BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya. Pengelompokan jenis kendaraan rencana yang relevan dengan penggunaannya, dibedakan menurut sumber & implementasinya sebagai berikut: a. Geometrik Jalan Antar Kota Pengelompokan kendaraan rencana untuk perencanaan geometrik jalan antar kota adalah sebagai berikut: ♦ Kendaraan kecil
: mobil penumpang
♦ Kendaraan sedang
: truk 2 as tandem, bus 2 as
♦ Kendaraan besar
: truk semi trailler
Sedangkan dimensi masing-masing jenis kendaraan rencana tersebut, dijelaskan pada tabel 3.1.
DIMENSI KENDARAAN (cm)
TONJOLAN (cm)
RADIUS PUTAR (cm)
Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Maks.
Min.
RADIUS TONJOLAN (cm)
KATEGORI KENDARAAN RENCANA
Tabel 3.1 Dimensi Kendaraan Rencana Untuk Jalan Antar Kota
Kecil
130
210
580
90
150
420
730
780
Sedang
410
260
1210
210
240
740
1280
1410
Besar
410
260
2100
120
90
290
1400
1370
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 38
b. Geometrik Jalan Perkotaan Pengelompokan kendaraan rencana untuk perencanaan geometrik jalan perkotaan adalah sebagai berikut: ♦ Kendaraan kecil
: mobil penumpang
♦ Kendaraan sedang : unit tunggal truk/bus ♦ Kendaraan besar
: truk semi trailler
Sedangkan dimensi masing-masing jenis kendaraan rencana tersebut, dijelaskan pada tabel 3.2.
JENIS KENDARAAN
PANJANG TOTAL
LEBAR TOTAL
TINGGI
DEPAN TERGANTUNG
JARAK GANDAR
BELAKANG TERGANTUNG
RADIUS PUTAR MIN
Tabel 3.2 Dimensi Kendaraan Rencana Untuk Jalan Perkotaan (meter)
Kendaraan penumpang
4.7
1.7
2.0
0.8
2.7
1.2
6
Truk/Bus tanpa gandengan
12.0
2.5
4.5
1.5
6.5
4.0
12
2.2
1.2
4.0 (depan) Kombinasi
16.5
2.5
4.0
1.3
9.0 (belakang)
Sumber: Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)
c. Pengelompokan Jenis Kendaraan Menurut Karakteristik Kendaraan Berdasar jenis kendaraan yang dilayani jalan raya, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 mengelompokan jenis kendaraan dengan sistem kelas kendaraan sebagai berikut: ♦ Kendaraan kelas I, yaitu kendaraan berukuran lebar ≤ 2.50 meter, panjang ≤ 18 meter dan muatan sumbu terberat (MST) > 10 ton. ♦ Kendaraan kelas II, yaitu kendaraan berukuran lebar ≤ 2.50 meter, panjang ≤ 18 meter dan muatan sumbu terberat (MST) ≤ 10 ton.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 39
♦ Kendaraan kelas IIIA, yaitu kendaraan berukuran lebar ≤ 2.50 meter, panjang ≤ 18 meter dan muatan sumbu terberat (MST) ≤ 8 ton. ♦ Kendaraan kelas IIIB, yaitu kendaraan berukuran lebar ≤ 2.50 meter, panjang ≤ 12 meter dan muatan sumbu terberat (MST) ≤ 8 ton. ♦ Kendaraan kelas IIIC, yaitu kendaraan berukuran lebar ≤ 2.10 meter, panjang ≤ 9 meter dan muatan sumbu terberat (MST) ≤ 8 ton.
