : a.
meningkatnya kepastian hukum;
b.
meningkatnya kinerja lembaga di bidang hukum yang bersih dan berwibawa;
c.
terwujudnya pemenuhan, perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM;
d.
meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN;
e.
meningkatnya kualitas pelayanan publik; dan
f.
meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
8.3. Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2011 Upaya mencapai sasaran Bidang Hukum dan Aparatur tahun 2011 dilakukan melalui Prioritas Peningkatan Penyelenggaraan Tatakelola Pemerintahan yang Baik, dengan arah kebijakan dan strategi sebagai berikut : 8.3.1. Peningkatan Efektivitas Peraturan Perundang-Undangan a. Peningkatan kualitas substansi peraturan perundang-undangan. Peningkatan kualitas peraturan perundang-undangan diawali dengan pembuatan Naskah Akademik yang menjadi bahan dalam penyusunan rancangan awal rancangan undang-undang yang akan dibentuk dan melakukan peninjauan terhadap II.8 - 13
peraturan perundang-undangan yang berpotensi bermasalah untuk ditindaklanjuti dengan revisi atau pencabutan peraturan perundang-undangan. b. Penyempurnaan proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Untuk melakukan penyempurnaan dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan diperlukan tahapan proses penyusunan dalam rangka menghindari adanya kesenjangan substansi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mekanisme Prolegnas dan Prolegda juga perlu diperkuat untuk mensinkronkan kebutuhan kerangka regulasi dengan prioritas pembangunan nasional. c. Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Harmonisasi peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan dalam rangka menjaga keselarasan antara berbagai peraturan perundangan-undangan baik vertikal dan horizontal serta antara pusat dan daerah. 8.3.2. Peningkatan Kinerja Lembaga Penegak Hukum a. Upaya peningkatan sistem manajemen perkara yang akuntabel dan transparan. Peningkatan penanganan perkara perlu ditingkatkan yang didukung dengan sistem manajemen perkara yang transparan, cepat dan akuntabel berbasis Teknologi Informasi yang dapat diakses oleh masyarakat pencari keadilan disertai jaminan terhadap pelaksanaan hak-haknya. Selain itu, dukungan pelayanan informasi mengenai proses peradilan yang transparan perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan pengelolaan pengaduan masyarakat sebagai umpan balik (feedback) terhadap upaya peningkatan kinerja di lembaga peradilan. b. Pelaksanaan akuntabilitas penegakan hukum. Akuntabilitas penegakan hukum harus terus dilakukan sebagai bagian dari proses transparansi dalam penegakan hukum. Hal ini merupakan bagian dalam mendukung integritas aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya. c. Perbaikan mekanisme seleksi, promosi, dan mutasi aparat penegak hukum yang bebas KKN, dan sesuai dengan kompetensi. Upaya perbaikan mekanisme seleksi, promosi dan mutasi yang berbasis kinerja diharapkan dapat secara sistematis menciptakan aparat penegak hukum yang berintegritas tinggi, dan profesional dalam menjalankan tugasnya. d. Perbaikan pelayanan hukum yang lebih baik dan berkualitas. Pelayanan hukum yang tidak diskriminatif, transparan dan akuntabel perlu ditingkatkan sebagai kewajiban aparat dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. e. Peningkatan pengawasan eksternal dan internal dari upaya penegakan hukum. Pengawasan internal dan eksternal terhadap lembaga dan aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing, disamping perlu kerjasama dalam proses tindak lanjut hasil pengawasan yang dilakukan sehingga fungsi pengawasan dapat terlaksana dengan baik, dan tidak bersifat melindungi korps institusi masingmasing (berdasarkan esprit du corp). Dalam hal ini pelaksanaan pengawasan baik internal maupun eksternal yang transparan dan akuntabel merupakan bentuk tanggung jawab kepada masyarakat dalam proses penegakan hukum. II.8 - 14
