BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TERAPI SUFISTIK DAN PSIKOSIS
A. Konsep Islam Tentang Psikoterapi. Istilah psikoterapi (psychotherapy) mempunyai pengertian cukup banyak dan kabur, karena istilah tersebut digunakan dalam berbagai bidang operasional ilmu empiris, seperti psikiatri, psikologi, bimbingan dan penyuluhan (guidance and conseling), kerja sosial (case work), pendidikan dan ilmu agama.1 Istilah psikoterapi berasal dari kata Psyce dan Therapy, kata psyce berarti jiwa, sedangkan therapy yang berarti penyembuhan.2 Definisi psikotrapi dengan tepat memang sulit diberikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa psikoterapi adalah proses formal interaksi antara dua pihak atau lebih. Yang satu adalah profesional penolong dan yang lain adalah “pasien” (orang yang ditolong) dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada perubahan atau penyembuhan. Sebagai makhluk yang memiliki kesadaran, manusia menyadari adanya problem-problem yang mengganggu jiwanya. Oleh karena itu sejarah manusia juga mencatat adanya upaya mengatasi problem gangguan kejiwaan. Upaya tersebut ada yang bersifat mistik, yang irasional, ada juga yang bersifat logis, konseptual dan ilmiah. Secara alamiah manusia merindukan kehidupan yang tenang dan sehat, baik jasmani maupun rohani, kesehatan yang bukan hanya menyangkut badan, tetapi juga kesehatan mental. Suatu kenyataan menunjukkan bahwa peradaban manusia yang semakin maju berakibat pada semakin 1
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Pancasila, (Bandung : Sinar Baru, 1991), hlm. 156 2
Subandi, Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontempoler, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 2
13
14
kompleksitasnya gaya hidup manusia. Bersamaan dengan pesatnya modernisasi kehidupan, manusia harus menghadapi persangian yang amat ketat, pertarungan yang amat tajam, suatu keadaan yang menimbulkan kegalauan dan kegelisahan.3 Manusia tidak dapat mempertahankan kondisi kejiwaannya maka ia akan mengalami gangguan mental atau gangguan jiwa. Dengan demikian solusi yang ditawarkan lebih cenderung bersifat religius spiritual, yakni tasawuf. Keduanya menawarkan solusi bahwa manusia itu akan memperoleh kebahagiaan pada zaman apapun jika hidupnya bermakna. Masalah gangguan kejiwaan banyak pula dibicarakan dalam tazkiyat alnafs, yang diistilahkan Al-Ghazali dengan penyakit jiwa (amradh al-qulub atau asqam al-nufus), seperti yang terdapat dalam rub' al-muhlikat. Orang yang sakit jiwanya adalah orang yang tidak memiliki sikap I'tidal (keseimbangan) dalam berakhlak. Sebaliknya orang yang sehat jiwanya (shihiyat al-nafs) adalah orang yang bersikap I'tidal dalam berakhlak. Orang yang sakit jiwanya adalah yang buruk akhlaknya seperti, bersifat nifaq (munafik), memperturutkan hawa nafsu, berlebih-lebihan dalam berbicara, marah, iri, dengki, cinta dunia, cinta harta, bakhil, jah (mencari popularitas), ria', takabur, dan sombong. Sifat-sifat tercela ini menurut kesehatan mental dapat di pandang sebagai penyebab gangguan kejiwaan, karena sifatnya yang dapat menimbulkan guncangan batin dan ketidaktentraman jiwa atau menurut istilah tazkiyat membawa kepada kebinasaan (al-muhlikat). Dengan demikian, tazkiyat al-nafs dan kesehatan mental samasama memandang bahwa sifat-sifat tercela itu merupakan kejahatan yang dapat merusak kebahagian dan kesempurnaan jiwa manusia.4 Pandangan Islam terhadap kesehatan jiwa antara lain dapat dilihat dari peranan agama Islam bagi kehidupan manusia, yang dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Agama Islam memberikan tugas dan tujuan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Dengan melaksanakan konsep ibadah dan khalifah dalam Islam, manusia dapat menumbuhkan dan mengembangkan potensi jiwa dan memperoleh mental yang sehat.
3
Ahmad Najib Burhani, Manusia Modern Mendamba Allah, Renungan Tasawuf Positif, (Jakarta : Mizan Media Utama, 2002), hlm. 174-175 4
A.F. Jaelani, Penyucian Jiwa dan kesehatan Mental, (Jakarta : Amzah, 2001), hlm. 82-83
15
2) Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan hidupnya, seperti dengan cara sabar dan shalat. 3) Ajaran Islam membantu orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni melalui penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang di berikan nabi Muhammad saw. Tidak diragukan lagi, bahwa dengan banyak membaca sejarah kehidupan Rasulullah serta mempelajari dan menghayati seluruh aspek kepribadian Rasulullah, hal itu dapat membangkitkan semangat hidup, menentramkan jiwa dan menumbuhkan sifat-sifat luhur. 4) Ajaran Islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berfikir dengan melalui bimbingan wahyu (kitab suci al-Qur'an) 5) Ajaran Islam beserta seluruh petunjuk yang ada di dalamnya merupakan obat (syifa') bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani). 6) Ajaran Islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan yang baik, baik hubungan diri sendiri, dengan Tuhan, dengan orang lain maupun hubungan dengan alam, lingkungan, seperti yang terdapat dalam ajaran akidah, syari'at dan akhlak. 7) Agama Islam berperan dalam mendorong orang untuk berbuat baik dan taat, serta mencegah dari berbuat jahat dan maksiat. 8) Ajaran Islam dapat memenuhi kebutuhan psikis manusia.5 Selain itu peranan agama Islam tentang psikoterapi dapat membantu manusia dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kondisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Adapun anjuran Islam dalam kaitannya dengan terapi dapat dituangkan melalui penjelasan ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah tentang penyakit kejiwaan dalam al-Qur'an al-karim surat Yunus, 10 : 57
