BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Apabila pihak yang dirugikan mendapatkan tanggapan dari pihak lain dengan baik dalam menyampaikan ketidakpuasaannya, maka permasalahan dapat selesai. Akan tetapi apabila masih terdapat perbedaan antara para pihak yang tidak dapat diselesaikan maka hal inilah yang dinamakan dengan sengketa. Menyelesaikan masalah yang ada khususnya dalam dunia usaha dapat ditempuh dengan cara formal dan informal. Penyelesaian masalah yang dilakukan dengan cara formal dilaksanakan melalui proses pengadilan/litigasi, sedangkan cara informal dilakukan dengan proses diluar pengadilan/non litigasi. Cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan, dirasa oleh sebagian para pelaku usaha terlalu mahal biayanya, waktunya lama dan kerahasiaan tidak terjamin.Berbeda dengan cara penyelesaian sengketa yang memakai cara di luar pengadilan/non litigasi, dirasa lebih cepat waktunya, rahasia terjamin, dan lebih murah. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS. Cara non litigasi telah lama dikenal dan dilakukan oleh para pelaku usaha dalam menghadapi sengketa yang ada dalam dunia industri dan dunia usaha. Beberapa cara penyelesaian sengketa non litigasi yang dapat ditempuh yaitu dengan cara, negosiasi, konsiliasi, mediasi, serta Arbitrase
1. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa a. Negosiasi Cara penyelesaian sengketa ini dilakukan dengan komunikasi dua arah oleh para pihak yang bersengketa secara langsung (negosiasi) pada kesempatan ini para pihak dapat mendiskusikan dan mempertimbangkan segala sesuatunya mengenai konflik yang ada (paling lama empat belas hari) sudah mendapatkan penyelesaiannya, kemudian dituangkan dalam kesepakatan yang dibuat secara tertulis. b. Mediasi Mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromis. Pihak ketiga yang membantu dalam menyelesaikan masalah ini dinamakan mediator. Seorang mediator akan bersifat netral dalam melayani ke dua belah pihak yang bersengketa dan bersifat aktif dalam membantu melakukan perundingan agar menemukan jalan penyelesaiannya. Mediasi yang berhasil akan menghasilkan perjanjian penyelesaian sengketa yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa, setelah ditandatangani maka hasil mediasi tersebut mengikat ke dua belah pihak.
1. Keuntungan penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.; Dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau arbritase maka mediasi akan lebih cepat dan relatif rumah. Mediasi tidak hanya memperhatikan hak-hak hukum para pihak, secara nyata dan pada kebutuhan emosi dan psikologi Mediasi memberi kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam menyelesaikan perselisihan Para pihak diberi kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya Mediasi dapat mengubah hasil dengan suatu kepastian melalui konsensus Dengan mediasi maka akan membuat saling perngertian karena mereka sendiri yang memutuskan Mampu menghilangkan konflik yang biasanya menyertai putusan yang bersifat memaksa baik pada proses pengadilan atau arbritase 2. Kelemahannya, Apabila para pihak gagal mencapai kesepakatan maka pernyataan, pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lainnya dan foto copy dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahakan.. (Peraturan Mahkamah Agung No. 01/2008) c. Konsiliasi Mediasi dan konsiliasi kadang-kadang digunakan secara bergantian, namun kalau dilihat lagi ada perbedaan di dalamnya. Pada cara mediasi ,tugas mediator adalah menjembati para pihak yang sengketa untuk mencarikan suatu formula kompromi bagi penyelesaian sengketa yang dihadapi para pihak yang bersengketa, sedangkan pada konsiliasi, seorang konsiliator berperan aktif untuk mendengarkan, mempunyai pandangan untuk membuat suatu formula perjanjian yang diajukan ke pada para pihak yang bersengketa. d. Arbritase Arbritase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbritrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Undang- Undang No. 30 Tahun 1999 merupakan aturan pokok dari Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa/APS) Subekti di dalam bukunya Aneka Perjanjian mengemukakan bahwa yang dinamakan arbitrase ialah pemutusan suatu sengketa oleh seseorang atau beberapa orang yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa sendiri, diluar hakim atau pengadilan. Adapun perkara yang dapat dibawa ke peradilan arbitrase secara umum ada dalam Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut,
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang – undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa .Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Penyelesaian dengan cara arbitrase ini dapat tertulis dalam klausula arbitrase yang dibuat oleh para pihak sebelum perselisihan/sengketa timbul (Pactum decompromittendo) atau dibuat dalam perjanjian sendiri oleh para pihak setelah timbul sengketa (Acte compromise) Jalannya pemeriksaan pada arbritase tidak jauh beda dengan jalannya proses pemeriksaan perkara dalam peradilan pada umumnya (acara yang dipakai, bahasa sistim pembuktian yang diterapkan, hak-hak para pihak, sampai putusan yang mengikat) Putusan yang dimaksud bersifat final and binding serta merupakan win – loss solution. 1. Keuntungan memakai cara penyelesaian arbitrase, Para arbiter adalah orang-orang yang memahami masalah yang dipersengketakan karena para arbiter ditunjuk oleh para pihak dari orangorang profesioanl yang telah berpengalaman. Pemilihan para arbiter dapat dilakukan oleh para pihak atau oleh institusi arbitrase. Untuk pemilihan tiga arbiter, setiap pihak biasanya memilih satu satu arbiter dari daftar yang diberikan oleh institusi, selanjutnya kedua arbiter akan memilih arbiter ketiga untuk bergabung..Untuk dapat menjadi arbiter telah ditentukan dalam Pasal 12 UU NO : 30 Tahun 1999. Proses penyelesaian secara tertutup/rahasia Biaya lebih murah Putusan bersifat final dan mengikat, putusan dapat berupa, putusan yang menghukum (kondemnatoir), putusan yang menyatakan misalnya, sah atau sesuai undang-undang, putusan yang menciptakan sesuatu keadaan yang baru (konstitutif) Kelebihan cara penyelesaian memakai cara arbitrase ini adalah para pihak dapat memilih arbiter sendiri yang sesuai dengan kehendaknya. Mengenai orang yang dapat diangkat menjadi arbiter ini harus memenuhi syarat yakni, Cakap melakukan tindakan hukum Berumur paling rendah 35 tahun Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun
Hakim, jaksa, panitera, dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter 2. Pembatalan keputusan arbitrase Keputusan arbitrase dapat dibatalkan karena beberapa hal yang terdapat dalam Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999. Para pihak diberikan hak untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan tersebut apabila, Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putuan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu a. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan b. Putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengkata c. Teknis pengajuan permohonan pembatalan dengan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lambat 30 ( tiga puluh)hari, terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kapada panitera Pengadilan Negeri. 1. Macam Lembaga Abritase Lembaga arbritase yang ada dibedakan menjadi 2 macam yaitu. 1. Lembaga Arbitrase Institusional, Yaitu arbitarse yang terkoordinir oleh suatu lembaga, pada umumnya keberadaanya diprakasai oleh suatu kamar dangang. Lembaga arbitrase institusioanal yang ada di Indonesia yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Badan ini dibentuk dengan tujuan dapat menyelesaikan perselisihan dengan adil dan cepat atas persengketaan yang timbul di bidang perdata mengenai soal-soal perdagangan, industri, dan keuangan. 2. Lembaga Arbitrase Ad Hoc Yaitu lembaga arbitrase yang tidak permanent atau dapat disebut juga Arbitrase Volunter. Badan Arbitrase ini bersifat temporer karena dibentuk khusus untuk menyelesaikan perselisihan atau persengketaan tertentu, sesuai kebutuhan saat itu, apabila telah selesai tugasnya maka badan Arbitrase ini bubar dengan sendirinya. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) masing-masing sudah terlembagakan . Dilembaga keuangan bank terdapat lembaga Mediasi Perbankan Independen yang saat ini untuk sementara masih dilaksanakan oleh direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan, Bank Indonesia. Sementara APS ini juga dapat ditemukan di lembaga- lembaga lain seperti di lembaga asuransi terdapat Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), untuk perlindungan konsumen disediakan lembaga penyelesaian sengketanya yaitu, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Badan Arbritase Syaraiah Nasional (BASYARNAS) badan ini terbentuk untuk menggantikan Badan Arbritase Muamalat Indonesia (BAMUI) lembaga ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah –masalah muamalah /perdata yang timbul dengan cepat dan adil dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lainnya. Di lingkungan peradilan dikenal adanya forum mediasi, forum ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 tentang
prosedur Mediasi di Pengadilan, untuk lebih mendayagunakan dan menanggapi fenomena-fenomena yang muncul di paraktik maka PERMA ini telah direvisi dengan dikeluarkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.