f. Peningkatan dukungan sarana dan prasarana. Dukungan sarana dan prasarana perlu terus dilakukan melalui dukungan pendanaan yang memadai berdasarkan kebutuhan dan kinerja aparat penegak hukum. 8.3.3. Peningkatan Penghormatan terhadap HAM a. Pembaruan materi hukum. Pengintegrasian norma dan perlindungan hak asasi manusia terus dilakukan dalam rangka penghormatan terhadap hak asasi manusia. Penerapan prinsip perlindungan hak asasi manusia yang memperhatikan seluruh kepentingan masyarakat (khususnya masyarakat miskin, kaum minoritas, perempuan, anak dan penyandang cacat) dalam upaya penghormatan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia perlu lebih ditingkatkan sebagai bagian dalam upaya penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk. b. Peningkatan pemberian bantuan hukum. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat pencari keadilan khususnya terhadap masyarakat miskin dan terpinggirkan merupakan kegiatan yang akan terus ditingkatkan pelaksanaannya. Oleh karena itu perbaikan kebijakan dan mekanisme pemberian bantuan hukum akan terus dilakukan di lingkup Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai kewajiban pemerintah dalam rangka pemberian jaminan perlindungan hukum kepada masyarakat. Selain itu, pemberdayaan Pos Bantuan Hukum dalam memperkuat pengetahuan dan informasi masyarakat atas hak dan kewajibannya di bidang peradilan akan menjadi sasaran pelaksanaan pada tahun 2011 ini. c. Penanganan kasus pelanggaran HAM. Terkait penanganan perkara kekerasan terhadap perempuan dan penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat terus dilakukan berbagai upaya disamping penguatan pemahaman terhadap aparat penegak hukum dalam menangani kasuskasus pelanggaran HAM. 8.3.4. Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN Untuk mewujudkan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, pada tahun 2011 akan ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: a. Penegakan hukum yang kuat dan dipercaya. Pelaksanaan penegakan hukum dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN perlu terus dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan sebagai alat untuk menjalankan serta mematuhi kebijakan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, koordinasi dalam penegakan hukum, khususnya terkait kasus-kasus korupsi perlu ditingkatkan untuk dapat memperlihatkan kinerja yang efektif dan efisien sehingga berimplikasi kepada kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada aparat penegak hukum. Penguatan dan pemantapan sistem peradilan pidana sebagai bagian dari sistem hukum yang ada perlu dilaksanakan, sehingga mendukung kinerja aparat penegak hukum secara keseluruhan.
II.8 - 15
b. Pencegahan KKN melalui penegakan sistem integritas aparatur negara. Penegakan sistem integritas aparatur negara ditempuh melalui beberapa langkah, antara lain: pengembangan sistem pengawasan nasional; penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah; penegakan integritas aparatur; pengembangan budaya kerja bersih, melayani dan kompeten; dan perluasan e-procurement. Selama ini pelaksanaan pengawasan telah berfungsi untuk mendukung peningkatan efektivitas dan efisiensi, serta mendorong peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Namun demikian, diperlukan pengaturan lebih mendasar sebagai landasan bagi pengembangan sistem pengawasan nasional, yang di dalamnya mengakomodasikan seluruh proses pengawasan yang ada yang melibatkan berbagai stakeholders secara luas. Sejalan hal tersebut, langkah-langkah untuk memantapkan penerapan sistem pengendalian intern yang efektif akan terus dilanjutkan. Langkah yang akan ditempuh adalah penyusunan/penyempurnaan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan SPIP, perluasan sosialisasi, konsultasi dan bimbingan teknis penyelenggaraan SPIP. Penerapan pakta integritas di lingkungan instansi pemerintah terus ditingkatkan. Komitmen para pejabat pemerintah untuk melaksanakan tugas secara efektif, efisien, namun sekaligus akuntabel atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku perlu terus diperkuat. Untuk itu, penerapan Pakta Integritas di lingkungan intansi pusat dan daerah akan terus ditingkatkan. Upaya yang akan ditempuh adalah dengan menyusun landasan hukum yang memadai untuk menjamin terlaksananya Pakta Integritas secara nasional, yaitu dengan menerbitkan Peraturan Presiden tentang Pakta Integritas. Upaya peningkatan integritas