36
BAB III KONSEP PEREMPUAN DALAM BERBAGAI PERAN
A. Konsep perempuan dan kepemimpinan perempuan 1. Konsep Feminisme Feminisme atau gerakan feminis (perempuan), dapat dipahami sebagai kajian (paradigma), metodologi yang bertujuan untuk mengungkap bahwa dalam realitas sosial, budaya, politik, terdapat ketimpangan gender, yaitu relasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan, ketertindasan perempuan, stereotipe yang terjadi pada perempuan. Meskipun feminisme ini bukan sebagai teori atau cara pandang, namun feminisme dapat dikatakan sebagai sebuah gerakan yang memiliki tujuan. Beberapa tujuan dari adanya gerakan feminisme ini diantaranya; memberikan informasi kepada perempuan mengenai kehidupan, memberikan perubahan kepada kehidupan perempuan yang mengalami ketidakadilan gender, serta subordinasi.54 Terdapat gelombang besar gerakan feminisme; yang pertama, dimulai pada sekitar tahun 1830-1920, seperti tokoh-tokonya: Mary Wollstoncraft, Sojourner Truth, Elizabeth Candy Stanton. Pada periode pertama, feminisme tersebut memperjuangkan agar mendapatkan akses pendidikan, penuntutan hak suara, dan memperjuangkan hak-hak sipil.
54
Akhyar Yusuf Lubis, Pemikiran Kritis Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 96.
36 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Pada gelombang kedua sekitar tahun 1920-1970; pada periode kedua para feminis sudah memiliki kemandirian berfikir, sehingga pada periode ini para feminis ingin memperjuangkan upaya untuk menghasilkan teori-teori baru yang didasarkan dari pengalaman dan harapan kaum perempuan. Tokoh-tokoh dalam periode kedua diantaranya: Simone De Beauvoir, Betty Friedan, Kate Millet, Germaine Greer. Pada periode kedu gerakan feminisme memperjuangkan agenda supaya perempuan mendaptkan akses bekerja, mendapatkan pendidikan, dan kontrol terhadap kelahiran atau kebijakan upah yang setara. Selain itu juga, pada periode kelompok kedua ini memperjuangkan mengenai egalitariannisme atau kesetaraan, dan berusaha memahami keadaan terjadinya penindasan dan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Pada gelombang ketiga, dimulai sekitar tahun 1960-1970, pada periode tersebut feminisme dipengaruhi oleh teori kritis dan teori postmodernisme serta post strukturalisme lewat pemikiran para tokohnya diantaranya: Jacques Derrida, Michel Foucault, Jacques Lacan dan Francois Lyotard. Adanya pemikiran postmodernisme dan post struktualisme sehingga memberikan perbedaan dalam upaya-upaya memajukan perempuan. Jika pada periode kedua antara laki-laki dan perempuan sangat dipisahkan dalam hal ketidakadilan gender, maka pada periode ini tidak terlihat jelas pemisahan antara laki-laki dan perempuan, namun upayaupaya seperti isu-isu mengenai politik, perbedaan, dan lokalitas diperjuangkan pada periode ini. Tokoh-tokoh dalam periode ini seperti Helen Cixous, Luce Iragary dan Yulia Kristeva.55
55
Ibid, 102.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Gerakan feminisme dipandang sebagai hasil dari konstruksi sosial, dalam kajian feminisme terdapat beberapa istilah yang melekat dan tidak dapat dipisahkan seperti seks, dan gender. Dalam istilah seks, dan gender terdapat beberapa perbedaan, seperti pada arti seks lebih mengacu pada perbedaan genetis dan biologis (jenis kelamin perempuan dan laki-laki), sedangkan gender mengacu pada sifat, karakter, ciri-ciri dan fungsi yang melekat kepada individu, misalnya seorang laki-laki adalah kuat, rasional, mecari nafkah, harus tampil di depan publik, sedangkan perempuan adalah lemah, emosional, harus berada di ruang privat (menjaga keluarga). Sehingga adanya gender yang terbentuk dari hasil konstruksi sosial menimbulkan yang disebut ketimpangan gender atau ketidakadilan gender. Adanya ketidakadilan gender ini sering terjadi pada perempuan, beberapa contoh misalkan jika ada keluarga kekurangan secara ekonomi maka laki-laki yang lebih diutamakan mendapat pendidikan, sedangkan perempuan
dikorbankan
untuk
tidak
mendapatkan
pendidikan,
karena
