8
BAB ll LANDASAN TEORI 2.1
Perkembangan Manajemen Produksi Dan Operasi Pada dasarnya manajemen produksi dan operasi sudah lama ada yaitu
setelah manusia mampu meghasilkan barang dan jasa.Walaupun sudah lama ada tetapi kenyataan baru mulai diperhatikan dan di pelajari sekitar dua abad yang lalu.Pengkajian-pengkajian yang dilakukan adalah dalam rangka mencari usahausaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam dalam melaksanakan produksi. 2.1.1 Pengertian Produksi Dan Operasi Istilah produksi dan operasi sering dipergunakan dalam suatu organisasi yang menghasilkan keluaran atau output,baik yang berupa barang atau jasa.Secara umum
produksi
diartikan
sebagai
suatu
kegiatan
atau
proses
yang
mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output). Dalam pengertian yang bersifat umum ini penggunaanya cukup luas,sehingga mencakup keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Jadi dalam pengertian produksi dan operasi tercakup setiap proses yang mengubah masukan-masukan (input) dan menggunakan sumber-sumber daya untuk menghasilkan keluaran-keluaran (output),
8
9
.
Pengertian produksi dan operasi dalam ekonomi adalah merupakan
kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan menambah kegunaan atau utilitassuatu barang atau jasa.Seperti diketahui kegunaan atau utilitas dibedakan atas karena bentuk,tempat,waktu dan pemilikan.Yang terkait dalam pengertian produksi dan operasi adalah penambahan atau penciptaan kegunaan atau utilitas karena bentuk dan tempat,sehingga membutuhkan faktorfaktor produksi.Dalam ekonomi factor-faktor produksi terdiri atas tanah atau alam,modal,tenaga kerjadan ketrampilan manajerial (managerial skills) serta ketrampilan teknis dan teknologis. 2.2
Kecelakaan Kerja
2.2.1
Pengertian Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak
terduga, oleh karena itu dibelakang peristiwa itu tidak dapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan bisa terjadi kondisi tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Jadi, definisi kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan . Menurut Suma’mur ( 1989 ), kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan kerja terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Menurut M. Sulaksono (1990 ) kecelakaan adalah suatu kecelakaan tidak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah
10
diatur. Kecelakaan akibat kerja adalah berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan pekerjaan atau pada waktu pekerjaan berlangsung. Oleh karena itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup dua permasalahan pokok yakni a). Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, b). Kecelakaan terjadi pada Silalahi Bennet dan Silalahi Rumandang ( 1995 ), Menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Adapun pengertian kecelakan kerja menurut yang lazim berlaku di perusahaan-perusahaan Indonesia diartikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak diharapkan terjadi perusahaan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi pekerja. 2.2.2
Faktor-faktor Terjadinya Pengaruh Kecelakaan Kerja Menurut Suma’mur (1989 ) menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang
terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu: a. Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja ( usia, masa kerja / pengalaman, kurangnya percakapan dan lambatnya ngambil keputusan ), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidak cocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerjaan dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mingindahkan intruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan
11
percakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. b. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat pelindung,alat pelindung tidak di pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Lingkungankerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga ( house keeping ), kesahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yg kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehinga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna sehingga gelap, terdapat kesialauan dan tidak ada pencahayaan setempat. 1.
Faktor pekerjaan a.
Jam kerja Yang dimaksud jam bekerja adalah waktu dalam bekerja termasuk waktu istirahat dan lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi kecelakaan kerja.
b.
Pergeseran waktu Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja.
2.
Faktor Manusia ( Human Faktor ) a.
Umum Pekerja Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan
12
akibat
kerja.
Ternyata
golongan
umur
muda
mempunyai
kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan lebih rendah di banding usia tua, karena mempunyai kecepatan reaksi lebih tinggi, Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan yang dihadapinya. b.
Pengalaman Bekerja Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai.
c.
Tingkat Pendidikan dan Keterampilan Pendidikan seseorang mempegaruhi cara berfikir seseorang dalam menghadapi pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk di antaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
d.
Lama Bekerja Lama bekerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini didasarkan oleh pada lamanya seseorang bekerja akan mempengaruhi pengalaman kerjanya.
13
e.
Kelelahan Faktor kelelahan dapat mengakibatkan terjadinya kecelakanan kerja atau turunnya produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan fisiologis dalam tubuh. Kelelahan akan mengakibatkan turunnya kemampuan kerja dan tubuh para pekerja.
