BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Makanan Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan , antara lain : a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan b. Mencegah penularan wabah penyakit. c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan. Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut: a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. c. Keamanan terhadap penyediaan air d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran. e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. f. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan Menurut Chandra (2006) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Factor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan faktor makanan, antara lain : 1. Faktor Makanan a. Sumber bahan makanan Apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan atau yang lainnya, sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan insektisida. b. Pengangkutan bahan makanan Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan penutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan agar tidak rusak. Contoh, mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin. c. Penyimpanan bahan makanan Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi seperti berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang. 2. Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya. 3. Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur. 4. Memiliki sirkulasi udara yang cukup. 5. Memiliki pencahayaan yang cukup. 6. Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus (jika ada). 7. Harus ada jalan dalam gudang: a. Jalan utama lebar 160 cm. b. Jalan antar lebar blok 80 cm c. Jalan antar rak lebar 80 cm d. Jalan keliling 40 cm d. Pemasaran Makanan Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalahpasar swalayan atau supermarket. e. Pengolahan makanan Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratansanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak. f. Penyajian makanan
Universitas Sumatera Utara
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutupserta dapat memenuhi selera makan pembeli. g. Penyimpanan makanan Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi dalam lemari atau alat pendingin. 2. Faktor Manusia Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makananharus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun. 3. Faktor Peralatan Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi. Menurut Yuliarsih (2006) permasalahan sanitasi makanan yang menyangkut nilai gizi ataupun mengenai komposisi bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, kurang diperhatikan. Sanitasi makanan lebih ditekankan pada pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan makanan agar tidak membahayakan bagi kesehatan. 1. Bahaya makanan untuk kehidupan a. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat yang membahayakan untuk tubuh.
Universitas Sumatera Utara
b. Dalam
makanan
tersebut
memang
telah
terdapat
zat-zat
yang
membahayakan kesehatan. 2. Hal-hal yang dapat membahayakan makanan bagi tubuh manusia. a. Zat-zat kimia yang bersifat racun Biasanya karena kelalaian, misalnya menempatkan racun tikus atau insektisida dengan bahan-bahan dapur. b. Bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, misalnya Dipindahkan lalat dan feses, sayuran yang dicuci dengan air yang telah terkontaminasi, minum susu sapi yang berpenyakit TBC dan makan daging dari hewan yang sakit. 2.2. Telur Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh
Universitas Sumatera Utara
sebab itu, usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur (Hardani, 2003). 2.2.1 Struktur Telur Telur mempunyai struktur yang sangat khusus. Secara terperinci telur terdiri dari bahan organik, pada putih telur komponen terbanyak adalah air disusul dengan protein, dan pada kuning telur bagian terbanyak juga air, lemak dan protein (Hardani, 2003). Adapun struktur telur terdiri dari (Nurzane, 2010) : 1.
Cangkang telur Mempunyai banyak pori yang penting untuk pertukaran udara. Di dalam cangkang terdapat selaput tipis, di salah satu ujung telur, selaput tidak menempel pada cangkang sehingga membentuk rongga udara.
2.
Rongga Udara Sebagai sumber oksigen bagi embrio.
3.
Albumen (putih telur) Berfungsi untuk melindungi zigot atau embrio dari goncangan, bahaya lain, dan sebagai cadangan makanan.
4.
Kuning Telur Sebagai persediaan makanan bagi embrio.
5.
Kalaza (tali kuning telur) Berfungsi untuk menahan kuning telur, supaya tetap pada tempatnya dan menjaga embrio agar tetap berada di bagian atas kuning telur.
6.
Keping Lembaga
Universitas Sumatera Utara
Disebut juga sel embrio, yang akan tumbuh menjadi individu baru. Secara terperinci struktur telur ayam dapat dilihat pada lampiran 3. 2.2.2 Klasifikasi dan Kualitas Telur Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur, dasar inilah yang disebut dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja, tetapi dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi seperti berat dan mutu telur (Sudaryani, 2003). Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya menghasilkan telur dengan sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, telur besar, medium, kecil dan peewe. Secara lengkap grading telur berdasarkan ukuran berat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Grading Telur Berdasarkan Ukuran Berat No. Klasifikasi
Berat /butir (gram)
1.
