BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pendahuluan Dalam penulisan materi pokok dari skripsi ini diperlukan beberapa teori-teori
yang mendukung, yang menjadi uraian pokok pada bab ini. Uraian dimulai dengan membahas distribusi normal dan distribusi normal baku, penaksir takbias μ dan σ, outlier, diagram kontrol, kriteria tidak terkontrol, average run length(ARL), diagram kontrol variabel, diagram kontrol simpangan baku(σ), diagram kontrol R, diagram kontrol s dan diagram kontrol simpangan baku robust. 2.2
Distribusi Normal dan Distribusi Normal Baku
2.2.1
Distribusi Normal Distribusi normal merupakan distribusi probabilitas kontinu yang paling
penting dalam bidang statistika. Distribusi normal disebut juga sebagai distribusi Gaussian yang mana hal ini diberikan sebagai penghargaan untuk ahli matematika jerman Karl Friedrich Gauss (1777-1855) dalam bentuk fungsi distribusi normal. Fungsi densitas dari peubah acak X yang berdistibusi normal dengan ratarata μ dan varians 𝜎 2 adalah: 1
1 𝑥−𝜇 2 ) 𝜎
𝑓(𝑥) = 𝜎√2𝜋 𝑒 −2(
…(2.1)
dimana : -∞ ≤ x ≤ ∞; -∞ ≤ µ ≤ ∞; σ2 > 0 ditulis
𝑋~𝑁(𝜇, 𝜎 2 ) Distribusi normal memiliki kurva yang simetris membentuk suatu lonceng
(lihat Gambar 2.1). Hal ini terjadi ketika nilai rata-rata, median, dan modus dari data
5 repository.unisba.ac.id
6 bernilai sama, namun ketika kondisi ini tidak terpenuhi, distribusi data yang terbentuk akan miring kanan atau miring kiri. 𝑓(𝑥)
μ
x
Gambar 2.1 Kurva Distribusi Normal 2.2.2
Distribusi Normal Baku Distribusi normal baku adalah distribusi normal yang memiliki sifat khusus,
yaitu distribusi dengan : rata-rata(µ) = 0 dan simpangan baku(σ) = 1. Distribusi normal baku muncul sebagai solusi dari adanya masalah dalam penyusunan tabel distribusi normal. Masalah tersebut ialah kenyataan bahwa terdapat banyak sekali macam distribusi normal dipengaruhi oleh nilai rata-rata dan simpangan baku nya. Oleh karena itu agar kita tetap dapat mencari probabilitas suatu interval dengan menggunakan langkah praktis melalui tabel distribusi normal daripada perhitungan metode integral yang lebih kompleks, maka digunakanlah apa yang disebut dengan distribusi normal baku. Maka dari itu, seluruh pengamatan dengan setiap peubah acak normal X dengan rata-rata μ dan varians 𝜎 2 dapat ditransformasikan menjadi himpunan pengamatan baru suatu peubah acak normal Z dengan E(Z)=0 dan V(Z)=1. Hal ini dapat dikerjakan dengan transformasi sebagai berikut : 𝑍=
𝑋−𝜇 𝜎
…(2.2)
Fungsi densitas normal baku didasarkan pada Persamaan (2.1) dengan mengganti μ = 0 dan 𝜎 2 = 1 yaitu:
repository.unisba.ac.id
7 𝑓(𝑧)
1 2
1 √2𝜋
𝑒 −2𝑍 , −∞ ≤ 𝑧 ≤ ∞
...(2.3)
Bentuk transformasi di atas memetakan distribusi normal menjadi distribusi normal standard (baku). Transformasi ini juga mempertahankan luas di bawah kurva distribusi normal nya. Artinya, luas di bawah kurva distribusi normal antara 𝑥1 dan 𝑥2 sama dengan luas dibawah kurva distribusi normal standard antara 𝑧1 dan 𝑧2 . 2.3
Penaksir Takbias μ dan σ Misalkan 𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛 merupakan sampel acak dari distribusi 𝑁(𝜇, 𝜎 2 )
dengan −∞ ≤ 𝜇 ≤ ∞. Menurut Hogg dan Craig (1995) penaksir kemungkinan maksimum bagi dan 2 dari sampel tersebut masing-masing adalah : ∑𝑛 𝑖=1 𝑋𝑖
𝜇̂ =
…(2.4)
𝑛
𝜎̂ 2 =
̅ 2 ∑𝑛 𝑖=1(𝑋𝑖 −𝑋)
…(2.5)
𝑛
Dapat ditunjukan bahwa rata-rata penaksir 𝜇̂ dan 𝜎̂ 2 masing-masing adalah : 𝐸(𝜇̂ ) = 𝜇 dan 𝐸(𝜎̂ 2 ) =
(𝑛−1) 𝑛
𝜎2
Tampak 𝜇̂ merupakan penaksir takbias dari μ dan 𝜎̂ 2 merupakan penaksir bias untuk 𝜎 2 . Sehingga penaksir takbias bagi 𝜎 2 adalah : 𝑠2 =
̅ 2 ∑𝑛 𝑖=1(𝑋𝑖 −𝑋)
…(2.6)
𝑛−1
Akan tetapi simpangan baku s yaitu akar kuadrat dari Persamaan (2.6) merupakan penaksir bias bagi 𝜎, yaitu: 𝐸(𝑠) = 𝑐4 𝜎
𝑉(𝑠) = 𝜎 2 (1 − 𝑐4 2 )
dan
dimana, 2
1⁄ 2
𝑐4 = (𝑛−1)
𝑛 2 (𝑛−1) Γ[ ] 2
Γ( )
…(2.7)
