BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dan terkait dengan topik yang diambil. Bab ini berisi landasan teori, kerangka konsep, dan hipotesa. Pada landasan teori dijelaskan tentang definisi gangguan jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri–ciri gangguan jiwa, jenis gangguan jiwa, tanda-tanda gangguan jiwa, penanganan gangguan jiwa. Selain itu juga akan dibahas tentang persepsi dan mahasiswa secara umum. A. Landasan Teori 1. Gangguan jiwa a. Definisi gangguan jiwa Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental (Yosep, 2007). Menurut Lestari, dkk (2014) gangguan jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologik atau mental seseorang kurang berfungsi dengan baik sehingga akan mengganggu dalam fungsi sehari-harinya. b. Penyebab gangguan jiwa Menurut Pratama (2013) terdapat dua faktor sebagai penyebab terjadinya gangguan jiwa, yaitu faktor predisposisi dan faktor pencetus.
Keduanya
sangat
berpengaruh
untuk
menimbulkan
gangguan jiwa. Faktor predisposisi terdiri dari berbagai faktor seperti 12
13
faktor genetik, kelainan fisik terutama otak yang terjadi waktu kelahiran dan keadaan keluarga yang tidak harmonis semasa kanakkanak. 1) Faktor genetik, diturunkan dari kedua orang tua atau lewat peristiwa mutasi. 2) Faktor fisik berupa kerusakan otak dari ringan sampai berat. 3) Faktor psikososial selama masa perkembangan mental, misalnya
deprivasi
maternal
(berpisah
dari
ibu),
penyimpangan komunikasi serta berada dalam keluarga yang suram atau tidak harmonis. Sedangkan faktor pencetus ialah penyebab yang berhubungan secara langsung terhadap terjadinya suatu kejadian baik fisik maupun psikologis yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa. Faktor pencetus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Stres fisik: ensafalitis, infeksi virus sistemik, perubahan hormonal (misalnya selama puerperalis), kimia, zat racun, obat-obatan. Hal ini akan menyebabkan gangguan jiwa lewat fungsi otak dan berupa sindrom otak organik. 2) Stres
psikologis:
putus
hubungan
dengan
saudara,
renggangnya hubungan persahabatan atau petemanan. Hal ini terutama akan menyebabkan depresi (Soekarto, 2010).
14
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003) ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa, gangguan jiwa merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor berikut ini, yaitu : 1) Keturunan (genetik) Beberapa jenis gangguan jiwa cenderung berhubungan dengan faktor keturunan. Pada beberapa kasus gangguan jiwa kemungkinan didapatkan anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit yang sama. Pada beberapa kasus gangguan jiwa lainnya tidak ditemukan anggota keluarga lain yang mengalami penyakit yang sama. Berkembangnya gangguan jiwa dapat diturunkan pada seorang individu, tetapi apakah orang tersebut akan mengalami hal yang sama itu tergantung pada faktor lain yang dapat mempengaruhi. 2) Lingkungan dan situasi kehidupan sosial Pengalaman dengan anggota keluarga, tetangga, sekolah, tempat kerja, dan hal lain dapat menciptakan situasi yang menyenangkan ataupun menegangkan. Melalui pergaulan atau kehidupan sosial seseorang akan belajar bagaimana cara berbagi dan mengerti perasaan serta sikap orang lain. Kritik yang negatif dari orang sekitar dapat menurunkan harga diri seseorang. Tergantung bagaimana orang tersebut menanggapi kritik dari orang-orang sekitar. Bila orang tersebut memandang
15
negative terhadap kritikan tersebut maka akan menjadi beban pikirannya, tetapi bila memandang positif terhadap kritikan tersebut maka akan menjadi motivasi untuk menjadi lebih baik. 3) Fisik Gangguan fisik yang langsung mengenai otak, seperti trauma otak, penyakit infeksi pada otak, gangguan peredaran darah otak, stroke, tumor otak, gizi buruk, dan pengaruh zat psikoaktif seperti narkotika, ganja, ekstasi, shabu, ganja, dan lain-lain. c. Ciri-ciri dan gejala gangguan jiwa Ciri-ciri gangguan jiwa menurut Suliswati (2005) adalah sebagai berikut : 1) Individu tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, seperti menjaga kebersihan diri dan sosialisasi. 2) Individu akan menarik diri, apatis, terisolasi dari teman-teman dan keluarga, memiliki ketrampilan interpersonal yang minimal. 3) Individu
tidak
dapat
berespon
secara
adaptif
dalam
menghadapi stres dan mudah masuk kedalam keadaan kritis. Sedangkan menurut Keliat (2005) ciri gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi pada seseorang, yaitu : 1) Marah tanpa sebab
16
2) Mengurung diri 3) Tidak kenal orang lain 4) Bicara kacau 5) Bicara sendiri dan 6) Tidak mampu merawat diri. Gejala gangguan jiwa menurut Maramis (2004) ialah hasil interaksi
yang
kompleks
antara
unsur
somatik,
psikologik,
sosiobudaya. Gejala ini mempengaruhi proses adaptasi terlihat dalam pemikiran, perasaan dan prilaku. Gejala-gejala gangguan jiwa dapat berupa gangguan pada : 1) Kesadaran Kesadaran
merupakan
kemampuan
individu
dalam
mengadakan hubungan dengan lingkungannya dan dengan dirinya sendiri (melalui panca indra) dan melakukan pembatasan (melalui perhatian). Jika kesadaran seseorang terganggu maka akan terjadi disorientasi (waktu, tempat, dan orang). jika kesadaran menurun maka kemampuan persepsi terhadap sesuatu dan kemampuan berpikir akan mengalami penurunan secara keseluruhan. 2) Gangguan orientasi Gangguan orientasi timbul sebagai akibat gangguan kesadaran dan dapat menyangkut waktu, tempat dan orang. klien tidak mampu memberikan respon secara akurat, sehingga
17
akan telihat prilaku yang sulit untuk dimengerti dan mungkin bisa terlihat menakutkan. 3) Gangguan psikomotor Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa. Gangguan psikomotor ditandai dengan gerakan badan atau prilaku yang tidak dapat dikontrol, misalnya gerakan salah satu anggota badan yang berkali-kali dan tidak memiliki tujuan (stereotipi). 4) Gangguan kepribadian Kepribadian adalah sesuatu yang khas dari seseorang dalam berprilaku. Kepribadian menunjukan keseluruhan pola pikiran, perasaan, perilaku yang digunakkan seseorang dalam melakukan adaptasi secara terus-menerus selama hidupnya. Jika terjadi gangguan kepribadian maka orang tersebut akan mengalami gangguan dalam berpikir, perasaan dan perilaku sehingga tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan. d. Penanganan Gangguan Jiwa Penanganan pada penderita gangguan jiwa dapat menggunakan beberapa terapi antara lain : 1) Terapi psikofarmaka Psikofarmaka atau obat psikotraopik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,
18
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Videbeck, 2008). 2) Terapi somatic Terapi somatic dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat
gangguan
jiwa
sehingga
diharapkan
tidak
dapat
mengganggu sistem tubuh lain, dengan menggunakan terapi elektrokonvulsif (ECT) pengobatan somatic dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis
sehingga
diharapkan
mampu
meningkatkan
kadar
norepinefrin dan serotonin (Townsend, 2006). 2. Persepsi a. Definisi persepsi Menurut Sunaryo (2004), persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran
yang bermakna.