ﻤ ﹲﺔ ﺣ ﺭ ﻭ ﻯ ﺪﻭﻫ ﻭ ِﺭﺼﺪ ﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﻭ ِﺷﻔﹶﺎ ٌﺀ ِﻟﻤ ﻢ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻦ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ﹲﺔ ِﻣ ﻣ ﻢ ﺗ ﹸﻜﺎ َﺀﺪ ﺟ ﺱ ﹶﻗ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ (57:ﲔ )ﻳﻮﻧﺲ ﺆ ِﻣِﻨ ِﻟ ﹾﻠﻤ 5
Ibid, hlm. 88-90
16
Artinya : "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Surat Yunus: 57 Ayat ini menegaskan bahwa al-Qur’an adalah obat bagi apa yang terdapat dalam dada. Penyebutan kata dada yang diartikan dengan hati, menunjukkan bahwa wahyu–wahyu Ilahi itu berfungsi menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani. Memang oleh al-Qur’an hati ditunjuknya sebagai wadah yang menampung rasa cinta dan benci, berkehendak dan menolak, bahkan hati dinilai sebagai alat untuk mengetahui. Hati juga mampu melahirkan ketenangan dan kegelisahan serta menampung sifat-sifat baik dan terpuji. Thahir Ibnu Asyur mengemukakan bahwa ayat itu memberi perumpamaan tentang jiwa manusia dalam kaitannya dengan kehadiran al-Qur’an sebagai rahmat, Orang yang sakit adalah yang tidak stabil kondisinya, timpang keadaannya lagi lemah tubuhnya.6 Ayat di atas menunjukkan bahwa agama itu sendiri berisikan aspek terapi bagi gangguan jiwa. Namun bagaimanakah pelaksanaan dari proses terapi tersebut haruslah dilihat dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Kebenaran al-Qur’an dipaparkan bahkan ditantangkan, kini kepada semua manusia. Ayat ini menyampaikan fungsi wahyu: Hai seluruh manusia, dimana dan kapanpun sepanjang masa, sadarilah bahwa sesungguhnya telah datang kepada kamu semua pengajaran yang sangat agung dan bermanfaat dari Tuhan Pemeliharaan dan Pembimbing yaitu al-Qur’an al-Karim dan obat yang sangat ampuh bagi apa yakni penyakit-penyakit kejiwaan yang terdapat dalam dada yakni hati manusia dan petunjuk yang sangat jelas menuju kebenaran dan kebajikan serta rahmat yang amat besar lagi melimpah bagi orang-orang mukmin. Ketika menafsirkan QS. Yunus [10]: 57, Quraish Shihab mengemukakan bahwa sementara ulama memahami bahwa-ayat-ayat al-Qur’an dapat juga menyembuhkan penyakit-penyakit jasmani. Mereka merujuk kepada sekian riwayat yang diperselisihkan nilai dan maknanya, antara lain riwayat oleh Ibn Mardawaih melalui sahabat Nabi saw. bersabda: “Hendaklah engkau membaca al6
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume: 6 (Jakarta: Lentera Hati, 2002). hlm. 103
17
Qur’an.” Riwayat dengan makna serupa dikemukakan juga oleh al-Baihaqi melalui Wai’lah Ibn al-Ashqa’. Sufi besar al-Hasan al-Bashri sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sayyid Thanthawi dan berdasarkanriwayat Abu asySyeikh berkata: “Alla menjadikan al-Qur’an obat terhadap penyakit-penyakit hati dan tidak menjadikannya untuk penyakit jasamani.7 Tanpa mengurangi penghormatan terhadap al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi saw., agaknya riwayat ini bila benar, maka yang dimaksud bukanlah penyakit jasmani, tetapi ia adalah penyakit ruhani / jiwa yang berdampak pada jasmani yang disebut psikosomatik. Memang tidak jarang seseorang merasa sesak nafas atau dada bagaikan tertekan karena adanya ketidakseimbangan ruhani. Thabathaba’i memahami fungsi al-Qur’an sebagai obat dalam arti menghilangkan dengan bukti-bukti yang dipaparkannya aneka keraguan / syubhat serta dalih yang boleh jadi hinggap dihati sementara orang. Hanya saja ulama menggarisbawahi bahwa penyakit-penyakit tersebut berbeda dengan kemunafikan atau kekufuran. Penyakit-penyakit kejiwaan adalah keraguan dan kebimbangan batin yang dapat hinggap di hati orang-orang beriman. Mereka tidak wajar dinamai munafik apalagi kafir, tetapi tingkat keimanan mereka masih rendah.8 Tidak diragukan lagi bahwa nilai-nilai ruhani memiliki peranan besar dalam menerapi jiwa. Kata (……) syifa’ biasa diartikan kesembuhan atau obat, dan digunakan juga dalam arti keterbatasan dari kekurangan, atau ketiadaan aral dalam memperoleh manfaat.9 Juga kata-kata "Syifa'" atau "Istisyfa" mengandung beberapa makna seperti: Ahsana ( ) اﺣﺴ ﻦ, artinya mengadakan perbaikan., Ashlaha ()ا ﺻ ﻠﺢ, artinya melakukan perbaikan, Zakkaa ()زآ ﻰ, artinya mensucikan, membersihkan dan memperbaiki., Thahhara ()ﻃﻬ ﺮ, artinya mensucikan dan membersihkan., Akhraja ()اﺧ ﺮج, artinya mengeluarkan, mengusir, membuang atau meniadakan., Syaraha ()ﺷ ﺮح, artinya menjelaskan, membuka, meluaskan dan melapangkan., Wadha'a 'an ()و ﺿ ﻊ ﻋ ﻦ, artinya hilangkan, cabutkan dan menurunkan., Ghafara ()ﻏﻔ ﺮ, artinya menutupi, mengampuni, memperbaiki., Kaffara ()آﻔ ﺮ, artinya menyelubungi, menutupi, mengampuni dan menghapuskan, Naza'a () ﻧ ﺰع, artinya mencabut, memecat, melepaskan dan menjauhkan. 10 7
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume: 7 (Jakarta: Lentera Hati, 2002). hlm. 532
8
Ibid, hlm. 533
9
Ibid, hlm. 532
10
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm. 231-236
18
Setelah kit mengerti mksud hati atau dada ini, dapatlah kita fahamkan tujuan al-Quran yang kedua, yakni ykni bahwa al-Qur’an mengandung sutu obat bagi apa yang ada dalam dada sebab penyakit hati kalau tidak segera diobati akan menjadi peyakit rohani dan jasmani, tubuh halus dan tubuh kasar. Sakit hati mempengaruhi sehingga badan menjadi sakit, jiwa sakit berlarut-larut sehingga segalanya sakit. Maka dalam ayat ini, Tuhan bersabda: bahwa unsur kedua dari al-Qur’an, selain berisi pengajaran adalah berisi suatu obat bagi yang dalam dada.11 Psikoterapi juga dapat di artikan sebagai upaya mengatasi beberapa problema kejiwaan yang didasarkan pada pandangan agama Islam. Jadi tujuan psikoterapi yang telah diuraikan di atas, disamping memberikan bimbingan pada seseorang untuk menemukan jati diri dengan mengembalikan seseorang pribadi pada fitrahnya yang suci yang di ridloi oleh Allah yaitu jalan yang sesuai dengan norma agama.
B. Terapi Sufistik 1. Pengertian Terapi Sufistik Terapi
sufistik
adalah
penyembuhan
yang
bertujuan
untuk
mengembalikan keseimbangan, keutuhan dan kesatuan antara dunia fisik dan metafisik yang mengintegrasikan dimensi fisik, mental, emosional dan spiritual.12 Terapi sufistik menyajikan sebuah gambaran yang berbeda tentang manusia dan kehidupannya. Berdasarkan pada visi yang sangat luas mengenai siapa dan apa manusia yang tidak terbatas pada sesuatu yang tampak saja
11 12
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, tth) hlm. 236-237
R.N.L. Oriordan, Seni penyembuhan Alami terjemahan : Sulaiman, ( Bekasi : PT. Gugus Press, 2002), hlm. 50
19
dalam diri manusia. Tetapi mencakup yang lebih luhur, lebih lembut dan tingkat-tingkat yang lebih kasat mata melampaui dunia fisik. Terapi sufistik (ath-thibb ash-shufi) bukan sekedar teori, tetapi juga bersifat praktis. Para sufi telah membuat rumusan tata cara menerapi penyakit jiwa bagi para pasien mereka yaitu dengan cara menjelaskan kepada para pasien tersebut jalan menuju kesempurnaan jiwa dengan membangkitkan ruh keimanan dalam jiwa yang lemah, mengajak mereka untuk membersihkan niat, memperkuat tekat, menyerahkan segala urusan kepada Allah Swt dan takwa kepada-Nya. Dan dianjurkan mereka untuk memenuhi jiwa dengan kejujuran, hati dengan keikhlasan, dan perut dengan barang-barang yang halal. Kemudian mengajak mereka untuk menerapi jiwa-jiwa yang resah melalui dzikir yang benar, yang dapat menentramkan jiwa yang lemah dan depresi.13 Orang yang sedang mengalami gangguan jiwa apalagi sampai mengalami gangguan psikosis sudah sewajarnya untuk kembali kepada ajaran Islam. Terapi sufistik dengan menggunakan dasar pijakan dari nilai-nilai dan ajaran agama Islam, tidak hanya ditujukan untuk mengobati penyakit kejiwaan dalam kriteria mental psikologis-sosial, tetapi juga memberikan terapi kepada orang-orang yang "sakit" secara moral dan spiritual. Dengan demikian terapi sufistik dengan cakupan yang lebih luas dapat mengantisipasi dan mengobati masalahan gangguan jiwa manusia, baik dalam segi kejiwaan itu sendiri maupun segi moral-spiritual. Terapi sufistik menunjukkan sifat Islam yang diterapkan atau digunakan sebagai prospektif dalam memandang konsep-konsep psikoterapi yang telah ada. Hal ini dikarenakan munculnya konsep-konsep psikologis dan psikoterapi telah dimulai terlebih dahulu dari dunia barat. Namun dengan perspektif Islam, konsep-konsep yang telah ada dikoreksi dan disesuaikan dengan semangat dan jiwa Islam. Terapi sufistik mempercayai bahwa keimanan dan kedekatan terhadap Allah menjadi kekuatan yang sangat berarti bagi problem kejiwaan. 13
Amir An-Najar, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, terjemahan : Ija Suntana, (Jakarta, Mizan Publika, 2004), hlm. 1
20
2. Macam-macam Terapi Sufistik a. Melakukan Pertobatan. Secara bahasa, taubat artinya "kembali". Dalam hal ini kembali ke jalan yang benar yang di ridloi Allah. Taubat berhubungan dengan keimanan seseorang, karena menghentikan perbuatan jahat, tanpa iman bukan taubat tapi hanya kapok saja.14 Taubat juga berarti minta ampun pada Tuhan akan segala dosa-dosa dengan berjanji untuk meninggalkan sama sekali suatu perbuatan dosa yang dilakukan. Sebelum pertaubatan dilakukan oleh individu, hendaknya terlebih dahulu diberikan suatu pemahaman yang jelas tentang esensi pertaubatan, yakni mengembalikan seseorang kepada keadaan fitrah, menggiring dan mengantarkan rohaninya untuk tunduk dan bersimpuh sujud dihadapan Rabb-Nya. Fungsi dari pertobatan yaitu media melakukan "takhalli" yaitu upaya melepaskan mengosongkan, membersihkan dan mensucikan diri dari kotoran dan karat yang bernajis sebagai akibat telah terlalu banyaknya melakukan perbuatan kedurhakaan (maksiat) dan pengingkaran terhadap Rabbnya.15 Disamping itu, perlu pula dijelaskan tentang perlunya dipenuhi suatu persyaratan dalam pertaubatan, yang mana tanpa itu pertaubatan tidaklah berarti apa-apa dan bahkan sia-sia belaka. Dalam hal ini para Ahli Ushul di kalangan Ahli Sunnah mengatakan, bahwa ada tiga syarat yang harus dipenuhi, agar pertaubatan itu sah, yakni : (1). Menyesali pelanggaran yang telah dilakukan; (2). Meninggalkan secara langsung penyelewengan; (3). Dan dengan mantap seseorang memutuskan tidak kembali pada kemaksiatan yang sama.16 Proses terapi terhadap gangguan-gangguan kejiwaan dan atau rohaniyah yang menggunakan "tazkiyah nafsiyah" (penyucian jiwa), dengan taubat adalah sebuah metode yang hanya dapat dilakukan oleh seorang terapis yang telah memahami mengamalkan dan mengalami pertaubatan dengan baik dan benar dan telah memiliki kemampuan dalam
14
Mimunah Hasan, Al-Qur'an dan Pengobatan Jiwa, (Yogyakarta : Bintang Cemerlang, 2001), hlm. 41 15 16
Hamdani Bakran, op .cit., hlm. 437 Ibid, hlm. 437
21
menggunakan metode propetik. Jika tidak maka pengawasan dan evaluasi terhadap perkembangan dari esensi pertaubatan itu tidak dapat diketahui secara tepat dan benar. Karena dosa mengakibatkan orang menjadi stres maka perlu untuk bertaubat. Yang dimaksud dengan penyucian diri (tazkiah) adalah suatu upaya untuk menghilangkan atau meleyapkan segala kotoran dan najis yang terdapat dalam diri seseorang secara psikologis dan rohaniah. Obyek yang disucikan adalah bekasan pengingkaran dan kedurhakaan yang melekat pada jiwa, qalb, akal pikiran, inderawi dan fisik, sehingga cahaya "ke-Tuhanan" tidak dapat memancarkan sinarnya atau cahaya itu kehadirat Allah SWT, karena tempat-tempat ia berlabuh telah penuh sesak dengan noda-noda hitam, beraroma tidak sedap dan sangat kotor. Kotoran dan najis inilah yang membuat eksistensi fitrah seseorang manusia terbelenggu di dalamnya, sehingga jiwa, qalb, akal pikiran, inderawi dan fisik menjadi sakit dan tidak dapat menjalankan fungsi-fungsi fitrahnya yang hakiki.17 Jadi tujuan utama pertaubatan adalah adanya perubahan pada penampilan, perilaku, dan sikap yang lebih baik b. Dzikir Yang dimaksud dengan dzikir ialah ucapan atau ingatan yang mempersucikan Allah dan membersihkan dari pada sifat-sifat yang tidak layak untuk-Nya, selanjutnya memuji dengan puji-pujian dan sanjungan dengan sifat-sifat yang sempurna, sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemurnian.18 Secara esensial dzikir adalah solusi kejiwaan yang merupakan ketentraman bagi hati yang galau dan takut dan bagi yang jiwa lemah. Ketika seseorang mengingat Tuhannya jiwa akan tenang dan jiwapun akan tentram. Sesungguhnya dzikir dapat mensucikan hati kejiwaan. Dzikir 17 18
Hamdani Bakran, op.cit., hlm. 433 Abu Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo : Ramdani, 1993), hlm. 276
22
dapat memberikan keamanan, ketentraman, keridhloan, dan ketentraman kedalam jiwa.19 Dzikir pada dasarnya adalah amalan spiritual yang dilakukan dalan rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dzikir yang berupa penyebutan "Asma Allah" secara berulangulang dan terus-menerus merupakan upaya yang dilakukan untuk memompakan energi positif dan sekaligus membendung energi negatif dalam diri manusia. Seseorang yang melakukan dzikir, harus memiliki prasangka positif terhadap Tuhan dan segala ciptaannya. Dengan cara itulah energi positif akan mudah merasuk dalam diri manusia. Dzikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab aktivitas dzikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebut dan mereduksi kembali hal-hal yang tersembunyi dalam hatinya. Dzikir juga mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT. semata, sehingga dzikir mampu memberi sugesti penyembuhannya. Di sinilah pentingnya berdzikir dalam membentuk kepribadian manusia. Dengan selalu berdzikir kepada Allah, super ego akan selalu mendapat "makanan". Super ego akan berfungsi sebagai alat kontrol bagi perilaku manusia secara baik. Dengan dzikir manusia akan sejahtera jiwanya, sehingga sejahtera pula tingkah laku individu dan sosialnya. Mereka akan mampu menerima kenyataan yang ada, dan dapat meletakkan hakekat kemanusiaan yang betul-betul insani.20
(١٥٢ : ن )اﻟﺒﻘﺮة ِ ﻻ َﺗ ْﻜ ُﻔﺮُو َ ﺷ ُﻜﺮُو ْا ﻟِﻲ َو ْ ﻓَﺎ ْذ ُآﺮُوﻧِﻲ َأ ْذ ُآ ْﺮ ُآ ْﻢ وَا Artinya : "Karena itu, ingatlah kamu kepada-ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersukurlah kepada-ku, dan janganlah kamu mengingkari (Nikmat)-ku"(Surat Al-Baqarah, 2 : 152) 19
Amir An-Najar, op. cit., hlm. 32
20
Afif Ansori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003) hlm. 79
23
c. Terapi Al-Qur'an Ayat-ayat al-Qur'an mengandung aplikasi terapi sufistik untuk orang-orang yang ummi, buta huruf, tidak dapat menulis dan tidak dapat membaca, atau orang-orang yang picik dari wawasan ke-Islaman, dan orang-orang yang telah terjebak dalam ruang lingkup fanatisme sektarian. Oleh karena itulah mereka sangat mudah terganggu jiwanya. Mereka tidak memiliki pedoman bagaimana cara membangun dan mengembangkan kepribadian yang qur'ani. Bagaimana cara mengembangkan berfikir, berperasaan, perilaku melakukan interaksi vertikal dan horisontal yang qur'ani dan sebagainya.21 Al-Qur'an adalah obat yang paling utama dalam kedokteran jiwa, santapan dan kenikmatan rohani, cahaya hati dan penerang kegelapan. alQur'an juga merupakan suatu yang menggembirakan mata dan cahaya penglihatan, serta kesembuhan bagi tubuh dan jiwa.22 Al-Qur’an sebagai terapi gangguan kejiwaan, sebab didalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan pasien. Sugesti yang dimaksud dapat diraih dengan mendengar
dan
membaca,
memahami
dan
merenungkan,
serta
melaksanakan isi kandungannya. Fungsi dan tujuan yang lain dari pembacaan ayat-ayat al-Qur'an salah satunya sebagai tindakan pengobatan atau penyembuhan terhadap penyakit kejiwaan (mental), bahkan dapat juga untuk penyakit spiritual dan fisik. Membaca al-Qur'an seutuhnya secara tartil (sebagai amalan dan wirid) atau dengan memahami makna melalui tafsir dan ta'wilnya akan menghasilkan potensi pencegahan, perlindungan dan penyembuhan terhadap penyakit psikologis secara umum. Artinya, segala bentuk atau sesuatu apapun yang menjadi penyebab terganggunya eksisitensi kejiwaan
21
Hamdani Bakran, op, cit., hlm. 403
22
Muhammad Mahmud, Do'a sebagai Penyembuh, (Bandung : Al-Bayan, 1998), hlm. 95
24
