BAB IV ANALISIS POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK A. Analisis Pola Pembentukan Karakter Anak Melalui Pendidikan Ramah Anak Secara Umum Anak adalah sosok belia, dan anak bukan orang tua dalam ukuran kecil. Pengertian ini mengandung maksud, segala perilaku, pikiran maupun perasaan tidak sama dengan orang dewasa. Kadang-kadang orang tua dan pendidik sekolah sering tidak memahami keinginan anak. Bahkan kata-kata, tindakan, maupun kehendak perilaku orang tua dan pendidik kadang menjadi intimidasi bagi anak. Lambat laun tumpukan kekesalan anak meledak dan menjadikan perubahan perangai anak. Akibatnya, pada beberapa anak, jiwa dan perilakunya menjadi apatis.1 Selain itu, kata-kata, sikap maupun tindakan yang dilakukan oleh orang tua dan pendidik menjadi contoh bagi seorang anak bahkan dapat mempengaruhi perkembanganya dikemudian hari. Pendidikan pertama yang diperoleh seorang anak adalah dalam keluarga, dimana peran orang tua sangat berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun mentalnya. Salah satunya sikap orang tua yang overprotektif mengakibatkan anak menjadi penakut dan berbohong, begitu pula anak yang sering melihat orang tua mereka berkata1
Arismantoro, Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), h. 130
59
60
kata kasar dan bertengkar, menumbuhkan sikap anak yang temperamental dan senang berkelahi. Terlebih jika hal tersebut terjadi pula ditempat mereka bersekolah,
maka
berakibat
fatal
pada
perkembangan
anak
terutama
perkembangan psikisnya. Oleh karenanya orang tua maupun guru disekolah mampu memberikan pola asuh yang benar dan ramah terhadap anak. Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, BAB III merujuk kepada hak dan kewajiban Anak, Pasal 4 menyebutkan dengan tegas bahwa :2 “Sebagai anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Hal senada juga disebutkan dalam pasal 13 yang berbunyi : 1. Setiap anak selama pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan : a. Diskriminasi b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. Penelantaran d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan e. Ketidak Adilan, dan f. Perlakuan salah lainnya
2
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (Jakarta: Visi Media, 2007), h. 8 & 10
61
2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimasud dalam ayat (1), maka pelaku pemberatan hukuman. Dalam pasal 54 UU. No. 23 tahun 2002 juga dijelaskan : 3 “Anak didalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya didalam sekolah yang bersangkutan atau lembaga pendidikan lainnya”.
Orang tua dan pendidik perlu menyadari bahwa anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Anak adalah anak, yang memiliki karakteristik yang harus kita pahami. Beberapa karakteristik tersebut, antara lain :4 a. Setiap anak adalah unik, oleh karena itu perlu diterima dan dihargai sebagaimana adanya. b. Dunia anak adalah bermain, oleh karena itu jangan dipaksa seperti anak yang sudah dewasa. c. Setiap karya yang dihasilkan anak adalah karya yang berharga. d. Seiap anak berhak mengekspresikan ide-ide dan keinginannya, oleh karena itu jangan biasa dihalang-halangi atau dikekang. e. Setiap anak berhak mencoba dan melakukan kesalahan, karena itu merupakan langkah pertamanya untuk memahami kebenaran. f. Setiap anak memiliki naluri sebagai peneliti, karena itu beri kesempatan untuk bereksplorasi dengan lingkungan sekitarnya.
3 4
Ibid, h. 30 Arismantoro. Character Building…. , h. 103-104
62
g. Setiap anak membutuhkan rasa aman, karena itu ia tidak mau dikekang, dipaksa, diancam ditakut-takuti. Selain itu karakteristik anak dapat dilihat dari tiap-tiap tahap perkembangannya yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Komunikasi antara pendidik dan orang tua tentang pengembangan karakter anak sangat penting karena orang tua merupakan pendidik utama bagi anak. Komunikasi yang baik adalah bila kedua pihak pendidik dan orang tua saling memahami, saling memberi, dan saling menerima.5 Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua maupun guru dalam mendidik anak atau murid disekolahnya dengan tidak memaksa, menekan maupun menghukum yang berlebihan. Seto Mulyadi mengatakan, pendidik yang tidak ramah kepada anak, menyebabkan anak didik tegang dan stres. Pola pendidikan yang tidak ramah juga menjadi penyebab banyaknya anak putus sekolah. Menurut Seto, sepanjang tahun 2008, jumlah anak yang putus sekolah akibat kurikulum yang tidak ramah, mencapai 24.152.714 anak.6 Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam lembaga pendidikan, keluarga dan lingkungan masyarakat. Diantaranya adalah :7 a. Di Sekolah 1) Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak efektif untuk memotifasi siswa atau merubah perilaku malah beresiko menimbulkan trauma psikologi dan melukai harga diri siswa. 5
