BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Definisi Konsep dan Nalar Konsep 2.1.1 Pengertian Re-engineering Reengineering adalah pemikiran ulang yang fundamental dan perancangan ulang yang radikal terhadap proses bisnis organisasi yang membawa organisasi mencapai peningkatan yang dramatis dalam kinerja bisnis (Hamer dan Champy, 1993). Reengineering bisa juga diartikan sebagai inovasi proses atau perencanaan visi strategik dan strategi kompetitif baru serta pengembangan proses bisnis baru
yang
mendukung
visi
tersebut.
Menurut
Herbkersman (1994) reengineering adalah perubahan secara drastis bagaimana cara anggota organisasi menyelesaikan cara kerja mereka. Pengakuan re-engineering sebagai paradigma manajemen baru telah marak di tahun 1990-an, walaupun sebenarnya prinsip reengineering telah lama diterapkan sebelum 1900-an. Pada awal tahun 1990-an
dunia
reengineering,
bisnis
semakin
sehingga
beberapa
1
tertarik
pada
perusahaan
berbagai
pengalaman
mengenai
siklus
awal
penerapan reengineering. Praktik reengineering pada periode 1990-an, sebagian besar ditandai dengan aplikasi proses operasional dan pengukuran operasional waktu, biaya, dan kualitas sedangkan pengembangan proses strategik reengineering terus dilakukan. Harapan yang ingin diperoleh dari pemikiran baru tersebut adalah meninggalkan mikro menuju masalah yang lebih bersifat makro yang membantu menghasilkan nilai usaha reengineering yang jauh lebih besar. Tujuan program peningkatan berbeda
antara
perusahaan
yang
kinerja bisa satu
dengan
perusahaan lainnya. Hal ini juga menjadi umum bagi organisasi
untuk
memasukkan
tujuan,
'non-
tradisional' seperti meningkatkan kreativitas dalam program peningkatan kinerja mereka. Perbedaan dalam konteks organisasi dan tujuan peningkatan kinerja, program perbaikan kinerja yang sukses ditandai oleh fokus menerus dan berdedikasi pada pemikiran ulang serta merevitalisasi berbagai aspek organisasi seperti Culture and people, Strategy and system, Structure and Processes dan Technology.
2
Keempat aspek tersebut merupakan ruang lingkup dari process Re-engineering
a. Culture and People Perubahan
budaya
perusahaan
adalah
tema
umum dalam semua upaya untuk meningkatkan kinerja.
Beberapa
aspek
yang
umum
untuk
kebanyakan organisasi: Pertama, ada kebutuhan untuk
fleksibilitas
dan
kemampuan
beradaptasi
dalam organisasi, terutama yang berada dalam kondisi relatif baik di awal program perubahan. Ciri keberhasilan dengan memperkenalkan yang disebut “The Journey”, semua orang di dalam organisasi dibuat
mengerti
tentang
reengineering
atau
kebutuhan perubahan. Kedua, perubahan koheren untuk program insentif seringkali membutuhkan modifikasi perubahan organisasi.
Ketiga, seringkali
pelanggan sebagai titik fokus dalam merubah proses budaya. Pelanggan dipandang sebagai pusat dimana perubahan
budaya
dapat
perusahaan
menekankan
memperjelas
tujuan
menyatu.
Keempat,
kebutuhan
perusahaan
dan
untuk untuk
mengenali kebutuhan untuk perubahan radikal. b. Strategy and System
3
Strategi adalah satu set dari tindakan yang saling berkaitan, bertujuan untuk mencapai sebuah keuntungan kompetitif yang terus menerus. (Dutta, Soumitra
dan
Perubahan
Manzoni,
strategi
dan
Jean-francois, sistem
yang
1999).
signifikan
mengikuti hampir semua dari usaha peningkatan kinerja.
Untuk
meningkatkan
nilai
di
mata
konsumen, suatu perusahaan harus melakukan suatu perombakan strategi. Perombakan strategi dan system tersebut antara lain, prosedur, perubahan strategi serta sistem pemasaran, perubahan strategi dan
sistem
ekonomi
perusahaan
tersebut,
dan
sebagainya. Perubahan strategi dan system di butuhkan agar perusahaan dapat dan mampu meningkatkan kembali kinerja dari perusahaan tersebut. Kerjasama dan koordinasi yang baik antar pegawai sangat dibutuhkan untuk tercapainya hasil yang diinginkan. Strategi jangka pendek maupun strategi jangka panjang
diperlukan
agar
dapat
mengkondisikan
perusahaan dalam keadaan apapun dan untuk meningkaatkan kembali kinerja kerja serta dapat menghasilkan nilai yang besar bagi konsumen. Mendesain kembali system yang ada dalam perusahaan tersebut sangatlah penting. Mendesain
4
system perusahaan ditujukan untuk memahami kebutuhan baik dari dalam organisasi tersebut, maupun dalam memahami kebutuhan konsumen yang seringkali berubah. Strategi bertujuan untuk membuat suatu rencana atau plan yang akan menghantarkan pada keberhasilan dari tujuan yang diinginkan. c . Processes and structure. Suatu struktur dan konsep yang berhubungan dengan hal tersebut, yang mengintimidasi system pelaporan, serta mendistribusikan suatu tugas. Visi, misi, dan tujuan membutuhkan komunikasi serta informasi
yang
luas
dan
sebuah
perencanaan
kegiatan yang strategis untuk tercapainya visi dan misi perusahaan tersebut. Pelatihan dan pendidikan diperlukan oleh suatu organisasi
atau
perusahaan
untuk
dapat
meningkatkan kinerja, pendidikan, serta ketrampilan yang ada dalam kelompok tersebut. Sebuah proses berguna untuk memfokuskan pikiran dan energi organisasi
terhadap
para
konsumen.
Proses
mendesain ulang yang tepat dapat menghasilkan peningkatan konsumen
yang dan
signifikan meningkatkan
dalam
efisiensi
efektivitas organisasi secara keseluruhan.
5
kepuasan serta
d. Technology Pesatnya
perkembangan
teknologi
informasi
selama dekade terakhir, menjadikan IT sebagai komponen inti dari program peningkatan kinerja perusahaan. Banyak perusahaan yang mengakui dan menekankan bahwa kebutuhan untuk tujuan bisnis dengan mendorong IT
sebagai persyaratan dan
solusi
mencapai
khusus
untuk
tujuan
serta
perubahan yang diinginkan. Dampak IT dalam upaya perubahan dapat dicirikan sebagai organisatoris netral. IT membantu untuk
memberdayakan
manajer
untuk
mengotomatisasi dan memindakan keputusan keluar dari
cabang
bank
maka
dengan
demikian
menurunkan pekerjaan manajer cabang. Netralitas organisasi,
Penting
untuk
memiliki
kepimpinan
bisinis yang kuat dan kemitraan efektif antara bisnis dan divisi IT untuk memastikan bahwa IT memang memiliki dampak yang diinginkan. Reengineering merupakan
inovasi
proses
untuk
meningkatkan
kinerja dalam organisasi. 2.1.2 Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah perasaan yang menyeluruh yang timbul sebagai reaksi terhadap situasi yang
6
menekan atau yang menimbulkan stress. Secara definitive sebagai
kecemasan reaksi
berhubungan
(anxiety)
emosional dengan
dapat
umum
keadaan
diartikan
yang
atau
tidak
stimulus
tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Lindgren (1998) yang menyatakan kecemasan itu ditimbulkan oleh situasi yang tidak jelas dan ambigous. Jadi sebenarnya kecemasan itu merupakan pengalaman emosi yang dapat dialami oleh semua orang dengan penyebab yang bukan hanya karena hal-hal konkrit saja tapi juga disebabkan karena hal-hal yang sifatnya
tidak
pasti
sehingga
terkadang
tidak
diketahui oleh individu yang bersangkutan. Berbeda
dengan
pendapat
lainnya,
Freud
(2006) mengartikan kecemasan dari konsep libido individu. Menurutnya kecemasan adalah perasaan seseorang yang muncul pada saat realisaasi bentuk penahanan
terhadap
dorongan-dorongan
dan
keinginan-keinginan tertentu tidak dapat diterima. Sullivan
mempunyai
pandangan
lain
mengenai
kecemasan, menurutnya kecemasan itu dibangkitkan oleh kekuatan yang tidak diterima oleh pikiran, perasaan, dorongan, keinginan dan tindakan. Konsep dari Freud dan Sullivan ini merupakan sebuah konsep dasar bahwa kecemasan itu muncul karena
7
bahaya dari dalam diri individu akibat pikiran, perasaan, keinginan dan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima (Hilgard et.al, 1993).
Kecemasan
adalah
emosi
yang
tidak
menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, kepribadian dan rasa takut yang kadang-kadang di alami dalam tingkat yang berbeda-beda menyatakan psikologi
(Atkinson, bahwa
terhadap
1999).
Long
(1996)
kecemasan
adalah
respon
stress
yang
mengandung
komponen fisiologi. Sebuah perasaan takut atau tidak
tenang
yang
sumbernya
tidak
dikenali.
Kecemasan terjadi pada saat seseorang merasa terancam baik secara fisik atau psikologi (seperti gambaran
diri,
harga
diri
atau
identitas
diri).
Sedangkan Sulistiawaty (2005) menyatakan bahwa kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik
secara
subjektif
dialami
dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Akan tetapi pada
kenyataannya
dalam
mengalami
suatu
perubahan banyak orang yang belum siap memasuki masa perubahan sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak 8
tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak (Rini, 2001). Dapat
dikatakan
bahwa
kecemasan
itu
merupakan fenomena yang tidak asing lagi bagi individu
namun
tetap
saja
kecemasan
menjadi
pengalaman yang sungguh tidak menyenangkan, tidak
mengenakkan,
mengganggu
bahkan
menyakitkan. Oleh karena itu kecemasan menjadi beban bagi individu yang bersangkutan dan dapat menjadi hambatan bagi individu untuk menikmati hidup terutama yang penyesuaian dirinya kurang baik (Prawitasari dalam Utami, 2000). Dalam
penelitian
ini,
kecemasan
yang
dimaksud adalah kecemasan dalam menghadapi proses re-engineering seperti pada penelitian yang dilakukan
oleh
Suzana
Bell
(2011)
dalam
penelitiannya tentang Re-engineering Institutional Resporitori
pada
Pengguna
di
Rochester
juga
menemukan bahwa kecemasan di hadapi oleh para mahasiswa dalam hal ini masih bingung dalam mempergunakan Institutional Resporitori dan juga para
pekerja
yang
terlibat
dalam
Institutional
Resporitori sehingga ditemukan adanya penolakan terhadap perubahan dan juga takut adanya beban kerja tambahan. 9
2.1.3. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi kerja menjadi hal yang penting bagi setiap perusahaan, terutama manfaat bagi karyawan dan perusahaan. Motivasi akan mendorong karyawan untuk lebih berprestasi dan produktif. Begitu pula motivasi
dalam
perusahaan
dalam
rangka
peningkatan produksi dan penekanan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawan. Dengan adanya
motivasi
pengaruhnya
kerja
dan
maka
kinerja
dapat
karyawan.