Jumbo
68,5
2.
Sangat besar
61,4
3.
Besar
54,3
4.
Medium
47,2
5.
Kecil
40,2
6.
Peewe
< 40
Sumber : Sudaryani, 2003 Sementara itu grading telur berdasarkan kualitas akan menghasilkan telur dengan mutu AA, mutu A, mutu B dan mutu C. berikut ini kualitas telur dan ciri-ciri spesifiknya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Grading Telur Berdasarkan Mutu Mutu
Karakteristik
AA
Kulit bersih, tidak retak dan normal. Diameter kantung telur tidak lebih dari 0,3 cm, putih telur cerah dan kental, kuning telur normal dan tidak cacat.
A
Kulit bersih, tidak retak dan normal, diameter kantung telur tidak lebih dar 0,42 cm, putih telur cerah tapi agak encer, kuning telur agak normal dan tidak cacat.
B
Kulit tidak retak, sedikit bernoda sedikit abnormal, diameter kantung telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah dan sedikit encer, kuning telur agak normal dan membesar dan agak cacat.
C
Kulit tidak retak, tetapi bernoda dan abnormal, diameter kantung telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah tetapi encer, kuning telur membesar dan cacat.
Sumber : Sudaryani, 2003 2.2.3 Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Telur Kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur. Selain itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas telur. Secara khusus faktor-faktor yang menentukan kualitas telur antara lain (Sudaryani, 2003) : 1. Kualitas telur sebelah luar
Universitas Sumatera Utara
Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas telur sebelah luar. a.
Kebersihan kulit telur Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih dan tidak ada kotoran sedikit pun.
b.
Kondisi kulit telur Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya. Kualitas telur akan semakin baik jika tekstur halus dan tidak retak.
c.
Warna kulit Warna kulit telur ayam ada 2 (dua) yaitu putih dan cokelat. Perbedaan warna kulit tersebut disebabkan adanya pigmen Cephoryrin yang terdapat pada permukaan kulit telur yang berwarna cokelat. Kulit telur yang berwarna cokelat relatif lebih tebal dibandingkan dengan yang berwarna putih. Tebal kulit telur yang berwarna cokelat rata-rata 0,51 mm, sedangkan tebal kulit telur yang berwarna putih rata-rata 0,44 mm. Oleh karena itu, kualitas kulit telur yang berwana cokelat lebih baik dibandingkan telur yang berwarna putih. Dalam penyimpanan, telur yang berkulit cokelat lebih awet dibandingkan telur yang berwarna putih (Sudaryani,2003).
d.
Bentuk telur Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak terlalu lonjong dan juga tidak terlalu bulat.
e.
Berat telur
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya, telur yang lebih berat harganya lebih mahal harganya. Di Indonesia, ketentuan tersebut belum berlaku sebab ada kecenderungan konsumen lebih menyukai telur dalam jumlah butiran yang lebih banyak dalam setiap kilogramnya. 2. Kualitas telur sebelah dalam (isi telur) Untuk menentukan kualitas isi telur dapat dilihat dari bagian telur sebelah dalam. Beberapa faktor yang menentukan kualitas isi telur di antaranya adalah sebagai berikut (Sudaryani, 2003): a.
Ruang udara Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan telur yang sudah lama. Pembagian kualitas telur berdasarkan ruang udaranya adalah sebagai berikut : 1) Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm. 2) Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm. 3) Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara > 0,5 cm.
b.
Kuning telur Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih dan tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning telur tidak terdapat bercak daging atau bercak darah.
c.