Ibid, h. 105 Laporan Akhir Tahun Komnas Perlindungan Anak (22/12/08), http://group.yahoo.com 7 Kekerasan Pada Anak (20/08), http://taufik 79 file.wordpress.com 6
63
2) Dalam menangani tindakan siswa, jangan menangani siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan atau sikap siswa. Jangan menangani siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan atau sikap siswa. 3) Adanya masalah psikologis yang menyebabkan hambatan dalam mengelola emosi hingga yang menjadi lebih sensitif dan reaktif. 4) Adanya tekanan kerja dan pola authoritarian yang mengedepankan faktor kepatuhan dan ketaatan pada figur otoritas sehingga pola belajar bersifat satu arah (dari guru ke murid). 5) Muatan kurikulum yang menekankan kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan afektif. 6) Dimensi psikologis dan kepribadian/karakter siswa itu sendiri yang tanpa sadar bisa melandasi interaksi antara siswa dengan pihak guru, teman atau kakak kelas atau adik kelas. b. Dari Keluarga 1) Anak yang terdidik dalam pola asuh yang indulgent, highly privilage (orang tua sangat memanjakan anak dan memenuhi segala keinginan anak) akan membuat anak mereka menjadi raja dan memaksa orang lain melakukan apa saja yang diinginkannya. 2) Orang
tua
yang
emotionally
or
phisically
uninvolved,
bisa
menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki, jelek, bodoh, tidak baik, dan sebagainya. Kalau situasi ini tidak sempat
64
diperbaiki bisa menimbulkan dampak psikologi, yakni munculnya perasaan inferiori, rejeckted dan sebagainya. Sebaliknya orang yang terlalu rigid dan authoritarian; tidak memberi kesempatan pada anaknya untuk berekspresi tapi lebih banyak dikritik membuat anak menjadi tidak percaya diri, rasa takut yang berlebihan. 3) Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul, atau menyiksa fisik atau emosi, intimidasi anggota keluarga lain atau keluarga yang sering konflik terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah keluarga yang berkepanjangan dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian atau karakter anak tersebut. c. Dari Lingkungan Masyarakat 1) Adanya budaya kekerasan anak yang tumbuh dalam lingkungan yang sering melakukan kekerasan. 2) Mengalami Sindrom Stockholm, dimana kondisi psikologis antara pihak korban dengan pihak aggressor terbangun hubungan yang positif dan korban membantu aggressor mewujudkan keinginan mereka. Seperti contoh, kekerasan yang terjadi ketika mahasiswa senior melakukan kekerasan pada mahasiswa baru pada masa orientasi karena meniru senior sebelumnya. 3) Tayangan Televisi yang banyak berbau kekerasan.
65
Pola pendidikan ramah anak adalah salah satu alternatif pemecahan dari faktor-faktor kekerasan pada anak yang telah disebutkan diatas, yaitu : 1. Dalam Keluarga: a. Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang tua murid untuk membantu perkembangan anaknya. b. Orang tua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan dari pada hukuman, agar anak-anak mampu bertanggung jawab secara sosial. c. Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung unsur kekerasan dengan cara dampingi mereka setiap menonton TV dan pilihkan acara-acara TV yang mengandung unsur-unsur pendidikan. d. Berilah kesempatan memilih dan hargailah usahanya, sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya untuk melatih kemandiriannya.8 e. Membiasakan anak berdiskusi (musyawarah) dan berkata jujur dalam setiap hal yang baru atau telah dialaminya.9 f. Biasakan anak membaca ataupun mendengarkan cerita-cerita tentang para raja atau pahlawan terdahulu agar menumbuhkan sikap kepemimpinan dan keadilan pada diri anak.
8
Widian Indriyani. Panduan Praktik Mendidik Anak Cerdas, (Yogyakarta: Logung, 2008), h. 100-103 9 Anak Anda Suka Berbohong (22/04/08), http://group.yahoo.com
66
2. Di Sekolah: a. Guru menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali potensipotensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa agar siswa menjadi mandiri. b. Melibatkan siswa dalam mengungkapkan gagasannya dalam menciptakan lingkungan sekolah untuk melatih anak terbuka dan berani megeluarkan pendapatnya. c. Hukuman yang diberikan berkorelasi dengan tindakan anak dan mencegah hukuman yang tidak rasional dengan memberikan hukuman yang edukatif dengan tujuan untuk melatih anak bertanggung jawab. d. Sekolah memberikan pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. e. Konseling bagi guru, ketika guru mengalami masalah-masalah sulit, guru mempunyai penguatan dan bimbingan dalam mencari jalan keluar dari masalah-masalahnya. f. Memberi pertolongan dan menindak secara tegas dan edukatif terhadap tindakan kekerasan disekolah agar anak merasa terlindungi. g. Menerapkan strategi pembelajaran berbasis PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan) antara lain dengan cara peserta didik secara alami berpasangan atau kelompok. Perilaku demikian
