BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Paparan Hasil Penelitian Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti melakukan reduksi data dengan tujuan untuk dapat menarik kesimpulan akhir. Reduksi data dilakukan dengan menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data tersebut, secara berkelanjutan selama proses penelitian berlangsung. 1. Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs 07 Patebon Pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) di MTs 07 Patebon mulai diterapkan sejak pergantian kepala madrasah, sekitar bulan Juli 2014 (Wawancara, Ahmad Ayyub : 23 Oktober 2015). Inisiatif pertama untuk menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat muncul pada saat rapat komite dan pengurus madrasah menghadapi tahun ajaran baru 2014/2015. Pembahasan utama rapat tersebut yang pertama adalah mencari konsep pembelajaran yang dapat mendukung terealisasinya visi, misi, dan tujuan MTs 07 Patebon yang baru sebagai hasil dari perbaikan visi, misi, dan tujuan yang lama tahun 2010, dan persiapan semester gasal tahun ajaran 2014/2015. Hasil rapat tersebut disepakati menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat. Pihak sekolah segera menindaklanjuti terkait dengan sosialisasi, perencanaan, dan petunjuk teknis pelaksanaannya mulai semester gasal tahun ajaran 2014/2015.1 Menindaklanjuti hasil rapat pengurus dan komite di atas, MTs 07 Patebon mengadakan sosialisasi terkait dengan petunjuk teknis pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat kepada para guru dan orang tua peserta didik
1
Rapat Pengurus dan Komite Madrasah dilaksanakan Kamis, 24 Juli 2014 dihadiri oleh pengurus dan komite madrasah dengan hasil pembahasan, menerapan pembelajaran berbasis masyarakat dalam rangka merealisasikan butir-butir dalam tujuan madrasah seperti : 1) menghasilkan lulusan yang rajin shalat berjamaah ; 2) menghasilkan lulusan ber-akhlakul karimah ; 3) menghasilkan lulusan yang menguasai, mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala Aswaja ; dan 4) menghasilkan lulusan yang hafal juz Amma, Asmaul Husna, dan mampu memimpin tahlil (Dokumentasi, Buku Notulen Rapat MTs 07 Patebon : 12 Agustus 2015).
78
79
dalam rapat wali murid pada hari Rabu, 27 Agustus 2014. Dalam rapat tersebut Ibu Simyanah selaku kepala madrasah, didampingi ketua pengurus dan komite madrasah secara rinci menjelaskan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh dan Al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon mulai semester gasal tahun pelajaran 2014/2015.2 Pada rapat tersebut ketua pengurus yakni bapak Subari Syam, menyebutkan tokoh agama/masyarakat yang dilibatkan dalam pembelajaran berbasis masyarakat yaitu : KH. Ahmad Ayyub, yang merupakan pengasuh pondok pesantren al-Itqon Kebonharjo, KH. Fatkhurrohman yang merupakan guru senior di bidang seni baca al-Quran dan seni kaligrafi, KH. Chumaidi Umar yang merupakan Rois Syuriah MWC Patebon, H. Mat Rokhim yang merupakan modin desa Purwosari, dan Umi Maizun yang merupakan ibu modin dari desa Sukolilan. Semua tokoh agama/masyarakat yang telah disebutkan sengaja dihadirkan pihak sekolah untuk diperkenalkan kepada guru dan orang tua wali. (Dokumentasi, Buku Agenda Rapat : 12 Agustus 2015). Pada awal diperkenalkan dan mempelajari pembelajaran berbasis masyarakat pendidik agak merasa berat terutama guru mata pelajaran Fiqh dan alQuran Hadits, karena adanya rasa sungkan (menghormati) terhadap beberapa tokoh yang nantinya harus bekerja sama dengan dirinya. Akan tetapi setelah berjalan pada kelas berbeda (kelas selanjutnya, misalnya dari kelas VII A ke VII B, dan seterusnya) perasaan tersebut semakin berkurang, meskipun perasaan itu tetap ada sampai sekarang. Hal tersebut sebagaimana yang diutarakan oleh ibu Samiyah dan bapak Muntalib kepada peneliti (PPBM-PLK-GR-B.6).3
2
Rapat Wali Murid dilaksanakan hari Rabu, 27 Agustus 2014 dihadiri oleh ketua pengurus, ketua komite madrasah, seluruh jajaran pimpinan, guru, dan karyawan di MTs NU Patebon, tokoh agama/masyarakat, dan orang tua wali murid, dengan agenda dasar : 1) Sosialisasi persiapan semester gasal tahun pelajaran 2014/2015; dan 2) Sosialisasi program pembelajaran berbasis masyarakat kepada guru, karyawan, dan orang tua wali murid (Dokumentasi, Buku daftar hadir dan buku Notulen Rapat MTs 07 Patebon : 12 Agustus 2015) 3 Wawancara ini peneliti lakukan kepada kedua tokoh tersebut pada wal penelitian yakni tanggal 4 Agustus 2015. Menurut pernyataan ibu Samiah dan bapak Muntalib, rasa sungkan itu muncul karena rasa hormat terhadap tokoh agama/masyarakat terutama kepada bapak Chumaidi Umar yang merupakan ketua Syuriah MWC NU Kecamatan Patebon dan bapak Ahmad Ayub, yang merupakan pengasuh pondok pesantren al-Itqon Patebon. Dalam budaya Nahdliyin, sosok seorang kyai memang punya kharismatik di masyarakat. Adapun terhadap modin karena keduanya merupakan alumni madrasah ini, jadi kesannya biasa saja.
80
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat di MTs 07 Patebon hanya pada mata pelajaran Fiqh dan alQuran Hadits dengan materi pelajaran tertentu. Adapun pelaksanaannya terintegrasi dalam pembelajaran di kelas dan di luar kelas, melalui kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler.4 Berikut ini dijelaskan deskripsi penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal. a. Mata Pelajaran Fiqih Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal dapat didiskripsikan melalui beberapa kegiatan meliputi : 1) Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat mata pelajaran Fiqh; 2) Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat mata pelajaran Fiqh; dan 3) Evaluasi pembelajaran berbasis masyarakat mata pelajaran Fiqh. 1) Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan awal yang sangat penting sebelum memulai kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat. Suatu kegiatan yang tidak diawali dengan perencanaan yang baik bukan tidak mungkin kegiatan berjalan tidak sesuai rencana, lebih-lebih pembelajaran melibatkan masyarakat. Menurut kepala madrasah, pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas (PPBM-FQ-PRC-KMA.1). Adapun materi yang diajarkan seperti perawatan jenazah, penguasaan bacaan tahlil, penguasaan gerakan dan bacaan shalat, dan shalat jamak (PPBMFQ-PRC-KM-A.2). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/tokoh masyarakat, orang tua, peserta didik dan hasil observasi peneliti selama proses pengambilan data penelitian di MTs 07 Patebon, bahwa pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh diawali dengan 4
Observasi dilaksanakan peneliti terhadap proses pembelajaran Fiqh berbasis masyarakat di kelas dan di luar kelas baik kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler berupa kegiatan pengembangan diri yang dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu sore. Dalam seluruh kegiatan observasi ini peneliti menggunakan peralatan kamera photo dan film untuk mendukung data ceklist.
81
pembuatan perencanaan oleh guru mata pelajaran Fiqh dengan melibatkan tokoh agama/masyarakat sebagai bahan pertimbangan (PPBM-FQ-PRC-KMA.5). Perencanaan tersebut dibuat berdasarkan standar minimal BSNP yang meliputi Identitas, SK, KD, Indikator, Tujuan Pembelajaran, Materi, Desain Pembelajaran, Metode, Media, Peraga, Buku Sumber, dan Evaluasi Pembelajaran yang pembelajarannya melibatkan masyarakat (PPBM-FQ-PRC-KM-A.6). Adapun tokoh agama atau masyarakat yang dilibatkan ada empat orang dengan pembagian sebagai berikut : a) KH. Chumaidi Umar untuk materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat serta pembiasaan shalat berjamaah dhuhur yang di dampingi guru Fiqh. b) KH. Ahmad Ayub untuk materi shalat jamak dan penguasaan bacaan Tahlil yang didampingi guru Fiqh c) H. Mat Rokhim untuk materi perawatan jenasah pada peserta didik laki-laki yang didampingi guru Fiqh. d) Umi Maizun untuk materi perawatan jenazah pada peserta didik perempuan yang didampingi guru Fiqh. Dalam pembuatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat, guru sudah melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-FQ-PRC-GRA.2). Adapun bentuk keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembelajaran adalah pemberian masukan sebelum guru menuangkannya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) (PPBMFQ-PRC-GR-A.5). Dengan perencanaan yang sudah melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat tersebut diharapkan dalam penerapannya di lapangan tidak terjadi kendala. Kendala yang harus diantisipasi dalam kegiatan penyusunan perencanaan pembelajaran adalah berkaitan dengan tugas dan fungsi keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat tersebut sehingga pembelajaran berbasis masyarakat bisa berjalan dengan baik. Penyusunan RPP tersebut siap digunakan sebagai pedoman penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh setelah ditandatangani guru Fiqh, tokoh agama/masyarakat
82
yang dilibatkan, dan disahkan kepala madrasah (PPBM-FQ-PRC-KM-A.3) (PPBM-FQ-PRC-GR-A.3). Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal yang menjadi fokus penelitian ini adalah persiapan
mengajar
yang dibuat
oleh guru
bersama
tokoh
agama/masyarakat dan pelaksanaan pembelajaran oleh guru itu sendiri bersama dengan tokoh agama/tokoh masyarakat. Secara garis besar rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru dengan melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat harus meliputi komponen sebagai berikut : Identitas, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Indikator, Tujuan Pembelajaran, Materi, Desain Pembelajaran, Metode/Media/Peraga, Buku Sumber, Evaluasi Pembelajaran (sesuai dengan ketentuan Badan Nasional Standar Pendidikan) (PPBM-FQ-PRC-KM-A.6). Berdasarkan hasil wawancara, studi dokumen, dan observasi yang dilaksanakan peneliti bahwa guru mata pelajaran Fiqh MTs 07 Patebon sudah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-FQ-PRC-GR-A.2). Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tersebut sudah ditandatangani oleh Kepala Madrasah dengan mengacu komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang ditentukan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) (PPBM-FQ-PRCGR-A.6). Media atau alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran Fiqh sudah disediakan oleh sekolah dan diusahakan sendiri dari tokoh agama/masyarakat serta kelengkapan lainnya disediakan sendiri oleh peserta didik. Rencana penilaian guru mata pelajaran Fiqh sudah membuat perencanaan secara lengkap sampai dengan pedoman penskoran dan rumusan nilai akhir (PPBM-FQ-PRC-GR-A.6). 2) Pelaksanaan Berdasarkan pengamatan peneliti, pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang disusun bersama antara guru dan tokoh agama/tokoh masyarakat. Keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat dalam proses pembelajaran Fiqh adalah menyampaikan langsung
83
materi pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan yang direncanakan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Adapun peranan guru bidang studi Fiqh membantu proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon sebagaimana telah dijelaskan di atas hanya mencakup materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat, materi shalat jamak, dan perawatan jenasah dan tahlil. a) Materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat Peneliti melakukan observasi pada tanggal 16 September 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran Fiqh dengan materi pokok ibadah shalat dengan sub tema penguasaan bacaan dan gerakan shalat. Tujuan pembelajaran ini adalah agar peserta didik dapat menguasai gerakan dan bacaan shalat dengan benar. Proses pembelajaran melibatkan guru bidang studi Fiqh yakni ibu Samiah dan tokoh agama/masyarakat yakni KH. Chumaidi Umar. Alokasi waktu pembelajaran adalah 2 x 40 menit. Guru Fiqh mengawali pertemuan dengan mengucapkan salam kepada semua peserta didik, dilanjutkan dengan menyampaikan kompetensi yang akan dicapai sebelum masuk pada penjelasan materi, guru melakukan apersepsi dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sedikit materi sebagai pengantar. Setelah penyampain materi selesai, guru Fiqh menjelaskan kepada peserta didik tentang strategi pembelajaran menggunakan metode demonstrasi berbasis tutor sebaya. Selanjutnya guru membagi peserta didik menjadi 3 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 9 - 10 peserta didik serta membagikan LKK kepada masing-masing kelompok. Selanjutnya pembelajaran diserahkan kepada KH. Chumaidi Umar. Guru meminta peserta didik memperhatikan demontrasi gerakan dan bacaan shalat Subuh yang diperagakan tokoh agama/masyarakat. Setelah demonstrasi selesai, kemudian guru meminta secara bergiliran salah satu wakil dari kelompok maju ke depan kelas bersama kelompoknya untuk mempresentasikan bacaan dan gerakan shalat dihadapan kelompoknya, guru memberi bimbingan
84
dengan benar ketika presentasi dari peserta didik berlangsung sampai semua kelompok selesai demonstrasi di depan kelas. Setelah selesai, guru mengajak peserta didik berdiskusi untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk tetap belajar di rumah dan menerapkan gerakan dan bacaan shalat yang diperoleh hari ini dalam praktik shalat di rumah atau di masjid, kemudian guru menutup pertemuan dan mengucapkan salam (Observasi, 16 September 2015).
b) Materi Shalat Jamak Peneliti melakukan observasi pada tanggal 1 September 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh materi shalat jamak. Pelaksanaan pembelajaran di luar kelas, yakni di Masjid al-Itqon yang terletak di sebelah barat MTs 07 Patebon. Pembelajaran dengan materi shalat berjamaah ini dipimpin oleh tokoh agama/masyarakat yakni bapak KH. Ahmad Ayyub dengan didampingi guru bidang studi Fiqh yakni ibu Samiyah. Semua peserta didik mengenakan pakaian shalat. Adapun alokasi waktu 2 x 40 menit. Sebelum pembelajaran dimulai, guru Fiqh mengatur peserta didik agar berdiri berbaris rapi di halaman dalam masjid. Guru Fiqh menjelaskan kegiatan pembelajaran hari ini, dan meminta peserta didik betul-betul memperhatikan dan melarang membuat kegaduhan dan keributan di dalam masjid. Selanjutnya menjelaskan kepada peserta didik bahwa tokoh agama/masyarakat yang akan memimpin proses pembelajaran Fiqh. Setelah dirasa cukup, guru Fiqh mempersilahkan KH. Ahmad Ayyub untuk memimpin pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali dengan mengucapkan salam, yang dijawab serentak oleh peserta didik. Kemudian tokoh agama/masyarakat mengajak peserta didik berdoa bersama. Setelah doa selesai, tokoh agama/masyarakat memberikan motivasi kepada peserta didik tentang kegunaan, tata cara, dan pentingnya shalat jamak selama 10 menit. Adapun kegiatan inti pembelajaran berlangsung selama 70 menit, dengan rincian sebagai berikut :
85
(1) Tokoh agama/masyarakat menyampaikan hasil yang akan dicapai setelah pembelajaran kepada peserta didik. (2) Pembelajaran dibagi dalam empat kelompok, dengan materi I shalat jamak takdim pada shalat dhuhur dan ashar, materi II shalat jamak takhir pada shalat dhuhur dan ashar, materi III shalat jamak takdim pada shalat maghrib dan isyak, dan materi IV shalat jamak takhir pada shalat maghrib dan isyak. (3) Tokoh agama/masyarakat mempresentasikan semua materi shalat jamak kepada peserta didik dengan perlahan-lahan (masing-masing kelompok melihat dan mendengarkan). (4) Tokoh agama/masyarakat membagi peserta didik menjadi empat kelompok dan meminta peserta didik bergabung/berkumpul sesuai kelompoknya. (5) Tokoh agama/masyarakat bersama peserta didik membagi masing-masing peran kelompok untuk mendemonstrasikan shalat jamak sesuai dengan materi yang telah dibagikan sebelumnya. (6) Tokoh agama/masyarakat meminta kelompok I mendemonstrasikan materi shalat jamak takdim pada shalat dhuhur dan ashar. Selanjutnya kelompok II mendemontrasikan materi shalat jamak takhir pada shalat dhuhur dan ashar, kelompok III mendemonstrasikan materi shalat jamak takdim pada shalat maghrib dan isyak, dan kelompok IV mendemonstrasikan materi shalat jamak takhir pada shalat maghrib dan isyak. (7) Tokoh agama/masyarakat dan guru Fiqh mengamati sekaligus memberikan bimbingan dan penilaian terhadap hasil kerja peserta didik mempraktikan masing-masing peran melaksanakan shalat jamak. Setelah demonstrasi selesai, jumlah nilai yang ditulis di papan tulis kecil oleh guru Fiqh dijumlah untuk mengetahui perolehan nilai sementara dari peserta didik. (8) Setelah semua kelompok selesai mendemonstrasikan kaifiyah shalat jamak dilanjutkan diskusi singkat untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru saja selesai. (9) Tokoh
agama/masyarakat
menyimpulkan
hasil
pembelajaran
menyampaikan beberapa materi yang belum dikuasai peserta didik.
