BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Belajar
Belajar merupakan kewajiban setiap manusia, karena dengan belajar manusia memperoleh pengetahuan dan wawasan sehingga menjadi tahu dan bisa dalam melakukan sesuatu atau memecahkan masalah, belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, tidak memandang usia dan bisa dilakukan sepanjang hayat. Skinner dalam Syah (2006: 90) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif.
Kemudian
Gagne
dalam
Suwarjo
(2008:
33)
mendefinisikan belajar merupakan suatu proses yang terorganisasi, sehingga terjadi perubahan perilaku pembelajaran akibat pengalaman. Abu Ahmadi dan Widodo Supriono (2004: 128) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Dudi Online: 2011). Selanjutnya, belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke lianglahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang
9 bersifat pengetahuan, keterampilan, maupun yang menyangkut nilai dan sikap (Sadiman, 2006: 2). Menurut Piaget dalam Hepratiwi (2009: 79) manusia belajar melalui proses kontruksi satu struktur logika setelah struktur logika lain tercapai. Maksudnya, manusia dapat mempelajari sesuatu yang baru setelah sesuatu yang lain dipelajari. Pengetahuan tidak dipelajari secara pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan. Reber dalam Syah (2006: 91) membatasi belajar dengan dua macam definisi, pertama, belajar yaitu proses memperoleh pengetahuan dan definisi, kedua belajar yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Hilgard dan Bower (1975: 156) mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan (Dudi Online: 2011). M. Sobry Sutikno (2004: 34) mengartikan belajar adalah suatu proses usaha seseorang yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Titin Online: 2010). Melalui pendapat beberapa ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa, belajar merupakan kegiatan yang dialami dan dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya, melalui pengalaman-pengalaman yang dapat membawa perubahan pada tingkah laku manusia yaitu perubahan
10 yang bersifat pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang tentunya menuju kearah yang positif dan lebih baik.
2.2.
Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan dalam belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2001: 93 dalam Juliantara online: 2010). Gie (Junaidi online: 2010) menyatakan bahwa Keberhasilan peserta didik dalam belajar tergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan. Menurut Junaidi (online: 2010) aktivitas belajar peserta didik adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan peserta didik
dalam mengikuti
pembelajaran sehingga menimbulkan perubahan perilaku belajar pada diri peserta didik, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak mampu melakukan kegiatan menjadi mampu melakukan kegiatan. Selanjutnya, Juliantara (online: 2010) mengemukakan aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas peserta didik dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan, ketrampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen.
11 Melalui pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan oleh penulis bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran, yang dapat menghasilkan perubahanperubahan pada pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang menuju pada arah positif.
2.3.
Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh setelah belajar, yaitu sesuatu hal yang positif yang diperoleh setelah melakukan kegiatan belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Indramunawar online: 2009) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi pendidik. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi pendidik, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Kemudian Achmad dalam Baharrudin & Nur (2008: 26) prestasi belajar adalah hasil yang dicapai, sedangkan belajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti menuntut ilmu. Selanjutnya, menurut Staton dalam Lapono (2008: 1.12) hasil belajar diukur berdasarkan terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku atau pemodifikasian tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku yang baru. Hamalik (2001: 159) menyatakan prestasi merupakan indikator adanya perubahan tingkah laku peserta didik. Jadi prestasi adalah hasil maksimal dari sesuatu, baik berupa belajar maupun bekerja. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi pendidik. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak
12 tersebut bermanfaat bagi pendidik dan peserta didik. (Muslihati 2005 dalam online: 2011). Kemudian Howard Kingsley (Indramunawar online: 2009) membagi 3 macam hasil belajar yaitu (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) Pengetahuan dan pengertian, serta (c) Sikap dan cita-cita. Hasil belajar tercermin dalam perubahan prilaku, baik secara material, substansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior (Bahri & Zain, 2006: 11). Poerwadarmita (1996: 169) menyatakan bahwa prestasi adalah apa yang telah dicapai dari hasil pekerjaan yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan keuletan kerja. Menurut Woordworth dalam Ismihyani, 2000 (Online: 2011), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Penulis simpulkan pengertian hasil belajar, melalui beberapa pendapat ahli di atas yaitu hasil belajar merupakan terjadinya perubahan tingkah laku pada manusia setelah mengalami proses belajar, berupa keterampilan, kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Dalam hal ini, peserta didik mengalami perubahan baik pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor yang terwujud melalui proses belajar yang telah dilalui, dan evaluasi belajar.
2.4.
