BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1
Pajak
2.1.1.1 Pengertian pajak Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
(Mardiasmo, 2011:1), pengertian pajak adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
9
10
Pengertian pajak menurut (P.J.A. Adriani dalam Waluyo, 2013:2) adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Menurut (Diana Sari, 2013:37) dari berbagai definisi tersebut di atas, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: 1. Adanya iuran masyarakat kepada Negara, yang berarti bahwa pajak hanya boleh dipungut oleh Negara (pemerintah pusat dan daerah). 2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang”. 3. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. 4. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
11
5. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. Apabila ada kelebihan hasil pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran rutin maupun pembangunan), maka sisanya digunakan untuk publicinvestment. 6. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang. 2.1.1.2 Fungsi Pajak Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli diatas, secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Menurut (Diana Sari, 2013:20) terdapat dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Selain dua fungsi diatas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu : 1. Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
12
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 2. Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, tang pada akhirnya akan dapat meningkatkan penapatan masyarakat. 3. Fungsi Demokrasi Pajak yang sudah dipungut oleh negara
merupakan wujud sistem
gotong oyong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. 2.1.1.3 Jenis-Jenis Pajak Menurut (Mardiasmo, 2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya. 1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 2. Menurut Sifatnya a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
13
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 2.1.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal tiga sistem penggolongan pemungutan yang dapat digunakan, menurut (Siti Resmi, 2013:11), tiga kelompok sistem pemungutan tersebut adalah : a.
Official Assessment System Sistem ini memberi kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. b.
Self Assessment System Sistem ini memberikan wewenang kepada wajib pajak dalam menghitung,
melaporkan, serta menyampaikan kewajiban pajaknya sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. c.
With Holding System Sistem ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk oleh
wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
14
2.1.1.5 Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka menurut (Mardiasmo, 2008:2) pemungutan pajak harus memunuhi syarat sebagai berikut: a. Pemungutan Pajak Harus Adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang-undang dan
pelaksanaan
pemungutan
harus
adil.
Adil
dalam
perundang-
undangandiantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pertimbangan Pajak. b. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis). Memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara maupun warganya. c. Tidak Mengganggu Perekonomian (syarat ekonomi). Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. d. Pemungutan Pjak Harus Efisien (syarat finansial) Sesuai dengan anggaran, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
15
Sistem pemungutan sederhana akan memudahkan dalam mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 2.1.1.6 Hambatan Pemungutan Pajak Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua (Mardiasmo, 2011:8), yaitu: 1. Perlawanan pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. 2. Perlawanan aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan menghindari pajak. Bentuknya antara lain: a. Taxavoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang. b. Taxevasion, yaitu meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
16
2.1.2
Wajib Pajak
2.1.2.1 Pengertian Wajib Pajak Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan bahwa : “Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.” 2.1.2.2 Hak Wajib Pajak Menurut (Diana Sari, 2013:170), hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Hak untuk Mendapatkan Pembinaan dan Pengarahan dari Fiskus. Inimerupakan konsekuensi logis dari sistem self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri.Dan merupakan prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak yang ada. 2. Hak untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT). Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan. 3. Hak untuk Memperpanjang Waktu Penyampaian SPT. Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan SPT Tahunan dengan mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT ke Dirjen Pajak
17
dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo. 4. Hak untuk Menunda atau Mengangsur Pembayaran Pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak
kepada
Dirjen
Pajak
secara
tertulis
diserta
alasanalasannya. 5. Hak untuk Memperoleh Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak. Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari seharusnya terutang. Wajib Pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi. 6. Hak Mengajukan Keberatan dan Banding. Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana WP terdaftar.Jika Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan maka WP dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. 7. Hak Kerahasiaan bagi Wajib Pajak. Wajib
Pajak
mempunyai
hak
untuk
mendapatkan
perlindungan
kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan
18
perpajakan. Dan pihak lain yang melaksanakan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak. 8. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela
kemerdekaan,
dapat
mengajukan
permohonan
pengurangan atas pajak terutang. 9. Hak untuk Pembebasan Pajak. Dengan
alasan-alasan
permohonan
tertentu,
pembebasan
atas
Wajib
Pajak
dapat
mengajukan
pemotongan/pemungutan
Pajak
Penghasilan. 10. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal pembayaran. 11. Hak untuk Mendapatkan Pajak ditanggung Pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
19
12. Hak untuk Mendapatkan Insentif Pajak. Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku. 2.1.2.3 Kewajiban Wajib Pajak Menurut (Diana Sari, 2013:173), kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban untuk Mendaftarkan Diri. Pasal 2 UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan. Pasal 3 ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 3. Kewajiban Membayar atau Menyetorkan Pajak. Kewajiban ini dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.
