3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan menurut Dephut (1970) adalah pengumpulan dan penyusunan data-data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari dan serba guna. Menurut Dephut (2002), inventarisasi hutan adalah upaya untuk mengetahui hal ikhwal mengenai hutan, antara lain lokasi, komposisi jenis pohon, potensi, aksesbilitas, serta informasi lain yang dibutuhkan. Inventarisasi tegakan adalah kegiatan pencatatan, pengukuran dan taksasi volume pohon yang akan ditebang di hutan alam dalam rangka pembukaan wilayah dan atau penyiapan lahan (Dephut 2004).
2.2 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran, adalah (Dephut 1992) : 1. Volume tunggak : yaitu volume kayu yang terdiri atas akar dan pangkal pohon, sampai ketinggian (tunggak) tertentu. Tinggi tunggak ini bervariasi dari 0,1-0,5 m, tetapi sebagian besar diambil 0,3 m. Di daerah yang berbukit, tinggi tunggak dihitung sama dengan tinggi banir. 2. Volume kayu batang (Vst) : ialah volume kayu di atas tunggak sampai permukaan tajuk. Bagian pohon yang menyusun volume ini adalah batang pokok sampai percabangan pertama. 3. Volume kayu tebal (Vdk) : ialah volume kayu di atas tunggak sampai diameter dengan kulit besar 7 cm. Disini tercakup batang pokok dan cabangcabang besar. 4. Volume kayu pohon (Vbm) : ialah volume kayu yang terdapat di seluruh pohon, mulai dari volume tunggak sampai ujung pohon ranting.
4
Rumus umum untuk menaksir volume kayu suatu pohon adalah (Dephut 1992) : V= (πd²)/4 x h x f =gxhxf Dimana : v : volume kayu d : diameter setinggi dada h : tinggi pohon g : luas penampang melintang pohon pada setinggi dada f : bilangan bentuk Untuk menentukan volume dolok (sortimen kayu) sebagai bagian dari volume kayu/pohon, telah dikembangkan rumus-rumus matematik sebagai berikut (Sutarahardja 2008) : Rumus Smallian
: V = 0,5 x (B + b) x L
Rumus Huber
: V = B1/2 x L
Rumus Brereton
: V = {0,25 x π x (D + d )² x L x 0,5 }
Rumus Newton
: V = {B + (B1/2 x 4) + b } x L x 1/6
Rumus Schiffel
: V = {(0,16 x B) + (0,66 x B1/2) x L
Dimana : V = volume dolok (logs) atau batang pohon dalam m3 B = luas bidang dasar pangkal batang dalam m2 = luas bidang dasar ujung batang pohon dalam m2 b B1/2 = luas bidang dasar bagian tengah batang pohon dalam m2 D = diameter pangkal batang pohon dalam meter d = diameter ujung batang pohon dalam meter L = panjang batang pohon Penentuan volume sortimen (batang pohon) dengan menggunakan rumusrumus di atas, jika makin pendek panjang batang (L) akan menghasilkan volume yang lebih tepat, karena rumus-rumus di atas merupakan perhitungan volume yang mendasarkan kepada bentuk benda teratur yaitu bentuk silinder. Berdasarkan volume sortimen-sortimen kayu yang diukur dengan rumus di atas, maka volume pohon dapat diketahui yaitu penjumlahan dari volume sortimen-sortimen dari pohon yang bersangkutan (Sutarahardja 2008). Rumus Smallian mempunyai ketepatan yang lebih kecil dibandingkan dengan rumus Huber dan rumus Newton. Namun demikian rumus Smallian
5
banyak digunakan karena cukup praktis dan mudah dalam penerapannya. Rumus Newton memberikan ketelitian yang tinggi dibanding dengan rumus lainnya, namun rumus ini memerlukan pengukuran kedua ujung batang dan tengah batang, sehingga penggunaannya lebih terbatas dan kurang praktis (Sutarahardja 2008).