maka penaksir takbiasnya adalah: 𝑠
𝑠∗ = 𝑐
4
…(2.8)
repository.unisba.ac.id
8 2.4
Outlier Outlier sering kali ditemukan dalam sekumpulan data, baik data hasil
penelitian melalui eksperimen maupun survey. Outlier merupakan pengamatan yang menyimpang jauh dari pengamatan lainnya. Outlier ini menimbulkan kecurigaan bahwa pengamatan tersebut dihasilkan dari kelompok yang berbeda Dari pemeriksaan sampel yang mengandung outlier, akan menimbulkan karakteristik yang berbeda antara pengamatan outlier tersebut dengan pengamatan-pengamatan bukan outlier (Hawkin, 1980). Barnett dan Lewis (1994) menyatakan bahwa outlier adalah pengamatan atau sebagian pengamatan yang tampak tidak konsisten dengan himpunan data sisanya. Outlier dapat berasal dari distribusi yang sama dengan kelompok data yang lainnya atau berasal dari distribusi lain (kontaminan). Salah satu metode untuk mendeteksi outlier adalah dengan menggunakan box plot. Boxplot merupakan ringkasan distribusi sampel yang disajikan secara grafis yang bisa menggambarkan bentuk distribusi data (skewness), ukuran tendensi sentral dan ukuran penyebaran (keragaman) data pengamatan. Terdapat ukuran statistik yang bisa kita baca dari boxplot yaitu nilai minimum, kuartil pertama, median, kuartil ketiga, nilai maksimum, pagar dalam (inner fence), pagar luar (outer fence) dan boxplot juga dapat menunjukan ada tidaknya nilai outlier dan nilai ekstrim dari data pengamatan. Nilai pagar dalam (inner fence) dan pagar luar (outer fence) yang dihitung sebagai berikut: inner fence:
H L - (1.5 × H - spread) H U (1.5 × H - spread)
…(2.9)
outer fence:
H L - (3 × H - spread) H U (3 × H - spread)
…(2.10)
repository.unisba.ac.id
9 dimana, 𝐻𝐿 = kuartil ke − 1 𝐻𝑈 = kuartil ke − 3 𝐻 − 𝑠𝑝𝑟𝑒𝑎𝑑 = 𝐻𝑈 − 𝐻𝐿 Secara umum bentuk dari boxplot terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Box Plot Suatu pengamatan disebut sebagai outlier jika suatu pengamatan terletak diluar inner fence dan dikatakan ekstrim jika suatu pengamatan terletak diluar outer fence. 2.5
Diagram Kontrol Diagram kontrol merupakan suatu teknik yang dikenal sebagai metode grafik
yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistik atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Metode ini dapat membantu perusahaan dalam mengontrol proses produksinya dengan memberikan informasi dalam bentuk grafik. Tujuan dari perancangan program aplikasi diagram kontrol ini adalah untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan suatu proses produksi sehingga bisa dijadikan pedoman dalam mengarahkan perusahaan kearah pemenuhan spesifikasi konsumen. Diagram kontrol merupakan alat SPC yang paling penting yang digunakan untuk mendeteksi ketika proses dalam keadaan tidak terkendali (out of control). Diagram kontrol pertama kali diperkenalkan oleh DR. Walter Andrew Shewart dari
repository.unisba.ac.id
10 Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh sebab umum (common-causes variation). Pada dasarnya, semua proses menampilkan variasi, namun proses produksi harus dikendalikan dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses tersebut, sehingga variasi yang ada pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Diagram kontrol adalah gambar sederhana dengan tiga garis, yaitu garis pusat (center line), garis batas kontrol atas (BKA) dan garis batas kontrol bawah (BKB). Diagram kontrol merupakan suatu alat dalam mengendalikan proses, yang bertujuan untuk menentukan suatu proses berada dalam pengendalian statistik, memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistik dan hanya mengandung variasi penyebab umum, serta menentukan kemampuan proses (process capability). Pada Gambar 2.3 merupakan contoh gambaran diagram kontrol yang digunakan dalam pengendalian kualitas secara umum.
Gambar 2.3 Contoh Diagram Kontrol Batas kendali biasanya berjarak ±3σ dari garis tengah, tetapi boleh juga memilih ±2σ atau ±4σ tergantung dari resiko statistik dan kesukaran mencari penyebab kesalahan. Tetapi umumnya banyak digunakan ±3σ karena lebih mudah
repository.unisba.ac.id
11 dalam perhitungan dan tabel nya sudah banyak tersedia. Gambar 2.4 merupakan contoh diagram kontrol untuk 3σ atau 2σ
Gambar 2.4 Diagram Kontrol dengan 3σ atau 2σ 2.5.1
Kriteria Tidak Terkontrol Batas-batas kontrol ini dipilih sedemikian sehingga apabila proses terkendali,
hampir semua titik-titik sampel akan jatuh di antara kedua garis itu. Meskipun semua titik-titik terletak di dalam batas kendali, belum tentu proses tersebut terkendali. Untuk menentukan kriteria tidak terkendali ini, diagram kontrol dibagi menjadi 3 zona yang diukur dalam satuan simpangan baku(σ) antara garis tengah dengan batas kontrol sebagai berikut:
Gambar 2.5 Pembagian Zona Diagram Kontrol 3σ Menurut Kiemele dkk (2000) ada 7 gejala-gejala diagram kontrol dikatakan tidak terkontrol, yaitu: 1. Terdapat 1 atau lebih titik yang berada di luar batas kontrol. 2. 7 titik berturut-turut berada di sisi yang sama dari garis tengah.
repository.unisba.ac.id
12 3. 7 titik berturut-turut membentuk tren meningkat atau menurun. 4. 2 dari 3 titik secara berturut-turut jatuh di zona A atau lebih, di sisi yang sama dari garis tengah. 5. 4 dari 5 titik secara berturut-turut jatuh di zona B atau lebih, di sisi yang sama dari garis tengah. 6. 14 titik berturut-turut naik dan turun secara bergantian. 7. 14 titik berturut-turut jatuh di zona C Jika diagram kontrol proses tidak menunjukan ketujuh gejala diatas, atau membentuk pola tidak acak lainnya, kita dapat mengatakan bahwa proses terkontrol. Diagram kontrol ini baik digunakan untuk pergeseran diatas 1.5σ. Kemampuan untuk mendeteksi pergeseran yang kecil atau kurang dari 1.5σ, dapat di lakukan dengan menggunakan diagram kontrol yang menyertakan informasi dari sampel sebelumnya. Kinerja dari diagram kontrol ditentukan oleh ARL seperti yang akan dijelaskan berikutnya. 2.5.2
Average Run Length (ARL) Kriteria yang digunakan untuk dapat membandingkan kinerja diagram
kontrol adalah dengan mengukur seberapa cepat diagram kontrol tersebut membangkitkan sinyal out of control. Diagram kontrol yang lebih cepat mendeteksi sinyal out of control disebut lebih sensitif terhadap perubahan proses. Salah satu cara untuk mengukur kinerja diagram kontrol adalah dengan menggunakan Average Run Length (ARL). ARL adalah rata-rata run (observasi) yang harus dilakukan sampai ditemukannya out of control yang pertama. Apabila proses dalam keadaan in control maka digunakan notasi ARL0. Dengan demikian ARL0 akan bernilai besar dan ARL1 akan bernilai kecil ketika proses dalam keadaan out of control. Secara umum persamaan untuk perhitungan nilai ARL adalah:
