BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sektor Informal Sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik khas seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya. Di sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan kekurangan modal. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan bisnis yang ada di sektor formal. Selain itu mereka yang berada di sektor informal tersebut juga tidak memiliki jaminan keselamatan kerja dan fasilitas kesejahteraan. Sektor informal di kota selama era pembangunan ini antara lain dipadati oleh kelompok migrant sekuler. Motif utama mereka bermigrasi adalah alasan ekonomi. Hal ini didasari atas adanya perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di kota terdapat kesempatan ekonomi yang lebih luas dibandingkan dengan di pedesaan (Todaro, 1999). Sektor informal ini memiliki banyak keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian perkotaan, bahkan nasional secara keseluruhan. Pertama-tama sektor informal ini terkait dengan sektor pedesaan dalam pengertian kawasan atau
Universitas Sumatera Utara
sektor pedesaan merupakan sumber kelebihan tenaga kerja miskin. Yang kemudian mengisi sektor informal di daerah perkotaan guna menghindari kemiskinan dan pengangguran di desa. Selain itu sektor informal juga terkait erat dengan sektor formal perkotaan dalam pengertian sektor formal sesungguhhnya tergantung pada sektor informal dalam penyediaan input-input produksi dan tenaga kerja murah. Keterbatasan modal kerja merupakan kendala utama bagi kegiatan-kegiatan sektor informal. Oleh karena itu pemberian kredit lunak akan sangat membantu unit-unit usaha kecil dalam sektor informal untuk berkembang dan membuahkan keuntungan yang lebih banyak, sehingga pada akhirnya akan mampu menciptakan pendapatan dan lapangan kerja yang lebih banyak lagi. Lebih dari itu sektor informal itu sendiri telah membuktikan kemampuan dalam menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi angkatan kerja di daerah-daerah perkotaan. Karakteristik yang melekat pada sektor informal bisa merupakan kelebihan atau kekuatannya yang potensial. Di sisi lain pada kekuatan tersebut tersirat kekurangan atau kelemahan yang justru menjadi penghambat perkembangannya (growth constraints). Kombinasi dari kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan prospek perkembangan sektor informal di Indonesia. 2.1.1. Pengertian Sektor Informal, oleh Hidayat (1978), didefinisikan sebagai unit-unit usaha yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari
Universitas Sumatera Utara
pemerintah. Definisi ini membuat batasan yang jelas dan tegas: sepanjang bantuan atau fasilitas pemerintah belum pernah diterima atau dinikmati oleh sebuah unit usaha, maka unit usaha itu digolongkan ke dalam sektor informal. Dengan demikian, ketersediaan fasilitas pemerintah bukanlah unsur utama, melainkan bagaimana sebuah unit usaha dapat dengan mudah memperoleh fasilitas tersebut. Tumbuhnya sektor informal dengan sangat subur di berbagai kota besar di negara-negara sedang berkembang. seperti Indonesia, mempunyai sejarah yang panjang. Akar masalahnya berkaitan dengan strategi pembangunan yang dianut oleh para perencana pembangunan selalu memihak sektor formal yang sudah mapan, yaitu untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Mengingat sektor formal yang mapan itu sebagian besar berada di kota, maka berbagai kemudahan diberikan pemerintah agar sektor ini dapat tumbuh dengan subur. Strategi pembangunan yang memihak kota tersebut pada akhirnya membuat desa menjadi terlantar dan luput dari perhatian para perencana pembangunan. Sementara itu, di desa, proses pemiskinan juga tengah berlangsung. Pertambahan penduduk membuat nisbah lahan-manusia semakin menurun. Golongan tunakisma di desa semakin bertambah, sementara lapangan kerja non-pertanian di desa tidak bertambah secepat pertambahan angkatan kerja akibat pesatnya laju pertumbuhan penduduk. Semakin sempitnya lahan dan tidak adanya alternatif pekerjaan lain membuat penduduk desa melakukan migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Karena pengalaman dan keahlian yang kurang, penduduk yang melakukan urbanisasi ini hanya sedikit yang tertampung di sektor formal, selebihnya berduyunduyun memasuki sektor informal yang tidak memerlukan keahlian khusus selain