67
dapat bermanfaat oleh guru dalam pengorganisasian kelas. Dengan berkelompok akan memudahkan mereka untuk berinteraksi atau bertukar pikiran. h. Saling menghormati hak-hak anak baik antara murid dan guru misalnya, guru menunggu kedatangan murid didepan sekolah pada pagi hari dengan raut wajah ceria dan berjabat tangan serta memberikan ucapan salam "selamat pagi" untuk melatih rasa memghormati dan bersikap santun terhadap orang lain utamanya pada orang yang lebih tua. 3. Dalam Lingkungan Masyarakat: menciptakan kondisi yang sehat, aman dan nyaman dengan membiasakan bergotong-royong, musyawarah, menghargai dan menghormati orang yang lebih tua, mengayomi dan menyayangi orang yang lebih muda serta tersedianya sarana dan prasana yang nyaman dan aman. B. Analisis Pola Pembentukan Karakter Anak Melalui Pendidikan Ramah Anak Dalam Perspektif PAI Islam juga telah memberikan perhatian terhadap hak anak-anak muslim dengan porsi yang sangat besar. Perhatian tersebut telah diajarkan Islam, semenjak anak belum dilahirkan ke dunia. Hal tersebut tampak dalam anjuran untuk mempersiapkan yang sesuai untuk anak. Sehingga anak dapat membentuk kepribadian dan mendapat pendidikan dilingkungan keluarga. Menjadi individu yang sempurna, mampu menjalankan kewajiban terhadap dirinya, masyarakat,
68
umat manusia secara keseluruhan, dan lebih-lebih kepada Tuhan yang telah menciptakannya.10 Maka dari itu, dalam proses memilih pasangan setiap orang dianjurkan untuk memilih mereka yang memiliki akhlak Islam. Untuk lebih jelasnya, Rasulullah SAW bersabda :11 “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian relakan agama dan akhlaknya, maka nikahilah dia. Jika kalian tidak melakukannya, maka yang demikian itu akan menjadi fitnah dan kerusakan besar dimuka bumi” (HR. Bukhari) Keluarga muslim berperan sebagai pendidik yang paling utama dalam kehidupan anak. Jadi, keluarga inilah yang bertanggung jawab untuk membekali anak dengan dasar-dasar bahasa dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Disamping itu, keluarga juga bertanggung jawab untuk memberikan pengetahuan terhadap anak tentang berbagai ide pemikiran, keimanan, keyakinan, dan nilai-nilai positif. Karena semua itu merupakan batasan-batasan kebudayaan yang akan membentuk karakter anak. Agama Islam telah memperhatikan pendidikan dan pembelajaran anak dengan ajara-ajaran Islam. Sehingga nilai-nilai pendidikan tersebut dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi anak untuk mencapai kehidupan mulia. Dalam konteks ini, agama Islam mempersiapkan seorang anak layaknya seperti sel yang aka menjadi bagian dari keluarga masyarakat. Partisipasi anak sendiri dalam
10
Fuhaim Musthofa, Rahasia Rasul Mendidik Anak, terj. Muhammad Fahmi,(Yogyakarta: Qudsi Media, 2008), h. 8 11 Ibid, h. 8
69
mengungkapkan pendapatnya memiliki peranan penting yang berkaitan dengan sisi pendidikan dan kejiwaan. Walaupun, pendapat mereka dirasa sangat biasa atau bahkan melenceng jauh dari persoalan yang sedang dibahas. Namun kita harus tetap memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya. Karena hal tersebut sangat menentukan pembentukan kepribadian anak.12 Oleh karena itu, fitrah yang dibawa oleh anak sejak dalam kandungan adalah merupakan potensi-potensi diri yang dimiliki oleh anak dan menjadi tugas orang tua dan pendidik untuk mengembangkannya kearah yang positif. Selama ini pendidikan yang diberikan oleh orang tua dan pendidik seringkali tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan anak. Ironisnya banyak terjadi tindakan kekerasan (violance) dalam mendidik anak baik fisik maupun non fisik. Menurut Johan Galtung bahwa kekerasan (violence) terjadi ketika manusia dipengaruhi sedemikian rupa, sehingga realisasi potensinya berada dibawah realisasi aktualnya. Realisasi potensial itu adalah sesuatu yang seharusnya dan idealnya terjadi, sedangkan realisasi aktual itu adalah sesuatu yang senyatanya terjadi. Contohnya, semua orang punya potensi untuk menjadi orang pandai (sebab punya akal), hidup layak, sehat, aman, senang dan seterusnya. Potensi tersebut adalah fitrah seperti yang telah disebutkan diatas dan fitrah tersebut telah Allah SWT berikan sejak mereka dalam kandungan ibunya.13
12 13
Fuhaim Mustafa, Rahasia Rasul..., h. 30 Fahd Djibran. Refolusi Sekolah, (Bandung: Mizan, 2006), h. 152
70
