BAB IV KONDISI EKSISTING JARINGAN DISTRIBUSI PDAM KOTA BANDUNG
IV.1 SUMBER AIR BAKU Air baku yang digunakan dalam sistem produksi air bersih PDAM Kota Bandung saat ini berasal dari 3 (tiga) jenis sumber, yaitu air permukaan yang merupakan sumber utama air baku, air tanah dalam dan mata air. Berikut adalah sumber-sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2007): a. Sungai Cisangkuy Mutu Air Sungai Cisangkuy di Cikalong cukup baik karena telah dilakukan proses prasedimentasi terlebih dahulu. b. Sungai Cikapundung Sungai Cikapundung telah memasok air baku untuk PDAM Kota Bandung sebesar 820 l/dtk dari 840 l/dtk yang diijinkan, yaitu terdiri dari 600 l/dtk untuk IPA Dago Pakar, 40 l/dtk untuk IPA MP Dago Pakar dan pemompaan di sekitar Jembatan Jalan Siliwangi 180 l/dtk dari ijin sebesar 200 l/dtk untuk IPA Badaksinga. Rekapitulasi debit produksi PDAM Kota Bandung tahun 2006 dari setiap unit produksi yang ada adalah sebagai berikut ditunjukkan pada Tabel 2.
IV. 2 KONDISI PELAYANAN DAN SISTEM DISTRIBUSI IV. 2.1. Kondisi Pelayanan Jumlah penduduk yang sudah terlayani PDAM pada tahun 2006 adalah sebesar ± 65% dari total penduduk Kota Bandung yaitu 2.296.848 jiwa, dengan jumlah pelanggan sebanyak 139.889 SL. Pelanggan tersebut tersebar di 4 wilayah
46
pelayanan distribusi yaitu wilayah Utara, Timur, Barat, dan Tengah-Selatan (PDAM Kota Bandung, 2007).
47
Batas wilayah pelayanan distribusi serta pola penyebaran pelanggan saat ini sebagaimana terlihat pada Gambar IV.1 dan Gambar IV.2.
P E TA D A E R A H P E LA YA Y A N A N P D A M K O TA B A N D U N G
Cipan ja lu Cisu rupan
Gambar IV.1 Peta daerah pelayanan PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008)
47
Gambar IV.2 Peta penyebaran pelanggan PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008)
48
Adapun jumlah pelanggan berdasarkan klasifikasi jenis pelanggan ditunjukkan pada Tabel IV.1 Tabel IV.1 Klasifikasi pelanggan tahun 2006 No.
Jenis pelanggan
Satuan
Jumlah
1
Rumah tangga
SL
117668
2
Niaga
SL
17435
3
Industri
SL
543
4
Pemerintah
SL
2200
5
Sosial
SL
141
6
Kran umum
SL
1902
Jumlah
SL
139889
Sumber : PDAM Kota Bandung, 2007 IV. 2.2. Sistem Distribusi Sistem perpipaan distribusi PDAM Kota Bandung pada dasarnya merupakan gabungan sistem ring dan sistem cabang. Akibat keterbatasan suplai, jaringan pipa terutama pipa dengan diameter besar saling terhubung satu sama lain untuk memberikan tambahan suplai ke daerah/jaringan yang tidak teraliri air dan tekanan yang sangat rendah. Untuk itu pelayanan distribusi dilakukan dengan sistem gilir sebagai upaya agar semua pelanggan dapat teraliri. Sistem gilir ini dilakukan di sebagian besar wilayah distribusi. Hanya wilayah utara saja yang mendapatkan aliran secara kontinu selama 24 jam perhari. Akibatnya saat ini ratarata jam pengaliran baru mencapai ± 15 jam/hari Total panjang perpipaan pada jaringan distribusi saat ini adalah ± 2.000 km, terdiri dari beberapa jenis pipa yaitu Steel, DCIP, ACP, HDPE, PVC, & GIP, dengan diameter terbesar 1000 mm dan terkecil 50 mm. Jenis yang terbanyak terpasang saat ini pada jaringan distribusi adalah PVC (± 590 km), steel (± 598 km), ACP (± 65 km), serta GIP (± 60 km). Pada dasarnya perpipaan tersebut dipasang pada beberapa peride tahun pemasangan. Sebanyak ± 400 km dipasang pada masa pemerintahan Belanda (tahun 1920an), ± 450 km pada proyek BAWS-I (tahun 1980an), ± 1200 km pada proyek BAWS-II (tahun 1990an) serta sisanya oleh rutin. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena dengan umur pipa yang
49
relatif tua akan sangat rentan terhadap resiko kebocoran, apalagi jika pada saat pemasangannya tidak dilakukan dengan cara yang benar. Di samping itu juga terdapat pipa asbestos cement sepanjang ± 63 km yang juga sangat rentan terhadap kebocoran serta disinyalir bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), sehingga perlu dilakukan penggantian. Gambar IV.3 menunjukkan pola jaringan pipa induk dalam sistem distribusi PDAM Kota Bandung, sedangkan pola distribusi PDAM Kota Bandung ditunjukkan pada Gambar IV.4.
