48
BAB III LATAR BELAKANG TRADISI YANG MELARANG ISTRI MENJUAL
MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan 1. Keadaan Geografis Parseh adalah sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Socah, yang merupakan bagian belahan Kabupaten Bangkalan. Bahwasanya Desa Parseh terletak disebelah timur kota Bangkalan dengan luas daerah 2.34 Km2. Serta memiliki 3 wilayah antara lain: a. Dusun Tepel b. Dusun Rabasan c. Dusun Deje83 Desa Parseh merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian tanah 8.5 m dari permukaan air laut, curah hujan 1564 mm / tahun dengan batas wilayah:84 a. Sebelah Utara
: Desa Jambu Kecamatan Burneh
83
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun 2014. 84
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
b. Sebelah Selatan
: Desa Sanggak Agung
c. Sebelah Barat
: Jaddih
d. Sebelah Timur
: Maragung85
Sementara itu berdasarkan statistik terakhir tahun 2014 bahwa jumlah penduduk Desa Parseh berjumlah 3152 jiwa dengan perincian menurut jenis kelamin dapat di lihat dalam tabel (I) sebagai berikut:86
Tabel I Tabel Penduduk Menurut Jenis Kelamin No
Jenis kelamin
Jumlah
1
Laki-laki
1519
2
Perempuan
1633
Jumlah
3152
Dari sekian banyak jumlah penduduk yang ada, masih dimungkinkan bertambah dan berkurangnya penduduk, karena diakibatkan adanya angka
85
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014. 86
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
kematian disamping itu juga adanya penduduk yang pindah ke daerah lain atau kekota diluar wilayah Bangkalan.87 2. Kondisi Keagamaan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan Mayoritas penduduk Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan beragama Islam,atau bisa dikatakan 100% (seratus persen) beragama Islam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel (II) dibawah ini:88
Tabel (II) Jumlah penduduk menurut agama No
Agama
Jumlah
1
Islam
3152
2
Kristen
-
3
Katolik
-
4
Hindu
-
5
Budha
-
Jumlah
3152
Dari tabel tersebut kita dapat melihat bahwa mayoritas penduduk Desa Parseh adalah beragama Islam. Oleh karena itu penduduk Desa Parseh mempunyai sifat dan perilaku sangat menghormati kepada para Ulama dan
87
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014. 88
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
para Kyai. Jadi apa yang dikatakan oleh mereka (Ulama dan Kyai) biasanya diikuti oleh penduduk.89 Selanjutnya mengenai tempat ibadah dijelaskan di tabel (III).
Tabel (III) Tempat Ibadah No
Tempat ibadah
Jumlah
1
Masjid
1
2
Surau
32
3
Gereja
-
4
Wihara
-
5
Pura
-
Jumlah
33
3. Kondisi Pendidikan Masyarakat Desa Parseh Keadaan pendidikan di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan cenderung meningkat karena adanya pembangunan madrasahmadrasah diniyyah di daerah tersebut, meskipun belum dikatakan sempurna, yang mana pendidikan di Desa Parseh masih dikatakan memperihatinkan. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang mereka dan tradisi yang kuat. Adapun sarana pendidikan di Desa Parseh dapat dilihat dalam tabel (IV) sebagai berikut:90 89
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014. 90
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
Tabel (IV) Sarana Pendidikan No
Sarana Pendidikan
Jumlah
1
Sekolah Dasar Negeri
3
2
Madrasah Ibtidaiyah atau Dinniyah
2
Jumlah
5
Dari tabel di atas menunjukkan tingkat pendidikan penduduk Desa Parseh sangat rendah dan tidak merata, hal ini terlihat dalam tabel, bahwa pendidikan yang hanya dapat di peroleh di desa hanya sekolah dasar, sedangkan untuk melanjutkan sekolah tidak bisa, hal itu hanya bisa diselesaikan di luar daerah Parseh.91
TABEL (V) PENDIDIKAN PENDUDUK
91
NO
PENDIDIKAN PENDUDUK
JUMLAH
1
SD
382
2
SMP
105
3
SMA
83
4
PT (PERGURUAN TINGGI)
23
JUMLAH
593