Anak dilahirkan membawa serangkaian naluri dan kecenderungankecenderungan yang pada gilirannya terbagi menjadi dua bagian. Salah satunya adalah naluri dan kecenderungan yang tampak secara aktual dan yang lainnya adalah naluri yang dibawa oleh anak dalam bentuk kecendrungan-kecenderungan yang mungkin akal berubah dari potensi menuju kemampuan yang aktual pada waktu yang sesuai. Diantara naluri yang dibawa oleh anak secara aktual adalah naluri belajar (rasa ingin tahu) dan kecenderungan menerima pengetahuan, dimana termasuk pula keimanan terhadap agama yang benar. Lantaran demikian, Islam memerintahkan kita mendengungkan adzan pada telinga kanan bayi dan iqamah pada telinga kirinya, suatu perintah yang dimaksudkan agar anak yang terlahir mengerti tantang makna-makna adzan dan iqamah dalam bentuk tertentu, atau agar hal itu berpengaruh terhadapnya. Selain itu Islam memperingatkan kedua orang tua andaikan anak itu pada waktu mendatang menjadi seorang pezina, maka janganlah ia menyalahkan kecuali dirinya. Jadi, akibatnya jatuh pada orang tua, sebab mereka dengan perbuatan keduanya telah menyediakan lahan bagi akibat seperti ini.14 Termasuk naluri yang terlahir bersama anak dan memberikan fenomena aktual serta tampak pada perilaku anak dan sikap-sikap mereka sejak hari pertama adalah naluri kecintaan. Seorang anak, sebagaimana ia mencari makanan dengan dorongan nalurinya, maka dengan dorongan yang sama ia mencari getaran-
14
h. 137
Husain Mazhahiri. Pintar Mendidik Anak terj. Segaf Abdillah, (Jakarta: LENTERA, 2008),
71
getaran hati ibunya dan kedua tangan kasih sayangnya, serta membutuhkan kehangatan dan kesabaran. Kebutuhan naluri anak terhadap kasih sayang dan belas kasih, tetap menggiringnya dan memerlukan pemuasan pada tahun pertama, tahun kedua, dan pada usia sepuluh tahun, lima belas tahun, dua puluh tahun, dan seterusnya. Hendaknya orang tua memberikan kasih sayang dan kecintaan kepada mereka, dan tidak mengarahkan pukulan batih kepadanya. Misalnya, salah seorang dari mereka membentak anak dihadapan umum, sementara anaknya itu masih berumur empat tahun atau lima tahun, atau menyindir – khususnya didepan orang lain – kearah perendahan dan penghinaan. Kata-kata kasar dan melukai perasaan, serta menghina akan berubah menjadi tikaman yang tertanam pada jiwa anak, sehingga menyakitinya dan menyebabkan kepedihan dan gangguangangguan padanya. Dalam Al-quran telah dijelaskan yang berbunyi:
( ﺸ ُﺮﻭْﺍ َﻭ ﹶﻻ ُﺗْﻨ ِﻔ ُﺮﻭْﺍ ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﺴ ُﺮﻭْﺍ َﻭ َﺑ ﱢ ﺴ ُﺮﻭْﺍ َﻭ ﹶﻻ ُﺗ َﻌ ﱢ َﻳ ﱢ “Mudahkanlah dan jangan kamu persulit. Gembirakanlah dan jangan kamu membuat lari” (HR. Bukhari: 87) Dan hadist Nabi SAW:
ﻑ ﹶﻛِﺒْﻴ ِﺮﻧَﺎ َ ﺻ ِﻐْﻴ َﺮﻧَﺎ َﻭ َﻳ ْﻌِﺮﻑُ َﺷ َﺮ َ ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َﻣ ْﻦ ﹶﻟ ْﻢ َﻳ ْﺮ َﺣ ْﻢ َ َﹶﻟْﻴ “Tidak termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak mengasihi anak kecil diantara kami dan tidak memulisakan orang yang lebih besar diantara kami.” (HR. Tirmidzi)
72
Apabila seorang anak – pada usia tiga atau empat tahun – tidak diberi kasih sayang yang cukup, melainkan dijadikan sasaran penghinaan dan pemukulan, maka ia akan menderita gangguan-gangguan dan lemah saraf. Oleh karena itu, hendaknya anak diperlakukan dengan lembut dan dipelihara dengan kecintaan dan kasih sayang, khususnya pada periode awal kehidupannya dan pada awal kepergiannya menuju sekolah. Hendaknya orang tua tidak menentang dan menekan pribadi anaknya dengan perintah-perintah dan larangan-larangan, tetapi harus mengajaknya biasa dengan argumentasi, logika, dan dengan nasihat yang halus.15 Tapi yang wajib ditekankan sekarang adalah pentingnya kesadaran orang tua terhadap kebutuhan naluri anak terhadap kasih sayang, perhatian, dan kelembutan yang ia lalui pada kehidupannya, baik ia anak lelaki atau anak perempuan. Namun meskipun banyak penekanan terhadap pentingnya pemuasan kebutuhan naluri anak terhadap kasih sayang, orang tua tidak boleh berlebihlebihan terhadap hal tersebut, sehingga anak dimanjakan lebih dari sepantasnya dan melewati batas kewajaran dan masuk akal dalam hal perhatian, pemeliharaan dan kasih sayang. Sebab, anak seperti ini baik lelaki ataupun perempuan keadaannya akan mengantarkannya kepada akibat-akibat negatif dan gangguangangguan kejiwaan yang menyakitkan terhadap kepribadiannya, yang akan meninggalkan pengaruh pada perilaku dan sikap-sikapnya dimasa mendatang. Oleh karenanya pendidikan ramah anak merupakan solusi yang tepat dalam 15
Ibid, h. 146
73
mendidik anak agar menjadi anak muslim yang berakhlakul karimah sesuai dengan prinsip dasar pendidikan dalam ajaran Islam yang telah dijelaskan diatas. Ada tiga hal yang diperintahkan Nabi untuk diajarkan kepada anak-anak kita terkait dengan puncak dan asas berbagai kecerdasan pada anak kita. Bisa jadi sebagian orang menyebut kecerdasan ini dengan kecerdasan spiritual atau kecerdasan religious, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW : “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara : mencintai Nabimu, mencintai ahli baitnya, dan membaca Al-Qur’an.” (HR. Ath-Thabrani). Tiga hal tersebut adalah :16 Teladani Nabi SAW, memperkenalkan pribadi NAbi Muhammad SAW, sejak dini akan menjadi fondasi penting pembangunan akhlak Islam pada anakanak. Menghadirkan sosok Nabi misalnya dapat dilakukan dengan mengisahkan betapa beliau pribadi yang penyayang kepada sesama manusia, betapa beliau amat penyantun (hilm), betapa beliau pemberani membela kebenaran, betapa beliau taat kepada Allah dengan tekun beribadah, dan lain-lain. Teladan keluarga Nabi, Kisah tentang mereka pun akan menjadi inspirasi sangat berharga bagi anak-anak kita dalam meneladani Nabi. Mungkin kita mesti banyak menggali bagaimana Nabi ikut serta mendidik Hasan dan Husain, cucu beliau, yang bahkan kerap beliau anggap sebagai anak sendiri, dimana pada saat yang sama beliau memimpim umat Islam membangun masyarakat Islam di Jazirah Arab. 16
Kasih Sayang Keluarga (26/02/08), http://Buletinkmii.multipy.com
74
Tilawah Qur’an, tilawah ini sangat penting artinya dalam pendidikan. Tilawah menjadi salah satu tugas Nabi dalam mendidik manusia. Untuk itu, dalam kaitan pendidikan anak, kita mesti mengusahakan agar anak kita mengetahui paling tidak makna-makna penting dari ajaran Islam sejak dini. Misalnya, sejak dini diperkenalkan dengan ibadah shalat, memperkenalkan siapakah Allah dan bahwa Dia pencipta segala sesuatu yang ada. Dalam Islam ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam membentuk karakter positif anak tanpa menggunakan kekerasan, yaitu : 1. Dalam Kelurga: a. Biasakan anak beriman kepada Allah SWT dengan cara menghayati segala ciptaan-ciptaan Allah SWT yang tampak di sekelilingnya. b. Tidak menghina dan tidak mengurangi hak anak. Orang tua hendaknya berhati-hati, jangan sampai menghina anak-anaknya karena penghinaan adalah suatu tindakan yang tidak boleh dilakukan dalam pendidikan. Penghinaan dan celaan adalah tindakan terlarang, sekalipun terhadap bocah kecil yang belum berumur satu bulan. Membentak anak, sekalipun ia masih sangat kecil, berarti penghinaan terhadap kepribadiannya sesuai dengan kepekaan jiwanya. Penghinaan orang tua terhadap anak telah memberi dampak negatif pada mereka. Oleh karenanya orang tua membiasakan untuk bertutur kata lembut, seperti mengucapkan salam ketika akan berangkat ke sekolah agar anak terbiasa bersikap ramah dan menghormati orang tua.
75
c. Menghindari perkataan kotor. Ada sebagian keluarga dimana para ayah dan ibu selalu menggunakan kata kotor ketika berbicara dengan anak-anak mereka. Padahal disetiap tempat, terjaganya lingkungan masyarakat aka tergantung pada istilah-istilah dan ungkapan bahasa yang digunakan ayah dan ibu kepada para putera-puterinya. Seharusnya orang tua memberikan pengarahan dan bimbingan dengan cara musyawarah dengan bahasa yang halus, serta tidak menggunakan bentakan dan reaksi. Cara demikian merupakan kebiasaan yang dilakukan Rasulullah SAW dan cara Imam dalam
Al-Qur’an,
Allah
berfirman
“Dan
ajarkanlah
mereka
bermusyawarah dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah” (QS. Ali Imran : 159), hal tersebut dilakuakan agar anak terbuka dalam segala hal.17 d. Membiasakan orang tua untuk memberi teladan langsung kepada anakanaknya semisal memanggil istri atau anaknya dengan panggilan yang menyenangkan. Semisal Rasulullah SAW yang memanggil Aisyah dengan “Khumairo’”(yang berpipi merah)18 e. Tidak berlebihan dalam memanjakan anak untuk memenuhi keinginannya. Anak-anak pada usia yang masih muda ini membutuhkan bimbingan dan pengarahan yang jauh dari kekerasan.19 Agar supaya anak menjadi mandiri dan bertanggung jawab. 17
Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak………., h. 202-207 Kasih Sayang Keluarga (26/02/08), http://Buletinkmii.multipy.com 19 Fuhaim Musthofa, Rahasia Rasul Mendidik Anak……., h. 202-207 18
76
f. Biasakan anak berkata jujur. Puji mereka ketika berkata jujur dan jika mengetahui anak berbohong, jangan dicela tapi lindungi dia, ajak bicara dan nasehati dia dengan kata-kata santun.20 g. Biasakan anak untuk bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan untuk melatih rasa sosial dan toleransi anak dan menjadi orang yang dermawan. Selain itu menurut Abdurrahman An-Nahlawi bagi orang tua ada tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu :21 a. Dengan Hiwar (dialog); kemampun berdialog harus ada pada setiap orang tua dan pendidik dengan anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anak.
Dalam mendidik umatnya, Rasulullah SAW sering
menggunakan metode ini. Anak-anak sering menanyakan apa betul Allah itu ada, katanya Tuhan ada dimana-mana. Pada usia remaja atau dewasa, dialog dengan orang tua sangat diperlukan dalam menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks seiring dengan lingkungan anak yang semakin luas. Dengan kisah-kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya.