Universitas Sumatera Utara
kemauan dan tenaga. Pekerjaan di sektor informal sangat beraneka ragam, tetapi pada umumnya tertumpu pada industri pengolahan, angkutan, bangunan, jasa, dan perdagagangan, seperti pengolahan tahu dan tempe, tukang becak dan ojek, kuli bangunan, pedagang asongan, pemulung, calo, pembantu rumah tangga, pedagang kali lima, dan sebagainya. Selama strategi pembangunan masih mengacu pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mengorbankan pemerataan, tidak dapat disangkal hal ini akan selalu membuat terjadinya pembelahan (dichotomy) antara sektor formal dan sektor informal. Keterkaitan dan keterpaduan akan sulit dijalin karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan selalu memihak pada sektor yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Sektor informal tidak dapat dijadikan pengganti yang setara bagi sektor formal untuk tujuan mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena umumnya sektor ini diminati hanya untuk sekedar mempertahankan hidup (subsistence) dan karena memang tidak ada alternatif pekerjaan yang lain. Bila strategi pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi selalu dijadikan sebagai kunci untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, selama itu pula sektor informal akan selalu tersisih. Kebijakan pemerintah untuk memeperoleh devisa guna membiayai pembangunan seringkali harus membuat tersisihnya tukang becak, pedagang asongan, dan pemulung dari seputar kota. Kehadiran mereka di kawasan kota dianggap merusak pemandangan para wisatawan mancanegara sehingga mereka perlu ditertibkan dan digusur agar tahun kunjungan wisata yang menunjang pembanguan dapat berlangsung dengan sukses. Sebaliknya, dengan alasan
Universitas Sumatera Utara
mendorong ekspor non-migas, berbagai industri yang menghasilkan barang-barang ekspor, dan dengan demikian akan menghasilkan devisa, diberikan berbagai keringanan pajak, diberi subsidi, tingkat upah buruh yang rendah dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Begitu pula halnya dengan industri penghasil barangbarang pengganti impor yang menghemat devisa, diberi kemudahan yang serupa. Dengan demikian, untuk mengembangkan sektor informal sesungguhnya masalah utamanya adalah terletak pada strategi pembangunan itu sendiri. Pengembangan sektor informal menuntut agar strategi pembangunan ditinjau ulang, yaitu agar berpihak pada yang berposisi yang lemah, baik secara ekonomi maupun politik. Aspek pemerataan hendaknya dijadikan kata kunci sehingga sewaktu terjadi pembangunan ruko atau kios di pusat-pusat perbelanjaan, pedagang kakilima diberi kemudahan membelinya. Begitu pula dengan kebijakan perkreditan, hendaknya sektor informal diberi pintu masuk yang mudah sehingga ketergantungan sektor ini terhadap pelepas uang (rentenir) dapat dihilangkan. Dengan demikian, diharapkan sektor informal itu dapat berkembang dan pada akhirnya akan beralih menjadi anggota sektor formal. Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas sebenarnya berpusat pada strategi pembangunan yang dianut oleh para perencana selama ini, khususnya pada zaman Orde Baru. Selama strategi pembangunan hanya bertujuan mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, selama itu pula pembangunan akan selalu memihak kota (urban bias) dan membuat desa menjadi terlantar. Di kota, sektor formal yang mempunyai manajemen dan organisasi yang lebih baik, modal dan
Universitas Sumatera Utara
teknologi yang cukup, dan tingkat lobi yang baik dengan para birokrat, akan selalu dapat dengan cepat memanfaatkan kemudahan ekonomi yang disediakan oleh pemerintah. Pada pihak lain, sektor informal yang serba miskin dalam segala aspek selalu tercecer dalam arus pembangunan yang dipacu dengan sangat cepat, padahal sektor ini harus selalu toleran menampung dan memberikan pekerjaan bagi manusia yang melakukan migrasi dari desa ke kota. 2.1.2. Jenis-jenis Sektor Informal Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu: 1. Sah; terdiri atas: •
Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder—pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.
•
Usaha tersier dengan modal yang relatif besar—perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.
•
Distribusi kecil-kecilan—pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.
•
Transaksi pribadi—pinjam-meminjam, pengemis.
