8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka Terdapat beberapa penelitian atau pustaka terdahulu yang berkaitan dengan pembingkaian berita media massa, di antaranya penelitian dari Adi Nugroho tahun 2012 dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Berita Pilgub Jateng pada Suara Merdeka”. Penelitian ini mengangkat unit analisis berita Suara Merdeka edisi 21 Mei--21 Juni 2008 karena berita mengenai Pilgub Jateng pada tanggal tersebut sangat gencar diberitakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana frame kebijakan redaksional serta mengetahui sikap media cetak dalam membingkai pemberitaan tentang pemilihan umum Gubernur (Pilgub)
Jawa
Tengah
2008.
Penelitian
ini
menggunakan
paradigma
konstrutivisme dengan metode penelitian analisis framing model Pan dan Kosicki. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial milik Peter L Berger dan teori agenda setting untuk membedah permasalahan dalam penelitian ini. Temuan dalam penelitian ini, yakni berita harian Suara Merdeka memberikan ruang untuk masyarakat memilih calon gubernur secara objektif dan menjelaskan latar belakang visi misi calon gubernur, ini bertujuan agar masyarakat tidak salah memilih pemimpin mereka. Selain itu, pemberitaan ini lebih menekankan untuk menagih janji-janji yang belum terealisasikan oleh gubernur sebelumnya. Penelitian lain diungkapkan oleh Leonardo Johanes tahun 2013 mengenai analisis framing yang berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Konflik Partai
9
Nasional Demokrat (Nasdem) di harian MEDIA INDONESIA dan Koran SINDO”. Leonarda Johanes dalam penelitiannya memaparkan bahwa harian MEDIA INDONESIA dan Koran SINDO membingkai berita konflik Partai Nasdem dengan mengedepankan unsur ketokohan (who) dalam berita bingkai konflik Partai Nasional Demokrat. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah bahwa pemilik media memengaruhi dalam penulisan berita. Pembingkaian berita yang dilakukan dua media tersebut tidak lepas dari kepentingan politik pemilik media. Dalam melakukan penelitian tersebut, peneliti menggunakan metode analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki dengan pandangan konstruksionis. Unit analisis dalam penelitian Johanes adalah berita di harian Media Indonesia tanggal 22 Januari 2013 yang berjudul “Nasdem Hormati Keputusan Mundur Hary Tanoe” dan Koran SINDO tanggal 22 Januari 2013 dengan judul “Partai Lain Siap Tampung HT-Rofiq”. Selain itu, Johanes tidak hanya menganalisis berita pada tanggal 22 Januari 2013, tetapi juga menganalisis berita pada tanggal 26 Januari 2013 di harian Media Indonesia dan Koran SINDO yang berjudul “Surya Paloh Ketua Umum Nasdem” di harian Media Indonesia dan “Ribuan Kader Mundur Nasdem Gembos” di Koran SINDO. Mengenai analisis framing juga pernah dilakukan oleh Faiz Fauzan pada tahun 2014 dengan judul ‘Analisis Framing Pemberitaan Kasus Dugaan Korupsi dan Gaya Hidup Mewah Gubernur Ratu Atut Chosiyah pada Koran TEMPO”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembingkaian berita mengenai dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh gubernur Banten dan gaya hidup mewah Ratu Atut Chosiyah. Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis
10
pemberitaan ini adalah analisis framing model Pan dan Kosicki. Obyek penelitian adalah pemberitaan kasus dugaan korupsi dan gaya hidup mewah Gubernur Ratu Atut Chosiyah yang muncul pada Koran TEMPO dari tanggal 5 Okober 2013 sampai dengan 13 November 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Koran TEMPO memberikan gambaran pemberitaan dengan menunjukan struktur, sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Temuan pada penelitian ini, yaitu penulisan berita yang dibuat oleh Koran TEMPO sangat lengkap. Struktur retoris dalam Koran TEMPO tampak menonjol karena wartawan Koran TEMPO banyak menggunakan istilah, leksikon, idiom, bahkan gambar karikatur yang dapat menarik perhatian khalayak. Gaya