13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan Teori yang digunakan pada penelitian ini sama dengan kebanyakan penelitian sebelumnya yaitu teori keagenan (agency theory). Menurut Jensen dan Meckling dalam Anjani (2015) yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan. Dalam teori keagenan terdapat dua pihak yakni pihak yang memberikan kewenangan yang disebut principal dan pihak yang menerima kewenangan yang disebut agent. Menurut Winda Frelistiyani (2010), principal (dalam hal ini legislatif) mendelegasikan tanggung jawabnya termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan kepada agent (yang dalam hal ini publik) untuk melakukan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja
yang
telah
perundang-undangan
disepakati secara
bersama.
implisit
Pada
merupakan
pemerintahan, bentuk
peraturan
kontrak
antara
eksekutif, legislatif, dan publik. Asumsi teori keagenan terjadi di antara dua atau lebih individu, principal
dan
agent
kelompok, tersebut
atau organisasi dimana kontrak antara dibuat
dengan
harapan
agen
akan
bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan principal sehingga hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agen. Masyarakat akan mengawasi kegiatan pemerintah dan menyelaraskan tujuan yang diinginkan bersama. Dalam melakukan pengawasan, masyarakat menuntut pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengolalaan sumber
14
daya yang dikelola pemerintah untuk melakukan pelaporan keuangan secara periodik. Legislatif mengawasi
sebagai
kinerja
wakil
pemerintah,
rakyat,
diwajibkan
sehingga
dapat
untuk dilihat
menilai sejauh
dan mana
pemerintah telah bertindak dalam mengelola sumber daya dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
Tuntutan
masyarakat
terhadap
pemerintah
dalam
memberikan informasi hasil kinerja kepada publik dengan melakukan banyak kegiatan guna memenuhi tuntutan tersebut. Penyusunan Anggaran merupakan kegiatan
penting
yang
harus
dilakukan
untuk
memaksimalkan
kinerja
pemerintah. Masyarakat menyerahkan sepenuhnya pengelolaan keuangan kepada aparat pemerintah daerah. Uang yang ada di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah uang rakyat adalah mandat dimana alokasi alokasi dana dapat dialokasikan untuk sektor sektor yang mengutamakan kepentingan publik. Realisasi APBD dan penelian kinerja keuangan suatu pemda dapat digunakan
principal
(legislatif)
atau
wakil
rakyat
untuk
mengawasi
pelaksanaan anggaran oleh eksekutif (agen) atau pemda. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah rasio rasio keuangan dimana dengan rasio rasio tersebut dapat kita ketahui bagaimana tingkat capaian keuangan pemerintah daerah dan dapat menjadi tolak ukur kinerja dalam segi keuangan kepada masyarakat. DPR sebagai wakil rakyat sebagai pihak legislatif mengawasi kinerja yaitu salah satunya kinerja keuangan agar segala kebijakan khususnya dalam penggunaan dan alokasi dana serta realisasi keuangan diambil aparat
15
pemerintah daerah dapat mengutamakan kepentingan publik. Dari penjelasan tersebut peran teori agency yang digunakan pada penelitian ini. 2. Akuntansi dan Laporan Keuangan Sektor Publik Akuntansi merupakan aktivitas jasa untuk menyediakan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan. Pada sektor publik, pengambilan keputusan terkait dengan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Akuntansi baik sektor publik atau swasta dibagi menjadi dua bagian yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen (Mardiasmo, 2009). Akuntansi keuangan sektor publik terkait dengan tujuan dihasilkannya suatu laporan keuangan dan penghitungan biaya pelayanan. Sementara akuntansi manajemen sektor publik terkait dengan informasi yang dapat digunakan
manajer
sektor
publik
untuk
mengambil
keputusan
yang
menyangkut kesejahteraan masyarakat dimasa mendatang. Sektor publik khususnya Pemerintah, menggunakan dana publik untuk menjalankan pemerintahannya. Dengan demikian, publik atau masyarakat memiliki hak untuk mengetahui penggunaan dana tersebut, dan pemerintah dalam hal ini berkewajiban memberikan laporan yang akuntabel dan transparan. Mardiasmo (2009) mengatakan pemerintah berkewajiban untuk memberikan informasi keuangan yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi di dalam laporan keuangan digunakan untuk : membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang dianggarkan; menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi; membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap
16
peraturan perundangan yang terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya; serta membatu dalam mengevaluasi efisiensi dan efektifitas. Mardiasmo
(2009:)
menyebutkan
akuntansi
dan
laporan
keuangan