•
Jasa yang lain—pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak sah; terdiri atas : •
Jasa, kegiatan, dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah barangbarang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran, dan lain-lain.
•
Transaksi, pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan lain-lain.
2.3. Modal Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumber bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya modal dapat dibagi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri, misalnya setoran dari pemilikan perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan, misalnya modal yang berupa pinjaman bank. Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam prose produksi,
misalnya: gedung, mesin, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan, misalnya: hak paten, nama bank, dan hak merk.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya, contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan bank. Sedangkan yang dimaksudkan dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi, contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan. Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang, misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang harus digunakan dalam satu kali proses produksi misalnya bahan-bahan baku. 2.4. Pinjaman 2.4.1. Pengertian Pinjaman Secara sederhana, pinjaman dapat diartikan sebagai barang atau jasa yang menjadi kewajiban pihak yang satu untuk dibayarkan kepada pihak lain sesuai dengan perjanjian tertulis ataupun lisan, yang dinyatakan atau diimplikasikan serta wajib dibayarkan kembali dalam jangka waktu tertentu (Ardiyos, 2004). Dalam ruang lingkup pendanaan bagi perusahaan pembiayaan maka pinjaman adalah merupakan sejumlah dana yang dipinjamkan oleh suatu lembaga keuangan dan debitur wajib mengembalikannya dalam suatu jangka waktu tertentu melalui angsuran pembayaran berupa pokok pinjaman ditambah dengan bunga pinjaman.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Sumber Dana Pinjaman Sumber dana pinjaman dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu: a. Pinjaman dalam negeri (on-shore loan) berupa: • Pinjaman dalam bentuk mata uang Rupiah maupun asing. • Pinjaman melalui sindikasi ataupun bilateral. • Pinjaman dengan fasilitas yang mengikat (committed) ataupun tidak (uncommitted). b. Pinjaman luar negeri (off-shore loan) berupa: • Pinjaman dalam bentuk mata uang asing. • Pinjaman melalui sindikasi ataupun bilateral. • Pinjaman dengan fasilitas yang mengikat (committed) ataupun tidak (uncommitted). 2.4.3. Keunggulan dan Kelemahan Pinjaman Ada beberapa keunggulan yang diperoleh jika memilih pendanaan melalui pinjaman, diantaranya adalah: • Proses cepat dan mudah. • Biaya pengurusan untuk memperoleh pinjaman rendah. • Proses pengurusan pinjaman sangat sederhana. Sedangkan kelemahan dari pendanaan melalui pinjaman bank antara lain adalah: • Jumlah dana yang dapat dicairkan umumnya sangat terbatas. • Biaya bunga pinjaman pada umumnya relatif tinggi, mengikuti tren
Universitas Sumatera Utara
pergerakan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar. 2.4.4. Upaya Pengembangan Sektor Informal oleh Pemerintah Kalau dilihat peran pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil ini mengatakann sudah jelas perlunya peran pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam sektor informal agar tetap berperan dalam mewujudkan perekonomian nasional yang semakin baik dan seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Manurung (2006) mengatakan dalam upaya pembinaan dan pengembangan usaha kecil dapat juga dilakukan dengan menerapkan system pembinaan melalui: 1. Kelembagaan dan manajemen dengan menggunkan system dan prosedur organisasi yang baku. 2. Peningkatan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan serta memberikan transfer pengetahuan tentang mengelola dunia usaha. 3. Permodalan, hal ini dilakukan dengan cara membantu akses permodalan. 4. Distribusi/pemasaran, dengan memberikan bantuan informasi pasar dan mengembangkan jaringan distribusi. 5. Teknologi, dengan inovasi dan alih teknologi. Pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang dilakukan dapat berupa pada bidang: 1. Pemasaran
Universitas Sumatera Utara
a. Penelitian dan pengkajian pasar. b. Meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran. c. Menyediakan sarana dukungan promosi dan uji pasar. d. Mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi. e. Memasarkan produk usaha kecil. f. Menyediakan konsultan professional di bidang pemasaran. g. Menyediakan rumah tangga dan promosi usaha kecil. h. Member peluang pasar terhadap produk yang dihasilkan. 2. Sumber Daya Manusia a. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan. b. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial. c. Mengembangkan pelatihan dan konsultasi usaha kecil. d. Menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan usaha kecil. e. Menyediakan modul manajemen usaha kecil. f. Menyediakan tempat magang, studi banding, dan konsultasi untuk usaha kecil. 3. Permodalan a. Pemberian informasi sumber kredit bagi usaha kecil. b. Tata cara pengajuan dan penjaminan dari sumber lembaga penjamin. c. Mediator terhadap sumber pembiayaan. d. Informasi dan tata cara penyertaan modal. e. Membantu akses permodalan.