Putih telur Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah (Sudaryani, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Kandungan Gizi Telur Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya, dan mengandung berbagai macam zat gizi yang penting bagi tubuh. Gizi telur sebenarnya berpusat pada kuning telur yang tinggi akan kadar protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin (Khamsan, 2002). Kandungan gizi dalam 100 gram telur ayam dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam 100 gr Telur Ayam No.
Zat Gizi
Putih Telur
1. Kalori (kal) 50 2. Protein (gr) 10,8 3. Lemak (gr) 0 4. Karbohidrat (gr) 0,8 5. Kalsium (mg) 6 6. Besi (mg) 0,2 7. Vitamin A (SI) 0 8. Vitamin B1(mg) 0 9. Vitamin C (mg) 0 10. Piridoksin (mg) 0 11. Riboflavin (mg) 0 12. Vitamin B12 (mg) 0 13. Fosfor mg) 0 14. Magnesium (mg) 0 15. Kalium (mg) 0 16. Natrium (mg) 0 17. Zink (mg) 0 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 1996
Kuning Telur 361 16,3 31,9 0,7 147 7,2 2000 0,4 0 0,25 0,3 1,8 240 12 179 177 1,3
2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Gizi Telur
2.2.5.1 Kondisi Lingkungan Induk 1. Penyakit
Universitas Sumatera Utara
Beberapa jenis penyakit ayam, seperti ND (newcastle disease) dan infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur. 2. Suhu Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan pada ayam sehingga zat-zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal mencapai 29ºC (85ºF) (Sudaryani, 2003). 2.2.5.2 Makan Induk 1. Pakan Kualitas pakan juga akan mempengaruhi kualitas kuning telur serta putih telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung kuning, jagung putih dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan (Rasyaf, 1994) 2.2.5.3 Suhu Penyimpanan Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15 C dan kelembapan 70-80%. Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur. Penyimpana telur dalam skala besar sebaiknya dilakukan di ruang yang berpendingin (ber-AC). Jika tidak terdapat AC, dalam ruang penyimpanan dapat
Universitas Sumatera Utara
diletakkan ember berisi air yang berfungsi untuk menjaga kelembapan ruang. Dengan cara ini penguapan cairan di dalam telur dapat dikurangi (Sudaryani, 2003). 2.3. Bakteri 2.3.1 Karakteristik Bakteri Nama bakteri berasal dari bahasa yunani, yaitu bakterian yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada
kecualinya), berbiak dengan
pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya ( purnawijayanti, 2001). Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan basil, dan kokus dan golongan spiril. Basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut diplobasil. Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan hasil. Kokusada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut steroptococcus, ada yang bergandengan dua disebut dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus,
kokus yang
mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina. Spiril atau ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jikadibandingkan dengan kokus maupun golongan basil.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0,5µ-2,5µ. Basil lebarnya antara 0,2µ-2,0µ, sedang panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (nukleus). Kebanyakan dari bakteri mati jika tidak ada makanan atau dalam keadaan tidak cocok. Tetapi bakteri tertentu dapat membentuk spora. Istilah spora pada bakteri mempunyai arti lain. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar atau bentuk tidak aktif dari bakteri apabila lingkungannya tidak sesuai. Misalnya, suhu tinggi atau rendah. Kondisi kering dan kondisi lain yang tidak meguntungkan. Dalam bentuk spora, bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik lagi bakteri, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya ( Purnawijayanti, 2001). 2.4. Bakteri pengkontaminasi Telur Ada beberapa bakteri yang dapat mengkontaminasi telur yaitu (Syamsir 2010) 1. Bakteri Salmonella sp. Salmonella adalah bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia dan banyak hewan, seperti demam tifoid, demam paratifoid, dan salmonellosis. Bakteri Salmonella sp. dapat masuk langsung dari indukan ke telur dan juga dari pori-pori telur yang terkontaminasi. 2. Bakteri Campilobecter Sp. Campilobecter merupakan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan maupun infeksi darah. Bentuk yang paling sering ditemukan adalah
Universitas Sumatera Utara
gatroenteritis. Bakteri ini mengkontaminasi telur dengan cara masuk melalui telur yang terkontaminasi feces dan masuk melalui pori-pori telur 3. Bakteri Listeria Monocytogenesis Bakteri Listeria organ targetnya adalah sistem kekebalan tubuh sebelum dapat menyebabkan infeksi. Mereka yang lolos respon awal sistem kekebalan tubuh akan menyebar dan merusak organ target yakni pada organ pencernaan. Bakteri Listeria juga dapat masuk melalui feces dan tanah yang mengandung bakteri tersebut. Namun dari ke tiga bakteri tersebut bakteri Samonella sp merupakan bakteri patogen utama yang mengkontaminasi telur. 2.5. Tinjauan Tentang Salmonella sp. 2.5.1. Klasifikasi Salmonella sp. Berikut ini merupakan taksonomi bakteri Salmonella sp. yaitu : Filum
: Bacteria (Eubacteria)
Kelas
: Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriakceae
Spesies
: Salmonella sp. terdiri dari 3 spesies utama yaitu : 1.