Strategi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Cooperative Learning adalah belajar kelompok, yaitu pembelajaran yang terbagi menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok itu terdiri
13 dari beberapa peserta didik. Slavin, 1985 dalam Isjoni (2009: 12) menyatakan Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Kemudian, Jacob dalam Suwarjo (2008: 102) mengungkapkan strategi pembelajaran kooperatif merupakan sebuah inovasi dan reformasi pendidikan yang sangat kuat dan penuh potensial diberikan kepada masyarakat yang berbeda budaya, kemampuan, ras, dan etnik. Slavin dalam Asma (2006: 11) mendefinisikan belajar kooperatif sebgai berikut: “Cooperative learning methods share the idea that student works together to learn and are responsible for their teammates learning as well as their own”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa, dalam belajar kooperatif peserta didik belajar bersama, saling menyumbang pemikiran, dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Kebanyakan pembelajaran kooperatif melibatkan peserta didik dalam kelompok belajar yang teridri atas empat atau lima peserta didik dengan kemampuan yang beragam (Slavin, 1994; Johnson & Johnson, 1994; Kagan, 1992; Jacob, 1999 dalam Suwarjo, 2008: 101). Selanjutnya, Cooper dan Heinich dalam Asma (2006: 11) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerjasama belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial. Menurut Stahl, 1994 (Titin Online: 2010) proses pembelajaran dengan Cooperative Learning ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa. Hasil penelitian
14 Suryadi 1999 dalam Isjoni (2009: 12) menyatakan, pada pembelajaran Matematika menyimpulkan bahwa salah satu model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa adalah Cooperative Learning. Menurut Hamid Hasan dalam Solihatin dan Raharjo (2007: 4) cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Jadi, belajar kooperatif adalah belajar dengan memanfaatkan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Pembelajaran
kooperatif
merupakan
pembelajaran
yang
menempatkan siswa dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar (Muhammad Nur, 1998: 6 dalam Dzaki online: 2009). Selanjutnya Djahiri K, 2004 dalam Isjoni (2009: 19) menyebutkan Cooperative Learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Menurut Ibrahim, (2001: 7) Ada tiga tujuan pembelajaran kooperatif yang akan dicapai yaitu, (1) hasil belajar akademik, (2) penerimaan terhadap keberagaman, dan (3) pengembangan keterampilan sosial. Watchword of the American Revolution dalam Johnson & Johnson 1994 (dalam Isjoni 2009: 18) mengemukakan istilah “Together we stand, divided we fall” atau “bersama kita bisa, berpisah kita jatuh”, untuk menggambarkan tentang Cooperative Learning. Michaels dalam Solihatin dan Raharjo (2007: 5) Cooperative Learning dapat membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata
15 dimasyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama diantara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar. Menurut Posamentier dalam Rachmadi (2004: 14) menyatakan beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika siswa belajar dalam kelompok adalah sebagai berikut: (a) Setiap anggota dalam kelompok harus merasa bagian dari tim dalam pencapaian tugas bersama. (b) Setiap anggota dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok, berhasil atau gagal akan dirasakan oleh semua anggota kelompok. (c) Untuk mencapai tujuan kelompok, semua siswa harus bicara atau diskusi satu sama lain. (d) Harus jelas bahwa kerja individu dalam kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok. Jadi, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran yang terdiri dari beberapa siswa yaitu kurang lebih 4-6 siswa, menjadi kelompok-kelompok kecil, belajar bersama dan bekerja bersama dalam memecahkan sesuatu hal atau permasalahan. Pembelajaran ini sangat penting untuk kita (calon pendidik dan pendidik) ketahui, kemudian kita pahami, terapkan dan kembangkan.
2.5.
Strategi Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division (STAD) STAD merupakan salah satu bentuk belajar kelompok yang memiliki anggota kelompok 4-5 orang tiap-tiap kelompoknya, anggota kelompok tersebut memiliki variasi kemampuan akademik yaitu tinggi, sedang dan rendah. Isjoni (2009: 51) menyatakan bahwa tipe ini dikembangkan oleh Slavin, dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan
16 saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Selanjutnya, Slavin dalam Asma (2006: 51) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif dengan model STAD, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis atau kelompok sosial lainnya. Slavin dalam Isjoni (2009: 51) pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan, yaitu penyajian materi, kerja kelompok, tes individu, perhitungan skor perkembangan individu, dan pemberian penghargaan kelompok. Slavin (2010: 143) menyatakan bahwa STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu persentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses pembelajaran melalui Cooperative Learning tipe STAD dari beberapa pendapat ahli di atas yaitu: Pertama. Tahap Penyajian Materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Mengenai teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan secara klasikal ataupun audiovisual. Lamanya presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung pada kekompleksan materi yang akan dibahas.
