BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan. 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yang meliputi : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Untuk itulah tingkah laku dijabarkan dalam tiga bentuk yaitu: knowledge, attitude dan praktis. Jadi apabila seseorang
mendapatkan masalah kesehatan
maka nampak bagaimana pengetahuan dan sikap serta kebiasaan hidup dari masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan didasarkan pada kepercayaan seseorang mengenai obyek tertentu. Kepercayaan dapat terus berkembang melalui pengalaman pribadi, komunikasi dengan orang lain, serta informasi yang benar mengenai obyek yang dihadapi.
2. Tingkat Pengetahuan a.
Tahu (Know)
Pada jenjang ini tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah merupakan sifat yang paling indah. Karena kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, diantaranya: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b.
Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan
sebagainya terhadap obyek yang dipelajarinya. c.
Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d.
Analisis ( Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat
menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya. e.
Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f.
Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang pengetahuan orangtua terhadap diare. Dari hasil penyebaran kuesioner tersebut dapat diketahui seberapa besar tingkat pengetahuan orang tua tentang diare. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui oleh peneliti dapat disesuaikan dengan tingkatan responden yang ada. (Notoatmodjo, 2003). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan dibedakan menjadi 2 yaitu Faktor internal terdiri dari tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan, sosial budaya, ekonomi dan politik. Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek yang dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal(Notoatmodjo, 2003). B. Diare 1. Definisi Diare Diare adalah penyakit berak-berak disertai muntah-muntah. Bahaya dari diare adalah kehilangan cairan badan terlalu banyak sehingga penderita menjadi lemas, bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan pingsan. Diare pada anakanak dapat membahayakan jiwanya, di samping mencret dapat pula timbul demam dan berak penderita bercampur darah (Oswari, 1995). Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja, biasanya terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Noer, 1999). 2. Penyebab Diare Menurut Hassan dkk (2002), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor diantaranya: a. Faktor infeksi 1) Infeksi enteral yaitu: infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi: a)
Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylo, Bakter, Yersinia, Aeromonas.
b)
Infeksi virus: Entero virus (virus ECHO, Coxcackie, Poliomyelitis)
2) Infeksi parenteral yaitu: infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis. b.
Faktor Malabsorbsi 1) Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Monosakarida (Intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). 2) Malabsorbsi lemak 3) Malabsorbsi protein
c.
Faktor Makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d.
Faktor Psikologis Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar (Hassan dkk, 2002). Adapun pendapat dari Suharyono (1991), menyatakan ada 4 faktor yang
mempengaruhi penyebab terjadinya diare. Antara lain: a. Faktor gizi. Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi di negara yang jarang terdapat PEM umumnya kecil b. Faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih. Insiden diare dalam masyarakat golongan berpendapat rendah dan kurang pendidikan mulai bertambah pada saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan frekwensi ini akan makin lama makin meningkat untuk mencapai puncak pada saat anak sama sekali disapih. Bagi anak
Indonesia periode umumnya berlangsung antara 6-24 bulan pada saat frekwensi serangan diare dan kematian sebagai akibatnya mencapai angka tertinggi. Lebih penting lagi ialah bahan serangan diare pada umur ini berpengaruh sangat buruk pada pertumbuhan anak-anak dengan akibat terjadinya malnutrisi. c. Faktor sosial ekonomi Hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak punya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare. d. Faktor lingkungan Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap terjadinya diare. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare. 3. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala diare adalah awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah atau lendir, warna
tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam (Noer, 1999). Bila pasien yang telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu: berat badan menurun, turgor berkurang, mata cowong dan ubun-ubun besar menjadi cekung. Dapat juga terjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat, dan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik (Hassan dkk, 2002).