aparatur juga akan ditempuh melalui peningkatan netralitas PNS, peningkatan etika dalam pelaksanaan tugas, dan meminimalisasi adanya konflik kepentingan. Oleh karena itu, berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang netralitas PNS, kode etik, dan konflik kepentingan akan ditinjau kembali dan disempurnakan sejalan dengan perkembangan yang ada. Untuk itu, pada tahun 2011 PP No 37/2004 tentang Larangan PNS menjadi Anggota Parpol, PP No 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, serta peraturan perundangan yang mengatur tentang konflik kepentingan akan dievaluasi dan bila diperlukan akan disempurnakan. Pengembangan budaya kerja di lingkungan instansi pemerintah, merupakan faktor penting untuk mendorong peningkatan kinerja instansi yang didukung SDM yang berintegritas, profesional, dan bermental melayani. Untuk mendukung implementasi budaya kerja itu, akan disusun Peraturan Presiden yang mengatur budaya kerja di lingkungan birokrasi pemerintah. Langkah ini akan diperkuat dengan kampanye publik untuk mendorong peningkatan budaya kerja tersebut. Selanjutnya, secara bertahap dilaksanakan pilot project pengembangan budaya kerja sesuai kebijakan tersebut. Selanjutnya, di bidang pengadaan barang dan jasa publik akan terus dilakukan perbaikan, seperti penerapan proses pengadaan melalui sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang terus diperluas penerapannya pada instansi pemerintah dan pemerintah daerah. Penerapan e-procurement diyakini akan semakin meningkatkan kualitas proses pengadaan secara lebih efektif, efisien, akuntabel serta didasarkan pada prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, II.8 - 16
terbuka dan perlakuan adil bagi semua pihak. Oleh karena itu, perluasan penerapan e-procurement akan terus dilaksanakan. Di samping itu, pemerintah sedang menginisiasi penyusunan RUU Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang lingkup kegiatan ini masuk pada RKP 2011 pada Bab III Bidang Ekonomi. c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Partisipasi masyarakat telah terbukti efektif dalam menunjang terciptanya sistem pengawasan yang efektif. Untuk menjamin terlaksananya partisipasi masyarakat secara efektif, kebijakan pemerintah yang mengatur pengaduan masyarakat akan disempurnakan. Langkah selanjutnya, peranan Kementerian PAN dan RB diharapkan semakin efektif dalam mengkoordinasikan konsolidasi data tentang pencapaian laporan pengaduan masyarakat yang disalurkan dan telah ditindaklanjuti oleh instansi, yang diharapkan makin meningkat. 8.3.5. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, berbagai langkahlangkah yang akan ditempuh dalam tahun 2011 adalah sebagai berikut: a. Pengembangan manajemen dan sistem pelayanan publik nasional. Dalam rangka pengembangan manajemen dan sistem pelayanan publik nasional, langkah-langkah yang akan ditempuh antara lain penguatan landasan kebijakan pelayanan publik, penyempurnaan manajemen pengaduan; peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM pada unit pelayanan; dan pengembangan kelembagaan. Menjadi kewajiban pemerintah bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus terus ditingkatkan kualitasnya sejalan dengan mandat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Adanya UU tersebut dimaksudkan untuk menjamin tersedianya pelayanan publik yang baik bagi masyarakat. Untuk mengimplementasikannya, diharapkan pada tahun 2010 ini telah dapat diselesaikan berbagai PP dan Pepres yang merupakan pedoman pelaksanaan dari UndangUndang tersebut. Langkah selanjutnya yang akan ditempuh pada tahun 2011 adalah melakukan sosialisasi atas berbagai kebijakan/peraturan yang terkait dengan pelayanan publik tersebut agar instansi pemerintah dapat segera mengimplementasikan dalam tugas pelayanan. Manajemen pengaduan yang baik diyakini dapat mendorong kualitas pelayanan publik. Untuk itu, peran masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik sangat penting. Hal ini untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan SOP, terkelola secara profesional dan bersih dari praktek KKN. Meskipun pengaduan masyarakat atas pelayanan publik makin meningkat, namun relatif masih rendah dan perlu