dilihat Dimana
karyawan akan melakukan tindakan atas dasar keinginan
untuk
berprestasi
dan
memperoleh
jabatan lebih tinggi di perusahaan. Hasibuan (1996) motivasi
menjelaskan bahwa teori
merupakan
memberikan keinginan
konsep
penjelasan
seseorang
yang
tentang
serta
bersifat
kebutuhan
menunjukkan
dan arah
tindakannnya. Adapun tujuan pemberian motivasi antara
lain
yaitu
1)
kerja
mendorong
gairah
semangat karyawan; 2) meningkatkan moral dan kepuasan
kerja
karyawan;
3)
meningkatkan
produktivitas kerja karyawan; 4) mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan; 5) meningkatkan disiplin dan menurunkan tingkat
10
kehadiran karyawan; 6) menciptakan suasana dan hubungan yang baik; 7) meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan; 8) meningkatkan dan kesejahteraan
karyawan;
9)
mempertinggi
rasa
tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. Gibson (dalam Suwarto, 1999) mengemukakan motivasi adalah suatu konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai mengerahkan perilaku. Luthans ( dalam Safaria, 2004) mengemukakan motivasi
diartikan
dimulai
dari
sebagai
adanya
sebuah
kekurangan
proses baik
yang secara
fisiologis maupun psikologis yang memunculkan perilaku
atau
dorongan
yang
diarahkan
untuk
mencapai sebuah tujuan spesifik atau insentif. Robbins et all (2008) mengemukakan bahwa motivasi
adalah
“keinginan
untuk
melakukan”
sebagai kesediaan mengeluarkan upaya yang tinggi untuk
tujuan
organisasi,
sebagaimana
yang
dikondisikan oleh kemampuan itu dalam upaya memenuhi suatu kebutuhan individual”. Definisi lain dari Jones seperti yang dikutip dalam Wijono (2010) mendefinisikan motivasi sebagai “how behavior get started, is energized, is sustained, is director, is
11
stopped and what kind of subjective reaction is presentin the organism while all this is going on’. Selanjutnya Steers and Porter mengemukakan bahwa motivasi dapat dipahami melalui tiga aspek ini yaitu yang membangkitkan (energizes) tingkah laku,
yang
mengarahkan
menghubungkan
(channels)
(direct)
tingkah
atau
laku
dan
mempertahankan. Motivasi sebagai
secara
kebutuhan
umum
yang
dapat
dijelaskan
mendorong
perbuatan
untuk suatu tujuan tertentu. Jadi motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja (Anoraga, 2005). Dengan demikian motivasi
adalah
kebutuhan
yang
mendorong
perbuatan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang
dikemukakan
menjelaskan
oleh
bahwa
teori
Hasibuan motivasi
(1996)
merupakan
konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang kebutuhan menunjukkan
dan arah
keinginan
seseorang
tindakannnya
dan
serta Luthans
(2004) motivasi diartikan sebagai sebuah proses yang dimulai
dari
adanya
kekurangan
baik
secara
fisiologis maupun psikologis yang memmunculkan
12
perilaku
atau
dorongan
yang
diarahkan
untuk
mencapai sebuah tujuan spesifik atau insentif.
2.1.4. Pengertian Kinerja Karyawan Pengelolaan untuk mencapai kinerja sumber daya
manusia
meningkatkan Dessler
yang
tinggi
perusahaan
(1992)
dimaksudkan secara
mendefinisikan
guna
keseluruhan.
kinerja
sebagai
prestasi kinerja yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan.
Nawawi
(2007)
menyatakan
bahwa
kegiatan peningkatan kinerja produktivitas dimulai dengan
upaya
motivasi
menumbuhkan
supaya
sukses
dorongan
dalam
atau
melaksanakan
pekerjaan berdasarkan kesadaran personel yang bersangkutan. Armstrong
(1998),
kinerja
(performance
upaya
untuk
menjelaskan
management)
memperoleh
hasil
Manajemen
sebagai
satu
terbaik
dari
organisasi, kelompok dan individu-individu melalui pemahaman dan penjelasan kinerja dalam suatu kerangka
kerja
atas
tujuan-tujuan
terencana,
standar dan persyaratan-persyaratan atribut atau kompetensi yang disetujui bersama. Menurut Ruky
13
(2001),
Manajemen
keberhasilan
kerja
kinerja
adalah
individual
pencapaian
dikaitkan
dengan
kemampuan pekerja memanfaatkan kemampuannya, kesadaran
akan
memaksimalkan
potensi
yang
kontribusi
dimilikinya
mereka
dan
terhadap
keberhasilan organisasi. Ahmad Fawzi MB (2005) mengemukakan bahwa Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Robbins (1996) mengemukakan bahwa kinerja karyawan
sebagai
kemampuan
dan
fungsi
dari
motivasi.
interaksi
Kemudian
antara menurut
Kwelju (2004) mengatakan kinerja dapat diartikan sebagai suatu hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam
situasi
tertentu.