pemberitaan Koran TEMPO terkenal kritis dan tajam dalam investigasi. Koran TEMPO memiliki volume dan frekuensi berita yang lebih dibandingkan media yang lain karena mampu memuat lebih dari satu pemberitaan dengan kasus yang sama dalam satu edisi. Dalam pemberitaan Ratu Atut ini, Koran TEMPO tetap objektif dan independen karena wartawan TEMPO lebih mementingkan berita yang bermutu dan selalu berpegang teguh pada kode etik. Pembingkaian berita media online pernah diteliti Tri Dewi Putri Lestari tahun 2012 pada tesisnya yang berjudul: “Pemberitaan Rencana Kenaikan Harga BBM Bersubsidi oleh PemerintahanSusilo Bambang Yudhoyono (Analisa Framing pada Media KOMPAS dan tvOne (Maret-April 2012)”. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Dewi Lestari ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi dalam pemberitaan rencana kenaikkan harga BBM dalam PemerintahanSusilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada surat kabar KOMPAS dan tvOne. Penelitian ini dibatasi
11
pada dua media yang dianggap representatif untuk dikaji mengenai bagaimana media nasional, baik surat kabar maupun televisi membingkai berita mengenai rencana
kebijakan
kenaikan
harga bahan bakar
minyak (BBM)
oleh
PemerintahanSBY. Dua media tersebut adalah KOMPAS dan tvOne. Satuan unit analisis dalam penelitian ini dibatasi pada tanggal 31 Maret 2012 sampai dengan 2 April 2012. Penelitian ini menggunakan model analisis Robert Entman serta menggunakan paradigma konstruktivisme. Pada penelitian ini peneliti memilih dua frame yang dominan, yaitu frame kenaikan harga BBM dan hal yang melatarbelakanginya serta frame isu PemerintahanSBY yang mengambil keuntungan dari naiknya harga BBM. Selain menggunakan analisis framing Entman, Tri Dewi Putri Lestari juga melakukan wawancara dengan pihak di dalam kedua media tersebut. Temuan dalam penelitian Tri Dewi Putri Lestari adalah bahwa dalam pemberitaan tidak ada kebenaran yang mutlak dan objektif, peneliti mengatakan pemberitaan yang telah ditayangkan oleh kedua media tersebut adalah hasil dari konstruksi dari berbagai kepentingan dan latar belakang. Dari analisis teks pada pemberitaan di harian KOMPAS lebih banyak memberitakan masalah rencana kenaikan harga BBM, yaitu sebesar 85,54% atau sebanyak 296 berita, sedangkan tvOne menempatkan 14,45% atau 48 berita”. tvOne lebih memberitakan sisi pembangunan dan mengapa SBY menaikkan harga BBM bersubsidi, sedangkan KOMPAS lebih memberitakan secara side story mengapa SBY menaikkan harga BBM bersubsidi dengan lebih menonjolkan
12
beberapa partai yang tidak setuju akan keputusan ini, serta aksi demonstrasi, dan anarkis di beberapa daerah di Indonesia. Dalam penelitian ini KOMPAS meletakkan pemberitaan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi dalam bidang kontroversi, sedangkan tvOne dalam bidang penyimpangan. Namun, peneliti menemukan bahwa pemberitaan kedua media tersebut dalam mendefinisikan masalah pemberitaan rencana kenaikan harga BBM dalam PemerintahanSBY sebagai masalah politik dan ekonomi kelas atas. Analisis framing dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan memperjelas tentang keberpihakan media pada isi berita secara kualitatif. Berdasarkan paparan di atas, dapat dilihat adanya perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yakni penelitian ini tidak hanya analisis teks, tetapi juga menganalisis level produksi dan sosial-kultural yang melingkupi institusi media antara lain sosial, politik, budaya, dan ekonomi. Analisis produksi didapat dari hasil-hasil wawancara dan observasi di lapangan. Analisis sosial-kultural didapat dengan hasil wawancara dan dokumentasi sekunder. Ada pembaruan tema yang diangkat, yaitu 100 hari pemberitaan Pemerintahanyang berkuasa. Penelitian ini menggunakan analisis framing model Robert Entman. Model ini digunakan karena penelitian ini mengangkat mengenai komunikasi politik dan model ini lebih dinamis dalam mengungkapkan realitas politik.
13
2.2 Kerangka Konseptual 2.2.1 Analisis Framing Analisis framing adalah metode analisis teks atau analisis isi media. Analisis framing termasuk dalam paradigma kontruksionis untuk melihat bagaimana media membentuk pesan atau mengkontruksi peristiwa dan bagaimana media menyajikan pesan kepada khalayak (Eriyanto, 2002:12). Dalam teori framing terdapat banyak macam model, antara lain (1) model Murray Edelman, (2) model Robert Entman, (3) model William A. Gamson, dan (4) model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Empat model tersebut menganalisis bagaimana berita dikontruksi yang tidak hanya berdasarkan fakta di lapangan, namun juga untuk menonjolkan pesan yang ingin disampaikan oleh wartawan atau pihak lain termasuk dari pemilik media (Eriyanto, 2002:13). Menurut Robert Entman dalam (Eriyanto, 2002: 220), framing dilihat dalam dua dimensi besar, yakni seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media. Penonjolan memiliki arti bahwa dalam proses pembuatan berita, media menonjolkan aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain. Hal ini dilakukan dengan strategi wacana, yaitu dengan pembuatan judul yang menarik, pengulangan, menyisipkan grafis untuk mendukung aspek yang ditonjolkan dan cara-cara yang lainnya untuk memperkuat penonjolan tersebut. Hal ini bertujuan agar bersifat menarik dan mudah diingat khalayak. Dalam model Entman, framing merujuk pada definisi masalah, diagnose causes (penjelasan masalah), make moral judgement (adanya keputusan moral), dan menekankan penyelesaian.
14
Model Murray Edelman menjelaskan bahwa analisis framing melihat perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata tertentu yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Menurut Edelman (Eriyanto, 200:185) framing adalah sesuatu yang telah dikategorisasikan. Kategorisasi yang dimaksud adalah pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Kategorisasi merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran, karena kategorisasi adalah kekuatan yang besar dalam memengaruhi pikiran dan kesadaran publik. Dalam model William Gamson, analisis framing adalah cara mengetahui bagaimana berita itu dikonstruksi oleh media dengan menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi yang lain. Framing adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Gamson mengatakan cara pandang tersebut itu sebagai kemasan (package) (Eriyanto, 2002:260--261). Kemasan (package) adalah rangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Kemasan diibaratkan sebuah wadah atau struktur data yang mengumpulkan sejumlah informasi yang menunjukkan posisi atau adanya kecenderungan politik dan membantu komunikator untuk menjelaskan muatan-muatan dibalik isu atau peristiwa. Framing dipahami sebagai seperangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai sebuah isu (Eriyanto, 2002:263--265). Ide sentral tersebut didukung oleh perangkat wacana lain sehingga antara satu wacana dengan bagian wacana lain saling mendukung (Eriyanto, 2002:263). Perangkat
15
wacana itu seperti kata, kalimat, pemakaian gambar, atau grafik tertentu, proporsisi, dan lain-lainnya (Eriyanto, 2002:262). Semua elemen tersebut akan mengarah pada ide tertentu dan mendukung ide sentral dari suatu berita. Dalam model William Gamson terdapat dua perangkat bagaimana gagasan atau ide sentral diterjemahkan pada teks berita, yaitu: “Framing device (perangkat framing). Perangkat ini berhubungan dan berkaitan dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing itu ditandai dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, serta metafora tertentu, sedangkan reasoning device (perangkat penalaran). Perangkat ini berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenar, alasan tertentu, dan sebagainya.” (Eriyanto, 2002:265-266). Berbeda dengan model sebelumnya, Model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki (Pan dan Kosicki) (Eriyanto, 2002:290) menyatakan bahwa analisis framing merupakan sebuah proses membuat pesan yang lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Framing adalah metode untuk melihat perbedaan media dalam mengungkapkan suatu peristiwa (realitas). Pan dan Kosicki mengatakan (Eriyanto, 2002:291) bahwa analisis framing digunakan untuk mengetahui berita yang dikontruksi media dengan cara mengaitkan dua konsep. Konsep pertama adalah konsep psikologi yang lebih menekankan pada bagaimana wartawan memproses informasi pada dirinya. Konsep kedua adalah konsep sosiologis, konsep ini menjelaskan bagaimana wartawan melakukan pembingkaian dengan melihat dari segi latar belakang lingkungan sosial yang dikonstruksi seseorang.
16
2.2.2 Berita Sebagai Komunikasi Politik Berita harus berupa fakta dari segala peristiwa yang aktual dan menarik perhatian orang banyak. Berita adalah sebuah peristiwa yang baru saja terjadi dan masih hangat-hangatnya, berita yang aktual dan faktual. Berdasarkan sifatnya berita memiliki dua jenis, yakni straight news dan feature news. Straight news adalah berita yang disampaikan langsung pada pokok persoalan atau yang biasa disebut berita secara langsung yang bersifat informative tanpa melupakan unsur 5W+1H. 5W+IH adalah what, when, where,who, why, and how, itu merupakan unsur wajib yang harus ada dalam sebuah berita. Feature news adalah berita yang tidak langsung. Feature news biasanya dibumbui dengan kata yang mendayudayu, membuat peristiwa yang biasa saja bisa lebih menarik untuk dibaca (Tamburaka, 2013:138). Berdasarkan medianya, berita dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu berita media cetak dan online, berita media radio, serta berita televisi. Berita televisi berbeda dengan berita media cetak maupun berita di radio, sebab berita televisi menyajikan gambar dan suara sehingga khalayak akan lebih tertarik dalam menikmati berita tersebut. Berita televisi adalah berita yang memadukan kekuatan suara dan gambar. Ted White (dalam Halim, 2013:76) menyatakan bahwa gambar adalah bagian yang paling penting dalam narasi. Selain itu, laporan yang disampaikan menggunakan media televisi disajikan secara menarik dan langsung oleh presenter (news anchor). Komunikasi politik adalah studi interdispliner yang dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam ilmu komunikasi dan ilmu politik.
17
Komunikasi politik berkembang mulai tahun 1922 dikembangkan pertama kali oleh Ferdinand Tonnies dan Walter Lippmann yang mengkaji tentang opini publik pada masyarakat, kemudian ditambah oleh Bagehot, Maine, Byrce dan Graha Walla di Inggris yang menelaah peranan pers dan pembentukan opini publik (Cangara, 2014:27). Terminologi komunikasi berasal dari bahasa Latin, yakni communico, memiliki arti membagi dan communis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih (Cangara, 2014:13). Sementara menurut Harold D. Lasswell komunikasi adalah siapa yang mengatakan apa, melalui apa, kepada siapa dan apa akibatnya (Cangara, 1999:14). Politik adalah siapa yang memperoleh apa, kapan, dan bagaimana. Politik adalah pembagian nilai-nilai yang otoritatif. Politik adalah kekuasaan dan pemegang kekuasaan, pengaruh, dan tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluaskan tindakan lainnya (Dan Nimmo, 1999:8). Menurut Miriam Budiardjo (2008:19). Politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh warga negara untuk menentukan arah kehidupan sosial. Peter Merkl mengatakan bahwa politik adalah perebutan kekuasaan, harta, dan takhta (Mariam Budiardjo, 2008:16). Sementara itu, Dan Nimmo (1999) mengatakan komunikasi politik adalah kegiatan berpolitik yang melibatkan pembicaraan. Pembicaraan yang dimaksud adalah pembicaraan yang inklusif, adanya pertukaran simbol (Dan Nimmo, 1999:8). Cangara mengatakan komunikasi politik adalah proses komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas politik. Di dalam komunikasi politik terdapat isi pesan yang bermuatan politik (Cangara, 2014:30).
18
MetroTV sebagai news media merupakan salah satu agen media yang bertugas menjalankan pendidikan politik kepada masyarakat. Media berfungsi menyebarkan norma politik kepada masyarakat agar masyarakat dapat menentukan pilihan setiap pemilihan umum dan dapat mengkritisi apa yang dilakukan pemeritah jika dianggap menyimpang. Selain pendidikan politik, media juga bertugas sebagai penyalur pesan politik antara komunikator politik kepada khalayak untuk kepentingan tertentu. Metro Hari Ini (MHI) adalah program berita yang ada di media MetroTV. MHI adalah program berita buletin yang disiarkan setiap harinya pada pukul 17.00 WIB dengan durasi 60 Menit. Isi dalam program berita tersebut adalah peristiwa yang terjadi di nasional maupun internasional. Berita dalam program tersebut lebih banyak menonjolkan berita politik dibandingkan berita yang berbau sosial, kriminal, atau entertainment. MHI adalah salah satu program berita yang mememiliki rating yang paling tinggi daripada berita yang lainnya di MetroTV. (Sumber : Company profile MetroTV) 2.2.3 Teori Ekonomi Politik Media Kajian ekonomi politik berawal dari teori tentang masyarakat industri dan kapitalisme yang berawal dari pemikiran Adam Smith (1723--1790). Pemikiran Adam Smith dikritisi Karl Marx, Karl Marx mengkaji ekonomi secara mendalam dan teliti sehingga berpandangan kritis terhadap pemikiran Smith. Namun, pemikiran kritis tersebut ditanggapi berbeda oleh sosiolog dan ekonom Inggris. Mereka setuju mengenai pemikiran Smith, yakni kapitalisme dan determinisme ekonomi (Harahap, 2013:41).
19
“Mereka cenderung menerima pemikiran gagasan Smith yang menyatakan adanya kekuatan tak terlihat, teori tangan tersembunyi yang menentukan pasar barang dan tenaga kerja” (Harahap, 2013:41).
Pasar merupakan realitas independen yang berdiri di atas individu dan mengendalikan prilaku individu. Hal ini memiliki arti bahwa pasar media dikendalikan oleh profesional media dalam menyampaikan isi media (Harahap, 2013:41). Ekonomi politik menurut Vincent Mosco (1996) adalah studi yang mengkaji tentang hubungan sosial, khususnya kekuasaan, yang terkait masalah produksi, distribusi, konsumen, dan regulasi komunikasi (Mosco, 1996:5). Mosco menjelaskan bahwa adanya aspek kekuasaan dibalik kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Mosco merumuskan terdapat tiga hal yang mempengaruhi ekonomi politik pada kajian komunikasi, yaitu: 1. Komodifikasi Komodifikasi adalah cara pandang kapitalisme, yaitu proses transformasi barang dan jasa dari nilai guna menjadi komoditas nilai tukar (Mosco, 1996:140). Transformasi barang dan jasa yang dimaksud, misalnya seperti pemberitaan mengenai kisruh KPK dengan Polri di MetroTV, konflik yang sebenarnya harus diselesaikan, tetapi justru dijadikan tontonan karena media memiliki kepentingan menghasilkan profit. 2. Spasialisasi (spatialization). Spasialisasi adalah proses mengatasi kendala tempat dan waktu di kehidupan sosial. Selain itu, spasialisasi merupakan perpanjangan institusi kegiatan berorganisasi. Perpanjangan institusi ini adalah sebagai
20
kekuasaan korporasi dan besarnya badan usaha. Artinya, perpanjangan berorganisasi adalah proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu yang dilakukan perusahaan media dalam bentuk perluasan badan usaha. Terdapat dua jenis badan usaha, yaitu badan usaha horizontal dan vertikal. Bentuk horizontal adalah badan usaha media yang berbentuk konglomerasi dan monopoli, sedangkan bentuk vertikal adalah proses integrasi antara induk perusahaan dan anak perusahaan (Mosco, 1996:173--176). Perusahaan media memiliki pengaruh yang memengaruhi produksi media atau isi pesan yang disampaikan media kepada khalayak. Pengaruh tersebut, antara lain pemilik media terhadap produksi media dan teks media. 