d. Pengelompokan Jenis Kendaraan Menurut Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997, Berkaitan dengan tingkat pelayanan jalan (ruas jalan, simpang dan bundaran), IHCM 1997 mengelompokan jenis kendaraan sebagai berikut: ♦ Kendaraan ringan (light vehicle : LV) ♦ Kendaraan berat (heavy vehicle : HV) ♦ Sepeda motor (motor cycle : MC)
3.2. LALU LINTAS a. Ekivalen Mobil Penumpang (emp) Ekivalen mobil penumpang adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, dimana mobil penumpang ditetapkan sebagai acuan yang memiliki nilai 1 (satu) smp. Nilai emp untuk kendaraan rencana pada jalan antar kota diberikan pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Nilai EMP Kendaraan Rencana Untuk Geometrik Jalan Antar Kota Medan Datar/ No Jenis Kendaraan Pegunungan Perbukitan 1
Sedan, Jeep, Station Wagon
1.0
1.0
2
Pick-up, Bus kecil, Truk kecil
1.2 – 2.4
1.9 – 3.5
3
Bus dan Truk besar
1.2 – 5.0
2.2 – 6.0
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
Sedangkan nilai emp kendaraan rencana untuk geometrik jalan perkotaan, menurut Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) adalah sebagai berikut:
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 40
♦ Sepeda motor
: 0.5
♦ Kend. Penumpang/kend. bermotor roda tiga : 1.0 ♦ Truk kecil (berat < 5 ton), bus mikro
: 2.5
♦ Truk sedang (berat > 5 ton)
: 2.5
♦ Bus, Truk berat ( berat < 10 ton)
: 3.0
Nilai emp kendaraan rencana tersebut merupakan representasi untuk medan datar, sedangkan untuk medan perbukitan dan pegunungan dapat diperoleh dengan ‘memperbesar’ faktor koefisien dari medan datar tersebut. Indonesian Highway Capacity Manual (1997) – manual untuk kajian pelayanan lalu lintas jalan, memberi nilai emp secara lebih detail. Nilai emp ditentukan menurut pokok bahasannya, yang meliputi: simpang tak bersinyal, simpang bersinyal (disesuaikan dengan aspek pendekat), bagian jalinan, jalan perkotaan (jalan arteri - disesuaikan menurut tipe jalan dan volume arus lalu lintasnya), jalan antar kota (disesuaikan menurut tipe jalannya) dan jalan bebas hambatan.
b. Volume Arus Lalu Lintas Sebagai pertimbangan untuk menetapkan jumlah lajur beserta fasilitas lalu lintasnya, maka diperlukan estimasi arus lalu lintas yang dilayani. Perencanaan geometrik jalan antar kota, volume arus lalu lintas harian rencana (VLHR) adalah prakiraan volume arus lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam satuan smp/hari. Sedangkan volume arus lalu lintas jam rencana (VJR) adalah prakiraan volume arus lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam satuan smp/jam, yang diestimasikan dengan formulasi sebagai berikut: VJR = VLHR x
Dimana,
K F
K : faktor volume arus lalu lintas jam sibuk F : faktor variasi tingkat lalu lintas per-15’ dalam satu jam
Adapun nilai faktor K dan faktor F dikemukakan pada tabel 3.4.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 41
Tabel 3.4 Nilai Faktor K dan Faktor F berdasarkan VLHR VLHR (smp/hari) Faktor K (%) Faktor F (%) > 50.000
4-6
0.9 – 1
30.000 - 50.000
6-8
0.8 – 1
10.000 - 30.000
6-8
0.8 – 1
5.000 - 10.000
8 - 10
0.6 - 0.8
1.000 - 5.000
10 - 12
0.6 - 0.8
< 1.000
12 - 16
< 0.6
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
Untuk perencanaan geometrik jalan perkotaan, volume arus lalu lintas rencana (daily traffic volume - DTV) merupakan volume harian lalu lintas total kedua arah. Pada kondisi lain, dimana elemen perencanaan geometrik jalan bergantung terhadap volume arus lalu lintas pada jam puncak, yang dinyatakan dalam volume per-jam perencanaan (design hour volume DHV), maka dalam Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) menurut dengan jumlah lajurnya, diformulasikan sebagai berikut: Jalan 2 lajur, DHV = DTV x
K 100
Jalan berlajur banyak, DHV = DTV x
K
D 100 100 x
Dimana, DHV : volume arus lalu lintas perjan rencana (smp/2 arah/jam untuk jalan 2 lajur; smp/arah/jam untuk jalan berlajur banyak) DTV : volume arus lalu lintas rencana (smp/2 arah/hari) K
: koefisien puncak (%) Nilai K adalah perbandingan volume arus lalu lintas pada jam ke13 dibagi dengan AADT (LHR tahunan), namun bila data tersebut di atas tidak tersedia, maka dapat dipergunakan nilai koefisien 10%.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 42
D
: koefisien arah (%) Nilai D adalah koefisien arah hasil dari pengamatan lapangan, bila data lapangan tidak tersedia maka dapat dipergunakan D = 60%.
c.
