BAB IV ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdiri dan Tujuan Majelis Ta'lim Tuan Guru H Masdar Majelis Ta'lim Tuan Guru H Masdar berawal dari sebuah pengajian sederhana yang dirintis pada tahun 1980 oleh para ulama termasuk Tuan Guru H Masdar. Majelis Ta'lim ini awalnya hanya mengadakan pengajian kaum laki-laki saja, pada setiap malam selasa setelah shalat Isya bertempat di Langgar Syi’aruddin Rt.03/02 Desa. Sungai Tuan Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar. Latar belakang didirikannya pengajian ini adalah karena disekitar Majelis Ta'lim Tuan Guru H Masdar ada sebagian yang hanya mengenyam pendidikan umum saja, dan juga ada sebagian yang putus sekolah. Hal ini mendorong para perintis merasa perlu untuk memberi perhatian kepada para masyarakat tersebut agar memiliki pengetahuan agama yang luas. Pengajian ini mulai mengalami perkembangan, hal ini terlihat dari jumlah jama'ahnya yang semakin bertambah. Besarnya minat masyarakat yang mengikuti pengajian akhirnya timbul pemikiran membuka pengajian untuk para ibu atau perempuan. Jadi pengajian ibu-ibu dilaksanakan setiap hari selasa jam 08.00-10.00 WITA, dengan bentuk pengajian yaitu mendengarkan ceramah dari Tuan Guru H Masdar. Tujuan awal didirikannya pengajian ibu-ibu adalah untuk memberikan pemahaman-pemahaman tentang agama Islam di kalangan masyarakat agar
67
68
nantinya tercermin akhlaqul karimah dalam diri mereka, serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari pengaruh negatif lingkungan baik dari segi sosial maupun budaya.
2. Biografi Singkat Tuan Guru H Masdar Guru H. Masdar orang menyapanya, lahir di sungai tuan, Martapura pada tahun 1940 jadi umur beliau 73 tahun. Ayahnya adalah seorang ulama bernama H. Umar, sedangkan ibunya bernama Hj. Galuh, juga putri seorang yang terpandang di sungai tuan bernama H. Makmun. Tuan guru H Masdar adalah anak tunggal, dia tidak mempunyai saudara. Latarbelakang pendidikannya adalah waktu kecil sekitar tahun 1950 bersekolah di Sulamul Ulum, salah satu pesantren yang ada didesa Dalam Pagar, dan sampai sekarang masih ada, disana dia mengenyam pendidikan selama 3 tahun. Kemudian selesai disana melanjutkan lagi di pesantrern Darussalam martapura, disini masa belajarnya lebih lama yaitu selama 6 tahun, selain belajar disekolah ia juga aktif mengikuti pengajian-pengajian dari ulama-ulama besar yang memberikan pelajaran di Martapura. Ia termasuk orang yang cerdas dan memiliki otak yang tajam. Bukti ketajaman otaknya ditunjukkan oleh kemampuannya menghafal al Qur’an dan beberapa kitab sejak masih berusia 15 tahun. Sebagai seorang ulama yang bergerak di bidang pendidikan islam, maka ia membuka pengajian untuk laki-laki dan perempuan. Pengajian tersebut antara lain, setiap senin sore jam 16.00-17.30 WITA pengajian untuk perempuan bertempat di desa Mataraman, kitab yang di pelajari Sharah Sitteen. Senin malam
69
atau malam selasa jam 20.30-23.00 WITA pengajian untuk laki-laki bertempat dirumah tuan guru H Masadar, kitab yang di pelajari Nashaihud Diniyah. Selasa pagi jam 09.00-11.00 WITA pengajian untuk perempuan bertempat dirumah tuan guru H Masadar, kitab yang di pelajari Sharah Sitteen
dan NashaihulI’bad.
Kemudian yang terakhir pada sabtu malam atau malam minggu jam 20.30-23.00 WITA pengajian untuk laki-laki bertempat di salah satu ruangan makam Syekh Muhammad Arsyah al Banjari, Kelampayan. Kitab yang di pelajari Siyarus Salikin.
B. Penyajian Data 1.
Data tentang Peran jama’ah ibu-ibu pengajian Tuan Guru H. Masdar dalam mengajarkan shalat kepada anak di Desa Sungai Tuan Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar Berikut data hasil wawancara mengenai peran jama’ah ibu-ibu pengajian
Tuan Guru H. Masdar dalam mengajarkan shalat kepada anak di Desa Sungai Tuan Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar sebagai berikut: a. Data tentang peran pengajaran atau pemberian materi Setelah diadakan wawancara maka terkumpulah kesimpulan bahwa: 1) Ibu A mengajarkan materi shalat kepada anaknya tentang: a) Masalah pokok dalam shalat (syarat sahnya sholat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya, cara pelaksanaanya, sifat-sifat gerakan, sifat bacaannya, dan lain-lain.)