Menurut Walgito (2010) Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Stimulus yang diindera kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apayang diindera itu, dan proses ini disebut dengan persepsi. Persepsi seseorang dapat berbeda-beda satu sama lain meskipun dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang
19
menerima suatu objek rangsangan melalui pengindraan, penglihatan, pendengaran, pembauan dan perasaaan (Sunaryo,2004). b. Persepsi masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa Banyak masyarakat yang memiliki persepsi negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa. Masyarakat menganggap orang dengan gangguan jiwa menunjukkan adanya abnormalitas pada tingkah laku yang menyimpang, sehingga membuat masyarakat tidak dapat menerima sepenuhnya, dan cenderung lebih bersifat diskriminatif seperti pemasungan oleh masyarakat sekitar dan bahkan oleh keluarganya sendiri (Hoesain, 2008). Banyak masyarakat berpikir penyebab penyakit gangguan jiwa dan individu yang terganggu jiwanya disebabkan oleh kerasukan setan, sehingga pasien dan keluarga dijauhi, diejek, dikucilkan dari masyarkat normal (Videbeck, 2008). c. Syarat persepsi Syarat terjadinya persepsi menurut Sunaryo (2004), yaitu : 1) Adanya obyek Obyek merupakan suatu stimulus yang ditangkap oleh reseptor. Stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai reseptor) dan berasal dari dalam diri individu (lansung mengenai saraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor).
20
2) Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. 3) Adanya alat indera sebagai reseptor penerima stimulus. 4) Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran). Kemudian dari otak dibawa melalui saraf motorik sebagai alat ukur untuk mengadakan respon. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Hanurawan (2010), terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu : 1) Faktor penerimaan (the perceiver) Pemahaman sebagai suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian seorang pengamat. Karakteristik kepribadian itu adalah konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri (self concept) tinggi dan selalu merasa dirinya secara mental dalam keadaan sehat, cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif dan optimistik, dibandingkan seseorang yang memiliki konsep diri yang buruk. Nilai dan sikap juga berpengaruh pada pendapat seseorang terhadap orang lain. Pengalaman di masa lalu sebagai dasar informasi juga menentukan pembentukan
21
persepsi seseorang. Harapan-harapan sering kali memberikan semacam kerangka dalam diri seseorang untuk menentukan penilaian terhadap orang lain ke arah tertentu. 2) Faktor situasi (the situation) Situasi dipandang sebagai keseluruhan faktor yang dapat mempengaruhi perasaan individu pada ruang dan waktu tertentu. Pada suatu situasi, tempat suatu stimulus yang muncul, memiliki konsekuensi bagi terjadinya interpretasiinterpretasi yang berbeda. Interpertasi itu menunjukkan hubungan di antara manusia dengan dunia stimulus. Situasi adalah makna yang diberikan individu terhadap suatu keadaan atau interpretasi individu terhadap faktor-faktor sosial yang ditemui pada ruang dan waktu tertentu. Cara individu mendefinisikan suatu situasi memiliki konsekuensi terhadap prilaku dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam suatu komunitas sosial, individu-individu perlu mengorganisasikan, membangun dan menegosiasikan garis perilaku. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, masyarakat membutuhkan pemahaman bersama tentang kegiatan-kegiatan dalam hidup di
sekitar mereka untuk mengarahkan hidup
bersosial budaya yang harmonis.
22
3) Objek sasaran (the target) Selain faktor penerimaan dan faktor situasi, proses pembentukan persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor objek. Dalam persepsi secara khusus, objek yang diamati adalah orang lain. Beberapa ciri yang terdapat dalam diri objek sangat memungkinkan untuk dapat memberikan pengaruh untuk menentukan terhadap terbentuknya persepsi. Pengetahuan akurat tentang orang lain
akan sangat
berguna untuk mengatur hubungan saling interaksi diantara mereka, baik di masa kini maupun di masa mendatang (Baron & Byne, 2004). Dalam hubungan sosial, persepsi dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir untuk mempermudah dan mengatur hubungan seseorang dengan orang lain. Selain bermanfaat dalam proses interaksi sosial, persepsi sebagai suatu gambaran penyederhanaan kesimpulan tentang orang lain, terkadang juga dapat menimbulkan masalahmasalah berkenaan dengan kesalahan persepsi. Kesalahan itu terutama karena sempitnya sudut tinjauan individu dalam mencoba memahami dan menilai orang lain (Hanurawan, 2010).
23
4) Demografi a) Usia Usia juga berperan dalam perkembangan moral seseorang. Usia seseorang akan meningkat pada suatu langkah yang lebih tinggi dalam pengembangan moral (Lawrence & Shaub, 1997 dalam Sipayung, 2015). Maksudnya seseorang yang memiliki umur yang lebih tua akan mempunyai perilaku dan nilai-nilai etis yang lebih tinggi dibanding yang usianya jauh lebih muda. Dengan bertambahnya usia maka pengalaman hidup akan semakin tinggi sehingga dapat mempengaruhi pola pikir seseorang. Hal ini selaras dengan perkembangan moral yang terjadi. Semakin baik perkembangan moral seseorang maka semakin dapat berperilaku etis (Trevino L. , 1992 dalam Sipayung, 2015). Artinya, orang-orang cenderung lebih etis saat mereka tumbuh dewasa b) Jenis kelamin suatu
konsep
mengidentifikasi
analisis perbedaan
yang laki-laki
digunakan dan
untuk
perempuan
(Muthmainah, 2006 dalam Sipayung 2015). Hal ini juga menunjukkan adanya perbedaan dalam membuat suatu keputusan yang diambil. Dalam penelitiannya, Arlow (1991) dalam Elias (2010) menemukan bahwa perempuan
24
memiliki sikap etik yang lebih dibandingkan dengan pria. Akan tetapi, Emosi seseorang jelas mempengaruhi persepsi seseorang.
Laki-laki
cenderung
bisa
mengendalikan
dapat
mempengaruhi
emosinya dibandingkan wanita. c) Suku atau budaya Kebudayaan
yang
berbeda
bagaimana informasi penglihatan itu diproses. Pengalaman budaya berperan sangat penting dalam proses kognitif, karena tanggapan dan pikiran yang merupakan alat utama dalam proses kognitif selalu bersumber darinya. Dengan demikian
pengalaman
seseorang
yang
merupakan
akumulasi dari hasil berinteraksi dengan lingkungan setiap kali dalam masyarakat, lokasi geografisnya, latar belakang sosial, keterlibatan religius sangat menentukan persepsi terhadap suatu kegiatan dan keadaan. Karena kebudayaan dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berhubungan erat dengan perilaku manusia dan kepercayaan, maka ia meliputi berbagai hal dalam kehidupan manusia (Sutopo, 1996). e. Proses Pembentukan Persepsi Menurut Azwar (2011) menyatakan bahwa pembentukan persepsi pada setiap individu dipengaruhi oleh pengalaman dalam proses belajar, wawasan berfikir dan pengetahuan terhadap suatu objek atau lingkungannya. Persepsi dari masing-masing individu terdapat
25
perbedaan, perbedaan ini ditentukan oleh : 1) Perbedaan pengalaman, motivasi, keadaaan. 2) perbedaan kapasitas alat indera, dan 3) perbedaan sikap, nilai dan kepercayaan. 3. Mahasiswa a. Definisi Mahasiswa Mahasiswa adalah sebutan yang diberikan kepada individu yang sedang menuntut ilmu diperguruan tinggi (Paususeke, dkk., 2015). Mahasiswa merupakan individu yang memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran luas yang sedang menempuh pendidikan tinggi, sehingga individu tersebut memiliki kesadaran untuk menentukan sikap diri dan mampu bertanggung jawab terhadap semua yang dia perbuat (Putri dan Budiani, 2012). Mahasiswa adalah individu yang berada pada masa usia perkembangan dewasa awal, yang merupakan periode penuh dengan tantangan, penghargaan, dan krisis (Maulida, 2012). b. Tugas Perkembangan Mahasiswa Sebagai individu yang memasuki masa dewasa, mahasiswa memiliki tanggungjawab terhadap masa perkembangannya. Hidayah (2012) menjelaskan tugas perkembangan yang harus dijalani oleh mahasiswa sebagai masa dewasa awal yaitu pembuatan keputusan secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta tentang gaya hidup. Tugas perkembangan mahasiswa tersebut muncul
26
dikarenakan adanya perubahan yang terjadi pada beberapa aspek fungsional individu, yaitu fisik, psikologis dan sosial. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin banyak tugas dan tanggungjawab yang perlu dilaksanakan oleh seorang mahasiswa (Hidayah, 2012). c. Tata prilaku mahasiswa sebagai warga masyarakat Tujuan umum dari Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah membentuk mahasiswa sebagai berikut (Visi & Misi UMY) : 1) Menguasai,
mengembangkan
dan
mengamalkan
ilmu
pengetahuan dan Teknologi yang dijiwai oleh nilai kemanusiaan, akhlakul karimah dan etika yang bersumber pada ajaran Islam serta memupuk ke-Ikhlasan, melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar yang relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa. 2) Melaksanakan program pendidikan Ahli Madya, Sarjana, Pascasarjana dan profesi yang mengahasilkan lulusan yang memenuhi kebutuhan dunia kerja baik nasional maupun internasional. 3) Menghasilkan penelitian dan karya Ilmiah yang menjadi rujukan pada tingkat nasional dan internasional. 4) Mengembangkan kehidupan masyarakat akademik yang ditopang oleh nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, perubahan.