dan
86
(10) Pembelajaran Fiqh materi shalat jamak telah selesai, guru menutup pelajaran dengan doa bersama dilanjutkan dengan salam dan menyerahkan kembali kepada guru Fiqh. (11) Guru Fiqh menyimpulkan materi pembelajaran dan setelah memberikan pesan kemudian menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam (Observasi, 1 September 2015). c) Perawatan Jenasah Pembelajaran berbasis masyarakat pada materi perawatan jenazah ini dilaksanakan kelas IX pada semester II. Peneliti tidak dapat mengamati langsung proses pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat dengan materi perawatan jenasah. Oleh karena itu, pada materi ini, peneliti hanya mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenazah ini berdasarkan data hasil interviu kepada guru Fiqh, peserta didik, dan guru dari tokoh agama dan masyarakat yang pernah memberikan pembelajaran perawatan jenasah. Di samping interviu, digunakan juga dokumentasi terkait proses pembelajaran berbasis masyarakat materi perawatan jenasah yang disediakan oleh tata usaha yang berupa foto-foto kegiatan pembelajaran, dan dari guru mata pelajaran Fiqh berupa daftar hadir, buku kontrol, dan catatan harian guru. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat materi perawatan jenazah dilaksanakan di luar kelas yakni di area parkir sepeda peserta didik yang terletak di sebelah timur laut MTs 07 Patebon. Adapun alokasi waktu selama 4 jam pelajaran, yaitu dengan menggabungkan jam pelajaran Fiqh yang terpisah pada hari berbeda menjadi satu hari secara berurutan. Adapun jam pada mata pelajaran lain yang digunakan untuk materi ini dipindahkan ke mata pelajaran Fiqh semula.5
5
Berdasarkan wawancara dengan Muchamad Nashokib, selaku penjaga parkir, setiap ada kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat materi perawatan jenasah, guru mata pelajaran Fiqh telah mengkonfikarsikan kegiatan tersebut dua atau tiga hari sebelumnya kepadanya untuk mengkondisikan area parker sebagai tempat pembelajaran. Oleh karena itu sejak pagi, parkir sepeda dipindah ke halaman madrasah (Wawancara, 10 Oktober 2015).
87
Pembelajaran dengan materi perawatan jenazah ini dipimpin oleh tokoh agama/masyarakat yakni bapak H. Mat Rokhim6 untuk peserta didik laki-laki yang didampingi guru yakni bapak Muhlis. Sedangkan untuk pembelajaran merawat jenasah bagi peserta didik perempuan dipimpin oleh tokoh agama/masyarakat yakni ibu Umi Maizun7 dengan didampingi guru bidang studi Fiqh yakni ibu Samiyah. Semua peserta didik mengenakan pakaian muslim sebagaimana telah diberitahukan satu minggu sebelumnya oleh guru Fiqh. Sesuai pemberitahuan sebelumnya, peserta didik laki-laki memakai sarung, baju lengan panjang, memakai peci, dan alas kaki serandal. Peserta didik perempuan memakai kebaya, baju kurung lengan panjang, memakai kerudung/jilbab, dan alas kaki serandal. Adapun alokasi waktu 2 x 40 menit. Adapun media atau peralatan yang digunakan untuk demontrasi perawatan jenazah menggunakan boneka plastik seukuran manusia, kemudian bak air sebanyak 3 buah, gayung, handuk, sabun, sampo, bahan-bahan untuk ramuan pewangi khusus mayat, pakaian pembalut biasa, kain kafan, dan lainlain. Semua media tersebut sudah disiapkan di lokasi pembelajaran berdasarkan kelompok peserta didik laki-laki dan perempuan (Ibu Samiah, Wawancara, 12 Oktober 2015). Berdasarkan hasil interviu kepada kepala madrasah, guru Fiqh, tokoh/masyarakat, dan peserta didik, serta didukung dokumentasi foto dan catatan harian guru, proses pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan secara singkat sebagai berikut : Sebelum pembelajaran dimulai, guru Fiqh mengatur peserta didik untuk berkumpul berdasarkan jenis kelamin menghadapi media yang sudah disediakan. Pada masing-masing kelompok, didampingi guru mata pelajaran Fiqh dan modin desa. Untuk kelompok peserta didik laki-laki, didampingi guru Muntalib dan modin dari desa Purwosari yakni bapak H. Mat Rokhim. Adapun
6
H. Mat Rokhim merupakan pejabat modin di Desa Purwosari Kecamatan Patebon yang sengaja didatangkan oleh pihak MTs 07 Patebon untuk memberikan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenasah, talqin, dan tahlil. 7 Umi Maizun merupakan isteri pejabat modin dari desa Sukolilan Kecamatan Patebon yang sengaja didatangkan oleh pihak MTs 07 Patebon untuk memberikan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenasah, talqin, dan tahlil.
88
untuk kelompok peserta didik perempuan, didampingi guru Ibu Hj. Samiyah dan isteri modin dari desa Sukolilan yakni Ibu Umi Maizun. Pembelajaran dimulai setelah peserta didik tenang, guru mengabsen kehadiran peserta didik, membuka pelajaran dengan salam, dan doa bersama yang dilanjutkan pemberian apersepsi kepada peserta didik. Selanjutnya guru menjelaskan rancangan pembelajaran hari ini, tujuan yang hendak dicapai, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Sebelum guru Fiqh menyerahkan pembelajaran kepada tokoh masyarakat (yakni H. Mat Rokhim yang selanjutnya disebut modin), peserta didik diperkenalkan kepada tokoh masyarakat yang membimbing langsung pembelajaran Fiqh materi perawatan jenazah hari ini (Dokumen, Catatan harian guru Fiqh). Adapun kegiatan inti pembelajaran perawatan jenazah berlangsung selama 140 menit, dengan deskripsi singkat sebagai berikut : Kegiatan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenazah diawali oleh bapak atau ibu modin dengan mengucapkan salam melalui pengeras suara yang sudah disediakan. Kemudian dilanjutkan apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran
Fiqh
materi
perawatan
jenazah.
Selanjutnya
modin
memperkenalkan satu persatu bahan-bahan yang perlu dipersiapkan pada perawatan jenazah. Semua peserta didik tampak antusias memperhatikan penjelasan dari modin. Sementara guru bidang studi Fiqh mengamati kegiatan pembelajaran sambil sesekali berkeliling untuk mengontrol keaktivan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Pada awal pelaksanaan pembelajaran, modin dengan seksama menjelaskan kepada peserta didik hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum jenazah dimandikan, seperti menyiapkan air sabun, air bersih, meramu bahan pewangi alami, mengukur dan memotong kain kafan dan menjahitnya agar siap pakai setelah jenazah dimandikan. Modin dengan teliti memperagaan proses awal penyiapan bahan-bahan tersebut, yang selanjutnya diserahkan kepada peserta didik untuk mengerjakannya. Secara bergantian modin mengamati kegiatan peserta didik sambil memberikan bimbingan yang diperlukan. Sementara guru Fiqh juga terlibat membantu membimbing peserta didik sebagaimana dilakukan modin, sampai proses penyiapan selesai.
89
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada pemandian jenazah. Modin terlebih dahulu menjelaskan detail pemandian jenazah kepada peserta didik. Kemudian guru mendemonstrasikan pemandian jenazah dari awal sampai selesai. Selanjutnya modin membimbing empat orang peserta didik untuk praktik mendemonstrasikan pemandian jenazah. Setelah demonstrasi selesai, dilanjutkan empat orang peserta didik yang lain, sampai semua peserta didik secara kelompok berpartisipasi dalam kegiatan pemandian jenazah. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan memindahkan jenasah dari tempat pemandian ke tempat yang sudah disediakan, memberikan mewangian dan menutup atau membungkus mayat dengan kafan. Adapun rincian kegiatan ini sama seperti kegiatan sebelumnya. Modin menjelaskan terlebih dahulu detail kegiatan menutup jenazah dan kemudian dilanjutkan demonstrasi peserta didik secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat orang peserta didik untuk bergantian praktik menutup jenasah dengan bimbingan modin. Pada akhir pembelajaran, guru dan modin bersama-sama mengevaluasi jalannya proses pembelajaran, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, menjelaskan kompetensi yang belum dikuasi peserta didik, menyimpulkan hasil pembelajaran, dan menutup pelajaran dengan salam (Wawancara, Mat Rokim dan Umi Maizun : 1 September 2015). d) Materi Tahlil Peneliti melakukan observasi pada tanggal 6 Oktober 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh materi Tahlil. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran dengan materi bacaan tahlil ini dipimpin oleh tokoh agama/masyarakat yakni bapak KH. Chumaidi Umar dengan didampingi guru Fiqh yakni ibu Samiyah. Pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas. Alokasi waktu 2 x 40 menit. Guru Fiqh mengawali pertemuan dengan mengucapkan salam kepada semua peserta didik, dilanjutkan dengan menyampaikan kompetensi yang akan dicapai sebelum masuk pada penjelasan materi, guru melakukan apersepsi dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sedikit materi sebagai pengantar. Setelah penyampain materi selesai, guru Fiqh menjelaskan kepada peserta didik tentang strategi pembelajaran menggunakan metode demonstrasi
90
berbasis tutor sebaya. Selanjutnya guru membagi peserta didik menjadi 2 kelompok berdasarkan jenis kelamin serta membagikan buku pedoman tahlil berukuran kecil kepada semua peserta didik. Selanjutnya pembelajaran diserahkan kepada KH. Chumaidi Umar (tokoh agama/masyarakat). Tokoh agama/masyarakat meminta peserta didik memperhatikan dan menirukan demontrasi bacaan tahlil yang diperagakan tokoh agama/masyarakat. Setelah demonstrasi selesai, kemudian tokoh agama/masyarakat meminta secara bergiliran dua orang peserta didik maju ke depan kelas untuk memimpin pembacaan tahlil dan meminta semua peserta didik menirukan bacaan tahlil tersebut. Selanjutnya tokoh agama/masyarakat duduk di belakang berbaur dengan peserta didik dan memberi bimbingan dengan benar ketika presentasi dari peserta didik berlangsung sampai selesai. Sementara guru Fiqh yakni ibu Samiyah mengamati dan memberikan penilaian terhadap kompetensi peserta didik pada saat presentasi membaca tahlil di depan kelas. Setelah selesai, tokoh agama/masyarakat mengajak peserta didik berdiskusi untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk menghafalkan bacaan tahlil di rumah dan menerapkannya ketika mengirimkan doa kepada orang tua/saudara/orang lain yang sudah meninggal. Sebelum menutup pelajaran guru kelas membagikan kartu kontrol kepada setiap peserta didik yang harus diisi setiap melaksanakan kegiatan tahlil dan ditanda tangani orang tua sebelum diserahkan kepada guru Fiqh setiap satu bulan, setelah selesai guru dan tokoh agama/masyarakat menutup pelajaran dengan mengucapkan salam (Observasi, 6 Oktober 2015).
3) Evaluasi Evaluasi dilasanakan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) atau tidak. Evaluasi juga berfungsi untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai kompetensi dasar mata pelajaran Fiqh yang diajarkan bersama guru dan tokoh agama/tokoh masyarakat. Berdasarkan pengamatan peneliti selama proses pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
91
Fiqh, evaluasi telah dilaksanakan sesuai rencana, namun sebagian besar hanya oleh guru, sedangkan tokoh agama/tokoh masyarakat hanya memberikan masukan saja dalam penilaian (PPBM-FQ-EVS-KM-C.1 dan 2). Adapun penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon sebagai berikut : a) Materi perawatan jenazah. Evaluasi pada materi perawatan jenazah berbentuk tes kognitif dan tes praktik. Pada evaluasi praktik, penilaian bersifat individu berdasarkan kinerja kelompok berjumlah 4 orang peserta didik. Pelaksanaan evaluasi praktik perawatan jenazah ini dilakukan oleh guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat. Pemberian nilai dilakukan oleh guru Fiqh sementara tokoh agama/masyarakat hanya memberi masukan saja. Adapun evaluasi kognitif, dilaksanakan secara individual yang dilakukan oleh guru Fiqh melalui tes ulangan harian yang dilaksanakan di kelas dan penugasan melalui hasil pekerjaan siswa (Wawancara, Samiyah : 12 Oktober 2015). b) Materi Tahlil Evaluasi pada materi tahlil berbentuk tes lisan hafalan tahlil. Penilaian ini bersifat individu terhadap kemampuan peserta didik memimpin tahlil di depan kelas. Pelaksanaan evaluasi hafalan tahlil ini dilakukan oleh guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat. Pemberian nilai dilakukan oleh guru Fiqh. Peserta didik yang belum hafal tahlil dinyatakan belum tuntas (KKM mata pelajaran Fiqh = 75). Remidi dilakukan melalui penugasan di rumah yang dipandu dengan buku kontrol yang harus ditandatangani orang tua dan diadakan tes ulang sampai peserta didik hafal sehingga memenuhi ketuntasan minimal (Observasi, 6 Oktober 2015). c) Materi Penguasaan Bacaan dan Gerakan Shalat Evaluasi
pada materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat
berbentuk tes praktik. Pada evaluasi praktik, penilaian bersifat individu berdasarkan kinerja kelompok yang terdiri dari 10 orang peserta didik. Pelaksanaan evaluasi praktik penguasaan bacaan dan gerakan shalat ini dilakukan oleh guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat. Pemberian nilai dilakukan oleh guru Fiqh (Observasi, 16 September 2015)..