Universitas Sumatera Utara
4. Manajemen a. Bantuan penyusunan studi kelayakan. b. Sistem dan prosedur dan organisasi manajemen. c. Menyediakan tenaga konsultan dan advisor. Aspek pengembangan usaha sektor informal yang ada di Indonesia agar menjadi sebuiah usaha yang tangguh dan mandiri, ini berarti bahwa seiring dengan berjalannya waktu sektor informal akan dapat meningkatkan pendapatan usahanya tersebut yang merupakan aspek terpenting bagi tercapainya tujuan menjadi suatu usaha yang tangguh dan mandiri. Hal tersebut dapat dipacu melalui program dan kegiatan-kegiatan pemberdayaaan pengembangan yang diciptakan pemerintah. Ekonomi kerakyatan yang dilakukan pemerintah merupakan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan, dinikmati, dan diawasi oleh rakyat. Bidang kegiatan ekonomi kerakyatan meliputi sektor informal usaha kecil, pertanian, koperasi, dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi dan berlangsung cepat selama beberapa Pelita yang lalu seiring dengan masih terdapatnya jumlah penduduk miskin, menggambarkan kondisi ketimpangan hasil pembangunan ekonomi. Pengembanagan usaha kecil yang dipelopori oleh pemerintah dilakukan melalui penciptaan iklim yang sesuai. Pembinaan diarahkan dalam penanganan bidang produksi, pemasaran, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan teknologi. Peranan ekonomi kerakyatan selain sebagai penampung tenaga kerja juga sebagai pendapatan masyarakat golongan menengah bawah. Berbagai kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
dasar atau kebutuhan pokok mampu dihasilkan oleh sektor informal. Sektor informal dalam perekonomian Indonesia menggambarkan kegiatan ekonomi rakyat yang selama ini masih belum mampu berkembang secara optimal. 2.4.5. Kemitraan Usaha Antar Pelaku Ekonomi Pola kemitraan usaha kecil termasuk di dalamnya koperasi dapat dijalin dengan usaha besar dan menengah baik dari pihak swasta maupun BUMN. Terdapat berbagai bentuk kemitraan usaha seperti bentuk-bentuk inti plasma, dagang umum, sub kontrak, waralaba, dan sebagainya. Prinsip kemitraan yang paling ideal adalah saling menguntungkan antara pihak-pihak yang melakukan kemitraan usaha. Keberhasilan suatu kemitraan ditentukan oleh dua hal yaitu: tujuan yang ditetapkan dan perilaku dari pihak-pihak yang melaksanakan kemitraan. Jenis-jenis perilaku yang dapat muncul dari pihak yang melakukan kemitraan antara lain yang bersifat tidak ingin untung sendiri, percaya pada mitra usaha, perilaku timbale balik, dan perilaku menahan diri atau sabar. 2.4.6. Strategi Pembangunan Ekonomi Setiap strategi pembangunan ekonomi hamper semuanya memiliki dimensi yang mengarah pada perubahan struktur ekonomi dari tradisional yang didominasi peranan sektor pertanian ke perekonomian yang modern bercorak industri. Pengalaman negara maju dalam mencapai perubahan struktur ekonomi dilaksanakan melalui strategi memprioritaskan pembangunan sektor industri. Dalam dimensi regional, pembangunan sektor industri didasarkan pada teori kutub pertumbuhan ekonomi. Manfaat ekonomi yang menyebar dari kutub kegiatan ekonomi ke seluruh
Universitas Sumatera Utara
bagian wilayah disebut “ efek tetesan ke bawah” atau spread effect. Selain efek yang berupa penyebaran kemajuan ekonomi dari pusat kegiatan ekonomi (kutub) juga terjadi efek yang merugikan daerah belakang atau daerah pengaruh berupa efek pencucian (backwash effect). Ini dapat berwujud merosotnya jumlah dan kualitas sumber daya di daerah belakang dan kerusakan lingkungan, akibat upaya pembangunan ekonomi yang dipusatkan. Kemunduran dalam bidang ekonomi dirasakan oleh bangsa Indonesia, setelah sekitar 30 tahun melaksanakan upaya pembangunan Kemunduran kondisi ekonomi tersebut akibat terjadinya krisis ekonomi yang terakhir terjadi di Amerika Serikat yang selanjutnya berdampak parah pada perekonomian Indonesia. Ketergantungan pada impor barang dan jasa serta besarnya pinjaman swasta ke luar negeri merupakan penyebab kerawanan dari sisi eksternal. Dalam krisis ekonomi muncul berbagai isu ekonomi berkaitan dengan korupsi, kolusi dan pemberian fasilitas dan nepotisme. Perbaikan kondisi ekonomi harus disertai perbaikan kerangka
dasar politik dan
hukum yang menjamin tegaknya demokrasi. Strategi mengatasi krisis dilakukan melalui kebijakan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran. Kebijakan ekonomi yang berpihak pada ekonomi kerakyatan diperlukan dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan mewujudkan keadilan sosial. Pendekatannya dapat dengan menggunakan pendekatan pembangunan regional termasuk wilayah pedesaan. Sementara itu kegiatan pemerintah dalam perekonomian menurut Suparmoko (2000), secara garis besar dapat diklasifikasikan atas: 1. Kegiatan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi.
Universitas Sumatera Utara
2. Kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan. 3. Kegiatan menstabilkan perekonomian (peran stabilisasi). 4. Kegiatan yang mempercepat pertumbuhan ekonomi. Konsekuensi keterlibatan pemerintah di bidang ekonomi menyebabkan pemerintah membutuhkan aparat, investasi, sarana dan prasarana yang berarti harus melakukan pengeluaran untuk mencapai tujuan pembangunan. Guna membiayai pengeluaran tersebut, maka pemerintah harus mencari sumber dana/penerimaan. Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan nampak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di samping itu melalui peran pemerintah sangat diharapkan untuk menciptakan distribusi pembagian pendapatan nasional yang lebih adil (Basri, 2002). Selanjutnya Sukirno (2005) menyatakan beberapa alasan perlunya campur tangan pemerintah dalam perekonomian antara lain adalah: 1. Menstabilkan tingkat harga dan mencegah inflasi. 2. Mengukuhkan pertumbuhan ekonomi, dan 3. Menjaga kestabilan sektor luar negeri. Para ahli ekonomi klasik meyakini bahwa terjadinya suatu perekonomian dengan persaingan sempurna, pasar bebas yang secara otomatis bebas dari segala campur tangan pemerintah yang akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah tangan-tangan tak kelihatan (invisible hand) akan memandu semua pelaku ekonomi untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien (Jhingan, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Peran Usaha Makanan dan Minuman dalam Perekonomian Dalam dasawarsa terakhir, harus diakui globalisasi telah mendorong terjadinya berbagai perubahan perilaku masyarakat, yang tentunya sangat erat kaitannya dengan sektor perdagangan dan dampaknya, baik di dalam negeri maupun antar negara. Bila di waktu lalu kebanyakan orang masih memasak untuk kebutuhan makan sehari-hari maka saat sekarang ini karena sudah sangat tingginya kesibukan (terutama di kota-kota besar) sudah banyak kita jumpai membeli makanan siap saji untuk kebutuhan makan sehari-hari. Sebagian besar perubahan pola/perilaku masyarakat tersebut mengindikasikan telah terjadi pergeseran cara konsumsi masyarakat ke cara yang instan atau praktis. Hal itu telah berlangsung di semua kalangan masyarakat baik golongan tua maupun golongan muda. Pentingnya peran dan posisi usaha makanan dan minuman di Indonesia sebagai salah satu komponen penggerak perekonomian dan perdagangan terlihat dari tetap kokoh dan berlangsungnya sebagian besar usaha tersebut selama masa krisis atau transisi beberapa waktu yang lalu. Tidak berlebihanlah kiranya dikatakan bahwa sektor usaha makanan dan minuman memegang peranan penting dan merupakan tulang punggung perekonomian nasional walaupun sumbangan tidak terlalu besar tetapi dapat dijadikan sebagai salah satu peluang usaha yang menjanjikan. Sangatlah disadari bahwa daya saing dan kemampuan usaha makanan dan minuman ini perlu lebih ditingkatkan agar dapat memanfaatkan sistem perdagangan bebas yang berlangsung saat ini. Perdagangan bebas ini mempunyai pengaruh secara langsung yaitu pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif dapat dilihat bahwa