Kecelakan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang terjadinya suatu kecelakaan kerja adalah : 1. Teori Kebetulan Murni ( Pure Chance Theory ), yang menyimpulkan bahwa kecelakaan kerja atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi karena kebetulan saja. 2. Teori kecenderungan Kecelakaan ( Accident Prone Theory ), pada pekerja tentu sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja. 3. Teori Tiga Faktor ( Three Main Faktor ),menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri. 4. Teori Dua Faktor ( Two Main Faktor ), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya ( Unsafe Condition ) dan tindakan berbahaya ( Unsafe Action ),
14
5. Teori Faktor Manusia ( Human Faktor Theory ),menekankan bahwa pada akhirnya seluruh kecelakaan kerja tidak langsung di sebabkan karena kesalahaan manusia. 2.2.3 Kecelakaan Kerja Karena Faktor Manusia Hasil penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia. Unsur-unsur tersebut menurut buku “ Management Losses “ Bab II tentang “ The Causes and Effects of Loss “ antara lain : 1. Ketidak seimbangan fisik / kemampuan fisik tenaga kerja, antara lain :
tidak sesuai berat badan, kekuatan dan jangkauan
Posisi tubuh yang menyebabkan lebih lemah
Kepekaan tubuh
Kepekaan panca indra terhadap bunyi
cacat fisik cacat sementara
2. Ketidak keseimbangan kemampuan psikologis pekerja, antara lain :
Rasa takut / phobia
Gangguan emosional
Sakit jiwa
Tingkat percakapan
Tidak mampu memahami
Sedikit ide ( pendapat )
Gerakannya lamban
Keterampilan kurang
15
3. Kurang pengetahuan, antara lain:
Kurang pengalaman
Kurang orientasi
Kurang latihan memehami tombol-tombol ( petunjuk lain )
Kurang latihan memahami data
4. Salah pengertian terhadap suatu perintah
Kurang terampil, antara lain :
Kurang mengadakan latihan praktek
Penampilan kurang
Kurang kreatif salah pengertian
5. Stres mental, antara lain : Emosi berlebihan Beban mental berlebihan Pendiam dan tertutup Problem dengan suatu yang tidak dipahami Frustasi Sakit mental 6. Stres fisik, antara lain : Badan sakit ( tidak sehat badan ) Beban tugas berlebihan Kurang istirahat Terpapar bahan berbahaya Terpapar panas yang tinggi
16
Kekurangan oksigen Gerakan terganggu Gula darah menurun
7. Motivasi menurun ( kurang termotivasi ) antara lain : Mau bekerja bila ada penguatan / hadiah ( reeward ) Frustasi berlebihan Tidak ada umpan balik ( feed back ) Tidak mendapat intensif produksi Tidak mendapat pujian dari hasil kerjanya Terlalu tertekan 2.2.4 Dampak Kecelakaan Kerja Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, ini berarti hilangnya pencari nafka bagi keluarga dan hilangnya kasih sayangnya orang tua terhadap putra-putri. 1. Kerugian bagi masyarakat dan Negara Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya produksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan merupakan pengaruh bagi harga pasaran. 2.2.5 Pencegahan Kecelakaan Kerja Untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting diperhatikannya “Keselamatan Kerja”. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan
17
dengan peralatan, tempat kerja, lingkungan kerja,
serta tata cara dalam
melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk menjamain keadaan, keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah manusia, serta hasil karya budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja pada khususnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif dan pengaman terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita sedang bekerja. Mengapa kita harus melaksanakan keselamatan kerja ? Kita harus melaksanakan keselamatan kerja, karena dimana saja, kapan saja, dan siapa saja manusia normal, tidak menginginkan terjadinya kecelakaan terhadap dirinya yang dapat berkaitan fatal. Bagaimana kita melaksanakan keselamatan kerja ? Bersikap mawas diri terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan bekerja dengan serius, cepat dan teliti, dan tekun tanpa melupakan keselamatan kerja. Hindarkanlah melamun dan sikap tidak peduli dalam bekerja. Janganlah berbuat suatu kebodohan yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Istirahatlah jika anda sudah mulai bosan atau lelah hindarkan bercanda pada waktu bekerja. Janganlah mencoba-coba pada waktu bekerja jangan menganggap bahwa alat atau mesin yang sudah biasa kita pergunakan itu tidak mencelakakan kita. Tindakan lain yang kita anggap perlu dalam menghindari terjadinya kecelakaan dengan penggunaan alat pengaman, mengingatkan teman dsb.
18
Kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahan ini menurut Silalahi Bennet NB ( 1995 ) merupakan tanggung jawab pada manajer lini, penyelia, mandor kepala dan juga kepala urusan, tetapi menurut M. Sulaksmono (1997 ) dan yang tersirat dalam dalam UU No.1 tahun 1970 pasal 10, bahwa tanggung jawab pencegahan kecelakaan kerja, selain pihak perusahaan juga karyawan dan pemerintah. Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar, antara lain : Silalahi Bennet NB, Julian B. Olishifki dan Sumamur. Silalahi Bennet NB ( 1995 ) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dua aspek, yaitu : Aspek perangkat keras ( peralatan, perlengkapan, mesin, letak dsb ), Aspek perangkat lunak ( manusia, dan segala unsur yang berkaitan ) Menurut Julian B. Olishifki ( 1985 ) bahwa aktivitas pencegahan yang propesional adalah Memperkecil ( menekan ) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut memberikan pendidikan ( training ) kepada karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan. Menurut Sumamur ( 1996 ), kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut : Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umunya, perencanaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industry, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervise medis, P3K dan pen / meriksaan kesehatan. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai misalnya syarat-syarat keselamatan
19
sesuai intruksi peralatan industry dan alat pelindung diri ( ADP ). Pengawasan, agar ketentuan UU wajib dipatuhi Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian ADP, pencegahan peralatan lainnya Riset Medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis, faktor lingkungan dan teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan Penelitian
psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola kewajiban yang
mengakibatkan kecelakaan Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenisjenis kecelakaan
yang terjadi Pendidikan
Latihan-latihan penggairahan,
pendekatan lain agar bersikap yang selamat ? Asuransi, yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan. 2.2.6
Faktor-faktor Pencegahan Kecelakaan Dari uraian beberapa pakar diatas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah,
pada intinya perlu memperhatikan 4 faktor yaitu :
Lingkungan
Manusia
Peralatan
Bahaya ( Hal-hal yang membahayakan )
20
Bahaya
Peralatan
Kecelakaan
Manusia
Lingkungan
Gambar 2.1. Faktor- faktor Pencegahan Kecelakaan
2.3
Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan
Internasional ( ILO ) tahun 1962 adalah sebagai berikut : 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : a) Tertimpa benda jatuh. b) Tertumpuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. c) Terjepit oleh benda. d) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. e) Pengaruh suhu tinggi. f) Terkena arus listrik. g) Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
21
h) Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum terklasifikasi tersebut. 2. Klasifikasi menurut penyebab. a. Mesin. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. Mesin-mesin penyalur ( Tranmisi ). Mesin-mesin pengolah kayu. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkut dan alat angkat. Mesin angkat dan peralatannya. Alat angkutan lain yang beroda Alat angkutan air. Alat-alat angkutan lain. c. Peralatan lain. Bejana bertekanan. Dapur pembakar dan pemanas. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi terkecuali alat-alat listrik tangan. Alaat-alat listrik ( tangan ). Tangga Perancah ( steger ). Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.