4. Pencegahan Diare Menurut Simomoro dkk (1996), pencegahan peredaran bahaya diare sesungguhnya dapat dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat. Kasus kematian bayi akibat terserang diare dapat dikurangi salah satunya dengan cara pemberian ASI. Diare juga dapat dicegah dengan cara antara lain: a. Membiasakan hidup sehat sehari – hari b. Membuang hajad pada tempat yang tidak terjangkau lalat c. Mengkonsumsi makanan bergizi yang higienis d. Meningkatkan daya tahan tubuh melalui peningkatan gizi Adapun menurut Sunarto (1990), usaha yang dilakukan untuk pencegahan diare menurut WHO ada 18 cara intervensi tetapi tujuh telah terbukti paling berguna karena kelayakan dan keefektifitasannya yaitu: a. Pemberian Air Susu Ibu ( ASI )
b. Memperbaiki cara penyapihan c. Penggunaan air yang tepat untuk kebersihan dan minuman yang bebas dari kuman d. Mencuci tangan e. Penggunaan jamban keluarga f.
Cara yang benar membuang tinja
g. Imunisasi campak
5. Penatalaksanaan a.
Perawatan Menurut Noer (1999), perawatan diare perlu dilakukan secara dini dan cepat. Pengobatan ini bisa dimulai saat kejadian diare yang sedang dialami. Adapun hal- hal yang harus dilakukan untuk perawatan diare antara lain: 1). Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti
(terapi rumatan). Jumlah cairan
yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare atau muntah
(Previous Water Losses: PWL) ditambah
dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan (Normal Water Losses: NWL) dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung
(Concomitant Water Losses: CWL). Jumlah ini
tergantung pada derajad dehidrasi serta berat badan masing-masing anak atau golongan umur. Jumlah cairan (ml) yang hilang pada anak umur 2-5 tahun (BB 10 – 15 kg) sesuai dengan derajad dehidrasi.
Dehidrasi PWL
NWL
CWL
Jumlah
Ringan
30
80
25
135
Sedang
50
80
25
155
Berat
80
80
25
185
2). Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi. 3). Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasus termasuk diare berat dan diare dengan panas, kecuali pada: disentri bila tidak berespon pikirkan kemungkinan amoebiasis, suspek kolera dengan dehidrasi berat, diare persisten. b.
Pengobatan Menurut Noer (1999), tindakan pengobatan yang dilakukan di rumah adalah titik tolak keberhasilan pengobatan penderita tanpa dehidrasi yang datang ke sarana kesehatan, juga si ibu untuk memberikan pengobatan di rumah secepat mungkin ketika mulai diare merupakan faktor penting dalam pengobatan diare secara baik. Bila ibu mengetahui prinsip- prinsip
pengolahan efektif diare, mereka dapat memulai pengobatan sebelum mencari pertolongan medis. Adapun tiga patokan dalam mengobati diare di rumah adalah: 1). Berikan anak lebih banyak cairan dari pada biasanya untuk mencegah dehidrasi, cairan yang cocok untuk digunakan dalam rumah tangga yang dianjurkan seperti cairan oralit, makanan yang cair (bubur cair, sup atau tajin). Selain itu, ASI atau susu yang diencerkan dua kali dari pada biasanya. 2). Memberikan anak dengan makanan yang padat berupa makanan yang sudah dimasak, berikan sari buah segar/pisang untuk memberikan kalium, dorong anak sebanyak yang ia inginkan, masak dan saring serta giling makanan dengan baik hingga mudah dicerna. Sesudah anak diare, berikan makanan tambahan tiap hari selama seminggu atau sampai anak telah mendapatkan kembali berat badan normalnya. 3). Siapkan Garam Rehidrasi Oralit (GRO) dengan cara: cuci tangan dengan sabun dan air, ukur 200 cc air matang, air dimasak dan didinginkan, tuangkan semua bubuk oralit ke dalam gelas berisi air yang telah diukur. Kalau oralit tidak ada buatlah larutan garam gula yaitu ambil air atau air matang satu gelas kemudian masukkan dua sendok teh gula pasir dan seujung sendok teh garam dapur kemudian aduk sampai larut, cicipi larutan ini sehingga anda mengetahui rasanya. Apabila dalam tiga hari anak tidak membaik segera bawa ke petugas kesehatan. Jika anak:
1). Mengeluarkan banyak tinja 2). Sangat haus 3). Mempunyai mata cekung 4). Menderita demam 5). Tidak makan atau minum secara normal 6). Tampak tidak membaik 6. Komplikasi Diare Menurut Hassan dkk (2002), sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit yang mendadak dapat terjadi berbagai macam komplikasi di antaranya: a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik,dan isotonik) b. Renjatan hipovolemik c. Hipokalemia (dengan gejala meleorimas, hipotonik otot, lemah bradikardi dan perubahan pada elektocardiografik). d. Hipoglikemia e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktosa karena kerusakan mukosa usus halus. f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik. g. Malnutrisi energi protein, karena kelainan diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan. C. Pengetahuan Ibu tentang Penyakit Diare Pengetahuan dapat diukur melalui apa yang diketahui tentang obyek (masalah kesehatan). Sedangkan perilaku
manusia
adalah semua kegiatan atau aktifitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Jadi antara pengetahuan dan perilaku sangat berhubungan erat sehingga dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2000). Mengutip pendapat dari L. Bloom (1974) dalam buku Notoatmodjo (2000), besarnya pengaruh kesehatan masyarakat terbagi dalam 4 faktor yaitu 1. Faktor lingkungan Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi baik pemerintah, swasta maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) misalnya jamban keluarga, jamban umum, Mandi Cuci Kakus (MCK) tempat sampah dan sebagainya namun karena perilaku masyarakat, sarana atau fasilitas sanitasi tersebut kurang atau tidak dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut secara optimal dimanfaatkan dan dipelihara perlu pendidikan kesehatan masyarakat. 2. Faktor perilaku Perilaku kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan orang lain. 3. Faktor Pelayanan Kesehatan Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah indonesia dalam hal ini departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarkat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan (Puskesmas). Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal atau masih rendah.
4. Faktor Herediter Orangtua khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan bagi anak-anak mereka oleh karena itu pendidikan kesehatan diperlukan pada kelompok ini agar masyarakat atau orangtua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik bagi keturunan mereka. Dari keempat faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat khususnya balita yang sangat rentan terhadap penyakit diare. Menurut Notoatmodjo (2000), perilaku yang mempengaruhi kesehatan dipengaruhi 3 faktor utama: 1. Faktor- faktor predisposisi (prodisposing factors) Faktor-faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. 2. Faktor- faktor pemungkin (enabling factors) Faktor- faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta dan sebagainya. 3. Faktor- faktor penguat (reenforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang- undang, peraturan- peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
D.
Kerangka Teori
Faktor perilaku yang mempengaruhi kesehatan 1. faktor predisposisi a. pengetahuan b. sikap c. tradisi d. pendidikan e. sosial ekonomi 2. faktor pemungkin a. sarana b. prasarana c. pelayanan kesehatan 3. faktor penguat a. sikap b. perilaku c. undang- undang d. peraturan pemerintah
Derajat kesehatan
Penyebab diare 1. Lingkungan 2. Perilaku 3. Pelayanan kesehatan 4. Herediter
Diare
Penyebab lain 1. Infeksi 2. Malabsorbsi 3. Makanan 4. Psikologis
Gambar 1. Kerangka teori berdasarkan Notoatmodjo (2000) & Hassan dkk (2002).
E.
Kerangka Konsep
Variabel bebas Tingkat Pengetahuan
Variabel terikat Kejadian Diare
F. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi (Sugiyono, 2003) Dalam penelitian ini variabel bebas adalah pengetahuan ibu tentang Diare. 2. Variabel Terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2003). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kejadian Diare pada anak balita.
G. Hipotesa Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian Diare.