Universitas Sumatera Utara
pasar bebas ini sebagai peluang untuk memperkenalkan jenis masakan tradisional Indonesia di pasar global. Sedang pengaruh negatif adalah terdapatnya produk jenis makanan dan minuman luar negeri yang akan lebih mudah masuk dan langsung berada di tengah-tengah masyarakat kita yang merupakan konsumen dengan konsumsi yang cukup tinggi dan akan mengambil pasar dari jenis usaha makanan dan minuman dalam negeri. Karena itulah peran pemerintah sangat diperlukan sebagai filter dalam mempertahankan jenis makanan dan minuman asli Indonesia agar perdagangan di sektor informal ini tidak mati. Sejalan dengan perubahan yang akan terjadi ini, hendaknya masyarakat dapat meningkatkan atau menumbuhkan jiwa cinta terhadap makanan dan minuman asli dalam negeri. 2.5. SWOT Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatua organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis internal meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). Sementara analisis eksternal mencakup faktor peluang (opportunity) dan tantangan (threath). Menurut Rangkuti (2002) mendefenisikan SWOT sebagai singkatan dari Strenghts (kekuatan), Weaknes (kelemahan), Opportunity (kesempatan) dan Threats (ancaman) dalam lingkungan yang dihadapi daerah.Tahapan SWOT berasumsi strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang dan meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Universitas Sumatera Utara
Strategi Kekuatan-Kesempatan (S dan O atau Maxi-maxi) Strategi yang dihasilkan pada kombinasi ini adalah memanfaatkan kekuatan atas peluang yang telah diidentifikasi. Misalnya bila kekuatan perusahaan adalah pada keunggulan teknologinya, maka keunggulan ini dapat dimanfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan kualitas yang lebih maju, yang keberadaanya dan kebutuhannya telah diidentifikasi pada analisis kesempatan. Strategi Kelemahan-Kesempatan (W dan O atau Mini-maxi) Kesempatan yang dapat diidentifikasi tidak mungkin dimanfaatkan karena kelemahan perusahaan. Misalnya jaringan distribusi ke pasar tersebut tidak dipunyai oleh perusahaan. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah bekerjasama dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan menggarap pasar tersebut. Pilihan strategi lain adalah mengatasi kelemahan agar dapat memanfaatkan kesempatan. Strategi Kekuatan-Ancaman (S atau T atau Maxi-min) Dalam analisa ancaman ditemukan kebutuhan untuk mengatasinya. Strategi ini mencoba mencari kekuatan yang dimiliki perusahaan yang dapat mengurangi atau menangkal ancaman tersebut. Misalnya ancaman perang harga. Strategi Kelemahan-Ancaman (W dan T atau Mini-mini) Dalam situasi menghadapi ancaman dan sekaligus kelemahan intern, strategi yang umumnya dilakukan adalah “keluar” dari situasi yang terjepit tersebut. Keputusan yang diambil adalah “mencairkan” sumber daya yang terikat pada situasi yang mengancam tersebut, dan mengalihkannya pada usaha lain yang lebih cerah. Siasat lainnya adalah mengadakan kerjasama dengan satu perusahaan yang lebih kuat,
Universitas Sumatera Utara
dengan harapan ancaman di suatu saat akan hilang. Dengan mengetahui situasi yang akan dihadapi, anak perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang perlu dan bertindak dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang terarah dan mantap, dengan kata lain perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat. Faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal merupakan pembentuk matriks SWOT (Karo karo,2006). Langkah dalam analisis ini akan menerangkan bagaimana analisis dilakukan, mulai dari data mentah yang ada sampai pada hasil penelitian yang dicapai. Dalam penelitian ini, langkah-langkah analisis data dilakukan sebagai berikut: 1. Melakukan pengklasifikasian data, faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal organisasi, peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal organisasi. Pengklasifikasian ini akan menghasilkan tabel informasi SWOT. 2. Melakukan analisis SWOT yaitu membandingkan dengan cara pembobotan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weakness). 