70
b) Syarat sah shalat (yang paling utama, yaitu thoharoh dan berwudhu). 2) Ibu B mengajarkan materi shalat kepada anaknya tentang: a) Masalah pokok dalam shalat (syarat sahnya sholat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya, cara pelaksanaanya, sifat-sifat gerakan, sifat bacaannya, dan lain-lain.). b) Syarat sah shalat (yang paling utama, yaitu thoharoh dan berwudhu). 3) Ibu C mengajarkan materi shalat kepada anaknya tentang: a) Masalah pokok dalam shalat (syarat sahnya sholat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya, cara pelaksanaanya, sifat-sifat gerakan, sifat bacaannya, dan lain-lain.). b) Syarat sah shalat (yang paling utama, yaitu thoharoh dan berwudhu). 4) Ibu D mengajarkan materi shalat kepada anaknya tentang: a) Cara pelaksanaan b) Sifat-sifat gerakan c) Sifat bacaannya d) Jumlah rakaat. 5) Ibu E mengajarkan materi shalat kepada anaknya tentang: a) Cara pelaksanaan b) Sifat-sifat gerakan c) Sifat bacaannya
71
d) Jumlah rakaat.1 Menurut syari’at Islam yang mulia, anak-anak tidak dikenai beban syari’at selagi dia belum baligh. Namun mereka harus dididik dan dilatih sejak masa anakanak agar menjadi terbiasa melakukan syari’at ketika telah dewasa. Apabila syari’at memerintahkan para orangtua dan wali agar memerintah anak-anak mereka untuk menunaikan sholat, maka wajib bagi orangtua dan para murobbi untuk mengajarkan kepada mereka perihal thoharoh sesuai dengan thoharohnya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, menjelaskan kepada mereka sifat wudhu Nabi shalallahu alaihi wassalam, syarat sah, rukun-rukunnya dan hal-hal yang membatalkannya. Hendaknya anak diajari teori sekaligus prakteknya dengan diajak memperhatikan tata cara berwudhu dan sholat bapak ibunya atau mengajaknya melakukan sholat dan berdiri di samping orangtuanya untuk mengambil secara langsung tata cara sholat yang benar. Ini mengingatkan orangtua, para murobbi dan para guru TK dan SD agar mengajarkan do’a dan dzikir-dzikir dalam wudhu dan sholat sebelum yang lainnya. Hal ini perlu kita perhatikan sebab sebagian guru ada yang lebih mendahulukan do’a dan dzikir yang lain, seperti do’a berpakaian atau yang lainnya, daripada do’a dan dzikir dalam wudhu dan sholat. Sistem pengajaran seperti itu tentu salah bila ditinjau dari sisi ini, sebab syari’at belum memerintahkannya. Dan jikalau anak mengamalkannya pun tidak terlalu berarti bila dibandingkan dengan do’a dalam wudhu dan sholat yang
1
Hasil wawancara dengan jamaah ibu-ibu tanggal 5 maret 2013
72
dituntut untuk dihafal dan diamalkan setelah mencapai usia 7 tahun, sebagaimana anjuran Rasulullah shallahu alaihi wassalam. Bila bisa didapat kedua-duanya tentu lebih baik. 1) Pokok-pokok pengajaran sholat Pokok-pokok pengajaran yang harus diberikan kepada anak berkaitan dengan masalah sholat adalah sebagai berikut: a) Ilmu tentang syarat sahnya sholat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya. b) Tata cara pelaksanaanya dari takbirotul ihrom hingga salam, meliputi gerakan-gerakannya, bacaan dan dzikir-dzikirnya, jumlah gerakan atau jumlah bacaan dan dzikir. c) Sifat-sifat gerakan, seperti sifat tangan atau jari-jari tangan ketika takbirotul ihrom atau ketika posisi yang lainnya, apakah dengan menggenggam jari-jari atau dengan membuka dan rapat, ataukah membuka dengan merenggangkan jari-jari lurus ke atas atau melengkung ke bawah. d) Sifat bacaannya, antara yang sir dan yang jahr, juga panjang pendeknya suatu gerakan dan bacaan, seperti gerakan tangan ketika takbirotul ihrom apakah perlahan-lahan hingga beberapa menit baru sampai ke bahu dan daun telinga ataukah bagaimana. Demikian juga dengan bacaanbacaannya, misalnya apakah melafazhkan takbir dengan bacaan panjang seperti “ Allooooohuuuuu Akbaaaaar “ ataukah tidak. e) Mengajarkan yang shohih dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan meninggalkan yang tidak shohih.
73
f) Mengajarkan nama-nama sholat dan waktu-waktunya serta bilangan roka’atnya. g) Mengajarkan tata cara berpakaian yang wajar di dalam sholat. h) Menanamkan akidah ( keyakinan ) bahwa orang yang sholat itu sedang menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka, apabila kita menghadap kepala desa atau orang kaya saja tidak boleh bermain-main, tentunya menghadap Alloh, Sang Penguasa langit dan bumi dan seluruh alam semesta, lebih sangat tidak layak untuk bermain-main.
2) Mengajarkan syarat syahnya shalat yang paling utama, yaitu thoharoh dan berwudhu, hal ini meliputi: a) Tata cara membersihkan najis tinja dan kencing sehingga benar-benar suci dan tidak membawa najis dalam sholat. Mengenalkan kepada mereka benda-benda yang najis agar mereka jauhi, terutama ketika sholat. b) Mengajarkan tata cara berwudhu, dzikir sebelum dan sesudahnya, tata cara penggunaan air yang sesuai dengan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, tidak boleh boros sekalipun banyak air, urut-urutannya dan bilangan-bilangannya. c) Tata cara membasuh, apakah membasuh dengan menyiramkan air ataukah cukup dengan mengusap tanpa menyiramkan air. Juga menjelaskan tentang sifat membasuh dan mengusap. d) Mengajarkan kepada mereka anggota-anggota wudhu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, apakah yang penting anggota wudhu tersebut
74
terkena air sehingga cukup dicelupkan ke dalam air ataukah harus diusap da diratakan dengan tangan. e) Mengajarkan kepada mereka batas-baras anggota wudhu, dari mana hingga ke mana. f) Mengajarkan kepada mereka tata cara adzan dan iqomat, lafazh-lafazhnya dan bagaimana menjawab jika mendengar adzan dan do’a sesudah adzan bagi yang mendengar. Juga tentang tata cara melafazhkannya, yaitu tidak boleh berlebihan dengan memanjangkan lafazh yang seharusnya pendek atau sebaliknya, atau lafazh yang panjang dilebihkan dari kadarnya sehingga terlalu panjang, atau dengan merusak lafazah, seperti “ Allohu Akbar “ menjadi “ Aulohuu Akbaruu “. g) Mengajarkan kepada mereka tentang batas-batas aurat dalam sholat, sebab aurat itu ada 2: aurat yang berkaitan dengan pandangan mata dan aurat yang berkaitan dengan hak Alloh. Atau dengan istilah lain, berbeda antara aurat di luar sholat dengan aurat di dalam sholat. Contoh, anak kecil yang belum baligh tidak ada auratnya sehubungan dengan pandangan mata, meski begitu ia tidak boleh menunaikan sholat dalam keadaan telanjang.
b. Data tentang peran keteladanan Setelah diadakan wawancara maka terkumpulah kesimpulan bahwa: 1) Ibu A mengajarkan peran keteladanan shalat kepada anaknya antara lain: a) Pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh anak adalah gerakan-gerakan shalat.
75
b) Pada tahap berikutnya keteladanan yang bisa diberikan orangtua adalah bacaan shalat. c) Saat anak ikut shalat bersama orangtua, sebaiknya orangtua melafazkan bacaan shalat dengan suara yang terdengar oleh anak, tapi lebih baik ikut shalat di mushala. d) Memberikan
keteladanan
dengan
cara
mengajak
anak
melaksanakan shalat berjamaah di rumah/mushala. 2) Ibu B mengajarkan peran keteladanan shalat kepada anaknya antara lain : a) Pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh anak adalah gerakan-gerakan shalat. b) Pada tahap berikutnya keteladanan yang bisa diberikan orangtua adalah bacaan shalat. c) Saat anak ikut shalat bersama orangtua, sebaiknya orangtua melafazkan bacaan shalat dengan suara yang terdengar oleh anak, tapi lebih baik ikut shalat di mushala. d) Memberikan
keteladanan
dengan
cara
mengajak
anak
melaksanakan shalat berjamaah di rumah/mushala. 3) Ibu C mengajarkan peran keteladanan shalat kepada anaknya antara lain : a) Pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh anak adalah gerakan-gerakan shalat.
76
b) Pada tahap berikutnya keteladanan yang bisa diberikan orangtua adalah bacaan shalat. c) Saat anak ikut shalat bersama orangtua, sebaiknya orangtua melafazkan bacaan shalat dengan suara yang terdengar oleh anak, tapi lebih baik ikut shalat di mushala. d) Memberikan
keteladanan
dengan
cara
mengajak
anak
melaksanakan shalat berjamaah di rumah/mushala. 4) Ibu D mengajarkan peran keteladanan shalat kepada anaknya antara lain : a) Pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh anak adalah gerakan-gerakan shalat. b) Memberikan
keteladanan
dengan
cara
mengajak
anak
melaksanakan shalat berjamaah di rumah/mushala. 5) Ibu E mengajarkan peran keteladanan shalat kepada anaknya antara lain : a) Pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh anak adalah gerakan-gerakan shalat. b) Memberikan
keteladanan
dengan
cara
mengajak
anak
melaksanakan shalat berjamaah di rumah/mushala.2 Keteladanan merupakan hal yang sangat baik yang harus dimiliki orangtua sebagai cerminan anak. Karena pada fase ini, anak lebih banyak melakukan imitasi terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya dalam lingkungan keluarga.
2
Hasil wawancara dengan ibu A dan ibu lainnya tanggal 12 Maret 2013
77
Bagi al-Ghazali bahwa pendidikan harus ditanamkan kepada anak semenjak kecil. Dia menekankan metode percontohan (keteladanan) bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka. Sehingga perhatian al-Ghazali akan pendidikan agama dan moral ini bila dilihat sejalan dengan kecenderungan pendidikannya. Pendapat al-Ghazali ini memang wajar, sebab ia memandangpenting membina dan mengisi hati anak dengan ma’rifah, melatih jiwa beribadah, ma’rifah kepada Allah dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Semua ini tidak akan tercapai, kecuali dengan jalan menamkan sendiri-sendiri yang benar didalam dada anak sejak masa pertumbuhannya. Sementara itu, menurut Ibnu Qayyim bahwa fitrah manusia pada dasarnya memiliki kesiapan untuk menampung semua bentuk kebaikan serta dengan mudah menerima apa yang diberikan melalui pendidikan berupa pendidikan jiwa, nilainilai kemuliaan dan akhlak yang baik. Fitrah manusia memang benar-benar bersih dan suci yang mampu mengukir dalam lembaran-lembaran jiwa (fitrah) manusia berupa nilai-nilai kebaikan dan kebahagian yang selalu membina, menuntun dan menjaganya dari penyimpangan dan penyelewengan. Ibnu Qayyim menambahkan bahwa lingkungan yang rusak dan sering bergaul dengan orang-orang yang buruk perangainya akan menodai kesucian fitrah manusia dan membuat menyimpang dari kelurusan. Hal ini juga diperkuat oleh Imam Ghazali yang mengatakan bahwa menjauhkan anak-anak dari teman-teman yang buruk perangainya adalah suatu yang sangat penting. Dan anak harus dibiasakan sejak kecil kepada adat kebiasaan
78
yang terpuji sehingga menjadi kebiasaan baginya setelah dewasa. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa fitrah secara khusus mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan. Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa apa-apa, tidak dapat mengurus dirinya sendiri tanpa ada bantuan dan bimbingan orang lain. Oleh karena itu, penanaman dasar kepribadian besar peranannya dalam menentukan corak dan gambaran kepribadian anak setelah dewasa. Pembentukan kepribadian pada dasarnya adalah suatu proses yang berlangsung secara berangsur-angsur, artinya bukan sekali jadi, namun sesuatu yang berkembang. Akhir dari perkembangan itu apabila berlangsung dengan baik dan menghasilkan kepribadian harmonis. Kepribadian itu dikatakan harmonis kalau segala aspek-aspeknya seimbang dan tenaga-tenaga bekerja dengan seimbang sesuai kebutuhan. Bagi ibu-ibu bahwa menanamkan pendidikan agama Islam pada anak (pendidikan ibadah shalat) harus dimulai dari orangtuanya, sehingga hal itu sebagai bentuk cerminan bagi anak untuk melakukan hal sama dengan apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Hal ini sesuai dengan pendapat ibu-ibu yang mengatakan bahwa agar anak terbiasa mengerjakan shalat, maka dapat dilakuakan dengan cara mengajari anak dan mengajak anak untuk melakukan shalat lima waktu. Usaha untuk memberikan teladan yang baik terhadap anak dalam pendidikan ibadah shalat juga tidak hanya dilakukan dengan mengajak anak untuk melakukan shalat lima waktu. Namun juga ada yang melakukannya dengan
79
mengajak shalat berjamaah. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh ibu-ibu yang selalu mengajak anaknya untuk melakukan shalat berjamaah, sehingga ketika anak tidak mau melakukan shalat, maka ia harus dihukum.
c. Data tentang peran pembiasaan Setelah diadakan wawancara maka terkumpulah kesimpulan bahwa: 1) Ibu A mengajarkan peran pembiasaan shalat kepada anaknya antara lain: a) Kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam, terus menerus dikerjakan dengan sempurna (memenuhi rukun dan syaratnya) dapat menentramkan jiwa. b) Lebih mendekatkan diri kepada Allah, serta shalat harus dilakukan dengan khusyu’ dan menghadirkan hati kepada Allah. c) Shalat yang dilakukan secara kontinyu, tekun dan penuh kesadaran akan menjadi alat pendidikan jasmani dan rohani yang
efektif,
dapat
memelihara
jiwa
serta
memupuk
pertumbuhan kesadaran. 2) Ibu B mengajarkan peran pembiasaan shalat kepada anaknya antara lain: a) Kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam, terus menerus dikerjakan dengan sempurna (memenuhi rukun dan syaratnya) dapat menentramkan jiwa.
80
b) Lebih mendekatkan diri kepada Allah, serta shalat harus dilakukan dengan khusyu’ dan menghadirkan hati kepada Allah. c) Shalat yang dilakukan secara kontinyu, tekun dan penuh kesadaran akan menjadi alat pendidikan jasmani dan rohani yang
efektif,
dapat
memelihara
jiwa
serta
memupuk
pertumbuhan kesadaran. 3) Ibu C mengajarkan peran pembiasaan shalat kepada anaknya antara lain: a) Kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam, terus menerus dikerjakan dengan sempurna (memenuhi rukun dan syaratnya) dapat menentramkan jiwa. b) Lebih mendekatkan diri kepada Allah, serta shalat harus dilakukan dengan khusyu’ dan menghadirkan hati kepada Allah. c) Shalat yang dilakukan secara kontinyu, tekun dan penuh kesadaran akan menjadi alat pendidikan jasmani dan rohani yang
efektif,
dapat
memelihara
jiwa
serta
memupuk
pertumbuhan kesadaran. 4) Ibu D dan E mengajarkan peran pembiasaan shalat kepada anaknya antara lain: a) Shalat yang dilakukan secara kontinyu.3
3
Hasil wawancara dengan ibu B dan ibu lainnya tanggal 12 maret 2013
81
Selain metode keteladanan sebagaimana telah diuaraikan di atas, ibu-ibu juga menerapan metode pembiasan. Kaitannya dengan pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan Islam, pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Jadi, metode pembiasan adalah cara yang sistematis yang dilakukan oleh seorang orangtua kepada anaknya agar murid tersebut menjadi terbiasa. Adapun metode pembiasaan ini dinilai sangat efektif jika penerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena mereka memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, metode pembiasaan adalah merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak, dan nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia melangkah ke usia remaja sampai ia dewasa. Penerapan metode pembiasaan oleh ibu-ibu dalam pendidikan ibadah shalat dapat dilihat dari perhatian mereka untuk mendidik anak-anak mereka melakukan shalat, sehingga ia terbiasa melakukan shalat meskipun tidak diperintah. Hal ini diungkapkan oleh ibu-ibu, bahwa agar anak terbiasa melakukan shalat, maka anak diajak untuk shalat di mushalla sehingga ia menjadi terbiasa terbiasa. Namun demikian, ibu-ibu juga kurang baik dalam mendidik anak, karena pada waktu shalat subuh, anak masih dibiarkan untuk tidur. Dengan alasan karena
82
anaknya masih kecil dan membiarkan anak menikmati tidurnya. Ini berbeda dengan Temu yang membangunkan anaknya sebelum kerja untuk melakukan shalat Subuh, sehingga anak terbiasa melakukan shalat Subuh dan tidak malas. Shalat merupakan suatu bentuk ritual yang dikerjakan umat Islam sebagai bukti ketaatan hamba dengan Tuhan. Karena shalat merupakan suatu bentuk ritual, maka dalam menanamkan pendidikan shalat juga harus dilakukan dengan cara latihan. d. Data tentang peran latihan Setelah diadakan wawancara maka terkumpulah kesimpulan bahwa: 1) Ibu A mengajarkan peran latihan shalat kepada anaknya antara lain: a) Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara berulang-ulang. b) Semakin sering anak usia dini mendapatkan stimulasi tentang gerakan shalat, apalagi diiringi dengan pengarahan tentang bagaimana gerakan yang benar secara berulang-ulang maka anak usia dini semakin mampu melakukannya. c) Begitu juga dengan bacaan shalat. Semakin sering didengar oleh anak, maka semakin cepat anak hafal bacaan shalat tersebut. 2) Ibu B mengajarkan peran latihan shalat kepada anaknya antara lain:
83
a) Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara berulang-ulang. b) Semakin sering anak usia dini mendapatkan stimulasi tentang gerakan shalat, apalagi diiringi dengan pengarahan tentang bagaimana gerakan yang benar secara berulang-ulang maka anak usia dini semakin mampu melakukannya. c) Begitu juga dengan bacaan shalat. Semakin sering didengar oleh anak, maka semakin cepat anak hafal bacaan shalat tersebut. 3) Ibu C mengajarkan peran latihan shalat kepada anaknya antara lain: a) Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara berulang-ulang. b) Semakin sering anak usia dini mendapatkan stimulasi tentang gerakan shalat, apalagi diiringi dengan pengarahan tentang bagaimana gerakan yang benar secara berulang-ulang maka anak usia dini semakin mampu melakukannya. c) Begitu juga dengan bacaan shalat. Semakin sering didengar oleh anak, maka semakin cepat anak hafal bacaan shalat tersebut. 4) Ibu D dan E mengajarkan peran latihan shalat kepada anaknya antara lain:
84
a) Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara berulang-ulang. b) Dan lain sebagainya.4 Metode latihan (drill) merupakan metode pengajaran yang dilaksanakan dengan kegiatan latihan berulang-ulang, untuk mendapatkan keterampilan (skill), ketangkasan dan profesionalisme. Penggunaan istilah “latihan” sering disamakan artinya dengan istilah “ulangan”, padahal maksudnya berbeda. Latihan bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan dikuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk sekedar mengukur sejauhmana dia telah menyerap pengajaran tersebut. Penerapan metode drill merupakan sarana untuk membentuk karakter anak, sehingga ia menjadi pribadi yang lebih istiqamah dan bahagia, karena merasakan dirinya sukses dalam perbuatan dan pekerjaannya. Dalam pendidikan anak, khususnya dalam pendidikan ibadah shalat merupakan hal yang sangat penting, lebih-lebih pada anak usia yang berusia 7-12 tahun. Pada masa-masa ini merupakan masa masa yang sangat baik untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan, sehingga dengan latihan-latihan shalat ini, maka anak akan menjadi baik shalatnya. Dia mengatakan, bahwa untuk menanamkan pendidikan shalat pada anak dapat dilakukan dengan cara mendidiknya hal-hal yang berkaitan dengan shalat 4
Hasil wawancara dengan jamaah ibu-ibu pengajian tuan guru H Masdar tanggal 12 Maret 2013
85
yang dilakukan melalui praktek, sehingga anak mengetahui bagaimana tata cara melakukan shalat. Hal ini dilakukan agar anak dapat memahami dan mengetahui secara mendalam tata cara shalat, sehingga ketika ada kesalahan, maka orangtua (ibu) dapat membenarkannya. Ini dilakukan oleh ibu-ibu, yang biasa mengontrol anaknya ketika mengajari shalat, dan ketika ada kesalahan dalam melakukan shalat, maka dengan cepat diberitahu kepada anak. e. Data tentang peran dengan Nasehat atau Teguran Setelah diadakan wawancara maka terkumpulah kesimpulan bahwa: 1) Ibu A mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Ulang-ulangilah nasehat. b) Usahakan
bahasa
kalimat
yang
digunakan
sangat
menyenangkan agar lebih mudah di terima si anak, namun jangan
berlebih-lebihan
agar
si
anak
tidak
bosan
mendengarkannya. c) Pilihlah waktu yang tepat, yaitu waktu ketika kondisi si anak dalam keadaan kondusif. d) Gunakanlah kata-kata yang mudah dan dapat dipahami sesuai dengan usia anak serta daya tangkap dan nalarnya. 2) Ibu B mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Ulang-ulangilah nasehat.
86
b) Usahakan
bahasa
kalimat
yang
digunakan
sangat
menyenangkan agar lebih mudah di terima si anak, namun jangan
berlebih-lebihan
agar
si
anak
tidak
bosan
mendengarkannya. c) Pilihlah waktu yang tepat, yaitu waktu ketika kondisi si anak dalam keadaan kondusif. d) Gunakanlah kata-kata yang mudah dan dapat dipahami sesuai dengan usia anak serta daya tangkap dan nalarnya. 3) Ibu C mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Ulang-ulangilah nasehat. b) Usahakan
bahasa
kalimat
yang
digunakan
sangat
menyenangkan agar lebih mudah di terima si anak, namun jangan
berlebih-lebihan
agar
si
anak
tidak
bosan
mendengarkannya. c) Pilihlah waktu yang tepat, yaitu waktu ketika kondisi si anak dalam keadaan kondusif. d) Gunakanlah kata-kata yang mudah dan dapat dipahami sesuai dengan usia anak serta daya tangkap dan nalarnya. 4) Ibu D mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Menasehati dengan santai b) Menegur dengan keras apabila tidak melaksanakan shalat.
87
5) Ibu E mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Menasehati dengan santai b) Menegur dengan keras apabila tidak melaksanakan shalat.5
Nasehat termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukkan akidah amal dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran dan martabat yang luhur, menghiasi dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa metode nasehat yang diberikan orangtua terhadap anaknya sangatlah efektif, artinya orangtua hendaklah mendidik dan membimbing anaknya dengan memberikan nasehat-nasehat yang baik terhadap anaknya agar anaknya memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu dalam hal ini terhadap shalatnya. f. Data tentang peran Hadiah atau Hukuman Setelah diadakan wawancara maka terkumpulah kesimpulan bahwa: 1) Ibu A mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain:
5
Hasil wawancara dengan jamaah ibu-ibu pengajian tuan guru H Masdar tanggal 12 Maret 2013
88
a) Memberikan
hadiah
apabila
anak-anak
mereka
rajin
melaksanakan shalat, sebagian hadiah diantaranya membelikan baju baru, membelikan peralatan sekolah yang baru, dan menambah uang belanja mereka, dan lain-lain. b) Kemudian memberikan hukuman apabila anak-anaknya malas dalam melaksanakan shalat, hukuman tersebut diantaranya uang belanja dikurangi, tidak dibawa jalan-jalan, tidak boleh berteman dan lain-lain. 2) Ibu B mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Memberikan
hadiah
apabila
anak-anak
mereka
rajin
melaksanakan shalat, sebagian hadiah diantaranya membelikan baju baru, membelikan peralatan sekolah yang baru, dan menambah uang belanja mereka, dan lain-lain. b) Kemudian memberikan hukuman apabila anak-anaknya malas dalam melaksanakan shalat, hukuman tersebut diantaranya uang belanja dikurangi, tidak dibawa jalan-jalan, tidak boleh berteman dan lain-lain. 3) Ibu C mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Memberikan
hadiah
apabila
anak-anak
mereka
rajin
melaksanakan shalat, sebagian hadiah diantaranya membelikan
89
baju baru, membelikan peralatan sekolah yang baru, dan menambah uang belanja mereka, dan lain-lain. b) Kemudian memberikan hukuman apabila anak-anaknya malas dalam melaksanakan shalat, hukuman tersebut diantaranya uang belanja dikurangi, tidak dibawa jalan-jalan, tidak boleh berteman dan lain-lain. 4) Ibu D mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Jarang memberikan hadiah, apalagi hukuman. b) Tidak masalah mereka mengerjakan atau tidak melaksanakan shalat. 5) Ibu E mengajarkan peran nasehat atau teguran kepada anaknya antara lain: a) Jarang memberikan hadiah, apalagi hukuman. b) Tidak masalah mereka mengerjakan atau tidak melaksanakan shalat. 6 Metode lain yang dipakai dalam pendidikan shalat oleh ibu-ibu juga dilakukan dengan memberikan ganjaran dan hukuman. Penggunaan hukuman sebagai metode pendidikan lazim digunakan oleh para guru, orangtua ataupun yang lainnya ketika mereka sudah tidak ada alternatif lain untuk mengkondisikan si terdidik agar sesuai dengan keinginannya.
6
Hasil wawancara dengan ibu C dan jamaah ibu-ibu pengajian tuan guru H Masdar tanggal 12 Maret 2013
90
Ganjaran berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial juga untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial. Pelaksanaan ganjaran sebagai upaya pendisiplinan diri anak, memiliki tiga fungsi, meliputi: pertama, bahwa ganjaran memiliki nilai pendidikan (educational value), kedua, ganjaran sebagai motivation agar anak selalu mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial, dan ketiga, ganjaran tersebut berfungsi untuk memperkuat sikap dan tindak yang disetujui oleh sosial, ada beberapa ganjaran yang bisa digunakan di dalam upaya mendisiplinkan anak di antaranya adalah dengan cara memberikan pujian, pemberian sesuatu serta menyenangkan anak. Berbeda dengan ganjaran, hukuman diberikan agar anak didik menyadari kekeliruannya dan merasakan duka nestapa akibat perbuatan yang dilakukannya. Sehingga dalam memberikan hukuman terkandung tujuan etis (moral, susila, baik dan benar). Hukuman disebabkan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran banyak sekali, namun yangpaling utama adalah faktor niat (rencana) dan kesempatan (peluang) untuk melakukan pelanggaran atau pembalasan yang dengan sengaja diberikan kepada anak didik dengan maksudsupaya anak tersebut jera. Perlu dijelaskan di sini, bahwa pembalasan bukanlah balas dendam, sehingga anak benar-benar insyaf dan sadar kemudian berusaha untuk memperbaiki atas perbuatan yang tidak terpuji. Secara fungsional, hukuman adalah untuk membantu anak untuk hidup secara disiplin, dalam arti mau dan mampu mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Allah SWT. dalam beribadah dan ketentuan lainnya, yang berisi nilai-
91
nilai fundamental serta mutlak sifatnya dalam kehidupan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara menurut syari’at Islam. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan, bahwa metode pendidikan banyak ragamnya. Oleh karena itu dalam proses pendidikan agama Islam yang lebih menekankan pendidikan ibadah shalat, maka orangtua tidak hanya dituntut untuk dapat menguasai mampu dan memahami (materi) tata cara shalat, namun kemampuan ibu rumah tangga dalam memilih metode guna menyampaikan materi tersebut kepada anak-anaknya adalah hal yang lebih penting.
2. Deskripsi tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peran jama’ah
ibu-ibu
pengajian
Tuan
Guru
H.
Masdar
dalam
mengajarkan shalat kepada anak di Desa Sungai Tuan Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar meliputi: a. Faktor intern 1) Latarbelakang pendidikan orangtua Orangtua/Ibu yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan profesinya, tentunya akan menghasilkan peran yang lebih baik daripada ibu yang peran di luar dasar keilmuannya. Dengan perkataan
lain,
perbedaan
latar
belakang
pendidikan
akan
mempengaruhi kualitas hasil pendidikan. Dari
hasil
wawancara
diketahui
bahwa
latarbelakang
pendidikan ibu-ibu yang diteliti telah menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyah (MA). Dilihat dari latarbelakang pendidikan ibu-ibu telah memenuhi standar pendidikan.
92
b. Faktor Ekstern 1) Faktor anak didik Salah satu faktor yang turut mempengaruhi terhadap shalat pada anak adalah anak itu sendiri, yang akan berdampak pada pelaksanaan dan hasil pencapaian tujuan yang diinginkan adalah faktor minat siswa, keaktifan, dan kreatifitas belajar siswa. Pada dasarnya minat, keaktifan, dan kreatifitas siswa adalah perhatian yang mengandung perasaan, dan minat adalah kecenderungan jiwa pada sesuatu, karena merasa ada kepentingan pada sesuatu itu, yang disertai dengan perasaan senang dengan sesuatu itu. 2) Alokasi waktu Waktu yang disediakan untuk mengajarkan shalat kepada anak lebih fleksibel. Namun terkadang ibu-ibu tidak dapat mendampingi anak setiap saat karena secara klasikal waktu yang disediakan biasanya disaat waktu santai. 3) Lingkungan sekolah Lingkungan memberikan kontribusi atau sumbangan yang tidak sedikit dalam penciptaan suasana yang menunjang pelaksanaan kurikulum di sekolah. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa diketahui lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat cukup mendukung untuk meningkatkan kualitas shalat anak baik dirumah maupun di tempat ibadah.
93
C. Analisis Data Berdasarkan data keseluruhan yang telah di uaraikan pada penyajian data di atas, dapat diketahui bahwa peran ibu-ibu dalam pengajaran shalat kepada anak menunjukan baik. Hal ini terbukti dari sebagian besar responden bahwa ibu-ibu menunjukan kualitas intensitas peran pengajaran shalat yang baik. Selain hal tersebut, metode peran yang digunakan ibu-ibu dalam mengajarkan shalat juga sudah cukup beragam seperi metode pengajaran tata cara shalat baik bacaan dan gerakannya, keteladanan, membiasakan, melatih, menasehati, memberikan hadiah dan hukuman sesuai dengan porsinya. Kesulitan ibu-ibu dalam mengajarkan shalat cukup beragam seperti kesibukan bertani, berdangang dan berwirausaha lainnya bagi sebagian besar ibuibu tidak mengganggu akan pengajaran dan pemantauan shalat kepada anak. Berbeda pada sebagian kecil responden yang intensitasnya kurang dalam mengajarkan shalat kepada anak, salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman ibu-ibu dalam metode atau wawasan keilmuan dalam mengajarkan shalat kepada anak. Ibu-bu tersebut terlihat sangat monotun dan kaku dalam mengajarkan shalat kepada anak, sehingga membuat anak merasa bosan dan tidak tertarik untuk melaksanakan shalat. Hal inilah yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam membina kualitas keagamaan anak dimulai dari pengajaran shalat wajib untuk ditindak lanjuti. Dengan demikian diharapkan ibu atau orangtua secara kehususnya menjadi lebih insten dalam membina dan mengajarkan shalat kepada anak.