diberi ruang yang lebih luas bagi penyaluran aspirasi masyarakat. Di sisi lain, pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat harus ditangani secara profesional, fair dan disertai dengan solusi penyelesaian secara tepat. Langkah yang akan terus ditingkatkan adalah penanganan pengaduan beserta tindak lanjut yang diperlukan, sehingga seluruh pengaduan masyarakat dapat direspon dan diselesaikan secara cepat dan tuntas. Penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas, sangat tergantung juga pada kualitas dan kompetensi aparat pemberi pelayanan. Untuk menjamin tersedianya SDM yang berkualitas di bidang pelayanan publik, LAN akan menyusun modul dan penyelenggarakan diklat TOT pelayanan publik berbasis kinerja. Pada tahun 2011 II.8 - 17
akan diterbitkan Peraturan Kepala LAN yang mengatur Metode dan Modul Diklat Pelayanan Publik. Selanjutnya akan diselenggarakan Diklat TOT yang target per tahunnya adalah 100 orang peserta dalam rangka meningkatkan kompetensi dan profesionalisme tenaga pelayanan pada unit pelayanan publik di berbagai instansi. Selanjutnya, penataan kelembagaan pelayanan publik melalui perluasan penerapan pelayanan terpadu satu pintu/OSS pada instansi daerah terus diperluas. Sebagai implementasi dari UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik maka selanjutnya dimandatkan tahun 2010 untuk diterbitkan PP yang mengatur Sistem Pelayanan Terpadu. Langkah yang akan ditempuh tahun 2011 adalah meningkatkan jumlah pemerintah daerah yang menerapkan OSS/PTSP. b. Penerapan standar pelayanan minimal pelayanan publik. Ketersediaan SPM dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu kunci untuk memastikan jaminan kualitas layanan. Penyusunan SPM bidang pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah akan dituntaskan. Saat ini telah terdapat peraturan dalam bentuk PP nomor 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sebagai implementasi PP tersebut, maka diperlukan penerbitan SPM sebagai landasan atau prosedur dalam pelayanan publik. SPM yang telah diterbitkan adalah SPM Bidang Pemerintahan Dalam Negeri di Kabupaten/Kota, SPM Bidang Lingkungan Hidup, SPM Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/kota, SPM Bidang Perumahan Rakyat, dan SPM Bidang Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selanjutnya, Kementerian Dalam Negeri diharapkan terus meningkatkan koordinasinya dalam penyelesaian penyusunan SPM bidang lainnya. Tahun 2011 terdapat 17 SPM yang akan diterbitkan, sekaligus penyelesaian atas seluruh SPM. c. Pengembangan sistem evaluasi kinerja pelayanan publik. Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mendorong peningkatan kinerja pelayanan publik adalah dengan penyelenggaraan penilaian unit pelayanan publik atau terhadap instansi pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Kebijakan ini akan diikuti dengan pemberian penghargaan kepada unit pelayanan publik atau instansi pemerintah. Hasil yang diharapkan adalah motivasi unit pelayanan publik atau instansi pemerintah untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanannya. 8.3.6. Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Upaya peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja pemerintah akan terus ditingkatkan. Untuk mencapai hal itu, kebijakan yang akan diambil pada tahun 2011 adalah sebagai berikut. a. Penataan kelembagaan instansi pemerintah sejalan dengan prinsip structure follow function. Penataan kelembagaan khususnya pada level susunan atau komposisi kementerian telah diatur melalui UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selanjutnya telah diterbitkan pula Perpres Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Pemerintah dalam RPJMN 2010-2014 telah menetapkan prioritas nasional reformasi birokrasi dan tata kelola II.8 - 18