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
TABEL (VI) PENDIDIKAN AGAMA PENDUDUK NO
PENDIDIKAN AGAMA
JUMLAH
1
MI
255
2
MTS
35
3
MA
84
4
PTA (PENDIDIKAN TINGGI AGAMA)
41
JUMLAH
385
Dari tabel di atas kita dapat melihat bahwa pendidikan Umum dan Agama penduduk Desa Parseh tergolong penduduk yang minim sekali pengetahuannya dan tidak merata, hal ini di karenakan banyaknya penduduk yang belum tamat SD (sekolah dasar), dan tidak melanjutkan pendidikannya, dan jarang sekali masyarakat yang menyekolahkan anak mereka sampai perguruan tinggi Agama maupun umum kalau dia tidak benar-benar mampu, hal ini dikarenakan faktor ekonomi penduduk Desa Parseh yang mayoritas ekonominya tergolong menengah kebawah, atau bisa dikatakan mayoritas penduduk Desa Parseh adalah petani.92 Akan tetapi mereka memperoleh pengetahuan Agama khususnya masalah perkawinan dia peroleh dari para Kyai dan tokoh masyarakat Desa Parseh, karena kebanyakan dari masyarakat apabila mereka ingin menikah mereka terlebih dahulu menanyakan hal tersebut kepada para Kiai dan
92
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
Tokoh masyarat setempat, khususnya mengenai hal-hal yang akan mereka lakukan.93
B. Deskripsi Tentang Tradisi yang Melarang Istri Menjual Mahar di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan Perkawinan merupakan hal yang sakral. Maka beberapa hal yang berkaitan dengan perkawinan disakralkan pula. Begitulah pengertian masyarakat Desa Parseh tentang perkawinan. Seperti halnya mahar, yang oleh masyarakat Desa Parseh di junjung tinggi keberadaannya. Sehingga muncul larangan untuk menjual mahar dengan dibarengi munculnya kepercayaan jika larangan tersebut dilakukan maka akan merusak kelanggengan perkawinan.
1. Sejarah dan Latar Belakang Tradisi yang Melarang Istri Menjual Mahar Masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan sangat memegang erat tradisi dari leluhur mereka. Sehingga apa yang dilakukan oleh leluhur mereka sampai sekarang sebagian masih dilakukan oleh masyarakat setempat. Termasuk tradisi yang melarang istri untuk menjual mahar. Meskipun aturan tersebut tidak tertulis, namun larangan tersebut telah ada jauh sebelum
93
Dokumen Kantor Kelurahan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tahun
2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
generasi saat ini. Sehingga, keberadaan aturan ini begitu kuat karena telah diikuti oleh generasi sebelumnya. Beberapa tokoh masyarakat asli Desa Parseh menyebutkan sejak kapan aturan yang melarang untuk menjual mahar itu muncul. Menurut Mbah Hamid (72) seorang sepuh Desa Parseh menyatakan: “Bilèh adet nékah émulai nak, kulèh tak oneng. Kulèh gik kennik adèt nékah pon bèdèh. Réng tua sepoh kuleh giepade atorok agih adet nékah”.94 (Kapan tradisi ini dimulai saya tidak tahu. Saya masih kecil, tradisi yang melarang mahar untuk dijual sudah ada. Keluarga bapak ibu saya juga menganut aturan itu). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mbah Nawi (69), yang juga sesepuh desa: “Zeman lambek jugen kuleh nanyaagin ke reng tua sepoh kuleh, molai bileh adet nékah élakoagih. Ye dari reng tua poh-sepoh lambek cong”.95 (Zaman dulu saya juga menanyakan kepada orang tua saya sejak kapan tradisi ini (melarang istri menjual mahar) dilakukan. Tapi mereka hanya menjawab dari orang-orang dulu). Satu fakta yang jelas dan bisa disimpulkan adalah aturan yang melarang menjual mahar merupakan warisan dari generasi sebelumnya. Meskipun tradisi ini sudah lama dilakukan oleh penduduk Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan. Namun tetap eksis dan masih dilakukan Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan. Hal tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor antara lain: 94
Mbah Hamid, wawancara, Parseh, 15 Januari 2016.