repository.unisba.ac.id
13 1
𝐴𝑅𝐿 = 𝑝 dengan p = probabilitas suatu titik keluar dari batas-batas diagram kontrol. Untuk ARL0, p=α= probabilitas kesalahan/error tipe I (menyatakan keadaan tidak terkontrol padahal keadaan terkontrol) atau probabilitas suatu titik rata-rata sampel jatuh dari luar batas kontrol pada saat proses terkontrol, α disebut juga sebagai probabilitas false alarm, sedangkan untuk ARL1 nilai p=1-β=probabilitas kesalahan/error tipe II (menyatakan keadaan terkontrol padahal keadaan tidak terkontrol) atau probabilitas suatu titik rata-rata sampel jatuh di dalam batas kontrol pada saat proses tidak terkontrol. Secara umum performa baik dari sebuah diagram kontrol jika mempunyai ARL0 sebesar mungkin dan ARL1 sekecil mungkin. (Montgomery, 2012) 2.6
Diagram Kontrol Variabel Data variabel merupakan peubah acak kontinyu. Data ini diukur dalam
satuan-satuan kuantitatif, sebagai contoh:
Cycle time yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses,
Diameter poros,
Tinggi badan 100 orang operator, dan lain-lain.
Ketika kita mempunyai data variabel terdapat dua ukuran yang dikontrol yaitu lokasi dan dispersi dari distribusi. Untuk data distribusi normal, parameter lokasi dikontrol oleh 𝑋̅ dan dispersi oleh 𝑠 dan R. Pada bagian selanjutnya hanya akan dibahas diagram kontrol dispersi dengan menggunakan simpangan baku(σ). Untuk mengontrol simpangan baku, diperlukan sampel yang diambil dalam beberapa periode. Andaikan ukuran sampelnya n dan banyaknya periode pengamatan sebanyak k. Secara umum data hasil pengamatan X sebagai karakteristik mutu yang diukur dapat disajikan seperti pada Tabel 2.1.
repository.unisba.ac.id
14 Tabel 2.1. Data Pengamatan untuk Karakteristik Mutu Variabel
Periode
Pengamatan 1 2 ... n 2 𝑥12 ... 𝑥1𝑛
𝑋̅
R
S
S2
𝑥̅1
R1
s12 s 32
1
1 𝑥11
2
𝑥21 𝑥22
...
𝑥2𝑛
𝑥̅2
R2
s1 s2
3 . . . k
𝑥31 𝑥32 . . . 𝑥𝑘1 𝑥𝑘2
... .... .... .... ...
𝑥3𝑛 . . . 𝑥𝑘𝑛
𝑥̅3 . . . 𝑥̅𝑘
R3 . . . Rk
s3 . . . 𝑠𝑘
k
x
Jumlah
k
i
i 1
R i 1
Rata-rata
2.7
x
xi i 1
k
R
. . . 𝑠𝑘2
k
s
i
i 1
k
k
s 22
R i 1
k
i
k
s
i
i 1
1
k
s
s i 1
k
2
i
i
k ~s 1 s 2 2 i k i 1
Diagram Kontrol Simpangan Baku (σ) Andaikan X adalah karakteristik mutu yang menjadi perhatian, berdistribusi
normal dengan rata-rata μ dan variansnya σ2 atau ditulis 𝑋~𝑁(𝜇, 𝜎 2 ). Dispersi proses yang akan dikontrol diwakili oleh simpangan baku (σ) dengan cara mengambil sampel berukuran n yaitu 𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛 , pada masing-masing periode. Secara umum batas-batas kontrol Shewhart 3σ dengan menggunakan statistik Y (fungsi dari sampel acak) adalah sebagai berikut:
BKA E (Y ) 3 Var (Y ) Pusat E (Y )
…(2.11)
BKB E (Y ) 3 Var (Y ) Dalam praktiknya untuk mengontrol simpangan baku (σ) Y dapat berupa simpangan baku sampel (s) atau rentang (R). Untuk diagram kontrol R dan s akan dibahas pada subbab berikutnya.
repository.unisba.ac.id
15 2.7.1
Diagram Kontrol R Dapat ditunjukan bahwa rata-rata dan varians dari R masing-masing sebagai
berikut: 𝐸(𝑅) = 𝑑2 𝜎 𝑉(𝑅) = 𝑑3 2 𝜎 2 dimana nilai 𝑑2 dan 𝑑3 untuk berbagai n terdapat pada Lampiran 3. Oleh karena itu, batas-batas kontrol R dengan menggunakan Persamaan (2.11) adalah: BKA d 2 3 d 3 2 2
Pusat d 2
…(2.12)
BKB d 2 3 d 3 2 2
Dalam hal σ tidak diketahui ganti σ oleh penaksir takbiasnya. Untuk menentukannya ambil sampel berukuran n sebanyak k periode yang data pengamatannya seperti pada Tabel 2.1. Dari sampel-sampel tersebut akan menghasilkan penaksir takbias bagi σ yaitu
𝑅̅ 𝑑2
. Sehingga batas-batas kontrol pada
Persamaan (2.12) menjadi: BKA R 3d 3
R D4 R d2
Pusat R BKB R 3d 3
…(2.13) R D3 R d2
dimana, 𝑅 𝑅̅ = ∑𝑘𝑖=1 𝑘𝑖
𝑅𝑖 = 𝑚𝑎𝑘𝑠(𝑥𝑖𝑗 ) − 𝑚𝑖𝑛(𝑥𝑖𝑗 ) ; i=1,2,…,k dan j=1,2,…,n 𝑑
𝑑
𝐷3 = 1 − 3 𝑑3 dan 𝐷4 = 1 + 3 𝑑3 , nilai-nilainya untuk berbagai n terdapat pada 2
2
Lampiran 3.
repository.unisba.ac.id
16 2.7.2
Diagram Kontrol s Rata-rata dan varians dari s masing-masing adalah: 𝐸(𝑠) = 𝑐4 𝜎 𝑉(𝑠) = 𝜎 2 (1 − 𝑐4 2 )
dimana 𝑐4 seperti Persamaan (2.7), nilai-nilainya untuk berbagai n terdapat di Lampiran 3. Oleh karena itu, batas-batas kontrol s dengan menggunakan Persamaan (2.11) adalah: BKA c4 3 1 c4
2
Pusat c4 BKB c4 3 1 c4
…(2.14) 2
Dalam hal σ tidak diketahui ganti σ oleh penaksir takbiasnya. Dari sampel𝑠̅
sampel pada Tabel 2.1 akan menghasilkan penaksir takbias bagi σ yaitu 𝑐 . Sehingga 4
batas-batas kontrol pada Persamaan (2.14) menjadi: BKA s 3
s 2 1 c4 B4 s c4
…(2.15)
Pusat s BKA s 3
s 2 1 c4 B3 s c4
dimana, 𝑠̅ seperti pada Tabel 2.1, 𝑠𝑖 adalah akar kuadrat dari Persamaan (2.6) dan c4 3
seperti pada Persamaan (2.7) sedangkan 𝐵3 = 1 − 𝐶 √1 − 𝑐4 2 dan 𝐵4 = 1 + 4
3 𝐶4
√1 − 𝑐4 2 , nilai-nilainya untuk berbagai n terdapat pada Lampiran 3. Walaupun
𝑠̅ 𝑐4
dan
𝑅̅ 𝑑2
adalah penaksir takbias bagi akan tetapi menurut
Mahmoud dkk (2010) bahwa penaksir yang didasarkan pada 𝑠̃ (lihat Tabel 2.1) lebih efisien (varians minimum) daripada yang didasarkan pada 𝑠̅ dan 𝑅̅ ketika distribusi normal dipenuhi. Penaksir takbias dari dengan didasarkan pada 𝑠̃ yaitu:
repository.unisba.ac.id
17 𝑠̃ (𝑚) 4
…(2.16)
𝜎̂ = 𝑐 dengan:
1⁄2
1
𝑠̃ = (𝑘 ∑𝑘𝑖=1 𝑠𝑖 2 )
…(2.17)
2 dimana si adalah akar kuadrat dari Persamaan (2.6) dan 𝑐4 (𝑚) = (𝑚−1 )
1⁄ 2
𝑚
Γ( 2 ) Γ[
(𝑚−1) ] 2
dengan m = k (n-1) + 1 Persamaan (2.13) dan Persamaan (2.15) untuk mengontrol simpangan baku (σ) ditulis secara umum sebagai berikut:
BKA U nˆ BKB Lnˆ
…(2.18)