20
4. Kewajiban Membuat Pembukuan atau Pencatatan. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan.Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 5. Kewajiban Menaati Pemeriksaan Pajak. Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak. 6. Kewajiban Melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajak. Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara. 7. Kewajiban Membuat Faktur Pajak. Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP. 8. Dalam Hal Ini Terjadi Pemeriksaan, Wajib Pajak Wajib:
21
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; c. Memberikan keterangan yang diperlukan. 2.1.3
Pengetahuan Pajak
2.1.3.1 Definisi Pengetahuan Perpajakan Pengetahuan adalah hal-hal yang mengenai sesuatu, segala apa yang diketahui, kepandaian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2007:140). Pengetahuan perpajakan adalah pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang, sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak (Andriani, 2000:25). Konsep pengetahuan perpajakan atau pemahaman pajak menurut (Siti Kurnia Rahayu, 2010) yaitu Wajib Pajak harus meliputi: 1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
22
2. Pengetahuan mengenai sistem perpajakan di Indonesia. 3. Pengetahuan mengenai fungsi perpajakan. Menurut (Siti Kurnia Rahayu, 2010) memberikan kajian pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi Wajib Pajak sangat mempengaruhi sikap pajak terhadap sistem-sistem perpajakan yang adil. Dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan suatu negara yang dianggap adil (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman Wajib Pajak dalam membayar pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Dengan penyuluhan perpajakan secara intensif dan kontinyu akan meningkatkan pemahaman Wajib Pajak tentang membayar pajak sebagai wujud gotong royong nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan nasional (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Pengetahuan tentang perpajakan dapat dilihat dari pengetahuan yang menyangkut cara melaksanakan kewajiban pajak, siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, dan bagaimana cara menghitungnya (Supramono, 2010). Menurut (Mardiasmo, 2009) menyatakan bahwa: “Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan Wajib Pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar berdasarkan undang-undang maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.”
23
2.1.3.2 Indikator Pengetahuan Pajak Adapun indikator dalam mengukur tingkat pengetahuan pajak, yaitu: 1. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Fungsi Pajak. 2. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Peraturan Pajak. 3. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Pendaftaran sebagai Wajib Pajak. 4. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Tata Cara Pembayaran Pajak. 5. Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Tarif Pajak. 2.1.4 Sanksi Perpajakan Sanksi pajak berdasarkan pasal 7 UU KUP No. 28 Tahun 2007 dikenakan apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu sesuai dengan jangka waktu penyampaian SPT atau batas waktu perpanjangan surat pemberitahuan dimana jangka waktu tersebut adalah sesuai dengan pasal 3 ayat 3 dan pasal 3 ayat 4 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 tahun 2007 masing-masing yang berbunyi : 1. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. 2. Untuk Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak 3. Untuk Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak. Menurut Mardiasmo (2011:59) Sanksi perpajakan merupakan jaminan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.
24
2.1.4.1 Jenis-jenis Sanksi Perpajakan Menurut (Diana Sari, 2013:270) ada dua macam sanksi perpajakan yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. 1. Sanksi Administrasi yang terdiri dari : a. Sanksi Administrasi Berupa Denda Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan.Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. b. Sanksi Administrasi Berupa Bunga Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persenase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang bayar. 2. Sanksi Pidana UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan.