95
Mbah Nawi, wawancara, Parseh, 15 Januari 2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
a. Faktor Kepatuhan Masyarakat akan Aturan dari Orang Tua (Leluhur) Masyarakat Madura khususnya Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan sangat memegang erat hal yang diwariskan oleh leluhur mereka. Menurut Mbah Hamid (72) “Adet deri reng tua sepoh lambek ruwah wejib élakoagih ye sebagai buktéh jek engkok riyah atorok ke reng tua lambek”. Jek adet ruwah sen pesenah deri reng tua sepoh lambek. Mong adet ruwah élanggar ye bahaya cong mong tak kalah rejekénah ya takok apésah cong”.96 (Aturan dari orang tua kita harus diikuti sebagai bukti kepatuhan kita kepada mereka. Tradisi ini (melarang istri menjual mahar) merupakan pesan dari orang-orang dulu. Ada malapetaka jika melanggar aturan orangorang dulu. malapetaka bentuknya bisa berupa kesulitan rizki ataupun perceraian). Hal tersebut bukan tanpa sebab. Adanya kepercayaan kepada orang tua (leluhur) sehingga jika melanggar atau tidak mentaati akan mendapatkan malapetaka. Kepatuhan mereka kepada nenek moyang dan adanya malapetaka menjadi alasan masyarakat Desa Parseh tetap mempercayai tradisi tersebut dari zaman dahulu hingga sekarang. b. Faktor Pemahaman Masyarakat Tentang Perkawinan dan Mahar Salah satu yang menjadi faktor tradisi larangan menjual mahar adalah pemahaman masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan tentang mahar itu sendiri. Dimulai dari pemahaman masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan terhadap makna perkawinan. Tidak seperti masyarakat kebanyakan yang menganggap perkawinan merupakan 96
Mbah Hamid, wawancara, Parseh, 15 Januari 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
ikatan antara laki-laki dan perempuan yang sah. Penuturan Mbah Hamid (72) mengenai perkawinan: “Kabinan ruwah benih keng ngesahaagih reng lakék bik reng binik tok cong, kabinan ruwah ye nyatoagih 2 keluarga dar pihak lakék bik binik. Dedih kabinan ruwah kramat benih kéng én maén. Padenah nak-kanak kenik setia akabin laguk apésah, setia apésah laguk akabin”.97 (Perkawinan itu tidak hanya mengikat laki-laki dan perempuan, tapi mengikat 2 keluarga dari pihak laki-laki dan perempuan. Maka dari itu perkawinan itu sakral dan tidak boleh buat main-main. Seperti halnya zaman sekarang kawin lalu cerai). Dari alasan tersebut memang masyarakat Desa Parseh bersungguhsungguh dalam menjaga ikatan perkawinan. segi baik yang merupakan nilai positif yang bisa diambil keteladanannya. Sebagaimana berkenaan dengan kesakralan perkawinan. Hal yang berkaitan dengan perkawinan juga harus dijaga. Seperti halnya mahar dalam perkawinan. namun masyarakat Desa Parseh mempunyai pemaknaan mahar lain. Ditegaskan oleh Bapak Ju’in (49): “Masyarakat disini memahami mahar itu sebagai pengikat suatu perkawinan. mungkin dari alasan itu juga orang-orang dulu melarang mahar untuk dijual.”98 Keterangan di atas bisa jadi sebagai salah satu alasan muncul tradisi larangan menjual mahar. Sebagaimana dikemukakan oleh Bapak Ju’in selaku Sekretaris Desa Parseh, pemahaman masyarakat Desa Parseh yang menyatakan bahwa mahar adalah sebagai pengikat perkawinan. Hal ini
97
Mbah Hamid, wawancara, Parseh, 15 Januari 2016.