Salmonella typhi terdiri dari 1 serotipe.
2.
Salmonella cholerasuis terdiri dari 1 serotipe.
3.
Salmonella enteritidis mempunyai lebih dari 2300 serotipe antara lain S. arizonae, S. belfats, S. blockey, S. dublin, S. gallinarum, S. heidelberg, S. hirschfeldil, S. infaris, S. javiana, S. loma-linda, S. newport, S. wein dan S. weybridge, S. virchow, S. hadar. Yang
Universitas Sumatera Utara
paling
sering
menimbulkan
penyakit
bersumber
makanan/minuman dan ditemukan dalam telur adalah S. enteriditis dan S. typhimurium (Bonang, 1995). Salmonella sp. adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram negatif, berbentuk batang, aerob atau fakultatif anaerob, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 0,5–0,8 x 1–3 µm, memfermentasi glukosa, maltosa, manitol. Spesiesspesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi (Wikipedia, 2012). Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada temperatur 5-47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C. Namun, ada beberapa serovar yang mampu tumbuh pada temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan beku, jumlah Salmonella menurun perlahan-lahan karena temperatur penyimpanan menurun (Fernandes 2009). Waktu yang diperlukan Salmonella sp. untuk sekali membelah diri adalah 2425 menit, tetapi waktu untuk membelah diri dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, cahaya, bahan kimia dan kelembaban. Salmonella sp. dapat bertahan selama berminggu-minggu di luar tubuh yang hidup. Salmonella bersifat sensitif terhadap suhu panas dan segera dapat dimatikan oleh suhu pasteurisasi. Pada suhu ekstrim, Salmonella dapat hidup dalam waktu yang
Universitas Sumatera Utara
cukup lama namun tidak dapat mentoleransi konsentrasi garam yang tinggi. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. Salmonella sp. mati setelah dipanaskan sampai 55 °C (131 °F) selama 90 menit, atau sampai 60 °C (140 °F) selama 12 menit. Untuk melindungi terhadap infeksi Salmonella sp., dianjurkan makanan dipanaskan selama sedikitnya 10 menit pada suhu 75 °C (167 °F) sehingga pusat makanan mencapai suhu ini. Salmonella sp. yang patogen terhadap manusia adalah Salmonella thypi, Salmonella parathypi A dan Salmonella parathypi B (Wikipedia, 2012). 2.5.2 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp. Bakteri Salmonella sp. ini sebenarnya selalu masuk melalui mulut, biasanya dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella sp., sebagian kuman mati oleh asam lambung, tetapi yang lolos masuk ke usus halus dan berkembang biak di ileum. Di sini bakteri memerbanyak diri di kelenjar getah bening yang kemudian menyebar ke aliran darah dan kelenjar getah bening kemudian ke usus (Mudihardi 2001). Dosis infektif bagi manusia 105 – 108 Salmonella sp. di antara faktor-faktor tubuh yang menyebabkan resisten terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman lambung, jasad renik flora usus normal dan daya tahan usus setempat. Dua tipe S. enteriditis dan S. typhimurium merupakan penyebab kira-kira setengah dari seluruh infeksi pada manusia. Semua Salmonella sp. menimbulkan penyakit yang pada umumnya disebut Salmonellosis dibagi 4 golongan, yaitu (Mudihardi, 2001):
Universitas Sumatera Utara
