BAB III SOLUSI BISNIS
3.1. Analisis Solusi Bisnis Solusi bisnis dibuat berdasarkan akar permasalahan yang terjadi di lapangan. Akar permasalahan yang terjadi dibidang rantai pasok distribusi PT.PERTAMINA (Persero) adalah sebagai berikut: pertama tidak adanya kepastian sumber pasokan suatu depot dari suatu supply point sehingga sistem distribusi menjadi tidak efektif dan efisien, dan kedua tidak adanya singkronisasi antara demand dan kapasitas tanki timbun depot (inventory management). Solusi bisnis yang ingin dicapai dalam proyek akhir ini adalah kepastian rute kapal dan freight cost, kepastian sumber pasokan depot dari suatu supply point, perubahan atau penambahan kapasitas tanki timbun depot, dan lokasi barrier disetiap envelope. Diharapkan dengan pendekatan solusi tersebut di atas distribusi BBM yang dioperasikan oleh PT PERTAMINA (Persero) akan lebih efektif dan efisien, tanpa mengurangi service level yang sudah dicapai sebelumnya. Untuk memperjelas akar permasalahan, permasalahan dan solusi bisnis yang akan dibahas dapat dilihat pada Gambar 3.1.
PERMASALAHAN
AKAR PERMASALAHAN
Double Handling (ditangani lebih dari 1 supply)
SOLUSI BISNIS
Tangki Timbun tdk mencukupi thruput (DOT) / demand
Rekomendasi perubahan TT di depot dan instalasi
Rute distribusi tidak efisien dan efektif
Rancangan jalur distribusi pola envelope
Meningkatnya freight cost BBM
Terjadi depot kritis dan krisis
Gambar 3.1 Diagram Permasalahan, Akar Masalah dan Solusi Bisnis Sumber: Hasil Pengolahan
57
3.2. Metodologi Solusi Bisnis Sebuah perusahaan akan mencapai competitive advantage jika perusahaan tersebut lebih produktif, lebih efisien, dan dapat lebih memuaskan komsumen dibandingkan pesaingnya. Salah satu alasan pengurangan cycle time adalah agar produksi dapat berubah dari make-to-forecast menjadi make-to-order, namun syaratnya komsumen tidak boleh menunggu terlalu lama antara waktu pemesanan dan waktu penerimaan . Proyek akhir ini ditujukan untuk mengefisienkan serta mengefektifkan kinerja depot – depot dan jalur rantai pasok di Indonesia. Pada hakekatnya tujuan dari proyek akhir ini adalah untuk: 1. Membandingkan ongkos distribusi eksisting dengan distribusi envelope. 2. Membuat alternatif solusi pola distribusi dengan berpedoman kepada konsep envelope yang sekarang telah dijadikan master program dan akan direalisasikan dalam waktu dekat. 3. Membuktikan bahwa dengan menggunakan distribusi pola envelope dapat menurunkan biaya operasional distribusi dan menghasilkan kepastian rute pada kapal-kapal yang dimiliki oleh PT PERTAMINA (Persero) . 4. Memberikan kepastian volume produk premium, kerosene dan solar (PKS) yang diangkut oleh suatu kapal pada rute yang telah ditentukan. 5. Merekomendasikan perubahan atau penambahan volume tanki timbun depot. 6. Memberikan kepastian jumlah volume BBM yang harus diimpor dengan berpedoman pada supply kilang dalam negeri, sehingga diharapkan akan menghilangkan atau setidaknya mengurangi pembelian BBM impor diharga spot. 7. Memberikan alternatif solusi tempat penyimpanan atau penimbunan BBM yang berfungsi sebagai barrier envelope untuk mengatasi depot-depot yang mengalami kondisi kritis dengan menggunakan pendekatan landed cost di envelope masingmasing. 8. Menghindari terjadinya penumpukan antrian kapal akibat tidak tersedianya supply dari kilang dan penyimpanan BBM impor yang terpusat di satu tempat
Metodologi proyek akhir dibuat dengan tujuan agar proyek akhir dapat berlangsung secara sistematis dan mampu menghasilkan solusi yang tepat dan bermanfaat bagi PT PERTAMINA (Persero). Gambar 3.2 menunjukan diagram alir tahapan metode pemecahan masalah yang akan dilakukan pada proyek akhir ini. 58
STUDI KONDISI PERUSAHAAN
PENGENALAN SISTEM DITRIBUSI EKSISTING
IDENTIFIKASI
STUDI
KONSEP ENVELOPE
LITERATUR
PENENTUAN METODE SOLUSI MASALAH
PEN GUM PUL A N DA T A
DEMAND & SUPPLY
KAPASITAS TANGKI TIMBUN
JARAK DENGAN SUPPLY POINT
SEWA, DAYA ANGKUT &JENIS KAPAL
KONDISI GEOGRAFIS
TRHUPUT HARIAN
USULAN RUTE
PEN GOL A HA N DA T A & A N A L I SA COST / KL / LT
RENCANA IMPLEMENTASI
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengerjaan Proyek Akhir Sumber: Hasil Pengolahan
Penjelasan tahapan proyek akhir pada Gambar 3.1 adalah sebagai berikut:
3.2.1 Studi Kondisi Perusahaan. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perusahaan dimulai dari sejarah perusahaan, lingkup usaha, uraian unit kerja, visi misi perusahaan, kebijakan umum, struktur organisasi, budaya perusahaan, dan terutama untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai sistem distribusi dan kondisi infrastruktur (depot, kilang dan kapal) sepanjang jalur rantai pasok yang dijalankan PT PERTAMINA (Persero).
59
Pengenalan kondisi perusahaan ini dilakukan selama masa internship, dengan waktu tiga bulan dari bulan Februari 2008 sampai Mei 2008.
3.2.2 Pengenalan Sistem Distribusi Eksisting Setelah mengenal kondisi perusahaan, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi jalur distribusi. Tahap identifikasi ini dilakukan terbatas pada isu bisnis dalam pendistribusian BBM eksisting untuk produk premium, kerosene dan solar saja, hal ini dilakukan untuk menjaga fokus penyelesaian masalah sehingga proyek akhir dapat berlangsung efektif. Pembuatan proyek akhir ini melanjutkan tesis yang telah diteliti sebelumnya oleh Nova Triantoso (MBA Reguler 35) dengan judul “Optimasi Rantai Pasok Terpadu di PT PERTAMINA (Persero) “, tentang konsep envelope. Untuk mempermudah pengenalan masalah, maka pada proyek akhir ini dilakukan wawancara dengan para stakeholders dan peneliti sebelumnya. Wawancara dilakukan sebatas pada kekurangan-kekurangan sistem distribusi dan evaluasi yang sedang dan akan diperbaiki oleh perusahaan. Isu utama yang diangkat dalam proyek akhir ini adalah identifikasi kondisi eksisting depot dan jalur rantai pasok PT PERTAMINA (Persero) untuk produk premium, solar dan kerosen di Indonesia. Diharapkan dengan melakukan identifikasi ini akan diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang karakteristik demand BBM, kondisi geografis daerah, kondisi infrastruktur setiap elemen rantai pasok dan sistem distribusi BBM.
3.2.3 Identifikasi Konsep Envelope Tahapan berikutnya adalah mengidentifikasikan konsep envelope yang telah dibuat sebelumnya. Apa dasar justifikasi envelope, bagaimana sistem distribusi envelope, bagaimana jalur perhitungannya, berapa tingkat visibilitas konsep envelope dan kekurangan serta kelebihan konsep envelope, dilakukan dalam tahap ini. Dengan melakukan identifikasi konsep envelope, diharapkan peneliti akan mendapatkan kesamaan konsep, sistematika dan tujuan pembuatan konsep envelope, sehingga rute yang dibuat menjadi lebih sempurna.
3.2.4 Studi Literatur Tujuan dalam rantai pasok ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak di dalam rantai pasok haruslah berjalan secepat mungkin. Dengan tujuan mencegah terjadinya penumpukan inventori, 60
maka arus material diatur sedemikian rupa agar bagian-bagian dari satu lokal dapat bergerak dalam koordinasi yang teratur. Istilah yang sering digunakan ialah synchronous. (Knill, 1992). Ditinjau dari sisi inventory cost, pengurangan inventory cost akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja keuangan dan operasional perusahaan, namun hal ini dapat dilakukan selama tidak terjadi kondisi stock-out. Kesimpulannya pengurangan cycle time dan inventory cost hanya dapat dilakukan jika tidak terjadi pengurangan kepuasan pelanggan. Distribusi adalah ibarat urat nadi suatu perusahaan, kecepatan dan standar service level yang baik sangat diperlukan dalam situasi bisnis yang kompetitif. PT PERTAMINA (Persero) sebagai pemain sumber energi yang paling lama di dalam negeri sudah tentu memilki jaringan distribusi yang luas, dan infrastruktur yang handal, tetapi apakah kedua hal tersebut akan terus menjamin PT PERTAMINA (Persero) sebagai market leader di Indonesia. Sistem distribusi yang baik adalah sistem distribusi yang fleksibel dan dinamis sesuai dengan strategi perusahaan serta keinginan konsumen (consumer centris). Sistem distribusi yang efektif dan efisien mencerminkan citra dan keunggulan perusahaan dalam pengelolaan manajemen operasi perusahaan yang profesional, handal dan berorientasi pada profit. Studi literatur yang dilakukan pada proyek akhir ini terkait dengan optimasi dan evaluasi eksisting yang sedang dan telah dilakukan. Studi literatur ini dilakukan untuk mengetahui tentang kondisi ideal supply dan distribusi yang berlandaskan pada teori. Kesenjangan antara teori dan kondisi realisasi di lapangan akan dijadikan titik tolak dalam merumuskan kebijakan perbaikan sistem distribusi yang akan diterapkan dan langkah implementasi apa yang harus dilakukan oleh perusahaan.
3.2.5 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Observasi dilakukan sepenuhnya di kantor pusat PT PERTAMINA (Persero), Divisi Supply dan Distribusi. Hal ini dilakukan karena seluruh kegiatan kontrol dalam pendistrbusian BBM dilakukan dari kantor pusat. Wawancara dilakukan karena tidak tersedianya waktu dan kondisi yang memungkinkan
untuk melakukan survey lapangan secara
langsung ke fasilitas-fasilitas PT PERTAMINA (Persero) yang tersebar di seluruh 61
wilayah Indonesia. Diharapkan dengan mewawancarai para stakeholders yang berpengalaman, solusi masalah yang dihasilkan akan mendekati kondisi sebenarnya. Wawancara dilakukan dengan beberapa key person yang terkait dengan manajemen supply and distribution, antara lain: 1. Manajer Evaluasi dan Pendukung (Manager Support and Evaluation) 2. Manajer Perencanaan dan Operasional (Manager Planning and Operation) 3. Asisten Manajer Evaluasi dan Pendukung (Asisten Manager Support and Evaluation) 4. Asisten Manajer Perencanaan dan Operasional (Asisten Manager Planning and Operation)
Data sekunder diperoleh dari data-data pendukung peneliti sebelumnya ditambah dengan data-data terbaru dalam penentuan kebijakan distribusi BBM. Selain itu untuk mendapatkan gambaran lingkungan eksternal kondisi perusahaan yang berlandaskan opini publik, maka ditambah dengan data-data dari internet.
3.2.6 Pengolahan dan Analisis Selain melihat dari sisi profitabilitas perusahaan, pengolahan dan analisis dilakukan dengan menggunakan dasar justifikasi kebutuhan produk yang bersifat continue dan urgent (terus menerus dan harus ada). Hal ini diambil karena keputusan yang dibuat akan sangat berpengaruh pada kehidupan hajat hidup orang banyak. Pengolahan dan analisis pada proyek akhir ini menggunakan software yang diperoleh dari PT PERTAMINA (Persero) maupun dari hasil pencarian peneliti sendiri. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada sub bab berikutnya yang menjelaskan diagram alir proses pengolahan data.
3.2.7 Rencana Implementasi Pada intinya konsep envelope ditujukan untuk mengatasi depot krisis dan kritis yang sering terjadi pada saat sekarang ini. Konsep envelope merupakan salah satu alternatif master program yang akan diterapkan oleh PT PERTAMINA (Persero) dalam waktu dekat, maka dari itu dibutuhkan kerjakeras, ketegasan dan keberanian dari pihak perusahaan untuk menetapkan suatu konsep distribusi yang efektif dan efisien. Perubahan sistem distribusi baru akan mempunyai dampak sosial yang cukup besar dalam tubuh perusahaan, terkait dengan elite politik, dominasi kekuasaan dan budaya 62
perusahaan yang sudah mengakar berpuluh-puluh tahun. Rencana Implementasi secara detail akan dijelaskan pada Bab IV.
3.3 Metoda Penelitian Proyek akhir ini menggunakan metoda yang bersifat kuantitatif dan kualitatif seputar distribusi dan rantai pasok BBM di PT.PERTAMINA (Persero). Adapun metoda yang dipakai diantaranya:
3.3.1 Saving matrix Method Saving matrix method adalah suatu metode untuk menentukan rantai pasok terpadu dengan batasan waktu. Tahapan yang digunakan dalam analisis ini adalah: 1. Identifikasi jarak antara matrix asal dan tujuan 2. Identifikasi savings matrix, yaitu mencari jalur yang paling optimal dari matrix asal tujuan. 3. Menentukan jenis kapal tanker yang dipakai dan rute angkutan Tahapan pertama sampai ketiga digunakan untuk menetapkan jenis kapal tanker dan mencari rute yang optimal untuk meminimasi jarak tempuh pengiriman BBM.
3.3.2 Identifikasi Matrix Jarak Identifikasi matrix jarak setiap depot dan kilang yang akan dikunjungi. Jarak digunakan sebagai pengganti dari ongkos transportasi dan distribusi antar lokasi (Chopra and Meindl, 2004:437). Bila ongkos transportasi antara lokasi diketahui, maka dapat digunakan sebagai pengganti variabel jarak. Jarak distribusi di notasikan dengan Dist (A, B) di dalam grid antara lokasi A dengan titik koordinat (Xa, Ya) dan lokasi B dengan koordinat (Xb, Yb) dapat diformulasikan sebagai berikut: Dist (A,B) = [(Xa-Xb)2 + (Ya-Yb)2]-1/2
Jarak antar lokasi adalah tahapan selanjutnya untuk mengevaluasi saving matix.
3.3.3 Identifikasi Saving Matrix Saving matrix mewakili penghematan dalam penggunaan moda transportasi untuk mendistribusikan produk kedua tempat dengan menggunakan satu moda angkutan. Penghematan dapat dievaluasi pada variabel jarak, waktu, dan ongkos (cost). 63
Rute pengiriman dapat diidentifikasi dari urutan tiap lokasi yang dikunjungi oleh moda angkutan, sebagai contoh: rute dari DC (Depot Utama) depot penyalur x DC (Depot Utama). Berawal dari depot utama ke depot penyalur x. Penghematan dapat diidentifikasi dari koordinat S(x,y) jarak dapat dihemat bila rute perjalanan dari depot utama depot penyalur x depot penyalur y depot utama yang dihasilkan dan dikombinasikan dari satu rute perjalanan. Penghematan ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
S(x,y) = Dist(DC,x) + Dist (DC,y) – Dist (x,y)
3.3.4 Menentukan Jenis dan Rute Perjalanan Kapal Tanker Pemilihan jenis dan rute kapal tanker pada umumnya disesuaikan dengan limitasi kapasitas daya angkut kapal dan sistem kompartemen yang dimiliki masingmasing kapal. Keputusan yang diambil pada pemilihan jenis dan rute perjalanan, memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan penghematan ongkos distribusi dan pengurangan jumlah kapal tanker yang beroperasi. Pertimbangan jalur distribusi merupakan salah satu objek dari penghematan. Bila keadaan jalur distribusi/rantai pasok harus memenuhi dua atau lebih titik yang terpisah, maka untuk melakukan penghematan kedua rute tersebut dapat dikombinasikan dengan batasan sistem pengiriman. Sistem pengiriman yang dimaksud adalah pola distribusi berurut atau lebih dikenal dengan nama multy-port yang pada dasarnya bertujuan untuk meminimasi jarak tempuh pengiriman dan pengurangan moda angkutan. Berikut adalah cara penentuan sistem distribusi multy-port (Chopra and Meindl, 2004:442).
Farthest insert (sisipan terjauh) Penentuan jalur distribusi (termasuk penentuan distribusi langsung dari DC/ Depot Utama) kepada setiap konsumen/depot penyalur. Sisipan terjauh bertujuan untuk meminimalisasi peningkatan jarak pengiriman, cara meminimalisasi hal tersebut adalah dengan menyisipkan demand yang potensial pada jalur distribusi dengan pertimbangan menyisipkan demand yang terjauh untuk menghindari pembuatan rute baru. Proses tersebut dilanjutkan sampai dengan semua demand terlayani dan masuk ke dalam jalur distribusi.
64
Nearest Insert (sisipan terdekat) Penentuan jalur distribusi (termasuk penentuan distribusi langsung dari DC/depot utama) kepada setiap depot penyalur. Sisipan terdekat bertujuan untuk meminimalisasi peningkatan jarak pengiriman, cara meminimalisasi hal tersebut adalah dengan menyisipkan demand yang potensial pada jalur distribusi, dengan pertimbangan menyisipkan demand yang terdekat untuk menghindari pembuatan rute baru dan tidak terlayaninya demand. Proses tersebut dilanjutkan sampai dengan semua demand terlayani dan masuk ke dalam jalur distribusi.
Nearest Neighbor (sisipan dari tetangga terdekat) Pada
tahap
ini
jalur
distribusi
berawal
dari
sumber,
prosedur
ini
mengikutsertakan demand terdekat ke dalam jalur distribusi yang terdekat dengan demand terakhir yang dikunjungi oleh moda angkutan sampai dengan semua demand telah terkunjungi.
Sweep (menjalar) Pada prosedur sweep, demand yang ada pada grid terpilih (biasanya sumber itu sendiri) dan menjalar. Jalur distribusi dibangun oleh demand beruntun dalam proses order (Chopra and Meindl, 2004:443).
Pola multy-port yang dipakai dalam proyek akhir ini merupakan penggabungan beberapa teori di atas.
3.4 Pola Sistem Distribusi Sistem distribusi yang dipakai dalam proyek akhir ini menggunakan pola campuran antara point-to-point dan multy-port. Pola point-to-point biasanya dilakukan pada depot yang memiliki demand yang besar, sehingga jenis kapal yang digunakannya pun berkapasitas besar. Pola point-to-point ini banyak dilakukan di zona envelope dua yang memiliki karakteristik demand BBM yang besar disetiap titik timbunnya. Pola multy-port dipakai jika depot-depot di sekitar daerah sumber memiliki komposisi yang seimbang antara kapasitas tanki timbun dengan demand yang dimilikinya, jika karakternya sama maka dimungkinkan untuk melakukan pola multy-port, selain itu ada pertimbangan jarak, tingkat service level, kondisi geografis atau medan yang akan dilalui dan batasan efisiensi dalam daya angkut kapal. Hasil ini harus diuji lagi dengan 65
asumsi jika pemenuhan demand depot dilakukan dengan pola point-to-point, hal ini dilakukan untuk menguji kelayakan pola multy-port yang dibuat. Informasi yang akurat tentang kondisi dan kapabilitas depot di lapangan sangat multak diperlukan dalam pembuatan pola multy-port, karena jika terjadi kesalahan dalam penjadwalan di salah satu depot saja, maka akan mengakibatkan keterlambatan di depot tujuan berikutnya. Pola yang dipakai dalam multy-port menggunakan sistem berantai seri (bukan pararel), sehingga dengan mempertimbangkan tingkat keakuratan dan kedetailan informasi di lapangan, diharapkan pola multy-port yang dibuat benarbenar optimal.
3. 5 Tahapan Perancangan Rute, Demand Rata-rata vs Supply Rata-rata Perancangan rute distribusi BBM pada proyek akhir ini diawali dengan melakukan identifikasi titik-titik observasi yang berupa sea depot, inland depot, instalasi, jobber dan kilang di seluruh wilayah Indonesia secara menyeluruh. Penentuan titik-titik observasi diambil berdasarkan kelengkapan data yang diperoleh dari PT.PERTAMINA (Persero) seperti data demand, supply, kapasitas timbun, jadwal pemberangkatan kapal eksisting, jenis kapal tanker yang dapat melakukan loading dan loading di suatu depot, waktu yang dibutuhkan ketika melakukan bongkar muat dan data kordinat depot. Dari hasil verifikasi keseluruhan data diperoleh 118 titik observasi yang terbagi dalam 6 buah kilang utama, 4 buah instalasi, 6 buah depot utama, 7 terminal transit, 2 buah ship to ship, 2 buah tanki timbun, 78 buah sea depot, 11 buah inland depot, dan 2 jobber. Untuk kelengkapan nama titik observasi tersebut dapat dilihat pada BAB II tentang kondisi eksisting sistem distribusi dimasing-masing envelope. Tahap identifikasi titik-titik observasi dilakukan bersamaan dengan perhitungan kebutuhan volume BBM impor baik secara nasional maupun per-envelope. Untuk menghitung agregat volume impor yang dibutuhkan, maka data yang digunakan adalah data rata-rata demand dan supply BBM dari bulan Oktober sampai Desember 2007. Dengan menggunakan data rata-rata selama tiga bulan tersebut, diharapkan hasil perhitungan kebutuhan volume BBM dan pembuatan rute di setiap depot akan mendekati kondisi realiasasi di lapangan, selain itu solusi yang dihasilkan pun akan memiliki jangka waktu ketahanan model yang lebih lama.
