perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Rumah Sakit a. Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan professional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya (Anonim. 2012. Rumah Sakit. http://id.wikipedia.org/Rumah_sakit, diunduh pada tanggal 10 April 2012 pukul 15:00). Jadi dapat dikatakan bahwa rumah sakit adalah suatu tempat untuk menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan
berbagai
tenaga
terlatih
dan
terdidik
dalam
menghadapi dan masalah – masalah medis dalam pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Rumah sakit memiliki tugas yang penting dalam kaitannya dengan pemulihan dan pemeliharaan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/IX/1992 tentang Pedoman , tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Sedangkan upaya kesehatan itu sendiri adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut adalah sarana kesehatan. Dalam upaya kesehatan tersebut hendaknya tenaga medis atau dapat disebut tenaga kesehatan berusaha secara maksimal dalam memberikan pelayanan medis sehingga dapat tercipta pemeliharaan kesehatan yang baik. Menurut Pasal 47 Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Upaya kesehatan itu dapat diberikan atau dilakukan commit to user dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan 15
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dapat dilakukan secara bersinambungan. Artinya, Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak dapat sekaligus selesai, melainkan dilakukan secara bertahap dalam kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan. b. Fungsi Rumah Sakit Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan mempunyai beberapa fungsi.antara lain adalah memberikan pelayanan medis dan non medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan kepelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan.. Dapat dikatakan maksud dasar dari adanya rumah sakit itu sendiri adalah untuk merawat dan mengobati siapapun yang sakit dan terluka. Selain fungsi yang tersebut diatas masih ada fungsi rumah sakit yang dirasa cukup penting yakni pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Jadi jika dirumuskan secara sederhana fungsi dari rumah sakit mencakup pelayanan, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat. Fungsi pokok dari rumah sakit antara lain adalah : 1) Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis; 2) Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan; 3) Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman, 4) Melaksanakan pelayanan medis khusus; 5) Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan; 6) Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi; 7) Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial; 8) Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan; 9) Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi); 10) Melaksanakan pelayanan rawat inap; 11) Melaksanakan pelayanan administrative; 12) Melaksanakan pendidikan para medis; 13) Membantu pendidikan tenaga medis umum; 14) Membantu pendidikan tenaga medis spesialis; 15) Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
16) Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi (Anonim. 2012. Rumah Sakit. http://id.wikipedia.org/Rumah_sakit, diunduh pada tanggal 10 April 2012 pukul 15:00). c. Tujuan Rumah Sakit Menurut Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tujuan dari penyelenggaraan rumah sakit antara lain adalah : 1) Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; 2) Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; 3) Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan 4) Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit. Tujuan rumah sakit ini berkaitan dengan tugas dan fungsi rumah sakit. Tujuan dari rumah sakit secara umum untuk memberikan pelayanan, khususnya di bidang kesehatan dalam hal ini diperuntukkan pada pasien. Selain itu rumah sakit juga bertujuan untuk memberikan jaminan kesehatan atau pemeliharaan kesehatan secara menyeluruh terhadap masyarakat luas. Dalam memberikan jaminan kesehatan, tidak hanya ketika seseorang dalam keadaan sakit tetapi juga melakukan upaya pencegahan agar orang yang sehat menjadi jatuh sakit. Untuk tujuan rumah sakit secara khusus sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan secara umum. Dalam hal ini rumah sakit didirikan dengan tujuan untuk membantu pelatihan dan pendidikan bagi tenaga medis baik medis umum atau spesialis dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan, sebagai tempat melakukan penelitian yang berguna untuk pengembangan penanganan kesehatan. d. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit merumuskan hak dan kewajiban rumah sakit. Hak dan kewajiban commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut dirumuskan dalam Pasal 29 dan Pasal 30. Menurut Pasal 29 ayat (1) kewajiban rumah sakit antara lain adalah : 1) Memberikan informasi yang benar tentang Pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat; 2) Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; 3) Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; 4) Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya; 5) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin; 6) Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan; 7) Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien; 8) Menyelenggarakan rekam medis; 9) Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia; 10) Melaksanakan sistem rujukan; 11) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; 12) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; 13) Menghormati dan melindungi hak-hak pasien; 14) Melaksanakan etika Rumah Sakit; 15) Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; 16) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional; 17) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya; 18) Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws); 19) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan 20) Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan hak – hak rumah sakit yang disebutkan dalam Pasal 30 ayat (1) adalah : 1) Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit; 2) Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3) Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan; 4) Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 5) Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian; 6) Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; 7) Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 8) Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan. e. Klasifikasi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Menurut
pasal
pengelompokan
1
angka
kelas
6,
rumah
klasifikasi sakit
rumah
berdasarkan
sakit
adalah
fasilitas
dan
kemampuan pelayanan. Pada pasal 3 dinyatakan pula bahwa Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah. Menurut pasal 3 rumah sakit sekurangkurangnya harus memiliki kriteria-kriteria yang telah disebutkan diatas. Dengan criteria-kriteria tersebut barulah rumah sakit dinyatakan pantas untuk mendapatkan penetapan kelas dari Menteri Kesehatan. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut pasal 4 Permenkes tentang klasifikasi rumah sakit, berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanannya Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi : 1) Rumah Sakit Umum Kelas A; 2) Rumah Sakit Umum Kelas B; 3) Rumah Sakit Umum Kelas C; 4) Rumah Sakit Umum Kelas D. Sedangkan pasal 5 menyatakan Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan: 1) Pelayanan; 2) Sumber Daya Manusia; 3) Peralatan; 4) Sarana dan Prasarana; dan 5) Administrasi dan Manajemen. Berikut merupakan klasifikasi rumah sakit umum berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan : 1) Rumah Sakit Umum Kelas A Menurut pasal 6 ayat (1), rumah sakit ditetapkan kelasnya sebagai rumah sakit umum kelas A, apabila mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain, dan 13 pelayanan medik sub spesialis. Sedangkan pada ayat (2) dinyatakan bahwa Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non commit to user Klinik.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pelayanan medik umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.