20
M. Fah ast-Tsauri, Seni Mendidik Anak Tanpa Kekerasan, terj. Munirul Ikhwan., (Solo: Abyan, 2008), h. 72 21 Aridem Vintani dan Etri Jayanti, Peran Pendidikan Islam, (21/03/09), http://www.cafepojok.com
77
b. Dengan
perumpamaan;
al-Quran
dan
al-Hadits
banyak
sekali
mengungkapkan perumpamaan. Jika Allah SWT, dan Rasul-Nya mengungkapkan perumpamaan secara tersirat berarti orang tua juga harus mendidik anak dengan perumpamaan. Sebagai contoh, orang tua berkata pada anaknya, “Bagaimana pendapatmu bila ada seorang anak yang rajin shalat, giat belajar dan hormat pada kedua orang tuanya, apakah anak itu akan disukai oleh ayah dan ibunya?” Tentunya si anak berkata, “Tentu anak itu akan disukai oleh ibunya.” Dari ungkapan seperti itu, orang tua bisa melanjutkan arahan terhadap anak-anaknya sampai sang anak betulbetul menyadari, bahwa kalau mau disukai orang tuanya yang harus dilakukan sang anak adalah rajin shalat, giat belajar, dan hormat pada keduanya. c. Dengan keteladanan; orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau orang tua dan pendidik menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh, maka yang harus shaleh duluan adalah orang tua. Sebab dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang. d. Dengan latihan dan pengalaman; anak shaleh bukan hanya anak yang berdoa untuk orang tuanya. Anak shaleh adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakannya, anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti shalat, puasa, berjilbab bagi yang putri, dan
78
sebagainya. Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu maupun pendidik harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol pada sang anak dalam melaksanakan ajaran Islam. e. Dengan ibrah dan mauizhah ; dari kisah-kisah sejarah, para orang tua bisa mengambil pelajaran untuk anak-anaknya. Begitu pula dengan peristiwa aktual, bahkan dari kehidupan makhluk lain banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Memberi nasihat itu tidak harus dengan kata-kata. Melalui kejadian-kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, takziah pada orang mati, ziarah kubur, dan sebagainya. f. Dengan Targhib dan Tarhib; Targhib adalah janji-janji menyenangkan bila seorang melakukan kebaikan, sedang Tarhib adalah ancaman mengerikan bagi orang yang melakukan keburukan. Anak akan memiliki dua tindakan yang berbeda dalam satu waktu. Hal itu dapat membuahkan ketidak stabilan mental, perasaan, dan tingkah laku sang anak. Dalam mendidik anak, penghargaan dan hukuman juga sangat diperlukan dalam mendidik anak. Penghargaan boleh saja diberikan pada anak jika mencapai suatu hasil atau prestasi yang baik. Fungsinya untuk memotivasi dan mendidik anak untuk dapat mengulangi kembali tingkah laku yang
79
baik itu. Penghargaan yang diberikan kepada anak dapat berupa pujian, bingkisan, pengakuan atau perlakuan istimewa. Sebaliknya, hukuman merupaka sangsi fisik atau psikis yang boleh diberikan ketika anak melakukan kesalahan dengan sengaja. Rasulullah SAW memerintahkan kepada kedua orang tua memukul anaknya ketika telah berumur 10 tahun masih juga lalai shalat. Tentu saja dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Hukuman yang diberikan haruslah proporsional (sesuai) dengan kesalahan anak. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan, dan disesuaikan pula dengan kemampuan anak melaksanakan hukuman tersebut. Menghukum anak yang memecahkan gelas misalnya, harus berbeda dengan anak yang melalaikan shalat. Artinya, pelanggaran syar’i harus mendapat porsi hukuman khusus (lebih berat misalnya) dibandingkan kesalahan teknis yang tidak terlalu penting. Hikmah dari pendidikan hukuman diantaranya adalah untuk melatih disiplin, menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri anak dan mengenalkan anak pada konsep balasan setiap awal perbuatan. Apabila orang tua melihat setelah anak diberi hukuman ia menjadi berubah (baik), orang tua harus bersikap ramah dan lemah lembut kepada anak. Orang tua harus mengganti hukuman yang telah diberikannya itu dengan rasa kasih sayang dan balasan yang menunjukkan bahwa mereka mencintainya. 22 22
Muhammad Al-Kha’awi & M. Said Mursi, Mendidik Anak dengan Cerdas, terj. Arif Rahman, (Solo; Insan Kamil, 2007), h. 70
80