3. Strukturasi (structuration) Strukturasi menekankan pada aksi dan agensi yang berkaitan dengan proses sosial dan kehidupan sosial. Strukturisasi adalah independensi antara agensi dengan kehidupan sosial dan reproduksi (Mosco, 1996:210-211). Pengaruh media tidak hanya pada pemilik saja, tetapi juga dari luar organisasi, yaitu sosial masyarakat. Pengaruh sosial masyarakat dapat memengaruh produksi media dan teks media yang dihasilkan MetroTV. Murdock dan Golding yang mengadaptasi pemikiran Marx mengenai ekonomi politik dalam analisa media massa berpendapat bahwa pernyataan Marx dalam The German Ideology membutuhkan tiga proporsi empiris hingga dapat divalidasi secara memuaskan: “Bahwa produksi dan distribusi gagasan dipusatkan di tangan para sarana-sarana produksi kapitalis; bahwa karena itu gagasan-
21
gagasan mereka semakin mengemuka dan mendominasi pemikiran kelompok-kelompok subordinat; dan dalam arena itu dominasi ideologis ini berfungsi mempertahankan sistem ketidaksetaraan kelas yang umum terjadi saat member hak istimewa kelas penguasa dan mengeksploitasi kelas-kelas subordinat” ( Halim, 2013:40).
Murdock dan Golding merumuskan tiga konsep kunci sebagai konteks pasar, yakni logika determinisme ekonomi, kepemilikan, dan pengendalian, serta konsukensi produksi. Maksudnya, kepatuhan media massa, pemiliki modal dan kekuasaan politik adalah wujud kompromi kepada pasar dengan produk-produk “budaya komersial”. Dalam artian Murdock dan Golding menjelaskan bahwa adanya hegemoni yang dikembangkan oleh media massa dalam perspektif ekonomi politik media.
Namun,
dalam
ekonomi
politik media
tidak
memperlihatkan media berkompromi dengan kelas penguasa (Halim, 2013:40-41). Dalam penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa media massa akan terikat dengan kepentingan sosial, ekonomi, dan kepentingan politik. Tiga hal tersebut yang akan memengaruhi produksi dan distribusi media massa. 2.2.4 Hierarchy Of Influence Model ini diciptakan oleh dua ahli komunikasi, yaitu Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996) membuat model hierarchy of influence, model yang menjelaskan bahwa dalam produksi informasi sebuah media dipengaruhi oleh lapisan-lapisan yang melingkupi institusi media. Lapisan-lapisan yang melingkupi institusi media, yaitu:
22
1. Level Individual Wartawan sebagai individu. Individu seorang wartawan sangat berpengaruh dalam pembuatan berita,
Pamela J. Shoemaker dan
Stephen D. Reese. (1996) menjelaskan beberapa faktor yang memengaruhi wartawan dalam membuat berita, yaitu karakteristik wartawan, latar belakang, pengalaman, tingkah laku, keyakinan, etnisitas, dan kekuatannya dalam media tersebut (karir). Hal tersebut sangat memengaruhi wartawan dalam membentuk sudut pandang berita dan mengkontruksi fakta yang ada di lapangan, walaupun tugas wartawan membuat berita sesuai fakta, namun wartawan juga memiliki tugas bagaimana pesan tersebut disampaikan kepada publik. Hasil observasi awal mengenai pola kerja masing-masing individu, koordinator liputan tidak sepenuhnya menentukan sudut pandang suatu berita dan wartawan tidak sepenuhnya bekerja dengan arahan produser maupun koordinator liputan. Namun, wartawan juga menggunakan pikiran kreatif dalam mencari suatu berita. Saat pembuatan berita tersebut wartawan menggabungkan pandangannya. Pandangan tersebut adalah hasil konstruksi bukan realitas yang sesungguhnya. Maka dari itu, hasil dari liputan wartawan dipengaruhi oleh latar belakang wartawan, cara pandang wartawan, dan pengalaman wartawan. Faktorfaktor tersebut juga mempengaruhi secara langsung isi teks media.