25
Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hatihati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. a. Pidana Kurungan Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan yang diancam kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancam dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian. b. Pidana Penjara Pidana penjara sama seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat atau kepada wajib pajak
26
2.1.4.2 Indikator Sanksi Pajak Pandangan tentang sanksi perpajakan dapat diukur dengan indikator (Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006: 198) sebagai berikut : 1. Sanksi Administrasi. 2. Sanksi Pidana. 2.1.5
Kepatuhan Wajib Pajak
2.1.5.1 Definisi Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam (Siti Kurnia, 2010:138) kepatuhan adalah sebagai berikut; “Istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Sehingga dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa Kepatuhan Perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan”. Menurut (Siti Kurnia Rahayu 2010:139) menyatakan bahwa; “Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”. Kondisi Perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung Self Assesment System, dimana Wajib Pajak bertanggungjawab menetapakan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Menurut (Mohammad Zain, 2007), menyebutkan bahwa suatu iklim kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajkan tercermin dalam situasi dimana:
27
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan perundangundangan perpajakan; 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas; 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar; dan 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Kepatuhan Wajib Pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut Self Assesment System dimana dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan kewajibannya (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Menurut (Siti Kurnia, 2010) terdapat dua macam kepatuhan, yaitu: 1. Kepatuhan formal Suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan. 2. Kepatuhan Material Suatu keadaan dimana Wajib pajak secara substantiveatau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa
28
Undang-undang perpajakan.Kepatuhan Material dapat juga meliputi kepatuhan formal. 2.1.5.2 Pentingnya Kepatuhan Wajib Pajak Masalah kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah penting, baik bagi negara maju maupun negara berkembang (Siti Kurnia, 2010). Karena jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak (Siti Kurnia, 2010). Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang (Siti Kurnia, 2010). Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan diharapkan Wajib Pajak lebih termotivasi dala memenuhi kewajiban perpajakannya (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Wajib Pajak akan patuh karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan illegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Persepsi Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya menitikberatkan pada kesederhanaan prosedur pembayaran pajak, kebutuhan perpajakan Wajib Pajak, asas keadilan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia, 2010). 2.1.5.3 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak Adapun indikator dalam mengukur kepatuhan wajib pajak, yaitu: 1. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT). 2. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang. 3. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
29
2.1.5.4 Hubungan Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Penelitian yang dilakukan (Banu Witono, 2008) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Semakin baik pengetahuan Wajib Pajak terhadap peratuan pajak, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Marziana et al (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengetahuan tentang perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, hasil menunjukan bahwa Wajib Pajak yang memiliki pengetahuan perpajakan biasanya membayar pajak tepat waktu dibandingkan dengan Wajib Pajak yang kurang pengetahuan perpajakannya. Pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan dengan tingkat kepatuhan dalam menyampaikan pajak kembali. Begitu halnya yang dikemukakan oleh (Nazmel Nazir, 2010) bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara tingkat pengetahuan tentang pajak dengan kepatuhan pajak. Hubungan antara pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak menurut (Siti Kurnia Rahayu, 2010:29) adalah sebagai berikut; “Rasa nasionalisme tinggi, kepedulian kepada bangsa dan negara, serta tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang memadai, maka secara umum maka akan makin mudah bagi wajib pajak untuk patuh pada peraturan perpajakan”. Menurut (Siti Kurnia Rahayu, 2010:141); “Kajian pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap sistem perpajakan yang adil. Dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akkan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan disuatu negara yang adil. Dengan meningkatkan pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak”.
30
Teori pendukung menurut (Supriyati dan Nurhidayati, 2008) adalah sebagai berikut: “Bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib pajak. Salah satu penyebab berpengaruhnya pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak adalah mulai bertambahnya tingkat pengetahuan Wajib Pajak yang diperoleh langsung dari petugas pajak ataupun sosialisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.”
2.1.5.5 Hubungan Penerapan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Penelitian yang dilakukan (Rika Rahmadian, 2011) menyatakan bahwa pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan demikian semakin tinggi sanksi yang diterapkan, maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan Wajib Pajak. (Reni Sri Utami, 2012) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa sanksi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dengan arah positif yang artinya apabila sanksi pajak tinggi, maka kepatuhan Wajib Pajak akan meningkat. Begitu pula halnya penelitian yang dikemukakan oleh (Cindy Jotopurnomo, 2013) bahwa sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Apabila penerapan sanksi pajak dilakukan dengan baik maka akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (normaperpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo,2006).
31
Menurut Mohammad Zain (2007) menyatakan bahwa: ”Sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya.perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah ampuh untuk mengurangi penyelundupan pajak atau kelalaian pajak. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.”
2.1.5.6 Hubungan Pengetahuan Pajak dan Penerapan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (K. Evi dan K. Budiartha ,2013) menyatakan bahwa pengetahuan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Semakin tinggi tingkat pengetahuan pajak dan penerapan sanksi pajak, maka tingkat kepatuhan Wajib Pajak semakin baik. Begitu halnya yang dikemukakan oleh (Dewi Fermatasari, 2013) bahwa pengetahuan pajak dan penerapan sanksi pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, yang artinya semakin baik pengetahuan pajak dan penerapan sanksi pajak, maka kepatuhan Wajib Pajak akan meningkat. 2.1.6 Kerangka Pemikiran Pajak merupakan penerimaan Negara yang terbesar, untuk itu sangat dibutuhkan peran serta masyarakat dalam pembayaran pajaknya. Pelaksanaan pemungutan pajak dilaksanakan berdasarkan sistem Self Assessment System dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar sehingga dapat memudahkan Wajib Pajaknya sendiri dalam melakukan pembayaran pajak. Wajib Pajak yang membayar pajak harus patuh pada peraturan perpajakan yang ada. Kepatuhan Wajib Pajak memang sangat dibutuhkan dalam diri Wajib Pajak itu
32
sendiri agar tidak adanya tunggakan atau penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat juga pada pengetahuan pajaknya. Wajib Pajak yang memiliki pengetahuan pajak yang tinggi atau baik, maka akan mematuhi peraturan perpajakan. Dengan pengetahuan pajak, Wajib Pajak dapat memahami apa itu pajak, fungsi dari pajak itu sendiri, jika tidak membayar pajak maka akan dikenakan sanksi. Dalam pelaksanaan self assessment system ternyata tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, pada prakteknya sering kali muncul permasalahan, diantaranya adalah kecurangan, kelalaian serta perlawananperlawanan dari Wajib Pajak itu sendiri. Rimsky K. Judisseno (2004;8) mengemukakan dua jenis perlawanan yang dilakukan Wajib Pajak sebagai berikut: 1. Perlawanan pasif merupakan produk dari ketidaktahuan dari masyarakat terhadap pengetahuan perpajakan. Masyarakat secara tidak sadar sudah melakukan perlawanan dalam bentuk tidak membayar pajak. Dalam perlawanan pasif tidak terlihat adanya unsur kesengajaan dari masyarakat untuk menghindari pembayaran pajak, bahkan menghambatnya. Mereka tidak tahu tentang untuk apa, bagaimana, kapan dan kepada siapa pajak harus dibayarkan. 2. Perlawanan aktif adalah suatu bentuk perlawanan beresiko tinggi karena dalam perlawanan ini jelas-jelas Wajib Pajak menghindar dari kewajiban perpajakannya bahkan melalaikan serta bermain di dalamnya.
33
Untuk menghindari adanya kelalaian, kecurangan dan perlawananperlawanan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut maka ada sanksi pajak. Diwujudkan dalam pengenaan sanksi perpajakan, tujuannya untuk mencapai tingkat keadilan yang diharapkan dalam pemungutan pajak. Adapun pengertian sanksi perpajakan menurut (Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006:198) sebagai berikut : “Sanksi perpajakan terdiri dari sanksi administrasi dan sanksi pidana, sanksi administrasi dapat dijatuhkan apabila Wajib Pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalm UU KUP dapat berupa sanksi administrasi bunnga, denda,dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana bisa berupa hukuman kurungan dan hukuman penjara”. Pengenaan sanksi perpajakan pada Wajib Pajak, karena adanya indikasi Wajib Pajak melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti dengan mengurangi, menghapus, dan memanipulasi utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundang-undangan. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut (Siti kurnia, 2010). Menurut (Safri Nurmantu, 2005) yang dikutip kembali oleh (Siti Kurnia Rahayu, 2010) terdapat dua macam kepatuhan yaitu: 1. Kepatuhan Material
34
Suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. 2. Kepatuhan Formal Suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Berdasarkan pemikiran di atas penulis menyajikan bagan kerangka pemikiran seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 sebagai berikut:
35
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Pengetahuan Pajak
Pengetahuan
Wajib
Pajak
terhadap Fungsi Pajak.
Pengetahuan
Wajib
Pajak
terhadap Peraturan Pajak.
Pengetahuan
Wajib
Pajak
terhadap Pendaftaran sebagai Wajib Pajak.
Pengetahuan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Wajib Tata
Pajak Cara
Surat Pemberitahuan (SPT).
Pembayaran Pajak.
Pengetahuan
Wajib
Pajak
Penerapan Sanksi Pajak
Sanksi yang diberikan harus jelas.
Sanksi yang diberikan tidak mengenal
kompromi
(not
arbitrary).
Sanksi
yang
diberikan
seimbang.
Sanksi yang diberikan harus memberi efek jera.
Kepatuhan
dalam
perhitungan
dan
pembayaran pajak terutang.
terhadap Tarif Pajak.
Kepatuhan untuk menyetorkan kembali
Kepatuhan tunggakan.
dalam
pembayaran
36
2.1.7 Hipotesis Penelitian Menurut Uma Sekaran (2006: 135) definisi dari hipotesis adalah sebagai berikut; “Hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji”. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut, maka penulis mencoba merumuskan hipotesis sebagai berikut: H : Pengetahuan Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Soreang.
H : Penerapan Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Soreang.
H : Pengetahuan Pajak dan Penerapan Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Soreang.