Berbagai pengaruh media massa juga memiliki dampak besar dalam membentuk karakter anak, seperti halnya televisi. Meskipun TV tidak selamanya memberi pengaruh negatif namun jika tidak ada kontrol yang baik dari orang tua maka dampak negatif tersebut akan mudah diterima oleh pribadi anak. Dengan pola asuh yang tepat pada anak dengan menanamkan pendidikan yang ramah terhadap anak akan mampu memberikan solusi terbaik terhadap anak dengan tanpa mengenyampingkan pendapatnya. Oleh karenanya orang tua dituntun untuk berperan lebih yaitu : 23 Pertama; Memberi kesepakatan dengan jadwal kepada anak tentang mana acara yang boleh ditonton atau tidak, kapan boleh menonton, waktu sembahyang, waktu belajar, waktu tidur, bahkan waktu membantu orang tua di rumah dan berikan sangsi bila melanggar. Kedua; Dampingi anak-anak pada saat menyaksikan acara televisi dan upayakan dialog atau diskusi mengenai tayangan yang ditonton termsuk juga iklan-iklannya. Ketiga; Pantau terus kegiatan anak diluar rumah, bergaul dengan siapa, dikhawatirkan kalau menonton film-film porno yang ada dirumah temannya yang tidak terpantau oleh orang tua. Keempat; yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan yang mengandung nilai-nilai yang harus selalu diterapkan dan ditumbuhkan di rumah yaitu dengan cara mengikut sertakan pendidikan keagamaan diluar jam sekolah, agar anak-anak kita mendapatkan bekal nilai-nilai agama sehingga 23
Pengaruh Televisi Pada Perilaku Anak, (04/08), http://group.yahoo.com
81
mampu berpikir jernih, punya rencana dan masa depan yang baik. Apabila ditumbuh kembangkan pendidikan agama kepada anak-anak, niscaya apapun informasi yang bersifat negatif yang datang dari luar ataupun dari kecanggihan teknologi tidak akan berpengaruh bagi anak-anak karena sudah memiliki bekal dan filter untuk menyerap atau menyaring informasi-informasi yang sifatnya negatif. 2. Di Sekolah: Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam mendidik anak didiknya dengan menciptakan lingkungan sekolah yang ramah anak yaitu:24 a. Bermain Bermain bagi orang dewasa mungkin hanya untuk sekedar mengisi waktu luang saja. Akan tetapi, lain halnya dengan anak-anak, bermain bagi mereka adalah salah satu kegiatan yang penting. Di antara permainan yang bermanfaat bagi anak adalah sepak bola. Sepak bola bisa mengajarkan anak pentingnya arti tolong menolong dan bekerja sama. Sepak bola juga mengajarkan untuk mengutamakan kepentingan orang lain, yaitu ketika terjadinya pergantian pemain, si anak harus ke luar, dan membiarkan teman yang lain untuk bermain.
24
Ibid, h. 211-233
82
b. Cerita dan kisah Membacakan cerita memiliki peran yang besar dalam menarik perhatian anak dan kesadaran otaknya, karena di dalam cerita ada kesenangan sehingga cerita bisa menjadi salah satu media sekaligus metode penting dalam pendidikan akhlak. Baik itu berbentuk buku, kaset ataupun film. Namun ada hal yang harus diperhatikan, yaitu, dalam memilih cerita yang tepat, yang sesuai dengan usia anak, dan waktu saat diceritakannya. Seperti kiasah-kisah para Nabi dan sahabat-sahabatnya. c. Hadiah dan hukuman Hadiah dan hukuman merupakan salah satu metode yang sangat diperlukan dalam proses pendidikan. Terlebih lagi ketika para pendidik pandai mnggunakannya dengan memperhatikan prinsip-prinsipnya dan waktu yang sesuai. Misalnya, memberi imbalan kepada anak yang mengembalikan barang temannya yang hilang. Maka dari itu, pemberian imbalan kepada anak tersebut walaupun hanya berbentuk kata-kata akan memotivasinya untuk lebih amanah lagi di setiap kesempatan. Begitu juga ketika pendidik memberi hukuman kepada anak saat ia berbohong misalnya, itupun merupakan suatu wasilah juga untuk mencegah anak agar tidak berbohong lagi nantinya karena takut akan hukuman.
83
d. Pengulangan sebagai penguatan positif Para ahli manajemen pengembangan diri mengatakan, ‘ Jika Anda ingin menjadi orang yang bahagia, bertingkah lakulah sebagaimana orang yang berbahagia bertingkah laku. Niscaya Anda akan menjadi orang yang berbahagia” Dalam
mendidik
anak
pun
seperti
itu.
Jika
kita
sering
memperlakukan atau mencela anak kita sebagai anak yang pengecut, niscaya mereka akan menjadi seorang pengecut. Akan tetap, jika kita mengatakan “Kamu anak yang pemberani”, dan sering kita ulang-ulang pada kesempatan, dengan kata-kata yang berbeda-beda, sampai hal itu terpatri dan terprogram dalam ingatannya. Penelitian membuktikan bahwa manusia mampu mengingat 10% dari sesuatu yang hanya diulang sekali saja, dan mampu mengingat 90% dari sesuatu yang diulang-ulang sampai enam kali. Dengan demikian, pengulangan adalah salah satu faktor yang memperkuat dalam proses penanaman akhlak, hal ini wajib dilakukan oleh setiap pendidik dalam bentuk yang beraneka ragam sampai akhlak itu menjadi kebiasaan si anak. e. Metode tidak langsung (Indirect Metode) Diantara metode yang bagus untuk digunakan dalam proses menanamkan akhlak adalah metode tidak langsung, baik dalam membimbing ataupun pengajaran. Ketika Anda bercerita kepada anak tentang kehidupan Rasulullah SAW. Contonya, ketika beliau memberi
84