beranggapan perempuan saat dewasa akan di rumah dan mengurusi keluarga sedangkan laki-laki yang bekerja mencari nafkah dan sebagai tulang punggung keluarga, sehingga terbentuklah marginalisasi. 56 Dari beberapa penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa isuisu mengenai feminisme sudah terbentuk pada tahun 1920, yang dari ketiga periode munculnya feminis adalah sama-sama menginginkan kebebasan untuk tampil di depan publik, seperti mengeyam pendidikan, berusaha mendapatkankan pengakuan dari pemerintah. Tidak seperti pada abad 21 saat ini, perempuan
56
Ibid, 107.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
menyuarakan aspirasinya melalui ingin ikut serta dalam pembentukan suatu negara atau dengan kata lain menjadi pemimpin masyarakat. Dari penjelasan diatas mengenai isu-isu ketidakadilan gender, dalam Islam isu ketidak adilan gender masuk pada abad ke 19. Budaya kebangsaan Eropa muncul memberikan perubahan dalam bidang politik, ekonomi, dan kultural yang mengangkat derajat perempuan.57 Menurut Nasaruddin” secara sosio- historis, sejak awal Islam menegaskan bahwa diskriminasi peran dan relasi gender adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihilangkan. Islam memberikan amanah manusia untuk memperhatikan konsep keserasian, keselarasan, keseimbangan, keutuhan baik lingkungan dan sesama manusia”.58 Dalam Islam diperkenalkan konsep kesetaraan gender yang mengacu pada ayat-ayat al-Qur’an seperti: An-Nahl (16:90) yang menjelaskan mengenai perwujudan keadilan dan kebajikan, An-Nisa’ (4:58) mengenai keamanan dan ketentraman, Ali-Imron (3:104) mengenai menyeru pada kebaikan dan mencegah kejahatan.59 Islam adalah agama yang sangat menekankan kehormatan sesama manusia, seperti pada surat An-Nisa’ ayat 32 yang artinya:
ٓ ّ ْ ُ َ َ ۡ َّ َ َّ َ َ ْ ۡ َّ َ َ َ َ َ ُ َ َۡ ّ يب ٞ جال اىَص َ ّ الَع َاب ۡعض ّال ٰ َ َ ك ۡم وا ا َول ِلن ِ َساءِا ام َِّها اٱكتست ا ٱّلل اة ِ اًِۦ ابعظ انا افظل ا ُا ل اتتهيوا وا ِ ِ ِلر ِ ٖۚ َّ ْ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ ّ ُ َ َ َ َّ َّ ٓ ۡ َ ّ يب ٞ ىَص ٗ اعل ا٣٢ِيهاا ٱّللاَكناةِك ِلاَش ٍء ٱّللانِوافظل ِ اًِن اۦاإِنا ا سألواا َا ب ناو ام َِّهااٱكتس ا ِ
57
Kadarusma, Agama, Relasi Gender dan Feminisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), 61. Nasaruddin Umar, Rekonstruksi Pemahaman Gender Dalam Islam: Agenda Sosio- Kultural dan Politik Peran Perempuan, ( Jakarta: el- Kahfi, 2002), 11. 59 Syaifuddin Al Ayubi, “Konsep Dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender Dalam Wacana Sosial Politik”, Jurnal Penelitian Keislaman, vol 11. No 2, (Juli 2015), 3. 58
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebahagian kamu atas sebahagian yang lain karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, mohonlah kepada Allah sebahagian dari karunianya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”60 Dari uraian ayat di atas maka dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an menjelaskan hak perempuan seperti: hak waris, hak di luar rumah, hak memperoleh pekerjaan, hak politik, hak memberikan kesaksian, dan hak menentukan pendidikan. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa “ semua manusia dipandang sama dalam harkat martabat, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaaan, kesukuan ataupun lainnya. Satu-satunya aspek yang membedakan antara manusia satu dengan lainnya adalah ketakwaannya.61 Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa, feminisme tidak hanya ada di dalam kebudayaan barat, namun Islam juga sangat mendukung feminisme. Karena, Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan kepada semua umatnya baik laki-laki maupun perempuan. Islam menolak semua kebijakan yang membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, karena menurut apa yang telah tercantum di dalam al-Qur’an, yang membedakan satu dengan yang lainnya hanyalah persoalan ketakwaan setiap individu kepada Allah Swt. Beberapa penjelasan mengenai feminisme telah dijelaskan di atas, untuk melengkapi informasi mengenai konsep feminisme maka
60 61
Depag, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1989), 122. Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 2000), 102.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
pada penjelasan berikutnya akan menjelaskan mengenai konsep kepemimpinan perempuan.
2. Konsep Kepemimpinan Perempuan Kepemimpinan adalah hal penting dan paling utama dalam pembahasan mengenai kemajuan suatu kelompok, organisasi, atau suatu bangsa dan negara. Dengan adanya pemimpin tersebut suatu kelompok, organisasi, bangsa atau negara akan terlihat arah, dinamika, dan kemajuan-kemajuan yang akan diberikan oleh pemimpin tersebut. Ketika membicarakan mengenai kepemimpinan perempuan banyak terjadi perbedaan pendapat, antara yang menyetujui jika perempuan boleh memimpin dan pendapat yang tidak setuju jika perempuan tampil di depan publik dan menjadi seorang pemimpin. Menurut pandangan para ahli fiqih menyatakan bahwa peran perempuan dalam politik masih menjadi perdebatan dan perbedaan pendapat. Namun, pendapat banyak ulama terutama ulama fuqoha salaf sepakat bahwa perempuan dilarang menjadi pemimpin. Pernyataan tersebut berdasarkan pada An-nisa’ ayat 34 yang artinya : “ laki-laki adalah pemimpin atas perempuan-perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas yang sebagian”.62 Serta hadits nabi yang menyatakan bahwa “ Tidak akan memperoleh keberhasilan suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada wanita” (HR. Bukhari).63 Sedangkan menurut ulama konteporer seperti Yusuf Al-Qordhawi yang memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda mengenai kepemimpinan wanita 62
Ibid. Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan Dari Allah: ringkasan tafsir Ibnu Katsir I, terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 703. 63
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
dalam berpolitik. Qordhawi berpendapat bahwa penafsiran terhadap surat Annisa’ 34, “ laki-laki menjadi pemimpin wanita disini adalah kepemimpinan di dalam rumah tangga, karena laki-laki telah menginfaqkan hartanya, berupa mahar, belanja dan tugas yang dibebankan oleh Allah kepadanya untuk untuk mengurus mereka”. Qordhawi membolehkan wanita berpolitik dikarenakan pria dan wanita dalam hal muamalah memiliki kedudukan yang sama, hal ini dikarenakan keduanya sebagai manusia mukallaf yang diberi tanggung jawab penuh untuk beribadah, menegakkan agama, menjalakan kewajiban, dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Pria dan wanita memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai pemimpin dalam berpolitik.64 Hampir sama dengan pendapat Yusuf Al-Qordhawi, menurut Quraish Shihab bahwa dalam al-Qur’an banyak menceritakan persamaan kedudukan wanita dan pria, yang membedakannya adalah ketaqwaannya kepada Allah Swt. Tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, warna kulit, dan suku. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta untuk saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya, sebagai mana yang telah dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 71 yang artinya : ”Dan orangorang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan rasulnya”l. Mereka itu
64
Yusuf Al- Qardhawi, Meluruskan Dikotomi Agama & Politik, Bantahan Tuntas Terhadap Sekulerisme dan Liberalisme, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar 2008), 229.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
akan diberikan rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana”.65 Islam sebenarnya tidak menempatkan perempuan berada didapur terus menerus, namun jika dilakukan itu adalah sesuatu yang baik. Pada dasarnya istri tidak berkewajiban melayani suami dalam hal memasak, mengurus rumah, menyapu, menjahit dan sebagainya. Akan tetapi jika itu dilakukan oleh istri maka itu merupakan hal yang baik. Sebenarnya suamilah yang berkewajiban untuk memberinya atau menyiapkan pakaian yang telah dijahit dengan sempurna, makanan yang telah dimasak secara sempurna.66 Seperti dalam al-Qur’an surat Albaqarah ayat 233 Artinya : “..... dan kewajiban Ayah memberi makan dan pakaian kepada para Ibu dengan cara ma’ruf”.67 Kedudukan perempuan dan pria adalah saling mengisi satu sama lainnya, tidak ada yang superior. Hanya saja laki-laki bertanggung jawab untuk mendidik istrinya menjadi lebih baik dihadapan Allah Swt. Berdasarkan ketetapan undang- undang telah ditetapkan bahwa tidak terdapat
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang.