(mental) akan dapat hilang, lenyap, dan bahkan menyehatkan kejiwaan (mental), spiritual maupun fisik, apabila metode, cara dan tekhnik membacanya, memahaminya dan mengamalkannya dengan penuh keyakinan yang mantap, disiplin dan berulang-ulang atau telah memenuhi prinsip-prinsip (syarat-syarat) membaca al-Qur'an secara tartil sebagai amalan dan wirid yang dapat menghasilkan potensi prefentif, protektif dan terapis. Dan prinsip-prinsip membaca al-Qur'an adalah sebagai berikut: 1) Niat, i'tikad, tujuan dan maksud yang lurus dan suci. Niat dalam hati adalah mengharap ridhla, cinta perjumpaan dengan Allah. I'tikadnya adalah menyakini sedalam-dalamnya bahwa Allah pasti akan meridhlai, mencintai dan berkenan untuk dijumpai, serta menyakinai bahwa Allah jugalah sesungguhnya Dzat yang Maha Memberi Kesembuhan dan Kesehatan. Tujuan adalah menghampiri kehadirat Allah, sedangkan maksudnya adalah memohon permohonan qudrat dan iradat-Nya agar dengan perantara membaca al-Qur'an, Allah berkenan memberikan energi dan potensi penyembuh. 2) Dalam keadaan suci lahir dan batin. Kesucian lahir dapat dilakukan dengan jalan mensucikan yang najis (istinja'), mensucikan yang kotor (mandi) dan mensucikan yang bersih (wudhu'). Sedangkan kesucian batin dapat dilakukan shalat taubat dan memperbanyak membaca istighfar. 3) Shalat Hajat dua raka'at. Shalat hajat ini merupakan tempat yang paling patut bagi seorang hamba untuk memohon pertolongan Allah, dan sekaligus sebagai sikap sopan-santun dan rasa tawadhu' hamba kepada Allah. 4) Setelah mendirikan shalat hajat, membaca istighfar. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. 5) Membaca Isti'adzah dan Basmalah. Menjaga kedisiplinan, konsisten dan terus-menerus, seperti paling lambat satu bulan khatam atau satu minggu khatam. Membaca Do'a khatam Qur'an. Esensi dari do'a itu apabila sering diulang-ulang setelah khatam (tamat) membaca Qur'an sebanyak 30, juz adalah mengandung potensi prefentif, proteksi dan terapis yang sangat luar biasa. 23
23
Hamdani Bakran, op. cit., hlm 423-433
25
Apabila prinsip-prinsip atau syarat-syarat tersebut dipegang teguh dalam membaca al-Qur'an secara utuh, maka akan menghasilkan potensi prefentif, protektif dan terapis, baik bagi yang membaca atau yang dibacakan. Membacakan ayat al-Qur'an akan mempunyai fungsi dan tujuan sebagai berikut : a) Fungsi membacakan ayat al-Qur'an Berfungsi sebagai pencegahan (preventif) dan perlindungan (protektif) yakni sebagai permahonan (do'a) agar senantiasa dapat terhindar dan terlindungi dari berbagai gangguan kejiwaan. b) Tujuan membacakan ayat al-Qur'an Untuk membangkitkan pikiran, menggelorakan perasaan, menggugah kesadaran, dan menajamkan wawasan. Dan memberikan penyembuhan atau pengobatan tehadap penyakit gangguan kejiwaan bahkan dapat juga untuk penyakit spiritual dan fisik. d. Do'a Do'a adalah obat yang paling manjur untuk menghilangkan penyakit dan menghilangkan malapetaka. dzikir, ayat-ayat al-Qur'an alKarim, dan do'a-do'a yang diperlakukan sebagai obat atau dipergunakan sebagai jampi (ruqyah) pada dasarnya sangat berguna dan dapat menyembuhkan penyakit. Akan tetapi, do'a itu dapat didayagunakan bila ia memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya do'a itu dilakukan dengan kehadiran hati di hadapan Tuhannya, dan dilakukan dengan kemauan keras. Atau dengan kata lain, tingkat kedekatan dan manjurnya do'a itu memerlukan keikhlasan dan amal saleh.24
24
Muhammad Mahmud, op. cit., hlm. 10
26
Kalau kita melihat do'a sebagai penyembuhan dan pengaruhnya terhadap jiwa manusia dari sudut pandang kedokteran, kita akan menemukan bahwa manusia mukmin mampu mengendalikan dirinya dan melewatkan yang terdetik di dalam hatinya ketika dia sedang berada di hadapan Tuhannya Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. e. Terapi Shalat Terminologi shalat mengisyaratkan bahwa di dalamnya terkandung adanya hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Dalam shalat, manusia berdiri dengan khusuk dan tunduk kepada Allah SWT, penciptaNya dan pencipta seluruh alam semesta. Dengan tubuhnya yang kecil dan lemah ia berdiri di hadapan Tuhan Yang Maha Agung. Berdirinya manusia dihadapan Allah dengan khusyuk dan tunduk akan membekalinya dengan suatu tenaga rohani yang timbul dalam diri perasaan yang tenang, jiwa yang damai dan kalbu yang tentram. sebab dalam shalat, yang dilakukan dengan semestinya, manusia mengarahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Allah, berpaling dari semua kesibukan dan problem dunia, dan tidak memikirkan sesuatu kecuali Allah dan ayat-ayat al-Qur'an yang dibacanya.25 Keadaan yang tenang dan jiwa yang damai ditimbulkan shalat juga membantu melepaskan diri dari kegelisahan yang dikeluhkan oleh para pasien jiwa. Keadaan tenang dan jiwa damai yang ditimbulkan shalat biasanya tetap berlangsung untuk beberapa lama setelah shalat selesai. Setidaknya ada empat aspek terapeutik yang terdapat pada aktifitas shalat, yakni aspek olah raga, meditasi, auto-sugesti dan aspek kebersamaan. Pertama, aspek olah raga karena shalat menuntut aktifitas fisik, dimana reaksi otot, tekana dan message merupakan aspek relaksasi, dimana proses ini biasa dipergunakan terapi untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan. Kedua, aspek meditasi yang dimaksud adalah konsentrasi (khusyuk) yang dituntut dalam melakukan shalat, sehingga pikiran hanya tertuju pada Tuhan. Dengan demikian maka pikiran akan menjadi cerah dan ringan dari beban kecemasan. 25