makan satu pasukan dengan makanan untuk satu orang. Kejadian tersebut menggambarkan tentang kebesaran Rasulullah, dan kecintaan Allah kepadanya sehingga beliau diberi mukjizat seperti itu. f. Memanfaatkan hobi anak Setiap anak pasti mempunyai hobi yang disukainya untuk mengisi waktu luangnya. Seperti mengoleksi perangko, tulisan, bacaan, bermain bola, bermain play station dan lainnya. Hobi anak bisa menjadi media untuk mengajarkan akhlak yang baik kepada anak. Contohnya, mengajarkan tolong menolong dengan cara menyuruhnya bersama temantemannya untuk membuat majalah dinding. g. Mencoba hal-hal baru Yang harus diperhatikan oleh kita di saat berinteraksi dengan anak adalah kita harus ke luar dari kungkungan rutinitas, dan mencoba hal-hal yang baru, yang membuat anak tertarik. Selanjutnya kita bisa memberikan arahan tentang akhlak yang ingin kita tanamkan pada dirinya. Contohnya, kita bisa mengajarkan anak menahan amarah, pemaaf, dan lapang dada dengan cara mengajaknya bermain sepak bola, dengan syarat tidak boleh berbicara sepatah kata pun. Siapa yang melanggar walaupun hanya mengucapkan satu huruf saja, dan boleh kembali main setelah dua menit. h. Pembiasaan (Habituasi) Kecenderungan pembiasaan pada masa anak-anak lebih besar dibandingkan pada fase-fase umur lainnya. Oleh karena itu, para pendidik
85
harus serius dalam mengarahkan, dan membiasakan anak melakukan kebaikan dari sejak dini. Pepatah Arab pun mengatakan hal yang sama bahwa menuntut ilmu di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu. Seperti contoh, orang yang tidak terbiasa shalat ketika dewasa sangat sulit untuk melakukannya. i. Rekreasi Rekreasi bisa dikategorikan sebagai kegiatan yang mengandung unsur pendidikan yang sangat disukai anak-anak. Melalui rekreasi inilah, kita bisa menanamkan akhlak terpuji pada diri mereka dengan cara yang efektif. j. Media-media yang mendidik Mempergunakan media modern yang mendidik dianggap sebagai sarana yang penting dalam proses pendidikan akhlak, terutama pada masa modern ini. Di mana media-media tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak. Oleh karena itu, sebagai pendidik kita harus mampu memanfaatkan media-media tersebut sebagai sarana untuk menanamkan akhlak terpuji pada diri mereka. Di antaranya adalah: film kartun, poster, slide show atau proyektor, komputer, gambar tiga dimensi, drama atau sandiwara, lagu-lagu atau nyanyian. Mempergunakan media modern yang mendidik dianggap sebagai sarana yang penting dalam proses pendidikan akhlak, terutama pada masa modern ini. Dimana media-media tersebut sudah menjadi bagian dari
86
kehidupan anak-anak, oleh karena itu sebagai pendidik kita harus mampu memanfaatkan media-media tersebut sebagai sarana untuk menanamkan akhlak terpuji pada diri mereka. Salah satunya adalah TV (televisi). Film kartun adalah media hiburan yang paling diminati anak-anak, terlebih lagi semua stasiun televisi, baik lokal maupun internasional berlomba-lomba menayangkan acara tersebut. Sayangnya film-film yang mengandung unsur pendidikan
kebanyakan tidak menarik minat anak atau tidak
terjangkau hanya karena mahal, sedangkan film-film yang menarik kebanyakan jauh dari unsur pendidikan. Agar bisa mengambil manfaat dari film kartun, hendaklah pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut :25 1) Melontarkan pertanyaan apa saja yang bisa diambil faedahnya dari setiap kejadian dalam film tersebut sambil mencari kira-kira akhlak apa yang bisa kita tamankan pada anak melalui film tersebut. 2) Sebisa mungkin menjauhkan anak dari film-film yang tidak bermanfaat atau yang berpengaruh negatif, seperti yang mengajarkan permusuhan dan yang semisalnya. Yaitu film-film fiksi ilmiah, Tom and Jerry yang sangat digemari anak-anak maupun dewasa. Jika untuk menjauhkan mereka, kita harus memberitahukan kepada mereka halhal negatif yang harus mereka jauhi, dan jangan diikuti. Kita ajarkan
25
Ibid, h. 234
87
kepada mereka bahwa itu hanya sebatas film saja, yang tidak ada dalam kenyataan sehingga tidak layak untuk diikuti. 3) Jangan sekali-kali memaksa anak untuk menonton film yang tidak disukainya, walaupun itu bermanfaat. 3. Dalam Lingkungan Masyarakat: menciptakan suasana yang religius dengan membiasakan anak pergi berjama'ah kemasjid, tadarus bersama, musyawarah, mengadakan kegiatan keagamaan, mengucapkan salam
setiap bertemu
dengan orang lain dan lain sebagainya. C. Analisis Konsep Pendidikan Ramah Anak Antara Secara Umum Dengan Pendidikan Islam Setelah menganalisis konsep pendidikan ramah anak baik dalam pendidikan secara umum dan pendidikan Islam, terdapat kesamaan dan perbedaan antara keduanya, yang dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Landasan: a. Konsep pendidikan ramah anak dalam pendidikan secara umum berlandaskan pada UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. b. Konsep pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. 2. Dalam Prosesnya: Konsep pendidikan ramah anak baik dalam pendidikan secara umum maupun pendidikan Islam, proses penerapannya dimulai dari lingkungan kelurga, kemudian sekolah dan lingkungan masyarakat.
88
3. Dalam Polanya: Pola pendidikan ramah anak baik dalam pendidikan secara umum maupun pendidikan Isalam, kedunya menggunakan pendekatan kasih sayang yang berbasis humanistik. Artinya, dalam proses pembelajaran anak sebagai student center sedangkan orang tua dan guru hanya membimbing dan mengarahkan dengan tujuan yang sama yaitu, membentuk anak yang berkarakter baik (berakhlakul karimah).