50
Gambar IV.3 Peta jaringan pipa induk PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008)
51
Gambar IV.4 Pola distribusi air bersih PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008) 52
IV.3 JARINGAN PERPIPAAN PRIMER DISTRIBUSI PDAM KOTA BANDUNG PDAM Kota Bandung melayani penduduk Kota Bandung dengan luas wilayahnya adalah 10800 ha (PDAM Kota Bandung, 1990). Sejak tahun 1990, PDAM Kota Bandung tidak melakukan pengembangan jaringan pada perpipaan primernya. Pada tahun 2006, jumlah penduduk yang terlayani oleh sistem penyediaan air minum dari PDAM Kota Bandung adalah 1.802.356 jiwa, sehingga jika diperhitungkan dari jumlah penduduk Kota Bandung yang sebesar 2.293.283 jiwa (PDAM Kota Bandung, 2007), cakupan pelayanan air minum PDAM Kota Bandung sampai dengan Bulan Agustus 2006 adalah 78,6%. Dari jumlah tersebut di atas, penduduk yang terlayani dengan sambungan langsung adalah 1.364.245 jiwa atau sebesar 49.2% dari total jumlah penduduk Kota Bandung dan 283.109 jiwa dan sebesar 10.21% terlayani dengan sambungan KU/HU. Jumlah sambungan PDAM Kota Bandung sendiri adalah sebanyak 143.041 sambungan, dimana 15,81% merupakan sistem gilir.
IV.3.1 Zona Pelayanan Pada saat ini, jaringan distribusi primer PDAM Kota Bandung dibagi menjadi dua zona, yaitu: a. Zona Utara, meliputi Bandung bagian utara di atas garis kontur 720 m dpl. b. Zona Selatan, meliputi Bandung bagian selatan di bawah garis kontur 720 m dpl. Kedua zona tersebut disuplai oleh delapan sumber air, yaitu Sungai Cibeureum, IPAM Pakar, IPAM Badak Singa, mata air Cikutra (Reservoir-IX), mata air Cipedes (R-X), mata air Ledeng (R-XI), sumur bor lokal, dan IPAM Cipanjalu. Jaringan pipa distribusi primer menggunakan berbagai jenis pipa sesuai dengan diameternya. Berikut ditampilkan klasifikasi beberapa jenis pipa berdasarkan diameternya pada Tabel IV.2.
53
Tabel IV.2 Klasifikasi Jenis Pipa Berdasarkan Diameter Diameter Pipa ≤ 200 mm 250 – 400 mm ≥ 500 mm
Jenis Pipa PVC semen asbes Baja
Sumber: PDAM Kota Bandung, 2007 IV. 3.2 Suplai dan Zona Tekanan Pada saat jaringan pipa dibangun, jaringan pipa dibagi menjadi empat dimana masing-masing bagian disuplai oleh reservoirnya masing-masing. Satu bagian terletak di utara Kota Bandung, sedangkan yang lainnya terletak secara paralel dengan ketinggian yang hampir sama (Barat, Selatan-Tengah dan Timur). Masing-masing bagian yang saling berhubungan dihubungkan oleh valve pada titik perhubungan, tetapi biasanya kondisi valve dalam keadaan tertutup. Detail suplai utama di tiap bagian dijelaskan melalui Tabel IV.3.