yang pada pokok substansinya memandang strategis perlunya penataan kelembagaan di tingkat instansi pemerintah pusat. Dalam RPJMN 2010-2014 disebutkan bahwa pada tahun 2010, Kementerian PAN dan RB ditargetkan dapat menyelesaikan proses konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas Kementerian PAN dan RB, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Selanjutnya, pada tahun 2011 Pemerintah akan melakukan penyusunan Grand Design Kelembagaan Instansi Pemerintah, yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai landasan penataan kelembagaan instansi pemerintah secara menyeluruh. b. Pengembangan sistem ketatalaksanaan untuk mendukung peningkatan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses kerja instansi pemerintahan. Sistem ketatalaksanaan berkaitan dengan pengembangan manajemen, yang secara langsung dapat memberikan dukungan bagi peningkatan kinerja instansi pemerintah. Penyempurnaan ketatalaksanaan di lingkungan birokrasi terus ditingkatkan antara lain melalui penyusunan kebijakan/peraturan perundangundangan dalam bentuk UU, yakni RUU tentang Administrasi Pemerintahan dan RUU tentang Etika Penyelenggara Negara. Tahun 2011 diharapkan sudah dapat dterbitkan menjadi UU, dan selanjutnya disusun peraturan pelaksanaannya. Pengembangan ketatalaksanaan dilakukan juga melalui penerapan sistem kearsipan yang baik untuk mendukung efisiensi dan akuntabilitas instansi pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan UU No. 43 tentang Kearsipan, sebagai penyempurnaan sistem kearsipan nasional. Langkah selanjutnya adalah menyusun peraturan pelaksanaan dan menyosialisasikannya kepada seluruh instansi pemerintah agar kebijakan itu dapat dilaksanakan dengan baik. Penerapan manajemen kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK akan terus ditingkatkan, sebagai upaya penyempurnaan manajemen perkantoran. Hal ini, di samping untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas kerja instansi pemerintah, juga dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Untuk itu, penerapan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis berbasis TIK akan terus diperluas di berbagai instansi pemerintah. c. Peningkatan profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM Aparatur SDM aparatur memiliki peran strategis untuk mendorong reformasi birokrasi dan meningkatkan kinerja instansi pemerintah. Arah kebijakan yang ditempuh, adalah ditujukan untuk meningkatkan profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM aparatur. Arah kebijakan ini akan didukung dengan langkah penyusunan kebijakan/peraturan perundang-undangan dalam bentuk UU, yakni RUU SDM Aparatur, yang tahun 2011 ini draft RUU tersebut akan terus disempurnakan dan diharapkan dapat terbit pada tahun 2012. Sedangkan pada tingkat PP, akan ditempuh langkah-langkah penyusunan dan penerbitan PP antara lain PP tentang Diklat PNS, PP tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, dan PP tentang Sistem Pensiun PNS. Pemerintah juga akan mengembangkan dan mengatur pengadaan pegawai tidak tetap (PTT) sebagai salah satu kebijakan pengadaan pegawai di lingkungan intansi pemerintah. Peningkatan netralitas SDM aparatur merupakan wujud sistem integritas aparatur. Beberapa langkah pengembangan sistem intergitas SDM aparatur, menjadi salah satu upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, sebagaimana diuraikan di atas.
II.8 - 19
Penyempurnaan manajemen kepegawaian khususnya yang berkaitan dengan database kepegawaian, juga terus ditingkatkan. Sistem informasi kepegawaian negara memiliki fungsi yang sangat penting manajemen kepegawaian. Dalam kerangka ini, secara bertahap BKN membangun sistem informasi kepegawaian nasional dan membangun database kepegawaian yang lengkap, akurat dan terkini. Langkah-langkah yang akan ditempuh adalah peningkatan fungsi sistem informasi kepegawaian nasional, dan peningkatan pencapaian Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) on line di semua instansi pusat dan daerah. Peningkatan profesionalisme PNS ditempuh pula melalui penyempurnaan sistem diklat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM aparatur. Untuk itu, akan dikembangkan sistem diklat aparatur pola baru, yang di dalamnya mencakup penyusunan modul diklat baru, dan penyusunan/penerbitan kebijakan yang mengatur Petunjuk Teknis dan Pedoman Kediklatan, yang didukung oleh Sistem Informasi Diklat Aparatur (SIDA). Disamping itu, akan ditempuh juga upaya peningkatan kualitas dan kuantitas diklat kepemimpinan dan teknis pada berbagai tingkatan pada lingkungan instansi pemerintah. Selanjutnya dalam rangka menjaring dan menempa calon pemimpin di lingkungan birokrasi, akan dirumuskan kebijakan tentang magang pada berbagai organisasi berkelas dunia bagi para calon pemimpin aparatur negara. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi upaya peningkatan kompetensi bagi para calon pemimpin birokrasi di lingkungan instansi pemerintah, sehingga memiliki kapasitas dan kapabilitas yang tinggi sebagai pemimpin. d. Peningkatan penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dalam rangka meletakkan landasan bagi peningkatan akuntabilitas para penyelenggara negara, kebijakan yang ditempuh adalah penyusunan RUU tentang Akuntabilitas Penyelenggara Negara beserta peraturan pelaksanaannya. Tahun 2011 ditargetnya RUU sudah selesai disusun. Selanjutnya, tahun 2012 UU tersebut sudah diterbitkan, dan pada tahun 2013-2014 diselenggarakan sosialisasi dan penyusunan peraturan pelaksanaanya. Selain UU tentang Akuntabilitas Penyelenggara Negara di atas, maka untuk mendorong akuntabilitas penyelenggaraan negara, akan disusun kebijakan/pedoman pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja (termasuk penerapan sistem reward and punishment bagi kinerja instansi pemerintah. Disamping itu, akan terus dilakukan langkah-langkah untuk mendorong peningkatan penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Secara bertahap, seluruh instansi pemerintah wajib menerapkan sistim akuntabilitas kinerja yang terus meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
8.3.7. Pemantapan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam rangka pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi, maka beberapa langkah kebijakan yang akan ditempuh pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: a. Peningkatan koordinasi pelaksanaan reformasi birokrasi. Koordinasi pelaksanaan reformasi birokrasi instansi akan terus ditingkatkan kualitasnya sehingga tercipta sinkronisasi, sinergitas dan keterpaduan pelaksanaan II.8 - 20
reformasi birokrasi sesuai dengan kebijakan nasional. Pelaksanaan reformasi birokasi secara menyeluruh pada instansi pusat pada tahun 2011 dan secara bertahap dilaksanakan pada instansi pemerintah daerah, memerlukan kapasitas pengelolaan dan pengendalian yang kuat, baik selama proses penyiapan, dalam proses konsultasi dan asistensi, dan setelah pelaksanaan reformasi birokrasi pada instansi. Langkahlangkah yang akan ditempuh pada tahun 2011 adalah upaya peningkatan kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi agar dapat terlaksana secara efektif, dan terukur pencapaian dan keberhasilannya. b. Pemberdayaan SDM aparatur untuk mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi instansi. Pelaksanaan reformasi birokrasi secara konsisten akan meliputi penataan struktur, proses bisnis, dan SDM. Hal itu akan memiliki dampak yang sangat signifikan pada aspek SDM aparatur yang ada. Perlu diantisipasi perlunya realokasi pegawai dari satu instansi ke instansi lain secara masif sesuai dengan kebutuhan nasional. Dalam konteks ini, perlu disusun petunjuk operasional yang dapat memfasilitasi proses realokasi pegawai tersebut. Di sisi lain, seringkali pegawai tidak dapat direalokasi begitu saja karena diperlukan peningkatan ketrampilan agar sesuai dengan persyaratan kerja di tempat kerja yang baru. Mengingat jumlahnya yang diperkirakan akan sangat besar sebagai dampak reformasi birokrasi, perlu disiapkan kebijakan teknis di bidang diklat untuk menangani kebutuhan diklat tersebut. c. Perluasan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah. Telah menjadi tekad pemerintah untuk menyelesaikan proses reformasi birokrasi pada instansi pemerintah pusat pada tahun 2011. Langkah-langkah untuk mencapai target tersebut telah dan terus ditingkatkan kualitasnya. Konsultasi, asistensi dan bimbingan pada instansi secara intensif akan terus dioptimalkan. Secara bertahap, reformasi birokrasi akan diperluas pada level penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada tahun 2025 diharapkan seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah telah meletakkan landasan yang kuat untuk menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik.
------
II.8 - 21