Agustina
(2002)
mendefinisikan tingkat performansi kerja seseorang merupakan ukuran sejauh mana keberhasilan orang itu dalam melakukan tugas pekerjaannya. Kinerja merefleksikan kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang
membentuk
sebuah 14
pekerjaan
karyawan
(Simamora, 2004). Sejalan dengan itu Bernadin & Russle
(1993);
sulistiyani
&
Rosidah
(2003)
menjelaskan kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Mondy
dan
Premeaux
(2003)
menyatakan
bahwa Kinerja dipengaruhi oleh tujuan. Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu
pekerjaan
(thing
done),
pengertian
performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. Donnelly,
Gibson
and
Invancevich
(2004)
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri
15
sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model partner-lawyer, kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor; (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat
imbalan
dan
kepuasan
kerja.
Dengan
demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan.
Dengan
demikian,
agar
mempunyai
kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila
ada
kesesuaian
antara
pekerjaan
dan
kemampuan. Dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Robbins (1996), Agustina (2002), Sulistiyani & Rosidah (2003), Kwelju (2004) bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang
secara
keseluruhan
selama
periode
tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan 16
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Dengan indikator kemampuan karyawan, kedisiplinan
karyawan
dan
kerjasama
antar
karyawan. 2.2. Pengembangan Hipotesis 2.2.1. Pengaruh Kecemasan Menghadapi Proses Re-engineering terhadap Motivasi Kerja Kecemasan merupakan perasaan negatif yang muncul karena suatu sebab tertentu. Oleh karena itu seringkali kecemasan memberikan dampak yang kurang
baik
bagi
seseorang.
Karyawan
sebagai
individupun tidak terlepas dari kecemasan, oleh karena
hal-hal
pekerjaannya.
tertentu
Dengan
yang
terkait
demikian,
dengan
semakin
tinggi
kecemasan yang di alami oleh karyawan PLN dalam menghadapi proses re-engineering maka motivasi kerja
mereka
Berdasarkan
diduga
akan
penjelasan
diatas
semakin
rendah.
maka
hipotesis
pertama dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
17
H1 : Kecemasan menghadapi proses re-engineering berpengaruh
signifikan
terhadap
motivasi
kerja
karyawan 2.2.2. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Orang yang memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan atau mencapai sesuatu biasanya berupaya atau bekerja dengan lebih keras untuk mencapainya. memiliki
Sama
motivasi
halnya
kerja
yang
ketika
karyawan
tinggi.
Motivasi
merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri karyawan
untuk
mau
melakukan
tugas
dan
tanggung jawabnya. Dengan yang tinggi karyawan akan lebih mampu melakukan tugas-tugasnya, yang pada
akhirnya
akan
meningkatkan
kerja.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Liestyowati (2006) tentang kinerja dimana salah satu variabel yang mempengaruhinya adalah motivasi. Dalam penelitian ini disebutkan juga kemampuan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja karyawan yang berarti semakin tinggi motivasi kerja makan akan semakin tinggi
juga
kinerja
karyawan.
18
Berdasarkan
penjelasan
diatas
maka
hipotesis
kedua
dalam
penelitian ini dirumuskan demikian : H2
:
Motivasi
Kerja
berpengaruh
positif
dan
siginifikan terhadap kinerja karyawan 2.2.3. Pengaruh Tingkat Kecemasan terhadap Kin erja Karyawan Kecemasan
yang
terlalu
tinggi
akan
menurunkan keinginan motivasi kerja karyawan. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Suzana Bell
(2011)
dalam
penelitiannya
tentang
Re-
engineering Institutional Resporitori pada Pengguna di Rochester juga menemukan bahwa kecemasan di hadapi oleh para mahasiswa dalam hal ini masih bingung
dalam
mempergunakan
Institutional
Resporitori dan juga para pekerja yang terlibat dalam Institutional Resporitori sehingga ditemukan adanya penolakan terhadap perubahan dan juga takut adanya
beban
kerja
tambahan.
Rini
(2001)
mengatakan pada kenyataannya dalam mengalami suatu perubahan banyak orang yang belum siap memasuki masa perubahan sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena
19
tidak
tahu
kehidupan
macam
apa
yang
akan
dihadapi kelak. H3: Tingkat kecemasan berpengaruh signifikan te rhadap kinerja karyawan
2.3. Model Penelitian
Kecemasan
H1
Motivasi
H2
H2 Kinerja karyawan
H3
20