3. Dari hasil analisis kemudian diinterpretasikan dan dikembangkan menjadi keputusan pemilihan strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Strategi yang dipilih biasanya hasil yang paling memungkinkan (paling positif) dengan resiko dan ancaman yang paling kecil. Berdasarkan langkah diatas maka terlebih dahulu dilakukan identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal wilayah. Untuk faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
internal wilayah dengan cara mendata seluruh kekuatan dan kelemahan. Kekuatan didata terlebih dahulu kemudian daftar kelemahan. Untuk faktor eksternal wilayah peluang terlebih dahulu didaftarkan kemudian ancaman. Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT Data SWOT kualitatif dapat dikembangkan secara kuantitaif melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor setta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T; Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang peling tinggi. Perhitungan bobot (b) masing-masing point faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).
Universitas Sumatera Utara
2. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y; 3.
Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT. Tabel 2.1 Penilaian Bobot Internal Wilayah A.Kekuatan 1 2 Dst.. B.Kelemahan 1 2 Dst..
1
2
3
Dst..
1
2
3
Dst..
Total
i
∑X
Total
i =1
i
Sumber: David 2004
Tabel 2.2 Penilaian Bobot Eksternal Wilayah A.Peluang 1 2 3 Dst.. B.Ancaman 1 2
1
2
3
Dst..
1
2
3
Dst..
Total
Universitas Sumatera Utara
3 Dst i
∑X
Total
i =1
i
Sumber: David, 2004
Tabel 2.3 Matriks Evaluasi Faktor Internal Faktor Internal Kekuatan 1 2 3 Dst.. Kelemahan 1 2 3 Dst.. Total
Bobot
Skor
Total
Sumber: David (2004)
Tabel 2.4 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Eksternal Peluang 1 2 3 Dst.. Kelemahan 1 2 3 Dst.. Total
Bobot
Skor
Total
Sumber: David (2004)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Matriks SWOT Faktor Strategis Strengths (S) Internal Daftar Kekuatan 1. …….. Faktor Strategis 2. …….. Eksternal 3. Dst Strategi SO Opportunytis (O) Daftar Kekuatan Buat strategi disini yang 1. …….. menggunakan kekuatan 2. …….. untuk menggunakan Dst peluang Strategi ST Treats (T) Daftar Ancaman Buat strategi disini yang 1. …….. menggunakan kekuatan 2. …….. untuk menghindari Dst ancaman
Weakness (W) Daftar Kelemahan 1. …….. 2. …….. Dst Strategi WO Buat strategi disini yang menggunakan peluang untuk mengatasi kelemahan Strategi WT Buat strategi disini untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: David (2004)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konseptual Keberadaan sektor informal di era otonomi daerah merupakan potensi yang harus digali dan dikembangkan karena dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup tinggi dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan dari pemerintah daerah. Sehingga dibutuhkan sebuah strategi dalam pengembanganya, perumusan ini dilakukan melalui pengumpulan data.
Analisis Faktor Internal
Strategi pengembangan
Sektor Informal Analisis Faktor Eksternal
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Data-data yang ditemukan kemudian disusun dan dianalisis dengan analisa SWOT, yang menjelaskan tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ditemui dalam pengembangan sektor informal di Kota Medan. Analisis ini berguna untuk menganalisa faktor-faktor internal di dalam organisasi yang memberikan andil terhadap kualitas pelayanan dan mempertimbangkan faktor eksternal. Kemudian dirumuskan strategi yang tepat dalam pengembangan sektor informal di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara