BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1
Rumah Sakit
2.1.1
Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur,
tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih yang menggunakan prasarana dan sarana fisik, perbekalan farmasi dan alat kesehatan. Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik. Pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan medis spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung, dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit, dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medis, patologi anatomi. Pelayanan medis subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap spesialisasi yang ada. Contoh: endokrinologi, gastrohepatologi, nefrologi, geriatri, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit
umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. Berdasarkan SK MenKes RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 rumah sakit umum mempunyai fungsi: a. menyelenggarakan pelayanan medis b. menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis c. menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan d. menyelenggarakan pelayanan rujukan e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g. menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan. 2.1.3
Klasifikasi Rumah Sakit
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang jenis dan klasifikasi rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. Kategori rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan (Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009) adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. rumah sakit umum, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. rumah sakit khusus, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Kategori rumah sakit berdasarkan pengelolaannya (Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009) adalah sebagai berikut: a.
rumah sakit publik Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
b.
rumah sakit privat Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Klasifikasi rumah sakit umum terdiri atas (Undang-undang Republik
Indonesia nomor 44 tahun 2009) : a.
rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan
kemampuan
pelayanan
medik
spesialistik
luas
dan
subspesialistik luas. b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas.
Universitas Sumatera Utara
c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RIc, 2009; Siregar, 2004). 2.1.4
Misi dan Visi Rumah Sakit Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah
sakit didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan. Visi rumah sakit adalah gambaran keadaan rumah sakit di masa mendatang dalam menjalankan misinya. Isi pernyataan visi tidak hanya berupa gagasan-gagasan kosong, visi merupakan gambaran mengenai keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Adapun pernyataan misi dan visi merupakan hasil pemikiran bersama dan disepakati oleh seluruh anggota rumah sakit. Misi dan visi bersama ini memberikan fokus dan energi untuk pengembangan organisasi. Misi dan visi Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Trisnantoro, 2005). 2.1.5
Indikator Pelayanan Rumah Sakit Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995
diawali dengan 5 jenis pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan, rekam medis, administrasi dan manajemen dan pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program diperluas menjadi 12 pelayanan yaitu kamar operasi, pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan farmasi,
Universitas Sumatera Utara
pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan keselamatan serta kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16 bidang pelayanan di rumah sakit. Pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit yang diakreditasi pada tanggal 21 Juli 2010 dilakukan untuk membantu proses persiapan akreditasi. Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah: a. Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. b. Average Length of Stay (AVLOS): rata-rata lamanya pasien dirawat AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. c. Bed Turn Over (BTO): angka perputaran tempat tidur BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. d. Turn Over Interval (TOI): tenggang perputaran
Universitas Sumatera Utara
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari (Anonim, 2007). 2.2
Rekam Medik Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan
kesakitan penderita dan ditulis dari sudut pandang medik. Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap pasien, baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja, penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar dan Amalia, 2004). Kegunaan rekam medik : a. dasar perencanaan dan keberkelanjutan perawatan penderita b. merupakan suatu sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional yang berkontribusi pada perawatan penderita c. melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab penyakit penderita dan penanganan atau pengobatan selama dirawat di rumah sakit. d. digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita.
Universitas Sumatera Utara
e. membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab f. menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan g. dasar perhitungan biaya karena dengan menggunakan data dalam rekam medik mempermudah bagian keuangan untuk menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita (Siregar dan Amalia, 2004). 2.3
Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih
dari Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di Rumah Sakit. Komite Medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Panitia Farmasi dan Terapi adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional. Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang memahami benar dan pendukung kemajuan IFRS dan ia adalah dokter yang mempunyai pengetahuan mendalam di bidang farmakologi klinik. Sekretaris panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang ditunjuk oleh kepala
Universitas Sumatera Utara
IFRS. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang ada di rumah sakit. Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah: 1. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF 2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk kategori khusus 3. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi 4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat 5. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat 6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. 7. Membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004). PFT ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan, penggunaan dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Formularium Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010 pasal 2
tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah yang menggantikan Permenkes RI No.085/Menkes/Per/I/1989, menyatakan bahwa Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Pemerintah Daerah wajib menyediakan obat generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan rawat inap dalam bentuk formularium. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 791/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008, menyatakan bahwa formularium rumah sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) berdasarkan DOEN dan disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan farmasi di rumah sakit. Penerapan formularium rumah sakit harus terus dipantau. Hasil pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit. Kegunaan formularium di rumah sakit: 1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit 2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
Universitas Sumatera Utara
3. memberi
ratio
manfaat
yang
tinggi
dengan
biaya
yang
minimal
(Siregar dan Amalia, 2004). 2.5
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan
seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,
yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004). Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. 2.5.1 Pelayanan Instalasi Farmasi Pelayanan Instalasi Farmasi dibagi menjadi 2 bagian yaitu pelayanan farmasi produk atau minimal dan pelayanan farmasi klinis. 2.5.1.1 Pelayanan Farmasi Produk atau Minimal Pelayanan farmasi minimal yaitu pengelolaan perbekalan farmasi. Pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,
Universitas Sumatera Utara
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
a.
Pemilihan Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. b.
Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumtif (pemakaian), epidemiologi (penyebaran). Pedoman perencanaan berdasarkan: 1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku. 2. Data catatan medik 3. Anggaran yang tersedia 4. Penetapan prioritas 5. Siklus penyakit 6. Sisa stok 7. Data pemakaian periode lalu 8. Perencanaan pengembangan
c.