Persamaan (2.18) akan digunakan untuk pengontrolan proses pada fase I. Pada fase I, sekumpulan data dikumpulkan dan dianalisis dalam analisis retrospektif, yaitu menciptakan batas kontrol percobaan untuk menentukan apakah proses tetap berada dalam kontrol selama selang waktu di mana data dikumpulkan. Lalu untuk melihat apakah batas kontrol tersebut layak dan dapat digunakan untuk memantau produksi selanjutnya. Telah disinggung bahwa apabila terjadi outlier akan menyebabkan kinerja diagram kontrol 𝑅 dan 𝑠 menurun dengan ditandai oleh mengecilnya nilai ARL0 dan atau membesarnya nilai ARL1, karena 𝑅 dan 𝑠 bukan penaksir robust bagi σ. Untuk menanggulangi kedua hal tersebut maka digunakan penaksir robust dari . Terdapat beberapa metode penaksir robust untuk simpangan baku. Tetapi pada penelitian ini hanya fokus pada penaksir robust adaptive trimmer yaitu MD s , MD i dan MD i , s . Menurut Schoonhoven dan Does (2012) MD i , s yang memberikan kinerja terbaik. 2.8
Diagram Kontrol Simpangan Baku Robust Secara umum batas-batas diagram-diagram kontrol simpangan baku robust
batas-batasnya ditulis seperti pada Persamaan (2.19) dengan mengganti 𝜎̂ dengan
repository.unisba.ac.id
18 penaksir robust yang dipilih. Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya disini akan dikemukakan penaksir simpangan baku robust dengan menggabungkan metode ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷 𝑠 dan ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷𝑖 (adaptive trimmer) yang disebut ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷𝑖,𝑠 . Oleh karena itu uraiannya ̅̅̅̅̅ 𝑠 kemudian ̅̅̅̅̅ diawali dengan membahas metode penaksir 𝑀𝐷 𝑀𝐷𝑖 dan dilanjutkan ̅̅̅̅̅𝑖,𝑠 . Prosedurnya akan dijelaskan sebagai dengan prosedur gabungannya yaitu 𝑀𝐷 berikut: 2.8.1
̅̅̅̅̅ 𝑠 Prosedur Penaksir 𝑀𝐷
1. Tentukan deviasi dari median untuk masing-masing subgrup 𝑀𝐷𝑖 =
∑𝑛 𝑗=1|𝑥𝑖𝑗 −𝑀𝑖 | 𝑛
, i=1,2,…..,k
…(2.19)
Keterangan: Mi = median subgrup ke-i xij = subgrup ke-i sampel ke-j n = ukuran subgrup 2. Hitung rata-rata MDi 1 ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷 = 𝑘 ∑𝑘𝑖=1 𝑀𝐷𝑖
…(2.20)
dimana, k = banyaknya subgrup ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷
3. Penaksir takbias dari adalah 𝑡
2 (𝑛)
dimana 𝑡2 (𝑛) = 𝐸 [
𝑀𝐷 𝜎
].
Nilai 𝐸[𝑀𝐷] sulit untuk dihitung. Riaz dan Saghir (2009) telah menghitung nilai 𝑡2 (𝑛) dengan menggunakan simulasi yang ditampilkas seperti dalam ̅̅̅̅̅ 𝑠 , yaitu: Lampiran 2. Penaksir robust dari dinotasikan oleh 𝑀𝐷 ̅̅̅̅̅
𝑀𝐷 ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷 𝑠 = 𝑡 (𝑛) 2
…(2.21)
4. Batas-batas kontrol penaksir ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷 𝑠 seperti pada Persamaan (2.18) dengan mengganti 𝜎̂ dengan Persamaan (2.21).
repository.unisba.ac.id
19 5. Pada fase I, jika ada pengamatan yang tidak terkontrol maka pengamatan tersebut dikeluarkan dan perhitungan diulang sampai semua pengamatan yang tersisa dalam keadaan terkontrol.
2.8.2
̅̅̅̅̅𝑖 Prosedur Penaksir 𝑀𝐷
1. Hitung residu dengan mengurangkan median subgrup dengan datanya, yaitu: …(2.22)
𝑒𝑖𝑗 = 𝑥𝑖𝑗 − 𝑀𝑖
Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa variabilitas diukur within bukan between. 2. Buat diagram kontrol individu untuk 𝑒𝑖𝑗 dari Langkah 1, dengan batas-batas diagram kontrol adalah:
BKA U n MD
…(2.23)
BKB Ln MD
dengan nilai Un dan Ln diperlihatkan pada Lampiran 1. Nilai MD diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.20). 3. Jika ada residu, 𝑒𝑖𝑗 , yang jatuh diluar batas kontrol pada Persamaan (2.23), maka residu tersebut dibuang. Kemudian, Langkah 2 diulang sampai semua 𝑒𝑖𝑗 berada dalam batas-bats kontrol. 4. Setelah semua residu in-control, kemudian dari data yang tersisa, dihitung: 𝑀𝐷𝑖𝑖 =
∑𝑘 𝑗=1|𝑥𝑖𝑗 −𝑀𝑖 |
…(2.24)
𝑛𝑖
dimana, ni adalah banyaknya pengamatan yang tersisa dari subgrup ke-i. 5. Penaksir robust dari dinotasikan oleh MD i , yaitu 1 ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷𝑖 = 𝑘 ∑𝑘𝑖=1 𝑀𝐷𝑖𝑖
…(2.25)
6. Batas-batas kontrol residu adalah sama seperti pada Persamaan (2.18) hanya ̅̅̅̅̅𝑖 dari Persamaan (2.25). saja 𝜎̂ diganti dengan penaksir 𝑀𝐷
repository.unisba.ac.id
20 7. Jika ada residu yang diluar batas kontrol maka residu tersebut dibuang, maka Langkah 4-6 diulang sampai residu berada dalam batas-batas kontrol.
2.8.3
̅̅̅̅̅𝑖,𝑠 Prosedur Penaksir 𝑀𝐷
1. Penaksir awal ditentukan oleh ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷 seperti pada Persamaan (2.20). 2. Penaksir σ dari Langkah 1 digunakan untuk membuat batas-batas kontrol simpangan baku sehingga data subgrup dapat disaring. 3. Nilai 𝑑
𝐼𝑄𝑅
𝐼𝑄𝑅 (𝑛)
diplotkan pada diagram kontrol dengan batas-batas kontrol:
BKA U n
MD t 2 ( n)
MD BKB Ln t 2 ( n)
…(2.26)
Nilai 𝑈𝑛 dan 𝐿𝑛 terdapat pada Lampiran 1. Sedangkan untuk nilai IQR didapat dengan menghitung: 𝐼𝑄𝑅 = 𝑄3 − 𝑄1
…(2.27)
Sebagai contoh, jika n = 5 maka nilai 𝐼𝑄𝑅 = 𝑥(4) − 𝑥(2) . Schoonhoven dan Does (2012) telah memberikan nilai 𝑑𝐼𝑄𝑅 (𝑛) untuk n=4,5 dan 9 yaitu d IQR (4) 0.594 , d IQR (5) 0.990 dan d IQR (9) 1.144 .
4. Langkah 3 diulangi hingga semua subgrup dalam keadaan terkontrol. 5. Langkah berikutnya adalah pembuatan diagram kontrol individu dari subgrup yang sudah terkontrol dengan batas-batasnya adalah: BKA U n MD BKB L n MD
…(2.28)
dengan MD seperti pada Persamaan (2.20) nilai 𝑈𝑛 dan 𝐿𝑛 tercantum pada Lampiran 1.
repository.unisba.ac.id
21 6. Jika minimal ada satu residual dari suatu subgrup berada diluar batas-batas kontrol, maka subgrup tersebut dibuang. Kemudian Langkah 5 diulang sampai semua residu berada dalam batas-batas kontrol. 7.
Penaksir robust dari dinotasikan oleh ̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷𝑖,𝑠 yaitu ̅̅̅̅̅𝑖,𝑠 = 𝑀𝐷
̅̅̅̅̅̅̅ 𝑀𝐷 𝑡2 (5)
dimana MD merupakan rata-rata deviasi dari median pada Langkah 6.
repository.unisba.ac.id