2.3 Tabel Volume Tabel volume merupakan suatu tabel yang menyajikan data/informasi tentang volume kayu yang dapat dimanfaatkan dari sebatang pohon yang dirinci menurut dimensi tinggi dan/atau diameter (dbh) pohon. Berdasarkan lokasi dan peubah/dimensi penentu yang digunakannya, dikenal ada dua macam tabel volume, yaitu tabel volume lokal (disebut pula tarif volume) dan tabel volume standar (Fahutan IPB 2010). Tabel volume pohon lokal atau tarif volume adalah bentuk khusus dari tabel volume pohon, yaitu tabel yang memberikan nilai volume pohon dengan cukup mengetahui hanya satu besaran saja dari pohon yang bersangkutan. Besaran tersebut adalah yang paling mudah diukur, yaitu diameter pohon setinggi dada atau keliling pohon setinggi dada. Dengan tidak mengikutsertakan besaran tinggi pohon, maka tarif volume memiliki daerah berlaku yang terbatas (Sutarahardja 2008). Tabel volume pohon lokal atau tarif volume mencerminkan bentuk kompromi antara persyaratan ketelitian dan kemungkinan-kemungkinan praktis pelaksanaannya. Dengan tidak memperhitungkan faktor tinggi pohon, maka volume pohon individual yang ditunjukkan oleh tarif volume, rata-rata akan lebih besar penyimpangannya daripada volume pohon yang sebenarnya jika dibandingkan dengan volume pohon yang memperhitungkan faktor tinggi pohon seperti yang diberikan oleh tabel volume pohon standar. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk memperkecil penyimpangan maka tabel volume lokal hanya berlaku setempat, yaitu tempat atau daerah dimana pohon-pohon contoh penyusun tabel volume lokal tersebut diambil (Sutarahardja 2008). Karakteristik paling nyata untuk diukur yang berkaitan dengan volume pohon adalah diameter setinggi dada (diameter at breast height). Oleh karena itu, semua persamaan volume akan mempunyai diameter setinggi dada serta peubah
6
lainnya dan yang umum ditambahkan sebagai peubah penentu volume pohon adalah jenis peubah tinggi pohon, baik tinggi total, tinggi bebas cabang ataupun tinggi yang lain yang dianggap mempunyai peranan dalam tujuan untuk pendugaan potensi tegakan (Sutarahardja 2008). Berikut adalah tahapan pengukuran dan pengumpulan data untuk membuat tabel volume (Dephut 2009) : a. Memilih pohon-pohon contoh yang memenuhi kriteria. b. Mengukur diameter setinggi dada (dbh) pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah, atau 30 cm di atas banir untuk tinggi banir lebih dari 1 m. c. Melakukan persiapan penebangan untuk menghindari batang pecah atau patah setelah rebah yang dilakukan oleh penebang (chainsawman). d. Menghitung volume batang rebah dengan cara mengukur peubah-peubah volume yaitu diameter dan tinggi atau panjang batang. Pekerjaan yang dilakukan adalah : 1. Mengukur panjang batang mulai dari potongan bawah sampai batang bebas cabang. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur. 2. Mengukur diameter setiap seksi dengan panjang 2 m. Untuk seksi terakhir panjang seksi sama dengan atau di bawah 2 m. Pengukuran dilakukan dengan metode Smallian yaitu diameter diukur pada pangkal dan ujung seksi. Letak diameter pangkal seksi pertama adalah 30 cm di atas banir. Pengukuran dilakukan dengan melingkarkan pita diameter pada batang. Jika terjadi kesulitan yang disebabkan batang menempel pada tanah, maka dilakukan penggalian sampai pita diameter dapat dilingkarkan pada batang. Untuk titik yang tidak dapat diukur, dilakukan interpolasi linier. Interpolasi linier menggunakan rumusan sebagai berikut (Dephut 2009) : de = d1 –
2 𝑙
x (d1 - d2)
Dimana: de : diameter dugaan (diameter di titik 2 meter setelah d1) (cm) d1 : diameter sebelumnya (cm) d2 : diameter kedua (cm) l : panjang (m)
7
Jumlah pohon contoh yang diambil diusahakan sebanyak mungkin, misalnya 50 sampai 100 pohon dianggap telah mewakili untuk areal yang tidak terlalu luas. Dalam pemilihan pohon contoh, perlu diperhatikan juga ketersebaran diameter sehingga mewakili kisaran diameter dari yang terkecil sampai terbesar. Semakin lebar kisaran diameter dari pohon-pohon contoh tersebut, maka model yang terbentuk nantinya akan semakin leluasa digunakan untuk menduga volume dari pohon yang berdiameter kecil sampai besar. Selain itu, apabila tinggi pohon akan dijadikan sebagai peubah bebas (selain diameter), pengambilan pohon contoh pun harus mewakili ketersebaran tinggi pohon dalam tegakannya (Fahutan IPB 2010).