22
Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia. Benda-benda melayang. Bahan-bahan dan zat lain tang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan kerja. Di luar bangunan. Di dalam bangunan. f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut. Hewan. Penyebab lain. g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data memadai. 3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan. a. Patah tulang. b. Dislokasi / keseleo. c. Regang otot / urat. d. Memar dan luka dalam yang lain. e. Luka-luka lain. f. Luka dipermukaan. g. Luka bakar. h. Keracunan-keracunan mendadak ( akut ). i. Akibat cuaca dan lain-lain. j. Mati lemas. k. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
23
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh. a. Kepala. b. Lehar. c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum. h. Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut. Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Kasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadinya yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan ditubuh berguna bagi peneliti tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci. Dari penyelidik, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari hasil-hasil penelitian, bahwa 80 – 85 % lecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia, bahwa ada suatu
24
pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana pabrik, pelaksana atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan. 2.3.1
Statistik Kecelakaan Meliputi kecelakaan yang disebabkan oleh atau diderita pada waktu
menjalankan pekerjaan yang berakibat kematian atau kelainan-kelainan dan meliputi penyakit akibat kerja. Satuan perhitungan kecelakaan adalah peristiwa kecelakaan. Statistik kecelakaan harus disusun berdasarkan suatu definisi yang seragam untuk setiap kecelakaan dalam industri. Secara umum harus disusun berdasarkan kerangka untuk upaya pencegahan kecelakaan dan khususnya untuk penggambaran tingkat resiko. Semua kecelakaan yang demikian harus dilaporkan dan ditabulasikan secara seragam. Pengumpulan statistik kecelakaan dan maksud tujuannya Statistik kecelakaan mungkin dikumpulkan pada suatu perusahaan. Perhitungkan langkahlangkah kecelakaan, Untuk perbandingan banyaknya kecelakaan pada suatu pabrik terhadap pabrik lainnya dalam cabang industry yang sama, perlu diperhitungkan perbedaan-perbedaan yang mungkin disebabkan oleh perbedaan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada pabrik tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan perhitungan angka Frekuensi ( = F ), yaitu banyaknya kecelakaan untuk setiap juta jam manusia.
25
Frekuensi dan tingkat keparahan ( beratnya kecelakaan ) harus disusun atas dasar metode yang seragam. Harus ada pembatasan-pembatasan seragam tentang kecelakaan, cara-cara seragam untuk mengukur waktu menghadapi resiko dan besarnya kecelakaan.
Sebegitu jauh, dengan angka frekuensi kecelakaan barulah jumlah kecelakaan yang mendapat perhatian, dalam hal ini bukanlah suatu ukuran yang tepat bagi pengeberatnya kecelakaan 2.3.2 Kajian Pustaka K3 Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek,bahan, orang atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat lainnya ( heinrich, Petersen, atau Roos 1980 ). Menurut ( AN/ NZS 480:2001 ) kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang menyebabkan atau berpontesial menyebabkan cidera, kerusakan, kesakitan atau kerugian lainya ( Standar AN/ NZS 480:2001 ). Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No:03/Men/98 adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Sementara menurut OHSAS 18001:2007 Kecelakaan kerja didefisinikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan ( tergantung dari keparahannya ) kejadian kematian atau kejadian yang menyebabkan kematian. Pengertian ini juga
26
digunakan untuk kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau yang berpotensi menyebabkan merusak lingkungan (OHSAS 18001:2007 ). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kecelakaan akibat kerja adalah suatau kejadian yang tidak diduga, tidak dihendaki dan dapat menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda yang terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekarjaan serta dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja. 2.3.3 Definisi Rate 1. Incident Rate: Adalah jumlah kejadian / kecelakaan cidera atau sakit akibat kerja setiap seratus orang karyawan yang dipekerjaan. 2. Frekwensi Rate: Adalah jumlah kejadian cidera atau sakit akibat kerja setiap satu jam kerja 3. Loss Time Injury Frekwensi Rate: Jumlah cidera atau sakit akibat kecelakaan kerja dibagi satu juta jam kerja 4. Saverity Rate: Waktu ( hari ) yang hilang dan pada waktu ( hari ) pekerjaan alternatif yang hilang dibagi satu juta jam kerja 5. Total Recordable Injury Frekwensi Rate: Jumlah total cidera akibat kerja yang harus dicatat ( MTI, LTI, Cidera ) yang tidak mampu kerja dibagai satu juta jam kerja 2.3.4
Mekanisme Kecelakaan Kerja Gambar dibawah ini mengilustrasikan mekanisme terjadinya kecelakaan
kerja menurut Reason ( 1997 ). Pada dasarnya setiap proyek kontruksi selalu berhadapan denagan kondisi dan keadaan yang berbahaya. Namun, setiap
27
organisasi akan menyiapkan sistem pertahanan ( yang akan berbeda-beda kedalamannya ) untuk mencegah lolosnya bahaya yang mengancam. Sistem pertahanan ini dapat berupa perngkat keras ( sepert sepatu, helm, dan sabuk pengaman ) dan / atau perangkat lunak ( sperti peraturan dan prosedur keselamatan kerja, pelatihan dan pengawasan ). Kecelakaan kerja akan terjadi apabila terdapat lubang-lubang pada sistem pertahanan ini; dengan kata lain terjadi kegagalan pada sistem pertahanan. Dua penyebab utama gagalnya sistem pertahanan adalah perilaku atau tindakan tidak aman dari pekerja dan kondisi laten yang berasal dari faktor-faktor organisasi dan lingkungan kerja. Pesan utama yang disampaikan oleh Reason ( 1997 ) dari gambar tersebut adalah kecelakaan kerja berakar dari faktor organisasi yang membentuk : 1. Jalur tindakan tidak aman ( Active Failure Pathway ), dimana faktor organisasi secara tidak langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dengan menciptakan faktor lingkungan kerja yang memicu pekerja untuk melakukan tindakan yang tidak aman. 2. Jalur kondisi laten ( Latent Failure Pathway ), dimana faktor organisasi secara langsung merusak keefektifan sistem pertahanan sehingga terjadi kegagalan sistem pertahanan.