Pelayanan medik spesialis dasar
terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan spesialis penunjang medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi. Sedangkan pelayanan medik spesialis lain sekurang-kurangnya terdiri dari Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik. Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit
Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan
Ginekologi, Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan intensif, pelayanan darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrument dan rekam medik. Sedangkan pelayanan penunjang non klinik sekurang-kurangnya terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih. Sementara itu pasal 7 mengatur mengenai sumber daya manusia yang berada di rumah sakit umum. Sumber daya manusia ini berkaitan dengan tenaga kesehatan rumah sakit. Pasal 7 ayat (1) berbunyi “ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan”. Artinya bahwa setiap tingkat pelayanan memiliki kebutuhan akan tenaga kesehatan yang berbeda-beda. Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 18 (delapan belas) to user orang dokter gigi sebagai tenaga orang dokter umumcommit dan 4 (empat)
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masingmasing minimal 6 (enam) orang dokter spesialis dengan masingmasing 2 (dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter subspesialis sebagai tenaga tetap. Serta tenaga penunjang yang dibutuhkan oleh rumah sakit. Tenaga penunjang yang dimaksudkan adalah tenaga non medis yang menunjang pelayanan medis di rumah sakit, yang biasanya ditempatkan pada pelayanan penunjang non klinik. Untuk sarana dan parasarana, menurut pasal 7 ayat (1) sarana dan prasarana Rumah Sakitharus memenuhi standar yang ditetapkan oleh menteri. Ayat (4) menyatakan bahwa pada rumah sakit umum kelas A harus memiliki sekurang-kurangnya 400 buah tempat tidur. Yang artinya dengan banyaknya jumlah tempat tidur yang tersedia dapat menampung cukup banyak pasien. Untuk administrasi dan manajemen terdiri atas struktur organisasi rumah sakit dan tata laksana. Menurut pasal 9 ayat (2) struktur organisasi paling sedikit terdiri dari Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Sedangkan tatalaksana meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit user (SIMRS), hospital commit by laws to dan Medical Staff by laws.
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Rumah Sakit Umum Kelas B Menurut pasal 10 ayat (1) rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitasdan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Sedangkan menurut pasal 10 ayat (2) Kriteria, fasilitas
dan kemampuan Rumah Sakit
Umum
Kelas B
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Pada dasarnya jenis-jenis pelayanannya sama dengan rumah sakit umum kelas A, hanya perbedaannya terletak pada jumlah pelayanannya yang harus dipenuhi untuk mendapatkan penetapan kelas dari menteri kesehatan. Untuk tenaga kesehatan, menurut pasal 11 ayat (2) sampai dengan ayat (9) menyatakan bahwaPada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 12 (dua belas) orang dokter umum dan 3 (tiga) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu ) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masingmasing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 4 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada commitPada to user pelayanan yang berbeda. Pelayanan Medik Subspesialis harus
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ada masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter subspesialis dengan 1 (satu) orang dokter subspesialis sebagai tenaga tetap. Untuk sarana dan prasarana terdapat perbedaan, jika rumah sakit umum kelas A minimal harus memiliki 400 buah tempat tidur untuk rumah sakit umum kelas B minimal harus memiliki 200 buah tempat tidur. Sedangkan untuk struktur organisasi mau tata laksana organisasi sama dengan kritreia rumah sakit umum kelas A. 3) Rumah Sakit Umum Kelas C Menurut pasal 14 ayat (1) Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Sedangkan pada ayat (2) menyatakan Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana. Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar. Untuk pelayanan gawat darurat semua kelas rumah sakit diwajibkan untuk mempunyai pelayanan gawat darurat. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Sedang Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan commit Rehabilitasi to user Anestesiologi, Radiologi, Medik dan Patologi Klinik.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk
pelayanan
keperawatan
dan
kebidanan,
pelayanan
penunjang klinik, dan pelayanan penunjang non klinik semua kelas rumah sakit menetapkan sama. Untuk tenaga kesehatan, pada rumah sakit umum kelas C memiliki pengaturan yang berbeda. Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda. Pada setiap Pelayanan Spesialis Penunjang Medik masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda. Untuk sarana dan prasarana memiliki sedikit perbedaan dengan kelas yang lainnya, yakni jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Disesuaikan dengan tingkat pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit umum kelas C. Untuk struktur organisasi dan tata laksana organisasi tidak terdapat perbedaan dengan kelas yang lainnya. 4) Rumah Sakit Umum Kelas D Menurut pasal 18 ayat (1) Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Berdasarkan pasal 18 ayat (2) kriteria, fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana. Pelayanan commit to user Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat)
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan AnakBedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan Radiologi. Untuk tenaga kesehatan, rumah sakit tidak begitu banyak membutuhkan. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya pelayanan kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit kelas ini. Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 4 (empat) orang dokter umum dan 1 (satu) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis dari 2 (dua) jenis pelayanan spesialis dasar dengan 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap. Untuk tenaga penunjang tetap harus disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit yang bersangkutan. Karena pelayanan yang terbatas maka jumlah tempat tidur yang harus disediakan pun tidak begitu banyak jumlahnya yakni 50 buah. Untuk struktur organisasi dan tata laksana tidak terdapat perbedaan dengan kelas rumah sakit lainnya. f. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Dalam segala kegiatan rumah sakit khususnya dalam rangka penyelenggaran pelayanan kesehatan, rumah sakit bertanggung jawab secara penuh. Menurut Pasal 46 Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit bertanggung
jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Dikenal dibebankan
ada
beberapa
kepada
bentuk
seseorang
atau
pertanggungjawaban badan
hukum
yang yakni
pertanggungjawaban secara pidana, pertanggung jawaban secara perdata, dan pertanggungjawaban secara administrasi. Di dalam KODERSI (Kode Etik Rumah Sakit Indonesia) sudah dijelaskan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
bahwa yang dimaksud dengan tanggung jawab rumah sakit meliputi tanggung jawab umum dan tanggung jawab khusus. Yang merupakan tanggung jawab umum dari rumah sakit adalah kewajiban pimpinan rumah sakit untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan mengenai permasalahan, peristiwa, kejadian, dan keadaan di rumah sakit. Sedangkan tanggung jawab khusus muncul jika ada anggapan bahwa rumah sakit telah melanggar kaidah – kaidah, baik dalam bidang hukum, etik, maupun tata tertib atau disiplin. (Hermien Hadiati Koeswadji 2002 : 189). Sesuai keterangan diatas bahwa tanggung jawab rumah sakit selain tanggung jawab di dalam instansi nya itu sendiri juga bertanggung jawab penuh dalam pelayanan. Apabila terdapat kesalahan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, rumah sakit dapat dibebani tanggung jawab hukum. 2. Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Pasien a. Pengertian Pasien Menurut Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang dimaksud pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit. Dari rumusan pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa seorang pasien adalah seseorang yang membutuhkan pertolongan kesehatan dari rumah sakit. Dalam hal pasien disebut konsumen, karena pasien merupakan konsumen jasa di bidang pelayanan kesehatan. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak mengatur secara tegas mengenai perlindungan pasien, namun dalam hal pelayanan kesehatan pasien tetap berkedudukan sebagai konsumen. Memang masih banyak terdapat berbagai macam problem bahwa pasien tidak dapat disebut dengan konsumen, karena istilah tersebut lebih layak dalam dunia bisnis. Menurut M. Sofyan Lubis dalam bukunya Hak Pasien dan Konsumen Dalam Hukum Indonesia, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
menyebutkan bahwa “hubungan antara pelaku usaha dan konsumen khusus di bidang ekonomi harus dibedakan dengan hubungan antara dokter dengan pasien di bidang kesehatan. Sehingga kaidah-kaidah hukum yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak dapat begitu saja diberlakukan pada hubungan pasien dengan dokter (M. Sofyan Lubis, 2008:38). Ditegaskan lagi oleh M. Sofyan Lubis masih dalam bukunya Hak Pasien dan Konsumen Dalam Hukum Indonesia bahwa Pasien secara yuridis tidak dapat diidentikkan dengan konsumen, hal ini karena hubungan yang terjadi di antara mereka bukan merupakan hubungan jual-beli yang diatur dalam KUHPerdata dan KUHD, melainkan hubungan antara dokter dengan pasien hanya merupakan bentuk perikatan medik, yaitu perjanjian “usaha” (inspanning verbintenis) tepatnya perjanjian usaha kesembuhan (teraupetik), bukan perikatan medik “hasil” (resultaat verbintenis), disamping itu profesi dokter dalam etika kedokteran masih berpegang pada prinsip “pengabdian dan kemanusiaan”, sehingga sulit disamakan antara pasien dengan konsumen pada umumnya. (M. Sofyan Lubis, 2008:39). Dalam undang-undang di bidang kesehatan tidak menggunakan istilah konsumen dalam menyebutkan pengguna jasa rumah sakit (pasien). Namun jika ditinjau dari pengertian konsumen, hal tersebut dapat maenjadi dasar bahwa pasien juga merupakan konsumen. Pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun maklhuk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari pengertian konsumen akhir tersebut kita menemukan kata kunci yang menghubungkan antara pasien dengan konsumen, yakni pemakai barang dan atau jasa, digunakan untuk kepentingan sendiri, dan tidak diperdagangkan. Pemakai barang dan atau jasa, dalam hal ini pasien dapat memakai produk barang yang dapat berupa obat – obatan, suplemen kesehatan, dll. Pasien juga dapat memakai produk jasa yang to user berupa jasa pelayanan commit kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari rumah sakit. Digunakan untuk kepentingan sendiri, artinya bahwa produk barang dan atau jasa tersebut tidak dipergunakan untuk orang lain. Karena dalam hal ini produk yang berupa obat – obatan dan jasa pelayanan
kesehatan
diperuntukkan
kepada
pasien
yang
membutuhkannya. Sedangkan tidak diperdagangkan berarti bahwa produk barang dan jasa tersebut tidak untuk diperdagangkan melainkan memang diperuntuukan untuk dirinya sendiri. b. Hak dan Kewajiban Pasien Menurut pasal 32 Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa hak dari pasien adalah : 1) Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; 2) Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; 3) Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; 4) Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; 5) Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; 6) Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan; 7) Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; 8) Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit; 9) Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; 10) Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan; 11) Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya; 12) Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya; 13) Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam commit perawatan di Rumah Sakit;to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
14) Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya; 15) Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya; 16) Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan 17) Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan kewajiban pasien tidak secara spesifik diatur dalam pasal 31 Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Didalam pasal 31 hanya disebutkan bahwa : 1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya; 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri. Mengenai kewajiban sebagai seorang pasien dirumuskan dalam Pasal 53 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,, antara lain adalah : 1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; 2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; 3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan 4) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. c. Perlindungan Hukum Pasien Setiap
pasien
dalam
pelayanan
kesehatan
pada
dasarnya
mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan ini berguna apabila dalam pelayanan kesehatan hak – hak pasien tersebut dilanggar oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan. Perlindungan terhadap pasien telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dituangkan dalam Pasal 58, yang berbunyi sebagai berikut : 1) Setiap orang berhak menuntut commit to user ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya; 2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat; 3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Pemberian hak ganti rugi merupakan upaya untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non fisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting dan diperlukan karena akibat kesalahan dan kelalaian itu dapat menyebabkan kematian ataupun cacat yang permanen. Perlindungan hukum pasien ini secara langsung menjamin pasien dalam pelayanan medis, apabila terjadi kelalaian atau kesalahan dalam pelayanan medis pasien diberi ruang untuk menuntut kembali hak – haknya yang telah dilanggar. Sehingga dalam hal ini pasien sebenarnya diberi keleluasaan apabila merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Perlindungan hukum terhadap pasien didorong oleh adanya kesadaran dan pemahaman baik dari tenaga medis maupun dari pasien itu sendiri tentang hak dan kewajibannya yang harus dilakukan. Khususnya mengenai hak pasien yang harus dipenuhi oleh pihak tenaga medis, sebagai bentuk perlindungan pasien. Healthcare shall be considered free from discrimination if, in the course of delivering healthcare services, patients are not discriminated against on grounds of their social status, political views, origin, nationality, religion, gender, sexual preferences, age, marital status, physical or mental disability, qualification or on any other grounds not related to their state of health (Journal Act CLIV of 1997 on Health section 7). Terjemahannya adalah sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
Kesehatan akan dianggap bebas dari diskriminasi jika, dalam rangka memberikan layanan kesehatan, pasien tidak didiskriminasikan atas dasar status sosial mereka, pandangan politik, asal-usul, kebangsaan, agama, jenis kelamin, preferensi seksual, usia, status perkawinan , cacat fisik atau mental, kualifikasi atau alasan lain yang tidak terkait dengan kondisi kesehatan mereka. Dalam hal perlindungan hukum terhadap hak – hak pasien, yang menjadi dasar hukum ada 3, antara lain adalah : 1) DUHAM (Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia) :hak memperoleh keamanan, hak memilih, hak mendapat informasi, hak untuk didengar, hak perlindungan kesehatand dan keamanan, hak perlindungan kepentingan ekonomi, hak mendapat ganti rugi, hak atas menerangan, hak untuk didengar; 2) UUD 1945 yakni didalam pasal 27 ayat (2) mengenai hak-hak warga negara dan dan pasal 28 mengenai hak kemerdekaan berkumpul, berserikat, mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis; 3) Tap MPR No. II/MPR/1978 menegaskan bahwa setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban asasi yang sama, agar dipenuhi setiap hak dan kewajiban dipenuhi oleh masing – masing orang (Anonim. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien. http://id.shvoong.com/law-and-politics/1853631-perlindunganhukum-terhadap-pasien/#ixzz1sCyl6Ilj, diunduh tanggal 16 April 2012 pukul 20.20 WIB). 3. Tinjauan tentang Perlindungan Konsumen a. Pengertian Konsumen Berbicara mengenai konsumen kaitannya dalam pelayanan medis, dimana terdapat hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien yang merupakan konsumen di bidang pelayanan medis. Untuk itu perlu diketahui apa itu konsumen. Pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa yang dimaksud dengan konsumen adalah “Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun maklhuk hidup commit to lain userdan tidak untuk diperdagankan.”
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik di sini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli, sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Dalam hal pelayanan medis pasien diistilahkan sebagai konsumen akhir. Definisi Konsumen akhir disini adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk. Jadi dapat dikatakan pengertian yg terdapt dalam undang – undang tersebut adalah pengertian dari konsumen akhir. Menurut Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, konsumen adalah setiap orang/badan hukum yang memperoleh dan/atau memakai barang/jasa yang berasal dari pelaku usaha dan tidak untuk diperdagangkan. (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2004:7). Dari pengertian tersebut terdapat tiga poin yang dapat mengkaitkan antara pasien dengan konsumen. Pertama adalah mengenai “setiap orang”. Kata “setiap orang disini jelas merujuk pada hakekatnya pasien adalah orang. Kedua adalah mengenai memperoleh dan/atau memakai barang/jasa yang berasal dari pelaku usaha. Dalam hal ini pasien memperoleh sekaligus memakai barang dan/atau jasa yang berasal dari rumah sakit. Barang yang dimaksud contohnya seperti obat – obatan, suplemen kesehatan, vitamin,dll. Sedangkan mengenai jasa berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis, bisa seperti dokter, perawat, dokter gigi, dll. Namun terdapat sedikit perbedaan dalam pengertian rumah sakit sebagai pelaku usaha. Kurang pas apabila rumah sakit disebut sebagai pelaku usaha, dikarenakan rumah sakit tidak bergerak di bidang ekonomi melainkan rumah sakit bergerak di bidang medis atau kesehatan. Sehingga rumah sakit bergerak bukan untuk mendapatkan keuntungan, melainkan bertujuan untuk pelayanan kesehatan commitkepada to user masyarakat. Yang ketiga adalah
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak untuk diperdagangkan. Jelas bahwa pasien tidak menggunakan barang dan/atau jasa yang didapatkan dari rumah sakit tersebut untuk diperdagangkan, melainkan digunakan untuk kepentingan pasien itu sendiri. b. Pengertian Perlindungan Konsumen Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya.