kejujuran,
kesungguhan
dan
tanggap
terhadap
27
5) Menciptakan
iklim
akademik
yang
dapat
menumbuhkan
pemikiran-pemikiran terbuka, kritis-konstruktif dan inovatif. 6) Menyediakan sistem layanan yang memuaskan bagi pemangku kepentingan/stakeholders. 7) Menyediakan Sumberdaya dan potensi universitas yang dapat diakses oleh perguruan tinggi, lembaga-lembaga pemerintah swasta, industri, dan masyarakat luas untuk mendukung upayaupaya pengembangan bidang agama Islam, sosial, ekonomi, politik, hukum, teknologi, kesehatan dan budaya di Indonesia. 8) Mengembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai institusi nasional maupun internasional untuk memajukan pendidikan, penelitian, manajemen dan pelayanan. 9) Menghasilkan lulusan yang memiliki integritas kepribadian dan moralitas yang islami dalam konteks kehidupan individual maupun sosial. d. Persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa. Dalam sebuah penelitian di Universitas Ranchi India (Mahto, et.all, 2009), tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi mahasiswa
laki-laki
dan
perempuan.
Mereka
kebanyakan
menampilkan sikap netral. Mereka cenderung menghindari masalah tersebut, enggan mengeluarkan pendapat ketika ditanya tentang orang dengan gangguan jiwa. Mereka tidak mau berkomentar karena kurangnya pengetahuan. Namun ditemukan sikap optimis dan
28
simpatik dari mahasiswa laki-laki, mereka berpendapat bahwa kebanyakan pasien jiwa tidak berbahaya, mereka tidak setuju jika pasien jiwa ditertawakan, dan penyebab gangguan jiwa adalah karena kurangnya kekuatan moral. Tetapi hal ini tidak signifikan. Sejauh ini belum ada peneliti yang meneliti persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap orang dengan orang gangguan jiwa.
29
B. Kerangka konsep Ciri-ciri orang dengan gangguan jiwa menurut keliat (2005), yaitu : 1) Marah tanpa sebab 2) Mengurung diri 3) Tidak kenal orang lain 4) Bicara kacau 5) Bicara sendiri 6) Tidak mampu merawat diri.
Orang dengan gangguan jiwa
Mahasiswa kesehatan persepsi Mahasiswa non kesehatan
Menurut Hanurawan (2010),faktor utama yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu : 1) Faktor penerimaan (the perceiver): 1. Karakteristik kepribadian a) konsep diri, b) nilai dan sikap c) pengalaman di masa lampau, dan d) harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya. 2) Faktor situasi (the situation) 3) Objek sasaran (the target) Gambar 2.1 keterangan
: : diteliti : tidak diteliti
30
C. Hipotesa Hₐ : Ada perbedaan gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa Hₒ : Tidak ada perbedaan gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa