BAB IV ANALISIS SISTEM PENANGGALAN JAWA PRANATA MANGSA DAN SISTEM PENANGGALAN SYAMSIAH YANG BERKAITAN DENGAN SISTEM MUSIM
A. Analisis Sistem Penanggalan Jawa Pranata Mangsa dan Sistem Penanggalan Syamsiah yang Berkaitan dengan Sistem Musim 1.
Sistem Penanggalan Jawa Pranata Mangsa Sistem penanggalan Pranata Mangsa merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Jawa yang berkaitan dengan pengelolaan pertanian. Selama ribuan tahun mereka menghafalkan pola musim, iklim dan fenomena alam lainnya, yang mana nenek moyang kita membuat kalender tahunan bukan berdasarkan kalender Matahari (masehi) atau kalender Bulan (hijriah) tetapi berdasarkan kejadian-kejadian alam seperti dalam hal menentukan musim penghujan, musim kemarau, musim berbunga dan letak bintang di jagad raya serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang surutnya air laut. Pranata Mangsa yang terdiri atas 12 mangsa, masing-masing memiliki indikator, meskipun indikator ini bersifat semi kuantitatif (dari kebiasaan aktivitas hewan dan serangga, saat berbunganya tanaman, kelembaban udara dan tanah) masih dapat dimanfaatkan untuk membuat
55
56
prakiraan tentang permulaan musim hujan dan permulaan musim kemarau.1 Patokan yang digunakan untuk menentukan kapan mulai serta berakhirnya masing-masing mangsa dengan memperhatikan munculnya rasi bintang tertentu, disusul oleh munculnya rasi bintang tertentu. Seperti munculnya rasi bintang lumbung (crux) pada mangsa katelu, banyakangkrem (scorpio) pada mangsa kalima dan lain-lainya. Bersamaan dengan itu, panjang bayangan manusia pada tengah hari juga digunakan untuk menentukan panjang pendeknya suatu mangsa tertentu, selain itu dalam pembagian tiap mangsa petani juga memperhatikan asalusul angin serta gerakan-gerakan angin yang mana merupakan penyesuaian udara pada pergeseran perjalanan Matahari di sepanjang tahun. Mangsa dalam Pranata Mangsa berada dalam pola yang simetris, dalam satu tahun panjangnya 365/366 hari dibagi menjadi 2 tengah tahunan yang dipecah menjadi 6 mangsa. Panjang mangsanya berturutturut 41-23-24-25-27-43. Umur masing-masing mangsa berbeda-beda karena proses perubahan deklinasi Matahari yang apabila digabungkan dengan lintang tempat akan menimbulkan perubahan bayang saat Matahari berkulminasi.2
1
Hasil wawancara dengan Salim Azhar, pada hari Jum’at 17 Januari 2014 di Pondok Pesantren Roudlotut Thullab Sendang Duwur Paciran Lamongan 2 Hasil wawancara dengan Manshur Mu’thy al-Kafy, pada hari Selasa 29 April 2014 di ruang tamu Pengadilan Agama Semarang
57
Bayang-bayang Matahari saat berkulminasi hakikatnya adalah posisi jarak zenith Matahari, jarak zenith ditentukan oleh lintang dan deklinasi. Lintangnya adalah tempat ditemukannya sistem Pranata Mangsa dan deklinasi tentu harus menyesuaikannya. Mangsa ke I (kasa) pada tanggal 22 Juni dimulai pada saat Matahari berada di zenith untuk garis balik Utara Bumi (tropic of cancer ). Mangsa ke VII (kapitu) pada tanggal 22 Desember dimulai ketika Matahari berada di zenith garis balik Selatan Bumi (tropic of capricorn). Pranata Mangsa juga memiliki latar belakang kosmografi (pengukuran posisi benda langit). Pengetahuan yang telah dikuasai oleh seorang Austronesia sebagai pedoman untuk navigasi di laut serta berbagai kegiatan ritual kebudayaan, karena peredaran Matahari dalam setahun menyebabkan perubahan musim, Pranata Mangsa juga memiliki sejumlah ciri klimatologis. Awal mangsa kasa (pertama) adalah 22 Juni, yaitu saat posisi Matahari di langit berada pada Garis Balik Utara, sehingga bagi petani saat itu adalah saat bayangan terpanjang (empat pecak/kaki ke arah Selatan). Panjang rentang waktu yang berbeda-beda pada mangsa ditentukan dari perubahan panjang bayangan. Mangsa pertama berakhir di saat bayangan menjadi tiga pecak yaitu mulai masuk mangsa Karo (mulai 2 Agustus), demikian selanjutnya hingga mangsa Kapat (mulai 18 September) berakhir di saat bayangan tepat berada di kaki, di saat posisi Matahari berada pada zenith.
58
Pergerakan garis edar Matahari ke Selatan mengakibatkan pemanjangan bayangan ke Utara dan mencapai maksimum sepanjang dua pecak di saat posisi Matahari berada pada Garis Balik Selatan (21 Desember) yang menandai berakhirnya mangsa Kanem. Proses ini berulang secara simetris untuk mangsa Kapitu (mulai 22 Desember) hingga Sadha (mulai 12 Mei). Secara klimatologis, Pranata Mangsa mengumpulkan informasi mengenai perubahan musim yang berlaku untuk wilayah Nusantara yang dipengaruhi oleh angin muson dan arahnya dikendalikan oleh peredaran Matahari. Awal musim penghujan dan kemarau serta berbagai pertanda fisiknya yang digambarkan Pranata Mangsa secara umum sejajar dengan hasil pengamatan klimatologi. Kelemahan pada Pranata Mangsa adalah bahwa Pranata Mangsa tidak menggambarkan variasi yang mungkin muncul pada tahun-tahun tertentu. Misalnya akibat munculnya gejala ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang secara meteorologis diekspresikan dalam nilai Southern Oscillation Index (SOI), fenomena El Nino yang memperpanjang musim kemarau dan La Nina yang memperpanjang musim hujan dan dipengaruhi oleh sirkulasi moonson yang menimbulkan perbedaan iklim antara musim hujan dan musim kemarau serta pengaruh fenomena regional seperti Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan dan kondisi suhu permukaan laut sekitar wilayah Indonesia.
59
Pranata Mangsa juga terdapat sejumlah ketentuan yang lebih banyak terkait dengan aspek horoskop, sehingga cenderung tidak logis, meskipun begitu Pranata Mangsa masih tetap dapat diandalkan dalam hal pengamatan atas gejala alam. Kemampuan membaca gejala alam ini penting karena petani perlu beradaptasi apabila terjadi perubahan dengan mengubah pola tanam. Terdapat inrelevan antara penanggalan Pranata mangsa dengan musim yang sebenarnya berlangsung, bahkan bisa dikatakan penanggalan ini masih belum bisa secara konsisten menyesuaikan dengan fenomena iklim yang sebenarnya karena sebagian flora dan fauna yang menjadi indikator penanda musim banyak yang hilang. Tentu lebih konsisten jika menentukan musim dengan acuan sistem penanggalan Masehi atau dari penentuan prakiraan BMKG agar mendapatkan hasil yang maksimal untuk pertanian dan perkebunan. 2.
Sistem Penanggalan Syamsiah yang berkaitan dengan Sistem Musim Penanggalan Masehi merupakan sistem kalender Matahari (Syamsiah) karya manusia. Penanggalan ini merupakan peninggalan seorang bangsa Romawi bernama Romulus pada 753 SM. Acuan yang digunakan adalah perubahan musim dari gerak semu Matahari. Pijakan awal perhitungannya adalah permulaan musim semi yang terjadi pada saat posisi Matahari berada di titik vernal equinox sekitar tanggal 21 Maret.
60
Berdasarkan keteraturan posisi tahunan Matahari tersebut dapat menyebabkan perubahan musim tahunan. Terdapat empat musim yang terjadi di belahan Utara dan Selatan, empat musim tersebut adalah musim semi (vernal equinox) saat bujur Matahari (ecliptic longitude) berada pada nilai 00 yang terjadi tanggal 21 Maret di belahan Bumi Utara dan tanggal 23 September di belahan Bumi Selatan. Musim gugur (autumnal equinox) merupakan kebalikan dari musim semi saat bujur Matahari berada pada nilai 1800 yang terjadi tanggal 23 September untuk belahan Bumi Utara dan tanggal 21 Maret untuk belahan Bumi Selatan.3 Musim panas (summer solstice) saat bujur Matahari berada pada nilai 900 yang terjadi tanggal 22 Juni di belahan Bumi Utara dan 22 Desember di belahan Bumi Selatan. Terakhir musim dingin (winter solstice) saat bujur Matahari berada pada nilai 2700 yang terjadi tanggal 22 Desember di belahan Bumi Utara dan 22 Juni di belahan Bumi Selatan.
Gambar. 5: Posisi Bumi pada bulan-bulan tertentu 3
Baca selengkapnya Moedji Raharto, Sistem Penanggalan Syamsiah/Masehi, Bandung: ITB, 2001, hlm. 16-17. Dan I Made Sugita, Ilmu Falak (Untuk Sekolah Menengah Di Indonesia), Jakarta: J.B Wolters, 1951, hlm. 47-48
61
Secara klimatologis pola iklim penanggalan syamsiah atau prakiraan BMKG didasarkan pada pola moonson, pola ekuatorial dan pola lokal. Penentuan musim hanya dapat dilakukan berdasarkan perdasarian (10 harian) bukan berdasarkan perharinya, sebagaimana contoh awal musim hujan dan awal musim kemarau di Kabupaten Sukoharjo Surakarta pada tahun 2009-2013. No Tahun Awal Musim Kemarau Awal Musim Hujan 1 2009 Juni dasarian I November dasarian II 2 2010 Juni dasarian I September dasarian II 3 2011 Mei dasarian II Oktober dasarian III 4 2012 April dasarian II Oktober dasarian III 5 2013 Mei dasarian III Oktober dasarian II Tabel. 11: Awal musim hujan dan kemarau di Sukoharjo (2009-2013) Keterangan: a) Dasarian I
: Tanggal 1 – 10
b) Dasarian II
: Tanggal 11 – 20
c) Dasarian III
: Tanggal 21 – akhir bulan
Penentuan awal musim hujan dan awal musim kemarau oleh BMKG bersifat dinamis dalam arti: a.
Dapat berubah karena penelitian dan perhitungan kembali dimasa yang akan datang
b.
Dalam penerbitannya setiap musim (1 tahun 2 kali) selalu disertai dengan kondisi fisis dan dinamika Atmosfer selain interaksi lautan, sehingga gambaran fenomena global seperti ENSO, SOI, La Nina, El Nino, dan Angin Pasat memberikan makna tersendiri pada musim hujan atau musim kemarau yang akan dilalui
62
Penentuan awal musim oleh BMKG dapat dijadikan patokan dalam penentuan awal musim hujan dan kemarau dalam kondisi normal. Penentuan musim oleh BMKG juga memperhatikan keberadaan wilayah, seperti kondisi iklimnya yang dipengaruhi oleh fenomena El Nino/La Nina bersumber dari wilayah Timur Indonesia (Ekuator Pasifik Tengah) dan Dipole Mode4 bersumber dari wilayah Barat Indonesia (Samudera Hindia Barat Sumatera hingga Timur Afrika), disamping itu pengaruh fenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia5, daerah pertemuan angin antar tropis atau Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ)6 yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu permukaan laut sekitar wilayah Indonesia. Kondisi topografi wilayah Indonesia yang memiliki daerah pegunungan, daerah berlembah, serta banyak pantai yang merupakan fitur lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim di wilayah Indonesia, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Keadaan ini
4
Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut–atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih)antara anomali suhu muka laut perairan pantai Timur Afrika dengan perairan di sebelah Barat Sumatera. Lihat dalam laporan tahunan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jakarta tentang Prakiraan musim kemarau dan musim hujan periode 2013/2014, hlm. 2 5 Sirkulasi angin di Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran Matahari dalam setahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia umumnya adalah pola monsun, yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah tahun sekali. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Ibid. 6 ITCZ merupakan daerah tekanan rendah yang memanjang dari Barat ke Timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi Matahari ke arah Utara dan Selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa, maka pada daerah-daerah yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan hujan. Ibid.