Mewujudkan
perlindungan
konsumen
adalah
mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain berkaitan dan
saling
ketergantungan
antara
konsumen,
pengusaha
dan
pemerintah. Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan : 1) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum; 2) Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha; 3) Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa; 4) Mmeberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan; 5) Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan dan perlindungan konsumen dengan bidang – bidang perlindungan pada bidang – bidang lain (Nurmadjito, 2000 : 7). c. Asas – Asas Perlindungan Konsumen Pasal
2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Perlindungan
Konsumen,
menjelaskan
bahwa
1999 tentang “Perlindungan
konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.” Dari penjelasan Undang – Undang tersebut, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas commit to user yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu :
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamankan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besranya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3) Asas
keseimbangan
dimaksudkan
untuk
memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas kemanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. d. Hak dan Kewajiban Konsumen Hak – hak dasar konsumen sebagaimana dikemukakan pertama kali oleh Presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy didepan kongres, pada tanggal 15 Maret 1962, yaitu terdiri atas: a) b) c) d)
Hak memperoleh keamanan; Hak memilih; Hak mendapat informasi; Hak untuk didengar (Ahmad Miru&Sutarman Yodo, 2004: 38). Sedangkan menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, yang menjadi hak dari konsumen adalah: 1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam commit to user mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan baran dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa; 4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6) Hak untuk mendapat pembinaaan dan pendidikan konsumen; 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9) Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang – undangan lainnya. Untuk kewajiban konsumen tercantum dalam Pasal 5 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah: 1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; 2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. e. Tujuan Perlindungan Konsumen Pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan untuk : 1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; 3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; 6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 4. Tinjauan
tentang
Program
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat
(JAMKESMAS) a. Pengertian Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pelaksanaan
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat
(JAMKESMAS) 2010. Jakarta:Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. 2010). Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota wajib memberikan kontribusi sehinnga menghasilkan pelayanan yang optimal. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin mengacu pada prinsip yaitu dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin. b. Tujuan Jaminan Kesehatan Masyarakat Tujuan dari Jaminan Kesehatan Masyarakat dibagi menjadi dua, yakni 1) Tujuan umum yaitu : commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Terselenggaranya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien; b) Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan sehingga tercapai derajat; dan c) Kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh peserta Jamkesmas. 2) Tujuan khususnya adalah : a) Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan PPK Jamkesmas; b) Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya; c) Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel; d) Meningkatkan cakupan masyarakat dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit; dan e) Serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. c. Prinsip Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat Ada beberapa prinsip penyelenggaraan di dalam Jamkesmas, yaitu : 1) dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin; 2) menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional; 3) pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas; dan to user 4) efisien, transparan commit dan akuntabel.
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Sasaran
dan
kepesertaan
program
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat Sasaran program Jamkesmas ini adalah masyarakat miskin tidak mampu diseluruh Indonesia, masyarakat miskin dan tidak mampu yang ditetapkan oleh bupati/walikota, gelandangan, pengemis, anak terlantar, peserta program keluarga harapan (PKH), maskin penghuni lapas, panti sosial, rutan dan korban bencana alam pasca bencana. Jumlah sasarannya yaitu 76,4 juta jiwa, dan tidak termasuk penduduk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Sasaran program Jamkesmas 2011 diperluas bagi ibu hamil dan melahirkan melalui Jaminan Persalinan, dan penderita Thalassaemia Mayor melalui jaminan
pelayanan
pengobatan
penderita
Thalassaemia,
dan
penyelenggaraan Jamkesmas, Jaminan Persalinan serta jaminan pelayanan pengobatan penderita Thalassaemia menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Peserta program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan orang yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayari oleh pemerintah sejumlah 76,4 juta jiwa. Jumlah kuota sasaran Jamkesmas 2011sama dengan Jumlah kuota Jamkesmas 2010. Baseline data kepesertaan tahun 2011 menggunakan data BPS ditambah dengan data daerah sesuai dengan updating sampai memenuhi kuota 2011 yang ditetapkan. Sehubungan dengan diselenggarakannya program Jaminan Persalinan dan Jaminan pelayanan pengobatan Thalassaemia pada tahun 2011, maka ada perluasan penerima manfaat kedua program ini yang bukan merupakan peserta Jamkesmas. Rincian peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas tersebut meliputi : 1) Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota mengacu pada: a) Data masyarakat miskin sesuai dengan data BPS 2008 dari commitPerlindungan to user Pendataan Program Sosial (PPLS) yang telah
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lengkap dengan nama dan alamat yang jelas (by name by address). b) Sisa kuota: total kuota dikurangi data BPS 2008 untuk kabupaten/kota
setempat
yang
ditetapkan
sendiri
oleh
kabupaten/kota setempat lengkap dengan nama dan alamat (by name by address) yang jelas. 2) Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas; 3) Semua Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas; 4) Masyarakat miskin yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1185/Menkes/SK/XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta Korban Bencana Pasca Tanggap Darurat. Tata laksana pelayanan diatur dengan petunjuk teknis (juknis) tersendiri sebagaimana tertuang