2.4 Bipa, Jambu, Matoa, Medang dan Merbau Tabel 1 Taksonomi bipa, jambu, matoa, medang dan merbau Taksonomi Kingdom Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Bipa Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Dilleniidae Marvales Sterculiaceae Pterygota Pterygota forbesii F.V.Muell
Jambu Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Rosidae Myrtales Myrtaceae Eugenia Eugenia spp
Jenis Matoa Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Rosidae Sapindales Sapindaceae Pometia Pometia pinnata Forst
Medang Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Magnoliidae Laurales Lauraceae Litsea Litsea firma Hook.f
Merbau Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Rosidae Fabales Fabaceae Instia Instia spp
2.4.1 Bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell) Suku Sterculiaceae. Pohon, semak (kadang-kadang berupa liana) atau terna dengan rambut-rambut bintang atau sisik-sisik, daun tunggal bertepi rata, kadangkadang berlekuk menjari atau majemuk, yang duduknya tersebar, mempunyai daun penumpu yang lekas runtuh. Bunga biasanya banci atau berkelamin tunggal, berumah 1, aktinorf, jarang dengan kedudukan terminal, seringkali pada batang (kauliflor). Daun berkelopak 3-5, sedikit banyak berlekatan, tersusun seperti katup ; daun mahkota 5 atau tidak ada, bebas atau pada pangkal berlekatan dengan buluh yang terbentuk dari perlekatan tangkai-tangkai sari, tersusun seperti genting. Benang sari sering tersusun dalam lebih dari 1 lingkaran, yang sebelah luar mandul, yang sebelah dalam berlekatan membentuk buluh atau sama sekali bebas,
8
kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur atau dengan liang di ujung atasnya. Bakal buah menumpang, tersusun atas 2-5 kadang-kadang 10-12 daun buah, atau hanya terdiri atas 1 daun buah saja. Tiap ruang berisi 2 bakal biji atau lebih, jarang sekali hanya 1. Buahnya buah kering atau buah buni, tidak membuka atau membuka dengan cara yang bermacam-macam. Biji dengan endosperm berdaging atau tanpa endosperm, kadang-kadang bersalut. Lembaga lurus atau bengkok (Tjitrosoepomo 2007). Pohon dengan kanopi besar dengan tinggi sampai 30 m dan diameter 100 cm, ada banir, kulit pohon berwarna merah pucat, coklat atau abu-abu. Daun spiral, sederhana, ada tangkai, simetris, tulang daun menyirip, permukaan bawah daun hijau, permukaan atas daun hijau tua kusam. Bunga berkelamin tunggal, dengan bunga jantan dan bunga betina pada tanaman yang sama. Buah berwarna coklat atau merah, 6-7 mm, tidak berduri, tidak berdaging, ada folikel dan bijinya sekitar 100 (Conn & Damas 2010).