Tabel IV.3 Suplai Utama Masing-Masing Zona Suplai Sebelum BWSAI Phase 2 Data Reservoir Area Suplai
Utara
SelatanTengah SelatanBarat Timur
Elevasi Terendah yang Dapat Disuplai Elevasi (m) (m) 938.5 720 924.15 720 818 720 1050
Tekanan Statik Minimum (mwc)
Nama
Inflow (LPS)
Pakar R-XI Cikendi Cibeureum
40 150 40 3
Badak Singa
800
744.6
678
70
R-X
170
748.7
685
75
R-IX
165
747.4
670
77
221 208 98
Sumber: PDAM Kota Bandung, 1988
Dengan kondisi seperti ini, pada tahun 1988 pun kondisi tersebut sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bandung akan air minum. Pada beberapa bagian di wilayah selatan pun walau tampaknya mempunyai kondisi tekanan statik yang baik, tetapi dalam kenyataannya di lapangan air minum tidak pernah bergerak sedemikian jauhnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
54
Melalui
program
BWSAI
Phase
2-1988,
keempat
zona
telah
ditransformasi menjadi dua zona saja, yaitu zona suplai Utara dan Selatan. Suplai zona Utara terdiri dari R-XI, Pakar, IPAM Cikapundung dan Cibeureum. R-XI, Pakar dan IPAM Cibeureum akan mensuplai kebutuhan air bagi masyarakat di Barat Daya Kota Bandung (Kelurahan Sarijadi, Sukawarna, Cipedes, Sukabungah dan Husein Sastaranagara) dan di tenggara Kota Bandung (Kelurahan Ciumbuleuit, Dago,Cibeunying, Sekeloa dan Sadangserang) sedangkan daerah di kelurahan Isola dan Ledeng akan menerima suplai dari Cibeureum. Zona utara ini akan dibagi menjadi beberapa subzona untuk mempertahankan kelebihan tekanan. Sementara itu, zona selatan merupakan gabungan dari bagian selatantengah, selatan-barat dan timur namun memilliki pelayanan yang lebih luas. Jika pada awalnya interkoneksi antar bagian dihubungkan oleh valve tertutup maka pada saat ini seluruh zona selatan merupakan gabungan dari bagian selatantengah, selatan-barat dan timur yang dihubungkan oleh valve yang terbuka penuh, sehingga bagian selatan merupakan bagian yang saling terinterkoneksi. Berikut ditampilkan perubahan suplai utama masing-masing zona suplai setelah program BWSAI Phase 2 dan sumber air untuk masing-masing reservoir pada Tabel IV.4 dan Tabel IV.5.
Tabel IV.4 Suplai Utama Masing-Masing Zona Suplai Setelah BWSAI Phase 2 Data Reservoir Area Suplai
Utara
Selatan-Tengah Selatan-Barat Timur
Nama
Inflow (LPS)
Elevasi (m)
Pakar R-XI Cikendi Cibeureum Badak Singa R-X R-IX
60 150 600 40 1800 40 60
938.5 924.15 818 1050 744.6 748.7 747.4
720 720 720
Tekanan Statik Minimum (mwc) 221 208 98
678 685 670
70 75 77
Elevasi Terendah yang Dapat Disuplai (m)
Sumber: PDAM Kota Bandung, 1988
55
Tabel IV.5 Sumber Air untuk Masing-Masing Reservoir Area Suplai
Utara
Selatan-Tengah Selatan-Barat
Timur
Data Reservoir Sumber Air Nama Kolam PLN Pakar Mata Air Ledeng R-XI S. Cikapundung Cikendi S. Cibeureum Cibeureum
Inflow (LPS) 60 150 600 40
S. Cikapundung, S. Badak Singa Cikalong
1800
Sumur Bor, Mata R-X Air Cipedes
40
Sumur Bor, IPA Pakar, Mata Air Cikutra
60
R-IX
Sumber : PDAM Kota Bandung, 2006
Tekanan minimum pada jaringan distribusi primer adalah 15 mwc pada saat kondisi aliran puncak dan tekanan maksimum pada kondisi aliran malam dibatasi dengan menggunakan alat penurunan tekanan sedemikian rupa sehingga tekanan pada jaringan distribusi sekunder adalah 60 mwc. Untuk pipa dengan fungsi sebagai jaringan distribusi primer atau sebagai pipa transmisi maka tekanan yang lebih besar dari 60 mwc masih diperkenankan. Tekanan itu sendiri diperoleh dari perbedaan elevasi antara titik suplai tertinggi dengan titik penerima terendah dan diperhitungkan dengan besarnya headloss yang terjadi sepanjang pipa yang menghantarkannya. Zona utara dan zona selatan dibagi atas beberapa zona tekanan yang lebih kecil berdasarkan penurunan tekanannya.
IV.3.3 Faktor Aliran Puncak dan Faktor Aliran Malam Faktor aliran puncak (faktor peak) merupakan perbandingan antara debit maksimum harian dengan debit harian rata-rata. Faktor peak merupakan salah satu parameter penting dalam membuat desain jaringan distribusi air bersih. Faktor peak berbeda-beda untuk setiap wilayah tergantung pada tata guna lahannya, tetapi untuk kota Bandung secara keseluruhan digunakan satu nilai yang menunjukkan rata-rata faktor peak di seluruh wilayahnya.
56
Faktor aliran malam adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara debit harian minimum dengan debit harian rata-rata. Sama halnya dengan faktor peak, faktor aliran malam yang berbeda-beda untuk setiap wilayahnya karena dipengaruhi oleh tata guna lahannya. Pada tahun 1988, PDAM Kota Bandung telah menetapkan faktor peak dan faktor aliran malam rencana sebagai berikut ditampilkan pada Tabel IV.6. Akan tetapi, sampai saat ini, belum pernah dilakukan validasi sehingga tidak diketahui nilai faktor peak dan faktor aliran malam yang sebenarnya.
Tabel IV.6 Perencanaan Faktor Aliran Puncak dan Faktor Aliran Malam Tahun Faktor aliran puncak Faktor aliran malam
1990 1.78 0.5
2000 1.82 0.45
2010 1.81 -
Sumber : PDAM, 2006
IV.3.4 Gambaran Sistem Jaringan Distribusi Primer untuk Zona Utara Pada saat proyek BWSAI-Phase 2 dimulai, diperoleh tambahan debit sebesar 600 LPS dari IPAM Cikapundung sehingga tambahan debit tersebut sangat mempengaruhi desain yang direncanakan melalui proyek BWSAI-Phase 2 tersebut. Pada tahun 1990, debit sebesar 200 LPS dialirkan dari IPAM Cikapundung untuk mensuplai kebutuhan masyarakat di zona suplai selatan melalui R-IX dan direncanakan pada tahun 2000 tidak akan ada lagi suplai dari IPAM Cikapundung. Saat ini. tahun 2007, R-IX tetap memperoleh suplai dari IPAM Cikapundung dengan debit sebesar 40 LPS. IPAM Cikapundung yang berada pada elevasi +928,5 m dpl dan R-IX yang berada pada elevasi +745,5 m dpl sehingga akan memberikan tekanan statik sebesar 183 mwc. Hal tersebut membuat penggunaan aksesoris yang bertujuan untuk mengurangi tekanan menjadi tak terhindarkan. Sepanjang pipa transmisi dari IPAM Cikapundung sampai dengan R-IX digunakan dua buah bak pelepas tekanan (Break Pressure Tank).
57
IV.3.4.1 Batas Zona Utara Zona suplai uatara itu sendiri dibatasi oleh : Utara
- R-XI - Cigadung
Utara-Barat
- Gegerkalong Girang - Pajajaran
Utara-Timur
- Sidomukti - Bojongkacor
Timur
- Surapati - Sungai Cidurian
Selatan
- Pasteur
Selatan-Barat
- Baladewa
IV.3.4.2 Produksi Air Produksi air pada tahun 1990 sejumlah 830 LPS dan berangsur-angsur menurun menjadi 812 LPS pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 850 LPS pada tahun 2006.
IV.3.4.3 Tekanan dan Zona Tekanan Di awal desain dengan kapasitas sebesar 830 LPS dapat memenuhi kebutuhan air di zona utara namun dengan berkurangnya kapasitas produksi sebesar 20 LPS sedangkan kebutuhan yang meningkat menyebabkan beberapa wilayah harus mendapat penggiliran suplai air. Zona utara memiliki karakteristik slope yangcukkup tajam dan dibeberapa wilayah elevasi turun dengan drastis pada jarak yang cukup pendek. Sistem zona tekanan dilakukan sedemikian rupa sehingga tekanan maksimum di jaringan sekunder tidak melebihi 60 mwc sedangkan tekanan yang melebihi 60 mwc pada jaringan distribusi primer dan pipa transmisi masih bisa diterima. Dengan karakteristik zona utara seperti itu, maka penempatan BPT dan PRV (Pressure Reducer Valve) tidak dapat dihindari dan ditempatkan di jaringan distribusi sekunder. Pada zona utara ditempatkan empat buah BPT, yaitu: - Reservoir Cikapundung dengan volume 7500 m3
58
- BPT di Tubagus Ismail dengan volume 50 m3 - BPT di Jalan Setiabudi - Reservoir di Jalan Sarijadi dengan volume 400 m3
IV.3.4.4 Kebutuhan Air Pada tahun 1988 jumlah penduduk di zona utara yang terlayani oleh PDAM Kota Bandung sebanyak 24% dari total penduduk di zona utara. Sedangkan pada tahun 1990, setelah proyek BWSAI-Phase 2, pelayanan ditingkatkan menjadi 65% dimana 63 % dilayani melalui sambungan pelanggan dan 37% dilayani melalui sambungan umum.
IV.3.4.5 Reservoir dan Tanki Kapasitas produksi dari IPAM dan kapasitas reservoir penampung yang ada di zona utara akan ditunjukkan oleh Tabel IV.7. Penentuan besarnya reservoir diambil dengan mengasumsikan bahwa besarnya kebocoran di dalam jaringan distribusi, baik di zona utara maupun zona selatan, sebanyak 30% pada tahun 1990. Meningkatnya angka kebocoran akan menurunkan volume reservoir yang dibutuhkan.
Tabel IV.7 Kapasitas Produksi dan Daya Tampung Reservoir Zona Utara Lokasi R-XI IPAM Pakar IPAM Cikapundung Reservoir Sarijadi
Kapasitas Produksi LPS m3/hari 150 12,960 40 3,500 600 51,840 0 0
Daya Tampung Reservoir 3,500 500 4,700 400
Sumber: PDAM Kota Bandung, 1988
IV.3.5 Gambaran Sistem Jaringan Distribusi Primer untuk Zona Selatan Zona selatan disuplai, pada awalnya oleh empat reservoir utama dan sumur bor lokal. Masing-masing reservoir tersebut adalah R-X, R-IX dan RBadaksinga serta R-Cipanjalu untuk mensuplai kebutuhan air masyarakat sebagian kecamatan Cicadas dan Kecamatan Ujungberung sedangkan sumur bor lokal digunakan untuk mensuplai masyarakat di sekitar Kecamatan Arcamanik. 59
Pertumbuhan masyarakat Kota Bandung yang menyebar ke pinggiran kota dan angka pertambahan penduduk yang tinggi menyulitkan PDAM dalam mengimbangi kebutuhan airnya, disatu sisi sumber air semakin berkurang dan kondisi jaringan perpipaan yang semakin tua sedangkan disisi lain kebutuhan masyarakat akan air yang terus melonjak. Berdasarkan studi yang dilakukan pada tahun 1980-1990, surplus yang dialami zona utara akan ditransfer menuju zona selatan melaui R-IX dengan debit sebesar 200 LPS dan direncanakan berakhir pada tahun 2000. Karena itu, maka yang terjadi pada tahun 2003, air tanah yang diproduksi di R-IX sudah tidak ada lagi sehingga jika reservoir Pakar dan Cikapundung tidak mensuplai kembali RIX akan menyebabkan masyarakat di kecamatan Cibeunying Kaler tidak akan memperoleh air maka diambil keputusan untuk tetap mensuplai R-IX dari Pakar dan Cikapundung sebesar 40 LPS.
IV.3.5.1 Batas Zona Selatan Zona Selatan pelayanan PDAM Kota Bandung dibatasi oleh daerah-daerah berikut ini: Utara
: Pasteur, R-Badak Singa, Jalan Surapati II-17
Barat
: Jalan Soekarno-Hatta, Cimindi
Timur
: R-IX, Ujung Berung, Kiara Condong
Selatan
: Jalan Soekarno-Hatta
IV.3.5.2 Tekanan dan Zona Tekanan Kondisi topografi zona selatan cukup landai dengan perbedaan elevasi terbesar sebesar 80 m terbentang sepanjang 9000 m. Dengan slope rata-rata sebesar 0,8% memungkinkan tidak digunakannya aksesoris pengurang tekanan, baik itu BPT maupun PRV tidak seperti halnya zona suplai utara. Dengan topografi yang cukup landai namun head yang tersedia mencukupi untuk mengantarkan air dari R-Badaksinga sampai titik terjauh di zona selatan namun walaupun demikian air tidak akan pernah mencapai titik sejauh itu, dikarenakan air telah habis di perjalanan, baik karena konsumsi, pemasangan liar maupun kebocoran. Seperti yang terjadi di kelurahan Margasari, pemasangan pipa
60
yang masih relatif baru, menjadi tidak berguna karena air tidak pernah mencapai daerah tersebut sehingga pipa yang menuju daerah tersebut akhirnya ditutup. Demikian juga pipa lain yang tidak dapat mengantarkan air harus mengalami nasib serupa. Berdasarkan perhitungan yang dibuat pada tahun 1988, saat peak flow, tekanan yang tersedia di titik terjauh mencapai 60,25 mwc sedangkan saat night flow tekanan yang tersedia di titik terjauh berkisar 81,73 mwc dengan menggunakan asumsi besarnya kebocoran air ditekan hingga mencapai 25% sedangkan pada kenyataannya pada tahun 1988 tingkat kebocoran mencapai 30,7%.
IV.3.5.3 Kebutuhan Air Pada tahun 1988 jumlah penduduk di zona selatan yang dilayani oleh PDAM Kota Bandung sebanyak 43% dari total penduduk di zona selatan. Sedangkan pada tahun 1990, setelah proyek BWSAI-Phase 2, pelayanan PDAM ditingkatkan menjadi 79% dimana 61% dilayani melalui sambungan pelanggan dan 39% dilayani melalui sambungan umum.
IV.3.5.4 Reservoir dan Tanki Tabel IV.8 di bawah ini menunjukkan kapasitas reservoir penampung yang ada di zona selatan.
Tabel IV.8 Kapasitas Produksi dan Daya Tampung Reservoir Zona Selatan Lokasi R-Badak Singa R-IX R-X
Kapasitas Produksi LPS m3/hari 1,500 133,920 60 5,184 40 3,456
Daya Tampung Reservoir 10,000 11,000 11,000
Sumber: PDAM Kota Bandung, 2006
Penentuan besarnya reservoir diambil dengan mengasumsikan bahwa besarnya kebocoran di dalam jaringan distribusi, baik di zona utara dan zona selatan,
61
sebanyak 30% pada tahun 1990. Meningkatnya angka kebocoran akan menurunkan volume reservoir yang diperlukan.
62