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1259/Menkes/SK/XII/2009 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Jamkesmas Bagi Masyarakat Miskin Akibat Bencana, Masyarakat Miskin Penghuni Panti Sosial, dan Masyarakat Miskin Penghuni Lembaga
Pemasyarakatan
serta
Rumah
Tahanan
Negara,
sebagaimana terlampir; 5) Ibu hamil dan melahirkan serta bayi yang dilahirkan (sampai umur 28 hari) yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Tata laksana pelayanan mengacu pada Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan; 6) Penderita Thalassaemia Mayor yang sudah terdaftar pada Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) atau yang belum terdaftar namun telah mendapat surat keterangan Direktur RS sebagaimana diatur dalam
Petunjuk
Teknis
Jaminan
Thalassaemia. commit to user
Pelayanan
Pengobatan
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Apabila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak termasuk dalam keputusan Bupati/Walikota maka jaminan kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Cara penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah seyogyanya mengikuti kaidah-kaidah pelaksanaan Jamkesmas. Peserta Jamkesmas ada yang memiliki kartu identitas dan ada yang tidak memiliki kartu, rinciannya sebagai berikut: 5) Peserta yang memiliki kartu adalah peserta sesuai Surat Keputusan Bupati/Walikota. 6) Peserta yang tidak memiliki kartu terdiri dari: a) Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar serta penghuni panti sosial pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat; b) Penghuni Lapas dan Rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi dari Kepala Lapas/Rutan; c) Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH; d) Bayi dan anak yang lahir dari pasangan (suami dan istri) peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK Bupati/Walikota, dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan lahir/pernyataan dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orang tua dan KartuKeluarga orangtuanya. Bayi yang lahir dari pasangan yang hanya salah satunya memiliki kartu jamkesmas tidak dijamin dalam program ini; e) Korban bencana pasca tanggap darurat, kepesertaannya berdasarkan keputusan Bupati/Walikota setempat sejak tanggap commit to user darurat dinyatakan selesai dan berlaku selama satu tahun;
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan yaitu: ibu hamil, ibu bersalin/ibu nifas dan bayi baru lahir; g) Penderita Thalassaemia Mayor. Terhadap peserta yang memiliki kartu maupun yang tidak memiliki kartu sebagaimana tersebut di atas, PT. Askes (Persero) wajib menerbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) dan membuat pencatatan atas kunjungan pelayanan kesehatan. Khusus untuk peserta Jaminan Persalinan dan penderita Thalassaemia Mayor non peserta Jamkesmas diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) oleh Rumah Sakit, tidak perlu diterbitkan SKP oleh PT. Askes (Persero). Bagi peserta yang telah meninggal dunia maka haknya hilang dengan pertimbangan akan digantikan oleh bayi yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas sehingga hak peserta yang meninggal tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Berkaitan dengan verifikasi kepesertaan, dilkakukan dengan 2 cara, sebagai berikut: 1) Verifikasi kepesertaan dilakukan oleh PT. Askes (Persero) sesuai dengan jenis kepesertaan: a) Bagi peserta Jamkesmas dengan kartu Dalam
melaksanakan
verifikasi
PT.Askes
(Persero)
mencocokkan kartu Jamkesmas dari peserta yang berobat dengan data kepesertaan dalam database yang ada di PT. Askes (Persero). Untuk mendukung verifikasi kepesertaan dilengkapi dengan dokumen berupa Kartu Keluarga (KK)/Kartu Tanda Penduduk
(KTP)/identitas
lainnya
untuk
pembuktian
kebenarannya. Setelah cocok, selanjutnya diterbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP). b) Bagi peserta Jamkesmas tanpa kartu Peserta tanpa kartu terdapat beberapa mekanisme pembuktian keabsahan kepesertaannya: commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Bagi gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar yang tidak punya identitas, penghuni panti sosial cukup dengan surat rekomendasi dari Dinas/Instansi Sosial setempat; (2) Penghuni lapas dan rutan, cukup dengan surat rekomendasi dari Kepala Lapas/Kepala Rutan setempat; (3) Masyarakat miskin korban bencana paska tanggap darurat berdasarkan
daftar/keputusan
yang
ditetapkan
oleh
Bupati/Walikota; (4) Bagi keluarga PKH yang tidak memiliki kartu Jamkesmas, cukup dengan kartu PKH; (5) Bayi dan anak yang lahir dari pasangan (suami dan istri) peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK Bupati/Walikota, cukup dengan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan lahir/pernyataan dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orang tua dan Kartu Keluarga orangtuanya. 2) Verifikasi kepesertaan oleh Rumah sakit untuk diterbitkan SJP dilakukan terhadap: a) Ibu hamil dan melahirkan dengan menunjukkan KTP dan Buku KIA; b) Penderita Thalassaemia Mayor berdasarkan kartu penderita Thalassaemia yang diterbitkan oleh YTI dan bagi penderita baru cukup dengan menunjukkan surat keterangan dari Ketua YTI Cabang dan Direktur Rumah Sakit bahwa yang bersangkutan menderita Thalassaemia Mayor. e. Prosedur Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Jamkesmas Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi: pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) kelas III dan pelayanan gawat darurat. Pelayanan kesehatan dasar commit user (RJTP dan RITP) diberikan di to Puskesmas dan jaringannya, yang diatur
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara rinci dalam Juknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas. Sedangkan Pelayanan tingkat lanjut (RJTL dan RITL) diberikan di FASKES lanjutan jaringan Jamkesmas (Balkesmas, Rumah Sakit Pemerintah termasuk RS Khusus, RS TNI/Polri dan RS Swasta) berdasarkan rujukan. Pelayanan Balkesmas merupakan FASKES untuk layanan RJTL dengan pemberian layanan dalam gedung. Untuk Pelayanan RITL diberikan di ruang rawat inap kelas III (tiga). Apabila karena sesuatu hal seperti misalnya tidak tersedianya tempat tidur, peserta terpaksa dirawat di kelas yang lebih tinggi dari kelas III, biaya pelayanannya tetap diklaimkan menurut biaya kelas III. Bagi pengguna jaminan persalinan manfaat yang diberikan meliputi pelayanan: pemeriksaan kehamilan, persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan bayi baru lahir serta pelayanan KB paska persalinan. Tata laksana mengenai jaminan persalinan secara rinci diatur
dengan
juknis
tersendiri.
Sedangkan
bagi
penderita
Thalassaemia Mayor mendapatkan manfaat pelayanan sesuai standar terapi Thalassaemia. Tata laksana mengenai hal ini diatur dengan juknis tersendiri. Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta sebagai berikut: 1) Pelayanan kesehatan dasar a) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya, peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas. Untuk peserta gelandangan, pengemis, anak/orang terlantar dan masyarakat miskin penghuni panti sosial, menunjukkan surat rekomendasi Dinas/Instansi Sosial setempat. Bagi masyarakat miskin penghuni lapas/rutan menunjukkan surat rekomendasi Kepala Lapas/Rutan dan untuk peserta PKH yang belum memiliki kartu Jamkesmas, cukup menggunakan kartu PKH. b) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas commit to harus user menunjukkan kartu Jamkesmas. dan jaringannya, peserta
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk peserta gelandangan, pengemis, anak/orang terlantar dan masyarakat miskin penghuni panti sosial, menunjukkan surat rekomendasi Dinas/Instansi Sosial setempat. Bagi masyarakat miskin penghuni lapas/rutan menunjukkan surat rekomendasi Kepala Lapas/Rutan dan untuk peserta PKH yang belum memiliki kartu Jamkesmas, cukup menggunakan kartu PKH. Khusus untuk pertolongan persalinan dapat juga dilakukan FASKES swasta tingkat pertama, sebagaimana diatur dalam juknis jaminan persalinan. c) Khusus untuk pertolongan persalinan dapat juga dilakukan FASKES swasta tingkat pertama, sebagaimana diatur dalam juknis jaminan persalinan. d) FASKES lanjutan penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jamkesmas disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di FASKES yang merujuk. 2) Pelayanan Tingkat Lanjut a) Peserta Jamkesmas yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RJTL dan RITL), dirujuk dari puskesmas dan jaringannya ke FASKES tingkat lanjutan secara berjenjang dengan
membawa
kartu
peserta
Jamkesmas/identitas
kepesertaan lainnya/surat rekomendasi dan surat rujukan yang ditunjukkan
sejak
awal.
Pada
kasus
emergency tidak
memerlukan surat rujukan. b) Dalam keadaan gawat darurat meliputi: (1) Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan. (2) Apabila pada saat penanganan kegawatdaruratan tersebut peserta belum dilengkapi dengan identitas kepesertaannya, maka diberi waktu 2 x 24 jam hari kerja untuk melengkapi commit to tersebut. user identitas kepesertaan
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Kartu peserta Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya/surat rekomendasi dan surat rujukan dari puskesmas dibawa ke loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) untuk diverifikasi kebenaran dan kelengkapannya, selanjutnya dikeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) oleh petugas PT.Askes (Persero), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan. d) Pelayanan tingkat lanjut sebagaimana di atas meliputi : (1) Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di rumah sakit dan balkesmas. (2) Pelayanan rawat jalan lanjutan yang dilakukan pada balkesmas bersifat pasif (dalam gedung) sebagai FASKES penerima rujukan. Pelayanan balkesmas yang ditanggung oleh
program
Jamkesmas
adalah
Upaya
Kesehatan
Perorangan (UKP) dalam gedung. (3) Pelayanan rawat inap bagi peserta diberikan di kelas III (tiga) dirumah sakit. (4) Pelayanan obat-obatan, alat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya. e) Untuk pelayanan obat dalam program Jamkesmas mengacu pada
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor.
1455/Menkes/SK/X/2010, tangggal 4 Oktober 2010 tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Peraturan
Menteri
HK.02.02/Menkes/068/I/2010
Kesehatan tentang
No. Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Dalam keadaan tertentu, bila memungkinkan RS bisa menggunakan formularium RS. f) Untuk kasus kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan commit to user dalam waktu lama, seperti Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal, dan
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain-lain, surat rujukan dapat berlaku selama 1 bulan. Untuk kasus kronis lainnya seperti kasus gangguan jiwa, kusta, kasus paru dengan komplikasi, kanker, surat rujukan dapat berlaku selama 3 bulan. Pertimbangan pemberlakuan waktu surat rujukan (1 atau 3 bulan) didasarkan pada pola pemberian obat. g) Rujukan pasien antar RS termasuk rujukan RS antar daerah dilengkapi surat rujukan dari rumah sakit asal pasien dengan membawa identitas kepesertaannya untuk dapat dikeluarkan SKP oleh petugas PT. Askes (Persero) pada tempat tujuan rujukan. h) Bayi dan anak dari pasangan peserta Jamkesmas (suami dan isteri mempunyai
kartu Jamkesmas)
yang memerlukan
pelayanan menggunakan identitas kepesertaan orang tuanya dan dilampirkan surat keterangan lahir dan Kartu Keluarga orang tuanya.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ALUR PELAYANAN KESEHATAN JAMKESMAS
Bagan 2 : Alur Pelayanan Kesehatan Jamkesmas
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Prosedur Pendanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat 1) Sumber dan Alokasi Dana a) Sumber Dana Pelayanan Jamkesmas bersumber dari APBN sektor Kesehatan dan APBD. Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah masing- masing meliputi antara lain: (1) Masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dala pertanggungan kepesertaan Jamkesmas. (2) Biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke pelayanan kesehatan lanjutan serta biaya pemulangan pasien menjadi tanggung jawab Pemda asal pasien. (3) Biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk. (4) Dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi/Kabupaten/Kota. (5) Biaya lain-lain di luar pelayanan kesehatan, sesuai dengan spesif daerah dapat dilakukan oleh daerahnya. Adapun dana Operasional Manajemen Tim Pengelola di Provinsi bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi, sedangkan untuk Tim Pengelola Kabupaten/Kota bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. b) Alokasi Besaran alokasi dana pelayanan Jamkesmas di pelayanan dasar untuk setiap kabupaten/kota dan pelayanan rujukan untuk rumah sakit/balkesmas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan. 2) Lingkup Pendanaan Pendanaan Jamkesmas terdiri dari: to user a) Dana Pelayanancommit Kesehatan
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adalah dana yang langsung diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan di FASKES Tingkat Pertama dan FASKES Tingkat Lanjutan. Dana Pelayanan Kesehatan bagi peserta Jamkesmas meliputi seluruh pelayanan kesehatan di: (1) puskesmas dan jaringannya untuk pelayanan kesehatan dasar. (2) rumah sakit pemerintah/swasta termasuk RS khusus TNI/POLRI, balkesmas untuk pelayanan kesehatan rujukan. b) Dana Operasional Manajemen Adalah dana yang diperuntukkan untuk operasional manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menunjang program Jamkesmas. (1) Operasional
Manajemen
Tim
Pengelola
dan
Tim
Koordinasi Jamkesmas dan BOK Pusat Dana Operasional Manajemen Tim pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas Pusat adalah dana APBN yang dialokasikan melalui DIPA Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Setjen Kementerian Kesehatan RI, dana tersebut dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (a) Administrasi kepesertaan (b) Koordinasi Pelaksanaan dan Pembinaan program (c) Advokasi, Sosialisasi (d) Bimbingan Teknis (e) Pelatihan Petugas Coder dan Klaim RS, Verifikator Independen (f) Pertemuan evaluasi program Jamkesmas (g) Kajian dan survei (h) Pembayaran honor dan operasional (i) Perencanaan dan pengembangan program commit to user Pelaksanaan Jamkesmas (j) Pengelolaan Pelaporan
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(k) Pengembangan dan Pemantapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Software Jamkesmas (l) Penanganan pengaduan masyarakat (2) Operasional Manajemen Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Provinsi/Kabupaten/Kota Dana Operasional Manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi
Provinsi/Kabupaten/Kota
adalah
dana
operasional yang bersumber dari APBN dan disediakan melalui dana dekonsentrasi, tugas pembantuan (TP) dan kontribusi dana APBD, yang penggunaannya untuk kegiatan-kegiatan antara lain: (a) Pembayaran
honorarium
tim
pengelola
Provinsi/Kabupaten/Kota (b) Operasional Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Provinsi/Kabupaten/kota (c) Koordinasi Pelaksanaan, Konsultasi dan Pembinaan program (d) Sosialisasi program bagi stakeholder dan melalui media (e) Evaluasi program di Provinsi/Kabupaten/Kota (f) Pengelolaan Pelaporan Pelaksanaan Jamkesmas dan BOK di Provinsi/Kabupaten/Kota
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Bagan 3: Kerangka Pemikiran LAYANAN JAMKESMAS
Perlindungan Hak-Hak Pasien
Pemenuhan Hak-Hak Pasien
UU Nomor 8 Tahun 1999 UU Nomor 44 Tahun 2009
UU Nomor 36 Tahun 2009
Perlindungan Hukum Terhadap Hak – Hak Pasien Pengguna Layanan Jamkesmas Keterangan : Kerangka pemikiran daiatas menjelaskan alur pemikiran penulis dalam
mengangkat,
menggambarkan,
mengkaji,
menelaah
dan
menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum yakni pertanggungjawaban hukum rumah sakit umum daerah Sragen terhadap pasien pengguna layanan Jamkesmas. Berawal dari layanan Jamkesmas yang merupakan wujud dari pelaksanaan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, sebagai konsumen bidang medis yang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dari pemerintah setempat, dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan di tiap – tiap kabupaten. Dengan adanya program commit to user Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) bagi
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan salah satu program yang dilakukan pemerintah untuk menangani permasalahan yang terjadi pada masyarakat miskin. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang menjelaskan bahwa rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan sesuai dengan standard pelayanan rumah sakit. Dalam hal ini dapat kita kaitkan dengan hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan sesuai dengan standard pelayanan. Ini artinya bahwa semua pasien hendaknya mendapatkan perlakuan yang sama antara satu sama lain dan tidak membeda – bedakan antara masyarakat yang mampu dengan masyarakat miskin atau tidak mampu. Hal ini berkaitan juga dengan pasien pengguna layanan Jamkesmas. Bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap pasien pengguna
layanan
Jamkesmas
apabila
terdapat
kelalaian
dalam
memberikan pelayanan ataupun memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standard. Dimana pelaksanaan pelayanan kesehatan tersebut diatur di dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Berdasarkan dari penjelasan diatas maka penulis mengangkat permasalahan tersebut untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan pemenuhan hak-hak pasien pengguna layanan Jamkesmas dan perlindungan hukum terhadap hak – hak pasien pengguna layanan Jamkesmas yang miskin dan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan guna menjamin pelaksanaan Program Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) yang merata bagi masyarakat yang tidak mampu.
commit to user