63
dapat dimanfaatkan untuk digali potensinya sesuai iklim yang ada agar mendapatkan hasil yang maksimal untuk pertanian dan perkebunan. B. Analisis Komparatif Sistem Penanggalan Jawa Pranata Mangsa dan Sistem Penanggalan Syamsiah yang berkaitan dengan Sistem Musim Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah menjadi wilayah penelitian karena secara kultur historis merupakan pengguna serta munculnya sistem Pranata Mangsa. Secara geografis dipengaruhi iklim daerah tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dengan 2 musim, yaitu musim kemarau sekitar bulan April – September dan musim penghujan antara bulan Oktober – Maret. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.790 mm, suhu udara berkisar antara 230C sampai dengan 340C, dengan kelembaban udara tahunan rata-rata 77%. Menurut perhitungan Pranata Mangsa Awal Musim Hujan berada pada mangsa ke-4 (Kapat) yaitu tanggal 18 September – 12 Oktober dan Akhir Musim Hujan pada mangsa ke-11 (Destha) yaitu tanggal 19 April – 11 Mei, sedangkan menurut prakiraan BMKG berdasarkan pada curah hujan perdasariannya, meskipun begitu secara global dari ketentuan BMKG dan Pranata Mangsa menyatakan bahwa Musim Hujan terjadi pada Oktober-I (awal Oktober) sampai dengan Mei-I (awal Mei).
64
Secara umum perbandingan Awal Musim Hujan dan Awal Musim Kemarau pada tahun 2009 - 2013 di Kabupaten Sukoharjo Surakarta dengan Pranata Mangsa terlihat pada grafik garis berikut:
Keterangan : Awal Musim Kemarau Awal Musim Hujan Gambar. 6 : Awal musim hujan dan kemarau tahun 2009-2013 Menurut hasil perbandingan Awal Musim Hujan dan Awal Musim Kemarau di Kabupaten Sukoharjo Surakarta dengan Pranata Mangsa tahun 2009-2013 dapat diketahui sebagaimana berikut: 1.
Pada tahun 2009 Awal Musim Hujannya mundur 4 dasarian, yaitu terjadi pada pertengahan mangsa Kanem (bayangan tengah hari berada pada 1 pecak/kaki ke arah Utara, angin Barat menuju Timur, angin kencang, hawa basah, dingin, banyak hujan, tanaman rambutan, durian dan manggis mulai masak), namun Awal Musim Kemaraunya mundur 2
65
dasarian terhadap Pranata Mangsa, yaitu terjadi pada pertengahan mangsa Sadha (bayangan tengah hari berada pada 3 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Timur ke Barat, mulai jarang hujan, tanaman nanas, jeruk kepruk dan asam mulai masak). 2.
Pada tahun 2010 Awal Musim Hujannya maju 2 dasarian, yang mana terjadi pada mangsa Kapat (dimana bayangan berada pada 1 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Barat Laut menuju Tenggara, terjadi peralihan musim akan tetapi hawa masih panas dan kering, mata air kering, burung-burung manyar mulai membuat sarang), namun Awal Musim Kemaraunya mundur 2 dasarian terhadap Pranata Mangsa, yaitu pada pertengahan mangsa Sadha (bayangan tengah hari berada pada 3 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Timur ke Barat, mulai jarang hujan, tanaman nanas, jeruk kepruk asam mulai masak).
3.
Pada tahun 2011 Awal Musim Hujannya mundur 2 dasarian, terjadi pada pertengahan mangsa Kalima (bayangan 0 pecak/kaki, angin Barat Laut ke Tenggara, mulai musim hujan, petani memperbaiki pengairan, pohon asam mulai tumbuh daun muda, ular dan ulat keluar dan mangga mulai masak), namun Awal Musim Kemaraunya sama dengan perhitungan Pranata Mangsa yaitu tepat pada awal mangsa Sadha (bayangan tengah hari berada pada 3 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Timur ke Barat, mulai jarang hujan, tanaman nanas, jeruk kepruk asam mulai masak).
4.
Pada tahun 2012 Awal Musim Hujannya mundur 2 dasarian, yaitu terjadi pada pertengahan mangsa Kalima (bayangan 0 pecak/kaki, angin Barat
66
Laut ke Tenggara, mulai musim hujan, petani memperbaiki pengairan, pohon asam mulai tumbuh daun muda, ular dan ulat keluar dan mangga mulai masak), namun Awal Musim Kemaraunya maju 3 dasarian terhadap Pranata Mangsa, yang mana terjadi pada mangsa Dhesta (bayangan 2 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Tenggara menuju Timur Laut, hujan semakin berkurang dan suhu mulai panas, musim panen padi dan umbi). 5.