Pembahasan mengenai persamaan antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat dilihat dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27, ditegaskan juga di dalam garisgaris besar haluan negara tahun 1993, dan pengukuhan konvensi PBB tahun 1952
65
Departemen Agama, Al- Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1989), 291. Quraish Shihab, Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), 915. 67 Departemen Agama, Al- Qur’an dan Terjemahnya,.... 57. 66
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
tentang hak-hak politik perempuan dan konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.68 Gadis Arivia mengatakan bahwa “ pengalaman perempuan harus diikut sertakan dalam politik sebagai salah satu asas demokrasi”.69 Terdapat banyak wacana yang menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki diberikan hak yang sama dalam ikut serta memajukan negara, maka perempuan harus ikut serta dalam memimpin atau tampil di depan publik untuk menyuarakan pendapatnya. Konsep malestream, adalah suatu konsep yang berlaku dalam tingkat lokal tataran masyarakat diatur lebih banyak oleh pemimpin laki-laki. Sehingga, hal tersebut sangat sulit untuk perempuan masuk dalam tatanan kenegaraan. Suasana agresivitas maskulin, uang dan sedikitnya ruang untuk perempuan yang disediakan oleh partai menjadi semakin memojokkan perempuan. Konsep atau kerangka kerja malestream harus dihilangkan, perempuan harus berupaya untuk mengambil kesempatan dan menguatkan kepentingan-kepentingan perempuan di setiap bidang publik. Dalam al-Qur’an menguraikan hak-hak perempuan seperti pada surat AnNisa’ayat 32 :
ٓ ّ ْ ُ َ َ ۡ َّ َ َّ َ َ ْ ۡ َّ َ َ َ َ َ ُ َ َۡ ّ يب ٞ جال اىَص َ ّ الَع َاب ۡعض ّال ٰ َ َ ك ۡم وا ا َول ِلن ِ َساءِا ام َِّها اٱكتست ا ٱّلل اة ِ اًِۦ ابعظ انا افظل ا ُا ل اتتهيوا وا ِ ِ ِلر ِ ٖۚ َّ ْ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ ّ ُ َ َ َ َّ َّ ٓ ۡ َ ّ يب ٞ ىَص ٗ اعل ا٣٢ِيهاا ٱّللاَكناةِك ِلاَش ٍء ٱّللانِوافظل ِ اًِن اۦاإِنا ا سألواا َا ب ناو ام َِّهااٱكتس ا ِ
68
Alimatus Sahrah, “Persepsi Terhadap Kepemimpinan Perempuan” , Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol 19, No 3, (2004), 222. 69 Gadis Arivia, Feminisme Sebuah Kata Hati, (Jakarta: Buku Kompas, 2006), 289.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sungguh Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”70 Dapat disimpulkan dalam surat An-Nisa’ ayat 32 secara tegas menjelaskan mengenai hak perempuan, seperti hak waris, hak diluar rumah, hak memperoleh pekerjaan, hak politik, hak memberikan kesaksian, hak memilih teman hidup, hak menentukan pendidikan dan lainnya. Salah satu bentuk pengakuan Islam terhadap kesamaan dan kesetaraan tersebut disandarkan pada posisi laki-laki dan perempuan dipandang dari derajat ketakwaannya tanpa membedakan jenis kelamin manusia. Syaifuddin mengatakan bahwa” di dalam Islam terdapat lima prinsip mengenai status perempuan diantaranya: kesetaraan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah, hak-hak yang sama dalam hubungannya dengan alam, posisi perempuan dalam struktur sosial, keberagaman dalam kesatuan, dunia penciptaan bersifat permanen dan sempurna meski beragam”.
71
Pembahasan mengenai
kesetaraan laki-laki perempuan dihadapan Allah adalah tidak ada perbedaan, yang membedakan hanya tingkat ketakwaan seorang hamba kepada Tuhannya. Hak-hak yang sama dalam hubungan dengan alam, relasi antara manusia dengan alam dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Jaatsiyah ayat 13, yang artinya “Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang dilangit dan apa yang di bumi 70
Depag, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1989), 122. Syaifuddin al Ayubi, “Konsep Dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender Dalam Wacana Sosial Politik”, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol 11, No 2, (Juli 2015), 8. 71
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
semuanya, (sebagian rahmat) dari-Nya....”.72 Allah menegaskan bahwa pemanfaatan dan penguasaan alam harus bersamaan dengan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan fisik seseorang. Seorang manusia mempunyai hak dalam memanfaatkan alam, namun juga harus bertanggung jawab atas keberlangsungan alam. Posisi perempuan dalam struktur sosial, laki-laki dan perempuan mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan, laki-laki dan perempuan mempunyai peran aktif dan menikmati hak-hak sosialnya, seperti al-Qur’an alAhzab ayat 72 :
َ ۡ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َّ ۡ ََََ َ َۡ َ ۡ َ ۡ ََ ََۡ َۡ َ َ َََۡ َ ۡ َ ٰ َ ٱۡل ِ وا نس ُا اا ا ل َم ااو ا ِي ن ا و ن ق ف أ ااو ا ي ل ه ا ناي اأ ۡي ب أ ف ا ا ل ا ت ٱۡل ا و ا ا ۡرض تا اوٱۡل إِىااع َرطيااٱۡلناى اثالَعاٱلسمٰو ٰ ِا ِ ِ ِ ِ ٗ
ُ
َ
َّ َ َ ٗ اظل َ ون ا ا٧٢ولا ااج ُا ا إِى ُاًۥاَكن
“ sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat langit, bumi, dan gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu danmereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia...”. Dapat disimpulkan bahwa laki-laki tidak lebih unggul dibandingkan perempuan, karena keduanya mempunyai tanggung jawab dan hak-hak sosial yang sama. Tugas-tugas kemasyarakatan harus dipusatkan kepada semua jenis kelamin sesuai dengan kapasitas masing-masing.73
72
Depag, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 816. Syaifuddin al Ayubi, “Konsep Dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender Dalam Wacana Sosial Politik”, Jurnal Penelitian Keislaman, 10. 73
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Islam membolehkan wanita bekerja di luar rumah dalam rangka mendukung pembangunan masyarakat, misalnya sebagai guru, dosen, dekan, rektor, manager, atau direktur perusahaan, pemilik supermarket, pengacara dan sebagainya. Dari sekian banyak peran, tugas sekaligus aktivitas yang bisa atau perlu didalami perempuan sebagai anggota masyarakat, tentunya pilihan perempuan juga didasarkan pada ketentuan syara’. Perkembangan gerakan feminis akan mengarahkan pada upaya untuk melibatkan perempuan dalam kehidupan politik. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan, meskipun secara kuantitatif sudah terjadi kenaikan yang signifikan pada keterlibatan perempuan dalam dunia kerja dan pendidikan.74 Adanya gerakan-gerakan yang menyuarakan mengenai kebebasan perempuan dalam ranah publik terkadang tidak relevan dengan dalil-dalil alQur’an dan hadis dalam bentuk teks-teks suci yang diyakini secara pasti kebenarannya, tetapi tidak dengan pemahaman dan penafsirannya. Penafsiran terhadap teks-teks yanga ada di dalam al-Qur’an sering dianggap bias kepentingan, tergantung siapa yang menafsirkan, dan demikian juga dengan penerapan satu dalil pada suatu kasus tertentu sering tidak relevan, bahkan mungkin bertolak belakang. Dengan ungkapan lain, harus ada upaya reintreperetasi teks-teks suci yang ada di dalam al-Qur’an sehingga maknanya sejalan dengan konteks, sehingga terkesan bias gender.75
74
Siti Muslikhati, Feminisme dan pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2004), 130- 134. 75 .Siti Musdah Mulia, “ Menggagas Kurikulum yang Berperspektif Gender”, perta, vol VI, (No 1, 2003), 26.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
Kaum perempuan mendapat kesempatan untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan di luar rumah. Sehingga, tampillah beberapa perempuan ungul dalam berbagai bidang kehidupan seperti politik, sastra, syair, perdagangan dan sebagainya. Mereka adalah perempuan perkasa dan pemberani, dan ikut berjuang dalam pertempuran. Misalnya, Sulma bin Anar dari bani Addiy al- Najjar, yaitu seorang pahlawan yang gagah perkasa, Sulma tidak pernah menikah, tetapi semua urusan ada ditangannya.76 Dalam peperangan Uhud misalnya, Umrah bin Al-Qamah Al-Harissiyah adalah pembawa dan pengibar panji peperangan dan Hindun bin Abi Sufyan memberi semangat kepahlawanan kepada para pasukan perang. Perempuan Arab pada masa Jahilyah pada umunya memilih sendiri calon suami mereka sebelum perkawinan.
Orang
tua
tidak
akan
mengawinkan
putrinya
sebelum
dimusyawarahkan dengan yang bersangkutan. Perempuan digambarkan terhormat dan jauh dari hal-hal yang tidak baik, dan ini diperoleh sebagai akibat dari kecintaan mereka terhadap kebebasan dan percaya diri. Walaupun, dari sisi lain, terungkap mengenai kebiasaan buruk terhadap yang terdapat pada sebagaian masyarakat Arab jahiliyah, seperti membunuh anak perempuan mereka dengan menguburkannya hidup-hidup. Namun, keadaan itu tidak berlaku umum pada kabilah-kabilah Arab dan hanya terjadi pada kabilah tertentu, seperti kabilah Bani Tamim Ibn Murr dan bani Asad. Keadaan tersebut hanya berlangsung dalam waktu yang tidak lama, karena bertentangan dengan hukum akal dan perasaan kedua orang tua. Keadaan inilah yang membuat yang membuat mereka tampil 76
Siti Musdah Mulia, Menuju Kemandirian politik Perempuan, (Jakarta: Kibar Press, 2008), 52.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
sebagai tokoh-tokoh perempuan yang terkenal, yang pengaruhnya terbukti sampai pada permulaan Islam. Di antara tokoh-tokoh perempuan yang memberikan kontribusinya terhadap Islam yaitu di antaranya: Sulma bin Amr, Khadijah bin Khuwailid, Al-Khansa, Kharnaq, Hind bin Al-Khass, dan Zainab.77 Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa perempuan juga harus mengambil peran dalam memajukan suatu negara, karena sebagai warga negara masyarakat mendapat beban yang sama yaitu memajukan suatu daerah dalam ruang lingkup kecil dan bahkan negara dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu laki-laki dan perempuan tanpa terkecuali, hal ini juga di dasarkan pada beberapa penjelasan di atas seperti pada al- Qur’an surat At-Taubah ayat 71 yang artinya: ”Dan orangorang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberikan rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana”.78. Dari ayat tersebut dapat disimpulkan jika, antara laki-laki dan perempuan mempunyai tugas yang sama yaitu melakukan hal kebaikan dan meninggalkan hal yang buruk, dapat ditarik benang merah dari ayat tersebut bahwa laki-laki dan perempuan wajib melakukan hal kebaikan seperti dalam memimpin suatu negara baik memimpin sebagai bupati, menteri, bahkan kepala Negara. Pada masa Rasulullah sahabat-sahabat perempuan ikut andil dalam melaksanakan kegiatan di luar rumah atau di depan publik, dan bahkan seperti Ummu Umarah berhasil melindungi Rasulullah dari busur panah yang diberikan 77 78
Ibid, 54. Departemen Agama, Al- Qur’an dan Terjemahnya, 291.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
oleh musuh pada saat itu. Peran perempuan tidak diraguhkan lagi keberadaannya, pada zaman Rasulullah sudah banyak sahabat perempuan yang memberikan kontribusinya terhadap pembelaan kepada Islam, tidak ada alasan perempuan tidak diperbolehkan menjadi seorang pemimpin.79 Pendidikan, tingkat intelektual, yang dimiliki perempuan pada zaman sekarang tidak diragukan lagi, karena untuk menggapai pendidikan sangat mudah, dan berkembangnya teknologi sangat berperan terhadap pengetahuan yang dimiliki perempuan pada zaman sekarang, untuk mengakses teknologi sangat mudah, sehingga mudah untuk perempuan dalam upgradeding tingkat pengetahuannya, agar perempuan tidak dipandang sebelah mata dalam hal tingkat kebijaksaan, loyalitas, intelektual, serta kepemimpinannya.
B. Perempuan Dalam Berbagai Peran 1. Peran Perempuan Sebagai masyarakat Perempuan memiliki hak kebebasan untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, perempuan bukan diciptakan untuk kesenangan orang lain ataupun untuk melayani orang lain. Sebagai ciptaan yang sederajat, perempuan mempunyai hak otonomi atas kehidupannya. Ketika perempuan hanya dijadikan sebagai properti maka, pada saat itu perempuan kehilangan otensitas keindividualitasnya yang otonom. Perempuan dijadikan properti yang memiliki sifat pasif, pasrah, tidak punya keinginan, tidak kreatif, tidak memiliki kehendak, tidak memiliki ambisi,
79
Ibid, 56.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
dan tidak produktif. Jika itu diberikan kepada perempuan maka hal tersebut akan menghapus sifat kreativitas dan produktivitas yang dimiliki oleh perempuan. Kondisi tersebut memarjinalkan perempuan karena kemampuan, kompetensi, dan kualifikasi perempuan untuk memasuki persaingan dalam sistem kapitalisme.80 Kapitalisme merubah perempuan yang berada dalam posisi sektor privat menjadi harus berani tampil dalam sektor publik. Hal tersebut, membawa dampak bagi perempuan sebagai masyarakat atau komunitas. Perempuan pada zaman dahulu menduduki dan mengelola bagian domestik, namun seiring berjalannya waktu pekerjaan domestik ditarik keluar dari kehidupan keluarga dan dialihkan ke dalam ruang lingkup yang lebih luas yaitu dalam sektor publik. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dalam sektor publik tidak lagi bersifat sukarela dan pengabdian, namun berubah menjadi komersial dan profesional. Sebagai anggota masyarakat dan komunitas yang kapitalis, perempuan harus memiliki kebebasan dan demokrasi. Ketika perempuan menghadapi perlakuan yang tidak adil karena kefeminitasannya, maka perempuan harus bangkit untuk memeperoleh hak-hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki.81
2. Perempuan Sebagai Anggota Keluarga Keluarga adalah sumbangan positif bagi tatanan sosial, salah satu fungsi keluarga adalah untuk menjadi model bagi hubungan-hubungan kekuasanan. Relasi di dalam keluarga yang merupakan model relasi kekuasaan di dalam 80 81
Marselina Nope, Jerat Kapitalisme Atas Perempuan, (Yogyakarta: Rasist Book, 2005), 144. Ibid, 148.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
masyarakat yang lebih luas. Prespektif marxiz melihat keluarga melalui fungsinya untuk melayani kepentingan pemegang kekuasaan ekonomis di dalam masyarakat, dengan cara memproduksi dan mensosialisasikan pekerja muda sebagai partisipan kerja berdasarkan pembagian kelas. Keluarga dipandang sebagai sistem yang mereproduksi struktur dominasi yang ada dalam dunia ekonomi.82 Dari lingkungan keluarga tradisional dapat kita lihat dalam pengelolahan pekerjaan rumah tangga 95% akan dibebankan kepada Ibu, dan bantuan serta keterlibatan ayah dan anak-anak sangat sedikit. Peran pembantu rumah tangga dalam menangani pekerjaan secara fisik cukup besar, namun tanggung jawab akhir tetap ditangan Ibu, sehingga ibu merasa terperas energinya dalam mengurus pekerjaan rumah. Tumbuhnya upaya-upaya untuk bersama dan saling mendukung antara sesama anggota keluarga sebaiknya dengan cara-cara yang lebih demokratif di dalam menangani pekerjaan rumah tangga.83 Adanya permasalahan patriarki oleh para feminis, prespektif itu mulai mendapat semangat. Para feminis menganggap patriarki sebagai masalah serius untuk menjelaskan kondisi kehidupan di antara laki-laki dan perempuan di dalam sebuah keluarga. Pada dasarnya kelompok feminis memandang keluarga sebagai suatu institusi melalui struktur patriarkalnya, menindas perempuan dengan cara sosialisasi yang membedakan menurut gender. Dalam masyarakat yang menganut sistem kapitalisme kehidupan keluarga dipengaruhi oleh nilai-nilai kapitalisme. Suami, istri, dan anak dibebani tugas masing-masing sesuai dengan peran meraka, keluarga dilihat sebagai unit 82
Kris Budiman, Sangkan Paran Gender, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 142. Mar Joire Hansen Shaevitz, Wanita Super, “terj”, Agus Susanto, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 145. 83
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
produksi terkecil dengan para anggotanya sebagai pelaku produksi, secara konvensional, ayah adalah sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab dengan kehidupan keluarganya maka ayah harus bekerja, ibu adalah berkerja dalam ruang domestik yang mengelola rumah tangga, dan anak adalah sebagai tenaga kerja tambahan dengan membantu kedua orang tuanya.84 Dalam
kesetaraan,
hak-hak
perempuan
untuk
mengekspresikan
keinginannya harus dihargai. Begitu juga ketika perempuan berpendapat mengenai dirinya. Hal ini juga berperan dalam pengambilan keputusan dalam bereproduksi. Dengan adanya kebebasan terhadap individual seorang perempuan dibebaskan untuk berkuasa dan memiliki dirinya sendiri. Masalah keputusan dan kehendak apabila seorang perempuan memutuskan untuk memiliki anak. Dengan konsekuensi perempuan berkewajiban dan bertanggung jawab pada setiap keputusan. Perempuan adalah individu yang memiliki kebebasan, peran perempuan dalam keluarga seharusnya seperti relasi yang telah diberitahukan oleh Allah bahwa suami-istri harus saling tolong-menolong dan saling mendukung dalam suka maupun duka sesuai dengan kodratnya. 85
3. Peran Perempuan Sebagai Tenaga Kerja Dalam zaman modern saat ini, bangsa dan perempuan Indonesia memasuki suatu era baru yaitu industrialisasi. Namun, terdapat problem bagi 84 85
Marselina Nope, Jerat Kapitalisme Atas Perempuan, 141. Ibid, 142.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
perempuan dalam menyongsong zaman industrialisasi, terdapat tiga permasalaha diantaranya kemiskinan, menyebabkan perempuan tidak mendapat kesempatan untuk mengeyam pendidikan yang memadai termasuk penguasaan keterampilan yang rendah. Kedua, adanya persaingan antara buruh laki-laki dan perempuan, keterampilan yang relatif rendah oleh buruh perempuan membuat perempuan dalam posisi rendah, ketiga dilema yang dialami oleh perempuan antara keinginan mereka untuk bekerja untuk memperoleh pendapatan yang mandiri dan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga hal tersebut sangat sulit diatasi oleh perempuan.86 Hukum Islam memperbolehkan perempuan untuk mendapatkan waris dan secara independen memiliki harta kekayaan dan boleh mengelola sendiri kekayaannya. Sehingga, wanita perlu untuk bekerja di luar rumah, namun menjadi sebuah permasalahan perempuan masih diberikan beban pekerjaan rumah tangga setelah pulang dari bekerja. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa membebankan pekerjaan rumah kepada wanita yang bekerja di luar adalah sebuah penindasan. Evi Muafiah mengatakan bahwa “nafkah adalah pemberian seseorang kepada orang lain sesuai dengan perintah Allah, seperti pemberian terhadap istri, anak, orang tua, kerabat”, nafkah merupakan hak istri atas suami atau kewajiban seorang suami kepada istrinya”.87 Dalam suatu hadits dijelaskan bahwa nafkah adalah kebutuhan antara lain pakaian, makanan dan perbuatan yang baik. Perkawinan adalah salah satu
86
Loekman Soetrisno, Kemiskinan, Perempuan, & Pemberdayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 84. 87 Evi Muafiah, “ Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam”, Cendikia, Vol 3, No 2 (JuliDesember, 2005), 74.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
munculnya pemberian nafkah. Kewajiban tersebut tetap melekat untuk suami walaupun perempuan/ istri mempunyai penghasilan sendiri. Kewajiban suami untuk memberikan nafkah sering menimbulkan kesalah pahaman. Memberi nafkah mengandung arti mencukupi kebutuhan dan itu dilakukan dengan bekerja, sehingga muncul kesimpulan hanya suami yang boleh bekerja, istri sebagai pihak penerima nafkah hanya boleh berdiam diri di rumah. Dalam masyarakat muncul istilah suami kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Istilah tersebut memunculkan konotasi pada pembagian wilayah kerja antara publik dan domestik yang sudah membudaya. Sehingga, ketika istri bekerja di wilayah publik yang dihargai hanya sebagian daripada hasil kerja laki-laki, karena perempuan sifatnya hanya membantu. Dari sini muncul anggapan bahwa hal tersebut menyudutkan pihak perempuan dalam dunia kerja.88
4. Peran Perempuan Sebagai Warga Negara Menurut Nasaruddin Umar mengakatakan bahwa realitas isu-sisu gender sering terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat maupun institusi negara dengan berbagai ragam dan variasi yang dialami oleh perempuan, khususnya di tempat kerja, ketidakadilan dan kesetaraan gender bahkan mengarah pada kekerasan fisik, psikis, pelecehan seksual, perkosaan, dan merendahkan martabat kaum perempuan.89 Salah satu syarat kebebasan politik adalah adanya kebebasan ekonomi, sebagai konsekuensinya, perempuan dituntut untuk mampu mengaplikasikan 88
Ibid, 76. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Prespektif Al- Qur’an, (Jakarta: el- Kahfi, 2002), 252. 89
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
kebebasan politik melalui kegiatan ekonomi seperti bekerja. Karena perempuan tidak akan dapat berpartisipasi secara penuh sebagai warga negara jika perempuan dalam belenggu ekonomi. Terdapat beberapa isu yang menghalangi perempuan tampil dalam sektor perpolitikan, salah satu diantaranya penyimpangan dari kapitalisme atau paradoks yang dibawa oleh masyarakat kapitalis. Kapitalisme menuntut sektor domestik menjadi sektor publik, sebuah negara adalah replika dari
adanya
suatu
keluarga,
sehingga
kapitalisme
mendorong
adanya
implementasi patriarki menjadikan sebagai posisi terpenting dalam sebuah keluarga. Terbatasnya partisipasi perempuan dalam politik berhubungan dengan pembagian kerja. Politik termasuk dalam sektor publik sehingga hanya pantas untuk laki-laki dengan kata lain laki-laki mempunyai posisi pada subjek eksternal, sedangkan perempuan bertanggung jawab terhadap subjek internal dan domestik. Dengan anggapan tersebut tidak dapat dipisahkan pemikiran mengenai kepemimpinan adalah untuk maskulinitas, sedangkan kepasifan dan pengasuhan adalah sikap alamiah dari feminitas. Namun, dengan meningkatnya jumlah perempuan yang tampil di depan publik dengan bekerja dan menginginkan adanya kesetaraan gender. Seorang perempuan mampu memberikan kontribusi seperti laki-laki, sehingga laki-laki atau perempuan mendapatkan posisi dalam setiap masalah politik. Laki-laki dan perempuan harus menerima kesempatan yang sama dalam sistem kapitalisme yang kompetitf. 90 Dari pemaparan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa peran perempuan begitu komplek dan masih terkungkung dalam posisi sektor domestik,
90
Mar Joire Hansen Shaevitz, Wanita Super, “terj”, Agus Susanto, 159.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
meskipun perempuan tampil di depan publik, bekerja sebagai guru, dosen, politisi dan sebaginya perempuan juga masih mengemban tugas sebagai ibu rumah tangga yang melakukan kegiatannya membersihkan rumah, memasak, tanpa ada bantuan dari pihak keluarga lain seperti suami dan anak. Menurut penulis tugas yang di berikan kepada perempuan seperti mengurusi rumah tangga bisa dilakukan dengan kerja sama antara suami, istri, dan anak. Tidak seharusnya semua pekerjaan rumah tangga dibebankan kepada perempuan atau seorang Ibu. Seperti di dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 105 yang artinya: “Dan katakanlah “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitujuga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.91 Menurut Hosein Muhammad ayat tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya larangan bagi kaum perempuan untuk beraktivitas disektor publik. Sehingga, pada prinsipnya perempuan tidak dilarang bekerja atau beraktifitas di sektor publik, atau menunjukan kedudukan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam beraktivitas. Komitmen Islam pada persoalan sosial dan ekonomi adalah jika aktifitas manusia laki-laki dan perempaun pada sektor publik sesuai dengan norma-norma dan moral etiknya.92
91
Depag, Al- Qur’an Dan Terjemahan, (Bandung: Gema Risalah Press, 1989), 298. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: LKIS, 2001), 119. 92
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id