Ja lur k
on dis i
lat e
n
28
Gamba2.2: Mekanisme Kecelakaan Kerja Oleh karena itu, Reason ( 1997 ) menyatakan, usaha untuk mencagah terjadinya kecelakaan kerja akan lebih berhasil apabila pihak managemen menyingkirkan masalah-masalah yang ada pada perusahaan disini mungkin, yaitu faktor organisasi. Selain menyingkirkan masalah, usaha ini akan membentuk budaya keselamatan kerja yang baik di perusahaan dan dapat mendorong pekerja untuk berperilaku aman. Skripsi ini akan menganalisa secara empiris pengaruh dari faktor-faktor organisasi dan lingkungan kerja yang membentuk budaya keselamatan kerja terhadap perilaku pekerja. 2.3.5 Perilaku Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja Perilaku tidak aman pekerja dapat berupa kesalahan atau kelalaian yang dilakukan manusia. Reaso ( 19117 ) berbagi perilaku ini menjadi tiga tingkatan, yaitu : 1. Shill based eror, kesalahan yang berhubungan dengan keahlian dan kebiasaan pekerja.
29
2. Rule based eror kesalahan dalam memenuhi standart dan prosedur yang berlaku. 3. Knowledge based eror kesalahan dalam mengambil keputusan karena kurangnya pengetahuan. Selain itu, Reason juga menambahkan violation atau pelanggaran sebagai salah satu bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh pekerja. Pada penelitian ini faktor prilaku pekerja terdiri dari delapan indicator yaitu : 1. Melaporkan kecelakaan yang terjadi 2. Mengingatkan pekerja lain tentang bahaya dan keselamatan kerja 3. Menggunakan perlengkapan keselamatan kerja 4. Meletakan material dan peralatan pada tempat yang di tentukan 5. Mengikuti semua prosedur keselamatan kerja 6. Mengikuti semua intruksi dari atasan 7. Bergurau dengan rekan kerja waktu bekerja 8. Melakukan gerakan berbahaya seperti berlari, melempar, dan melompat. 2.4
Budaya Keselamatan Kerja Budaya keselamatan kerja merupakan salah satu komponen penting dari
budaya organisasi yang membahas keselamatan kerja individu, pekerjaan dan halhal yang di utamakan oleh organisasi mengenai keselamatan kerja. Budaya keselamatan kerja menurut Uttal ( 1983 ) merupakan gabungan dari nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang berinteraksi dengan struktur orgsnisasi dan sistem pengendalian yang membentuk norma-norma perilaku ( Cooper 2000 ). Sedangkan menurut Tunner ( 1992 ), budaya keselamtan kerja merupakan
30
perkumpulan kepercayaan, norma, sikap, dan peraturan praktek-praktek sosial serta teknis yang di tunjukan untuk mengurangi kondisi yang membahayakan pekerja, manajer, pelanggan dan anggota masyarakat. Pada penelitian ini budaya keselamatan kerja di bagi menjadi enam faktor utama yaitu : 1. Komitmen top manjemen 2. Peraturan dan prosedur keselamatan kerja 3. Komunikasi 4. Kompotensi pekerja 5. Keterlibatan pekerja 6. Lingkungan kerja, yang masing-masing akan dijelaskan pada alinea di bawah ini.
2.4.1 Komitmen Top Manajemen Menurut Reason ( 1997 ), program keselamatan kerja hendaklah dimulai dari awal, dalam hal ini dimulai dari tingkat teratas organisasi ( top management ) perusahaan tersebut. Untuk memulai program keselamatan kerja, top management dapat merumuskan suatu kebijakan yang menunjukan komitmen terhadap masalah keselamatan kerja. Langkah awal ini selanjutnya akan menentukan pengambilan kebijakan berikutnya dalam hal keselamatan kerja. Penelitian yang telah di lakukan sebelumnya (Cheyne at al.. 1998 : Mohamed 2002 : Pipitsupaphol. 2003 ) menunjukan bahwa faktor komitmen merupakan salah satu faktor utama budaya keselamatan kerja, dimana tanpa dukungan dari manajemen sangatlah sulit untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan program keselamatan kerja.