Pengadaan
Universitas Sumatera Utara
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui: -
Pembelian, yang dilakukan melalui tender ataupun pembelian langsung.
-
Produksi/pembuatan sediaan farmasi.
-
Sumbangan/hibah. Pengadaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan obat. d.
Produksi Instalasi Farmasi rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah
bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Produksi Instalasi Farmasi perlu diadakan karena obat-obat yang dikehendaki dalam bentuk tertentu atau obat-obat dengan formulasi dan konsentrasi yang khusus. e.
Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. f.
Penyimpanan Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan kegiatan pengaturan sediaan farmasi di dalam ruang penyimpanan dengan tujuan untuk: 1.
menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan dengan sifat obat, misalnya dalam hal suhu dan kelembaban.
2.
memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad.
3.
memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu disusun berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)
4.
menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
g.
Pendistribusian Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis atau sistem kombinasi. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotek rumah sakit. Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja diselenggarakan oleh apotek rumah sakit yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi (Depkes RI, 2004). Distribusi obat rumah sakit dilakukan untuk melayani: 1. Pasien Rawat Jalan
Universitas Sumatera Utara
Pasien/Keluarga pasien langsung menerima obat dari Instalasi Farmasi sesuai dengan resep yang ditulis oleh dokter. Keadaan ini memungkinkan diadakannya konseling pada pasien/keluarga pasien. 2. Pasien Rawat Inap Ada 3 sistem pendistribusian pada pasien rawat inap, yaitu: a. Resep perorangan (Individual Prescription) Sistem ini memungkinkan semua resep dokter dapat dianalisis langsung oleh apoteker dan terjalin kerja sama antara dokter, apoteker, perawat dan pasien. Keuntungan sistem ini adalah: 1. Resep dapat dikaji lebih dahulu oleh apoteker 2. Ada interaksi antara apoteker, dokter dan perawat 3. Adanya legalisasian persediaan Kelemahan sistem ini adalah: 1. Bila obat berlebih maka pasien harus membayarnya 2. Obat dapat terlambat ke pasien b.
Floor stock Pada sistem ini perbekalan farmasi diberikan kepada masing-masing unit
perawatan sebagai persediaan. Sistem ini memungkinkan perbekalan farmasi tersedia bila diperlukan. Misalnya untuk persediaan obat-obat emergensi. Keuntungan sistem ini adalah: 1. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia 2. Meniadakan obat yang return 3. Pasien tidak harus membayar obat yang lebih 4. Tidak perlu tenaga yang banyak
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan sistem ini adalah: 1. Persediaan obat di ruangan harus banyak 2. Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar. c.
One Day Dose Dispensing One day dose dispensing didefinisikan sebagai obat-obatan yang diminta,
disiapkan, digunakan dan dibayar dalam dosis perhari, yang berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan untuk satu hari pemakaian. Sistem ini melibatkan kerjasama antara dokter, apoteker dan perawat. Keuntungan sistem ini adalah: 1.
Pasien hanya membayar obat yang dipakai
2.
Tidak ada kelebihan obat atau alat yang tidak dipakai di ruangan perawat
3.
Menciptakan pengawasan ganda oleh apoteker dan perawat
4.
Kerusakan dan kehilangan obat hampir tidak ada.
d.
Kombinasi dari beberapa sistem pendistribusian di atas. Semua sistem diatas dapat dilakukan dengan cara:
1. Sentralisasi: semua obat dari farmasi pusat 2. Desentralisasi: adanya pelayanan farmasi/depo farmasi Sistem distribusi obat harus menjamin: 1. obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat 2. dosis yang tepat dan jumlah yang tepat 3. kemasan yang menjamin mutu obat 2.5..2
Pelayanan Farmasi Klinis Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada
pasien dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu
Universitas Sumatera Utara
memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual. Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat. Pelayanan farmasi klinis yang dapat dilakukan sesuai SK Menkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 meliputi: 1. Pengkajian dan pelayanan resep 2. Penelusuran riwayat penggunaan obat 3. Pelayanan Informasi Obat (PIO) 4. Konseling 5. Pemantauan Terapi Obat (PTO) 6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) 7. Visite 8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) 9. Dispensing sediaan khusus 10. Pencampuran obat suntik 11. Penyiapan nutrisi parenteral 12. Penanganan sediaan sitostatik 13. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) 2.6
Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD) Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
Universitas Sumatera Utara
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril. Central Sterile Supply Department (CSSD) di rumah sakit bertujuan: -
Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah mengalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna.
-
Memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit.
-
Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk
keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan, pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi label, sterilisasi, sampai proses distribusi. Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Hidayat, 2003). 2.7
Instalasi Gas Medis Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1
Defenisi Gas Medis
a. instalasi gas medis adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas medis sampai ke outlet. b. gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan c. instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk penyaluran gas medis ke titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan. d. sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medis. e. Outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding. Beberapa gas medis yang digunakan pada sarana pelayanan kesehatan antara lain adalah gas Oksigen (tabung 1m3, 2m3, 6m3), oksigen cair (tangki), gas N2O (tabung 25 kg), gas CO2, dan udara Tekan (UT). 2.7.2
Penyimpanan Gas Medis Persyaratan penyimpanan gas medis:
a.
tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi bencana
b.
lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis dibedakan tempatnya
Universitas Sumatera Utara
c.
penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian
d.
lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau sejenisnya
e.
gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut (SK Menkes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002).
Universitas Sumatera Utara