92
d) Materi Shalat Jamak Evaluasi pada materi shalat jamak berbentuk tes praktik. Pada evaluasi praktik, penilaian bersifat kelompok yang terdiri dari 10 orang peserta didik setelah mendemonstrasikan shalat jamak kemudian diberikan skor oleh guru Fiah. Pelaksanaan evaluasi praktik shalat jamak ini dilakukan oleh guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat. Pemberian nilai dilakukan oleh guru Fiqh (Observasi, 1 September 2015).
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits di MTs 07 Patebon didiskripsikan melalui beberapa kegiatan: 1) Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat; 2) Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat; dan 3) Evaluasi pembelajaran berbasis masyarakat. 1) Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan awal yang sangat penting sebelum memulai suatu kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat. Suatu kegiatan yang tidak diawali dengan perencanaan yang baik bukan tidak mungkin kegiatan berjalan tidak sesuai dengan rencana, lebih-lebih pembelajaran dengan melibatkan masyarakat. Menurut kepala madrasah, pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas. Adapun materi yang diajarkan seperti hafalan/tartil al-Quran juz `Amma, Qiroatul Quran, dan seni kaligrafi (PPBM-QH-PRC-KM-A.1). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/tokoh masyarakat, orang tua, peserta didik dan hasil observasi peneliti selama proses pengambilan data penelitian di MTs 07 Patebon, pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits diawali pembuatan perencanaan oleh guru. Perencanaan tersebut dibuat berdasarkan pemetaan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang pembelajarannya melibatkan masyarakat. Adapun tokoh agama/masyarakat yang dilibatkan ada dua orang dengan pembagian sebagai berikut :
93
a) KH. Ahmad Ayub untuk hafalan/tartil al-Quran juz `Amma dengan didampingi guru al-Quran Hadits. b) H. Fatkhurrahman untuk materi Qiro`atul Quran dan seni kaligrafi dengan didampingi guru al-Quran Hadits. Dalam pembuatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat, guru sudah melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-QH-PRCKM-A.5). Adapun bentuk keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembelajaran adalah pemberian masukan sebelum guru menuangkannya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) (PPBM-QH-PRC-GR-A.5). Dengan perencanaan yang sudah melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat tersebut diharapkan dalam penerapannya di lapangan tidak terjadi kendala. Kendala yang harus diantisipasi dalam kegiatan penyusunan perencanaan pembelajaran adalah berkaitan dengan tugas dan fungsi keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat tersebut sehingga pembelajaran berbasis masyarakat bisa berjalan dengan baik. Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal yang menjadi fokus penelitian adalah persiapan mengajar yang dibuat oleh guru dan pelaksanaan pembelajaran oleh guru itu sendiri bersama dengan tokoh agama/tokoh masyarakat. Secara garis besar rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru dengan melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat harus meliputi komponen sebagai berikut : Identitas, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Indikator, Tujuan Pembelajaran, Materi, Desain Pembelajaran, Metode/Media/Peraga, Buku Sumber, Evaluasi Pembelajaran (sesuai dengan ketentuan BNSP) (PPBM-QH-PRC-GR-A.6). Berdasarkan hasil wawancara, studi dokumen, dan observasi yang dilaksanakan peneliti pada tanggal 6 Oktober 2015 (dengan instrumen terlampir) diperoleh data bahwa guru mata pelajaran al-Quran Hadits MTs 07 Patebon sudah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-QH-PRC-KMA.5).
Rencana
pelaksanaan
pembelajaran
(RPP)
tersebut
sudah
94
ditandatangani oleh Kepala Madrasah dengan mengacu komponen RPP yang ditentukan oleh BNSP (PPBM-QH-PRC-GR-A.3). Media atau alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran al-Quran Hadits sudah disediakan
oleh
sekolah
dan
diusahakan
sendiri
dari
tokoh
agama/masyarakat serta kelengkapan lainnya disediakan sendiri oleh peserta didik. Rencana penilaian guru mata pelajaran al-Quran Hadits sudah membuat perencanaan secara lengkap sampai dengan pedoman penskoran dan rumusan nilai akhir (PPBM-QH-PRC-GR-A.6).
2) Pelaksanaan Berdasarkan pengamatan dan hasil interviu peneliti, pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang disusun bersama antara guru dan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-QHPLK-GR-B.1). Keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat dalam proses pembelajaran al-Quran Hadits adalah menyampaikan langsung
materi
pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan yang direncanakan dalam RPP (PPBM-QH-PLK-GR-B.4). Meskipun dalam penerapannya, kadang-kadang ada pengembangan di lapangan, misalnya ketika muncul pertanyaan atau permintaan dari peserta didik yang memerlukan penjelasan (PPBM-QH-PLK-GR-B.5). Adapun peranan guru bidang studi al-Quran Hadits membantu proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal sebagaimana telah dijelaskan di atas hanya mencakup materi hafalan al-Quran juz `Amma, Qiro`atul Qur`an, dan seni kaligrafi. a) Materi Hafalan al-Quran (Tartil al-Quran) Peneliti melakukan observasi pada tanggal 6 Oktober 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran al-Quran Hadits dengan materi pokok hafalan juz `Amma. Proses pembelajaran melibatkan guru bidang studi al-Quran Hadits
95
yakni bapak Muntalib dan tokoh agama/masyarakat yakni KH. Ahmad Ayyub. Alokasi waktu pembelajaran adalah 2 x 40 menit. Guru al-Quran Hadits mengawali pertemuan dengan mengucapkan salam kepada semua peserta didik, dilanjutkan dengan menyampaikan kompetensi yang akan dicapai sebelum masuk pada penjelasan materi, guru melakukan apersepsi dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sedikit materi sebagai pengantar. Setelah penyampain materi selesai, guru al-Quran Hadits menjelaskan kepada peserta didik tentang strategi pembelajaran menggunakan metode demonstrasi. Pada tahun ajaran 2014/2015 pembelajaran berbasis masyarakat masih berbentuk ektra kurikuler yaitu pada hari sabtu sore dan semua peserta didik dari kelas tujuh sampai kelas sembilan terjadwal kelas tujuh dari jam 1jam 2, kelas delapan dari jam 2- jam 3, dan untuk kelas sembilan dari jam 3jam 4. Tokoh masyarakat di dampingi oleh guru mata pelajaran al-Quran Hadits walikelas masing yang melaksanakan pembelajaran tersebut. Pelaksanaan pembelajaran di atas, setelah dievaluasi hasilnya kurang maksimal dan kurang efektif, sehingga pada tahun pelajaran 2015/2016 pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat mata pelajaran al-Quran Hadits masing-masing dibagi tiga kelompok. Kelas tujuh dari surat an-Nas sampai adDhuha, kelas delapan dari surat as-Samsi sampai surat at-Buruuj, dan kelas sembilan dari surat al-Insyiqoq sampai surat an Naba. Pelaksanaannya terjadwal setiap kelas perminggu satu jam dan masuk pada jadwal pelajaran. Adapun pelaksanaanya guru al-Quran Hadits memberi contoh cara membaca setiap ayat sesuai tajwid dan makhorijul khuruf-nya, selanjutnya pembelajaran diserahkan kepada KH. Ahmad Ayyub. Guru meminta peserta didik memperhatikan demontrasi hafalan yang sudah dikuasai. Setelah demonstrasi selesai, guru meminta secara bergiliran satu persatu peserta didik untuk maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hafalan yang telah dikuasainya. Guru memberi bimbingan dengan benar ketika presentasi dari peserta didik berlangsung sampai semua kelompok selesai demonstrasi di depan kelas.
96
Setelah selesai, guru mengajak peserta didik berdiskusi untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk tetap belajar menghafal sesuai dengan bacaan yang benar di rumah dan menerapkan hafalan tersebut dalam bacaan shalat di rumah atau di masjid. Apabila masing peserta didik sesuai dengan target dan kelas belum mampu menguasai hafalan sesuai dengan ketentuan, peserta didik diremidi setiap hari Sabtu, dan apabila tidak tepenuhi juga, peserta didik dalam masa 3 tahun tidak menyelesaikan hafalan juz amma atau juz ke-30 maka ijazah dan rapot tidak bisa diberikan sampai peserta didik yang remedial memenuhi target menghafal juz amma. Kemudian guru menutup pertemuan dan mengucapkan salam (Observasi, 6 Oktober 2015).
b) Materi Qiroa`tul Quran Peneliti melakukan observasi kembali di MTs 07 Patebon pada tanggal 1 September 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran hadits materi Qiroatul Qur`an. Pelaksanaan pembelajaran di luar kelas yakni di Masjid al-Itqon di sebelah barat madrasah. Pembelajaran dengan materi Qiro`atul Quran ini dipimpin oleh tokoh agama/masyarakat yakni bapak H. Fatkhurrrahman didampingi guru bidang studi tokoh agama/masyarakat yakni bapak Muntalib. Adapun alokasi waktu 2 x 40 menit. Sebelum pembelajaran dimulai, guru mengucapkan salam dan meminta peserta
didik
mengeluarkan kitab al-Quran
yang sudah dipesankan
sebelumnya. Guru al-Quran Hadits menjelaskan kegiatan pembelajaran hari ini, dan meminta peserta didik untuk betul-betul memperhatikan dan memahami materi pembelajaran hari ini. Selanjutnya guru mempersilahkan kepada tokoh agama/masyarakat untuk meimpin pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali tokoh agama/masyarakat mengucapkan salam. Kemudian tokoh agama/masyarakat mengingatkan kepada peserta didik untuk berwudlu terlebih dahulu sebelum memegang kitab al-Quran. Beberapa peserta didik berlarian keluar untuk mengambil air wudlu dan masuk kelas kembali. Setelah keadaan tenang, tokoh agama/masyarakat memberikan
97
motivasi kepada peserta didik tentang kegunaan, tata cara, dan pentingnya Qiroatul Qur`an selama 5 menit. Adapun kegiatan inti pembelajaran berlangsung selama 70 menit, dengan rincian sebagai berikut : Tokoh masyarakat bersama guru mengawali pertemuan dengan membaca sholawat atas nabi Muhammad saw., yang kemudian dilanjutkan dengan membaca dasar-dasar lagu Qiroatul Quran. Setelah itu tokoh agama atau masyarakat membacakan satu contoh lagu nahawan setelah diulang beberapa kali, peserta didik mengikuti secara bersama-sama dan diulang juga beberapa kali. Selanjutnya tokoh agama/masyarakat menunjuk satu persatu peserta didik berdasarkan nomor urut absen. Banyak peserta didik yang mengikuti dengan mudah, banyak pula peserta didik yang belum bisa mengikuti sesuai harapan. Apabila peserta didik ada yang belum bisa mengikuti sesuai dengan harapan, tokoh masyarakat memberikan remedial kepada peserta didik tersebut dengan cara peserta didik membaca perkata dengan memperjelas cengkokan bacaan yang sulit secara perlahan-lahan. Selanjutnya apabila sampai pada akhir pertemuan, peserta didik dalam penguasaan materi tetap tidak sesuai harapan, guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk lebih banyak latihan di rumah. Setelah pembelajaran al-Quran Hadits materi Qiroatul Qur`an dari tokoh agama/masyarakat selesai, guru mengumumkan peserta didik yang remidi dan belajar di rumah. Selanjutnya guru mengevaluasi pembelajaran Fiqh materi Qiroatul Quran hari ini, dan memotivasi peserta didik untuk lebih giat berlatih di rumah, musholla, masjid, organisasi sosial keagamaan, dan di masyarakat. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan permasalahan atau kesulitan yang mungkin dihadapi terkait pembelajaran seni baca al-Quran. Pada akhir pelajaran, guru menutup pertemuan dengan mengucapkan salam (Observasi, 1 September 2015).
c) Seni Kaligrafi Peneliti melakukan observasi di MTs 07 Patebon pada tanggal 7 September 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada
98
mata
pelajaran
al-Quran
Hadits
materi
seni
kaligrafi.
Pelaksanaan
pembelajaran di luar kelas yakni di gedung madrasah diniyah pondok pesantren al-Itqon Patebon yang letaknya bersebelahan dengan sekolah. Peralatan kaligrafi telah disedikan oleh pondok pesantren, adapun peserta didik cukup menyediakan sendiri kertas manila sebagai tempat menulis/melukis kaligrafi. Pembelajaran dengan materi seni kaligrafi ini dipimpin oleh bapak Muntalib selaku guru al-Quran Hadits dan didampingi tokoh agama/masyarakat yakni bapak H. Fatkhurrrahman. Adapun alokasi waktu 2 x 40 menit. Guru al-Quran Hadits memberikan salam dan memberikan arahan tentang alat dan bahan yang harus disediakan. Kemudian guru menyerahkan kepada tokoh agama/masyarakat melanjutkan pembelajaran kaligrafi. Tokoh agama/masyarakat menjelaskan materi khot dan cara menulis kaligrafi. Selanjutnya tokoh agama/masyarakat menyuruh peserta didik menirukan cara memegang pensil khot dengan benar, beberapa saat guru al-Quran Hadits memberikan bimbingan kepada peserta didik yang merasa kesulitan memegang pensil. Setelah semua peserta didik siap, tokoh agama/masyarakat memberi contoh satu huruf yang kemudian diikuti oleh peserta didik dan kemudian dilanjutkan menulis satu kata yang juga diikuti peserta didik. Tokoh agama/masyarakat dalam pembelajaran seni menulis kaligrafi ini dengan sabar menjelaskan kepada peserta didik bahwa setiap huruf harus memiliki ketebalan yang berbeda, dan menyuruh peserta didik untuk belajar menulis
huruf
maupun
kata
sesuai
dengan
arahan
dari
tokoh
agama/masyarakat. Kemudian tokoh agama/masyarakat memberikan beberapa contoh tulisan kaligrafi dan beberapa kertas kosong yang diedarkan guru alQuran Hadits kepada setiap peserta didik. Tokoh agama/masyarakat memberikan tugas agar peserta didik membuat kaligrafi sebagaimana contoh. Setelah sepuluh menit, hasil kerja peserta didik dikumpukan untuk dikoreksi tokoh agama/masyarakat. Pada akhir pembelajaran, tokoh agama/masyarakat melakukan sharing dengan guru al-Quran hadits dalam menghadapi hasil kerja peserta didik. Setelah selesai, tokoh agama/masyarakat memberikan apresiasi kepada peserta didik untuk terus mengasah kemampuannya dalam kaligrafi. Selanjutnya tokoh
99
agama/masyarakat menyerahkan pembelajaran kembali kepada guru al-Quran Hadits. Setelah mengucapkan terima kasih kepada tokoh agama/masyarakat, guru al-Quran Hadits memberikan motivasi kepada peserta didik agar mau berlatih secara serius di rumah. Guru memberikan tugas membuat kaligrafi di rumah dan menyerahkannya pada pertemuan yang akan datang, akhirnya guru mengakhiri pertemuan dengan ucapan salam (Observasi, 7 September 2015).