organisasi pemerintah memberikan informasi keuangan yang memiliki tujuan untuk membantu pemerintah memprediksi aliran kas, saldo neraca, kebutuhan sumber daya jangka pendek, kondisi ekonomi dan perubahan yang terjadi pada unit pemerintah. Selain itu, informasi yang diberikan dalam bentuk laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat monitor kinerja dan kesesuian dengan peraturan perundang-undangan. Perencanaan dan penganggaran juga membutuhkan informasi keuangan yang bersumber dari laporan keuangan, karena berkaitan dengan keputusan program-program yang menjadi prioritas pemerintah pada masa yang akan datang. Informasi keuangan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. 3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Undang-undang nomor 24 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mendefinisikan APBD sebagai rencana operasional keuangan Pemda, dimana satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatankegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu dan dipihak lain menggambarkan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. Permendagri nomor 13 tahun 2006 mendefinisikan APBD sebagai rencana keuangan tahunan Pemda yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemda dan DPRD, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
17
Berdasarkan Permendagri nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengeloaan Keuangan Daerah, struktur APBD, terdiri atas : 1.
Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah terdiri dari : a.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
b.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
c.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan lain-lain yang
dihasilkan
dari
bantuan
dan
dana
penyeimbang
dari
Pemerintah Pusat. 2.
Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Kelompok belanja terdiri dari : a. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarakan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
18
b. Belanja Tidak Langsung belanja yang dianggarakan tidak secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. 3.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeuaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup deficit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan terdiri dari : a. Penerimaan pembiayaan b. Pengeluaran pembiayaan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menyebutkan fungsi APBD
adalah sebagai berikut : a.
Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
b.
Fungsi perencanaan
bermakna
bahwa
anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. c.
Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman
untuk
menilai
keberhasilan
atau
kegagalan
penyelenggaraan Pemda. d.
Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan
untuk
menciptakan
lapangan
kerja,
mengurangi
19
pengangguran,
dan
pemborosan
sumberdaya,
serta meningkatkan
efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah. e.
Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran
daerah
harus
memperhatikan
rasa
keadilan
dan
kepatutan. f.
Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk
memelihara
dan
mengupayakan
keseimbangan
fundamental
perekonomian daerah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa APBD adalah rencana keuangan Pemda
dalam
pengeluaran
satu
dan
tahun
penerimaan
anggaran serta
yang
menggambarkan
sumber-sumber
perkiraan
penerimaan
untuk
membiayai pengeluaran daerah, yang dibahas bersama antara Pemda dan DPRD dan kemudian dituangkan ke dalam suatu peraturan daerah. APBD berfungsi sebagai alat otorisasi, alat perencanaan, alat pengawasan, alokasi, distribusi dan alat stabilisasi. 4. Belanja Modal Menurut PP No 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melibihi 1 (satu) tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemiliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.
20
Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender. Sedangkan menurut PSAP, belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Permendagri No. 59 Tahun 2007 ditentukan bahwa nilai setiap aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Kemudian kepaladaerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih satu perode akuntansi bersifat tidal rutin. Ketentuan hal ini sejalan dengan PP 71 Tahun
2010
tentang
standar
Akuntansi Pemerintahan khususnya yang
mengatur tentang akuntansi aset tetap. Belanja modal merupakan komponen dari belanja langsung. Dimana belanja langsung adalah belanja terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja yang telah ditetapkan. Dalam belanja langsung selain belanja modal ada belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Menurut
Darwis
(2015) disimpulkan beberapa karakteristik
terkandung dalam pengertian belanja modal yaitu : a.