98
Bapak Ju’in, wawancara, Parseh, 18 Januari 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
menjadikan masyarakat Desa Parseh benar-benar mematuhi aturan larangan menjual mahar seperti halnya menjaga ikatan perkawinan mereka.
2. Pengertian Tradisi yang Melarang Istri Menjual Mahar di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan Salah satu sorotan utama tradisi melarang Istri menjual mahar masih tetap dilakukan di Desa Parseh adalah pengertian masyarakat terhadap mahar. Bahwa mahar sebagai pengikat dalam suatu perkawinan. Namun dalam pelaksanaan akad nikah, mahar diberikan kepada mempelai perempuan dan hak miliknya juga milik mempelai perempuan. Tapi sebatas memakai saja dan tidak boleh dijual. Menurut dari Mbah Jum (70): “Saréh kabin juwah éparingagih ke reng binik, ye cuman éyangguih benih éjuel”.99 (Mahar itu diberikan kepada perempuan tapi hanya untuk dipakai saja tidak boleh dijual). Keterangan dari Mbah Jum bisa disimpulkan bahwa mahar adalah menjadi hak mempelai perempuan. Namun karena mahar adalah sebagai pengikat perkawinan dan tidak boleh dijual maka hak perempuan atas mahar tersebut adalah hak pakai saja. Tapi bagaimana jika mahar tersebut digadaikan atau hilang. Keterangan dari Bapak Ju’in menambahkan: 99
Mbah Jum, wawancara, Parseh, 18 Januari 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
“Dulu Saudara saya juga pernah mau menggadaikan maharnya, tapi dilarang orang tua saya dengan alasan mahar takut kualat. Kalau maharnya hilang ya diganti oleh pihak laki-laki itu sepengetahuan saya dari orang tua saya”.100 Mengenai bentuk mahar yang tidak boleh dijual. Masyarakat Desa Parseh kebanyakan memang menggunakan perhiasan sebagai mahar perkawinan. menurut Bapak Ju’in (49) “Orang sini (Desa Parseh) sering menggunakan kalung dan gelang emas sebagai mahar perkawinan”.101 Bentuk mahar berupa perhiasan kemungkinan juga syarat pula dari nenek moyang Desa Parseh. Karena dengan mahar berupa barang seperti perhiasan kalung, gelang, ataupun cincin itu berharga dan bisa diperjualbelikan. Sedangkan masa mahar tersebut sampai kapan tidak boleh dijual berikut penuturan dari Mbah Hamid (72): “Sareh kabin oleh éjuel mon salah setong pasangan digel dunia. Keng pesenah kodunah esedeka agih ke tetanggeh. Gebei edo’a agih ke seng matéh.102 (Mahar bisa dijual jika salah satu pasangan meninggal dunia. Tapi hasil penjualan tersebut harus disedekahkan kepada tetangga. Dengan harapan mendo’akan arwah yang meninggal itu). Dengan demikian masyarakat Desa Parseh menganggap mahar sebagai pengikat perkawinan bahkan berlanjut sampai kematian salah seorang
100
Bapak Ju’in, wawancara, Parseh, 13 Februari 2016.
101
Bapak Ju’in, wawancara, Parseh, 18 Januari 2016.