1. Golongan Bakteremia Biasanya ini dihubungkan dengan S. cholerasuis, tetapi dapat disebabkan oleh serotip Salmonella. Invasi dini dalam darah setelah infeksi melalui mulut dengan kemungkinan lesi fokal di paru-paru, tulang, selaput otak dan sebagainya. 2. Golongan gastroenteritis (food poisoning) Misalnya oleh S. enteritidis dan S. typhimurium, S. newport, S. dublin, merupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella sp., gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. enteritidis dan S. typhimurium. Biasanya terjadi demam, kejang perut dan diare yang terjadi antara 12-72 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit tersebut dapat berlangsung selama 4-7 hari, dan kebanyakan sembuh tanpa pengobatan/pemberian antibiotik. Akan tetapi, diare mungkin bertambah parah dan mengharuskan penderita berobat ke rumah sakit terutama untuk penggantian cairan elektrolit. Penyakit ini berakibat fatal jika orang tua dan bayi yang kekebalannya rendah mengonsumsi kuman tersebut. Pada penderita ini, infeksi bisa menyebar dari usus ke pembuluh darah dan kemudian ke seluruh jaringan tubuh dan dapat menyebabkan kematian, kecuali jika penderita cepat memeroleh pengobatan antibiotik. Jay (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke kantong kuning telur atau oviduk; (3) mempenetrasi kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju kloaka; (4) pencucian telur; (5) pengolahan makanan.
Universitas Sumatera Utara
3. Golongan Enteric Fever (Typhoid fever/Typhus Abdominalis) Menurut Muhardi (2001), Gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. typhi, S. paratyphi A dan S. schottmulleri. Salmonella sp. yang termakan mencapai usus dan masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa ke aliran darah. Kemudian kuman dibawa oleh darah menuju organ, termasuk usus dimana organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan dieksresikan dalam tinja,. Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam, lemah, sakit kepala, konstipasi, bradikardia dan mialgia. Demam sangat tinggi dan limfa serta hati menjadi besar. Pada beberapa kasus terlihat bintik-bintik merah (rose spots) yang berlangsung sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Pada masa sebelum adanya antibiotika, komplikasi utama adalah enteric fever adalah perdarahan usus. Angka kematian adalah 10-15%. 4. Golongan Carriertat Merupakan golongan yang menyebabkan manusianya menjadi carrier, setelah terinfeksi nyata atau sub klinik, beberapa orang dalam jaringannya terus terdapat organisme ini selama waktu yang tidak terbatas. Menurut RAY (2001) manusia dapat bertindak sebagai carrier setelah terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama, selain itu dapat juga terisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi feces. Salmonella di dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel epitel dan menghasilkan toxinyang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus. Kemampuan salmonella untuk menginvasi dan merusak sel berkaitan dengan diproduksinya thermostable cytotoxic factor. Salmonella ada di
Universitas Sumatera Utara
dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit. 2.5.3 Cara Kontaminasi Bakteri Salmonella sp. Ke Dalam Telur Bakteri Salmonella sp. dapat masuk dalam telur melalui dua cara yaitu (Saksono, 1986): 1.
Secara langsung (vertikal), melalui kuning telur dan albumen (putih telur) dari ovarium induk ayam yang terinfeksi Salmonella sp., dalam hal ini biasanya terjadi apabila induk ayam terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. dan menghasilkan telur yang terinfeksi ringan dan menghasilkan anak ayam yang terinfeksi yang bertahan hidup dan tumbuh menjadi besar dan mungkin meneruskan mengeksresikan Salmonella sp. yang kemudian menghasilkan telur yang mengandung Salmonella sp.
2.
Secara horizontal, dimana Salmonella sp. masuk melalui pori-pori kulit (cangkang), hal ini biasanya karena kotoran yang menempel pada kulit telur.
2.5.4. Batasan Cemaran Salmonella sp. pada Makanan dan Minuman Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Nomor : 03726/B/SK/VII/89 tentang Batasan maksimum Cemaran dalam Makanan dan Minuman dimana untuk semua jenis makanan dan minuman kandungan Salmonella sp. adalah 0 (nol) atau tidak terdapat bakteri Salmonella sp. Berdasarkan SNI 01-6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan dimana kandungan Salmonella sp. pada telur harus negatif atau tidak terdapat bakteri Salmonella sp.
Universitas Sumatera Utara
Apabila terdapat bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman, maka makanan atau minuman tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan walaupun jumlahnya belum dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Maka agar angka bakteri nol, makanan atau minuman tersebut harus melalui pengolahan yang tepat untuk dapat membunuh bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman terlebih dahulu. 2.6. Cara Pengolahan Makanan Syarat-syarat proses pengolahan adalah (Depkes RI, 2004) : 1.
Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong serta persyaratan mutunya.
2.
Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan.
3.
Tahap-tahap proses pengolahan.
4.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan pembusukan, kerusakan dan pencemaran.
2.7. Perebusan Telur Cara benar untuk mendapatkan telur rebus yang baik adalah sebagai berikut : (Anonimous, 2012) Pertama siapkan panci atau wadah untuk merebus air. Masukkan air dan telur ke dalam panci lalu dimasak. Lama waktu memasak untuk telur rebus : 1. Telur matang sempurna
Universitas Sumatera Utara
Masukan telur selama 10 – 15 menit ke dalam air lalu didihkan (waktu terbaik adalah 10 menit) dan segera angkat dan dinginkan telur (bisa menggunakan air es atau air biasa). lebihd ari 15 menit, telur akan terlalu matang dan bisa mengubah warna kuning telur menjadi keungu – unguan. Untuk memudahkan proses pengupasan kulit, sebaiknya gunakan telur yang sudah disimpan selama beberapa hari. Telur yang masih baru umumnya akan sulit untuk dikupas. 2. Telur 3/4 matang Siapkan air yang sudah mendidih, kemudian angkat dari api. Masukan telur kedalam panci lalu tutuplah pancinya. Rendam telur selam kurang lebih 6 – 8 menit. Kemudian angkat telur dan pindahkan ke dalam cangkir. Bila kulit telur masih sulit untuk dikupas, telur bisa direndam dalam air hangat lagi selama 1 – 2 menit. Telur yang sempurna, kuning telur sudah mengumpal dan putih telur masih sedikit kental. 3. Telur 1/2 matang Caranya sama dengan telur 3/4 matang, telur hanya cukup direndam dalam air yang sudah didihkan. Waktu rendam hanya berlangsung selama 2 – 3 menit, kemudian segera angkat dan dinginkan dalam air. Telur setengah matang yang sempurna memiliki kuning telur yang tidak mengeras sama sekali dan putih telur yang berbentuk krim. Oleh karena perebusan telur pada warung kopi berkisar 4-5 menit dan tidak pada suhu didih air yaitu pada 60-70ºC, maka dapat dikatakan perebusan yang dilakukan adalah proses perebusan telur 1/2 matang.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konsep
Telur Ayam Mentah - Putih Telur - Kuning Telur
Memenuhi Syarat
Kandungan Salmonella sp
Telur Ayam Setengah Masak - Putih Telur - Kuning Telur
Tidak Memenuhi Syarat
Batasan Mikroorganisme Pada Makanan SNI 01-6366-2000
Universitas Sumatera Utara