23
2. Level Rutinitas Media Rutinitas media adalah siklus yang berulang-ulang yang terjadi dalam redaksi pemberitaan. Siklus tersebut adalah rutinitas media dalam mengemas berita, seperti dikejar deadline, keterbatasan tempat, penulisan berita, mencari gambar yang menarik, riset data untuk ditambahkan dalam package, dan mengejar narasumber. Pada level ini ada tiga hal yang memengaruhi dalam rutinitas media, yaitu (1) suppliers, (2) organisasi media (processor), dan (3) audience (consumers). 1.
Suppliers adalah sumber-sumber yang diperlukan untuk dijadikan bahan berita. Sebagai contoh media bergantung pada data-data di lapangan, pidato pejabat, wawancara, laporan perusahaan, atau dengar pendapat pemerintah yang dijadikan sumber-sumber yang memiliki pengaruh besar pada konten media.
2.
Organisasi media (processor) adalah organisasi media atau processor adalah redaksi sebuah media yang bertugas untuk mengemas
pemberitaan
dan
selanjutnya
dikirim
kepada
khalayak. 3.
Audience (consumers). Audience atau consumer adalah konsumen sebuah berita di media. Yang disebut audience adalah pendengar, pembaca dan penonton yang menikmati berita yang diproduksi media massa.
24
Rutinitas di redaksi MetroTV dalam pembuatan berita adalah sebagai berikut. Pertama, akan dilakukan dengan memilih topik berita yang sedang hangat terjadi di masyarakat dan berita yang menarik. Wartawan akan mengejar narasumber dengan batas waktu yang ditugaskan koordinator liputan dan produser. Produser dan anggota redaksi selalu melakukan rapat proyeksi sebelum tayang untuk melakukan pemilihan berita yang akan ditayangkan. Berita yang telah dibuat wartawan akan diseleksi oleh produser. Produser akan memilih berita yang menarik, berita yang ratingnya tinggi, dan berita yang sesuai dengan perintah direksi. Dalam rapat proyeksi, segenap redaksi akan berdebat untuk memilih berita yang akan diletakkan per segmen. Jika ada materi yang lengkap dan gambar yang baik, berita tersebut akan dibuat menjadi paket berita. Namun, ketika materi kurang lengkap dan gambar juga kurang lengkap, hanya dibuat voice over. 3. Level Organisasional Media Level organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen organisasi pada sebuah media, kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media. Media memiliki tujuan, yaitu keuntungan materiil. Tujuan-tujuan dari media akan memengaruhi pada produksi media tersebut. Level ini lebih berpengaruh karena kebijakan terbesar dipegang oleh pemilik media atau Direktur Utama sebuah media. Jadi, penentu kebijakan
25
pada sebuah media dalam menentukan sebuah pemberitaan tetap dipegang oleh pemilik media. Ketika tekanan dari atasan, pekerja secara individu harus tunduk pada organisasi yang lebih besar (Shoemaker, 1996:140). MetroTV adalah media massa yang memiliki tujuan secara ekonomi, politik, maupun ideologi. MetroTV adalah media massa yang memiliki tujuan profit sehingga memiliki tujuan untuk meraup keuntungan. Setiap pemberitaan yang ditayangkan tetap mendapat pengaruh dari pemilik media massa maupun CEO. 4. Pengaruh dari Luar Organisasi Media Media dipengaruhi oleh faktor dari luar organisasi, seperti pengaruh sosial masyarakat, pangsa pasar, pengiklan, politik dan lain-lain. Hal tersebut adalah bagian luar dari organisasi media yang memiliki pengaruh besar dalam proses pembuatan teks berita. Dalam penelitian awal, penulis menemukan bahwa keputusan redaksi juga tergantung dari kepentingan ekonomi (pengiklan), politik, sosial, dan lain-lain. Pengaruh yang paling besar adalah kepentingan politik pemilik. 5. Level Ideologi Ideologi sebagai mekanisme integrasi sosial yang berkaitan dengan fungsi kontrol sosial media, yaitu untuk mempertahankan batas-batas dalam suatu budaya untuk mempersatukan masyarakat (Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. 1996:216). Menurut Samuel Becker (dalam Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. 1996:213) ideologi
26
berfungsi untuk mengatur cara kita memandang dunia kita dan diri kita sendiri mengendalikan apa yang kita lihat sebagai suatu yang alami. Level ideologi menjelaskan bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan, serta kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak netral. Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa, tetapi juga struktur berita agar kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa (Shoemaker, 1996:224). Ideologi ini adalah sesuatu yang bersifat abstrak. Pemberitaan di MetroTV tidak boleh melenceng dengan ideologi, yaitu sesuai dengan slogan MetroTV, yaitu “Knowledge to elevate”. MetroTV lahir sebagai media berita pertama yang tayang 24 jam dengan ruang lingkup berita nasional dan internasional dengan proporsi 70% berita dan 30% berita non news. MetroTV memiliki visi sebagai televisi nomor satu dalam program beritanya sehingga MetroTV selalu ingin cepat dan tanggap ketika terjadi peristiwa. Setiap pengemasan berita yang dibuat oleh produser harus sesuai dengan citra MetroTV. Hasil penelitian awal, ideologi sering terabaikan oleh kepentingan-kepentingan yang memengaruhi. Contoh, pada Pemilihan Presiden 2014, dimana MetroTV menjadi salah satu televisi pendukung salah satu calon. Padahal motto MetroTV Knowledge to elevate dan misi MetroTV salah satunya untuk membangkitkan dan mempromosikan kemajuan bangsa dan negara melalui suasana yang demokratis, dan menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Namun, sayanganya karena
27
adanya keberpihakan MetroTV telah melanggar Pedomanan Prilaku Penyiaran dan Standaran Program Siaran 2012 Pasal 18 Ayat 2 bahwa media tidak boleh menjadi partisipan politik.
28
2.2.5 Kerangka Pemikiran Tabel 2. 1 Kerangka Pemikiran
Modal Pasar
Politik Institusi Media
Ideologi
Content/Isi Media/Teks
Analisis Produksi
Analisis Teks FRAMING
TEMUAN
Keterangan = Adanya hubungan secara tidak langsung =Mempengaruhi secara langsung
Analisi SocialKultural
29
Sesuai dengan kerangka pemikiran di atas bahwa media massa sebagai media pemberitaan memiliki faktor-faktor luar yang memengaruhi produksi media massa, seperti modal, pasar, ideologi, politik, dan lain-lain. Pada teori ekonomi, politik media menjelaskan bahwa hubungan sosial, khususnya kekuasaan yang terkait masalah produksi, distribusi, konsumen, serta regulasi komunikasi akan memengaruhi proses produksi media. Namun, dalam penelitian ini penulis fokus meneliti kepentingan politik yang memengaruhi teks pada media tersebut.