102
Mbah Hamid, wawancara, Parseh, 18 Januari 2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
pasangan itu dengan mensedekahkan hasil penjualan mahar dengan harapan mendo’akan arwah yang meninggal tersebut. Sedangkan jika pasangan suami istri itu bercerai. Status mahar akan menjadi milik istri. Keterangan dari Bapak Ju’in: “Tidak banyak warga sini yang bercerai, hanya beberapa saja. Sepengetahuan saya mahar akan menjadi milik istri jika bercerai”.103
3. Persepsi masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan Terhadap Tradisi yang Melarang Istri Menjual Maharnya Adat istiadat masyarakat adat yang bersumber pada nenek moyang menjadikan berbeda-beda antara masyarakat adat satu dengan lainnya. Seperti halnya mahar, bagi masyarakat Desa Parseh mahar adalah pengikat perkawinan yang tidak boleh dijual. Alasan mereka diantaranya adalah mematuhi aturan nenek moyang. Mengetahui bahwa subyek dari penelitian ini adalah istri yang artinya wanita yang sudah kawin. Maka perlu data berapa banyak wanita yang sudah kawin di Desa Parseh. Dari jumlah penduduk Desa Parseh adalah 3152 jiwa terdapat tercatat 1162 yang perkawinannya tercatat di KUA Socah. Berikut tabelnya:104
103
Bapak Ju’in, wawancara, Parseh, 13 Februari 2016
104
Laporan Tahunan KUA Kecamatan Socah tahun 2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
TABEL (VII) DATA PERKAWINAN PENDUDUK DESA PARSEH No.
Jenis Kelamin
Jumlah Perkawinan yang Tercatat
1
Pria
581
2
Wanita
581
Jumlah
1162
Dari jumlah tersebut bisa diketahui bahwa terdapat 581 wanita yang sudah menikah dan akan menjadi subyek dari kasus yang diteliti ini. Dari data tersebut akan diambil 25% untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini dan diambil secara acak yang berjumlah 145 orang.105 dan hasil yang didapat dari responden jawaban mereka mengenai tradisi tersebut bisa dilihat dari table berikut:106 TABLE (VIII) No.
Jawaban Responden
Jumlah
1
Mempercayai
107
2
Tidak Mempercayai
38
Jumlah
145
105
Arahan Bapak Dr. H. Muh. Fathoni Hasyim, M. Ag., Penguji 1, 09-Februari-2016.
106
Hasil wawancara responden Desa Parseh, 14 Februari 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
Sedangkan alasan dari responden pro dengan tradisi melarang menjual mahar namun dengan alasan yang berbeda seperti yang dikatakan Ibu Rochana (37) masyarakat Desa Parseh: “Saya sependapat dengan tradisi ini (larangan menjual mahar), karena dikhawatirkan jika mahar tersebut dijual dan hasil penjualan itu dibelikan beras. Tanpa sengaja hak-hak yang seharusnya milik istri ikut termakan suami dan hal itu belum ada izin dari istri”.107 Namun ada juga pendapat yang berbeda mengenai pemahaman arti mahar. Biasanya berasal dari golongan pemuda atau juga pendatang dari luar daerah Desa Parseh. Salah satunya ibu Halimah (30) , yang menyatakan: “Saya kurang percaya dengan adat itu (melarang istri menjual mahar). Kalau sekarang itu kebutuhan hidup meningkat dan kalau dibutuhkan, saya juga akan menjualnya.”108 Hal senada juga dinyatakan oleh ustad Fahruddin (43) seorang guru ngaji di Desa Parseh yang berasal dari luar desa: “Saya tidak begitu mempercayai hal itu (tradisi larangan menjual mahar), karena al-Qur’an dan Nabi Muhammad juga tidak mencontohkan aturan tersebut (tradisi larangan menjual mahar). Tapi dalam Islam juga memberikan perintah untuk taat dan mematuhi orang tua. Namun mungkin masyarakat Desa Parseh akan meninggalkan tradisi ini (tradisi larangan menjual mahar) karena banyak anakanak Desa ini yang di pondokkan di Surabaya”.109
107
Ibu Rochana, wawancara, Parseh, 18 Januari 2016.
108
Ibu Halimah, wawancara, Parseh, 18 Januari 2016.
109
Ustad Fakhruddin, wawancara, Parseh, 18 Januari 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id