Pada tahun 2013 Awal Musim Hujannya mundur 1 dasarian, yaitu pada pertengahan mangsa Kalima (bayangan 0 pecak/kaki, angin Barat Laut ke Tenggara, mulai musim hujan, petani memperbaiki pengairan, pohon asam mulai tumbuh daun muda, ular dan ulat keluar dan mangga mulai masak), namun Awal Musim Kemaraunya mundur 1 dasarian terhadap perhitungan Pranata Mangsa, terjadi pada pertengahan Sadha (bayangan tengah hari berada pada 3 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Timur ke Barat, mulai jarang hujan, tanaman nanas, jeruk kepruk asam mulai masak). Berdasarkan perbandingan prakiraan penentuan Awal Musim Hujan
dan Awal Musim Kemarau dengan sistem Pranata Mangsa dan sistem dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika di Kabupaten Sukoharjo Surakarta pada tahun 2009 – 2013. Secara umum prakiraan tersebut mundur/lebih lambat dari perhitungan Pranata Mangsa, akan tetapi pada tahun 2011 Awal Musim Kemaraunya sama dengan perhitungan Pranata Mangsa yaitu terjadi pada Mei dasarian 2 yang mana terjadi tepat pada
67
mangsa Sadha, dimana bayangan tengah hari berada pada 3 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Timur ke Barat, mulai jarang hujan, tanaman nanas, jeruk kepruk asam mulai masak. Hal ini terjadi karena pengaruh anginnya sama yaitu angin Timur ke Barat, pengaruh iklim secara global seperti yang disebabkan oleh fenomena El Nino yang memperpanjang musim kemarau dan La Nina yang memperpanjang musim hujan, sirkulasi moonson, kejadian ENSO (El Nino Southern Oscillation), SOI (Southern Oscillation Index) dan pengaruh secara lokal seperti topografi dari wilayah Kabupaten Sukoharjo Surakarta tersebut. Berikut gambar kejadian angin di Kabupaten Sukoharjo Surakarta pada tahun 2011:
Gambar. 7 : Kejadian angin di Kabupaten Sukoharjo Surakarta tahun 2011 Pada gambar di atas menunjukkan angin Timur ke Barat pada daerah Jawa Tengah di Kabupaten Sukoharjo Surakarta (yang terdapat pada tanda segitiga). Kejadian angin tersebut sama dengan tanda mulainya musim menurut penentuan Pranata Mangsa yang mana terjadi pada mangsa Sadha dengan pertanda alam (condro) Sotya Sinarawardi (air pisah dari tempatnya,
68
orang mulai berkeringat), petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lambung, jeruk kepruk, kesemek, nanas dan asam mulai masak. Berikut perbedaan keadaan alam antara Pranata Mangsa dan prakiraan BMKG pada tahun 2009 – 2013 di Kabupaten Sukoharjo Surakarta: Awal Musim Kemarau No
1
Tahun
2009
Pranata Mangsa
Angin dari Timur – Barat
Awal Musim Hujan
BMKG
Pranata Mangsa
BMKG
Angin dari Timur
Angin dari Barat – Timur
Angin variabel (timuran/bara tan)
Angin dari Angin dari Angin dari Angin dari Timur 2 2010 Timur – Timur Barat Tenggara Barat Angin dari Angin dari Angin dari Angin dari Timur 3 2011 Timur – Timur Barat Laut – Tenggara Barat Barat Tenggara Angin dari Angin dari Angin dari Angin dari Tenggara Timur 4 2012 Timur – Barat Laut – menuju Tenggara Tenggara Tenggara Timur laut Angin dari Angin dari Angin dari Angin dari 5 2013 Timur – Barat Laut – Tenggara Timur Laut Barat Tenggara Tabel. 11: Perbedaan keadaan alam pada Pranata Mangsa dan BMKG Penentuan
keadaan
alam
menurut
sistem
Pranata
Mangsa
berdasarkan pada ilmu titen, jadi setiap mangsa-mangsa tertentu keadaan alamnya sama tidak berubah. Berbeda dengan prakiraan BMKG, penentuan keadaan alam untuk awal musim kemarau dan hujan berdasarkan dengan pengamatan ketinggian 1 km di atas permukaan Bumi dan tidak mendapat gangguan (polusi).