Pengeluaran pemerintah yang manfaatnya melebihi satu tahun
b.
Dapat menambah kekayaan (aset) daerah
yang
21
c.
Implikasi dari pengeluaran ini akan menambah anggaran belanja rutin berupa biaya operasi dan pemeliharaan
d.
Pengeluaran pemerintah yang bersifat investasi
e.
Dalam tahun anggaran tertentu
Belanja Modal digunakan untuk memperoleh keuntungan pada masa yang akan datang sesuai dengan masa manfaat ekonomis aktiva yang bersangkutan. Oleh sebab itu, perhitungan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh harus dapat diperbandingkan (Darwis.2015). Menurut Halim (2002), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja operasional. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka
pembentukan
modal
yang
sifatnya
menambah
aset
tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan
atau
menambah masa manfaat,
rneningkatkan
kapasitas dan kualitas asset. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemiliharaan yang
22
sifatnya mempertahankan aset. Belanja modal dapat dikatagorikan dalam lima katagori utama yaitu: a.
Belanja modal tanah
b.
Belanja modal peralatan dan mesin
c.
Belanja modal gedung dan bangunan
d.
Belanja modal jalan, irigrasi dan jaringan
e.
Belanja modal fisik lainnya.
5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut undang-undang pendapatan daerah yaitu semua penerimaan kas daerah dalam periode anggaran tertentu yang menjadi hak atas daerah yang menjelaskan tentang jumlah anggaran dan realisasi dari bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, bagian Pendapatan asli daerah, pendapatan dari pemerintah/instansi yang lebih tinggi, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan daerah ini dimaksud untuk membiayai belanja atau pengeluaran pembangunan daerah, karena pembangunan daerah tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak didukung dengan yang dana yang cukup. Menurut Permendagri No 32 Tahun 2008, dalam upaya peningkatan PAD, agar tidak metetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan pembayaran retribusi daerah serta meningkatkan ketaatan wajib pajak dan pembayaran retribusi daerah serta meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD
23
yang
diikuti dengan
peningkatan
kualitas,
kemudahan,
ketepatan,
dan
kecepatan pelayanan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP RI No 58 Tahun 2005). Sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah lebih penting dibanding dengan sumber yang berasal dari luar Pendapatan Asli Daerah. Hal ini karena Pendapatan Asli Daerah dapat dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah
daerah
demi kelancaran
penyelenggaraan
urusan daerahnya
(Jayanti, 2013). Pendapatan asli daerah merupakan salah satu wujud dari desentralisasi fiskal untuk
memberikan sumber-sumber penerimaan bagi
daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya (Kurniawan, 2013). Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 menyebutkan pendapatan asli daerah itu meliputi : a.
Pajak Daerah Pajak pemerintah
daerah berdasarkan
merupakan peraturan
pungutan
yang
dilakukan
perundang-undangan.
Pajak
daerah antara lain yaitu pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan lain-lain.
24
b.
Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan suatu pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Contoh retribusi
jasa
umum
adalah
pelayanan
kesehatan,
pengujian
kendaraan bermotor dan lain-lain. Contoh retribusi jasa usaha antara lain pemakaian kekayaan daerah, pasar grosir dan atau pertokoan, penjualan produksi usaha daerah, dan lain – lain. Contoh retribusi perijinan tertentu antara lain izin mendirikan bangunan, izin trayek, dan lain- lain. c.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah penerimaan yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari bagian laba Perusahaan Daeah Air Minum (PDAM), bagian laba lembaga keuangan bank, bagian laba keuangan non bank, bagian laba perusahaan milik daerah lainnya serta bagian laba atas penyertaan modal/investasi kepada pihak ketiga.