Ustman Najati, Al-Qur'an dan Ilmu Jiwa, terjemahan : Ahmad Rofi' Usmani, (Bandung : pustaka, 1985), hlm. 307-308
27
Ketiga, aspek auto-sugesti dimana pada bacaan shalat yang ditujukan kepada Allah disamping berisi pujian juga mengandung do'a agar selamat di dunia dan akhirat. Bila ditinjau dari teori hipnotis yang merupakan salah satu metode terapi kejiwaan, maka pengucapan kata-kata itu merupakan suatu proses auto-sugesti, mengatakan hal-hal yang baik pada diri sendiri adalah mensugesti dirinya agar memiliki sifat yang baik, demikian juga akan memunculkan harapan yang positif dan optimis. Keempat, aspek kebersamaan yang terdapat dalam shalat berjama'ah juga mempunyai dampak terapeutik yang signifikan, yaitu membantu dan berinteraksi dengan orang lain sebagai upaya menciptakan hubungan sosial yang sehat dan hubungan persahabatan antar mereka. Pada akhir-akhir ini berkembang terapi kelompok dimana tujuan utamanya adalah menimbulkan suasana kebersamaan. Sebagaimana pendapat banyak psikologi, bahwa "ketersaingan" dari orang lain adalah penyebab terjadinya gangguan kejiwaan.26 Ini disebabkan karena seringnya seseorang pergi ke masjid untuk menjalankan shalat berjamaah dan memiliki kesempatan untuk mengenal tetangganya atau orang lain. Hubungan yang demikian ini akan membantu seseorang mengembangkan kepribadian dan kematangan emosionalnya.
C. Fungsi dan Tujuan Terapi Sufistik Sebagai suatu ilmu tentu saja terapi sufistik mempunyai fungsi dan tujuan yang komplit, nyata dan mulia. Fungsi tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Fungsi Pemahaman (Understanding) Memberikan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan problematikanya dalam hidup serta bagaimana mencari solusi dari problematika itu secara baik, benar dan mulia. Khususnya terhadap gangguan mental, kejiwaan, spiritual dan moral. Serta problematika-problematika lahiriyah maupun batiniyah pada umumnya. Memberikan pemahaman pula bahwasannya ajaran Islam (al-Qur'an dan as-Sunnah) merupakan sumber paling lengkap, benar dan suci untuk menyelesaikan berbagai problematika 26
Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori, Psikologi Islami, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 98-100
28
yang berkaitan antara pribadi manusia dengan Tuhannya, pribadi manusia dengan lingkungan keluarganya, pribadi manusia dengan sosialnya. 2. Fungsi Pengendalian (Control) Memberikan potensi yang dapat mengarahkan aktifitas manusia agar tetap terjaga dalam pengendalian dan pengawasan Allah SWT, sehingga tidak akan keluar dari kebenaran, kebaikan dan kemanfaatan. Cita-cita dan tujuan hidup akan dapat tercapai dengan sukses, eksistensi dan esensi diri senantiasa mengalami kemajuan dan perkembangan yang positif serta terjadinya keselarasan dan harmoni dalam kehidupan bersosialisasi, baik secara vertikal maupun horisontal. 3. Fungsi Peramalan (Prediction) Sesungguhnya dengan ilmu ini seseorang akan memiliki potensi besar untuk melakukan analisa kedepan tentang segala peristiwa-peristiwa, kejadian dan perkembangan. Hal ini dapat di baca dan dianalisa berdasarkan peristiwaperistiwa masa lalu, sekarang dan yang akan datang. 4. Fungsi Pengembangan (Development) Mengembangkan ilmu ke-Islaman, khususnya tentang manusia dan seluk-beluknya, baik yang berhubungan dengan problematika ke-Tuhanan menuju keinsanan, baik yang bersifat teoritis, aplikatif maupun empirik. Bahkan bagi yang mempelajari dan mengaplikasikan ilmu ini, ia pun berarti melakukan proses pengembangan eksistensi keinsanannya menuju kepada esensi keinsanan yang sempurna. 5. Fungsi Pendidikan (Education) Hakikat pendidikan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, dari buruk menjadi baik atau dari yang sudah baik menjadi lebih baik. Fungsi utama datangnya para Nabi dan Rasul adalah memberikan pendidikan kepada seluruh umat manusia agar menjadi pandai, kritis. Dengan potensi itu manusia akan memiliki keunggulan dan sempurna (insan kamil) di mata Tuhannya. Dengan adanya Sunnah Nabi saw, maka seluruh isi al-Qur'an dapat dijabarkan secara luas, dalam dan setinggi-tingginya. Demikian terapi sufistik memberikan bimbingan dalam proses pendidikan yang melepaskan dari rasa dosa dan durhaka serta pengaruh negatif lainnya yang senantiasa dapat mengganggu eksistensi kepribadian yang selalu cenderung untuk taat dan patuh kepada Tuhannya, serta cenderung berbuat baik kepada semua makhluk dan lingkungannya. Sehingga untuk melepaskan diri dari lingkungan setan itu, maka perlu adanya perjuangan dan kesungguhan yang tinggi dengan metode, tehknik dan
29
strategi yang akurat. Seperti dalam ajaran spiritual Islam yang lebih dikenal dengan istilah Mujahadah (kesungguhan diri), Riadloh (mengolah diri), Muroqobah (pengamatan diri), Wara' (Bersikap hati-hati), dan sebagainya dengan melakukan ibadah utama dan Sunnah, seperti shalat, dzikrullah, do'a, membaca Al-Qur'an, dan shalawat kepada Nabi Muhammad saw.27 Adapun fungsi yang spesifik dari terapi sufistik adalah sebagai berikut : 1). Fungsi Pencegahan (Prevention) Dengan mempelajari, memahami dan mengaplikasikan ilmu ini, seseorang akan dapat terhindar dari keadaan atau peristiwa yang membahayakan dirinya, jiwa, mental, spiritual atau mentalnya. Sebab akan dapat menimbulkan potensi preventif, sebagaimana yang telah diberikan oleh Allah SWT, pada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Seperti Nabi Muhammad SAW, Beliau memperoleh "kema'suman" yaitu potensi dari segala sesuatu yang dapat membahayakan esensi dan eksistensi dirinya. 2) Fungsi Penyembuhan /Perawatan (Treatment) Terapi sufistik akan membantu seseorang melakukan pengobatan, penyembuhan dan perawatan terhadap gangguan atau penyakit, khususnya terhadap gangguan mental, spiritual dan kejiwaan seperti dengan berdzikrullah, hati dan jiwa menjadi tenang dan damai, spirit dan etos kerja akan bersih dan suci dari gangguan setan, jin, iblis, dan sebagainya. 3) Fungsi Penyucian dan Pembersihan (Sterilisasi / Purification) Terapi sufistik melakukan upaya penyucian-penyucian diri dari rasa dosa dan durhaka dengan penyucian najis (Istinja'), penyucian yang kotor (mandi), penyucian yang bersih (Wudlu), penyucian yang suci / fitri (Shalat Taubat), dan penyucian yang maha suci (dzikrullah mentauhidkan Allah).28 Psikoterapi sufistik khususnya memiliki tujuan untuk mengobati dan mencegah gangguan kejiwaan yang menyebabkan penyimpangan emosi, mental, moral dan sikap hidup dari nilai-nilai Islam yang dapat menyebabkan ketidaktenangan dan kejiwaan yang sesuai dengan nilainilai dan ajaran Islam sehingga akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Secara umum psikoterapi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang baik itu emosi, mental, pengetahuan dan pemahaman diri dan perubahan tingkah laku maka psikoterapi sufistikpun 27 28
Hamdani Bakran, op. cit., hlm 271-278 Ibid, hlm. 276-277
30
secara umum bertujuan mengeksploitasi diri dan memahami diri sebagai makhluk berkepribadian, sebagai makhluk bersosial dan sebagai makhluk yang menghambakan diri kepada Allah SWT. Sehingga akan terjadi perubahan tingkah laku yakni kondisi psikis yang tercermin dalam sikap yang sehat dan dinamis menuju kepada ketenangan, ketentraman dan kebahagian dalam kesehatan sesuai dengan nilai daan ajaran Islam sebagai upaya meraih ridha Allah SWT. Tujuan ini akan mengantarkan pada keseimbangan diri dan lingkungan sesuai dengan fitrah kemanusiaan bagi manusia. Sehingga dalam keadaan lingkungan yang bagaimanapun kesiapan diri dan kejiwaan yang telah terbentengi yang nilai-nilai agama tidak akan terpengaruhi dan mengalami goncangan. Adapun tujuan dari terapi sufistik ialah : 1) Memberikan kepada setiap individu agar sehat jasmaniyah dan rohaniyah, atau sehat mental, spiritual, dan moral, atau sehat jiwa dan raganya. 2) Menggali dan mengembangkan potensi esensial sumber daya insani. 3) Mengantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam kepribadian. 4) Meningkatkan kualitas keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata. 5) Mengantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa dengan esensi diri atau jati diri atau citra diri serta dzat yang Maha Suci yaitu Allah Ta'ala Rabbal 'Alamin.29
D. Gangguan Psikosis 1. Pengertian psikosis Psikosafungsional atau psikosis ialah merupakan penyakit / gangguan mental yang parah, yang ditandai oleh disorientsi fikiran, gangguan-gangguan emosional, disorientasi waktu dan ruang, serta pribadi dan pada beberapa
29
Ibid, hlm. 278
31
kasus disertai halusinasi dan delusi-delusi.30 Dan orang tersebut tidak dapat lagi hidup dan bergaul normal dengan orang lain disekitarnya. Psikosis merupakan penyakit mental secara fungsional yang berat dan non organis sifatnya, ditandai oleh disintregrasi (kepecahan kepribadian) dan maladjustment social yang berat : orangnya tidak mampu mengadakan relasi sosial dengan dunia luar, sering terputus sama sekali dengan realitas hidup, lalu menjadi inkompeten secara sosial. Terdapat pula gangguan pada karakter dan fungsi intelektualnya.31 Penderita menjadi sangat tidak bertanggung jawab. Reaksinya terhadap stimulus internal dan ekternal selalu keliru dan merugikan. Pada umumnya penderita dihinggapi gangguan afektif yang serius, berusaha menutup diri secara total dari realitas hidup dan tidak mampu menilai realitas dunia sekitar. Fungsi-fungsi kejiwaan berupa inteligensi, kemauan dan perasaannya menjadi kalut-kacau. Jika tingkah lakunya itu menjadi begitu abnormal dan irrasional, sehingga dianggap bisa menjadi bahaya, atau bisa mengancam keselamatan orang lain dan bagi diri sendiri, maka secara hukum pasien dinyatakan sebagai GILA. Adapun definisi gangguan jiwa menurut konsep pedoman penggolongan dan diagnostik gangguan jiwa (PPDGJ-III) adalah bahwa : "Gangguan jiwa merupakaan sindrom atau pola perilaku, atau psikopatologi seseorang yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan satu gejala penderitaan (Distress) atau impairmen/distability didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, atau biologi, dan gangguan-gangguan itu tidak sematamata terletak dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat."32 Sedangkan yang dimaksud "disability" adalah keterbatasan atau kekurangan kemampuan untuk melaksanakan suatu aktifitas pada tingkat personal, yaitu melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari yang biasa dan