66
DATA LOKASI & KOORDINAT
Identifikasi Depot, Ins, Kilang dan Jobber yg masuk dlm observasi
Saving Matrix
Identifikasi Jarak DATA DEMAND & SUPPLY
Metoda dan Rute Kapal 1. Farthest insert (Sisipan terjauh) 2. Nearest Insert (Sisipan terdekat) 3. Nearest Neighbor (tetangga terdekat) 4. Sweep (Menjalar)
VOLUME IMPORT
Flow of material BBM base on source of supply point
RUTE DISTRIBUSI BBM DGN POLA POINT-TO-POINT & MULTIPORT
Faktor pertimbangan JENIS KAPAL TANKER
1. Kondisi Geografis 2. Tanki Timbun Eksisting 3. Kesesuaian demand dgn TT
KOMPOSISI PRODUK & VOLUME BBM
IN – OUT à Inventory Mngt
COST
Rekomendasi perubahan TT di Depot dan Instalasi
1. Round Trip Days (RTD) 2. Jumlah Kapal
Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data Sumber: Hasil Pengolahan
Perhitungan volume impor akan digabungkan dengan hasil pengolahan dari perhitungan saving matrix, identifikasi jarak antar depot dan pola rute pra-klarifikasi. Hasil dari penggabungan ini adalah berupa flow of material yang terdiri dari produk premium, kerosene dan solar di masing-masing envelope. Penggabungan ini dilakukan agar kegiatan supply menjadi lebih efektif dan efisien. Sebagai tahap awal perancangan flow of material dibuat berdasarkan kedekatan lokasi depot dengan lokasi sumber supply, tanpa melihat besaran kapasitas tanki timbun yang dimiliki oleh masing-masing depot. Tahap selanjutnya adalah menentukan rute
67
distribusi dan jenis kapal tanker yang akan digunakan dengan mempertimbangkan besaran kapasitas tanki timbun di masing-masing depot. Tahapan penentuan rute distribusi dan jenis kapal tanker menghasilkan komposisi produk BBM yang akan dibawa dan banyaknya frekuensi pemberangkatan kapal dalam satu bulan atau satu periode. Pola rute yang buat menggunakan asumsi bahwa satu rute alur distribusi dari lokasi sumber supply ke lokasi depot penyalur hanya ditangani oleh kapal tanker yang sama dan tidak berubah-ubah, atau dengan kata lain setiap kapal hanya memiliki satu rute perjalan, kecuali jika sisa utilitas atau waktu luang kapal pada suatu rute masih cukup besar, sehingga dimungkinkan untuk melayani rute lainnya yang berdekatan. Faktor pertimbangan yang digunakan dalam penentuan jenis kapal adalah medan yang akan dilalui, kapasitas tanki timbun eksisting dan kesesuaian karakteristik demand dengan tanki timbun di masing-masing depot. Faktor pertimbangan terakhir dipakai ketika akan menentukan pola multy-port, pertimbangan terkahir ini diambil karena tingkat efektivitas dan efisiensi pola multy-port dalam suatu rantai distribusi belum tentu selalu lebih unggul, hal ini terjadi ketika tanki timbun yang dimiliki oleh suatu depot sangat minim, jika dibandingkan dengan demand yang dimilikinya. Untuk memperjelas cara perhitungan dan contoh kasus dapat dilihat pada penjelasan solusi rute di envelope yang menggunakan pola campuran multy-port dan point-to-point. Hasil akhir yang ingin dicapai dalam proyek akhir ini adalah penghematan ongkos distribusi dan rekomendasi perubahan atau penambahan komposisi tanki timbun, serta penentuan titik lokasi cadangan yang berfungsi sebagai buffer di masingmasing envelope. Ongkos distribusi yang dimaksud adalah berupa freight cost atau ongkos total per-kilo liter atau per-liter dari satu lokasi sumber supply ke lokasi depot penyalur. Sedangkan rekomendasi penambahan tanki timbun di buat jika waktu buffer yang miliki suatu depot kurang dari waktu tempuh yang dapat dicapai dari supply point terdekatnya, sehingga depot tersebut rentan terhadap kondisi kritis. Walaupun demikian jalur rute yang dibuat pada proyek tugas akhir ini sudah dapat dijalankan tanpa adanya penambahan kapasitas tanki timbun di depot. Penentuan titik lokasi cadangan buffer envelope dibuat untuk menangani kekurangan supply yang disebabkan oleh kilang shutdown, ataupun masalah lain seperti kerusakan pompa dan cuaca. Besarnya kapasitas timbun produk yang harus dimiliki oleh masing-masing depot dapat dilihat pada bagian Lampiran A – E.
68
3.6 Ongkos per KL (Freight cost) Pemerintah bersama jajarannya meminta PT PERTAMINA (Persero) untuk membuat kepastian ongkos di masing-masing rute, tetapi sampai sekarang freight cost yang diinginkan tersebut sulit untuk diketahui secara pasti karena pola distribusi yang berjalan masih bersifat acak, sehingga ongkos yang diketahui hanya berupa agregat secara keseluruhan. PT PERTAMINA (Persero) menggunakan firing sytem dalam mendistribusikan BBM, atau sistem dadakan ketikan terjadi indikasi depot kekurangan supply atau kilang bermasalah. Walaupun flow of material produk sudah dibuat, pengambilan supply BBM untuk depot kritis seringkali dilakukan dengan mengambil persediaan dari depot lain yang masih memiliki cadangan cukup besar, padahal kegiatan tersebut dapat menyebabkan berubahnya arus distribusi dan sistem inventory depot yang bersangkutan, serta berimbas pada perubahan jadwal rute kapal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pergerakan kapal tanker dari barat ke timur Indonesia yang dirasakan kurang efektif dan efisien. Freight cost adalah Round Trip Days (RTD) dikali dengan sewa kapal ditambah biaya operasional dan biaya pelabuhan. Ongkos dan formula perhitungan distribusi point-to-point dan multy-port memiliki perbedaan dalam hal cakupan depot yang akan dilalui oleh suatu kapal tanker. Formula yang dipakai dalam perhitungan pola point-topoint adalah sebagai berikut:
Freight Cost per-KL = (2(sea days + loading + unloading) x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption loading + bungker consumption discharging + portcharge
Formula yang dipakai dalam perhitungan pola multy-port adalah sebagai berikut:
Freight Cost per-KL = ((sea days + loading + unloading) x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption loading + bungker consumption discharging + portcharge) + ((sea days + unloading) x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption discharging + portcharge) + ..... + ((sea days x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea)
69
Komposisi produk BBM yang dibawa oleh setiap kapal tanker disesuaikan dengan tanki timbun eksisting yang dimiliki masing-masing depot. Karena berbagai keterbatasan data yang diperoleh dari perusahaan, maka perhitungan freight cost masih menggunakan beberapa asumsi dalam perhitungannya. Asumsi-asumsi tersebut adalah: 1. Biaya sewa dan kecepatan kapal tanker untuk masing-masing jenis diwakili oleh satu buah kapal yang dianggap dapat mengambarkan populasi jenis kapal tersebut. Kecepatan kapal (knot) menggunakan kecepatan rata-rata kapal tersebut. 2. Berat jenis produk premium, kerosene dan solar diwakili oleh produk solar yang mempunyai berat jenis tertinggi. 3. Jarak dihitung dengan satuan mil laut. 4. Konversi mata uang rupiah memakai indeks Rp 9300,00 per 1 $ US. 5. Kekosongan data waktu loading dan unloading kapal di depot-depot atau lokasi lainnya diasumsikan dengan menggunakan standar waktu yang telah ditetapkan oleh PT PERTAMINA (Persero). 6. Hanya ada satu nilai freight cost untuk setiap rute baik untuk rute yang menggunakan point-to-point maupun multy-port.
3. 7 Faktor – faktor yang Dipertimbangkan Dalam Perancangan Rute Rute dalam distribusi merupakan hasil integrasi antara kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam suatu proses rantai pasok. Pembuatan suatu rute kapal memerlukan pertimbangan dan perhitungan yang baik dan matang. Berdasarkan data distribusi tahun 2007, PT PERTAMINA (Persero) memiliki 111 depot dan 6 kilang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan ditangani oleh 118 kapal tanker dengan berbagai tipe. Dengan evaluasi dan pembuatan pola rute baru diharapakan sistem distribusi akan menjadi lebih efektif dan efisien. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan jalur atau routing adalah: 1. Volume demand di masing-masing depot 2. Volume ketersediaan BBM di lokasi sumber supply 3. Kapasitas tanki timbun di depot dan di sumber supply. 4. Jarak lokasi depot dengan lokasi sumber supply terdekat. 5. Jenis dan ongkos sewa kapal. 6. Kondisi geografis atau medan yang akan dilalui. 7. Volume objective thruput per-hari dari masing-masing depot. 70
8. Karakteristik inventory dan demand di masing-masing depot (diperlukan dalam menentukan pola multy-port).
3.8 Kebutuhan Impor vs Kilang Data volume material balance pada bulan Oktober sampai Desember merupakan masa peak season konsumsi BBM di dalam negeri, kondisi ini dijelaskan pada BAB II tentang karakteristik demand BBM nasional. Berdasarkan alasan tersebut maka dapat diprediksi kebutuhan BBM diawal tahun akan berada di bawah atau bergerak di sekitar angka rata-rata demand Oktober sampai Desember. BBM impor diasumsikan seluruhnya berasal dari Singapore. Berdasarkan hasil perbandingan rata-rata demand dan supply data material balance Oktober sampai Desember diperoleh bahwa volume impor BBM yang dibutuhkan setiap bulan adalah 1.018.797 KL BBM yang terdiri dari 418.567 KL premium, 52.496 KL kerosene, dan 547.735 KL solar. Walaupun demikian jumlah realisasi BBM yang diimpor dari Singapore melebihi jumlah BBM impor tersebut di atas. Menurut data Oktober sampai Desember BBM impor dari Singapore berjumlah 1.799.326 KL, terdiri dari 490.869 KL premium, 96.219 KL kerosene, dan 1.212.238 KL solar, jadi terdapat kelebihan BBM sekitar 780,529 KL atau sekitar 77% yang mayoritas merupakan produk solar. Kelebihan impor ini mungkin diperuntukan bagi sektor industri yang tidak tercantum dalam penelitian proyek akhir.
Tabel 3.1 Demand, Produksi Kilang dan Kebutuhan Impor BBM (dalam KL) Demand BBM / bln
REGION ENVELOPE 1 ENVELOPE 2 ENVELOPE 3 ENVELOPE 4 ENVELOPE 5 SUM
KILANG Dumai Plaju Cilacap Balongan Balikpapan Kasim-Sorong SUM
Premium Kerosine 329,773 156,099 721,804 364,415 276,908 165,986 176,620 91,132 26,927 18,122 1,532,033 795,754
Solar 555,674 478,943 276,371 307,888 72,785 1,691,660
Jml kebutuhan BBM Import SUM Premium Kerosine 1,041,546 128,637 12,369 1,565,161 59,412 0 719,265 226,720 56,409 575,640 0 0 117,834 0 0 4,019,446 414,769 68,778
Produksi BBM / bln Premium Kerosine 99,799 94,849 104,993 74,818 404,814 295,825 253,923 61,745 244,224 212,742 5,713 3,278 1,113,466 743,258
Solar 181,234 75,260 319,961 149,142 409,425 8,904 1,143,926
SUM 375,882 255,071 1,020,600 464,810 866,391 17,895 3,000,649
Sumber: Hasil Pengolahan
71
ENVELOPE ENVELOPE ENVELOPE ENVELOPE ENVELOPE ENVELOPE
1 1 2 2 4 5
Solar 310,885 0 232,318 0 0 543,202
SUM 451,890 59,412 515,447 0 0 1,026,749
Jika menganalogikan pemenuhan kebutuhan BBM depot berdasarkan pada kecukupan dan kedekatan supply point disuatu daerah maka untuk daerah Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Kupang, tidak memerlukan tambahan BBM dari impor, karena produksi Kilang Balikpapan cukup besar untuk memenuhi demand keempat daerah di atas. Untuk daerah envelope 2 dan 3 yang mendapat tambahan impor adalah daerah pesisir utara Pulau Jawa, hal ini dilakukan karena pertimbangan jarak tempuh dan ongkos yang lebih dekat dan murah jika pengiriman dilakukan dari Singapore. Untuk wilayah Sumatera atau envelope 1, supply impor dilakukan pada beberapa daerah di bagian pesisir barat Sumatera yang terbentang dari Daerah Istimewa Aceh sampai Provinsi Lampung. Berdasarkan perimbangan perhitungan demand dan produksi kilang, maka BBM impor untuk produk premium di transfer ke daerah envelope 1, 2 dan 3, sedangkan untuk produk kerosene dan solar di transfer ke daerah envelope 1 dan 3. Produk solar merupakan produk impor terbesar. Untuk memperjelas gambaran di atas dapat dilihat pada Gambar 3.4. 310.885
Import Lokal
128.637 KRUENG RAYA
Import Premium
12.369
LHOK SEUMAWE
Import Kerosine MEULABOH
P. NATUNA
UP. I - PKL. BRANDAN
ENVEPOPE 1
LAB. DELI SIBOLGA
TARAKAN
Import Solar
TAHUNA
BITUNG P. BATAM
UP. II - DUMAI
G. SITOLI
TOBELO
TOLI - TOLI
SIAK SINGAPORE
BONTANG
SINTANG
Solar
MOUTONG
TJ.UBAN TT. TLK. KABUNG
SAMARINDA
PONTIANAK P. SAMBU
JAMBI
BENGKULU
DONGGALA
UP. III - PLAJU
PKL.BUN
PABUHA
SUBUNG
BALIKPAPAN
SAMPIT
TERNATE
GORONTALO
PARIGI
CILIK RIWUT
MANOKWARI
LUWUK
SANANA
KOLONDALE
ENVEPOPE 4 PALOPO
P. PISANG
BANGGAI KENDARI
PARE - PARE
BANJARMASIN
BIAK
SORONG
POSO
SERUI
TT. WAY AME BULA
NAMLEA
NABIRE
MASOHI
KAIMANA
KOLEKA
ENVEPOPE 2
JAYAPURA
FAK - FAK
STS KOTA BARU
RAHA
PANJANG
KOTA BARU
BAU -BAU
T. SEMANGKA
UJ. PANDANG TUAL
PLUMPANG TT. TG. GEREM/MERAK
SEMARANG SURABAYA UP. IV CILACAP
59.412
DOBO
ENVEPOPE 5
CAMPLONG STS KALBUT MENENG
MERAUKE
MAUMERE
BADUNG
KALABAHI
REO TT. TLK MANGGIS
AMPENAN
BIMA
ENDE
ENVEPOPE 3
WAINGAPU
SAUMLAKI
L. TUKA
DILI ATAPUPU
KUPANG
232.318
226.720
56.409
Gambar 3.4 Perbandingan Volume BBM Lokal & Impor Sumber: Hasil Pengolahan
72
3.9 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Satu 3.9.1 Demand dan Supply Envelope Satu Demand BBM envelope satu berada diperingkat ke-dua dari 5 envelope yang ada di Indonesia, demand BBM envelope ini memiliki prosentase sebesar 26% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope satu adalah 1.041.546 KL per-bulan yang terdiri dari 329.773 Kl premium (32%), kerosene 156.099 KL (15%) dan solar 555.674 KL (53%). Sebagian besar demand envelope satu dipenuhi oleh 2 buah kilang di Sumatera, yaitu Kilang Dumai dan Kilang Plaju, sedangkan Kilang Brandan sudah ditutup, karena dianggap sudah tidak produktif. Kedua kilang ini memproduksi BBM sebesar 630.953 KL yang terdiri dari premium 204.792 Kl, kerosene 169.667 KL dan solar 256.494 KL. Jumlah produksi kedua kilang yang masih produktif di atas hanya mampu menutupi 61% kebutuhan BBM di envelope satu. Kekurangan BBM berada pada produk premium sebesar 124.981 KL (38%) dan produk solar sebesar 299.180 KL (54%), sedangkan produk kerosene mengalami kelebihan produksi sebesar 13,568 KL. Langkah pertama untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dan impor di envelope satu adalah dengan melakukan pembagian wilayah envelope satu dalam beberapa sub area yang berdasarkan pada kedekatan lokasi depot dan kedekatan supply point. Dari hasil pengolahan dihasilkan 3 buah sub area di envelope satu yaitu di bagian utara Pulau Sumatera, tengah Pulau Sumatera dan selatan Pulau Sumatera. Pembagian ketiga sub area tersebut menghasilkan pola distribusi supply utama untuk depot utama, instalasi atau terminal transit yang berfungsi mentransfer BBM ke depot-depot penyalur. Sub area satu terdiri dari 13 titik observasi yang terdiri dari 8 buah sea depot, 3 buah inland depot dan 2 buah instalasi. Tiga belas titik observasi tersebut tersebar dalam 3 wilayah kecil yaitu: 1. Wilayah Kabung/Bungus terdiri dari: Depot Meulaboh, Depot Sibolga, Depot G.Sitoli dan Terminal Transit Kabung/Bungus. 2. Wilayah Dumai terdiri dari: Depot Dumai dan Depot Siak. 3. Wilayah Medan terdiri dari: Depot Lhokseumawe, Depot Sabang, Depot Kruengraya, Instalasi Medan, Depot Pematangsiantar dan Depot Kisaran.
73
Tabel 3.2 Pembagian Sub Daerah Envelope Satu
SUB AREA 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Depot Lhok Seumawe Depot Krueng Raya Depot Meulaboh Depot Sabang Inst. Medan Group Depot Dumai Depot Sibolga Depot P. Siantar Depot Kisaran Depot P. Brandan Depot G. Sitoli TT Teluk Kabung Depot Siak sea depot
SUB AREA 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Depot Kertapati Depot Pangkal Balam Depot Baturaja Depot Lahat Depot Lubuk Linggau Tg. Pandan P (JOBER) Depot Jambi Depot Pontianak Depot Sintang
Instalasi / term transit
SUB AREA 3 1 2 3 4 5
Depot BATAM Depot Natuna Group TT T. Uban TT P. Sambu Depot Tembilahan
inland depot jobber
Sumber: Hasil Pengolahan
Sub area dua meliputi 9 depot yang terbagi dari 4 inland depot dan 5 sea depot yang salah satunya merupakan jobber. Sub area tiga terdiri dari 3 depot dan 2 terminal transit. Terminal Transit Tanjung Uban dan Pulau Sambu pada sub area tiga merupakan terminal transit utama yang mensupply kebutuhan BBM impor ke envelope-envelope lain, selain itu ke dua terminal transit ini berfungsi sebagai tanki timbun BBM impor yang dipasok dari Singapore.
3.9.2 Flow of material BBM Envelope Satu Dengan mengutamakan kecukupan supply lokal di masing-masing envelope dan tingkat efesiensi yang berdasarkan kedekatan jarak, maka Terminal Transit Teluk Kabung memperoleh supply premium, kerosene dan solar dari Kilang Dumai, sedangkan untuk Instalasi Medan memperoleh kerosene dan solar dari Kilang Dumai di tambah supply premium, kerosene dan solar dari Singapore. Demand BBM Depot Dumai di transfer dari Kilang Dumai langsung dengan menggunakan moda pipa. Depot Siak memperoleh premium, kerosene dan solar dari Kilang Dumai, walaupun demikian jumlah pasokan premium dari Kilang Dumai ke Depot Siak hanya menutupi 83% demand premium, maka dari itu diperlukan tambahan supply premium dari Terminal Transit Tanjung Uban sebesar 9.546 KL. Terminal Transit Teluk Kabung selain melayani kebutuhan lokal, melayani juga kebutuhan depot-depot sekitarnya seperti Depot Sibolga, Depot G.Sitoli dan Depot Meulaboh. Jumlah BBM yang dibutuhkan oleh Terminal Transit Teluk Kabung 74
ditambah dengan demand depot penyalur di sekitarnya adalah 135.694 KL BBM yang terdiri dari 53.601 KL premium, 22.681 KL kerosene dan 59.411 KL solar.
Sabang
Premium Solar Kerosine PKS
Kruengraya Lhokseumawe Meulaboh
Natuna SNG
MEDAN P. Siantar
Kisaran
Sibolga
Uban & Sambu DUMAI
G Sitoli
Pontianak
Siak
Batam Sintang
Tembilahan TT, BUNGUS
Jambi
Pkl Balam
Tj Pandan
Lubuk Linggau PLAJU Lahat Baturaja
Gambar 3.5 Flow of Material BBM untuk Depot Utama dan Instalasi Sumber: Hasil Pengolahan
Instalasi Medan menangani inland Depot Kisaran dan Depot Pematangsiantar dengan moda RTW (Rail Tank Wagon). Selain melayani kedua inland depot di selatan Kota Medan, Instalasi Medan melayani kebutuhan BBM sea depot di Daerah Istimewa Aceh yaitu Depot Sabang, Depot Kruengraya dan Depot Lhokseumawe. Total demand Instalasi Medan ditambah dengan demand depot-depot penyalur di sekitarnya berjumlah 264.657 KL BBM, terbagi dari 99.494 KL premium, 57.131 Kl kerosene dan 108.031 KL solar. Produksi Kilang Dumai hanya mampu memasok 56.835 KL kerosene dan 15.444 KL solar untuk menutupi kebutuhan Instalasi Medan, sisa kebutuhan premium, kerosene dan solar didatangkan dari Terminal Transit Tanjung Uban yang berasal dari sumber impor.
75
Sabang
Premium Solar Kerosine PKS
Kruengraya Lhokseumawe Meulaboh
Natuna MEDAN P. Siantar
Kisaran
Sibolga
Uban & Sambu DUMAI
G Sitoli
Pontianak
Siak
Batam Sintang
Tembilahan TT, BUNGUS
Jambi
Pkl Balam
Tj Pandan
Lubuk Linggau PLAJU Lahat Baturaja
TJ PRIOK Baturaja
Gambar 3.6 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur Sumber: Hasil Pengolahan
Sub area tiga yaitu Terminal Transit Pulau Sambu, Depot Tembilahan, Depot Batam dan Depot Natuna memperoleh pasokan BBM dari Terminal Transit Tanjung Uban berupa premium, kerosene dan solar. Jumlah demand sub area tiga adalah 138.817 KL yang terdiri dari 19.596 KL premium, 12.073 KL kerosene dan 107.148 KL solar. Seluruh produk BBM di TT Tanjung Uban berasal dari Singapore. Sub area dua meliputi Depot Kertapati, Depot Pangkalan Balam, Depot Baturaja, Depot Lahat, Depot Lubuklinggau, Depot Jambi, Depot Pontianak, Depot Sintang dan Jobber Tanjung Pandan. Demand total BBM yang dibutuhkan sub area dua adalah 324.924 KL yang terdiri dari: 101.338 KL premium, 48.882 KL kerosene dan 174.705 KL solar. Depot Kertapati merupakan tanki timbun Kilang Plaju yang dikelola oleh Unit Pengolahan III. Produksi Kilang Plaju sebesar 255.071 KL BBM yang terbagi dari 104.993 KL premium, 74.818 KL kerosene dan 174.705 KL solar. Jika melihat perbandingan antar demand sub area dua dan produksi yang dihasilkan Kilang Plaju, maka terlihat terjadinya kelebihan stock untuk produk premium dan kerosene, sedangkan untuk produk solar mengalami kekurangan yang cukup besar yaitu 99.445 KL. Kekurangan produk solar ini di penuhi dengan tambahan supply dari Terminal
76
Transit Tanjung Uban ke beberapa sea depot yang berada pada sub area dua, sedangkan kelebihan produk premium dan kerosene di transfer ke Depot Plumpang yang masuk dalam wilayah envelope dua.
T.T Kabung
UP II
G.Sitoli
Sibolga
KILANG DUMAI
Dumai Sie Siak
IMPORT
Ins Medan
L.Seumawe
Kruengraya
Sabang
Meulaboh
Siantar
Kisaran
Tembilahan PREMIUM
STS
KEROSINE
SEA DEPOT
SOLAR
RTW
PKS
PIPA
KILANG
JOBBER
T.T Tj Uban
Natuna
T.T P Sambu
Batam/Kijang
Jambi
TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI
Pkl. Balam
UP III KILANG PLAJU
Pontianak
Sintang
Tjg. Pandan
Baturaja
Kertapati
Lahat
Lubuklinggau
Gambar 3.7 Flow of Material BBM Envelope Satu Sumber: Hasil Pengolahan
Depot Kertapati memasok kebutuhan BBM inland depot yang berada di selatan Pulau Sumatera yaitu Depot Baturaja, Depot Lahat dan Depot Lubuklinggau. Jumlah demand inland depot yang ada di sub area dua berjumlah 124.939 KL yang terdiri dari 45.525 KL premium, 21.469 KL kerosene dan 57.945 KL solar. Walaupun produk solar di Depot Utama Kertapati merupakan produk utama, produk premium di tiga inland depot penyalur sekitarnya mempunyai jumlah demand terbesar. Kebutuhan BBM keempat inland depot ini dipenuhi seluruhnya oleh produksi Kilang Plaju. Sea depot yang berada di sub area dua adalah Depot Pangkalan Balam, Depot Jambi, Depot Pontianak, Depot Sintang dan Jobber Tanjung Pandan. Jumlah kebutuhan 77
BBM sea depot yang berda pada sub area dua berjumlah 199,985 KL yang terdiri dari 55.813 KL premium, 27,413 KL kerosene dan 116.759 KL solar. Hampir 60% demand BBM pada sea depot sub area dua merupakan produk solar. Produk premium dan kerosene untuk Depot Jambi, Depot Pangkalan Balam, Depot Pontianak dan Depot Sintang diperoleh dari Kilang Plaju, sedangkan produk solar sepenuhnya di supply dari TT Tanjung Uban. Demand BBM Jobber Tanjung Pandan di supply seluruhnya dari Kilang Plaju. Depot Pontianak merupakan depot utama yang mensupply kebutuhan BBM untuk Depot Sintang.
3.9.3 Rute Distribusi Envelope Satu Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope satu yang telah dibuat sebelumnya. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masing-masing depot, jenis kapal tanker dan kondisi geografis yang akan dilalui. Berdasarkan hasil pegolahan data envelope satu dihasilkan 22 buah rute yang sebagian besar merupakan pola distribusi point-to-point, sedangkan rute yang menggunakan pola multy-port hanya berjumlah 2 buah. Pola distribusi multy-port digunakan untuk mensupply Depot Sibolga dan Depot G Sitoli yang dipasok dari Terminal Transit Teluk Kabung dengan RTD 6.25 hari. Depot Lhokseumawe dan Depot Kruengraya dipasok dari Instalasi Medan dengan RTD 8.66 hari. Kedua pola multy-port ini menggunakan jenis kapal tipe SMALL 2 dengan besar freight cost masing-masing $ 5,67 dan $ 7,35 per-kilo liter atau Rp 43,- dan Rp 56,- per-liter Kapal tipe besar seperti GP dan MR digunakan untuk mentransfer produk BBM dari Kilang atau refenery sampai Depot Utama atau Instalasi. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan karena besarnya kapasitas demand dan tanki timbun di tempat tujuan. Kapal besar ini digunakan untuk mentransfer BBM ke Terminal Transit Teluk Kabung dan Instalasi Medan. Berdasarkan data eksisiting tanki timbun Terminal Transit Kabung maka suppy BBM menggunakan 2 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR dan 1 buah kapal jenis GP, dengan frekuensi 2 kali untuk masing-masing kapal. Round Trip Days (RTD) dari Kilang Dumai menuju TT Kabung sebesar 10,44 hari. Kapal jenis Medium Range (MR) membawa 40.454 KL BBM yang terdiri dari 16.322 KL premium, 7.095 KL kerosene, dan 17.037 Kl solar, sedangkan kapal GP membawa 20.227 KL BBM yang terdiri dari 8.161 KL premium, 3,547 KL kerosene, 8.519 Kl solar. Freight cost 78
kapal jenis MR adalah $ 4,58 per-kilo liter dan $ 6,02 per-kilo liter untuk kapal jenis GP atau Rp 43,- dan Rp 56,- per-liter. Kapal tanker tipe kecil seperti SMALL 2, SMALL 1 dan LIGHTER digunakan untuk mendistribusikan prodok BBM ke depot-depot penyalur. Untuk mendistribusikan BBM ke Depot Jambi, Depot Tembilahan dan Depot Sintang harus melalui medan sungai, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan tipe kapal tanker yang besar dan sistem distribusi yang digunakan adalah sistem point-to-point. Rute nomor 8 yaitu Depot Meulaboh – Depot Sabang – Depot Meulaboh merupakan rute termahal yang ada di envelope satu, dengan ongkos $15,86 per–KL atau Rp 120,- per liter. Instalasi Medan mendapat pasokan kerosene sebesar 18.945 KL dan solar sebesar 5.148 KL dari Kilang Dumai dengan menggunakan kapal jenis GP. Sisa demand Instalasi Medan ditutupi oleh TT Tanjung Uban menggunakan 1 kapal jenis SMALL 2 dengan frekuensi 4 kali dan 1 kapal jenis GP dengan frekuensi 3 kali dari Singapore. Kapal GP mengangkut 3 jenis BBM dengan jumlah 44.694 KL yang terdiri dari 21.500 KL premium, 1.694 KL kerosene dan 21.500 KL solar, sedangkan kapal jenis SMALL 2 mengangkut premium 3.626 KL dan solar 2.977 KL.
Sabang
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
Kruengraya Lhokseumawe
6
Meulaboh
2
P. Siantar
Natuna
SNG
MEDAN Kisaran
4
1
Sibolga DUMAI
Uban & Sambu
G Sitoli Siak
Pontianak Batam
5
Sintang
Tembilahan TT, BUNGUS
Pkl Balam
Jambi
Tj Pandan
Lubuk Linggau PLAJU Lahat Baturaja
TJ GEREM
SBY + KALBUT TJ PRIOK TSEMARANG
Gambar 3.8 Rute Supply dan Distribusi BBM Depot Utama Envelope Satu Sumber: Hasil Pengolahan
79
Tabel 3.3 Rute Supply dan Distribusi Envelope Satu ROUTE
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
DUMAI DUMAI Teluk Kabung DUMAI T. Uban T. Uban Inst. Medan Sabang T. Uban DUMAI T. Uban T. Uban T. Uban PLAJU T. Uban PLAJU T. Uban PLAJU PLAJU T. Uban Pontianak Inst. Medan
Teluk Kabung DUMAI Teluk Kabung DUMAI G. Sitoli Sibolga DUMAI Inst. Medan Inst. Medan T. Uban Inst. Medan T. Uban Lhokseumawe Kruengraya Meulaboh Sabang Siak T. Uban DUMAI Siak Natuna Group T. Uban BATAM T. Uban Tembilahan T. Uban PLAJU Jambi Jambi T. Uban Pangkal Balam PLAJU Pangkal Balam T. Uban PLAJU Tg. Pandan PLAJU Pontianak Pontianak T. Uban Sintang Pontianak Sabang Inst. Medan TOTAL RATA-RATA
P Premium K Kerosene S Solar Menggunakan kapal yg sama
P
Teluk Kabung
Inst. Medan
16,322 8,161 2,098 21,500 3,626 2,444 662 3,182 823 393 1,387 336 2,600
K 7,095 3,547 1,446 18,945 1,694 1,174 200 542 376 416 1,140 970
S 17,037 8,519 2,795 5,148 21,500 2,977 2,485 1,186 1,869 1,238 1,433 1,421 2,370
1,889
419
868 3,945
294 2,871
318 817 71,372
234 253 41,615
6,083 1,870 5,837 641 1,498 85,909
TOTAL
OC
40,454 20,227 6,340 24,093 44,694 5,587 6,103 2,047 3,182 3,234 2,007 3,236 2,896 3,570 2,370 2,308 6,083 3,032 6,816 5,837 1,193 2,568 197,879
90% 81% 98% 96% 99% 86% 94% 58% 91% 92% 57% 92% 83% 102% 68% 66% 94% 87% 105% 90% 95% 73%
Type MR GP SMALL 2 GP MR SMALL 2 (2) SMALL 2 SMALL 1 SMALL 1 (3) SMALL 1 SMALL 1 SMALL 1 SMALL 1 SMALL 1 (2) SMALL 1 SMALL 1 SMALL 2 SMALL 1 SMALL 2 (2) SMALL 2 (2) LIGTER SMALL 1
86% RTD OC UTILITAS
Round Trip Days Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Sumber: Hasil Pengolahan
80
RTD 10.44 10.44 6.25 5.72 7.14 5.54 7.44 5.00 4.07 3.53 4.18 2.41 3.49 4.11 4.09 3.82 4.33 4.53 5.02 4.98 4.67 4.31 115 5
frek 2 2 5 3 4 5 8 6 3 17 1 8 4 7 12 6 4 3 6 10 12 6 134 6
TOTAL 20.88 20.88 31.26 17.15 28.56 27.69 59.52 30.00 12.20 60.07 4.18 19.27 13.97 28.76 49.10 22.90 17.30 13.60 30.09 49.77 56.00 25.85 639 29
$/KL 4.58 6.02 5.67 2.53 2.76 5.61 7.35 15.86 5.26 4.48 8.69 4.54 5.03 4.86 7.37 6.81 3.92 8.27 4.96 4.83 1.38 7.01 128 6
Rp/Lt 35 46 43 19 21 42 56 120 40 34 66 34 38 37 56 51 30 62 38 36 10 53 966 44
UTILITAS 20.88 20.88 31.26 17.15 28.56 27.69 29.76 30.00 12.20 18.73 19.27 18.00 28.76 24.55 22.90 17.30 13.60 30.09 24.89 28.00 25.85 77%
Envelope satu menggunakan 27 buah kapal untuk melayani 22 buah rute. Dua puluh tujuh kapal tersebut terdiri dari 2 buah kapal tipe MR, 2 buah kapal tipe GP, 8 buah kapal tipe SMALL 2, 13 buah kapal tipe SMALL 1 dan 2 buah kapal tipe LIGHTER. Dari data di atas terlihat bahwa sebagian besar rute envelope satu menggunakan jenis kapal kecil seperti SMALL 1 dan SMALL 2. Kapal yang dapat digunakan pada jalur Depot Pontianak – Depot Sintang hanya tipe LIGHTER, karena terbatas pada kondisi geografis yang harus melalui sungai. Kapal tipe kecil biasanya digunakan dengan 3 alasan, alasan pertama digunakan untuk depot-depot dengan demand yang tidak terlalu besar, alasan kedua karena diakibatkan kondisi geografis yang tidak memungkinkan dan yang ketiga terbatas pada kapasitas tanki timbun depot tujuan. 11 rute dari 22 buah rute yang berada pada envelope satu menggunakan kapal jenis SMALL 1.
22
8
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
7
Sabang Kruengraya Lhokseumawe
Meulaboh
Natuna MEDAN P. Siantar
11
Kisaran
10
9
Sibolga DUMAI
Uban & Sambu
G Sitoli
Pontianak
Batam
Siak
12
20
13
3
Sintang Tembilahan TT, BUNGUS
Jambi
15
21
17 Pkl Balam
14
19
16 Tj Pandan
Lubuk Linggau PLAJU
18
Lahat Baturaja
Gambar 3.9 Rute Distribusi BBM Envelope Satu Sumber: Hasil Pengolahan
Pola distribusi baru menggunakan kapal tanker lebih sedikit dibandingkan dengan pola distribusi lama atau eksisting yang menggunakan 49 buah kapal dengan komposisi 3 buah kapal jenis MR, 6 buah kapal jenis GP, 8 buah kapal jenis SMALL2, 24 buah kapal jenis SMALL I dan 8 buah kapal jenis LIGHTER. Penghematan kapal 81
berjumlah 22 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 4 buah kapal jenis GP, 11 buah kapal jenis SMALL I dan 6 buah kapal jenis LIGHTER. Penghematan jumlah kapal akan berdampak pada pengurangan ongkos sewa kapal. Berkurangnya ongkos sewa kapal mengurangi biaya distribusi. Biaya total sewa kapal pola distribusi lama dalam envelope satu sekitar $ 8.140.768 sedangkan pola distribusi baru $ 4.625.642, jadi didapat penghematan sebesar $ 3.515.126 atau Rp 32.690.667.389.00 per-bulan atau sebesar 43%. Depot Meulaboh berdasarkan flow of material mendapat pasokan dari Terminal Transit Teluk Kabung, tetapi karena tanki timbun yang dimiliki depot ini sangat kecil, maka pendistribusian BBM di Depot Meulaboh dialihkan ke Depot Sabang. Jika membandingkan demand BBM Depot Meulaboh yang berjumlah 14.331 KL dan kapasitas tanki timbun yang berjumlah 3.423 KL, maka Depot Meulaboh hanya mampu menampung 24% demand, sedangkan kapasitas tanki timbun Depot Sabang jauh lebih besar daripada demand yang dimilikinya atau sebesar 360%, sehingga bisa dikatakan tanki timbun Depot Sabang mampu menampung demand lokal hanya dengan 1 kali pengiriman saja. Sisa kapasitas tanki timbun Depot Sabang bisa digunakan sebagai tanki timbun bayangan untuk menampung demand Depot Meulaboh, keputusan ini cukup tepat dilakukan karena jarak atara kedua depot tidak terlalu jauh, dibandingkan jika menggunakan Terminal Transit Teluk Kabung atau depot-depot lain di sekitarnya. Round Trip Days pola distribusi baru di envelope satu berjumlah 649 hari dengan utilitas kapal tanker sebesar 78%. Prosentase ini menggambarkan bahwa ratarata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 7 hari. Sisa waktu tersebut bisa dipakai untuk distribusi produk avtur, distribusi minyak industri, atau barrier jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point. Tingkat occupacy kapal di envelope satu mencapai 86%, prosentase ini cukup baik mengingat masih berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 45%.
3.9.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Satu Berdasarkan hasil analisis terdapat 6 lokasi penambahan tanki timbun dan 3 lokasi perubahan tanki timbun. Keenam lokasi penambahan tanki timbun tersebut adalah: Depot Meulaboh, Depot Sabang, Ins Medan, Depot Siak, Depot Jambi dan Jobber Tanjung Pandan. Sedangkan ketiga lokasi yang mengalami perubahan komposisi tanki timbun adalah: Depot Sibolga, T.T Kabung, dan TT Tanjung Uban.
82
Depot Meulaboh adalah prioritas utama penambahan tanki timbun, karena depot ini mempunyai kapasitas tanki timbun yang tidak memadai dengan demand yang dimiliki daerah tersebut. Kapasitas timbun Depot Meulaboh jauh berbeda dengan ketiga depot lainnya yang terdapat di Daerah Istimewa Aceh yang rata-rata memiliki kapasitas timbun cukup besar untuk menutupi demand di areal pemasarannya. Berdasarkan flow of material seharusnya Depot Meulaboh mendapat supply dari TT Kabung/ Bungus, tetapi dikarenakan kapasitas timbun yang tidak memadai tadi, maka titik supply di pindahkan ke Depot Sabang yang mempunyai sisa kapasitas timbun cukup besar. Dengan penambahan tanki timbun di Depot Meulaboh diharapkan titik supply akan kembali ke TT Kabung dan penambahan kapasitas timbun untuk Depot Sabang tidak harus dilakukan. Instalasi Belawan Medan adalah supply point untuk Daerah Istimewa Aceh dan dua inland depot di selatan Medan. Instalasi ini membutuhkan penambahan kapasitas timbun BBM sebagai berikut: premium sekitar 41000 KL atau lebih besar 3300 KL, kerosene sekitar 31400 KL atau lebih besar 600 KL dan solar sekitar 47700 KL atau lebih besar 1100 KL. Jumlah penambahan ini harus dikonfirmasi ulang dengan arus pergerakan produk BBM yang dilakukan dengan menggunakan Rail Tank Wagon, karena dengan mengetahui percepatan arus produk BBM moda ini akan diperoleh besar volume penambahan tanki timbun yang baik dan akurat. Depot Jambi direkomendasikan untuk melakukan penambahan kapasitas timbun pada produk premium, sedangkan Depot Siak dan Jobber Tanjung Pandan direkomendasikan melakukan penambahan pada produk premium dan solar. Untuk memperjelas volume penambahan dan perubahan tanki timbun dimasing-masing depot dalam envelope satu dapat dilihat pada Lampiran A yang terdapat pada bagian akhir laporan.
3.9.5 Inventory Management Envelope Satu Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier) merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu depot. Nilai high inventory ini akan menentukan volume safe capacitiy yang layak dimiliki oleh depot untuk menampung dan mendistribusikan BBM. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di Terminal Transit Kabung.
83
T.T Teluk Kabung Premium 30,000 25,000
Volume
20,000 15,000 10,000 5,000
24 25
26 27
28 29
30
23
24
25
26
27
28
29
30
23
24
25
26
27
28
29
30
22 23
22 22
20 21
18 19
16 17
14 15
12 13
9 10 11
8
7
6
5
4
3
2
1
Days Premium
Buffer Stock
High Inventory
T.T Teluk Kabung Kerosine 15,000
Volume
10,000
5,000
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Days Kerosine
Buffer Stock
High Inventory
T.T Teluk Kabung Solar 30,000 25,000
Volume
20,000 15,000 10,000 5,000
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Solar
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.10 Grafik Inventory BBM Terminal Transit Teluk Kabung Sumber: Hasil Pengolahan
Terminal Transit Kabung/Bungus mempunyai own demand premium sebesar 38.475 KL, jika ditambah dengan 2 depot penyalurnya yaitu Depot Sibolga dan Depot G Sitoli maka demand premium menjadi 48.967 KL. Berdasarkan rute nomor 1 dan rute no 2, produk premium ini ditransfer dari Kilang Dumai dengan menggunakan 2 buah kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis MR dan kapal jenis GP dengan
84
masing-masing volume angkut 16.322 KL untuk kapal jenis MR dan 8.161 untuk kapal jenis GP. Frekuensi kedua kapal ini sebanyak 2 kali pengiriman per bulan dan Round Trip Days dari Kilang Dumai sampai TT Kabung membutuhkan waktu 10,44 hari. Kapal jenis MR merapat atau melakukan unloading di TT Kabung pada hari ke1 dan 16, sedangkan kapal tipe GP pada hari ke-8 dan 24. Terminal Transit Kabung mempunyai daily objective thruput sebesar 1725 KL per hari. Rute nomor 3 dengan pola multy-port membawa premium sebanyak 2.098 KL dari TT Kabung ke Depot Sibolga dan Depot G Sitoli dengan frekuensi 5 kali pengiriman per-bulan, sehingga pemberangkatan dari TT Kabung terjadwal pada hari ke-1, 7,13, 19, dan 25. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di TT Kabung, maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 11.285 KL dan high inventory ideal sebesar 25.882 KL. Jika melihat tanki timbun eksisiting yang hanya mempunyai safe capacity sebesar 24.769 KL maka kapasitas eksisting ini tidak akan memenuhi arus keluar masuk barang yang seharusnya berada di atas high inventory, kecuali jika buffer stock diturunkan yang semula mampu menahan demand selama 7 hari menjadi 5 hari saja. Solusi terbaik adalah dengan cara mengganti salah satu tangki kerosene yang berjumlah 2 buah menjadi 1 buah, sehingga kapasitas timbun premium menjadi bertambah sebesar 14.270 KL atau menjadi 39.039 KL. Walaupun demikian jumlah penurunan tanki timbun kerosene masih tetap mampu menampung demand kerosene dengan baik. Mekanisme arus keluar – masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus premium di atas.
3.10 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Dua 3.10.1 Demand dan Supply Envelope Dua Demand BBM envelope dua berada diperingkat pertama dari 5 envelope yang ada di Indonesia, demand BBM envelope ini memiliki prosentase sebesar 39% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope dua adalah 1.565.161 KL per bulan yang terdiri dari 721.804 KL premium (46%), kerosene 364,415 KL (23%) dan solar 478,943 KL (31%). Demand yang sangat tinggi dalam envelope dua dipasok oleh 2 buah kilang yang berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah, yaitu Kilang Balongan dan Kilang Cilacap. Kedua kilang ini memproduksi 1.485.410 KL BBM yang terdiri dari 658.737 Kl premium (44%), 357.570 KL kerosene (24%) dan 469.103 KL solar (32%). Jumlah produksi kedua kilang mampu menutupi 95% kebutuhan BBM di envelope dua. Kekurangan BBM berada pada produk premium sebesar 63.067 KL, kerosene 6.844 KL 85
dan solar 9.840 KL. Jadi jumlah total tambahan supply yang harus diperoleh dari impor atau sumber lain sebesar 79.751 KL, dimana sebagian besar adalah produk premium. Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dan impor di wilayah envelope dua, maka dilakukan 2 pembagian sub area di dalam envelope dua yang berdasarkan kedekatan lokasi depot dan kedekatan supply point. Kedua sub area tersebut terbagi di utara Pulau Jawa dan di selatan Pulau Jawa.
Tabel 3.4 Pembagian Sub Daerah Envelope Dua SUB AREA 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Depot Panjang Depot Pulau Baai TT. TG.Gerem Depot Padalarang Depot Ujung Berung Depot Tasikmalaya Depot Rewulu Depot Maos Depot Tegal Depot Solo Depot Cepu Depot Madiun TT. Lomanis
SUB AREA 2 1 Inst. TG. PRIOK 2 INST. Semarang
sea depot Rail Tank Wagon
Instalasi / term transit Pipa
Sumber: Hasil Pengolahan
Sub area satu terdiri dari 13 titik observasi yang terbagi dari 2 buah terminal transit, 2 buah sea depot, 4 buah inland depot dengan moda RTW (Rail Tank Wagon) dan 5 buah inland depot dengan moda pipa. Seluruh produk BBM sub region satu diperoleh atau di supply dari Kilang Cilacap. Kilang Cilacap yang dikelola oleh Unit Pengolahan IV merupakan kilang yang memproduksi BBM (premium, kerosene, solar) terbanyak dari 6 kilang yang dimilki oleh PT PERTAMINA (Persero), kilang ini mampu memproduksi BBM sebanyak 1.020.600 KL per-bulan. Sub area dua terdiri dari 1 buah sea depot yaitu Depot Plumpang dan 1 buah instalasi yaitu Instalasi Semarang. Kilang Balongan yang dikelola oleh Unit Pengolahan VI mampu memproduksi 464.810 KL BBM yang terdiri dari 252.923 Kl premium, 61.745 KL kerosene dan 149.142 KL solar. Jumlah produksi Kilang Balongan seluruhnya ditransfer ke Depot Plumpang. Hal ini dilakukan karena demand Depot Plumpang sangat besar, bahkan setelah mendapatkan transfer dari Kilang Balongan masih terjadi kekurangan pasokan BBM pada produk premium sebesar 53.244 Kl,
86
kerosene 55.376 Kl dan solar 58.807, sehingga dibutuhkan pasokan dari sumber lain seperti Kilang Cilacap dan Kilang Plaju.
3.10.2 Flow of material BBM Envelope Dua Dengan mengutamakan kecukupan supply lokal di masing-masing envelope dan tingkat efesiensi yang berdasarkan kedekatan jarak, maka Depot Pulau Baai/Bengkulu, Depot Panjang dan Terminal Transit Tanjung Gerem memperoleh supply BBM dari Kilang Cilacap, jumlah produk premium, kerosene, dan solar (PKS) yang diterima oleh ketiga sea depot ini sebesar 206.012 Kl per-bulan. Jika di gabungkan dengan demand inland depot dengan moda RTW dan pipa maka jumlah BBM yang dibutuhkan adalah sebesar 803.240 KL yang terdiri dari 357.629 Kl premium, 212.802 KL kerosene dan 232.808 KL solar. Semua demand di sub area satu disupply dari Kilang Cilacap yang memproduksi 1.020.600 KL BBM yang terdiri dari 404.814 KL premium, 295.825 KL kerosene dan 319.961 KL solar. Jadi terdapat sisa produksi sebesar 47.185 KL premium, 83.023 KL kerosene dan 87.153 KL solar. Sisa produksi BBM ini akan ditransfer ke Depot Plumpang dan Instalasi Semarang.
PLAJU
TJ UBAN
Premiu Sola Kerosin PK
Bengkul
Panjan
TJ.GERE
TJ Padalaran
Tega Semaran
Cep
Ujung Mao Tasikmalay
Rewul
Sol Madiu
Gambar 3.11 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur Sumber : Hasil Pengolahan
87
Pasokan premium dari TT Tanjung Gerem ke Depot Bengkulu dilakukan karena keterbatasan tanki timbun produk premium yang dimiliki Depot Bengkulu, sehingga dibutuhkan tanki timbun bayangan di TT Gerem untuk mensupply kebutuhan premium ke depot ini. Terminal Transit Tanjung Gerem selain berfungsi sebagai tanki timbun bayangan Depot Bengkulu, juga berfungsi sebagai barrier BBM untuk Depot Plumpang yang volume demandnya sangat besar. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika terjadi gangguan dalam arus pendistribusian BBM ke depot tersebut, selain itu jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh, jika dibandingkan harus mendatangkan pasokan dari titik-titik timbun di sekitarnya. Depot Plumpang mendapat pasokan BBM dari 4 lokasi sumber yang berbeda, sumber pertama di peroleh dari Kilang Balongan yang mentransfer seluruh produksinya atau 464.810 KL BBM, sumber kedua adalah sisa produksi Kilang Plaju sebesar 41.296 KL BBM yang berupa 3.655 KL premium, 25.936 KL kerosene dan 11.704 KL solar, sumber ketiga dari Kilang Cilacap sebesar 47.185 KL premium, 29.439 KL kerosene dan 47.103 KL solar, sumber keempat dari TT Gerem dengan 2.404 KL premium.
UP IV
T.T LOMANIS
KILANG CILACAP
Maos Cilacap
Rewulu
Tegal
Padalarang
Solo
U. Berung
Cepu
Tasikmalaya
Madiun
IMPORT
UP VI KILANG BALONGAN
Ins Semarang
Panjang
T.T Tj Gerem
Bengkulu
TT Balongan
PLUMPANG
UP III KILANG PLAJU
PREMIUM
STS
KEROSINE
SEA DEPOT
SOLAR
RTW
PKS
PIPA
KILANG
JOBBER
TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI
Gambar 3.12 Flow of Material BBM Envelope Dua Sumber: Hasil Pengolahan
88
Sisa produk kerosene dan solar dari Kilang Cilacap setelah didistribusikan ke seluruh inland dan sea depot envelope dua di transfer ke Instalasi Semarang, sedangkan kebutuhan premium di instalasi ini diperoleh dari TT Tanjung Uban.
3.10.3 Rute Distribusi Envelope Dua Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope dua yang telah dibuat sebelumnya. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masing-masing depot, jenis kapal tanker dan kondisi geografis yang akan dilalui. Berdasarkan hasil pegolahan data envelope dua, maka dihasilkan 10 buah rute yang seluruhnya menggunakan pola distribusi point-to-point. Pola ini cocok dipakai untuk depot yang memiliki demand dan kapasitas timbun yang besar. Kapal tipe besar seperti GP dan MR banyak digunakan dalam distribusi di dalam envelope dua. Rute yang menggunakan kapal jenis Medium Range (MR) adalah rute nomor 6 dengan jurusan Kilang Cilacap - Depot Plumpang/Tj Priok - Kilang Cilacap yang mengangkut 41.242 KL PKS dengan Round Trip Days (RTD) 7 hari dan frekuensi 3 kali per-bulan. Ongkos distribusi rute ini adalah $ 2,88 per KL atau Rp 22,- per liter. Kapal jenis General Purpose (GP) yang berdaya angkut < 25.000 digunakan pada rute nomor 1 (Kilang Cilacap - TT Gerem - Kilang Cilacap), rute nomor 2 (Kilang Cilacap - Depot Panjang - Kilang Cilacap), rute nomor 3 (Kilang Cilacap - Depot Baai/Bengkulu - Kilang Cilacap), rute nomor 5 (Kilang Plaju - Depot Plumpang Kilang Plaju), rute nomor 8 (TT Uban - Ins Semarang - TT Uban), dan rute nomor 9 (Kilang Cilacap - Ins Semarang - Kilang Cilacap). Rute nomor 1 dan nomor 3 menggunakan satu kapal yang sama, hal ini diputuskan berdasarkan pertimbangan data demand dan tanki timbun Depot Bengkulu yang memungkinkan pemenuhan demand hanya dalam 1 kali pengiriman, sehingga dapat menggunakan kapal lain yang mempunyai waktu off time cukup besar. Walaupun demikian jika dihitung ongkos per rute, maka rute nomor 3 adalah jalur termahal yang menggunakan kapal jenis GP dengan $ 5,40 per KL atau Rp 41,- per liter. Besarnya ongkos ini diakibatkan oleh tingkat occupacy kapal tanker yang rendah sebesar 57%, sehingga terdapat sisa kapasitas tampung yang besar. Walaupun demikian pemilihan keputusan ini masih lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan 2 buah kapal dengan kapasitas yang lebih kecil. Rute nomor 9 yaitu Kilang Cilacap - Instalasi Semarang - Kilang Cilacap menggunakan jalur timur melewati Pulau Bali dan Jawa Timur dengan alasan kedekatan jarak. 89
Tabel 3.5 Rute Supply dan Distribusi Envelope Dua ROUTE
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CILACAP CILACAP CILACAP TG.Gerem PLAJU CILACAP TG.Gerem UBAN CILACAP UBAN
TG.Gerem Panjang Pulau Baai Pulau Baai InstTGPRIOK InstTGPRIOK InstTGPRIOK INSTSemarang INSTSemarang TG.Gerem TOTAL RATA-RATA
P Premium K Kerosene S Solar Menggunakan kapal yg sama
P CILACAP CILACAP CILACAP TG.Gerem PLAJU CILACAP TG.Gerem UBAN CILACAP UBAN
8,152 8,225 3,000 2,407 1,828 15,728 2,404 19,003
K 4,371 3,957 3,346 12,968 9,813
13,396 3,208 63,954
47,852
S 11,760 9,933 8,000 339 5,852 15,701
10,012 339 61,937
TOTAL
OC
24,283 22,116 14,346 2,746 20,648 41,242 2,404 19,003 23,408 3,547 173,743
97% 88% 57% 78% 83% 92% 69% 76% 94% 101% 84%
Type GP GP GP SMALL 1 GP MR SMALL 1 GP GP SMALL 1
RTD 5.76 5.65 6.76 4.75 6.12 6.92 2.77 8.09 7.53 6.33 61 6
frek 3 5 1 2 2 3 1 3 4 3 27 3
RTD Round Trip Days OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Sumber: Hasil Pengolahan
90
TOTAL 17.27 28.23 6.76 9.50 12.24 20.77 2.77 24.27 30.11 18.98 171 17
$/KL 2.60 2.80 5.40 7.29 3.19 2.88 4.48 4.84 3.64 8.84 46 5
Rp/Lt 20 21 41 55 24 22 34 37 27 67 348 35
UTILITAS 23.03 28.23 14.25 12.24 20.77 24.27 30.11 18.98 71%
Kapal tanker tipe kecil seperti SMALL 1 digunakan pada rute nomor 4 (TT Gerem - Depot Bengkulu - TT Gerem), rute nomor 7 (TT Gerem - Depot Plumpang TT Gerem) dan rute nomor 10 (TT Gerem - TT Tanjung Uban - TT Gerem). Untuk rute nomor 4 yaitu TT Gerem - Depot Bengkulu - TT Gerem dan rute nomor 7 yaitu TT Gerem - Depot Plumpang - TT Gerem menggunakan 1 kapal yang sama.
TJ UBAN
PLAJU
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
5
Bengkulu
TJ.GEREM
4
8
Panjang
10 9
3 7 Padalarang
Tegal Semarang
1
Cepu
Ujung Berung Tasikmalaya
6
Solo
Maos Rewulu
Madiun
2
Gambar 3.13 Rute Distribusi BBM Envelope Dua Sumber: Hasil Pengolahan
Envelope dua menggunakan 8 buah kapal untuk melayani 10 rute perjalanan. Delapan kapal tersebut terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 5 buah kapal jenis GP dan 2 buah kapal jenis SMALL 1, jumlah kapal ini lebih sedikit dibandingkan dengan pola distribusi lama atau eksisiting yang menggunakan 10 buah kapal dengan komposisi 1 buah kapal jenis MR, 6 buah kapal jenis GP dan 2 buah kapal jenis SMALL 1 dan 1 buah kapal jenis LIGHTER. Jadi penghematan kapal berjumlah 2 buah kapal yang masing-masing berjenis GP dan LIGHTER. Penghematan jumlah kapal akan berdampak pada pengurangan ongkos sewa kapal, berkurangnya ongkos sewa kapal mengurangi biaya distribusi. Biaya total sewa kapal pola distribusi lama dalam envelope dua sekitar
91
$ 2.712.316, sedangkan pola distribusi baru $ 2.322.308, jadi didapat penghematan sebesar $ 390.008 atau Rp 3,627,073,259,- per-bulan atau sebesar 14%. Round Trip Days pola distribusi baru di envelope dua berjumlah 171 hari dengan utilitas kapal sebesar 71%. Prosentase ini menggambarkan bahwa rata-rata kapal di wilayah ini mempunyai waktu istirahat selama 9 hari. Sisa waktu tersebut dipakai untuk mendistribusikan produk avtur, minyak industri, atau berfungsi sebagai barrier jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point. Tingkat occupacy kapal di envelope satu mencapai 84%, prosentase ini cukup baik mengingat angka tersebut masih berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 45%.
3.10.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Dua Berdasarkan hasil analisis terdapat 1 lokasi penambahan tanki timbun dan 2 lokasi perubahan tanki timbun. Lokasi penambahan tanki timbun direkomendasikan pada Depot P.Baai /Bengkulu. Sedangkan kedua lokasi yang mengalami perubahan komposisi tanki timbun adalah: Depot Panjang dan Instalasi Semarang. Depot P.Baai/Bengkulu adalah prioritas utama penambahan tanki timbun di envelope dua, karena depot ini mempunyai kapasitas tanki timbun yang tidak memadai jika dibandingkan dengan demand yang dimilikinya. Dengan penambahan tanki timbun di Depot P.Baai/Bengkulu diharapkan pengiriman distribusi BBM hanya berlangsung satu kali dan berasal dari Kilang Cilacap saja, tidak memerlukan tambahan dari TT Tanjung Gerem, sehingga jumlah kapal yang dipakai pada envelope ini akan berkurang.. Depot Panjang dan Instalasi Semarang direkomendasikan untuk melakukan penambahan kapasitas pada produk premium dengan cara mengurangi jumlah tanki timbun solar yang berlebih. Besar tambahan kapasitas timbun yang dibutuhkan oleh Depot Panjang adalah 8.406 KL, sedangkan Instalasi Semarang membutuhkan tambahan sebesar 6.438 KL. Untuk memperjelas volume penambahan dan perubahan tanki timbun di masing-masing depot dapat dilihat pada Lampiran B yang terdapat pada bagian akhir laporan ini.
3.10.5 Inventory Management Envelope Dua Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier) merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu 92
depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume safe capacitiy yang layak dimiliki oleh suatu depot untuk menampung dan mendistribusikan BBM. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di TT Tanjung Gerem.
Terminal Transit Tanjung Gerem Premium 20,000
Volume
15,000
10,000
5,000
28 29 30
26 27
23 24 25
20 21 22
17 18 19
15 16
12 13 14
9 10 11
6 7 8
4 5
1 2 3
Days Premium
Buffer Stock
High Inventory
Terminal Transit Tanjung Gerem Kerosine
Volume
10,000
5,000
29
30
30
28
27
28 29
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Kerosine
Buffer Stock
High Inventory
Terminal Transit Tanjung Gerem Solar 20,000
Volume
15,000
10,000
5,000
26 27
24 25
22 23
20 21
18 19
16 17
14 15
12 13
9 10 11
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Solar
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.14 Grafik Inventory BBM Terminal Transit Tanjung Gerem Sumber: Hasil Pengolahan
93
Terminal Transit Tanjung Gerem mempunyai own demand premium sebesar 24.455 KL, jika ditambah dengan supply premium untuk 2 depot penyalurnya yaitu Depot Bengkulu dan Depot Plumpang maka demand premium menjadi 34.079 KL. Berdasarkan rute nomor 1 dan nomor 10, produk premium ini ditransfer dari produk lokal Kilang Cilacap dan produk impor Singapore melalui TT Tanjung Uban dengan menggunakan 2 buah kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis GP dari Kilang Cilacap dan kapal jenis SMALL 1 dari TT Tanjung Uban dengan volume angkut masing-masing 8.152 KL dan 3208 KL. Frekuensi kedua kapal ini sebanyak 3 kali pengiriman per-bulan, sedangkan waktu Round Trip Days masing-masing jalur adalah 5,76 hari untuk kapal GP dari Kilang Cilacap dan 6,33 hari untuk kapal SMALL 1 dari TT Tanjung Uban. Kapal jenis GP merapat atau melakukan unloading di TT Tanjung Gerem pada hari ke-2, 11 dan 20, sedangkan kapal tipe SMALL 1 pada hari ke-1, 7 dan 16. Terminal Transit Tanjung Gerem mempunyai daily objective thruput sebesar 1097 KL per-hari. Rute nomor 4 (TT Tj Gerem – Depot Bengkulu - TT Tj Gerem) membawa premium sebanyak 2.407 KL dengan frekuensi 3 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-3, 11 dan 17. Rute nomor 7 (TT Tj Gerem – Depot Plumpang - TT Tj Gerem) membawa premium sebanyak 2.404 KL dengan frekuensi 1 kali pengiriman yang dilakukan pada hari ke-22. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di TT Tanjung Gerem maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 4.500 KL dan high inventory ideal sebesar 15.000 KL. Terminal Transit Tanjung Gerem tidak melakukan distribusi produk kerosene ke luar lokasi sehingga pola inventory yang terjadi untuk produk ini lebih stabil, jika dibandingkan produk premium. Demand kerosene TT Tanjung Gerem berjumlah 13.114 KL dengan daily objective thruput sebesar 588 KL. Produk solar di TT Tanjung Gerem pada dasarnya menyerupai arus inventory pada produk premium, hanya saja pengiriman ke luar lokasi hanya dilakukan pada rute nomor 4 (TT Tj Gerem – Depot Bengkulu - TT Tj Gerem).
3.11 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Tiga 3.11.1 Demand dan Supply Envelope Tiga Jumlah total demand BBM envelope tiga berada diperingkat ke-tiga dari 5 envelope yang ada di Indonesia, demand BBM di envelope ini memiliki proporsi sebesar 18% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope tiga adalah 94
sebesar 719,265 KL yang terdiri dari 276.908 KL premium (38%), kerosene 165,986 KL (23%) dan solar 276,371 KL (38%). Envelope tiga tidak memiliki kilang sebagai sumber supply BBM, maka produk PKS yang didistribusikan di wilayah ini berasal dari Kilang Balikpapan atau impor dari Singapore. Kebutuhan produk solar dan premium mempunyai jumlah yang hampir sama di envelope ini, sedangkan produk kerosene mempunyai perbandingan prosentase
yang cukup besar jika melihat karakteristik
komposisi produk PKS envelope lain. Konsentrasi demand BBM di envelope tiga lebih berpusat di daerah barat yaitu sekitar Jawa Timur dan Bali. Berdasarkan konsep envelope yang telah dibuat oleh penulis sebelumnya, Depot Bima dan Depot Reo masuk dalam areal envelope tiga, tetapi setelah dipertimbangkan berdasarkan kedekatan jarak dengan sumber supply antara Terminal Transit Manggis dan Instalasi Makassar, maka lebih baik jika ke dua depot ini masuk dalam areal distribusi Instalasi Makassar di envelope empat. Envelope tiga merupakan envelope yang sering mengalami kondisi krisis dan kritis, kondisi ini terjadi akibat: pertama tidak adanya sumber supply utama yang diperuntukan untuk envelope tiga, kedua kegiatan supply BBM impor yang diperoleh dari Singapore atau Terminal Transit Tanjung Uban memerlukan waktu yang cukup lama, ketiga kurangnya kapasitas timbun produk premium dan kerosene di sekitar daerah barat envelope. Envelope tiga memiliki kapal tipe VLCC yang berfungsi sebagai tanki timbun laut dengan kapasitas 250.000 DWT. Menurut data yang diperoleh dari bulan Oktober sampai Desember, kapal besar ini hanya menimbun jenis produk solar saja. Lokasi kapal ini bisa berubah-ubah atau bergerak sesuai dengan ketersedian sumber dan titiktitik distribusinya. Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dan impor di dalam willayah envelope tiga, maka dilakukan 3 pembagian sub area dengan berdasarkan kedekatan lokasi depot dan jarak dengan supply point. Ketiga sub area tersebut terbagi di Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.6.
95
Tabel 3.6 Pembagian Sub Daerah Envelope Tiga
SUB AREA 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Depot Maumere Depot Waingapu Depot Ende Depot Kupang Depot Atapupu Depot Dilli Depot Kalabahi Depot Larantuka
SUB AREA 2 1 2 3 4 5
sea depot
TT. Manggis Depot Tanjung Wangi Depot Benoa/Sanggaran Depot Ampenan Depot Badas
SUB AREA 3 1 2 3 4
Instalasi / term transit
Inst. Surabaya Depot Camplong Depot Kediri Depot Malang
inland depot
Sumber: Hasil Pengolahan
Sub area satu yang tersebar di wilayah Nusa Tenggara terdiri dari 8 titik observasi yang terdiri dari 1 buah depot utama (Depot Kupang) dan 7 buah sea depot yaitu Depot Maumere, Depot Waingapu, Depot Ende, Depot Atapupu, Depot Dilli, Depot Kalabahi, dan Depot Larantuka. Seluruh produk BBM sub region satu diperoleh dari Kilang Balikpapan. Sub area satu membutuhkan 36.273 KL BBM yang terdiri dari 12.214 KL premium, 6.618 Kl kerosene dan 17.441 KL solar. Daerah Pulau Bali – Pulau Lombok atau sub area dua terdiri dari 1 terminal transit (TT Manggis) dan 4 sea depot yaitu Depot Tanjung Wangi, Depot Benoa, Depot Ampenan dan Depot Badas. Sub area dua membutuhkan 180.432 KL BBM yang terdiri dari 61.435 KL premium, 41.645 Kl kerosene dan 77.352 KL solar. Sumber supply PKS sebagian besar atau sekitar 53% diperoleh dari Kilang Balikpapan, ditambah dengan produk solar dari STS Kalbut sebanyak 57.137 KL dan produk premium sebanyak 27.259 KL dari Instalasi Surabaya. Sub are tiga di Jawa Timur terdiri dari 1 buah instalasi (Ins Surabaya), 1 sea depot (Depot Camplong) di Pulau Madura dan 2 buah inland depot yaitu Depot Kediri dan Depot Malang. Sub area tiga membutuhkan 427.663 KL BBM yang terdiri dari 175.840 KL premium, 116.448 Kl kerosene dan 135.375 KL solar. Pasokan kerosene diperoleh dari Kilang Balikpapan sebesar 60.039 KL ditambah 56.409 Kl dari impor. Pasokan premium diperoleh seluruhnya dari impor sebanyak 175.840 KL. Produk solar diperoleh seluruhnya dari STS Kalbut sebanyak 135.375 KL. Demand terbesar di sub area tiga adalah produk premium, yang sebagian besar banyak dikonsumsi oleh Ins Surabaya dan inland depot yang berada di Jawa Timur. Inland depot di daerah Jawa Timur menggunakan moda RTW (Rail Tank Wagon) dalam pendistribusiannya.
96
3.11.2 Flow of material BBM Envelope Tiga Berdasarkan ketersediaan sumber pasokan lokal dan tingkat efesiensi kedekatan jarak, maka supply utama untuk envelope tiga dapat digambarkan sebagai berikut: Depot Kupang dan TT Manggis memperoleh produk PKS dari Kilang Balikpapan. TT Manggis mendapat pasokan tambahan solar dari STS Kalbut dan premium dari Ins Surabaya. Instalasi Surabaya mendapat pasokan premium dan kerosene dari impot ditambah pasokan solar dari STS Kalbut. STS Kalbut yang memasok solar ke Instalasi Surabaya memperoleh produk solar dari Singapore atau TT Tanjung Uban. Jika tanki timbun produk solar di Ins Surabaya cukup besar maka lebih baik demand solar dikirim bersamaan dengan kedua produk BBM lainnya, tetapi karena kapasitas timbun instalasi ini tidak mencukupi maka diperlukan tanki timbun bayangan di STS Kalbut.
Premium Solar Kerosine PKS
BALIKPAPAN SNG / /UBAN SNG UBAN SN G
Camplong SBY
STS KALBUT Larantuka Kalabahi Tj.Wangi
Ampenan Badas
Bima
Dilli
Maumere
Reo
Ende Atapupu Waingapu
Gambar 3.15 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Utama, dan Instalasi Sumber: Hasil Pengolahan
97
BALIKPAPAN SNG / UBAN
Camplong SBY STS KALBUT Tj.Wangi
Larantuka Kalabahi Ampenan Badas
Bima
Reo
Dilli
Maumere
Atapupu Waingapu
Gambar 3.16 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur Sumber: Hasil Pengolahan
Kegiatan supply dan distribusi depot-depot penyalur di envelope tiga dirancang berdasarkan pembagian sub daerah yang telah dibuat sebelumnya. Gambaran kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: Depot-depot penyalur di sub area tiga yaitu Depot Atapupu, Depot Dilli, Depot Kalabahi, Depot Larantuka, Depot Maumere, Depot Ende dan Depot Waingapu memperoleh produk premium, kerosene dan solar (PKS) dari Depot Kupang. Depot Benoa, Depot Sanggaran dan Depot Badas yang berada di wilayah sub area dua memperoleh pasokan premium, kerosene dan solar dari TT Manggis. Depot Tanjung Wangi mendapat pasokan premium dari Ins Surabaya, solar dari STS Kalbut dan kerosene dari TT Manggis. Inland depot dan Depot Camplong yang masuk dalam sub regioan satu memperoleh pasokan PKS dari Instalasi Surabaya.
98
Larantuka
Ende
Dili
Kalabahi
Waingapu
Depot Kupang
Atapupu
Maumere
UP V KILANG BALIKPAPAN
Ampenan
IMPORT
TT Manggis
Sanggaran
STS Kalbut
Tg . Wangi
Ins Surabaya
Kediri
Malang
Camplong
Badas
PREMIUM
STS
KEROSINE
SEA DEPOT
SOLAR
RTW
PKS
PIPA
KILANG
JOBBER
TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI
Gambar 3.17 Flow of Material BBM Envelope Tiga Sumber: Hasil Pengolahan
3.11.3 Rute Distribusi Envelope Tiga Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope tiga yang telah dibuat sebelumnya. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masing-masing depot dan jenis kapal tanker yang digunakan. Berdasarkan hasil pegolahan data pada envelope tiga, maka dihasilkan 18 buah rute yang mayoritas menggunakan pola distribusi point-to-point sebanyak 15 rute, sedangkan rute yang menggunakan pola distribusi multy-port hanya berjumlah 3 buah. Kapal tipe besar seperti GP dan MR banyak digunakan untuk mendistribusikan BBM ke daerah-daerah supply utama seperti TT Manggis, Ins Surabaya, STS Kalbut dan Depot Kupang. RTD terjauh sebesar 8,95 hari dimiliki oleh rute nomor 15 yaitu Singapore - Ins Surabaya - Singapore dan rute nomor 18 yaitu Singapore - STS Kalbut Singapore. Posisi ke-dua dengan RTD 8,53 hari diperoleh oleh rute nomor 1 yaitu Kilang Balikpapan - Depot Kupang - Kilang Balikpapan. Freight cost untuk kapal-kapal besar di dalam envelope tiga tidak lebih dari $ 5 per KL.
99
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
BALIKPAPAN SNG / UBAN
18
14
15 SBY
STS KALBUT Larantuka
6
Kalabahi
Tj.Wangi
Ampenan
16
Badas
Bima
Manggis
Dilli
Maumere
Reo
Ende Atapupu
1
Waingapu
Gambar 3.18 Rute Supply dan Distribusi BBM Depot Utama Envelope Tiga Sumber: Hasil Pengolahan
Kapal jenis kecil seperti SMALL 1, SMALL 2 dan LIGHTER banyak digunakan untuk mensuppy BBM ke depot-depot penyalur dengan demand kecil. Pola distribusi multy-port dengan kapal jenis SMALL 1 dipakai pada rute nomor 3 yaitu Depot Kupang - Depot Waingapu - Depot Ende - Depot Larantuka - Depot Kupang, dengan membawa 3.518 KL BBM, RTD 6.95 hari dan frekuensi 3 kali per-bulan. Pola distribusi multyport dengan kapal jenis SMALL 2 dipakai pada rute nomor 13 yaitu TT Manggis Depot Benoa - Depot Badas - TT Manggis, dengan membawa 4.916 KL BBM, RTD 4.60 hari dan frekuensi 4 kali per-bulan. Kapal tipe LIGHTER hanya digunakan pada rute nomor 5 yaitu Depot Kupang - Depot Atapupu - Depot Kupang. Freight cost termahal dari seluruh rute yang ada di envelope tiga adalah rute nomor 3 yang menggunakan sistem multy-port di atas, dengan $ 10,69 per KL atau Rp 81,- per liter. Besarnya freight cost ini diakibatkan oleh faktor biaya pelabuhan atau portcharge ketika kapal merapat di dermaga. Walaupun demikian ongkos ini lebih murah jika dibandingkan menggunakan pola distribusi point-to-point, karena jumlah kapal yang digunakan akan semakin banyak dan akan berdampak pada peningkatan ongkos distribusi.
100
Tabel 3.7 Rute Supply dan Distribusi Envelope Tiga ROUTE
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Balikpapan Kupang Kupang Kupang Kupang Balikpapan STS KALBUT Inst. Surabaya TT. Manggis Inst. Surabaya STS KALBUT TT. Manggis TT. Manggis Balikpapan SINGAPORE STS KALBUT Inst. Surabaya SINGAPORE
P
Balikpapan Kupang Kupang Maumere Waingapu Ende Larantuka Kalabahi Dilli Kupang Atapupu Kupang TT. Manggis Balikpapan TT. Manggis STS KALBUT TT. Manggis Inst. Surabaya TJ Wangi TT. Manggis Inst. Surabaya TJ Wangi TJ Wangi STS KALBUT Ampenan TT. Manggis TT. Manggis Benoa/Sangga Badas Inst. Surabaya Balikpapan Inst. Surabaya SINGAPORE Inst. Surabaya STS KALBUT Camplong Inst. Surabaya STS KALBUT SINGAPORE TOTAL RATA-RATA
P Premium K Kerosene S Solar Menggunakan kapal yg sama
RTD OC UTILITAS
Kupang
6,107 1,092 1,137 1,313 379 8,544
K 3,309 715 722 367 352 10,411
S 8,720 1,374 1,659 1,707 514 5,054 19,046
5,452 2,961 5,905 2,300 940 29,307
1,602 768 20,013 9,402
1,177
733
63,653
51,353
5,687 2,488 3,209
22,563 605 32,314 104,939
TOTAL
OC
18,136 3,181 3,518 3,387 1,245 24,009 19,046 5,452 2,961 5,905 5,687 6,390 4,916 20,013 38,708 22,563 2,515 32,314 219,945
73% 91% 101% 97% 100% 96% 76% 84% 85% 91% 87% 98% 76% 80% 86% 90% 72% 72%
Type GP SMALL 1 SMALL 1 SMALL 1 LIGHTER GP GP SMALL 2 SMALL 1 SMALL 2 SMALL 2 SMALL 2 SMALL 2 GP (2) MR GP SMALL 1 MR
86% Round Trip Days Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Sumber: Hasil Pengolahan
101
RTD 8.53 4.71 6.95 5.05 3.20 6.60 4.50 4.67 3.14 3.98 3.63 2.62 4.60 7.18 8.95 3.65 2.43 8.95 93 5
frek 2 1 3 1 3 4 3 5 6 4 7 6 4 3 6 6 10 3 77 4
TOTAL 17.06 4.71 20.86 5.05 9.60 26.39 13.50 23.33 18.85 15.91 25.40 15.70 18.42 21.54 53.71 21.88 24.25 26.85 363 20
$/KL 5.40 6.40 10.69 7.56 7.28 3.07 2.49 4.80 4.31 3.56 3.14 2.05 5.00 4.00 4.14 1.63 3.66 4.91 84 5
Rp/Lt 41 48 81 57 55 23 19 36 33 27 24 15 38 30 31 12 28 37 636 35
UTILITAS 17.06 20.86 10.10 9.60 26.39 13.50 23.33 18.85 15.91 25.40 15.70 18.42 21.54 26.85 21.88 24.25 26.85 65%
Rute nomor 2 yaitu Depot Kupang - Depot Maumere - Depot Kupang dan rute nomor 4 yaitu Depot Kupang – Depot Dilli – Depot Kalabahi menggunakan 1 kapal yang sama, hal ini dilakukan karena rute nomor 2 hanya memerlukan 1 kali pengiriman, sehingga dapat menggunakan kapal lain di sub region tiga yang mempunyai waktu off time cukup besar. Envelope tiga menggunakan 18 kapal untuk melayani 18 rute perjalanan. Delapan kapal tersebut terdiri dari 3 buah kapal jenis MR, 5 buah kapal jenis GP, 5 buah kapal jenis SMALL 2, 4 buah kapal jenis SMALL 1, dan 1 buah kapal jenis LIGHTER. Jumlah kapal yang dipakai pada pola distribusi baru ini lebih banyak jika dibandingkan pola distribusi lama atau eksisiting. Hal ini bisa terjadi karena ada beberapa jalur distribusi BBM ke titik-titik supply utama, seperti Singapore - Ins Surabaya - Singapore, Singapore - TT Manggis - Singapore dan Singapore - STS Kalbut - Singapore yang tidak tercatat dalam data bulan Oktober sampai Desember 2007. Rute yang tidak tercatat tersebut biasanya menggunakan kapal sewa dari luar negri atau kapal miliki PT PERTAMINA (Persero) yang memiliki waktu instirahat cukup besar.
BALIKPAPAN
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
SNG / UBAN
17 7 SBY
STS KALBUT
2
11 10
Larantuka
Kalabahi
12 Ampenan
Tj.Wangi
Maumere Badas
Bima
Dilli
Reo
4 Ende
3
13 8
9
Waingapu
Gambar 3.19 Rute Distribusi BBM Envelope Tiga Sumber: Hasil Pengolahan
102
Atapupu
5
Dari data yang tercatat, terdapat 11 buah kapal yang beroperasi di wilayah envelope tiga dengan komposisi 2 buah kapal jenis MR, 3 buah kapal jenis GP, 3 buah kapal jenis SMALL 2 dan 3 buah kapal jenis SMALL 1. Pola distribusi baru memerlukan biaya $ 4.465.148 untuk menyewa 18 buah kapal tanker yang akan beroperasi di wilayah ini. Round Trip Days pola distribusi baru di envelope tiga berjumlah 363 hari dengan utilitas kapal tanker sebesar 65%. Prosentase ini menggambarkan bahwa ratarata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 11 hari. Sisa waktu tersebut dipakai untuk mendistribusikan produk avtur, minyak industri, atau barrier jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point. Tingkat occupacy kapal di envelope tiga mencapai 86%, prosentase ini cukup baik mengingat masih berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 45%.
3.11.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Tiga Berdasarkan hasil analisis terdapat 4 lokasi yang direkomendasikan untuk melakukan penambahan tanki timbun. Keempat lokasi penambahan tanki timbun tersebut adalah: Depot Maumere, Depot Kupang, Ins Surabaya, dan Depot Kalabahi. Depot Kupang adalah prioritas utama penambahan tanki timbun, karena depot ini berfungsi sebagai supply point untuk depot penyalur di sekitarnya, dan lokasi sub area Depot Kupang jauh dari titik sumber supply yang berasal dari Kilang Balikpapan. Depot Kupang memerlukan kapasitas tambahan pada tanki timbun produk premium sebanyak 3000 KL dan tanki timbun produk solar sebanyak 1700 KL Dengan penambahan tanki timbun di Depot Kupang diharapkan jumlah kapasitas buffer di depot ini akan mampu menahan kebutuhan BBM di wilayah NTT dan sekitarnya tanpa tambahan pasokan dari supply point di envelope tiga seperti TT Manggis dan STS Kalbut. Instalasi Surabaya adalah supply point untuk daerah Pulau Madura dan dua inland depot di Jawa Timur. Instalasi ini membutuhkan penambahan kapasitas timbun BBM sebagai berikut: premium sekitar 62.000 KL atau 6.202 KL lebih besar dan kerosene sekitar 56.000 KL atau 8.587 KL lebih besar. Jumlah penambahan ini harus dikonfirmasi ulang dengan arus pergerakan produk BBM yang dilakukan dengan menggunakan Rail Tank Wagon ke inland Depot Malang dan Depot Kediri, karena dengan mengetahui percepatan arus produk BBM di kedua inland depot ini akan 103
diperoleh penambahan tanki timbun yang baik dan akurat. Tanki timbun solar tidak memerlukan penambahan kapasitas tanki timbun karena Instalasi Surabaya mendapat pasokan solar dari STS Kalbut yang letaknya tidak jauh, bukan dari Singapore seperti produk kerosene dan premium, sehingga buffer stock solar yang dibutuhkan dalam tanki timbun di Instalasi Surabaya jumlahnya relatif lebih kecil dibandingkan kedua produk BBM lainnya. Depot Maumere dan Depot Kalabahi direkomendasikan untuk melakukan penambahan kapasitas tanki timbun pada produk premium sebesar 109 KL dan 168 KL. Untuk memperjelas volume penambahan dan perubahan kapasitas tanki timbun dimasing-masing depot dapat dilihat pada Lampiran C yang terdapat pada bagian akhir laporan ini.
3.11.5 Inventory Management Envelope Tiga Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier) merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume safe capacity yang layak dimilki oleh depot. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di TT Manggis dan Depot Kupang.
Terminal Transit Manggis Premium 30,000 25,000
Volume
20,000 15,000 10,000 5,000
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Premium
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.20 Grafik Inventory Premium Terminal Transit Manggis Sumber: Hasil Pengolahan
Terminal Transit Manggis mempunyai own demand premium sebesar 43.871 KL, jika ditambah dengan 3 depot penyalurnya yaitu Depot Benoa, Depot Ampenan dan Depot Badas maka demand premium yang harus ditanggung terminal transit ini menjadi
104
61.435 KL. Berdasarkan rute nomor 6 (Kilang Balikpapan – TT Manggis - Kilang Balikpapan) dan rute nomor 8 (Instalasi Surabaya – TT Manggis – Ins Surabaya), produk premium ini ditransfer dari Kilang Balikpapan dan Instalasi Surabaya dengan menggunakan 2 buah kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis GP untuk rute Kilang Balikpapan dan kapal jenis SMALL 2 untuk rute Ins Surabaya dengan masingmasing volume angkut premium sebesar 8.544 KL untuk kapal jenis GP dan 5452 KL untuk kapal jenis SMALL 2. Frekuensi kapal GP adalah sebanyak 4 kali per-bulan dan 5 kali per-bulan untuk kapal jenis SMALL 2, sedangkan waktu Round Trip Days rute nomor 6 dari Kilang Balikpapan sebesar 6,60 hari dan rute nomor 8 dari Instalasi Surabaya sebesar 4,67 hari. Kapal jenis GP dari Kilang Balikpapan merapat atau melakukan unloading di TT Manggis pada hari ke-1, 8, 15 dan 22, sedangkan kapal tipe SMALL 2 pada hari ke2, 7, 12, 17 dan 22 Terminal Transit Manggis mempunyai daily objective thruput premium sebesar 1967 KL per-hari. Rute nomor 13 dengan pola multy-port yaitu TT Manggis - Depot Benoa - Depot Badas - TT Manggis membawa premium dari TT Manggis sebanyak 940 KL dengan frekuensi 4 kali pengiriman per-bulan. Pemberangkatan rute nomor 13 dari TT Manggis terjadi pada hari ke-4, 11,18, dan 25. Rute nomor 12 dengan pola point-to-point yaitu TT Manggis - Depot Ampenan - TT Manggis membawa premium sebanyak 2300 KL dengan frekuensi 6 kali pengiriman per-bulan dan RTD 3,14 hari. Pemberangkatan rute nomor 12 dari TT Manggis terjadi pada hari ke-3, 7, 11, 15, 19 dan 23. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di TT Manggis maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 10.140 KL dan high inventory ideal sebesar 25.800 KL.
Terminal Transit Manggis Kerosine 20,000
Volume
15,000
10,000
5,000
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Kerosine
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.21 Grafik Inventory Kerosene Terminal Transit Manggis Sumber: Hasil Pengolahan
105
Terminal Transit Manggis mempunyai own demand kerosene sebesar 11.200 KL, jika ditambah dengan 4 depot penyalurnya yaitu Depot Tanjungwangi, Depot Benoa, Depot Ampenan dan Depot Badas maka demand kerosene yang harus ditanggung terminal transit ini menjadi 41,645 KL. Berdasarkan rute nomor 6 (Kilang Balikpapan – TT Manggis - Kilang Balikpapan), produk kerosene ini ditransfer dari Kilang Balikpapan menggunakan kapal jenis GP dengan volume angkut produk kerosene sebanyak 10.411KL. Terminal Transit Manggis mempunyai daily objective thruput kerosene sebesar 502 KL per-hari. Rute nomor 13 yaitu TT Manggis - Depot Benoa - Depot Badas - TT Manggis membawa kerosene dari TT Manggis sebanyak 768 KL. Rute nomor 12 yaitu TT Manggis - Depot Ampenan - TT Manggis membawa kerosene sebanyak 1.602 KL. Rute nomor 9 yaitu TT Manggis - Depot Tanjungwangi - TT Manggis membawa kerosene sebanyak 2.961 KL. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun kerosene di TT Manggis maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 7.160 KL dan high inventory ideal sebesar 17.100 KL.
Terminal Transit Manggis Solar 45,000 40,000 35,000
Volume
30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Solar
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.22 Grafik Inventory Solar Terminal Transit Manggis Sumber: Hasil Pengolahan
Terminal Transit Manggis mempunyai own demand solar sebesar 49.590 KL, jika ditambah dengan 3 depot penyalurnya yaitu Depot Benoa, Depot Ampenan dan Depot Badas maka demand solar yang harus ditanggung terminal transit ini menjadi 77.352 KL. Berdasarkan rute nomor 6 (Kilang Balikpapan – TT Manggis - Kilang Balikpapan), produk solar ini ditransfer dari Kilang Balikpapan menggunakan kapal jenis GP dengan volume angkut produk solar sebanyak 5.054 KL. Pasokan solar ini
106
ditambah dengan rute nomor 7 yaitu STS Kalbut – TT Manggis - STS Kalbut dengan menggunakan kapal jenis GP sebanyak 19.046 KL, frekuensi 3 kali dan RTD 4,50 hari. Terminal Transit Manggis mempunyai daily objective thruput solar sebesar 2.224 KL per-hari. Rute nomor 13 yaitu TT Manggis - Depot Benoa - Depot Badas - TT Manggis membawa solar dari TT Manggis sebanyak 3.209 KL. Rute nomor 12 yaitu TT Manggis - Depot Ampenan - TT Manggis membawa solar sebanyak 2.488 KL. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun solar di TT Manggis maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 12.740 KL dan high inventory ideal sebesar 39.800 KL.
Depot Kupang Premium
Volume
10,000
5,000
30
31
28 29
28
31
26 27
29 30
25
26 27
23 24
24 25
22
20 21
18 19
17
15 16
13 14
12
9
10 11
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Premium
Buffer Stock
High Inventory
Depot Kupang Kerosine
5,000
Days Kerosine
Buffer Stock
107
High Inventory
23
21 22
19 20
18
16 17
14 15
13
11 12
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
Volume
10,000
Depot Kupang Solar 15,000
Volume
10,000
5,000
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Solar
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.23 Grafik Inventory BBM Depot Kupang Sumber: Hasil Pengolahan
Depot Kupang mempunyai own demand premium sebesar 5.261 KL, jika ditambah dengan 7 depot penyalurnya yaitu Depot Maumere, Depot Waingapu, Depot Ende, Depot Larantuka, Depot Atapupu, Depot Dilli dan Depot Kalbahi maka demand premium menjadi 12.214 KL. Berdasarkan rute nomor 1 yaitu Kilang Balikpapan Depot Kupang - Kilang Balikpapan, produk premium ini ditransfer menggunakan kapal jenis GP dengan daya angkut premium sebesar 6.107 KL, frekuensi 2 kali pengiriman per-bulan dan Round Trip Days 8.53 hari. Kapal jenis GP ini merapat atau melakukan unloading di Depot Kupang pada hari ke-1 dan hari ke-10. Depot ini mempunyai daily objective thruput premium sebesar 236 KL per-hari. Rute nomor 2 membawa premium sebanyak 1.092 KL, frekuensi 1 kali per-bulan, dengan jadwal pemberangkatan dari Depot Kupang pada hari ke-2. Rute nomor 4 membawa premium sebanyak 1313 KL, frekuensi 1 kali per-bulan, dengan jadwal pemberangkatan dari Depot Kupang pada hari ke-7. Rute nomor 4 dan nomor 2 menggunakan kapal yang sama. Selain kedua rute di atas rute nomor 3 dan nomor 4 juga merupakan rute yang berbasis dari depot Kupang. Rute multy-port nomor 3 yaitu Depot Kupang – Depot Waingapu - Depot ende - Depot Larantuka - Depot Kupang membawa premium sebanyak 1137 KL dengan frekuensi 3 kali per-bulan, dan RTD 6.95 hari. Jadwal pemberangkatan dari Depot Kupang pada rute nomor 3 yaitu pada hari ke-4, 11 dan 19. Rute point-to-point nomor 5 yaitu Depot Kupang – Depot Atapupu membawa premium sebanyak 379 KL dengan frekuensi 3 kali per-bulan. Jadwal pemberangkatan dari Depot Kupang pada rute nomor 5 yaitu pada hari ke-8, 15 dan 22. Dari hasil fluktuatif volume
108
tanki timbun premium di Depot Kupang diperoleh buffer stock ideal sebesar 2,430 KL dan high inventory ideal sebesar 8.900 KL premium. Jika melihat tanki timbun eksisiting yang hanya mempunyai safe capacity sebesar 6.098 KL maka besar kapasitas ini tidak akan memenuhi arus keluar masuk barang yang seharusnya berada di atas high inventory, kecuali jika buffer stock diturunkan yang semula mampu menahan 6 hari menjadi 1 hari saja dan ditambah dengan sisa tanki timbun kerosene. Solusi terbaik adalah dengan menambah kapasitas tanki timbun premium menjadi 9.000 KL. Mekanisme arus keluar – masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus premium di atas.
3.12. Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Empat 3.12.1 Demand dan Supply Envelope Empat Demand BBM envelope empat berada diperingkat ke-empat dari 5 envelope yang ada di Indonesia. Demand BBM envelope empat memiliki proporsi prosentase sebesar 14% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope empat adalah sebesar 575,640 KL terdiri dari 176.620 KL premium (31%), kerosene 91,132 KL (16%) dan solar 307,888 KL (53%). Melihat karakteristik demand yang dibutuhkan oleh envelope empat maka dapat disimpulkan bahwa produk solar merupakan produk utama yang dikonsumsi. Kebutuhan solar yang besar menunjukan pertumbuhan industri yang terus meningkat, terutama dalam industri tambang dan eksplorasi. Demand BBM envelope empat seluruhnya di pasok dari Kilang Balikpapan yang dikelola oleh Unit Pengolahan V (UP V). Kilang Balikapapan memproduksi BBM sebanyak 866,391 KL BBM per-bulan yang terdiri dari premium 244,224 KL, kerosene 212,742 KL dan solar 409,425 Kl, jumlah ini jauh mencukupi kebutuhan envelope empat. Selain memasok kebutuhan envelope empat produksi Kilang Balikpapan dipakai juga untuk memasok kebutuhan BBM di envelope lima dan envelope tiga. Berdasarkan konsep envelope yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya, Depot Bima dan Depot Reo masuk dalam areal envelope tiga, tetapi setelah dipertimbangkan berdasarkan kedekatan jarak dengan sumber supply antara TT Manggis dan Ins Makassar, maka lebih baik jika ke dua depot ini masuk dalam areal distribusi Instalasi Makassar di envelope empat. Hal ini serupa dengan Depot Ternate, Depot Tobelo dan Depot Labuha yang semula masuk dalam wilayah envelope lima berubah menjadi areal distribusi envelope empat, karena distribusi BBM dari Depot Bitung ke ketiga depot tersebut lebih dekat jika dibandingkan dari Terminal Transit Wayame. 109
Envelope empat merupakan envelope dengan jumlah titik observasi terbanyak. Jumlah ini setara dengan jumlah titik observasi yang berada di envelope satu, walaupun demikian karena faktor geografis Pulau Kalimantan bagian selatan yang mengharuskan pendistribusian untuk melalui sungai menyebabkan jumlah kapal yang dibutuhkan envelope empat lebih banyak dari pada jumlah kapal yang dipakai di envelope satu, khususnya kapal tanker tipe kecil. Depot Bitung dan Ins Makassar adalah supply point untuk daerah utara dan selatan Pulau Sulawesi. Depot Bitung menangani 12 depot penyalur sedangkan Instalasi Makassar melayani 8 depot penyalur. Melihat besarnya cakupan pelayanan depot yang cukup banyak seharusnya kedua supply point ini memiliki jumlah tanki timbun yang setara dengan kebutuhan demand, akan tetapi pada kondisi eksisiting kedua depot ini hanya memiliki kapasitas tampung di bawah 50% dari jumlah total demand. Envelope empat memiliki ship to ship transfer (STS) di sekitar Kotabaru. STS Kotabaru ini setara dengan kapal tipe Long Range (LR), dengan kapasitas angkut sekitar 80.000 DWT. Menurut data yang diperoleh dari bulan Oktober sampai Desember 2007, kapal ini hanya menimbun jenis produk solar saja. Lokasi kapal ini bisa berubah-ubah atau bergerak sesuai dengan ketersedian sumber dan titik-titik distribusinya. Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dalam wilayah envelope empat dilakukan 4 pembagian sub area dengan berdasarkan kedekatan lokasi depot dan jarak dengan supply point. Keempat sub area tersebut tersebar di Kalimatan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Untuk memperjelas gambaran sub area yang dimaksud di atas dapat dilihat pada Tabel 3.8. Sub area satu yang tersebar di wilayah utara Pulau Sulawesi terdiri dari 13 titik observasi yang terdiri dari 1 buah depot utama (Depot Bitung) dan 12 buah sea depot penyalur. Depot-depot penyalur tersebut yaitu Depot Gorontalo, Depot Moutong, Depot Parigi, Depot Poso, Depot Ampana, Depot Luwuk, Depot Banggai, Depot Kolonedale, Depot Tahuna, Depot Ternate, Depot Tobelo dan Depot Labuha. Seluruh produk BBM sub region satu diperoleh dari Kilang Balikpapan. Sub area satu membutuhkan 103.718 KL BBM yang terdiri dari 32.510 KL premium, 19.876 Kl kerosene dan 51.332 KL solar.
110
Tabel 3.8 Pembagian Sub Daerah Envelope Empat SUB AREA 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Depot Bitung Depot Gorontalo Depot Moutong Depot Parigi Depot Poso Depot Ampana Depot Luwuk Depot Banggai Depot Kolonedale Depot Tahuna Depot Ternate Depot Tobelo Depot Labuha sea depot
SUB AREA 2 1 2 3 4 5 6 7 8
SUB AREA 3
Inst. Makassar Depot Palopo Depot Kendari Depot Baubau Depot Raha Depot Kolaka Depot Bima Depot Reo
1 2 3 4 5 6
Instalasi / term transit
Depot Balikpapan Depot Samarinda Depot Tarakan Depot Toli-Toli Depot Donggala Depot Pare-Pare
SUB AREA 4 1 2 3 4 5
Depot Banjarmasin Depot Kotabaru Depot Pulang Pisau Depot Pkl Bun Depot Sampit
Pipa
Sumber: Hasil Pengolahan
Sub area yang tersebar di selatan Pulau Sulawesi terdiri dari 1 instalasi (Ins Makassar) dan 7 sea depot penyalur. Depot-depot penyalur tersebut yaitu Depot Palopo, Depot Kendari, Depot Bau-bau, Depot Raha, Depot Kolaka, Depot Bima dan Depot Reo. Depot Pare-pare seharusnya masuk dalam sub area dua yang dipasok dari Instalasi Makassar, tetapi mengingat jumlah demand yang cukup besar di Depot Pare-pare dan kapasitas tampung yang tidak memadai di Ins Makssar maka supply point Depot Parepare dialihkan pendistribusiannya ke Kilang Balikpapan, sehingga yang semula masuk dalam sub area dua beralih menjadi sub area tiga. Sub area dua membutuhkan 137.105 KL BBM yang terdiri dari 52.408 KL premium, 25.597 Kl kerosene dan 59.100 KL solar. Supply BBM di sub region dua diperoleh dari Kilang Balikpapan. Sub are tiga tersebar di sekitar timur sampai timur laut Pulau Kalimantan terdiri dari 1 inland depot penyalur (Depot Balikpapan) dan 5 sea depot penyalur. Lima depot penyalur tersebut yaitu Depot Pare-pare, Depot Samarinda, Depot Tarakan, Depot Tolitoli, dan Depot Donggala. Sub area tiga membutuhkan 206.430 KL BBM yang terdiri dari 58.550 KL premium, 25.526 Kl kerosene dan 122.353 KL solar. Depot Balikpapan di transfer dengan menggunakan moda distribusi pipa dari Kilang Balikpapan, sedangkan depot lainnya ditransfer dengan menggunakan kapal tanker. Sub area empat tersebar di selatan Pulau Sulawesi terdiri dari 5 sea depot penyalur. Depot-depot penyalur tersebut yaitu Depot Kotabaru, Depot Banjarmasin, Depot Pangkalan Bun, Depot Pulau Pisau, dan Depot Sampit. Karena medan yang dilalui berupa sungai, maka sub area ini banyak menggunakan kapal tipe LIGHTER, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan tipe kapal yang lebih besar. Sub 111
area empat membutuhkan 158.601 KL BBM yang terdiri dari 40.784 KL premium, 26.183 Kl kerosene dan 91.633 KL solar. Supply BBM di sub region empat diperoleh dari Kilang Balikpapan. STS Kotabaru digunakan untuk memudahkan pendistribusian BBM , terutama produk solar di wilayah ini.
3.12.2 Flow of material BBM Envelope Empat Berdasarkan ketersediaan sumber pasokan lokal, tingkat efesiensi kedekatan jarak dan keterbatasan tanki timbun, maka supply utama untuk envelope empat dapat dijabarkan sebagai berikut: Depot Bitung, Instalasi Makassar dan Depot Kotabaru mendapat supply premium, kerosene dan solar dari Kilang Balikpapan. Selain mentransfer produk PKS ketiga supply utama di atas, kilang ini juga memasok solar untuk STS Kotabaru. Hampir semua depot penyalur yang terdapat dalam envelope empat, kecuali daerah sub area empat mendapat pasokan produk premium, kerosene dan solar dari supply point terdekatnya.
Tahuna
Tarakan
Toli Toli Moutong
Bitung
Tobelo
Gorontalo Ternate
Samarinda Donggala
Parigi Labuha Ampana Luwuk
BALIKAPAPAN Poso Pkl.Bun Sampit
P. Pisau
Banggai Kolonedale
Kotabaru Banjarmasin
Palopo
Pare-pare
Kolaka
Kendari
STS KOTABARU Makassar Raha Bau Bau
Bima
Reo
Gambar 3.24 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur Sumber: Hasil Pengolahan
112
Premium Solar Kerosine PKS
Depot Banjarmasin mendapat pasokan premium dan kerosene dari Kilang Balikpapan, sedangkan pasokan solar diperoleh dari STS Kotabaru. Premium dan kerosene dari depot ini seharusnya di supply dari Depot Kotabaru yang merupakan supply point sub area empat, tetapi karena keterbatasan tanki timbun yang dimiliki Depot Kotabaru, maka supply premium dan solar dialihkan ke Kilang Balikpapan. Depot Pulau Pisau, Depot Pangkalan Bun dan Depot Sampit memperoleh pasokan premium dan kerosene dari Depot Kotabaru, sedangkan pasokan solar didatangkan dari STS Kotabaru.
Depot Bitung
PREMIUM
STS
KEROSINE
SEA DEPOT
SOLAR
RTW
PKS
PIPA
KILANG
JOBBER
Ins Makasar
Tarakan
Toli - Toli
Donggala
TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI
Balikpapan
Samarinda
UP V
Banjarmasin
KILANG BALIKPAPAN
STS Kotabaru
Sampit
P. Pisau
Dep Kotabaru
Pkl. Bun
Gambar 3.25 Flow of Material BBM Kilang Balikpapan Sumber: Hasil Pengolahan
Kilang Balikpapan merupakan kilang yang mempunyai lalulintas terpadat di Indonesia. Daerah distribusi Kilang Balikpapan sangat luas, bahkan hampir 50% depotdepot yang ada di Indonesia dipasok dari kilang yang di kelola oleh Unit Pengolahan V ini. Kilang Balikpapan mentransfer produk premium, kerosene dan solar ke Terminal Transit Wayame di envelope lima dan Depot Kupang serta TT Manggis di envelope tiga. Selain itu Kilang Balikpapan mentransfer kerosene ke Instalasi Surabaya.
113
Depot Bitung
Moutong
Parigi
Poso
Luwuk
Kolonedale
Banggai
Tahuna
Tobelo
Labuha
Gorontalo
UP V
Ternate
KILANG BALIKPAPAN
Ampana
PREMIUM
STS
KEROSINE
SEA DEPOT
SOLAR
RTW
PKS
PIPA
KILANG
JOBBER
TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI
Ins Makasar
Kendari
Raha
Palopo
Kolaka
Bima
Reo
Bau Bau
Gambar 3.26 Flow of Material BBM Depot Bitung dan Depot Makassar Sumber: Hasil Pengolahan
3.12.3 Rute Distribusi Envelope Empat Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope empat yang telah dibuat. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masingmasing depot dan jenis kapal tanker yang digunakan. Berdasarkan hasil pegolahan data pada envelope empat, maka dihasilkan 24 buah rute yang mayoritas menggunakan pola distribusi point-to-point sebanyak 17 rute, sedangkan rute yang menggunakan pola distribusi multy-port berjumlah 7 buah. Kapal tipe besar seperti GP dan MR banyak digunakan untuk mendistribusikan BBM ke daerah-daerah supply utama seperti Depot Bitung, Ins Makassar, Depot Kotabaru dan STS Kotabaru. Satu-satunya rute yang menggunakan pola multy-port dan memakai kapal jenis GP di dalam envelope empat adalah rute nomor 14 yaitu Kilang Balikpapan – Depot Tarakan – Depot Toli-toli – Depot Donggala - Kilang Balikpapan. Rute dengan pola multy-port ini mempunyai RTD sebesar 8,85 hari dengan frekuensi 3 kali per-bulan. Freight cost untuk kapal-kapal besar di dalam envelope empat tidak lebih dari $ 4 per KL, kecuali rute multy-port yang menggunakan kapal GP mempunyai ongkos $ 5.79 per KL.
114
Tahuna
Tarakan
1 Kotabaru
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
Bitung
Toli Toli Moutong
Tobelo
Gorontalo Ternate
Samarinda Parigi
Pkl.Bun
Sampit
Labuha Ampana Luwuk
17
BALIKAPAPAN
Poso Banggai
8
P. Pisau
Kolonedale Palopo Pare-pare
Kotabaru
Kolaka
Kendari
24 Raha
STS KOTABARU
7
Bau Bau
WAYAME
Makassar
KUPANG TJG MANGGIS
Bima
Reo
Gambar 3.27 Rute Supply dan Distribusi BBM Depot Utama di Envelope Empat Sumber: Hasil Pengolahan
Kapal jenis kecil seperti SMALL 1, SMALL 2 dan LIGHTER banyak digunakan untuk mensuppy BBM ke depot-depot penyalur. Pola distribusi multy-port dengan kapal jenis SMALL 1 dipakai pada rute nomor 5 yaitu Depot Bitung - Depot Tahuna - Depot Tobelo - Depot Labuha - Depot Bitung yang membawa 3.357 KL BBM dengan RTD 7,64 hari dan rute nomor 12 yaitu Ins Makassar - Depot Bima - Depot Reo - Ins Makassar yang membawa 3.251 KL BBM dengan RTD 6.47 hari. Pola distribusi multy-port dengan kapal jenis SMALL 2 digunakan di sub area satu dan dua dengan jumlah 2 buah rute di masing-masing sub area. Rute nomor 3 yang memiliki RTD 9,08 hari (Depot Bitung - Depot Moutong - Depot Parigi - Depot Poso Depot Ampana - Depot Bitung) dan rute nomor 4 yang memiliki RTD 7,88 hari (Depot Bitung - Depot Luwuk - Depot Banggai - Depot Kolonedale - Depot Bitung), berada di sub area satu. Rute nomor 10 yang memiliki RTD 6,07 hari (Ins Makassar - Depot Palopo - Depot Kolaka - Ins Makassar) dan rute nomor 11 yang memiliki RTD 7,62 (Ins Makassar - Depot Kendari - Depot Baubau - Depot Raha - Ins Makassar ),berada di sub region dua.
115
Tabel 3.9 Rute Supply dan Distribusi Envelope Empat ROUTE
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Balikpapan Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Balikpapan Balikpapan Balikpapan Makasar Makasar Makasar Balikpapan Balikpapan Balikpapan STS Kt Baru Balikpapan Kotabaru STS Kt Baru Kotabaru STS Kt Baru Kotabaru STS Kt Baru Balikpapan
Balikpapan Bitung Bitung Gorontalo Moutong Parigi Banggai Luwuk Tahuna Tobelo Ternate Bitung Makasar Balikpapan Makasar Balikpapan Pare-Pare Balikpapan Kolaka Palopo Kendari Baubau Bima Reo Samarinda Balikpapan Toli-Toli Tarakan Banjarmasin Balikpapan Banjarmasin STS Kt Baru Kotabaru Balikpapan Kotabaru P Pisau STS Kt Baru P Pisau Kotabaru Pkl Bun STS Kt Baru Pkl Bun Kotabaru Sampit STS Kt Baru Sampit STS Kt Baru Balikpapan TOTAL RATA-RATA
P Premium K Kerosene S Solar Menggunakan kapal yg sama
P
Poso Ampana Kolonedale Bitung Labuha Bitung
Makasar Raha Makasar
Makasar
Donggala
Balikpapan
Bitung
K
10,837 1,718 2,131 1,388 1,020 1,214 9,382 1,100 2,874 2,289 1,984 949 930 4,783 2,940
6,625 841 964 972 809 1,138 4,019 1,100 1,164 1,105 1,223 703 414 2,282 1,527
4,774 994
4,145 990
216
157
293
216
51,817
30,397
S 17,111 2,406 2,511 2,008 1,528 3,988 10,720 1,100 1,891 2,715 2,632 1,599 1,921 11,777 3,022 8,106 1,286 1,199 0 962 22,439 100,920
TOTAL
OC
RTD Round Trip Days OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Sumber: Hasil Pengolahan
116
Type
34,573 77% MR 4,966 76% SMALL 2 5,606 86% SMALL 2 4,368 67% SMALL 2 3,357 96% SMALL 1 6,341 98% SMALL 2 24,121 96% GP 3,300 94% SMALL 1 5,928 91% SMALL 2 6,109 94% SMALL 2 5,839 90% SMALL 2 3,251 93% SMALL 1 3,265 50% (2) SMALL 1 18,843 75% GP 3,298 94% (2) SMALL 1 3,022 86% (2) SMALL 1 17,025 68% GP 2,889 83% SMALL 1 1,286 103% LIGHTER 1,111 89% (3) LIGHT 1,199 96% (2) LIGHT 1,101 88% (3) LIGHT 962 77% (2) LIGHT 22,439 90% GP 184,199 86%
RTD 7.40 3.73 9.08 7.88 7.64 3.31 5.29 4.65 4.21 6.07 7.62 6.47 2.88 8.85 5.23 4.32 4.08 4.59 4.59 5.87 5.87 5.13 5.13 4.08 134 6
frek
TOTAL
2
14.79 0.00 27.25 15.76 15.28 6.62 26.46 23.25 21.05 24.27 30.49 25.87 28.83 26.56 23.51 23.74 12.25 22.96 27.55 25.23 23.47 22.07 20.53 12.25 500 21
3 2 2 2 5 5 5 4 4 4 10 3 4.5 6 3 5 6 4 4 4 4 3 95 4
$/KL 3.74 4.14 9.27 8.04 10.32 2.80 2.37 5.93 3.95 6.02 7.66 8.63 3.47 5.79 6.84 5.54 2.48 5.93 11.19 14.77 14.77 12.71 12.71 2.30 171 7
Rp/Lt 28 31 70 61 78 21 18 45 30 45 58 65 26 44 52 42 19 45 85 112 112 96 96 17 1,295 54
UTILITAS 22.19 11.20 18.17 15.76 15.28 6.62 26.46 23.25 21.05 24.27 30.49 25.87 28.83 26.56 23.51 23.74 12.25 22.96 27.55 25.23 23.47 22.07 20.53 12.25 70%
Kebutuhan PKS Depot Gorontalo dan Depot Ternate yang termasuk dalam sub areal satu dipasok dari Depot Bitung dengan menggunakan pola distribusi point-topoint. Kebijakan ini diambil karena kedua depot tersebut mempunyai demand yang lebih besar dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan depot-depot penyalur di sekitarnya, sehingga lebih efektif dan efisien jika kedua depot ini terpisah dari depot penyalur lainya.
Tahuna
Tarakan
5
2 Bitung
Toli Toli
14
Moutong Samarinda
Gorontalo
Parigi
P. Pisau
Pkl.Bun
18
Ternate
Labuha
Poso
15
22
4
Luwuk
BALIKAPAPAN
Sampit
Tobelo
3
13
20
6
Banggai
16
Kolonedale
9
Palopo
Pare-pare
Kolaka
Kendari
19, 21, 23 Makassar
10
Raha Bau Bau
11
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
12 Bima
Reo
Gambar 3.28 Rute Distribusi BBM Envelope Empat Sumber: Hasil Pengolahan
Produk solar yang distribusikan dari STS Kotabaru ke Depot Pangkalan Bun, Depot Pulau Pisau dan Depot Sampit menggunakan kapal tipe LIGHTER dengan pola distribusi point-to-point. Pola distribusi dan jenis kapal yang sama digunakan juga pada produk premium dan kerosene yang di transfer dari Depot Kotabaru, kecuali untuk rute nomor 18 yaitu Depot Kotabaru - Depot Pulau Pisau - Depot Kotabaru menggunakan tipe kapal SMALL 1. Freight cost tertinggi yang ada di envelope empat adalah rute point-to-point nomor 20 (Depot Kotabaru - Depot Pangkalan Bun - Depot Kotabaru) dan rute point-topoint nomor 21 (STS Kotabaru - Depot Pankalan Bun - STS Kotabaru) dengan menggunakan kapal tipe LIGHTER sebesar $ 14,77 per KL atau Rp 112,- per liter. 117
Besarnya biaya ini diakibatkan oleh faktor jarak yang cukup jauh dan menggunakan moda kapal tanker yang kecil. Besarnya kapasitas kapal berbanding terbalik dengan ongkos distribusi. Envelope empat menggunakan 32 buah kapal untuk melayani 24 rute perjalanan. Tiga puluh dua kapal tersebut terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 3 buah kapal jenis GP, 7 buah kapal jenis SMALL 2, 10 buah kapal jenis SMALL 1, dan 11 buah kapal jenis LIGHTER. Jumlah kapal yang dipakai pada pola distribusi baru lebih sedikit jika dibandingkan pola distribusi lama atau eksisiting yang menggunakan 38 kapal dengan komposisi 5 buah kapal jenis GP, 6 buah kapal jenis SMALL 2, 14 buah kapal jenis SMALL 1, dan 13 buah kapal jenis LIGHTER. Pengurangan kapal terjadi pada kapal jenis GP sebanyak 2 buah, kapal jenis SMALL 1 sebanyak 4 buah dan kapal jenis LIGHTER sebanyak 2 buah. Penambahan kapal terjadi pada kapal jenis MR sebanyak 1 buah dan kapal jenis SMALL 2 sebanyak 1 buah. Walaupun terjadi pengurangan dan penambahan jumlah armada kapal di dalam envelope empat, jika dihitung berdasarkan ongkos sewa kapal yang beroperasi di envelope empat maka terjadi penghematan sebesar $ 576.232. Sebelum menggunakan pola baru atau kondisi eksisting biaya yang diperlukan adalah sebesar $ 5.165.452, sedangkan dengan pola baru biaya yang dibutuhkan adalah $ 4.589.220. Round Trip Days pola distribusi baru di envelope empat berjumlah 508 hari dengan utilitas kapal tanker sebesar 71%. Prosentase ini menggambarkan bahwa ratarata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 9 hari. Sisa waktu tersebut dipakai untuk mendistribusikan produk avtur, minyak industri, atau barrier jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point. Tingkat occupacy kapal di envelope empat mencapai 86%, lebih tinggi dari batasan yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 45%.
3.12.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Empat Berdasarkan hasil analisis di envelope empat terdapat 4 lokasi penambahan tanki timbun dan 8 lokasi perubahan tanki timbun. Keempat lokasi penambahan tanki timbun tersebut adalah: Depot Banjarmasin, Depot Depot Pangkalan Bun, Ins Makassar, dan Depot Bitung. Kedelapan lokasi yang mengalami perubahan komposisi tanki timbun adalah: Depot Tarakan, Depot Bitung, Depot Toli-toli, Depot Donggala, Depot Parigi, Depot Kolonedale, Depot Tobelo, dan Depot Bima.
118
Depot Bitung dan Instalasi Makassar adalah prioritas utama penambahan tanki timbun di envelope empat, karena kedua lokasi ini merupakan supply point yang bertugas menyalurkan BBM ke depot-depot penyalur yang ada di sekitarnya. Depot Bitung mensupply kebutuhan BBM di wilayah Sulawesi Utara, sedangkan Instalasi Makassar mensupply kebutuhan BBM di wilayah Sulawesi Selatan. Selain itu kedua lokasi ini direkomendasikan untuk dijadikan lokasi penempatan buffer atau barrier untuk envelope empat. Dengan penambahan kapasitas tanki timbun di Depot Bitung dan Instalasi Makassar diharapkan kedua lokasi ini akan berfungsi sebagai titik supply dan lokasi buffer demand envelope empat. Depot Bitung direkomendasikan melakukan penambahan tanki timbun produk solar sebesar 28.000 KL atau 7.300 KL lebih besar dari kondisi semula, sedangkan komposisi tanki timbun kerosene dan premium di rubah yang semula tanki timbun kerosene berjumlah 5 buah menjadi 4 buah sehingga kapasitas timbun menjadi 12.722 KL, sedangkan premium yang semula berjumlah 6 tanki menjadi 7 tanki dengan total kapasitas tampung 19.000 KL. Intalasi Makssar direkomedasikan umtuk melakukan penambahan kapasitas tanki timbun pada produk premium dan solar. Produk premium membutuhkan tambahan kapasitas timbun sebesar 5.400 KL, sedangkan produk solar membutuhkan tambahan kapasitas timbun sebesar 1.200 KL. Depot Pangkalan Bun direkomendasikan melakukan penambahan kapsitas tanki timbun produk premium dan solar, sedangkan Depot Banjarmasin pada tanki timbun produk premium. Untuk memperjelas besar volume penambahan dan perubahan tanki timbun dimasing-masing depot dalam envelope empat dapat dilihat pada Lampiran D yang terdapat pada bagian akhir laporan ini.
3.12.5 Inventory Management Envelope Empat Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier) merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume safe capacitiy yang layak dimilki oleh depot untuk menampung dan mendistribusikan BBM. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di Instalasi Makassar dan Depot Bitung.
119
Instalasi Makassar Premium 20,000
Volume
15,000
10,000
5,000
31
30
29
28
27
25 26
24
23
22
20 21
19
18
17
16
14 15
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
2
3
1
-
Days Premium
Buffer Stock
High Inventory
Instalasi Makassar Kerosine
Volume
10,000
5,000
24 25
26 27
28 29
30 31
24 25
26 27
28 29
30 31
22 23
20 21
18 19
16 17
14 15
12 13
10 11
9
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Kerosine
Buffer Stock
High Inventory
Instalasi Makassar Solar 25,000
Volume
20,000
15,000
10,000
5,000
23
21 22
19 20
17 18
15 16
13 14
11 12
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Solar
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.29 Grafik Inventory BBM Instalasi Makassar Sumber: Hasil Pengolahan
Instalasi Makassar mempunyai own demand premium sebesar 31.516 KL, jika ditambah dengan 7 depot penyalurnya yaitu Depot Palopo, Depot Kendari, Depot Baubau, Depot Raha, Depot Kolaka, Depot Bima dan Depot Reo, maka demand premium yang harus ditanggung oleh instalasi ini menjadi 52.408 KL. Berdasarkan rute nomor 7 dan rute nomor 8, produk premium ini ditransfer dari Kilang Balikpapan dengan
120
menggunakan 2 buah kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis GP dan kapal jenis SMALL 1 dengan masing-masing volume angkut 9.382 KL untuk kapal jenis GP dan 1.100 KL untuk kapal jenis SMALL 1. Frekuensi kedua kapal ini sebanyak 5 kali per-bulan, sedangkan waktu Round Trip Days Kilang Balikpapan sampai Instalasi Makassar membutuhkan 5,29 hari untuk kapal jenis GP dan 4,65 hari untuk kapal jenis SMALL 1. Kapal jenis GP melakukan unloading di Ins Makassar pada hari ke-1, 7, 13, 19 dan 25, sedangkan kapal tipe SMALL 1 pada hari ke-2, 7, 12, 17 dan 22. Depot ini mempunyai daily objective thruput premium sebesar 1413 KL per-hari. Rute nomor 10 membawa premium sebanyak 2.289 KL dengan frekuensi 4 kali per-bulan, sehingga pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-6, 12,18, 19, dan 25. Rute nomor 11 membawa premium sebanyak 1.984 KL dengan frekuensi 4 kali per-bulan, sehingga pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-2, 9, 16, dan 23. Rute nomor 12 membawa premium sebanyak 949 KL dengan frekuensi 4 kali perbulan, sehingga pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-3, 10, 16, dan 23. Rute nomor 10, 11 dan 12 menggunakan pola distribusi multy-port . Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di Instalasi Makassar maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 6.932 KL dan high inventory ideal sebesar 18.500 KL premium. Mekanisme arus keluar masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus premium di atas.
Depot Bitung Premium 20,000
10,000
5,000
Days Premium
Buffer Stock
121
High Inventory
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9
10
8
7
6
5
4
3
2
-
1
Volume
15,000
Depot Bitung Kerosine 15,000
Volume
10,000
5,000
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
8
9
7
5
6
3
4
2
1
-
Days Kerosine
Buffer Stock
High Inventory
Depot Bitung Solar 30,000 25,000
Volume
20,000 15,000 10,000 5,000
30 31
28 29
26 27
24 25
22 23
20 21
18 19
17
15 16
13 14
11 12
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Solar
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.30 Grafik Inventory BBM Depot Bitung Sumber: Hasil Pengolahan
Depot Bitung mempunyai own demand premium sebesar 15.848 KL, jika ditambah dengan 12 depot penyalurnya yaitu Depot Gorontalo, Depot Moutong, Depot Parigi, Depot Poso, Depot Ampana, Depot Luwuk, Depot Banggai, Depot Kolonedale, Depot Tahuna, Depot Ternate, Depot Tobelo dan Depot Labuha, maka demand premium menjadi 32.510 KL. Berdasarkan rute nomor 1, produk premium di depot ini ini ditransfer dari Kilang Balikpapan dengan kapal jenis MR. Volume produk premium yang di angkut oleh kapal jenis MR ini berjumlah 10.837 KL dengan frekuensi 3 kali per-bulan dan waktu Round Trip Days 7,40 hari. Kapal jenis MR yang berasal dari Kilang Balikpapan ini melakukan unloading produk premium di Depot Bitung pada hari ke-1, 8 dan 16. Depot ini mempunyai daily objective thruput premium sebesar 711 KL per-hari. Rute nomor 2 membawa premium dari Depot Biutng sebanyak 1.718 KL dengan frekuensi 3 kali per-bulan, sehingga pemberangkatan dari Depot Bitung terjadwal pada hari ke-1, 9, dan 19. Rute nomor 6
122
membawa premium sebanyak 1.214 KL dengan frekuensi 2 kali per-bulan, sehingga pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-8 dan 15. Rute nomor 2 dan rute nomor 6 menggunakan pola point-to-point. Rute nomor 3 membawa premium sebanyak 2131 KL dengan frekuensi 2 kali per-bulan dan RTD 9,08 hari, sehingga pemberangkatan dari Depot Bitung terjadwal pada hari ke-3 dan 18. Rute nomor 4 membawa premium sebanyak 1388 KL dengan frekuensi 2 kali per-bulan dan RTD 7,88 hari, sehingga pemberangkatan dari Depot Bitung terjadwal pada hari ke-5 dan 14. Rute nomor 5 membawa premium sebanyak 1020 KL dengan frekuensi 2 kali per-bulan dan RTD 7,64 hari, sehingga pemberangkatan dari Depot Bitung terjadwal pada hari ke-7 dan 17. Rute nomor 2, 3 dan 4 menggunakan pola distribusi multy-port . Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di Depot Bitung maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 6.456 KL dan high inventory ideal sebesar 18.648 KL premium. Mekanisme arus keluar masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus premium di atas.
3.13 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Lima 3.13.1 Demand dan Supply Envelope Lima Demand BBM envelope lima berada diperingkat ke-lima dari 5 envelope yang ada di Indonesia, demand BBM di envelope ini memiliki proporsi sebesar 3% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope lima adalah sebesar 117,834 KL yang terdiri dari 26,927 premium (23%), kerosene 18,122 KL (15%) dan solar 72,785 KL (62%). Dari perbandingan prosentase tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa produk solar merupakan produk utama yang dikonsumsi oleh envelope ini. Demand BBM di envelope lima hampir seluruhnya dipasok dari Kilang Balikpapan melalui Terminal Transit Wayame. Kilang Kasim-Sorong yang dikelola oleh Unit Pengolahan VII (UPVII) memproduksi BBM sebanyak 17,895 KL perbulan yang terdiri dari premium 5,713 KL, kerosene 3,278 KL dan solar 8,904 Kl. Produksi Kilang Kasim-Sorong ini hanya mencukupi 15% kebutuhan envelope lima. Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal, maka dilakukan 3 pembagian sub area di dalam envelope lima. Pembagian ini dibuat berdasarkan kedekatan lokasi depot dan jarak dengan supply point. Ketiga sub area tersebut terbagi di sub area Jayapura, sub area Sorong dan sub area Maluku -Irian Jaya Selatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.10. 123
Tabel 3.10 Pembagian Sub Daerah Envelope Lima
SUB AREA 1 1 Depot Jayapura 2 Depot Biak 3 Depot Serui
sea depot
SUB AREA 2 1 Depot Sorong 2 Depot Manokwari 3 Depot Nabire
Instalasi / term transit
SUB AREA 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
T.T. Wayame Depot Merauke Depot Tual Depot Masohi Depot Saumlaki Depot Bula Depot Sanana Depot Dobo Depot Namlea Depot Fak-Fak Depot Kaimana Jobber Timika jobber
Sumber: Hasil Pengolahan
Sub area satu atau sub area Jayapura terdiri dari 3 buah sea depot, yaitu Depot Jayapura, Depot Biak, dan Depot Serui. Seluruh produk BBM sub region satu diperoleh dari TT Wayame. Sub area satu membutuhkan 23.232 KL BBM yang terdiri dari 7.636 KL premium, 3.292 Kl kerosene dan 12.304 KL solar. Sub area dua atau sub area Sorong terdiri dari 3 buah sea depot yaitu Depot Sorong, Depot Nabire, dan Depot Manokwari. Sub area dua membutuhkan 24.339 KL BBM yang terdiri dari 5.507 KL premium, 2.954 Kl kerosene dan 15.878 KL solar. Sumber pasokan PKS untuk Depot Nabire, dan Depot Manokwari dipasok seluruhnya dari Kilang Kasim-Sorong. Depot Sorong memperoleh produk premium dan kerosene dari Kilang Kasim-Sorong, sedangkan produk solar diperoleh dari TT Wayame. Sub are tiga di Maluku dan Irian Jaya Selatan terdiri dari 1 buah terminal transit (TT Wayame), 10 buah sea depot dan 1 buah jober (Jobber Timika). Sepuluh sea depot tersebut adalah Depot Merauke, Depot Tual, Depot Tual, Depot Masohi, Depot Saumlaki, Depot Bula, Depot Sanana, Depot Dobo, Depot Namlea, Depot Fak-fak dan Depot Kaimana. Sub area tiga membutuhkan 52.970 KL BBM yang terdiri dari 10.004 KL premium, 8.588 Kl kerosene dan 34.378 KL solar. Demand depot penyalur dalam sub area tiga seluruhnya di pasok dari TT Wayame.
3.13.2 Flow of material BBM Envelope Lima Berdasarkan ketersediaan sumber pasokan lokal dan tingkat efesiensi kedekatan jarak, maka supply utama produk premium, kerosene dan solar untuk TT Wayame
124
diperoleh seluruhnya dari Kilang Balikpapan. Sebagian besar depot-depot penyalur yang berada di envelope lima dipasok dari terminal transit yang terletak di Ambon ini.
Premium Solar Kerosine PKS
Tobelo
Ternate
Labuha Sorong
Manokwari
Sanana
Masohi
Bula
Biak Serui
Fak-fak
Jayapura Kaimana
Nabire
Namlea Jobber Timikai
Tual
Dobo
BALIKPAPAN
Meraukei Saumlaki
Gambar 3.31 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur Sumber: Hasil Pengolahan
Transfer produk solar ke Depot Sorong dilakukan karena kurangnya produksi Kilang Kasim-Sorong, sehingga depot ini memerlukan tambahan pasokan solar dari daerah lain. Kapasitas tanki timbun di Depot Jayapura dan Depot Dobo sangat terbatas, sehingga dibutuhkan tanki timbun bayangan yang dapat mensupply kebutuhan BBM daerah ini. Depot Biak adalah depot bayangan untuk Depot Jayapura, sedangkan Depot Tual merupakan tanki timbun bayangan untuk Depot Dobo. Produk yang ditransfer dari Depot Biak ke Depot Jayapura adalah produk premium, kerosene dan solar. Produk yang ditransfer dari Depot Tual ke Depot Dobo hanya produk kerosene dan solar.
125
UP VII
Manokwari
KILANG KASIM
Nabire
Sorong
UP V KILANG BALIKPAPAN
PREMIUM
STS
KEROSINE
SEA DEPOT
SOLAR
RTW
PKS
PIPA
KILANG
JOBBER
T.T Wayame
Jayapura
Serui
Biak
Kaimana
Timika
Merauke
Tual
Dobo
Saumlaki
Fak-Fak
Bula
Namlea
Sanana
TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI
Masohi
Gambar 3.32 Flow of Material BBM Envelope Lima Sumber: Hasil Pengolahan
3.13.3 Rute Distribusi Envelope Lima Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope lima yang telah dibuat. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masing-masing depot dan jenis kapal tanker yang akan dipakai. Berdasarkan hasil pegolahan data pada envelope lima, maka dihasilkan 12 buah rute yang terdiri dari 6 rute point-to-point dan 6 rute mulitport Kapal tipe MR digunakan untuk mengangkut produk dari Kilang Balikpapan menuju TT Wayame dengan RTD 9 dan frekuensi 2 kali dalam sebulan, sedangkan kapal besar tipe GP dipakai dalam rute nomor 2 yaitu TT Wayame - Depot Jayapura Depot Serui - Depot Biak - TT Wayame dan rute nomor 8 yaitu TT Wayame - Depot Tual - Depot Dobo - Depot Saumlaki - TT Wayame dengan jumlah RTD masingmasing 13,06 hari dan 10,51 hari. Kedua rute multy-port ini menggunakan kapal jenis MR yang sama.
126
Tabel 3.11 Rute Supply dan Distribusi Envelope Lima ROUTE
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Balikpapan Wayame Biak Kasim Kasim Wayame Wayame Wayame Tual Wayame Wayame Wayame
Balikpapan Wayame Serui Jayapura Jayapura Biak Manokwari Nabire Sorong Kasim Sorong Wayame Kaimana Timika Tual Dobo Dobo Tual Bula Fak-fak Namlea Sanana Masohi Wayame TOTAL RATA-RATA
P Premium K Kerosene S Solar Menggunakan kapal yg sama
P Biak
Wayame
Kasim
Merauke Saumlaki Wayame Wayame
Wayame Wayame
K
8,820 7,636 462 927 890
5,940 3,292 172 385 616
1,672 1,041 55 644 752 310 23,209
846 1,485 692 687 459 14,573
S 26,828 12,304 1,008 1,158 4,165 3,533 3,811 7,624 654 889 931 357 63,262
TOTAL 41,588 23,232 2,824 2,470 5,671 3,533 6,328 10,150 709 2,225 2,370 1,125 102,225
OC 92% 93% 81% 71% 87% 54% 97% 41% 57% 64% 68% 32%
Type MR GP SMALL 1 SMALL 1 SMALL 2 SMALL 2 SMALL2 GP LIGHTER SMALL 1 SMALL 1 SMALL 1
70% RTD Round Trip Days OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Sumber: Hasil Pengolahan
127
RTD 9.81 13.06 4.86 6.38 2.40 4.72 11.51 10.51 3.16 6.00 4.91 3.08 80 7
frek 2 1 6 3 2 2 2 1 3 1 1 2 26 2
TOTAL 19.61 13.06 29.16 19.13 4.80 9.44 23.01 10.51 9.48 6.00 4.91 6.17 155 13
$/KL 6.09 11.02 7.24 9.78 2.10 7.64 13.40 8.63 7.16 9.12 7.34 10.19 100 8
Rp/Lt 46 83 55 74 16 58 101 65 54 69 55 77 754 63
UTILITAS 19.61 26.13 29.16 19.13 18.88 23.01 9.48
12.33 65%
Depot Biak yang berfunsi ganda sebagai tanki timbun bayangan menggunakan kapal jenis SMALL 1 untuk memasok PKS ke Depot Jayapura, sedangkan Depot Tual menggunakan kapal tipe LIGHTER untuk memasok produk premium dan solar ke Depot Dobo. Kapal jenis kecil seperti SMALL 1, SMALL 2 dan LIGHTER efektif dan efisien digunakan dalam envelope lima, karena demand yang dimiliki masing-masing depot tidak terlalu besar. Multy-port dengan menggunakan kapal jenis SMALL 2 dilakukan pada rute nomor 7 yaitu TT Wayame - Depot Kaimana - Jobber Timika - Depot Merauke - TT Wayame, freight cost rute multy-port ini merupakan rute yang termahal dari seluruh rute yang ada di envelope lima sebesar $ 13.40 per Kl atau sebesar Rp 101,per liter. Besarnya biaya ini diakibatkan oleh banyaknya biaya pelabuhan atau portcharge ketika kapal merapat di dermaga. Walaupun demikian freight cost yang dihasilkan pola multy-port ini masih lebih murah jika dibandingkan pola distribusi point-to-point, karena dengan menggunakan pola distribusi point-to-point jumlah kapal akan bertambah. Penambahan armada kapal akan memperbesar biaya operasional.
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER
Tobelo
Ternate
2 3
Labuha
5
Sorong
Masohi
11
10
Biak
Serui
Fak-fak
Bula
12
4
Manokwari
6
Sanana
Jayapura Kaimana
Nabire
Namlea
Jobber Timikai
8
7 Tual
1
Dobo
9
BALIKPAPAN
Meraukei Saumlaki
Gambar 3.33 Rute Distribusi BBM Envelope Lima Sumber: Hasil Pengolahan
128
Envelope lima menggunakan 8 buah kapal untuk melayani 12 rute perjalanan. Dalam envelope lima terdapat 7 buah rute yang menggunakan kapal yang sama. Rute kapal tersebut adalah rute nomor 2 dan 6 menggunakan kapal GP, rute nomor 5 dan 6 menggunakan kapal SMALL 2 dan rute nomor 10, 11 dan 12 menggunakan kapal SMALL 1. Delapan kapal tersebut terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 1 buah kapal jenis GP, 2 buah kapal jenis SMALL 2, 3 buah kapal jenis SMALL 1, dan 1 buah kapal jenis LIGHTER. Jumlah kapal yang dipakai pada pola distribusi baru ini lebih sedikit jika dibandingkan pola distribusi lama atau eksisiting yang tercatat di bulan Oktober sampai Desember 2007. Pola distribusi lama menggunakan 14 kapal yang terdiri dari 2 buah kapal jenis MR, 2 buah kapal jenis GP, 2 buah kapal jenis SMALL 2, 6 buah kapal jenis SMALL 1, dan 2 buah kapal jenis LIGHTER Melihat perbandingan jumlah kapal diatas terlihat terjadinya penghematan sebanyak 6 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 1 buah kapal jenis GP, 3 buah kapal jenis SMALL 1, dan 1 buah kapal jenis LIGHTER. Jika dihitung biaya sewa maka penghematan ini menghemat biaya sebesar $ 1.254.846 atau Rp 11.670.069.096,-. Pola lama membutuhkan biaya sebesar $ 2.833.002, sedangkan pola baru memerlukan dana sebesar $1.578.156. Round Trip Days pola distribusi baru berjumlah 155 hari dan utilitas kapal tanker yang beroperasi di envelope tiga adalah sebesar 65%. Prosentase
ini
menggambarkan bahwa rata-rata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 10 hari. Sisa waktu tersebut dipakai untuk mendistribusikan produk avtur, minyak industri, atau barrier jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point. Tingkat occupacy kapal di envelope tiga mencapai 70%, prosentase ini cukup baik mengingat berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 45%.
3.13.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Lima Berdasarkan hasil analisis inventory depot-depot dalam envelope lima, maka direkomendasikan 2 lokasi penambahan tanki timbun dan 5 lokasi perubahan tanki timbun. Dua lokasi yang memerlukan tambahan tanki timbun tersebut adalah: Depot Jayapura dan Depot Dobo, sedangkan lima lokasi yang memerlukan perubahan komposisi tanki timbun adalah: Depot Biak, Depot Nabire, Depot Tual, Depot Saumlaki dan Depot Fak-fak.
129
Depot Jayapura dan Depot Dobo adalah prioritas utama depot yang direkomendasikan untuk melakukan penambahan tanki timbun, karena depot ini mempunyai jumlah tanki timbun yang tidak memadai dengan demand yang terjadi di areal pemasarannya. Berdasarkan flow of material seharusnya kedua depot ini mendapat supply seluruh produk BBM langsung dari TT Wayame, tetapi dikarenakan kapasitas timbun yang tidak memadai tadi maka dilakukan peembuatan tanki timbun bayangan di Depot Biak untuk mengatasi kebutuhan BBM Depot Jayapura dan Depot Tual untuk mengatasi kebutuhan BBM Depot Dobo. Penentuan kedua depot bayangan ini dilakukan berdasarkan kedekatan jarak dan sisa kapasitas timbun yang cukup besar di kedua depot. Dengan penambahan tanki timbun di Depot Jayapura dan Depot Dobo diharapkan perubahan kapasitas timbun untuk Depot Biak dan Depot Tual tidak harus dilakukan dan akan mengurangi jumlah kapal tanker yang beroperasi di envelope lima. Untuk memperjelas volume penambahan dan perubahan tanki timbun dimasing-masing depot dapat dilihat pada Lampiran E yang terdapat pada bagian akhir laporan ini.
3.13.5 Inventory Management Envelope Lima Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier) merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume safe capacitiy yang layak dimilki oleh depot untuk menampung dan mendistribusikan BBM. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di TT Wayame.
Terminal Transit Wayame Premium 10,000 9,000 8,000
6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000
Buffer Stock
130
High Inventory
30
29
28
26
27
24
25
23
21
Days Premium
22
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9
10
8
7
6
5
4
3
2
-
1
Volume
7,000
Terminal Transit Wayame Kerosine 8,000 7,000
Volume
6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000
24 25
26 27
28 29
30
26
28
30
23
24
21 22
19 20
17 18
15 16
13 14
11 12
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Kerosine
Buffer Stock
High Inventory
Terminal Transit Wayame Solar 45,000 40,000 35,000
Volume
30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000
29
27
25
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
9 10
8
7
6
5
4
3
2
1
-
Days Solar
Buffer Stock
High Inventory
Gambar 3.34 Grafik Inventory BBM Terminal Transit Wayame Sumber: Hasil Pengolahan
Terminal Transit Wayame merupakan supply point utama envelope lima. Pasokan BBM yang diperoleh TT Wayame seluruhnya berasal dari Kilang Balikpapan yang dikelola oleh Unit Pengolahan V. Terminal transit ini mempunyai own demand premium sebesar 3.604 KL, jika ditambah dengan 11 depot penyalurnya yaitu Depot Merauke, Depot Tual, Depot Masohi, Depot Saumlaki, Depot Bula, Depot Sanana, Depot Dobo, Depot Namlea, Depot Fak-fak, Depot Kaimana dan Jobber Timika, maka demand premium menjadi 10.004 KL. Berdasarkan rute nomor 1 produk premium di TT Wayame ditransfer dari Kilang Balikppan dengan menggunakan kapal tanker jenis MR yang mengangkut 8.820 KL premium. Frekuensi 2 kali per-bulan dan waktu Round Trip Days 9,81 hari. Kapal tanker yang berasal dari Kilang Balikpapan ini melakukan unloading di TT Wayame pada hari ke-1 dan hari ke-11. Depot ini mempunyai daily objective
131
thruput premium sebesar 162 KL per-hari. Rute nomor 2 membawa premium sebanyak 7.636 KL dengan 1 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-1. Rute nomor 8 membawa premium sebanyak 1041 KL dengan 1 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-14. Rute nomor 2 dan nomor 8 menggunakan kapal jenis GP yang sama. Rute nomor 7 membawa premium sebanyak 1672 KL dengan 2 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-2 dan 12. Rute nomor 10 membawa premium sebanyak 644 KL dengan 1 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-3. Rute nomor 11 membawa premium sebanyak 752 KL dengan 1 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-13. Rute nomor 12 membawa premium sebanyak 310 KL dengan 2 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-9 dan 18. Rute nomor 10, 11 dan 12 menggunakan kapal jenis SMALL 1 yang sama Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di TT Wayame maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 3.432 KL dan high inventory ideal sebesar 15.432 KL. Mekanisme arus keluar masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus premium di atas.
3.14 Perbandingan Jumlah Kapal Distribusi Eksisting dan Envelope Berdasarkan data dari bulan Oktober sampai Desember 2007 tercatat 118 kapal yang beroperasi di Indonesia dengan perincian sebagai berikut: envelope satu dengan pemakaian kapal terbanyak berjumlah 49 kapal, posisi kedua di tempati oleh envelope empat dengan pemakaian 34 kapal, posisi ketiga di tempati oleh envelope lima dengan 14 kapal dan envelope tiga dan dua dengan masing-masing 11 dan 10 kapal. Berdasarkan jenis kapal tanker, kapal yang paling banyak digunakan adalah jenis kapal SMALL 1 dengan 50 buah kapal, selanjutnya adalah jenis kapal GP dan SMALL 2 dengan jumlah 22 kapal. Dengan menggunakan konsep envelope diperlukan 93 kapal tanker, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kapal yang beroperasi pada kondisi eksisiting. Perincian sembilan puluh tiga kapal tersebut adalah sebagai berikut: envelope satu membutuhkan 27 kapal, envelope empat membutuhkan 32 kapal, envelope lima membutuhkan 8 kapal dan envelope tiga dan dua dengan masing-masing 18 dan 8 kapal. Berdasarkan jenis kapal tanker, kapal yang paling banyak digunakan dengan pola envelope adalah jenis kapal SMALL 1 dengan 32 buah kapal, selanjutnya adalah jenis kapal SMALL 2 dengan jumlah 22 kapal, lalu kapal jenis GP dengan 16 kapal, sedangkan kapal jenis LIGHTER dan MR dengan jumlah masing-masing 15 dan 8 kapal.
132
Tabel 3.12 Perbandingan Jumlah Kapal Distribusi Eksisting dan Envelope SEBELUM ENVELOPE (EKSISTING) Envelope 1 Envelope 2 Envelope 3 Envelope 4 Envelope 5 SUM
MR 3 1 2 0 2 8
GP 6 6 3 5 2 22
SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER SUM 8 24 8 49 0 2 1 10 3 3 0 11 9 15 5 34 2 6 2 14 22 50 16 118
Envelope 1 Envelope 2 Envelope 3 Envelope 4 Envelope 5 SUM
MR 2 1 3 1 1 8
GP 2 5 5 3 1 16
SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER SUM 8 13 2 27 0 2 0 8 5 4 1 18 7 10 11 32 2 3 1 8 22 32 15 93
Cost Sewa Kapal / bln Rp 75,709,140,582 Rp 25,224,540,096 Rp 26,105,579,176 Rp 48,061,324,793 Rp 26,346,921,193 Rp 201,447,505,839
SESUDAH ENVELOPE Cost Sewa Kapal / bln Rp 43,018,473,193 Rp 21,597,466,838 Rp 41,525,873,272 Rp 42,679,745,182 Rp 14,676,852,096 Rp 163,498,410,581
Sumber: Hasil Pengolahan
Penghematan kapal berjumlah 25 kapal tanker atau sekitar 21% dari kondisi semula. Jumlah penghematan dan prosentase ini belum ditambah dengan beberapa rute eksisting yang tidak tercatat pada envelope tiga. Dua puluh lima kapal tersebut terdiri dari 6 buah kapal jenis GP, 18 buah kapal jenis SMALL 1 dan 1 buah kapal jenis LIGHTER. Jika menggunakan asumsi standar sewa kapal per-jenis yang diperoleh dari PT.PERTAMINA (Persero), maka didapat penghematan sebesar $ 4.080.548 atau Rp 37.949.095.259.- per-bulan. Jika mengasumsikan distribusi pola envelope berjalan selama 1 tahun, maka didapat penghematan sebesar Rp 455.389.143.102.-.
3.15 Lokasi Barrier atau Buffer Envelope di Indonesia Lokasi buffer envelope diperlukan sebagai langkah pencegahan atau mitigasi jika flow of material yang telah ditetapkan tidak dapat berjalan dengan baik akibat beberapa faktor, misalnya: terganggunya persediaan di supply point, produksi BBM di kilang yang jauh di bawah perkiraan, permasalahan pada saat loading dan unloading, kerusakan kapal tanker, keterlambatan akibat faktor cuaca dan lain-lain. Dengan adanya buffer di masing-masing envelope diharapkan tidak terjadi perpindahan arus produk antar envelope, sehingga tidak menggangu flow of material envelope masing-masing. Selain itu jarak yang ditempuh untuk mengambil produk tidak terlalu jauh dibandingkan mengambil produk dari envelope lain, seperti yang sering terjadi pada pendistribusian BBM saat ini. Jumlah besaran kapasitas tanki per-produk yang dibutuhkan masingmasing titik buffer memerlukan penelitian tersendiri yang lebih akurat.
133
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1
SABANG KRUENG RAYA LHOK SEUMAWE
MEULABOH
P. NATUNA
UP. I - PKL. BRANDAN
TARAKAN
TAHUNA
LAB. DELI SIBOLGA
Depot Sabang TT.Tanjung Uban TT.Tanjung Gerem TTU Balongan STS Kalbut TT. Manggis Ins Makassar Depot Bitung TT. Wayame
BITUNG
UP. II - DUMAI
G. SITOLI
P. BATAM
2
SINGAPOR E TT. TLK. KABUNG
BONTANG
SINTANG
TJ.UBAN
MOUTONG DONGGALA
SUBUNG
BALIKPAPAN
SAMPIT
UP. III - PLAJU
PKL.BUN
TOBELO TERNATE
GORONTALO
SAMARINDA
PONTIANAK
P. SAMBU JAMBI
BENGKULU
8
TOLI - TOLI
SIAK
PABUHA
POSO PARIGI
CILIK RIWUT
LUWUK
KOLONDALE
P. PISANG
BANGGAI KENDARI
PALOPO PARE - PARE
BANJARMASIN
SANANA
BIAK
SORONG MANOKWARI
TT. WAY AME
9
NAMLEA
SERUI
JAYAPURA
BULA MASOHI
FAK - FAK
STS KOTA BARU
NABIRE
KOLEKA RAHA
PANJANG
KOTA
7
BARU
T. SEMANGKA
3 TT.
4
TUAL
PANDANG
PLUMPANG
TG. GEREM/MERAK
BAU -BAU
UJ.
SEMARANG
5
SURABAYA UP. IV CILACAP
STS KALBUT MENENG
6
TT. TLK
Rencana lokasi buffer stock
DOBO
CAMPLONG
AMPENAN
BADUN G BIMA
MERAUKE
MAUMERE
KALABAHI
REO END E WAINGAPU
MANGGIS
SAUMLAKI
L. TUKA
DILI ATAPUPU
KUPANG
Gambar 3.35 Rekomendasi Penambahan dan Perubahan Komposisi Tanki Timbun Sumber: Hasil Pengolahan
Rekomendasi titik buffer ang direkomendasikan berjumlah 9 titik dengan ratarata 2 lokasi di tiap envelope, kecuali envelope 5 yang jumlah kebutuhan BBM nya tidak terlalu besar. Sembilan titik buffer yang direkomendasikan tersebut adalah: Depot Sabang dan Tanjung Uban/Pulau Sambu unutk envelope satu, TT Tanjung Gerem dan TTU Balongan untuk envelope dua, STS Kalbut dan Terminal Transit Manggis untuk envelope tiga, Depot Bitung dan Instalasi Makassar untuk envelope empat, dan terkahir adalah Terminal Transit Wayame untuk envelope lima.
134