d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terdiri dari hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan bunga, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah
25
(TGR), komisi, potongan dan keuntungan selisih nilai tukar rupiah, denda keterlambatan, pelaksanaan pekerjaan, denda pajak, denda retribusi, fasilitas sosial dan fasilitas umum dan lain – lain. 6. Kinerja Keuangan Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar yang menterjemahkan kata dari bahasa asing yang artinya prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas sama dengan prestasi kerja. Permendagri No.13
Tahun 2006
menyebutkan pengertian kinerja
sebagai berikut, kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumbersumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhan guna mendukung berjalannya
sistem
pemerintahan,
pelayanan
kepada
masyarakat
dan
pembangunan daerahnya Anjani (2015) Dari berbagai pengertian tersebut, kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan. Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan adalah suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja). Penggunaan indikator, merupakan kunci untuk mengukur
hasil
kerja
individu,
bersumber,
dari
fungsi-fungsi
yang
diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis.
26
Pengukuran kinerja memiliki beberapa tujuan, secara umum tujuan pengukuran kinerja (Mardiasmo, 2009) adalah: a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik b. Untuk
mengukur
berimbangan
kinerja
financial
dan
nonfinancial
secara
sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian
strategi. c. Untuk
mengakomodasi
pemahaman
kepentingan
manajer
level
menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai kesesuaian tujuan. d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. Disamping tujuan pengukuran kinerja jugs memiliki beberapa manfaat. Manfaat pengukuran kinerj (Mardiasmo. 2009) antara lain: a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. b. Memberikan arah untukmencapai target kinerja yang telah ditetapkan c. Untuk
memonitor
dan
mengevaluasi
pencapaian
kinerja
dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan kolektif untuk memperbaikinya. d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas pencapaian prestasi yang di ukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
27
e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi f.
Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah dipenuhi
g. Membantu memahami proses kegiatan proses intansi pemerintah h. Memahami pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. Ada beberapa cara untuk mengukur Kinerja Keuangan Daerah salah satunya
yaitu
dengan
menggunakan
Rasio
Kinerja Keuangan Daerah.
Beberapa rasio yang bisa digunakan adalah : Rasio Efektivitas, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio Keserasian, Rasio Pertumbuhan, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah. a. Rasio efektivitas Rasio
Efektivitas
menggambarkan
kemampuan
Pemerintah
Daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan, kemudian dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Realisasi Penerimaan PAD Rasio Efektivitas PAD =
x100% Target penerimaan PAD
b. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Rasio efesiensi dapat dihitung dengan perbandingan realisasi belanja daerah dengan realisasi pendapatan. Semakin kecil nilai rasio efesiensi maka dapat dikatakan semakin baik kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut dalam segi efisiensi.
28
Realisasi Belanja Daerah Rasio efisiensi =
x 100% Realisasi Pendapatan Daerah
c. Rasio Keserasian Rasio keserasian belanja adalah perbandingan antara belanja modal dengan realisasi belanja. Dengan rasio keserasian makan kita dapat mengetahui pemerintah daerah memprioritaskan alokasi belanja pembangunan. Belum ada tolok ukur yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat
dipengaruhi
besarnya
kebutuhan
oleh
dinamisasi
investasi
yang
kegiatan diperlukan
pembangunan untuk
dan
mencapai
pertumbuhan yang ditargetkan (Halim, 2007). Belanja Modal
Rasio keserasian belanja pembangunan =
x100% Belanja daerah
d. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan merupakan perbandingan dari total pendapatan tahun tertentu dikurangi total pendapatan tahun sebelumnya banding dengan total pendapatan tahun sebelumnya. Rasio ini memberikan gambaran
bagaiaman pemda memperbaiki,
meningkatkan ataupun
mepertahankan kemampuan pemda dari tahun ke tahun. Rasio ini seharusnya
mengalami peningkatan setiap
tahunnya agar dikatan
bahwa pertumbuhan kinerja keuangan pemda tersebut baik. Pn - PO Rasio pertumbuhan = PO Pn = Total Pendapatan Daerah pada tahun ke-n
29
P0 = Total Pendapatan Daerah pada tahun ke-0 (tahun sebelum n)
e. Rasio Kemandirian Rasio
Kemandirian
menggambarkan
ketergantungan daerah
terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi Rasio Kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan. PAD Rasio Kemandirian =
x100% Dana Perimbangan
B. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini saya akan menjelaskan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang saya lakukan. Banyak peneliti terdahulu sebagai referensi pada penelitian ini namun tidak semua saya jelaskan pada bab ini akan ada lampiran mengenai penelitian terdahulu yang terkait dan dapat dilihat juga dalam daftar pustaka. Di bawah ini beberapa penelitian yang sangat terkait dan referensi saya dalam melakukan penelitian ini. a. Eka Sintala Dewi Anjani (2015) Penelitian ini bertujuan untuk melihat Hubungan PAD, Belanja Modal dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Nusa Tenggara Barat. Data penelitian ini merupakan data sekunder berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2009 sampai dengan 2013. Subjek penelitian ini Peintah Daerah di NTB yang terdiri dari 1 Pemerintah Provinsi dan 8 Pemerintah Kabupaten dan 2 Pemerintah Kota. Pada penelitian ini penulis menguji bagaimana Pengaruh PAD terhadap Kinerja Keuangan, Pengaruh PAD terhadap Belanja Modal, Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja
30
Keuangan dan terakhir Pengaruh PAD terhadap Kinerja Keuangan Daerah melalui Belanja Modal. Alat analisis yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS). Hasil
penelitian
diperoleh
PAD
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap belanja modal pemerintah daerah di NTB. Belanja modal pemerintah daerah di NTB berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan daerah dari sisi kemandirian daerah. PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di NTB melalui belanja modal. b. Fajar Nugroho (2012) Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis Pengaruh belanja modal terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel intervening di Provinsi Jawa Tengah pada periode waktu dari tahun 2008 hingga 2010. Data penelitian ini merupakan data sekunder berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2009 sampai dengan 2010. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam penelitian ini
variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal. Metode analisis
yang
digunakan adalah Partial Least Square (PLS). Hasil berpengaruh
penelitian
diperoleh
positif terhadap
hipotesis
1
dimana
Belanja
Modal
pertumbuhan kinerja keuangan dinyatakan
ditolak. Lalu pada hipotesis 2 dimana Belanja Modal berpengaruh positif
31
terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan melalui Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel intervening dinyatakan diterima. c. Akmad Imam amrozi (2016) Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Imam Amrozi bermaksud untuk menganalisis pengaruh Belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan dengan Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel intervening. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa laporan realisasi APBD dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Metode yang digunakan untuk menganalisis hipotesis dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda dan analisis jalur (path analiysis). Hasil dari analisis pada penelitian ini adalah pertama dimana dinyatakan bahwa belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hasil ke dua yaitu dinyatakan bahwa Pendapatan Asli daerah berpengaruh secara postif dan signifikan terhadap pertumbuhan kinerja keuangan rasio kemandirian dan kemampuan mobilisasi daerah. Hasil terakhir pada penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan kinerja keuangan efesiensi pengeluaran anggaran dan sisa pengeluaran anggaran. d. Ni Luh Putu Lindri Puspitasari (2015) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel Intervening. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Kabupaten
32
Buleleng periode tahun 2009-2013. Analisis data menggunakan uji regresi linier dan analisis jalur untuk menguji variabel intervening. Hasil dari penelitian yaitu bahwa belanja modal secara signifikan mempengaruhi Pertumbuhan kinerja keuangan dan hasil kedua menunjukkan bahwa belanja modal dapat berpengaruh langsung ke kinerja (PDRB) dan dapat juga berpengaruh tidak
langsung yaitu dari belanja modal ke
Pendapatan Asli Daerah (sebagai variabel intervening) lalu ke kinerja (PDRB). C. Hipotesis Penelitian 1. Belanja Modal terhadap Kinerja keuangan Masyarakat yang diwakilkan oleh legislatif selaku principal bagi Pemda (agen), harus terus melakukan kontrol terhadap pemerintah dalam proses pelaksanaan anggaran. Menilai kinerja keuangan Pemda merupakan salah satu kontrol yang dapat dilakukan legislatif. Pelaksanaan anggaran yang efisien, efektif dan ekonomis merupakan cerminan dari kinerja keuangan Pemda. Peningkatan
pelayanan
sektor publik
secara berkelanjutan akan
meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal
pembangunan
Pembentukan
yang
modal tersebut
seimbang
dengan
harus
didefinisikan
pertambahan
penduduk.