30
Kartini Kartono, Hygiene Mental, (Bandung : Mandar Maju, 2000), hlm. 128
31
Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 Gangguan-gangguan Kejiwaan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.241 32
PPDGJ-III, ed.Rusdi Muslim, Buku Saku Diagnostik Gaangguan Gaangguan Jiwa, hlm. 7
32
diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil).33 a. Gejala umum gangguan psikosis : 1) Ada kepecahan pribadi, dan kekalutan mental yang progresif, juga terdapat disorientasi terhadap lingkungan, sehingga reaksinya terhadap stimulus ekstern dan konflik batin sendiri selalu salah, dan berbentuk ganguan afektif yang parah (gangguan perasaan atau emosional). 2) Hubungan dengan dunia realitas jadi terputus,. Tidak ada insting atau wawasan. Biasanya pasien tidak menyadari gejala dan penyakitnya. Responnya terhadap sekitar selalu tidak tetap atau keliru, penderita suka tertawa-tawa, mengikik-ngikik terus- menerus. 3) Ada maladjustment disertai disorganisasi dari fungsi-fungsi pengenalan, kwajiban, inteligensi, perasaan dan kemauan. 4) Sering kali dibayangi oleh halusinasi, ilusi dan delusi. Selalu merasa takut dan bingung, khususnya ada kekacauan emosional yang kronis. 5) Sering mengalami stupor. Jika pasien menjadi agresif, sifatnya jadi kasar, keras kepala dan kurang ajar. Bahkan menjadi eksplosif meledak-ledak, ribut, berlari-lari dan amat berbahaya. Ia mungkin menyerang dan membunuh orang lain, atau membunuh dirinya sendiri.34 b. Tingkah laku umum gangguan psikosis : 1) Seluruh kepribadian terpengaruh tidak ada kontak dengan realitas. 2) Menetap dan makin lama makin buruk, pada umumnya tidak mampu melakukan partisipasi sosial, sering kali ada gangguan dalam bicara. 3) Kehilangan orientasi terhadap lingkungan. 4) Tidak dapat memahami tingkah-lakunya sendiri. 5) Tingkahlaku membahayakan diri sendiri dan orang lain, 6) Penderita sukar diatur. 35 2. Faktor-faktor Penyebab Gangguan Psikosis Dari pengalaman para ahli jiwa dengan pasien-pasiennya yang menderita kesukaran-kesukaran emosi dan gangguan jiwa, serta hasil-hasil penyelidikan ilmiah yang dilakukan oleh tingkah-laku dan sikap seseorang,
hlm. 119
33
Ibid , hlm. 127
34
Ibid, hlm. 129
35
Sarwono Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996),
33
terbukti bahwa gangguan jiwa terjadi antara lain akibat dorongan untuk memenuhi keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan itu tidak terpenuhi orang akan merasakaan tidak enak, gelisah dan kecewa. Untuk menghilangkan rasa yang tidak enak itulah kebutuhan-kebutuhan itu harus dipenuhi, sebab selama kebutuhan tersebut belum terpenuhi, kegelisahan itu akan tetap terasa, yang akan menimbulkan gangguan kejiwaan.36 Adapun faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ganguan kejiwaan psikosis adalah : a) Konstitusi pembawaan mental dan jasmaniah yang herediter, yaitu diwarisi dari orang tua atau generasi sebelumnya yang psikosis. b) Kebiasaan-kebiasaan yang buruk, dan mengembangkan pola-pola kebiasaan yang salah sejak masa kanak-kanak. Ditambah dengan maladjustment parah, dan menggunakan escape mechanism dan defence mechanism yang negatif. Sehingga internal yang serius. Dan lambat laun terjadi disintegrasi kepribadian. 37 Faktor penyebab timbulnya gangguan psikosis lainnya : a) Predisposisi struktur biologis atau jasmani dan mental atau struktur kepribadian yang lemah (pengaruh internal). b) Konflik sosial dan konflik kultural (pengaruh-pengaruh eksternal) yang mempengaruhi pribadi, dan mengubah tingkah laku menjadi abnormal. c) Pemasakan batin dari pengalaman (pencernaan pengalaman, dalam diri subyek) dengan cara yang salah. Jadi ada proses intrapsikis yang salah. 38 Sebab yang lain karena, keracunan akibat minuman keras, obat-obatan atau narkotika, akibat penyakit yang kotor (sipilis, gonorhoe), dan lain-lain. Sehingga terjadi kerusakan pada anggota tubuh, seperti otak, sentral syaraf atau kehilangan kemampuan berbagai kelenjar, syaraf-syaraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan tugasnya. Faktor terpenting yang menggubah kehidupan seseorang seperti neraka yang tidak tertanggungkan, adalah rasa lelah dan tidak ada ketenangan, serta kegoncangan jiwa dari salah satu segi kehidupannya. Contoh tentang tidak 36
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan, (Jakarta : Gunung Agung, 1982), hlm.
37
Kartini Kartono, op. cit., hlm.130
32 38
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung : Maandar Maju, 1989), hlm. 195
34
adanya ketenangan termasuk diantaranya keadaan murung, cemas yang bersangkutan rasa bersalah, pikiran dan was-was yang menekan, menyangka sakit, tidak terima kenyataan dan tidak bergairah dalam hidup. Apabila hal-hal itu sering mengganggu orang dan menekannya, sampai menjadikannya hidup dalam keadaan kesal dan tegang. Maka hal itu memerlukan pertolongan dan konsultasi kejiwaan39
39
Musthafa Fahmi, Penyesuaian Diri, (Jakarta : Bulan Bintang, 1997), hlm. 107