2.4.2 Jambu (Eugenia spp) Suku Myrtaceae. Pohon atau perdu, daun tunggal, bersilang berhadapan, pada cabang-cabang mendatar seakan-akan tersusun dalam 2 baris pada 1 bidang, karena adanya aborsi kadang-kadang poligam, aktinomorf. Kelopak dan mahkota masing-masing terdiri atas 4-5 daun kelopak dan sejumlah daun mahkota yang sama yang kadang-kadang berlekatan atau tidak terdapat. Benang sari banyak, kadang-kadang berkelompok berhadapan dengan daun-daun mahkota, mempunyai tangkai sari dengan warna cerah, yang kadang-kadang menjadi bagian bunga yang paling menarik. Bakal buah tenggelam, mempunyai 1 tangkai putik, beruang 1 sampai banyak dengan 1-8 bakal biji dalam tiap ruang. Buah bermacam-macam pada ujungnya masih jelas tampak kelopak yang tidak gugur, sisa tangkai putik dan sisa-sisa benang sari tertinggal di dalam kelopak. Biji dengan sedikit atau tanpa endosperm, lembaga lurus, bengkok atau melingkar, ada pula yang terpuntir seperti spiral (Tjitrosoepomo 2007). Eugenia cuprea K.&V. atau ki tambaga (Sunda) merupakan raksasa hutan, tinggi hingga 40 m dan gemang 1 m, dengan batang berbentuk tiang, khusus terdapat di daerah pegunungan, terutama antara 1400 m dan 1700 m, tumbuh tidak
9
berkelompok, tetapi dalam beberapa hutan sangat umum. Kayunya berat, padat dan cukup halus strukturnya, berserat lurus, coklat, coklat merah gading hingga coklat warnanya dengan roma jingga. Dapat diperoleh dalam ukuran-ukuran besar, dapat dianggap tahan lama dan digunakan untuk bahan bangunan (Heyne 1987). Syzygium cf. versteegii (L.) Merr & Perry. Pohon berukuran kecil, tinggi mencapai 10 m. Batang utama silindris, sedikit berbuncak, berpilin dan berlekuk, bebas cabang mencapai 4,5 m dengan diameter setinggi dada 30 cm, berbanir kecil, dengan tinggi banir 40 cm dan lebar 60 cm. Daun tunggal, berhadapan, berbentuk menjorong hingga lonjong. Takikan batang pepagan tebalnya 5-7 mm, keras dan berserat berwarna merah jingga, tidak bergetah (Lekitoo et.al 2010). 2.4.3 Matoa (Pommetia pinnata Forst) Suku Sapindacea. Semak, perdu atau pohon, kadang-kadang liana dengan alat-alat pembelit. Daun tunggal atau majemuk menyirip tunggal atau berganda, duduknya tersebar, jarang berhadapan, dengan atau tanpa daun penumpu. Bunga banci, berkelamin tunggal atau poligam, seringkali berumah 2, tersusun dalam rangkaian yang bermacam-macam, biasanya berbentuk malai, zigomorf dengan bidang simetri miring. Daun kelopak 5, bebas atau berlekatan, tersusun seperti genting atau katup. Daun mahkota 3-5, sering tidak terdapat. Cakram biasanya terdapat, seringkali pada satu sisi saja di luar lingkaran benang sari. Benang sari 8, kadang-kadang 5, 10, atau banyak, tertanam di sebelah dalam cakram, tangkai sari bebas, sering berambut. Kepala sari beruang 2. Bakal buah menumpang, dekat pangkal berlekuk atau berbagi, biasanya beruang 3, sering hanya beruang 2, tiap ruang kebanyakan hanya berisi 1 bakal biji, ada kalanya 2 atau lebih. Buahnya buah kendaga, buah keras, buah batu atau buah berbagi, sering bersayap. Biji mempunyai salut, tanpa endosperm, lembaga terlipat atau terpilin (Tjitrosoepomo 2007). Matoa merupakan pohon raksasa dengan tinggi dapat mencapai 47 m, dengan diameter mencapai 187 cm. Mudah dikenali dengan ciri-ciri batang tanpa bonggol-bonggol, mempunyai alur yang lebar dan dalam serta berakar papan yang berukuran kecil. Kulit batang memiliki ketebalan ± 5 mm, sebelah luar berwarna
10
kelabu dengan bintik-bintik kuning. Kulit sebelah luar licin dengan pecah-pecah halus melintang dan memanjang serta mengeluarkan cairan semacam perekat sedikit tidak berwarna, tidak berbau, rasanya sangat pahit. Cabang/ranting muda berwarna coklat kuning. Daun tua sebelah atas berwarna hijau (Thahjono 1972 diacu dalam Nugraha 2008). Kalkman (1959) dan Faber (1959) diacu dalam Kapisa (1984) membedakan matoa kedalam tiga jenis berdasarkan sifat dan ciri-cirinya. Pometia pinnata Forst mempunyai ciri berdaun lebar, buahnya dapat dimakan, tinggi bebas cabang umumnya sekitar 10 meter dan batangnya kurang bagus dibandingkan Pometia acuminate Radkl dan Pometia corriaceae Radkl. Sifat dan ciri Pometia acuminate Radkl dan Pometia corriaceae Radkl yaitu berdaun kecil, tinggi bebas cabangnya lebih dari 10 meter, tajuknya bulat dengan diameter batang rata-rata 100 cm. Pometia spp berbuah sekali dalam setahun, dimana pada bulan Agustus sampai September/Oktober berbunga, dan tiga atau empat bulan kemudian matang atau dapat dipanen (Kapisa 1984).
2.4.4 Medang (Litsea firma Hook.f) Suku Lauraceae meliputi tumbuh-tumbuhan berkayu dengan daun-daun tunggal (yang kadang-kadang bertulang melengkung) yang duduknya tersebar, kadang-kadang berhadapan, tidak mempunyai daun penumpu. Bunga banci atau berkelamin tunggal, dengan tenda bunga berbilangan 2 sampai 5, biasanya berbilangan 3, tertanam pada tepi sumbu bunga yang berbentuk mangkuk atau piala dan tersusun dalam 2 lingkaran. Benang sari tersusun dalam 3-4 lingkaran, tiap lingkaran terdiri atas sejumlah benang sari yang sama dengan jumlah daundaun tenda bunga dalam lingkarannya, yang pada lingkaran dalam sering bersifat mandul sebagai staminodium. Kepala sari membuka dengan katup. Bakal buah menumpang atau terdapat dalam lekukan dasar bunganya, mempunyai 1 bakal biji yang anatrop dengan 2 integumen. Buah untuk sebagian terbalut oleh sumbu bunganya yang membesar, berupa buah buni atau menyerupai buah batu. Biji tanpa endosperm. Lembaga dengan daun lembaga yang besar. Dalam daun dan kulit batang (gelam) terdapat sel-sel yang mengandung minyak atsiri (Tjitrosoepomo 2007).
11
Pohon dengan kanopi besar dengan tinggi sampai dengan 40 m dan diameter 60 cm. Daun spiral, sederhana, simetris, tulang daun menyirip, ada tangkai, daun permukaan bawah berwarna kuning ke hijau ke biru-hijau, permukaan bagian atas daun berwarna hijau tua. Bunga berkelamin tunggal, bunga jantan dan betina pada tanaman yang berbeda. Buah berdiameter 10,0-15,0 mm, merah, tidak berduri, sedikit berdaging dan buah berbiji 1 (Conn & Damas 2010). Tumbuhan ini merupakan pohon, tinggi sampai 80 m dan gemang 80 cm, di Palembang ditemukan pada ketinggian ± 550 m dpl. Kayu teras yang berwarna kuning tua mudah dikerjakan, tidak mudah retak dan tidak diserang bubuk ; digunakan untuk papan, karena struktur yang halus sangat digemari untuk bangunan rumah, harus digunakan di bawah atap (Heyne 1987).
2.4.5 Merbau (Instia spp) Suku Leguminosae. Suku ini merupakan satu diantara 3 suku terbesar (Leguminosae, Graminae, dan Orchidae) yang termasuk tumbuhan biji tertutup (Angiospermae) yang meliputi lebih dari 11.500 jenis yang terbagi dalam lebih dari 500 marga. Ciri khasnya adalah terdapatnya buah yang disebut buah polong, yaitu buah yang berasal dari satu daun buah dengan atau tanpa sekat-sekat semu. Biji-biji terdapat pada kampuh perut, bila masak, kering, pecah, sehingga biji terlontar keluar, atau buah terputus-putus menjadi beberapa bagian menurut sekatsekat semunya, tetapi ada pula yang buahnya berdaging dan tidak pernah pecah. Karena besarnya suku ini, lagipula pada bunganya terdapat sifat-sifat yang karakteristik, maka suku ini ada yang memecah menjadi 3 suku, yaitu Mimosaceae, Paplinonaceae dan Caesalpiniaceae (Tjitrosoepomo 2007). Suku Caesalpiniaceae. Anggota suku ini berbeda dengan warga Papilonaceae terutama karena warga suku ini hampir semuanya berupa perdu atau pohon, boleh dikatakan tidak ada yang berupa terna, daun hampir selalu majemuk menyirip atau menyirip ganda, jarang sekali tunggal atau beranak daun 1. Selanjutnya terdapat perbedaan mengenai bunganya, ialah bahwa pada suku ini bunga memang sering masih mempunyai mahkota yang nyata berbentuk seperti kupu-kupu, tetapi 5 daun mahkotanya tidak bebas, tidak ada yang berlekatan atau dapat pula jumlah daun mahkota kurang dari 5, bahkan sampai tidak ada. Benang
12
sari 10, jarang lebih. Biasanya bebas atau berlekatan dengan bermacam-macam cara. Buahnya buah polong yang jika masak menjadi kering kemudian pecah, atau berdaging dan tidak membuka, seringkali bersayap. Biji dengan endosperm tipis atau tanpa endosperm, lembaga besar (Tjitrosoepomo 2007). Instia spp yang lebih dikenal dengan merbau, terdiri atas Instia bijuga dan Instia palembanica, tergolong pohon raksasa dengan tinggi mencapai 40 m dan tinggi bebas cabang 30 m, serta diameter mencapai 200 cm. Bentuk batang agak tegak, tidak silindris sempurna, berakar papan yang rata-rata mencapai 2 m dan tebal 10 cm. Bagian kulit batang yang mati setebal 0,5 mm-10 mm pada penampang melintang yang berwarna kuning sampai coklat. Bentuk tajuk tidak teratur dengan penampilan yang hampir mirip bila dilihat dari kejauhan (Mahfudz et al. 2006).
2.5 Penelitian Terdahulu Kuswandi dan Jarot (2006) meneliti tentang penyusunan model penduga volume berdasarkan kelompok jenis dengan pertimbangan kedekatan jenis tersebut secara statistik menggunakan analisis multivariat dengan software SPSS. Pohon yang diteliti adalah jenis-jenis kayu komersil di Papua pada IUPHHK PT. Intimpura Timber Co. Sorong dan IUPHHK PT. Wukirasari. Persamaan penduga volume pohon di PT Intimpura Timber Co. Sorong untuk kelompok jenis I adalah Ŷ1=0,000309421D2,13873 dengan pohon contoh sebanyak 47 pohon yang terdiri dari 15 jenis. Persamaan penduga volume pohon untuk kelompok jenis II adalah Ŷ2=0,000584386D1,99581 dengan pohon contoh sebanyak 20 pohon yang terdiri dari 9 jenis. Persamaan penduga volume pohon di IUPHHK PT. Wukirasari untuk kelompok jenis I adalah Ŷ1=0,0021D1,644 dengan pohon contoh sebanyak 50 pohon yang terdiri dari 12 jenis. Persamaan penduga volume pohon untuk kelompok jenis II adalah Ŷ2=1,29.10-6D3,229 dengan pohon contoh sebanyak 30 pohon yang terdiri dari 6 jenis. Lestarian (2009) meneliti tentang penyusunan tabel volume pohon di PT. Ratah Timber Kalimantan Timur dengan menggunakan analisis kovarian. Analisis kovarian dilakukan untuk menggabungkan persamaan penduga volume untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok jenis Rimba Campuran. Jumlah
13
pohon contoh untuk kelompok Dipterocarpaceae sebanyak 201 pohon yang terbagi kedalam 9 jenis dan jumlah pohon contoh yang digunakan untuk kelompok Rimba Campuran sebanyak 192 pohon yang terbagi kedalam 27 jenis. Persamaan regresi tabel volume lokal dari hasil penggabungan kedua kelompok jenis tersebut adalah V= 0,000199D2,42.