secara luas sehingga
mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas. Dengan
33
ditambahnya
infrastruktur
dan
perbaikan
infrastruktur
yang
ada
oleh
pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah (Adi & Harianto,2007). Hasil penelitian terdahulu Nugroho (2012) menemukan bahwa belanja modal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan namun dengan arah negatif. Darwis (2015) mendapatkan hasil bahwa belanja modal berpengaruh
signifikan
negatif
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah. Pada Puspitasri (2015) dan Eka (2015) membukti bahwa belanja modal memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja keuangan. Dari teori,
logika pemikiran serta penelitian terdahulu sehingga
diturunkannya hipotesis pada penelitian ini yaitu : H1: Belanja Modal berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pada Kabupaten Kulon Progo H2: Belanja Modal berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pada Kabupaten Bantul H3: Belanja Modal berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pada Kabupaten Gunung Kidul H4: Belanja Modal berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pada Kabupaten Sleman H5: Belanja Modal berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pada Kota Yogyakarta
34
2. Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan melalui Pendapatan Asli Daerah Pemerintah akan melakukan pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana yang diperlukan oleh negara, yang tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkat kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnya pun akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan definisi yang ada sebelumnha, dimana PAD adalah “peningkatan capaian dari suatu hasil kerja dibidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi PAD dan Belanja Modal dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan dari suatu periode anggaran ke periode anggaran berikutnya (Nugroho.2012). Perubahan pembangunan
alokasi belanja
berbagai
fasilitas
ditujukan modal.
untuk
Pemerintah
pembangunan perlu
untuk
memfasilitasi
berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah (Adi.2006).
35
Hasil penelitian terdahulu
Puspitasari (2015) serta nugroho (2012)
membuktikan bahwa PAD dapat menjadi penyela atau variabel intervening antara belanja modal terhadap kinerja keuangan. Variabel pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Dengan ditambahnya infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Hasil penelitian lainnya adalah Amrozi (2016) menemukan bahwa adanya pengaruh langsung maupun tidak langsung anatara belanja modal bterhadap pertumbuhan kinerja keuangan dengan pendapatan asli daerah sebagai variabel intervening. dengan meningkatnya belanja modal berarti pemerintah
telah
meningkatkan
infrastruktur
yang
ada
sehingga
akan
meningkatkan produktivitas masyarakat dan menarik investor swasta sehingga berdampak pada peningkatan PAD dan menjadi salah satu tolak ukur kinerja pemerintah daerah. Hipotesis yang dikembangkan dari rerangka
ini adalah sebagai
berikut: H6 : Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening pada Kabupaten Kulon Progo H7 : Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening pada Kabupaten Bantul H8 : Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening pada Kabupaten Gunung Kidul
36
H9 : Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening pada Kabupaten Sleman H10 : Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening pada Kota Yogyakarta D. Model penelitian Model penelitian ini menunjukan hubungan antara variabel independen yaitu Belanja Modal dan Variabel Penyela atau intervening yaitu PAD terhadap Kinerja Keuangan dimana di sertai beberapa penelitian sebelumnya yang melakukan penelitian terkait.
Gambar 2.1 Model Penelitian