Kecepatan Rencana Kecepatan rencana (VR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan, yang memungkinkan kendaraan dapat bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lengang dan pengaruh samping jalan tidak berarti. Untuk perencanaan jalan antar kota, nilai VR ditetapkan dengan berdasar pada klasifikasi (fungsi) dan medan jalan, sebagaimana disajikan pada tabel 3.5. Sedangkan untuk perencanaan jalan perkotaan, nilai VR ditetapkan dengan berdasar tipe (fungsi) jalan & kelasnya, sebagaimana disajikan pada tabel 3.6. Tabel 3.5 Kecepatan Rencana (VR), Menurut Klasifikasi Fungsi dan Medan Untuk Jalan Antar Kota FUNGSI JALAN
KECEPATAN RENCANA (VR - km/jam) DATAR
BUKIT
GUNUNG
Arteri
70 – 120
60 - 80
40 – 70
Kolektor
60 – 90
50 - 60
30 – 50
Lokal
40 – 70
30 - 50
20 – 30
♦ Catatan: Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. ♦ Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
3.3. JARAK PANDANG Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, maka pengemudi dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 43
Tabel 3.6 Kecepatan Rencana (VR), Menurut Tipe dan Kelas Jalan Jalan Perkotaan TIPE JALAN
KELAS
KECEPATAN RENCANA (VR - km/jam)
Tipe I
1
100; 80
2
80; 60*
1
60;
2
60; 50
3
40; 30
4
30; 20
Tipe II
Catatan: * Pada kondisi khusus Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)
a. Jarak Pandang Henti (Jh) Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan pengemudi untuk dapat menghentikan kendaraannya dengan aman setelah melihat adanya halangan di depannya. Geometrik jalan yang baik adalah ruas jalan dapat memberikan rasa aman bagi pengemudi kendaraan, oleh karena itu ‘setiap titik’ di sepanjang jalan harus memenuhi jarak pandang henti. Jarak pandang henti terdiri dari dua elemen, yaitu : ♦ Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebebkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem. ♦ Jarak
pengereman
(Jhr)
adalah
jarak
yang
dibutuhkan
untuk
menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. Jarak pandang henti diformulasikan dengan berdasar asumsi: tinggi mata pengemudi 105 cm dan tinggi halangan 15 cm di atas permukaan jalan. Adapun formulasi jarak pandang henti adalah: J h = J ht + J hr 2 ⎛ VR ⎞ ⎜⎜ ⎟ VR 3,6 ⎟⎠ ⎝ Jh = T+ 3,6 2 g . fp
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 44
Untuk jalan datar: J h = 0.694 VR + 0.004
VR2 fp
Untuk jalan dengan kelandaian tertentu: J h = 0.694 VR + 0.004
VR2
(f p ± L)
Dimana: Jh = jarak pandang henti, (m) VR = kecepatan rencana, (km/jam) T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik g
= percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detik2
fp = koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan jalan aspal, fp akan semakin kecil jika kecepatan (VR) semakin tinggi dan sebaliknya. (menurut Bina Marga, fp = 0,35 – 0,55, namun sebaiknya nilai fp diambil berdasar gambar 3.1) L = landai jalan dalam (%) dibagi 100 Nilai Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum juga dapat menggunakan hasil hitungan sebagaimana tabel 3.7 untuk perencanaan jalan antar kota, dan tabel 3.8 untuk perencanaan jalan perkotaan. Tabel 3.7 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum Untuk Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota VR (Km/jam)
120
100
80
60
50
40
30
20
Jh Minimum (m)
250
175
120
75
55
40
27
16
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 45
Gambar 3.1 Diagram Koefisien Gesekan Memanjang Jalan (fp) Sumber : Sukirman (1994)
Tabel 3.8 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum Untuk Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan (meter) Kecepatan Rencana (Km/jam)
Jarak Pandang Henti Minimum (m)
100
165
80
110
60
75
50
55
40
40
30
30
20
20
Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 46
b. Jarak Pandang Mendahului (Jd) Pada jalan 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 TB), kendaraan dengan kecepatan tinggi sering mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga pengemudi tetap dapat mempertahankan kecepatan sesuai dengan yang diinginkannya. Gerakan mendahului dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang diperuntukkan untuk kendaraan dari arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat melakukan gerakan mendahului dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandangan mendahului. Jarak pandang mendahului (Jd) standar dihitung berdasarkan panjang jalan yang diperlukan untuk dapat melakukan gerakan mendahului suatu kendaraan dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Apabila dalam suatu kesempatan dapat mendahului dua kendaraan sekaligus, hal itu tidaklah merupakan dasar dari perencanaan suatu jarak pandangan mendahului total. Jarak pandangan mendahului (Jd) standar pada jalan dua lajur dua arah dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu: ♦ Kendaraan yang akan didahului harus mempunyai kecepatan yang tetap ♦ Sebelum melakukan gerakan mendahului, kendaraan harus mengurangi kecepatannya dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang sama. ♦ Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk mendahului, maka pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan mendahului dapat diteruskan atau tidak. ♦ Kecepatan kendaraan yang mendahului mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam dengan kecepatan kendaraan yang didahului pada waktu melakukan gerakan mendahului. ♦ Pada saat kendaraan yang mendahului telah berada kembali pada lajur jalannya, maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan. ♦ Tinggi mata pengemudi diukur dari permukaan perkerasan menurut Bina Marga (TPGJAK 1997) sama dengan tinggi objek yaitu 105 cm.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 47
♦ Kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan mempunyai kecepatan yang sama dengan kendaraan yang mendahului. Ilustrasi gerakan mendahului pada jalan tak terbagi, dikemukakan pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Diagram Pergerakan Kendaraan Untuk Mendahului Adapun estimasi jarak pandangan mendahului diformulasikan dengan persamaan sebagai berikut: Jd = d1 + d2 + d3 + d4 d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m) d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m) d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m) d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan (m) Adapun rumusan estimasi d1, d2, d3, dan d4 adalah sebagai berikut: a.T ⎞ ⎛ d1 = 0,278 T1 ⎜⎜ VR − m + 1 ⎟⎟ 2 ⎠ ⎝ HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 48
d2 = 0,278 VR T2 d3 = antara 30 – 100 m d4 =
2
3
d2
dimana: T1 = waktu dalam (detik), = 2,12 + 0,026 VR T2 = waktu kendaraan berada di jalur lawan, (detik), = 6,56 + 0,048 VR a
= percepatan rata-rata, (km/jam/detik), = 2,052 + 0,0036 VR
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang mendahului dan kendaraan yang didahului, (biasanya diambil 10 – 15 km/jam) Nilai jarak pandang mendahului untuk jalan antar kota menurut kecepatan rencana yang dipilih, disajikan pada tabel 3.9. sedangkan untuk jalan perkotaan disajikan pada tabel 3.10. Tabel 3.9 Panjang Jarak Pandang Mendahului VR (Km/jam)
120
100
80
60
50
40
30
20
Jd (m)
800
670
550
350
250
200
150
100
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
Tabel 3.10 Jarak Pandang Mendahului Untuk Jalan Perkotaan Kecepatan Rencana Jarak Pandang Jarak Pandang (Km/jam) Mendahului standar Mendahului minimum (m) (m) 80 550 350 60
350
250
50
250
200
40
200
150
30
150
100
20
100
70
Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)
c. Daerah Bebas Samping Di Tikungan Daerah Bebas Samping Di Tikungan (E) adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang pengemudi kendaraan di tikungan, sehingga Jh dapat terpenuhi, dan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 49
pengemudi di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E, yang diukur dari garis tengah lajur dalam sampai pada obyek penghalang, sehingga persyaratan untuk Jh terpenuhi. Ada dua bentuk Daerah Bebas Samping Di Tikungan, yaitu: Jarak Pandang Henti (Jh) < Panjang Tikungan (Lt) Jarak Pandang Henti (Jh) > Panjang Tikungan (Lt) Adapun rumusan Daerah Bebas Samping Di Tikungan (E), adalah:
⎧⎪ ⎛ 90 ° J h (Jh) < (Lt), E = R ⎨1 − cos ⎜⎜ ⎪⎩ ⎝ πR
⎞ ⎫⎪ ⎟⎟ ⎬ ⎠ ⎪⎭
⎧⎪ ⎛ 90 ° J h (Jh) > (Lt), E = R ⎨1 − cos ⎜⎜ ⎪⎩ ⎝ πR
⎞ 1 ⎛ 90 ° J h ⎟⎟ + J h − L t sin ⎜⎜ ⎠ 2 ⎝ πR
(
)
⎞ ⎫⎪ ⎟⎟ ⎬ ⎠ ⎪⎭
Adapun nilai E untuk kondisi tertentu, dapat diambil dari tabel 3.11 tabel 3.12 dan tabel 3.13.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 50
Tabel 3.11 Nilai E untuk Jh < Lt (meter) Rc (m)
VR = 20
30
40
50
60
80
100
120
Jh = 16
27
40
55
75
120
175
250
5000
1.6
3000
2.6
2000
1.9
3.9
1500
2.6
5.2
1200
1.5
3.2
6.5
1000
1.8
3.8
7.8
800
2.2
4.8
9.7
600
3.0
6.4
13.0
500
3.6
7.6
15.5 Rmin = 500
400
1.8
4.5
9.5
300
2.3
6.0
Rmin = 350
250
1.5
2.8
7.2
200
1.9
3.5
Rmin = 210
175
2.2
4.0
150
2.5
4.7
130
1.5
2.9
5.4
120
1.7
3.1
5.8
110
1.8
3.4
Rmin = 115
100
2.0
3.8
90
2.2
4.2
80
2.5
4.7 Rmin = 80
70
1.5
2.8
60
1.8
3.3
50
2.3
3.9
40
3.0
Rmin = 50
30
Rmin = 30
20 15
1.6 2.1 Rmin = 15
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 51
Tabel 3.12 Nilai E untuk Jh > Lt (meter), Dimana Jh - Lt = 25 meter Rc (m)
VR = 20
30
40
50
60
80
100
120
Jh = 16
27
40
55
75
120
175
250
6000
1.6
5000
1.9
3000
1.6
3.1
2000
2.5
4.7
1500
1.5
3.3
6.2
1200
2.1
4.1
7.8
1000
2.5
4.9
9.4
800
1.5
3.2
6.1
11.7
600
2.0
4.2
8.2
15.6
500
2.3
5.1
9.8
18.6
1.8
2.9
6.4
12.2
Rmin = 500
Rmin = 350
400 300
1.5
2.4
3.9
8.5
250
1.8
2.9
4.7
10.1
200
2.2
3.6
5.8
Rmin = 210
175
1.5
2.6
4.1
6.7
150
1.7
3.0
4.8
7.8
130
2.0
3.5
5.5
8.9
120
2.2
3.7
6.0
9.7
110
2.4
4.1
6.5
Rmin = 115
100
2.6
4.5
7.2
90
1.5
2.9
5.0
7.9
80
1.6
3.2
5.6
8.9
70
1.9
3.7
6.4
Rmin = 80
60
2.2
4.3
7.4
50
2.6
5.1
8.8
40
3.3
6.4
Rmin = 50
30
4.4
8.4
20
6.4
Rmin = 30
15
8.4 Rmin = 15
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 52
Tabel 3.13 Nilai E untuk Jh > Lt (meter), Dimana Jh - Lt = 50 meter Rc (m)
VR = 20
30
40
50
60
80
100
120
Jh = 16
27
40
55
75
120
175
250
6000
1.8
5000
2.2
3000
2.0
3.6
2000
1.6
3.0
5.5
1500
2.2
4.0
7.3
1200
2.7
5.0
9.1
1000
1.6
3.3
6.0
10.9
800
2.1
4.1
7.5
13.6 18.1
600
1.8
2.7
5.5
10.0
500
2.1
3.3
6.6
12.0
21.7 Rmin = 500
400
1.7
2.7
4.1
8.2
15.0
300
2.3
3.5
5.5
10.9
Rmin = 350
250
1.7
2.8
4.3
6.5
13.1
200
2.1
3.5
5.3
8.2
Rmin = 210
175
2.4
4.0
6.1
9.3
150
1.5
2.9
4.7
7.1
10.8
130
1.8
3.3
5.4
8.1
12.5
120
1.9
3.6
5.8
8.8
13.5
110
2.1
3.9
6.3
9.6
Rmin = 115
100
2.3
4.3
7.0
10.5
90
2.6
4.7
7.7
11.7
80
2.9
5.3
8.7
13.1
70
3.3
6.1
9.9
Rmin = 80
60
3.9
7.1
11.5
50
4.6
8.5
13.7
40
5.8
10.5
Rmin = 50
30
7.6
13.9
20
11.3
Rmin = 30
15
14.8 Rmin = 15
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 53