3) Evaluasi Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai rencana atau tidak. Evaluasi juga berfungsi mengetahui peserta didik menguasai kompetensi dasar mata pelajaran al-Quran Hadits yang diajarkan bersama guru dan tokoh agama/tokoh masyarakat. Berdasarkan pengamatan peneliti selama proses pembelajaran berbasis masyarakat, dan juga berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala madarasah, guru, tokoh agama/masyarakat, peserta didik, dan orang tua, evaluasi telah dilaksanakan sesuai
rencana
(PPBM-QH-EVS-GR-C.2).
Guru
bersama-sama
tokoh
agama/masyarakat memberikan evaluasi terhadap kompetensi peserta didik, memberikan remidi. Adapun penilaian dilakukan oleh tokoh agama/msyarakat, adapun guru al-Quran Hadits hanya memberikan masukan saja (PPBM-QHEVS-GR-C.1). Adapun bentuk evaluasi dan penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon sebagai berikut : a) Materi Hafalan Juz `Amma. Evaluasi pada materi hafalan juz `Amma berbentuk tes lisan/praktik. Pada evaluasi praktik/lisan, penilaian bersifat individu berdasarkan kompetensi peserta didik dalam menghafal juz `Amma disertai dengan tartilnya. Pelaksanaan evaluasi praktik hafalan juz `Amma ini dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat dengan cara memanggil peserta didik untuk presentasi hafalan dengan tartil di depan kelas berhadapan dengan tokoh agama/masyarakat dan disaksikan oleh seluruh kelas. Pemberian nilai dilakukan oleh tokoh agama/masyarkat. Adapun ketuntasan belajar (KKM)
100
mata pelajaran al-Quran Hadits adalah 75. Peserta didik yang belum tuntas wajib mengikuti remidi melalui kegiatan pengembangan diri pada kegiatan ekstrakurikuler Baca Tulis al-Quran yang dilaksanakan oleh tokoh agama/masyarakat yang bersangkutan di pondok pesantren al-Itqon Patebon. (Observasi dan dokumentasi Film, 18 September 2015).
b) Materi Qiro`tul Qur`an (seni baca al-Qur`an) Evaluasi pada materi Qiro`tul Qur`an berbentuk tes lisan/praktik. Penilaian ini bersifat individu terhadap kemampuan (keindahan dan kefasihan) peserta didik mengalunkan ayat-ayat suci al-Qur`an di hadapan tokoh agama/masyarakat. Pelaksanaan evaluasi Qiro`tul Qur`an ini dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat dengan didampingi guru al-Quran Hadits (pendampingan dilakukan seperlunya saja). Pemberian nilai awal dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat dan selanjutnya oleh tokoh agama/masyarakat diserahkan sepenuhnya kewenangan pemberian nilai peserta didik kepada guru al-Quran Hadits. Adapun bentuk penilaian awal dari tokoh agama/masyarakat berbentuk Skala Linkert yaitu baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali. Peserta didik yang belum fasih, harus mengikuti kegiatan pengembangan diri pada ekstrakurikuler Qiro`atul Quran yang dilaksanakan setiap Sabtu sore oleh tokoh agama/masyarakat yang bersangkutan (Wawancara, Munthalib : 16 September 2015).
c) Materi Seni Kaligrafi Evaluasi
pada materi seni kaligrafi berbentuk tes praktik. Pada
evaluasi praktik, penilaian bersifat individu berdasarkan kemampuan peserta didik menulis keindahan dan kehalusan ayat-ayat al-Quran. Pelaksanaan evaluasi praktik seni kaligrafi ini dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat dengan didampingi guru al-Quran Hadits. Pemberian nilai dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat dengan pedoman penilaian mengacu pada standar aturan seni kaligrafi. Berdasarkan pedoman penilian tersebut, kemudian tokoh agama/masyarakat memberikan peringkat juara I, juara II, dan juara
101
III kepada peserta didik sesuai dengan jumlah skor yang diperoleh masingmasing peserta didik (Observasi, 16 September 2015).
2. Dampak Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs 07 Patebon a. Mata Pelajaran Fiqh Dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/tokoh masyarakat, orang tua dan peserta didik dapat peneliti simpulkan sebagai berikut : 1) Pembelajaran berbasis masyarakat sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam memperoleh pengalaman langsung terkait materi pelajaran Fiqh dari masyarakat. 2) Peserta didik menjadi lebih bersemangat dalam belajar, karena suasana belajar yang berbeda, seperti guru, strategi pembelajaran, media yang digunakan, dan pembelajaran yang sering dilaksanakan di luar kelas. 3) Peserta didik memperoleh pengalaman langsung tentang penerapan materi pelajaran Fiqh yang belum tentu diperoleh dari gurunya. 4) Meningkatnya pemahaman dan keterampilan peserta didik terhadap materi pelajaran Fiqh yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masyarakat yang nantinya dapat menunjang kompetensi peserta didik pada materi yang lain. 5) Masyarakat sekitar sekolah mengetahui proses pembelajaran yang dilangsungkan dan dapat memberikan masukan. 6) Selama dua tahun dilaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat, kepercayaan masyarakat terhadap mutu sekolah meningkat. Hal ini dibuktikan dengan animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di MTs 07 Patebon meningkat (DPBM-FQ--KM-GR-TM-OTS-PD). Menurut kepala madrasah, dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon adalah tokoh masyarakat terlibat dalam pemberian materi sesuai dengan kompetensi dasar yang diajarkan, dalam rangka pencapaian kompetensi peserta didik. Melalui pembelajaran berbasis
102
masyarakat, peserta didik memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan praktis dalam penerapan atau implementasi materi pelajaran Fiqh di sekolah dan di masyarakat (DPBM-FQ-KM-2). Dampak pembelajaran masyarakat bagi guru mata pelajaran Fiqh adalah guru menjadi tambah pengalaman dalam teknis penyampaian materi pelajaran dan meningkatkan hubungan personal guru dengan tokoh agama/masyarakat (DPBM-FQ-KM-3). Menurut kepala madrasah, dampak pembelajaran berbasis masyarakat bagi masyarakat sekitar adalah masyarakat sekitar bisa mengetahui proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh sekolah bersama tokoh agama/tokoh masyarakat terkait dengan materi Fiqh yang nantinya dapat diterapkan dan sesuai dengan budaya dan kebiasaan masyarakat (DPBM-FQ-KM-4). Berdasarkan penjelasan tersebut, masyarakat juga dapat memberikan masukan agar pembelajaran mata pelajaran Fiqh yang akan datang semakin baik dan lebih kontekstual. Selain itu, yang juga sangat penting adalah dengan program pembelajaran berbasis masyarakat ini memudahkan sekolah menjalin kerjasama dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi dan mutu sekolah. Kerja sama ini nantinya sangat penting dalam proses penerimaan peserta didik baru di awal tahun ajaran baru. Sejak dua tahun MTs 07 menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah penerimaaan peserta didik baru meningkat, kalau dahulu hanya 4 kelas, sejak diterapkan pembelajaran berbasis masyarakat menjadi 5 kelas. Selain itu juga, akses informasi terhadap mutu pembelajaran di masyarakat menjadi lebih luas. Hal ini dibuktikan dari asal daerah peserta didik yang mendaftar sudah merambah luas di wilayah Kendal dan Batang (DPBM-FQ-KM-5). Dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh menurut orang tua dapat dideskripsikan sebagai berikut : Anak saya menjadi tahu bagaimana mengkafani orang yang sudah meninggal dunia. Anak saya juga sudah dapat mengerjakan shalat jamak sendiri ketika ada studi tour yang diselenggarakan MTs 07 Patebon di akhir tahun pelajaran. Anak saya juga sudah dapat membaca tahlil, hal ini sangat menggembirakan kami, karena doa anak yang saleh melalui tahlil dalam tradisi NU sudah dapat dilakukan anak, fakta ini dapat membuat perasaan orang tua menjadi tenang. Anak juga lebih
103
banyak melakukan shalat berjamaah. Masjid di sekitar tempat tinggal menjadi ramai karena banyak anak yang melakukan shalat berjamaah (DPBM-FQOTW-1). Adapun menurut guru mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon, dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh sangat bagus dalam mengantarkan peserta didik menguasai kompetensi yang diajarkan (DPBM-FQ-GR-1). Peserta didik memiliki penguasaan kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tidak melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (DPBM-FQ-GR-2). Guru semakin termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat agar lebih baik lagi. Masyarakat menjadi terbantu dalam memberikan perannya untuk ikut mendidik anak (DPBM-FQGR-3). Bagi madrasah, pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap madrasah dan untuk menunjang penerimaan siswa baru (DPBM-FQ-GR-4). Adapun bagi masyarakat, pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan peran masyarakat dalam mendidik anak di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal (DPBM-FQ-GR-5). Selanjutnya dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh menurut peserta didik di MTs 07 Patebon adalah peserta didik memiliki pengetahuan semakin banyak karena tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari tokoh agama/tokoh masyarakat (DPBM-FQ-PD-1). Peserta didik juga antusias dalam mengikuti proses pembelajaran Fiqh disebabkan pembelajaran tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Peserta didik juga mudah memahami materi pelajaran, karena proses pembelajaran sering dilakukan dengan peragaan dan praktik (DPBM-FQ-PD-2). Berdasarkan pendapat responden tentang dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon dapat disimpulkan bahwa peserta didik memiliki penguasaan kompetensi materi Fiqh yang lebih baik dibanding dengan pembelajaran tidak melibatkan masyarakat. Peserta didik memiliki pengetahuan yang semakin banyak dan beragam seperti peserta didik mampu menguasai tata cara perawatan jenazah, menguasai ucapan dan gerakan shalat dengan benar, mampu mengikuti shalat secara berjamaah dengan benar, dan peserta didik mampu melaksanakan shalat jamak
104
dengan benar. Beragamnya pengetahuan peserta didik seperti telah disebutkan di atas diperoleh peserta didik tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari tokoh agama/tokoh masyarakat.
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits Dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/masyarakat, orang tua dan peserta didik yaitu : 1) Pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits memudahkan madrasah dalam mewujudkan tercapainya visi, misi, dan tujuan madrasah, seperti menghasilkan peserta didik yang hafal juz amma, asmaul husna, rajin shalat berjamaah, berakhlakul karimah, menguasai, mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala Aswaja. 2) Pembelajaran berbasis masyarakat dapat memenuhi harapan masyarakat, orang tua peserta didik, dan instansi terkait hubungannya dengan materi pelajaran al Quran Hadits yang diadukan pada rapat pengurus dan rapat orang tua wali pada setiap awal tahun ajaran baru. 3) Pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran al-Quran Hadits, baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. 4) Pembelajaran
berbasis
masyarakat
dapat
meningkatkan
kepuasan
masyarakat terhadap produk pembelajaran al-Quran Hadits. 5) Pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan hubungan personal dan interpersonal penyelenggara pendidikan di madrasah dengan pengurus, komite madrasah, orang tua, dan tokoh agama/masyarakat. 6) Pembelajaran berbasis masyarakat sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam memperoleh pengalaman langsung terkait materi pelajaran al-Quran Hadits dari masyarakat. 7) Pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits memudahkan peserta didik menempatkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakatnya.
105
8) Peserta didik memperoleh pengalaman langsung tentang penerapan materi pelajaran al-Quran Hadits dari tokoh agama/masyarakat yang belum tentu diperoleh dari gurunya. 9) Memudahkan peserta didik dalam menghafalkan al-Quran juz 30 (juz `Amma) yang nantinya digunakan dalam bacaan shalat. 10) Memudahkan peserta didik dapat membaca kitab suci al-Quran dengan fasih dan benar sesuai dengan ilmu tajwid dan makhorijul hurufnya. 11) Peserta didik memperoleh keterampilan tentang seni menulis khot dan seni membaca al-Quran yang dapat dibanggakan di masyarakat. 12) Masyarakat sekitar mengetahui proses pembelajaran yang dilangsungkan dan dapat memberikan masukan terkait materi pelajaran al-Quran Hadits. 13) Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pendidikan madrasah. 14) Meningkatkan jumlah pendaftaran peserta didik baru pada setiap tahun ajaran. (DPBM-QH--KM-GR-TM-OTS-PD). Menurut kepala madrasah, dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon adalah memudahkan madrasah dalam mewujudkan tercapainya visi, misi, dan tujuan madrasah (DPBM-QH-KM-1), seperti menghasilkan peserta didik yang hafal juz amma, asmaul husna, rajin shalat berjamaah, berakhlakul karimah, menguasai, mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala Aswaja. Pembelajaran berbasis masyarakat juga dapat memenuhi harapan masyarakat, orang tua peserta didik, dan instansi terkait seperti sekolah lanjutan atas (seperti MAN Kendal yang menuntut kompetensi bacaan al-Quran dan bahasa Arab yang baik) hubungannya dengan materi pelajaran al Quran Hadits yang diadukan pada rapat pengurus dan rapat orang tua wali pada setiap awal tahun ajaran baru. Menurut kepala madrasah, pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap produk pembelajaran al-Quran Hadits
(DPBM-QH-KM-4).