31
Komitmen top manajemen dapat berupa perhatian terhadap keselamatan pekerja, tindakan-tindakan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan kerja, tindakan proaktif yang merupakan pencegahan atau antisipasi terhadap bahaya seperti melengkapi pekerja dengan perlengkapan pelindung kselamatan pekerja, pemberian pelatihan keselamatan kerja, pengawasan terhadap keselamatan pekerja maupun tindakan reaktif yang dilakukan bila terjadi kecelakaan kerja seperti menyediakan obat-obatan, maupun mengantarkan ke rumah sakit ( Cheyne et al; 1998, Davies et al; 2001, happer and Koelm, 1998, Mohamed 2002, Pipitsupaphol, 2003, Reason 1997, Tony 2004 ). 2.4.2 Peraturan Dan Prosedur Keselamatan Kerja Peraturan dan prosedur keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat meminimalisasi kecelakaan yang diakibatkan adanya kondisi tidak aman ( Pipitsupaphol, 2003 ) karena dapat memberikan gambaran dan batasan yang jelas terhadap penerapan program keselamatan kerja pada proyek. Mohamed ( 2002 ) mengungkapkan bahwa perturan dan prosedur keselamatan kerja yang diterapkan oleh perusahaan hendaknya mudah dipahami dan tidak sulit untuk diterapkan oleh perusahaan, ada sanksi yang tegas bila peraturan dan prosedur keselamatan kerja dilanggar, dan ada perbaikan secara berkala sesuai dengan kondisi perusahaan. Permasalahan yang sering muncul adalah perusahaan menerapkan peraturan dan prosedur yang tidak sesuai dengan keadaan perusahaan, maupun sulit diterapkan pada pekerjaan, sehingga hal tersebut mendorong pekerja untuk melanggar peraturan dan prosedur keselamatan kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
32
2.4.3 Komunikasi Program keselamatan kerja hendaknya didukung oleh sistem manajeman informasi yang baik dalam hal pengumpulan dan penyampaian informasi, yang meliputi adanya jalur informasi yang baik dari pihak manajemen kepada para pekerja maupun sebaliknya dari pekerja tentang kondisi tidak aman kepada pihak manajemen ( Davies et al 2001, Hienze and Gambatese 2003, Reason 1997, Tony 2004 ). Informasi terbaru sangatlah penting, terutama yang berhubungan dengan peraturan dan prosedur keselamatan kerja yang terbaru, daan keadan bahaya dilingkungan kerja. 2.4.4 Kompotensi Pekerja Kompotensi pekerja sering kali berhubungan dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman pekerja. Mohamed ( 2002 ) menjabarkan kompotensi pekerja secara menyeluruh sebagai pengetahuan, pengertian, dan tanggung jawab pekerja terhadap pekerjaannya, maupun pengetahuan terhadap resiko dan bahaya yang mengancam pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Kompotensi pekerja terhadap keselamatan kerja seringkali dinilai dari pengetahuan, pengertian serta penerapan peraturan dan prosedur keselamatan kerja, juga dari penerapan atas pelatihan keselamatan kerja yang diperoleh ( Davies et al 2001 ). Pekerja dengan tingkat kompotensi yang baik diharapkan dapat meminimalisasi resiko terjadinya kecelakaan kerja dan dapat membantu meningkatkan kompotensi pekerja yang lain terhadap keselamatan kerja.
33
2.4.5 Keterlibatan Pekerja Cheyne et al ( 1998 ) dalam penelitiannya menemukan bahwa keterlibatan pekerja pada program keselamatan kerja sangatlah penting sebagai bentuk kesadaran pekerja terhadap program keselamatan kerja. Pekerja yang menyadari pentingnya program keselamatan kerja akan menerapkannya dengan sepenuh hati dan tanpa paksaan dan merasa bahwa program keselamatan kerja merupakan hak pekerja bukan merupakan kewajiban dalam melakukan pekerjaannya ( Harper, Koehm 1998 ). 2.4.6 Lingkungan Kerja Lingkungan kerja yang baik hendaknya membuat pekerja merasa aman dan tidak merasa canggung dalam melakukan pekerjaannya. Muhamed ( 2002 ) mengemukakan pada perusahaan sedapat mungkin di bentuk suatu lingkungan kerja yang kondusif, seperti budaya tidak saling menyalahkan bila ada tindakan berbahaya atau kecelakaan yang terjadi pada pekerja, tidak memberikan tekanan berlebihan terhadap pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Keadaan lingkungan kerja yang kondusif dapat mendukung penerapan program keselamatan kerja dengan optimal bila seluruh pekerja mengutamakan program keselamatan kerja, dan dengan lingkungan kerja yang semakin kondusif diharapkan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
34
2.5
Pengkajian Kemajuan Dalam Pengembangan Budaya Keselamatan Tidak ada ukuran-ukuran yang pasti tentang budaya keselamatan.
Beraneka cirri budaya tidak memungkinkan adanya tindakan-tindakan tersebut. Perubahan biasanya lambat dan sering tidak terduga, tetapi sejarah menunjukkan bahwa perubahan budaya dapat dilihat selama masa waktu tertentu, dan hal yang sama juga berlaku terhadap Budaya keselamatan. Untuk mengkaji kemajuan pengembangan Budaya Keselamatan, kita harus meninggalkan pencarian satu tindakan komposit dan berkonsentrasi dalam mengidentifikasi sejumlah indikator yang menunjukkan sub komponen budaya perorangan. Jangka dasar terdiri dari tindakan-tindakan untuk perilaku perilaku teramati, sikap, kesadaran dan pandangan atau kepercayaan. 2.5.1 Ukuran–Ukuran Perilaku Ukuran-ukuran perilaku adalah komponen budaya yang mudah untuk mendeteksi perubahan, karena sangat mudah dan dapat diamati. Pengamatan ini harus dilakukan secara hati-hati untuk memperkecil setiap pengaruh pada perilaku, jika tidak maka kesimpulan akan salah. Penggunaan orang untuk mengenal orang diamati seharusnya dapat memperkecil setiap pengaruh, tetapi mungkin ada resiko pandangan yang bias. Sebaliknya menggunakan pihak ketiga yang tidak mengenal dengan orang yang diamati dapat menjamin adanya pandangan tidak bias tetapi meningkatkan kecenderungan perilaku yang diamati mungkin tidak khas.
35
Audit pihak ketiga Pengamatan tim bayangan
Tingkah laku tang damati
Survei pekerja Interview Kelompok target Perangkat psikometrik
Sikap sadar
Keyakinan dibawah sadar
Analisa celah
Gambar 2.3: Metode mengukur komponen kunci utama budaya keselamatan Suatu evaluasi perilaku yang mendalam memerlukan pihak ketiga yang terlatih dan ahli evaluator harus diberikan waktu beberapa lama untuk orang yang akan dievaluasi untuk menjamin bahwa perilaku mereka tidak terganggu oleh kehadiran evaluator. Perubahan sikap hanya akan kelihatan oleh serangkaian pengamatan atau evaluasi selama periode digunakan sebagai dasar untuk mengukur perubahan perilaku. 2.5.2 Ukuran-Ukuran Sikap Survei sikap pekerja adalah metode yang paling umum untuk mendapatkan info pada level budaya ini. Persiapan survei pekerja memerlukan orang yang berkeahlian dalam pengukuran sikap. Analisa dan penafsiran hasil memerlukan keahlian yang tinggi juga. Beberapa organisasi telah mempekerjakan pelayanan ilmu perilaku manusia atau bagian psikologis dari institusi pendidikan setempat. Sebelum melaksanakan setiap survei skala besar perlu dilaksanakan uji coba skala kecil untuk menguji daya guna survei. Uji coba tersebut dapat terdiri dari wawancara dengan kelompok kecil pekerja untuk menguji penerapan praktis survei tersebut. Hasil survei pekerja memberikan info yang berguna bagi manajemen untuk mengetahui daerah sasaran
36
yang lebih efektif terhadap tindakan perbaikan keselamatan. Pertanyaan– pertanyaan survei dapat berupa tidak hanya tentang sikap pribadi tiap individu akan tetapi juga tentang pendangan mereka terhadap sikap-sikap supervisor, manajer lainnya dan rekan pekerja. Pemakaian ulang sikap survei yang sama terhadap populasi yang sama dapat memberikan info yang berguna mengenai arah gejala sikap mereka. Hasil sikap survei tersebut dapat dibandingkan dengan pengamatan perilaku untuk mengidentifikasi hubungan keduanya. 2.5.3 Ukuran ukuran persepsi Atau Kepercayaan Adalah sangat sulit utuk mengukur perubahan persepsi atau kepercayaan khususnya karena persepsi dan kepercayaan masuk dalam alam bawah sadar. Indikasi bahwa kepercayaan bawah sadar mempunyai pengaruh penting dalam keadaan tidak tetapnya antara perilaku teramati dan sikap dasar. Untuk mengukur kepercayaan memerlukan teknik psikometri, sifat-sifat lanjut dan penafsiran hasilnya menjadi sulit. Biasanya pengamatan perilaku & survei sikap cukup memberikan banyak info dalam pengukuran perubahan budaya. 2.5.4 Pengkajian Menyeluruh Dari Budaya Keselamatan Info yang dikumpulkan dari pengamatan perilaku dan survei sikap dan kepercayaan dapat memerikan indikasi yang berguna apakah budaya keselamatan dikembangkan secara sukses. Info juga dapat digunakan untuk memastikan bahwa adanya efektivitas tindakan manajemen khusus yang berhubungan dengan keselamatan. Hal ini berhubungan dengan lebih nyatanya bukti-bukti kematangan budaya keselamatan, yaitu tetap meningkatkan unjuk kerja keselamatan. Tatap meningkatnya budaya keselamatan dapat dicapai dengan pelatihan yang sesuai dengan pendayagunaan sumber daya yang ada. Sebelum mendata beberapa
37
indikator organisasi khusus dari peningkatan budaya keselamatan, pengaruh faktor lingkungan dan internal organisasi terhadap budaya keselamatan organisasi didiskusikan berikut ini. Pengaruh dapat dikaji dengan model evaluasi umum dan tujuan tersebut. 2.5.5 Model Evaluasi Umum Gambar menunjukkan model umum untuk kerangka kerja evaluasi penyaringan tingkat tinggi budaya keselamatan. Model tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap budaya keselamatan. Kelebihan potensial dari budaya ini adalah bahwa pertimbangan segera dari berbagai pengaruh terhadap budaya keselamatan dan dapat menunjukkan pertimbangan yang lebih detail / rinci.
Gambar 2.4: Model Evaluasi Umum 2.5.6 Indikator Organisasi Spesifik dari Budaya Keselamatan Progresif.
38
Budaya keselamatan tidak muncul dalam lingkungan yang terisolasi dan dipengaruhi oleh iklim atau budaya organisasi yang ada. Adalah penting bahwa adanya budaya organisasi bersifat mendukung keselamatan dan seharusnya mendorong tindakan, perilaku, nilai-nilai , sebagai bagian dari pekerja. Beberapa indikator organisasi Budaya Keselamatan progresif adalah
Tersebar luasnya tekad para pekerja untuk unjuk kerja yang baik, termasuk kepemimpinan nyata oleh top manajemen:
Unjuk kerja keselamatan yang baik dianggap sebagai tujuan karena sangat penting bagi organisasi dan tidak hanya ditujukan untuk mematuhi persyaratan peraturan;
Penyelidikan terhadap dasar suatu kejadian yang hampir terjadi menjadi pelajaran yang berguna daripada mencari-cari kesalahan;
Komunikasi efektif tentang info keselamatan termasuk arah gejala unjuk kerja Keselamatan;
Tidak ada kesalahan yang dilimpahkan kepada pekerja yang secra sukarela melaporkan adanya kesalahan;
Tekad untuk evaluasi secara terus menerus dan perbaikan unjuk kerja keselamatan;
Adanya program audit teratur dan terorganisasi;
Adanya kesadaran manajerial terhadap budaya keselamatan;
Keterlibatan pekerja dalam aktivitas peningkatan keselamatan;
Tujuan utama organisasi adalah keselamatan dan tidak hanya berpusat pada pembiayaan atau sasaran keuangan;
39
Alokasi pembiayaan yang tepat dan sumber daya lainnya untuk mendukung keselamatan;
Usaha-usaha positif untuk belajar dari unjuk kerja keselamatan yang dimiliki oleh organisasi luar;
Ukuran – ukuran unjuk kerja keselamatan termasuk pengukuran efektivitas kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan proses yang mempengaruhi keselamatan dan tidak hanya pengukuran hasil dari efektivitas / proses tersebut. Indikator-indikator tersebut diatas tercantum dalam INSAG – 4 , sikap
sikap yang terlihat dari dedikasi personal, pemikiran keselamatan dan masalah-masalah perilaku. 2.6
Mekanisme Koordinasi K3 (Dalam Perspektif Depnaker) Prinsip Pengawawsan K3 1. Pengawasan hukum menurut fungsi Negara 2. Pengawasan K3 yang dilakukan berdasarkan 2 azas :
Azas Legalitas
Azas Koordinasi ( social dialogue )
3. Berorientasi pada pendekatan pencegahan / preventif 4. Bersifat universal dan dilaksanakan secara independent dan equal implementative Dasar Hukum 1. Norma Dasar : UUD 1945 Pasal 27 ayat ( 2 ) dan Pasal 28D ayat ( 2 )
40
2. Undang-undand no. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan 3. Undang-undang no.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 4. Undang-undang no.13 Tahun 2003 Bab XIV Pasal 176 s.d 181 tentang Pengawasan 5. Kebijakan K3 Nasional Menurut UU no. 1 Tahun 1970 1. Kebijakan K3 Nasional oleh Menakertrans RI 2. Sentralisasi Kebijakan 3. Desentralisasi Operasional Kebijakan K3 pada ERA OTODO Kewenangan Pemerintah Pusat 1. Penepatan Kebijakan Nasional 2. Standarisasi Teknis 3. Akreditasi Kelembagaan 4. Sertifikasi Kompotesi Personil Permasalahan : 1. Kordinasi lintas sector belum berjalan dengan baik 2. Dampak implementsai / operasional banyak terjadi tumpang tindih 3. Arus data dan imformasi dari instansi teknis tidak berjalan dengan baik 4. Pelaksanaan K3 pada era Otodo masih belum berjalan baik 5. Tantangan globalisasi dalam penerapan K3 semakin berat Solusi : 1. Penigkatan peran dan pemberdayaan lembaga K3 yang ada 2. Peningkan kordinasi teknis dan regional di lapangan secara intensif
41
3. Pemberdayaan fungsi kelembagaan dan personil K3 di daerah 2.7
Produktivitas Kerja Produktivitas kerja merupakan konsep yang menunjukan adanya kaitan
output dengan input yang dibutuhkan seorang tenaga kerja untuk menghasilkan produk. Pengukuran produktivitas dilakukan dengan melihat jumlah output yang dihasilkan oleh setiap karyawan selama sebulan. Seorang karyawan dapat dikatakan produktif apabila ia mampu menghasilkan jumlah produk yang lebih banyak dibandingkan dengan karyawan lain dalam waktu yang sama. Produktivitas kerja merupakan suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Faktor-fektor yang mempengaruhi produktivitas ( Bambang Tri, 1996:283 ) adalah : a. Manusia Faktor manusia mencakup beberapa aspek antara lain kuantitas, tingkat keahlian, latar belakang kebudayaan dan pendidikan, kemampuan, sikap, minat, struktur pekerjaan, umur, jenis kelamin. b. Modal Faktor modal meliputi aspek modal tetap, teknologi, bahan baku. c. Faktor metode ( proses ) Faktor metode meliputi tata ruang tugas, penanganan bahan baku penolong dan mesin, perancanaan dan pengawasan produksi, pemeliharaan melalui pencegahan, teknologi yang memakai cara alternative. d. Faktor produksi.