17 Kedua. Tahap Kerja Kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilisator dan motivator kegiatan tiap kelompok. Ketiga. Tahap Tes Individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah dibahas. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok. Keempat.
Tahap
Perhitungan
Skor
Perkembangan
Individu,
berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya, yaitu dihitung berdasarkan selisih perolehan tes awal dengan tes akhir (yang baru dilaksanakan). Penghitungan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan selisih perolehan skor pada tes awal dengan tes akhir, ditetapkan beberapa tingkatan sebagai berikut: a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal, skor perkembangan 5 b. 10 poin hingga 1 poin di bawah skor awal, skor perkembangan 10 c. Sampai 10 poin di atas skor awal, skor perkembangan 20 d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal, skor perkembangan 30
18 e. Nilai sempurna (tidak berdasar skor awal), skor perkembangan 30 Kelima. Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok, perhitungan skor kelompok
dilakukan
dengan
cara
menjumlahkan
masing-masing
perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik (good team), kelompok hebat (great team), dan kelompok super (super team). Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut (1) kelompok dengan skor rata-rata 15 sebagai kelompok baik, (2) kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok hebat, dan (3) kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super. Penghargaan terhadap kelompok yang memperoleh poin perkembangan kelompok tertinggi ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah total perkembangan anggota Jumlah anggota kelompok yang ada
(Asma, 2006: 122) 2.6.
Matematika Matematika merupakan ilmu eksak yang wajib kita ketahui dan kita pelajari, karena matematika sangat penting dan sangat berhubungan dengan kehidupan kita. Kata matematika berasal dari bahasa Yunani kuno “mathema” yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang lingkupnya
menyempit,
dan
arti
teknisnya
menjadi
"pengkajian
matematika" (wikipedia online: 2010). Berdasarkan asal katanya,
19 Matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berfikir atau nalar (Suwangsih, 2006: 3). Kemudian Matematika adalah salah satu alat berfikir (Adjie, 2006: 34). Menurut Kline dalam Suwangsih (2006: 2) matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Selanjutnya, Romberg (Masthoni online: 2009) mengarahkan hasil penelaahannya tentang matematika kepada tiga sasaran utama. Pertama, para sosiolog, psikolog, pelaksana administrasi sekolah dan penyusun kurikulum, memandang bahwa matematika merupakan ilmu statis dengan disipilin yang ketat. Kedua, selama kurun waktu dua dekade terakhir ini, matematika dipandang sebagai suatu usaha atau kajian ulang terhadap matematika itu sendiri. Kajian tersebut berkaitan dengan apa matematika itu, bagaimana cara kerja para matematikawan, dan bagaimana mempopulerkan matematika. Ketiga, matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang tubuh dari bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu terhadap dunia fisik, dan sebagai aktivitas intelektual. Dalam kurikulum SD 2004 (Adjie, 2006: 34) matematika berfungsi mengembangkan kemampuan berhitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika. Menurut Hudoyo dalam Aisyah (2007: 1) matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak (Onlione: 2011). Selanjutnya, Newman (Masthoni online: 2009) melihat tiga ciri utama matematika, yaitu; (1) matematika disajikan dalam pola yang lebih ketat, (2) matematika berkembang dan digunakan lebih luas dari pada ilmu-ilmu lain, dan (3) matematika lebih terkonsentrasi pada konsep. Selain itu juga,
20 matematika adalah salah satu alat berfikir, selain bahasa, logika dan statistika (Suriasumantri dalam Nahromi dan Maulana, 2006: 34). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Alwi, 2002: 723 dalam Online: 2011). Selanjutnya, menurut pendapat Russefendi dalam Suwangsih (2006: 4) Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan. Kemudian menurut Sumardyono (2004: 28) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) Matematika sebagai struktur yang terorganisir. Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat). (2) Matematika sebagai alat (tool). Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. (3) Matematika sebagai pola pikir deduktif. Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum). (4) Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking). Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis. (5) Matematika sebagai bahasa artifisial. Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks. (6). Matematika sebagai seni yang kreatif. Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif (Online: 2011). Dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan cabang ilmu yang terstruktur, memiliki keistimewaan tersendiri, sangat berhubungan dengan
21 kehidupan kita, bersifat statis dan sangat penting untuk dipelajari, dipahami dan diterapkan dalam kehidupan kita.
2.7.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran matematika kelas IV SDN Labuhan Ratu IX menggunakan strategi pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD, dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik”.