Pembelajaran
berbasis
masyarakat
dapat
meningkatkan hubungan personal dan interpersonal penyelenggara pendidikan di madrasah dengan yayasan/pengurus, komite madrasah, orang tua, dan tokoh agama/masyarakat (DPBM-QH-KM-3). Tokoh masyarakat terlibat dalam
106
pemberian materi sesuai dengan kompetensi dasar yang diajarkan, dalam rangka pencapaian kompetensi peserta didik. Melalui pembelajaran berbasis masyarakat, peserta didik memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan praktis dalam penerapan atau implementasi materi pelajaran al-Quran Hadits di sekolah (DPBM-QH-KM-2). Adapun dampak pembelajaran berbasis masyarakat bagi masyarakat sekitar adalah masyarakat sekitar bisa mengetahui proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh sekolah bersama tokoh agama/tokoh masyarakat terkait dengan materi al-Quran Hadits yang nantinya dapat diterapkan dan sesuai dengan budaya dan kebiasaan masyarakat. Masyarakat juga dapat memberikan masukan agar pembelajaran mata pelajaran al-Quran Hadits yang akan datang semakin baik dan lebih kontekstual (DPBM-QH-KM-4). Selain itu, yang juga sangat penting adalah dengan program pembelajaran berbasis masyarakat ini memudahkan sekolah menjalin kerjasama dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi dan mutu sekolah. Pembelajaran berbasis masyarakat juga dapat memenuhi harapan masyarakat, orang tua peserta didik, dan instansi terkait hubungannya dengan materi pelajaran al Quran Hadits yang diadukan pada rapat pengurus dan rapat orang tua wali pada setiap awal tahun ajaran baru. Selain itu, pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan hubungan personal dan interpersonal penyelenggara pendidikan di madrasah dengan yayasan/pengurus, komite madrasah, orang tua, dan tokoh agama/masyarakat (DPBM-QH-KM-3). Pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits juga memudahkan peserta didik menempatkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakatnya. Dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits menurut orang tua dapat dideskripsikan sebagai berikut : Anak saya menjadi rajin membaca al-Quran, semakin lancar dan fasih. Anak saya juga semakin aktif dalam kegiatan organisasi, karena di sana disuruh menjadi MC, atau menjadi qori (DPBM-QH-PD-2). Anak saya juga lebih sering menyanyikan lagu-lagu islami atau melantunkan ayat suci al-Quran. Pada
107
bulan suci Ramadhan kemarin, anak saya sering ikut tadarus di masjid (DPBMQH-OTW-1). Adapun menurut guru al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon, dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits sangat bagus dalam mengantarkan peserta didik menguasai kompetensi yang diajarkan (DPBM-QH-GR-1). Peserta didik memiliki penguasaan kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tidak melibatkan tokoh masyarakat. Kompetensi yang diajarkan pada pembelajaran berbasis masyarakat menunjang peningkatan pestasi belajar peserta didik (DPBM-QH-GR-2). Institusi madrasah
dapat
menjalin
hubungan
yang
baik
dengan
tokoh
agama/masyarakat, karena tokoh tersebut merupakan pengurus/komite sekolah dan tokoh agama yang dihormati di masyarakat (DPBM-QH-GR-4). Guru semakin termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat agar lebih baik lagi (DPBM-QH-GR-3). Masyarakat menjadi terbantu dalam memberikan perannya untuk ikut mendidik anak di MTs 07 Patebon (DPBMQH-GR-5). Selanjutnya dampak pembelajaran berbasis masyarakat (Qommunity Based Learning) pada mata pelajaran al-Quran Hadits menurut peserta didik MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal adalah peserta didik memiliki pengetahuan yang semakin banyak karena tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari tokoh agama/ masyarakat (DPBM-QH-PD-2). Peserta didik juga antusias mengikuti proses pembelajaran al-Quran Hadits disebabkan pembelajaran tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Alasan utamanya adalah agar peserta didik juga mudah memahami materi pelajaran, karena proses pembelajaran sering dilakukan dengan peragaan dan praktik (DPBM-QH-PD-1). Berdasarkan pendapat responden di atas tentang dampak pembelajaran berbasis masyarakat (Qommunity Based Learning) pada mata pelajaran alQuran Hadits di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal dapat disimpulkan bahwa peserta didik memiliki penguasaan kompetensi materi al-Quran Hadits yang lebih baik dibanding dengan pembelajaran tidak melibatkan masyarakat. Peserta didik memiliki pengetahuan yang semakin banyak dan beragam seperti peserta didik mampu menghafal al-Quran juz 30 (juz `Amma), dapat membaca
108
al-Quran dengan tartil, fasih dan benar sesuai dengan ilmu tajwid, memiliki kompetensi seni baca al-Quran, memiliki kompetensi seni kaligrafi, dan hafal asmaul husna. Beragamnya pengetahuan peserta didik seperti telah disebutkan di atas diperoleh peserta didik tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari tokoh agama/tokoh masyarakat.
3. Faktor Penghambat dan Pendukung Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs 07 Patebon a. Mata Pelajaran Fiqih 1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran Fiqh Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/masyarakat, orang tua, dan peserta didik, faktor penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal antara lain : menurut kepala madrasah salah satunya terbatasnya dana, dan untuk mengatasinya, dana yang ada dan tersedia di madrasah harus digunakan seefisien mungkin (P3BM-FQ-FPHB-KM-A.2). Selanjutnya
menurut
guru
mata
pelajaran
Fiqh, faktor
penghambat pembelajaran berbasis masyarakat di MTs 07 Patebon adalah tidak ada, kalaupun ada tentu tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran, karena semua telah terprogram dan adanya kerja sama dengan pihak masyarakat. Kalau ada yang menghambat biasanya diatasi dengan mengadakan koordinasi antar panitia maupun dengan masyarakat (P3BM-FQ-FPHB-GR-A.1-4). Selanjutnya menurut tokoh agama/masyarakat, tidak ada karena sudah terjadwal sebelumnya. Seandainya ada faktor penghambatnya biasanya diatasi dengan mengadakan kordinasi dengan pihak panitia sekolah (P3BM-FQ-FPHB-MS-A.1-4).
109
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran Fiqh Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/masyarakat, orang tua dan peserta didik, faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh menurut kepala madrasah adalah dengan tersedianya fasilitas di masyarakat, dan dukungan dari tokoh agama/masyarakat (P3BM-FQ-FPDK-KM-B.2). Sedangkan menurut pendapat guru, faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat adalah adanya dukungan kepala madrasah dan masyarakat. Kepala sekolah memberikan dukungan sepenuhnya, termasuk pendanaan (P3BM-FQ-FPDK-GR-B.3).
Sedangkan
menurut
pendapat
tokoh
agama/masyarakat, faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh adalah adanya dukungan sekolah, masyarakat, dan orang tua. Masyarakat memberikan dukungan dalam bentuk kesediaan menjadi guru, penceramah, memberikan contoh, dan lainlain (P3BM-FQ-FPDK-MS-B.3).
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits 1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran al-Quran Hadits Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/masyarakat, orang tua, dan peserta didik, faktor penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (community Based learning) pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal antara lain : menurut kepala madrasah salah satunya terbatasnya dana, untuk mengatasinya dana yang ada harus digunakan seefisien mungkin (P3BM-QH-FPHB-KM-A.3). Selanjutnya menurut guru adalah tidak ada, kalaupun ada tentu tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran, karena semua telah terprogram dan adanya kerja sama dengan pihak masyarakat. Kalau ada yang menghambat penerapan biasanya diatasi dengan mengadakan koordinasi antar panitia maupun dengan masyarakat (P3BM-QH-FPHB-GR-A.4). Selanjutnya menurut tokoh agama/masyarakat
110
tidak ada karena sudah terjadwal sebelumnya. Seandainya ada faktor penghambatnya yang biasanya diatasi dengan mengadakan kordinasi dengan pihak panitia sekolah di MTs 07 Patebon (P3BM-QH-FPHB-MS-A.4).
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran al-Quran Hadits Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, dan tokoh agama/masyarakat, bahwa faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits menurut kepala madrasah adalah tersedianya fasilitas di masyarakat, dan dukungan dari tokoh agama/masyarakat (P3BM-QH-FPDK-KM-B.2). Menurut guru, faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat adalah dukungan kepala madrasah dan masyarakat. Kepala madrasah memberikan dukungan sepenuhnya, termasuk pendanaan, sedangkan masyarakat juga memberikan dukungan dalam bentuk kesediaan menjadi guru, penceramah, memberikan contoh, dan menyediakan tempat atau fasilitas belajar (P3BMQH-FPDK-MS-B.4).
B. Pembahasan Hasil Temuan 1. Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs 07 Patebon MTs 07 Patebon merupakan salah satu dari sembilan sekolah tingkat lanjutan pertama (SLTP) di kecamatan Patebon Kendal.8 Madrasah ini terus berupaya mengembangkan kualitas pembelajaran melalui perpaduan beberapa metode pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Tujuan diterapkannya pembelajaran berbasis masyarakat ini adalah untuk memperbaiki kualitas pembelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama
8
Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal adalah : 1) MTs 07 Patebon; 2) MTs NU 012 Pidodowetan Patebon; 3) MTs Darul Hikmah Lanji Patebon; 3) SMP Unggulan Pondok Modern Selamat Patebon; 4) SMP Negeri 1 Patebon; 5) SMP Negeri 2 Patebon; 6) SMP Negeri 3 Patebon; 7) SMP PGRI 08 Patebon; 8) SMP Darul Muqorrobin Purwokerto Patebon; dan 9) SMP Pondok Modern Selamat Patebon Kendal.
111
Islam yang kondusif dalam upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas dan sinergi dengan kebutuhan masyarakat. Pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs 07 Patebon mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2014/2015. Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat tersebut muncul dari kebijakan kepala madrasah yang baru bersama komite dan pengurus madrasah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan madrasah yang baru saja mengalami perubahan. Kebijakan ini berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : Pertama, tujuan pembelajarannya, bahwa proses pembelajaran selama ini belum sesuai dengan kondisi kebutuhan perkembangan peserta didik dan kebutuhan masyarakatnya. Kedua, karakteristik pembelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam harus dapat mengintegrasikan berbagai materi pelajaran sebagai persiapan penerapan kurikulum 2013, dan ini memberi ruang bagi guru untuk mengembangkannya termasuk dengan mengintegrasikan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai ciri khas lembaga pendidikan Islam. Realita di lapangan, guru sangat mengharapkan inovasi-inovasi pembelajaran dengan metode/strategi yang bervariasi, untuk dapat membantu mereka dalam meningkatkan kualitas pembelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Ketiga, tuntutan masyarakat terhadap madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam untuk menghasilkan lulusan yang siap pakai sesuai dengan tradisi dan karakteristik keagamaan masyarakatnya. Keempat, kondisi objektif MTs, khususnya keberadaan sarana prasarana penunjang pembelajaran di kelas awal yang masih minim, terutama dalam ketersediaan media dan sumber belajar sehingga membutuhkan perhatian yang cukup dari pengelola pendidikan dan masyarakat untuk mempermudah para peserta didik mengikuti setiap tahapan pengalaman belajarnya. Implikasi kajian di atas terhadap penerapan pembelajaran berbasis masyarakat adalah bagaimana agar pembelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat secara kondusif mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana peserta
112
didik tersebut berasal. Salah satu alternatif pemecahan adalah dengan menerapkan pembelajaran multi metode yang melibatkan peran guru dan masyarakat berporos pada tema agama yang kondusif di masyarakat. Di samping itu, pembelajaran berbasis masyarakat dapat dijadikan alternatif pembelajaran berbasis karakter/akhlak yang ada dalam kurikulum dan sesuai
kebutuhan
perkembangan
peserta
didik,
di
mana
pembelajaran
mengedepankan penguasaan bahan ajar yang bermakna bagi kehidupan peserta didik di masyarakatnya dan sebagai bekal melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya di SLTA. Madrasah merupakan lembaga sosial, yang wujud perkembangannya bergantung dengan gerak kehidupan di masyarakatnya. Madrasah sebagai media pendidikan bagi generasi muda, ditentukan oleh beberapa faktor yang di antaranya pendidik profesional. Pendidik profesional tidak hanya mampu mengajar mata pelajaran tertentu tetapi juga dituntut mampu mengembangkan nilai dan sikap, pengetahuan, dan kemahiran kepada peserta didik melalui mata pelajaran yang diajarkan. Suasana pembelajaran menjadikan peserta didik merasa senang dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Hal ini tidak akan tercapai jika tanpa didukung kurikulum sekolah yang bagus yang mampu mengenai sasaran, metode pembelajaran dengan berbagai model dan bahan-bahan pembelajaran serta alat penilaiannya. Oleh karena itu, agar pembelajaran itu berjalan efektif, pendidik dalam pembelajaran harus pandai memilih dan mempraktikkan metode dengan materi yang akan disampaikan. Lebih-lebih kalau menyangkut dengan materi-materi pendidikan agama Islam yang sesuai dengan karakteristik masyarakatnya. Dimana materi agama yang diajarkan
di
madrasah
dengan
tradisi
agama
di
masyarakat
harus
berkesinambungan dan menuntut peserta didik untuk selalu dan mampu memahami serta mempraktikkan secara sempurna. Tuntutan kesinambungan materi dengan kurikulum tadi tidak terkecuali dengan materi pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sebagaimana telah dijelaskan berdasarkan hasil observasi pada awal bab ini bahwa kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat di MTs 07 Patebon dilaksanakan dalam 4 (empat) strategi, yaitu: (1) Penerapan
113
pembelajaran berbasis masyarakat melalui kegiatan belajar di dalam kelas yang melibatkan peran masyarakat dalam kegiatan pembelajaran; (2) Memadukan pembelajaran berbasis masyarakat dengan aktivitas ekstrakurikuler yaitu kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, (3) Ditautkan dengan kegiatan ekstrakurikuler semisal seni baca alQuran, seni kaligrafi, baca tulis al-Quran, dan kegiatan ekstrakuler lainnya di madrasah, dan (4) Pembelajaran berbasis masyarakat melibatkan orang tua peserta didik dan tokoh agama/masyarakat sekitar untuk ikut berpartisipasi dalam membimbing dan
membangun
pembiasaan
yang selaras
dengan
yang
dikembangkan di madrasah. Oleh karenanya, pembelajaran berbasis masyarakat harus seyogyanya masuk dalam setiap aspek pembelajaran di ruang kelas, praktik keseharian di madrasah, dan terintegrasi dengan setiap kegiatan ekstrakurikuler. Setelah itu setiap peserta didik diharapkan mampu menerapkan di rumah dan lingkungan sekitarnya. Semua aspek pendidikan mulai dari ruang kelas hingga lingkungan tempat tinggal harus tetap berkesinambungan dalam menjaga humanisasi nilai-nilai agama yang diajarkan di madrasah dengan yang hidup di masyarakat. Berdasarkan
keunggulan
yang
dimiliki
pembelajaran
berbasis
masyarakat, diyakini bahwa alternatif pembelajaran berbasis masyarakat yang diterapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Indikator keberhasilan yang diharapkan dari penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam akan berdampak pula pada meningkatnya motivasi belajar peserta didik dan meningkatnya kompetensi peserta didik pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun dalam penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut, disesuaikan dengan pesan-pesan yang terdapat pada kurikulum KTSP di MTs 07 Patebon menyangkut materi pelajaran agama yang mempunyai implikasi praktis di masyarakat seperti mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits. Beradasarkan pembahasan di atas, agar dapat memperbaiki kondisi yang ada di lapangan, maka orientasi pembelajaran berbasis masyarakat di madrasah lebih mengutamakan hal-hal berikut : 1) Kinerja guru dalam perencanaan
114
pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah dengan melibatkan tokoh agama/masyarakat dalam proses pembelajaran dengan fokus pada pengembangan kompetensi peserta didik pada mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits; 2) Proses pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dengan fokus pada
pelibatan
tokoh
agama
atau
masyarakat
yang
kondusif
untuk
menumbuhkembangkan kompetensi peserta didik pada mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits; 3) Dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah berkembangnya kompetensi peserta didik terhadap materi pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits yang sinergi dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat; 4) Daya dukung dan kendala penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam menguasai kompetensi pembelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits.
a. Mata Pelajaran Fiqih Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon telah rencanakan sebelumnya dalam kurikulum madrasah. Adapun pada pelaksanaannya melibatkan peran tokoh agama atau masyarakat dalam kegiatan perencanaan, proses pembelajaran dan evaluasinya. Pada kegiatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon dengan cara melibatkan tokoh agama/masyarakat dalam menyusun silabus, pemilihan materi pelajaran, pemetaan kompetensi dasar, penyusunan RPP, pemilihan media/sumber belajar, dan evaluasinya. Penyusunan silabus pada pembelajaran berbasis masyarakat mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan hasil rapat penyempurnaan kurikulum KTSP yang dituangkan dalam kebijakan kepala madrasah, menghasilkan beberapa pedoman penting terkait pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat. Melalui
pedoman
tersebut
pelibatan tokoh
agama/masyarakat
dalam
pembelajaran Fiqh hanya pada materi tertentu seperti perawatan jenazah dan
115
materi shalat. Selain itu, peran tokoh agama/masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan pengembangan diri dan kegiatan ekstrakurikuler. Peran yang kedua ini dalam rangka menunjang penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran di kelas agar peserta didik dapat mengembangkan bakatnya secara optimal. Beberapa prestasi yang diraih di tingkat kecamatan dan kabupaten merupakan hasil pembinaan kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler dari tokoh agama/masyarakat. Pada prinsipnya pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon mengacu pada penerapan metode yang tepat. Ketepatan metode yang digunakan untuk membahas materi pelajaran Fiqh yang sedang berlangsung. Pada prinsipnya pembelajaran dilakukan agar peserta didik mengenal dan menerima norma-norma hukum Islam sebagai milik peserta didik dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil. keputusan itu tentu melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan dan membiasakan, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sebagai keyakinan diri. Keyakinan diri ini merupakan refleksi keimanan peserta didik terhadap ajaran Islam. Prinsip tersebut, menjadikan peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial (Wawancara, Samiyah : 15 September 2015). Berangkat dari hal di atas, maka MTs 07 Patebon dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas selalu mengarah kepada ketiga hal tersebut. Sedangkan yang terkait dengan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh, langkah yang ditempuh guru bidang studi Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat melalui 3 (tiga) kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Tahap pertama, kegiatan awal (persiapan, apersepsi) biasanya dilakukan oleh guru Fiqh. Terlebih dahulu guru Fiqh memberikan salam, mengabsen, mengkondisikan kelas, dan memberi semangat kepada peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran. Setelah itu guru Fiqh
116
memperkenalkan dan menjelaskan kehadiran tokoh agama/masyarakat dalam proses pembelajaran. Guru Fiqh juga mengkomunikasikan tujuan, materi, hasil akhir yang diharapkan dan penilaian yang diterapkan seperti yang terkandung dalam SK dan KD. Tahap kedua, pelaksanaan pembelajaran, setelah terjadi kesepakatan tentang materi yang akan disampaikan atau dibahas antara guru bidang studi Fiqh, tokoh agama/masyarakat dan peserta didik. Kemudian pendidik dari tokoh agama/masyarakat menerangkan atau memberikan teori yang telah digariskan dalam kurikulum MTs 07 Patebon tentang materi Fiqh yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masyarakat. Materi tersebut seperti shalat jamak, keseuaian gerakan dan bacaan shalat, atau perawatan jenazah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi, tanya jawab, dan latihan. Sehingga dengan beberapa metode tersebut (yang ditentukan dengan materi) peserta didik mampu belajar untuk melakukan, sehingga mampu mencapai SK dan KD yang telah digariskan. Beberapa metode tersebut ditempuh agar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran merasa senang dan tidak bosan serta lebih aktif, dan kreatif. Kemudian peserta didik melakukan eksplorasi terhadap materi yang dikaji dengan berbagai cara, seperti: membaca, observasi, melakukan demonstrasi (praktik atau percobaan), dan sebagainya. Langkah ini mampu merangsang keingintahuan peserta didik sehingga mampu memacu kreativitas belajarnya. Sebelum melakukan latihan peserta didik terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang hal-hal yang terkait dengan materi Fiqh yang diajarkan. Sehingga peserta didik mampu melatih keterampilan melaksanakan ibadah dalam kehidupan sehari-hari, mampu memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, dan peserta didik terlatih untuk mengembangkan sikap disiplin dalam menjalankan hukum Islam. Langkah pada tahap pembelajaran ini berdasarkan analisis peneliti secara umum dapat diilustrasikan sebagai berikut: (1) Pendidik memberikan menyampaikan ilustrasi materi yang akan diajarkan; (2) pendidik memberikan pemahaman
terhadap
materi
yang
akan
diajarkan;
(3)
pendidik
mendemonstrasikan keterampilan mengerjakan materi dengan baik dan benar
117
di
hadapan
peserta
didik;
(4)
pendidik
menyuruh
peserta
didik
mendemonstrasikan sesuai contoh dengan baik dan benar; (5) pendidik memberikan tugas dalam bentuk lembar kerja yang harus diisi oleh peserta didik; (4) pendidik memberikan penguatan kepada peserta didik terhadap materi dan menjelaskan bahwa materi tersebut diperdalam lagi melalui kegiatan pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler; (5) pendidik bersama peserta didik membuat kesimpulan dari materi yang telah diajarkan; dan (6) langkah penutup, pendidik atau guru Fiqh memberi tugas kepada peserta didik untuk mengamalkan dan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari di rumah, tempat-tempat ibadah dan di masyarakat. Tahap ketiga evaluasi pembelajaran, yaitu tahap ”penilaian” tentang sejauhmana materi yang diberikan mampu diterima peserta didik, yaitu dengan cara mengamati kompetensi peserta didik dalam pemahaman, sikap dan keterampilan peserta didik berkaitan dengan materi pelajaran yang dihasilkan peserta didik. Adapun kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada saat persiapan pembelajaran. Dalam hal penilaian, guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat melakukan penilaian secara berkala dan berkesinambungan secara menyeluruh baik dari proses dan hasil pembelajaran. Untuk mencapai hal itu, digunakan model penilaian berbasis portofolio dengan tujuan untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik bersumber dari catatan dan dokumentasi pengalaman belajarnya. Berdasar pada uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon sudah berjalan dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan kenyataan bahwa peserta didik mampu dan mengerti tentang materi pelajaran Fiqh yang khusus diajarkan dengan melibatkan masyarakat seperti: 1) Keserasian bacaan dan gerakan shalat, mulai dari bacaan dalam shalat dengan yang benar, melakukan gerakan shalat dengan benar, dan keterpaduan antara bacaan dengan gerakan shalat. Kompetensi ini telah
118
diujikan dan dinilai pada saat peserta didik melakukan demonstrasi pada proses pembelajaran Fiqh oleh guru dan tokoh agama/masyarakat. 2) Mampu mengerjakan shalat jamak, kompetensi peserta didik ini mulai dari mampu melaksanakan shalat jamak taqdim pada shalat dhuhur dan ashar, jamak ta`khir pada shalat dhuhur dan ashar, jamak taqdim pada shalat maghrib dan isyak, dan jamak ta`khir pada shalat maghrib dan isyak. Kompetensi ini sudah dibuktikan pada saat demonstrasi dihadapan guru dan tokoh agama/masyarakat pada proses pembelajaran Fiqh. Di samping itu juga dibuktikan pada saat peserta didik melakukan shalat jamak ketika mengikuti studi tour pada akhir tahun pelajaran. 3) Rajin shalat berjamaah, peserta didik sudah dibiasakan melaksanakan shalat dhuhur berjamaah bersama guru dan masyarakat di Masjid al-Itqon dipimpin oleh K.H. Ahmad Ayyub yang merupakan pendidik dari tokoh agama/masyarakat mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits. Di samping itu berdasarkan catatan dari kartu dan buku penghubung yang ditandatangani orang tua, peserta didik sudah rajin mengerjakan shalat berjamaah di mushola atau di masjid di tempat tinggalnya masing-masing. 4) Shalat tepat waktu, kompetensi tepat waktu dalam mengerjakan shalat lima waktu ini diperoleh dari kartu dan buku penghubung yang ditandatangani orang tua peserta didik. 5) Mampu merawat jenazah, mulai dari persiapan bahan yang diperlukan untuk merawat jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, mengerjakan shalat untuk jenazah, serta menguburkan jenazah. Berdasarkan hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa MTs 07 Patebon telah melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh baik di kelas maupun di luar kelas dalam kegiatan kurikuler dan dalam
kegiatan
pengembangan
diri
di
luar
mata
pelajaran
yang
diselenggarakan madrasah yang masih terkait dengan materi pelajaran Fiqh (Muhammad Isrok, wawancara: 10 Nopember 2015). Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon yang dilakukan oleh guru Fiqh secara kolaboratif dengan tokoh agama/masyarakat selaras dengan apa yang telah digariskan
119
dalam landasan teori, bahwa dalam penerapan pembelajaran berbasis masyarakat di sekolah/madrasah, tokoh agama/masyarakat dilibatkan dalam kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi dalam kegiatan kurikuler, serta pelibatan dalam kegiatan pengembangan diri terkait materi pelajaran Fiqh. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon selaras dengan 4 (empat) pilar pendidikan yang ditetapkan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know), menjadi dirinya sendiri (learning to be), belajar bekerja (learning to do) dan belajar hidup bersama (learning to live together).
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits di MTs 07 Patebon telah direncanakan sebelumnya dalam kurikulum madrasah. Adapun pada pelaksanaannya melibatkan peran tokoh agama atau masyarakat dalam kegiatan perencanaan, proses pembelajaran dan evaluasinya. Pada kegiatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon dengan cara melibatkan tokoh agama/masyarakat dalam menyusun silabus, pemilihan materi pelajaran, pemetaan kompetensi dasar, penyusunan RPP, pemilihan media/sumber belajar, dan evaluasinya. Penyusunan silabus pada pembelajaran berbasis masyarakat mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon menggunakan KTSP. Berdasarkan hasil rapat penyempurnaan kurikulum KTSP yang dituangkan dalam kebijakan kepala madrasah, menghasilkan beberapa pedoman penting terkait pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat. Melalui pedoman tersebut pelibatan tokoh agama/masyarakat dalam pembelajaran al-Quran Hadits hanya pada materi tertentu seperti baca tulis al-Quran, hafalan al-Quran, Qiro`atul Qur`an, dan seni kaligrafi. Selain itu, peran tokoh agama/masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan pengembangan diri dan kegiatan ekstrakurikuler seperti kegiatan setoran
120
hafalan al-Quran dan seni kaligrafi setiap hari Sabtu sore, serta seni membaca alQuran setiap Jumat sore. Peran tokoh agama/masyarakat dalam kegiatan pengembangan diri ini dalam rangka menunjang penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran di kelas agar peserta didik dapat mengembangkan bakatnya secara optimal. Prestasi yang dihasilkan dari kegiatan pengembangan ini sangat baik. Pada kejuaraan lomba MTQ pelajar tingkat kabupaten Kendal memperoleh juara I untuk kategori pelajaran putera tahun 2014 dan 2015, dan memperoleh juara II untuk kategori puteri tahun 2014 dan 2015 (lihat tabel 9). Sedangkan pada lomba MTQ pelajar di tingkat kecamatan memperoleh juara I. Adapun untuk lomba menulis kaligrafi baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan belum memperoleh juara. Namun untuk kegiatan lombalomba di tingkat desa yang biasanya diselenggarakan dalam acara peringatan HUT Kemerdekaan Repubik Indonesia, peserta didik MTs 07 Patebon banyak menorehkan prestasi sebagai juara. Beberapa prestasi yang diraih di tingkat kecamatan dan kabupaten sebagaimana telah disebutkan di atas, merupakan hasil pembinaan kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler dari tokoh agama/masyarakat. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits di MTs 07 Patebon masih mengacu pada penerapan metode mengajar konvensional seperti metode hafalan dan demonstrasi. Hal ini karena latar belakang materi pelajaran hafalan juz `Amma, seni baca al-Qur`an, dan seni kaligrafi memang lebih menekankan pada kemampuan hafalan dan latihan keterampilan dasar motorik halus. Namun demikian, peserta didik tetap antusias mengikuti proses pembelajaran. Pada prinsipnya pembelajaran dilakukan agar peserta didik mampu menguasai tata cara membaca dan menulis al-Quran dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Dalam pembelajaran menghafal al-Quran (juz `Amma) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi di dalam menerapkan suatu metode pembelajaran, sebenarnya cukup sulit untuk menetapkan metode yang paling baik dan harus dipakai pada kegiatan pembelajaran agar berhasil. Metode pembelajaran ada yang dianggap kurang baik dengan guru tertentu tetapi
121
diterapkan guru yang lainnya menjadi baik. Sebaliknya ada metode pembelajaran yang baik akan gagal diterapkan guru yang tidak mengetahui teknik pelaksanaannya. Pada dasarnya, metode pembelajaran yang baik adalah metode mengajar yang dapat menumbuhkan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan bagi peserta didik, dan upaya guru dalam memilih metode yang baik merupakan upaya mempertinggi mutu pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang guru profesional. Berangkat dari hal di atas, maka MTs 07 Patebon dalam proses pelaksanaan pembelajaran al-Quran Hadits selalu mengarah kepada ketiga hal tersebut. Sedangkan yang terkait dengan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits, langkah yang ditempuh guru bidang studi alQuran Hadits bersama tokoh agama/masyarakat melalui 3 (tiga) kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Tahap pertama, kegiatan awal (persiapan, apersepsi) biasanya dilakukan oleh guru al-Quran Hadits. Terlebih dahulu guru al-Quran Hadits memberikan salam, mengabsen, mengkondisikan kelas, dan memberi semangat kepada peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran. Setelah itu guru al-Quran Hadits memperkenalkan dan menjelaskan kehadiran tokoh agama/masyarakat dalam proses pembelajaran. Guru al-Quran Hadits juga mengkomunikasikan tujuan, materi, hasil akhir yang diharapkan dan penilaian yang diterapkan seperti yang terkandung dalam SK dan KD. Tahap kedua, pelaksanaan pembelajaran, setelah terjadi kesepakatan tentang materi yang akan disampaikan atau dibahas antara guru bidang studi alQuran Hadits, tokoh agama/masyarakat dan peserta didik. Kemudian pendidik dari tokoh agama/masyarakat menerangkan atau memberikan teori yang telah digariskan dalam kurikulum MTs 07 Patebon tentang materi al-Quran Hadits yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masyarakat. Materi tersebut seperti cara membaca al-Quran dengan baik dan benar, bagaimana menghafal juz `Amma dengan baik dan lancar sehingga dapat diterapkan dalam bacaan shalat lima waktu dan dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan adalah metode ceramah, demonstrasi, tanya jawab, dan latihan/demonstrasi. Sehingga dengan beberapa metode tersebut (yang ditentukan dengan materi) peserta didik mampu
122
belajar untuk melakukan, sehingga mampu mencapai SK dan KD yang telah digariskan. Beberapa metode tersebut ditempuh agar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran merasa senang dan tidak bosan serta lebih aktif, dan kreatif. Kemudian peserta didik melakukan eksplorasi terhadap materi yang dikaji dengan berbagai cara, seperti: membaca, observasi, melakukan demonstrasi (praktik atau percobaan), dan sebagainya. Langkah ini mampu merangsang keingintahuan peserta didik sehingga mampu memacu kreativitas belajarnya. Sebelum melakukan latihan peserta didik terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang hal-hal yang terkait dengan materi al-Quran Hadits yang diajarkan. Sehingga peserta didik mampu melatih keterampilan membaca ayat-ayat al-Quran dengan fasih dan benar dan peserta didik mampu menghafal juz `Amma dengan benar dan lancar. Langkah pada tahap pembelajaran ini berdasarkan analisis peneliti secara umum
dapat
diilustrasikan
sebagai
berikut: (1)
Pendidik
memberikan
menyampaikan ilustrasi materi yang akan diajarkan; (2) pendidik memberikan pemahaman
terhadap
materi
yang
akan
diajarkan;
(3)
pendidik
mendemonstrasikan keterampilan mengerjakan materi dengan baik dan benar di hadapan peserta didik; (4) pendidik menyuruh peserta didik mendemonstrasikan sesuai contoh dengan baik dan benar; (5) pendidik memberikan tugas dalam bentuk lembar kerja yang harus diisi oleh peserta didik; (4) pendidik memberikan penguatan kepada peserta didik terhadap materi dan menjelaskan bahwa materi tersebut diperdalam lagi melalui kegiatan pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler; (5) pendidik bersama peserta didik membuat kesimpulan dari materi yang telah diajarkan; dan (6) langkah penutup, pendidik atau guru alQuran Hadits memberi tugas kepada peserta didik untuk rajin berlatih dengan cara mengamalkan dan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari di rumah, tempattempat ibadah dan di masyarakat. Tahap ketiga evaluasi pembelajaran, yaitu tahap ”penilaian” tentang sejauhmana materi yang diberikan mampu diterima peserta didik, yaitu dengan cara mengamati kompetensi peserta didik dalam pemahaman, sikap dan keterampilan peserta didik berkaitan dengan materi pelajaran yang dihasilkan
123
peserta didik. Adapun kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada saat persiapan pembelajaran. Dalam
hal
penilaian,
guru
al-Quran
Hadits
bersama
tokoh
agama/masyarakat melakukan penilaian secara berkala dan berkesinambungan secara menyeluruh baik dari proses dan hasil pembelajaran. Untuk mencapai hal itu, digunakan model penilaian berbasis portofolio dengan tujuan untuk memperoleh
berbagai
informasi
secara
berkala,
berkesinambungan
dan
menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik bersumber dari catatan dan dokumentasi pengalaman belajarnya. Berdasar pada uraian di atas, dapat diketahui bahwa penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon sudah berjalan dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan kenyataan bahwa peserta didik mengerti tentang materi pelajaran al-Quran Hadits yang khusus diajarkan dengan melibatkan masyarakat seperti: 1) Kemampuan membaca ayat-ayat al-Quran dengan fasih dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Kompetensi ini telah diujikan dan dinilai pada saat peserta didik melakukan demonstrasi pada proses pembelajaran al-Quran Hadits oleh guru dan tokoh agama/masyarakat. 2) Mampu menghafalkan ayat-ayat pendek dalam al-Quran, kegiatan ini dikembangkan melalui kegiatan pengembangan diri setiap hari Sabtu sore yang bertempat di Masjid al-Itqon. Setiap siswa secara berpasangan saling menguji kemampuan hafalannya sebelum setoran hafalan di hadapan guru al-Quran Hadits dan pendidik dari tokoh agama/masyarakat (KH. Ahmad Ayyub). Kompetensi ini sudah dibuktikan pada saat demonstrasi dihadapan guru dan tokoh agama/masyarakat pada proses pembelajaran al-Quran Hadits di kelas dan di Masjid setiap Sabtu sore. Di samping itu juga dibuktikan pada saat peserta didik menerapkannya dalam shalat wajib lima waktu atau dalam kegiatan mengaji di rumah sebagaimana catatan orang tua dalam buku kontrol dari madrasah.
124
3) Mampu menulis ayat-ayat al-Quran dengan seni tinggi. Kegiatan seni kaligrafi ini merupakan bagian dari pengembangan diri dari mata pelajaran al-Quran Hadits yang diselenggarakan pada setiap Jumat sore. 4) Mampu membaca ayat-ayat al-Quran dengan seni khusus.
Kegiatan seni
qiro`atil Qur`an ini merupakan bagian dari pengembangan diri dari mata pelajaran al-Quran Hadits yang diselenggarakan pada setiap Sabtu sore. Berdasarkan hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa MTs 07 Patebon telah melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits baik di kelas maupun di luar kelas dalam kegiatan kurikuler dan dalam kegiatan pengembangan diri di luar mata pelajaran yang diselenggarakan madrasah yang masih terkait dengan materi pelajaran al-Quran Hadits (Muhammad Isrok, wawancara: 10 Nopember 2015). Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits yang dilakukan oleh guru al-Quran Hadits secara kolaboratif dengan tokoh agama/masyarakat selaras dengan apa yang telah digariskan dalam landasan teori (Fajarwati, 2012 : 6), bahwa dalam penerapan pembelajaran berbasis masyarakat di sekolah, tokoh agama/masyarakat dilibatkan dalam kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi dalam kegiatan kurikuler, serta pelibatan dalam kegiatan pengembangan diri terkait materi pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran alQuran Hadits di MTs 07 Patebon selaras dengan 4 (empat) pilar pendidikan yang ditetapkan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know), menjadi dirinya sendiri (learning to be), belajar bekerja (learning to do) dan belajar hidup bersama (learning to live together).
2. Dampak Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs 07 Patebon a. Mata Pelajaran Fiqh Berdasarkan paparan data terkait dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon
125
Kabupaten Kendal di atas, dapat dianalisis bahwa penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh berdampak positif bagi siswa, guru, institusi madrasah, orang tua, dan masyarakat. Bagi peserta didik, pembelajaran berbasis masayarakat sangat bermanfaat dalam memperoleh pengalaman langsung terkait materi pelajaran Fiqh dari masyarakat. Peserta didik menjadi lebih bersemangat dalam belajar, karena suasana belajar yang berbeda seperti guru, strategi pembelajaran, media yang digunakan, dan suasana pembelajaran yang sering dilaksanakan di luar kelas. Peserta didik memperoleh pengalaman langsung tentang penerapan materi pelajaran Fiqh yang belum tentu diperoleh dari gurunya. Peserta didik memiliki pengetahuan semakin banyak karena tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari tokoh agama/tokoh masyarakat. Peserta didik juga mudah memahami materi pelajaran, karena proses pembelajaran sering dilakukan dengan peragaan dan praktik sehingga dapat meningkatnya pemahaman dan keterampilan peserta didik terhadap materi pelajaran Fiqh yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masyarakat yang nantinya dapat menunjang kompetensi peserta didik pada materi yang lain, dan sebagai persiapan mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, dengan kompetensi yang dimilikinya, dapat memudahkan peserta didik berbaur dengan masyarakatnya dalam rangka mencari dan membentuk identitas diri demi masa depannya yang lebih baik. Adapun kompetensi yang dimiliki peserta didik sebagai dampak pembelajaran berbasis masyarakat yaitu : 1) Kompetensi keserasian bacaan dan gerakan shalat, mulai dari bacaan dalam shalat dengan yang benar, melakukan gerakan shalat dengan benar, dan keterpaduan antara bacaan dengan gerakan shalat; 2) Peserta didik mampu mengerjakan shalat jamak, mulai dari mampu melaksanakan shalat jamak taqdim pada shalat dhuhur dan ashar, jamak ta`khir pada shalat dhuhur dan ashar, jamak taqdim pada shalat maghrib dan isyak, dan jamak ta`khir pada shalat maghrib dan isyak; 3) Peserta didik rajin mengerjakan shalat berjamaah, peserta didik sudah dibiasakan melaksanakan shalat dhuhur berjamaah bersama guru dan masyarakat di Masjid al-Itqon. Peserta didik juga rajin mengerjakan shalat berjamaah di mushola atau di masjid di tempat
126
tinggalnya masing-masing; 4) Kedisiplinan mengerjakan shalat; dan 4) Mampu merawat jenazah, mulai dari persiapan bahan yang diperlukan untuk merawat jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, mengerjakan shalat untuk jenazah, serta menguburkan jenazah. Bagi orang tua, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh memiliki dampak positip untuk mendukung pendidikan agama dalam keluarga yang telah ditanamkan sejak dini. Sinergitas materi yang diajarkan di madrasah dengan materi yang diajarakan dalam keluarga akan menciptakan kontinuitas program pendidikan yang dibina orang tua dalam keluarga. Kenyataan seperti ini dapat membuat perasaan orang tua menjadi tenang dan semakin percaya dengan program pendidikan madrasah. Berdasarkan kondisi seperti ini, dapat memudahkan kerjasama madrasah dengan orang tua peserta didik dalam rangka mewujudkan ketercapaian visi, misi, dan tujuan MTs 07 Patebon. Bagi masyarakat, dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh adalah turut melestarikan budaya dan karakteristik masyarakat di bidang pengamalan ajaran-ajaran Islam. Masyarakat di lingkungan MTs 07 Patebon memiliki basis keagamaan Nahdlatul Ulama. Output dari sekolah seyogyanya sinergi dengan ajaran Nahdlatul Ulama. Melalui
penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh, masyarakat sekitar mengetahui proses pembelajaran yang dilangsungkan dan dapat memberikan masukan terkait dengan tata cara dan tradisi dalam mengerjakan ibadah yang sesuai dan selama ini diterapkan di masyarakat. Melalui kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat tersebut, kompetensi terkait dengan materi Fiqh yang dimiliki peserta didik dapat mudah diterapkan di dalam masyarakatnya. Kompetensi yang dimiliki dan diamalkan peserta didik dalam aktivitas kehidupan di masyarakat, akan membuahkan penilaian masyarakat terhadap output sekolah. Dalam posisi seperti ini, dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap produk sekolah/madrasah. Selama dua tahun dilaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat, kepercayaan masyarakat terhadap mutu sekolah meningkat. Hal ini dibuktikan dengan animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di MTs 07 Patebon meningkat.
127
Bagi institusi madrasah, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh memiliki dampak penting terhadap hubungan madrasah dengan masyarakat. Program pembelajaran berbasis masyarakat ini memudahkan sekolah menjalin kerjasama dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi dan mutu sekolah. Kerja sama ini nantinya sangat penting dalam proses penerimaan peserta didik baru di awal tahun ajaran baru. Sejak dua tahun MTs 07 menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah penerimaaan peserta didik baru meningkat, kalau dahulu hanya 4 kelas, sejak diterapkan pembelajaran berbasis masyarakat menjadi 5 kelas. Selain itu juga, akses informasi terhadap mutu pembelajaran di masyarakat menjadi lebih luas. Hal ini dibuktikan dari asal daerah peserta didik yang mendaftar sudah merambah luas di wilayah Kendal dan Batang. Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal mempunyai dampak yang positip bagi peserta didik, guru Fiqh, orang tua, masyarakat, dan institusi Madrasah.
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits Dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal berdasarkan paparan data hasil penelitian berdampak positip bagi peserta didik, guru mata pelajaran al-Quran Hadits, masyarakat, orang tua dan institusi madrasah. Bagi peserta didik, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam membaca ayat-ayat al-Quran dengan fasih dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Mampu menghafalkan ayat-ayat pendek dalam al-Quran (juz `Amma). Mampu menulis ayat-ayat al-Quran dengan seni tinggi. Mampu membaca ayat-ayat al-Quran dengan seni khusus. Prestasi peserta didik di bidang ini mampu menjuarai lomba MTQ pelajar tingkat kecamatan Patebon dan kabupaten Kendal pada tahun 2014 dan 2015. Kompetensi yang dimiliki
128
peserta didik sebagaimana disebutkan di atas sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidupan di masyarakat, karena kompetensi tersebut sangat dibutuhkan dalam aktivitas keagamaan di masyarakat, sehingga memudahkan peserta didik untuk menempatkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakatnya. Dampak lain terkait dengan proses pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masyarakat menjadikan peserta didik antusias dalam mengikuti proses pembelajaran al-Quran Hadits. Hal tersebut disebabkan pembelajaran al-Quran Hadits tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Peserta didik juga mudah memahami materi pelajaran, karena proses pembelajaran sering dilakukan dengan peragaan dan praktik. Melalui pembelajaran berbasis masyarakat, peserta didik memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan praktis dalam penerapan atau implementasi materi pelajaran al-Quran Hadits di madrasah. Bagi guru al-Quran Hadits, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits dapat meningkatkan hubungan yang baik antara guru dengan tokoh agama/masyarakat, karena tokoh tersebut merupakan pengurus/komite sekolah dan tokoh di masyarakat. Keberadaan tokoh agama/masyarakat sebagai patner guru dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas dengan sendirinya memacu guru untuk meningkatkan kompetensinya sebagai guru yang profesional. Munculnya motivasi dari guru tersebut disebabkan tokoh agama/masyarakat yang menjadi patner tersebut berasal dari komite atau pengurus madrasah, atau bahkan dari tokoh yang dihormati di masyarakat. Kondisi demikian berdampak positip bagi guru sehingga semakin termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat agar lebih baik lagi. Bagi orang tua, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits memiliki dampak positip bagi orang tua. Orang tua merasa puas dengan kompetensi yang dimiliki anak di bidang baca tulis alQuran. Perasaan puas tersebut muncul ketika anak dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar ketika mengaji setiap hari setelah shalat maghrib, ketika tadarus bulan puasa di mushola atau masjid, atau ketika tampil sebagai qori
129
atau sari tilawah pada kegiatan-kegiatan organisasi di masyarakat dan sebagainya. Kompetensi yang dicapai peserta didik tersebut merupakan dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat untuk mendukung pendidikan agama dalam keluarga. Sinergitas materi yang diajarkan di madrasah dengan materi yang diajarakan dalam keluarga akan menciptakan kontinuitas program pendidikan yang dibina orang tua dalam keluarga. Kenyataan seperti ini dapat membuat perasaan orang tua menjadi tenang dan semakin percaya dengan program pendidikan madrasah. Berdasarkan kondisi seperti ini, dapat memudahkan kerjasama madrasah dengan orang tua peserta didik dalam rangka mewujudkan ketercapaian visi, misi, dan tujuan MTs 07 Patebon. Bagi masyarakat, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon dapat memenuhi harapan masyarakat
terhadap
diselenggarakan
produk
madrasah.
pembelajaran
Pembelajaran
al-Quran
berbasis
Hadits
yang
masyarakat
dapat
meningkatkan hubungan personal dan interpersonal penyelenggara pendidikan di madrasah dengan yayasan/pengurus, komite madrasah, orang tua, dan tokoh agama/masyarakat. Masyarakat sekitar sekolah dapat mengetahui proses pembelajaran yang dilangsungkan dan dapat memberikan masukan terkait materi pelajaran al-Quran Hadits. Kondisi pembelajaran yang demikian tentunya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pendidikan madrasah. Bagi institusi madrasah, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits memudahkan madrasah dalam mewujudkan tercapainya visi, misi, dan tujuan madrasah, seperti menghasilkan peserta didik yang hafal juz amma, asmaul husna, rajin shalat berjamaah, berakhlakul karimah, menguasai, mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala Aswaja. Melalui
penerapan pembelajaran berbasis masyarakat
dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pembelajaran al-Quran Hadits pada khususnya dan institusi madrasah pada umumnya. Kepercayaan masyarakat merupakan modal utama madrasah swasta pada program pendaftaran siswa baru. Oleh karena itu, penerapan
130
pembelajaran berbasis masyarakat di MTs 07 Patebon mempunyai implikasi positif meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi madarasah sehingga
dapat
mendorong
meningkatnya
minat
masyarakat
untuk
menyekolahkan anaknya ke MTs 07 Patebon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diterapkan pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah penerimaan siswa baru memperoleh empat kelas, dan setelah menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah siswa yang masuk bertambah satu kelas sehingga menjadi lima kelas (Lihat tabel 5). Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs 07 Patebon mempunyai dampak positip bagi peserta didik, guru mata pelajaran al-Quran Hadits, orang tua peserta didik, masyarakat dimana peserta didik tinggal, dan institusi MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal.
3. Faktor Penghambat dan Pendukung Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs 07 Patebon a. Mata Pelajaran Fiqih 1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran Fiqh Berdasarkan paparan data hasil penelitian terkait dengan faktor penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal, bahwa kendala terbut relatif minim. Sebagian besar responden justeru menganggap tidak ada kendala yang berarti terkait penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh. Satu-satunya kendala yang muncul terkait dengan penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon adalah masalah pembiayaan. Kendala tersebut diungkapkan kepala madrasah, karena kepala madrasah sebagai kepala manager mengetahui kebutuhan dana dan pembagian aloasi dana di setiap lini program kerja pada madrasah yang dipimpinnya.
131
Sebagaimana telah dituturkan pada paparan data hasil penelitian di atas bahwa faktor penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon adalah faktor terbatasnya dana. Mengundang tokoh agama/masyarakat untuk mengajar memang memerlukan dana khusus agar program dalam terlaksana sesuai target. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, selama ini kepala madarasah menganggarkanya dari anggaran BOS. Madrasah perlu memikirkan kebijakan anggaran dari sumber yang lain untuk mensuplai anggaran program pembelajaran berbasis masyarakat. Hal ini sangat penting, mengingat honor untuk tokoh masyarakat umumnya lebih tinggi dari guru bidang studi. Alasan ini masuk akal, karena tokoh agama/masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu menyangkut, kompetensi, kharisma, kedudukan, dan popularitas di masyarakat yang dibutuhkan madrasah (pengguna). Di samping honor guru, dana juga dibutuhkan untuk penyediaan alat atau sumber belajar pada pembelajaran berbasis masyarakat. Sebagai contoh, pada materi perawatan jenazah, alat, bahan, dan media yang dibutuhkan seperti boneka, kain kafan tiga lapis, pewangi, sabun, shampo, jarus, bak mandi, gayung, bunga, papan untuk peti mayat, paku, handuk, pakaian basah, dan sebagainya, memerlukan anggaran dana yang berbeda dengan dengan pembelajaran di kelas. Berdasarkan kendala yang saat ini dihadapi terkait anggaran dana penerapan pembelajaran berbasis masyarakat tersebut. Kepala madrasah telah menganggarkan dana khusus dari sumbangan orang tua/wali siswa yang akan dialokasikan pada pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat, termasuk untuk materi perawatan jenazah yang pelaksanaannya (sesuai kalender akademik) pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kendala penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) pada mata pelajaran Fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal hanya pada penganggaran dana saja.
132
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran Fiqh Berdasarkan paparan data hasil penelitian bahwa faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran fiqh di MTs 07 Patebon Kabupaten Kendal meliputi : 1) dukungan kepala madrasah ; 2) dukungan dari masyarakat; 3) tersedianya fasilitas di masyarakat; 4) dukungan dari tokoh agama/masyarakat; dan 5) dukungan dari orang tua. Kepala madrasah merupakan desain maker atau perancang program kegiatan di madrasah. Segala keputusan terhadap kegiatan di madrasah yang bertanggung
jawab
adalah
kepala
madrasah.
Kebijakan
pelaksanaan
pembelajaran berbasis masyarakat merupakan implikasi terwujudnya kerja sama pendidikan antara sekolah, orang tua murid, masyarakat dan negara dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan Islam. Sehingga visi, misi, dan tujuan madrasah sebagai bagian dari dinamika masyarakat tercapai. Lembaga pendidikan menjadi lebih membumi dan output pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Melalui perubahan seperti ini madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam memperoleh kepercayaan dari masyarakat karena dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran melibatkan peran masyarakat. Menurut Mulyasa, (2005 : 3) jika sudah ada sinergi antara sekolah, orang tua murid, pemerintah, dan masyarakat, maka transformasi pendidikan Islam akan cepat bisa terealisir. Dengan begitu tujuan madrasah untuk mencetak generasi muslim yang berguna bagi agama dan bangsanya terasa lebih mudah tercapai. Dukungan dari masyarakat juga turut mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajara Fiqh. Salah satu bentuk dukungan masyarakat adalah menyediakan sarana atau sumber belajar bagi kegiatan pembelajaran Fiqh seperti perawatan jenazah, shalat berjamaah di masjid, dan sebagainya sebagai bentuk rasa memiliki masyarakat terhadap program pendidikan di madrasah. Dukungan dari masyarakat yang lain adalah menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi pengembangan madrasah. Sumber daya tersebut dapat berasal dari tokoh agama/masyarakat yang punya keahlian di
133
bidang Fiqh seperti para pengasuh pondok pesantren atau modin di desa untuk berpartisipasi
memberikan
ilmu
dan
pengalamannya
dalam
proses
pembelajaran Fiqh kepada peserta didik. Hal ini sejalan dengan konsep pembelajaran berbasis masyarakat merupakan yang dikemukakan Suharto (2005 : 325) bahwa kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat adalah mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan. Atas dasar tersebut pembelajaran berbasis masyarakat yang bertumpu pada tiga pilar utama yaitu “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”, artinya pendidikan merupakan jawaban
dari kebutuhan
masyarakat. Pembelajaran oleh masyarakat artinya masyarakat merupakan pelaku atau subjek pendidikan yang aktif, bukan hanya sekedar sebagai objek pendidikan sehingga masyarakat betul-betul memiliki, bertangungjawab dan peduli
terhadap
pendidikan.
Pembelajaran
untuk
masyarakat
artinya
masyarakat secara aktif terlibat dalam program pembelajaran seperti perencanaan, implementasi, pengelolaan, dan evaluasi yang dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
c. Mata Pelajaran al-Quran Hadits 1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran al-Quran Hadits Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits hampir sama dengan mata pelajaran Fiqh salah satunya terbatasnya dana dan minat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran al-Quran Hadits. Seperti telah peneliti jelaskan sebelumnya terkait kendala dana. Madrasah melalui beberapa kebijakan kepala madrasah disertai dukungan dari komponen sekolah, orang tua dan masyarakat, telah mengalokasikan pos-pos sumber dana untuk anggaran peningkatan program pembelajaran berbasis masyarakat pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 ini. Pos-pos tersebut berasal dari sumbangan orang tua, sisa anggaran BOS, dan sumbangan dari donatur masyarakat. Berdasarkan pengakuan dari kepala
134
madrasah, banyak mahasiswa yang meneliti di MTs 07 Patebon memberikan kenang-kenangan yang mendukung pembelajaran berbasis masyarakat seperti satu paket kitab tahlil, satu paket kitab juz `Amma, dan terakhir mahasiswa dari Unisula memberikan seperangkat alat untuk menulis kaligrafi yang ditaksir seharga Rp. 700.000 rupiah. Terlepas dari dari mana sumber dana tersebut diperoleh, perlu kiranya madrasah untuk mengajak masyarakat turut ambil bagian dalam mendanai penyelenggaraan pembelajaran berbasis masyarakat. Dalam konteks inilah kegiatan kehumasan di madrasah menjadi bagian penting. Menurut Iriantara (2013 : iv), humas sekolah bertujuan membangun komunikasi dan relasi dengan
stakeholder-nya
untuk membangun saling pengertian dan
mengembangkan kemaslahatan bersama. Kegiatan kehumasan juga menunjang kegiatan utama lembaga pendidikan yaitu pembelajaran. Berdasarkan konsep tersebut, kegiatan kehumasan secara teoritik maupun aplikatif mempunyai peran sentral mendukung kelancaran dan kesuksesan program pembelajaran berbasis masyarakat yang diselenggarakan madrasah.
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam Pembelajaran al-Quran Hadits Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Al Quran Hadits di MTs
07
Patebon
adalah
dukungan
kepala
madrasah,
guru,
tokoh
agama/masyarakat, orang tua, dan masyarakat. Dukungan tersebut merupakan salah satu bentuk kepemilikan masyarakat terhadap MTs 07 Patebon seperti menyediakan sumber daya yang berkualitas di bidang ilmu-ilmu al Quran seperti tajwid, seni kaligrafi dan seni tiwatil Quran. Secara teknis tokoh masyarakat tersebut bekerja sama dengan guru Al Quran Hadits membuat perencanaan pembelajaran, memberikan materi pelajaran, menyediakan saran pembelajaran, dan mengadakan evaluasi berkelanjutan seperti pemberian remidi bagi yang belum tuntas, membimbing siswa dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam shalat, dalam acara-acara khusus organisasi sosial keagamaan, serta dalam kejuaraan
135
MTQ baik di tingkat desa, kecamatan, maupun kabupaten. Dukungan tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Suharto (2012 : vii) bahwa dukungan masyarakat terhadap pembelajaran di madrasah adalah dalam bentuk pelibatan menyusun kurikulum, membantu pendanaan sekolah, dan melayani pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya sendiri (Suharto, 2012 : vii). Dukungan masyarakat di atas juga mendukung prinsip-prinsip pembelajaran berbasis masyarakat sebagaimana diungkapkan Kerezi (2013 : 8) bahwa bentuk-bentuk partisipasi masyarakat terhadap lembaga pendidikan yaitu : komitmen bersama memajukan mutu sekolah, memberikan informasi dan menjaga komunikasi, menjadi patner, membantu pengadaan sarana dan teknologi pendidikan yang dibutuhkan sekolah, bekerja sama dalam pembelajaran, bekerja sama memecahkan problem sekolah dan lain-lain. Hasil penelitian Juma Abdu Wamaungo, menunjukkan siinergitas antara sekolah atau madrasah, masyarakat, dan pemerintah sangat potensial untuk memajukan kualitas pendidikan dan menggirahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Melalui hasil penelitiannya Wamaungo (2014 : 98) menemukan ada tiga jenis partisipasi masyarakat yaitu partisipasi pasif, partisipasi pemberian informasi, dan partisipasi konsultasi. Berdasarkan hasil temuan tersebut apabila diterapkan pada madrasah harus sering melakukan sosialisasi program-program yang sudah, sedang dan akan dilaksanakan.
Gambaran
dan
kondisi
madrasah
harus
senantiasa
diinformasikan kepada masyarakat agar masyarakat memahami betul perkembangan dan dinamika madrasah. Cara seperti ini merupakan salah satu media untuk menarik dan mengikutsertakan masyarakat dalam proses pendidikan dan pembelajaran di madrasah (Jhonson, 2007 : 47). Hubungan madrasah dengan masyarakat idealnya harus terjaga. Jika hubungan tersebut sudah terjaga secara harmonis, akan tercipta saling pengertian antara madrasah, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat. Hal ini pada gilirannya akan membantu terciptanya jalinan kerjasama dan saling membantu antara madrasah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing. Strategi ini
136
pada dasarnya dimaksudkan agar masyarakat merasa ikut bertanggung jawab atas sukses dan tidaknya pendidikan di madrasah. Pembelajaran berbasis masyarakat di MTs 07 Patebon juga sangat potensial dikembangkan dalam rangka penerimaan siswa baru. Di tengah persaingan yang kompetitif dengan beberapa sekolah negeri dan swasta yang lain, program pembelajaran berbasis masyarakat ternyata dalam segi ini memiliki nilai potensial mengembangkan jalinan sosial yang luas di masyarakat di wilayah kabupaten Kendal dan Batang. Sejak diterapkannya program pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah siswa yang masuk di madrasah bertambah satu kelas. Masyarakat yang merasa sudah memiliki dan membutuhkan madrasah dengan sendirinya memiliki kepercayaan untuk menyekolahkan anaknya. Hal ini sejalan temuan Waras Kamdi, dalam salah satu penelitiannya terhadap sekolah/madrasah yang menyelenggarakan pembelajaran berbasis masyarakat di Malang ditemukan memiliki jaringan kerja sosial yang luas dan mengembangkan kerja sama dengan pos-pos organisasi penting di masyarakat, sehingga setiap penerimaan siswa baru setiap tahun pelajaran tetap melimpah dan tetap menyelenggarakan seleksi siswa baru dengan proporsional (Kamdi, 2014 : 218-219). Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, maka konsep pembelajaran berbasis masyarakat yang ideal menurut peneliti adalah sebagai berikut : a. Guru bersama masyarakatan melakukan pemetaan materi pelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yakni mata pelajaran Fiqh dan alQuran Hadits sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang memerlukan pembelajaran berbasis masyarakat b. Guru
bersama
masyarakat
membuat
perencanaan
pelaksanaaan
pembelajaran (RPP), di mana dalam menyusun perencanaan pembelajaran ini, masyarakat benar-benar terlibat secara aktif tidak hanya sekedar memberi masukan, sehingga mulai dari strategi pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan tindak lanjutnya, masyarakat benar-benar mengetahui perencanaannya.
137
c. Sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditentukan guru bersama-sama dengan masyarakat melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat dengan mengacu pada rencana yang telah disusun bersama (RPP). Mengingat pentingnya tahapan ini bagi keberhasilan pembelajaran berbasis masyarakat, maka antara guru dan masyarakat harus benar-benar terjadi kerja sama yang baik untuk melaksanakan setiap tahapan dalam perencanaan. d. Penilaian untuk mencapai kompetensi peserta didik dalam pembelajaran berbasis masyarakat harus dilakukan secara bersama-sama oleh guru dan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat benar-benar ikut menilai, tidak sekedar memberikan masukan kepada guru, atau sebaliknya tokoh masyarakat yang memberi nilai, sementara guru hanya memberi masukan saja. Melalui kerjasama dalam penilaian ini antara guru dan masyarakat sehingga penilaian berjalan objektif. e. Analisa hasil penilaian untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik sesuai KKM harus dilaksanakan bersama antara guru dan masyarakat. f. Dalam melaksanakan tindak lanjut hasil analisa penilaian, guru harus melibatkan masyarakat dalam bentuk masyarakat memberikan pertimbangan g. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat dalam rangka untuk peningkatan pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada tahun berikutnya, guru harus meminta masukan dari masyarakat, sehingga perencanaan semakin baik dan diharapkan pelaksanaannya juga semakin baik.
C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian yang penulis lakukan, terdapat keterbatasanketerbatasan di antaranya: 1. Keterbatasan waktu penelitian, ada beberapa materi pelajaran di MTs 07 Patebon seperti perawatan jenasah yang tidak dapat diamati secara langsung oleh peneliti. Hal ini disebabkan materi pelajaran tersebut diberika pada akhir semester II. Untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada materi perawatan jenazah tersebut diperoleh hanya dari data intervieu dan dokumentasi.
138
2. Keterbatasan dokumen pendukung. Ada beberapa dokumen yang diperlukan sebagai pendukung tidak dapat peneliti peroleh di lapangan. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan siapa yang menyimpan data atau di tempat mana data tersebut disimpan. 3. Adanya rasa sungkan dari peneliti ketika mengadakan wawancara mendalam kepada para tokoh agama/masyarakat. Hal ini tentunya mengurangi kekuatan atau respek peneliti dalam memberikan persepsi dan umpan balik dari hasil proses wawancara tersebut. Meskipun demikian, peneliti tetap melakukan intervieu sesuai pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. 4. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang hanya menjelaskan hasil penelitian berdasarkan data deskriptif. Peneliti berharap di masa yang akan datang diadakan penelitian
pengembangan agar ditemukan model
pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) yang lebih baik kualitasnya.