42
Meliputi kuantitas, kualitas, ruangan produksi, struktur campuran, spesialisasi produksi. e. Faktor lingkungan organisasi. Meliputi organisasi dan perencanaan, kebijaksanaan personalia, system manajeman, gaya kepimpinan, kondisi kerja, ukuran perusahaan, iklim kerja, system intensif. f. Faktor lingkungan Negara. Meliputi struktur sosial politik, struktur industri, pengesahan, tujuan pengembangan jangka panjang dan lain-lain. g. Faktor lingkungan internasional. Meliputi kondisi perdagangan dunia, masalah-masalah perdagangan internasional, kebijaksanaan migrasi tenaga kerja. h. Umpan balik Umpan balik menunjukan bagaimana masyarakat menilai kuantitas dan kualitas produksi berapa banyak uang yang harus dibayarkan untuk masukan-masukan utamanya ( tenaga kerja dan modal ) dimana masyarakat menawarkan pada perusahaan. Peningkatan produktivitas tenaga kerja harus diupayakan, karena mempunyai manfaat, baik secara makro maupun secara mikro. Secara makro peningkatan produktivitas bermanfaat dalam pendapatan masyarakat yang lebih tinggi, tersedianya barang kebutuhan masyarakat yang lebih banyak dengan yang harga lebih rendah, perbaikan kondisi kerja termasuk jam kerja dan lain-lain. Secara mikro bermanfaat bagi karyawan yaitu dapat meningkatkan gaji atau upah, memperbaiki kondisi kerja, meningkatkan semangat kerja, menimbulkan
43
rasa aman ditempat kerja dan lain-lain. Oleh karenanya meningkatkan produktivitas karyawan merupakan suatu keinginan perusahaan. Melalui para manejernya, perusahaan berusaha untuk memaksimalkan potensi karyawan. 2.8
Metode-metode Pokok Pengukuran Produktivitas 1. Perbandingan-perbandingan
antara
pelaksanaan
sekarang
dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau kurang serta tingkatnya. 2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit ( perorangan tugas, saksi, proses ) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukan pencapaian relative. 3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada saran / tujuan. Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan sumber yang digunakan dan definisi-definisi di atas dan perumusan sebagai berikut : Produktifitas = Jumlah produksi yang dicapai Target Produksi Dari rumus diatas dapat disahkan atas dua pengertian, yaitu :
Suatu kumpulan hasil-hasil
Hasil merupakan hal yang penting karena kumpulan hasil berarti tidak ada produktivitas. Hal ini menunjukan jumlah produksi yang dicapai dalam meraih suatu tujuan. Jumlah produksi yang dicapai menunjukan seberapa banyak suatu
44
hasil yang diperoleh, sedangkan target produksi menunjukan beberapa sumber daya telah digunakan untuk mencapai hasil tersebut. Produksi dan Produktivitas A. Meningkatkan produksi menunjukan pertambahan jumlah hasil yang dicapai. B. Meningkatkan produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil dan perbaikan cara pencapaian produksi tersebut. 2.9
Regresi Linier Berganda Menurur Hair ( 1998 ) dalam Zuhdi ( 2006 ), regresi linier berganda adalah
tehnik statistik umum yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara sebuah variable dependen dan beberapa variable independen. Tujuan utama regresi linier berganda adalah menggunakan variable independen yang nilainya telah diketahui untuk memprediksi sebuah variable dependen. Analisis regresi digunakan bila variable independen dan dependennya bersifat metric. Tetapi untuk hal tertentu, teknik ini juga dapat digunakan untuk data yang bukan metric. Setiap variable independen diberikan bobot yang menunjukan kontribusi relative variabel independen tersebut terhadap prediksi keseluruhan. Dengan metode ini akan diketahui koefisien setiap variabel ( b ) yang menunjukan kontribusi setiap variabel independen terhadap variabel dependen dalam model keseluruhan. Bentuk umum dari persamaan regresin adalah sebagai berikut ( Walpole & Mayert, 1995 ) dan Zuhdi (2006). 2.9.1
Akurasi Regresi Linier Berganda Hair ( 1998 ) dn Zuhdi ( 2006 ), mengatakan bahwa untuk mengukur
seberapa akurat prediksi yang dilakukan regresi linier berganda, digunakan
45
koefisien determinasi ( R2 ). Nilai ( R2 ) berkisar antara 0 sampai 1. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukan model regresi telah baik, yaitu bahwa variabel dependen telah dapat dijelaskan secara linier oleh variabel independen. Sedangkan bila R2 mendekati 0, tidak berarti bahwa model tersebut tidak baik, melainkan linearitas antar variabel dalam model tersebut kecil dan prediksi yang diberikan tidak lebih dari nilai rata-rata variabel dependen. Pada umumnya, nilai R2 akan bertambah tinggi dengan bertambahnya jumlah variabel independen.Nilai R2 ini menunjukan kesesuian model berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian, Untuk itu, nilai R2 perlu disesuaikan menjadi nilai R2 adjusted, yaitu koefisien determinasi yang memasukan unsure banyaknya variabel independen sehingga dapat lebih mencerminkan kesesuaian model tersebut terhadap dunia nyata yang diwakilinya. Uji F : Untuk menguji signifikansi pengaruh dari variabel frekuensi rate dan terhadap produktivitas, maka dilakukan F-test dengan tingkat kepercayaan. Adapun hipotesis yang diajukan adalah : - Ha = Berarti tidak ada pengaruh yang positif antara frekuensi rate secara bersama-sama terhadap produktivitas. - Ho = Berarti tidak ada pengaruh positif antara frekuensi rate secara bersamasama terhadap produktivitas kerja Kriteria pengujian : - Jika F hitung > F table, maka Ha diterima dan Ho ditolak serta korelasinya dinyatakansignifikan