BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi return on asset (ROA). Adapun penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lukito Pamungkas (2016) dengan penelitian mengenai Pengaruh Permodalan, Likuiditas, Kualitas Aset tehadap Profitabilitas Bank Umum Syariah
yang
terdaftar
di
Bank
Indonesia
periode
2010-2014.
Menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa Capital Adequancy Ratio (CAR) berpengaruh signifikan terhada Return On Asset (ROA), Financing to Deposite Ratio (FDR) tidak berpengaruh terhadap ROA, sedangkan non Performing Financing (NPF) berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA Bank Umum Syariah. 2. Faridatul Fauziyah (2016) dengan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposite Ratio (FDR), Capital Adequancy Ratio (CAR) dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Laba Bank Umum Syariah. Menggunakan teknik analisis regresi data panel. Hasil analisis menunjukkan bahwa NPF,
10
FDR dan CAR tidak berpengaruh terhadap ROA. Hanya BOPO yang berpengaruh signifikan terhadap ROA. 3. Edhi Satriyo Wibowo dan Muhammad Syaichu (2013) dengan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO dan NPF terhadap Profitabilitas Bank Syariah (periode 2008-2011). Menggunakan analisis data regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial CAR, NPF, inflasi dan bunga bank umum tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. 4. Muhammad Sabir (2012) dengan penelitian tentang Pengaruh Rasio KEsehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvenstional di Indonesia. Dengan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR dan NPF tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. NOM dan FDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA sedangkan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. 5. Dhiyan Dayinta Pratiwi (2012) dengan penelitian mengenai Pengaruh CAR, BOPO, NPF dan FDR terhadap ROA Bank Umum Syariah. (Study Kasus Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2010). Teknik analisis
menggunakan
regresi
linier
berganda
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa BOPO dan NPF berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA. FDR berpengaruh postif signifikan terhadap ROA dan CAR tidak signifikan terhadap ROA.
11
6. Bambang Agus Pramuka (2010) dengan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah. Menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis menunjukkan FDR berpengaruh positif signifikan dan NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. 7. Dhika Rahma Dewi (2010) dengan penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia. Analisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NPF dan REO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA, sedangkan CAR dan FDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hubungan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini melanjutkan beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Return On Asset (ROA) perbankan syariah. Namun pada penelitian terdahulu biasanya yang diteliti adalah bank umum syariah, dan terdapat perbedaan hasil mengenai pengaruh faktor-faktor tersebut. Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan. Penelitian ini terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Persamaannya yaitu menganalisis tingkat kinerja atau kesehatan perusahaan perbankan berdasarkan profitabilitas (ROA) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perbedaanya adalah pada periode penelitian, objek penelitian dan metode penelitiannya. Dalam penelitian ini periode waktu yang digunakan yaitu periode triwulanan dari periode Maret
12
2014 hingga September 2016, objek penelitiannya adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Jawa Barat dengan mengambil tujuh sampel BPRS dan akan dianalisis menggunakan regresi data panel. Selain itu variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah FDR, NPF, CAR dan REO.
B. Kerangka Teori 1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
BPR Syariah sebagai salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip syariah ataupun muamalat Islam. BPR Syariah didirikan sebagai langkah aktif dalam rangka retrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum, dan secara khusus mengisi peluang terhadap kebijaksanaan bank konvensonal dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest), yang selanjutnya BPRS secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam (Rodoni dan Hamid, 2008:38). Pada saat ini kehadirannya telah mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan terutama bagi pengusaha kecil dan mikro dalam rangka membantu pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengusaha kecil dan mikro yang selama ini terbiasa memperoleh pinjaman modal kerja dari perorangan
13
maupun lembaga simpan pinjam lainnya, saat ini mulai melirik BPR Syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang dapat membantu usaha mereka dan diharapkan sesuai dengan harapan masyarakat. 2. Return On Asset (ROA) Fauziyah (2015) menjelaskan bahwa profitabilitas, atau Return On Asset (ROA) adalah kemampuan suatu bank dalam memperoleh laba. Muhammad (2005 : 265) menyatakan ROA adalah rasio yang juga digunakan untuk mengukur manajemen bank dalam memperoleh keuntungan
atau
laba.
Menurut
surat
edaran
Bank
Indonesia
No.9/24/DPbS rasio ROA bertujuan untuk mengukur keberhasilan manajemen
dalam
menghasilkan
laba.
Semakin
kecil
rasio
ini
mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya. Rumus dari rasio ini adalah:
π
ππ΄ =
πΏπππ π πππππ’π πππππ π₯ 100% π
ππ‘π β πππ‘π π‘ππ‘ππ ππ π ππ‘
Bank Indonesia lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat (Dendawijaya, 2005:118). Semakin besar ROA maka semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai secara keseluruhan oleh bank, jadi semakin baik juga posisi bank tersebut dari segi pengelolaan asset (Dendawijaya, 2005: 119).
14
Kriteria penilaian ROA menurut peraturan BI No.9/24/DPbS adalah sebagai berikut: Tabel 2. 1 Tabel Kriteria Penilaian Return On Asset (ROA) RASIO ROA > 1.5%
PERINGKAT 1
1.25% < ROA β€ 1.5%
2
0.5% < ROA β€ 1.25%
3
0% < ROA β€ 0.5%
4
ROA β€ 0%
5
Sumber: (Lampiran SE-BI No.9/24/Dpbs/2007)
3. Financing Deposite Ratio (FDR) Financing Deposite Ratio (FDR) adalah perbandingan antara pembiayaan yang disalurkan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang telah berhasil dihimpun oleh bank (Muhammad, 2005). Semakin rendah FDR semakin rendah efektifitas bank sehingga ROA akan semakin menurun. Rasio ini dirumuskan: πΉπ·π
=
Total pembiayaan π₯ 100% πππ‘ππ π·ππΎ
Tinggi rendahnya rasio ini menunjukkan tingkat likuiditas bank tersebut. FDR menunjukkan seberapa likuid suatu bank. Semakin tinggi tingkat FDR, semakin illikuid (tidak likuid) bank tersebut, dalam keadaan ini bank akan kesulitan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, seperti adanya penarikan tiba-tiba oleh nasabah terhadap simpanannya.
15
Sebaliknya, semakin rendah FDR, semakin likuid suatu bank, keadaan ini menunjukkan banyaknya dana yang menganggur yang dapat memperkecil kesempatan bank untuk memperoleh penerimaan atau keuntungan yang lebih besar. Maka tingkat FDR bank harus dijaga agar tidak menjadi terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan suatu standar mengenai tingkat FDR. Bank Indonesia selaku otoritas moneter menetapkan batas FDR berada pada tingkat 85%-100% dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Namun, per tanggal 1 Maret 2011, BI memperlakukan peraturan Bank Indonesia No.012/19/PBI/2010 yang berisi ketentuan standar FDR pada tingkat 78%-100%. Berarti dapat dikatakan bahwa FDR pada bank boleh mencapai 100% namun batas aman atau idealnya sebaiknya FDR pada suatu bank adalah pada tingkat 78%. 4. Non Performing Finance (NPF) Penilaian kualitas aktiva dilihat dari tingkat kelancaran nasabah dalam mengembalikan
dananya
kepada
bank,
tingkat
kelancaran
ini
dikategorikan menjadi 5 macam yaitu lancar, kurang lancar, lancar diragukan, perhatian kusus dan macet. Kualitas aktiva ini selain berpengaruh terhadap kesehatan bank juga berpengaruh pada perolehan laba bank (Muhammad 2005: 312). Kualitas aktiva produktif pada bank syariah diukur dengan NPF (Muhammad, 2005: 265). Rasio ini dirumuskan:
16
πππΉ =
πππ‘ππ πππππππ¦πππ π΅πππππ πππβ π₯ 100% πππ‘ππ πππππππ¦πππ
Kriteria Penilaian Non Performing Financing (NPF) menurut surat edaran BI No.9/27/DPbS adalah sebagai berikut: Tabel 2. 2 Tabel kriteria penilaian Non Performing Financing (NPF) RASIO
PERINGKAT
NPF < 2%
1
2% β€ NPF < 5%
2
5% β€ NPF < 12%
3
8% β€ NPF < 12%
4
NPF β₯ 12%
5
Sumber: (Lampiran SE-BI No.9/24/Dpbs/2007) NPF dalam perbankan syariah dapat diantisipasi dengan melakukan analisis pembiayaan, dengan adanya analisis pembiayaan diharapkan tidak terjadi pembiayaan bermasalah dengan dana yang telah disalurkan kepada nasabah, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C yaitu (Muhammad, 2005:305) a. Caracter artinya bank harus mencermati karakter nasabah pembiayaan dengan sungguh-sungguh b. Capacity artinya bank harus mengetahui atau menganalisis kemampuan
nasabah
untuk
mengembalikan pinjamannya.
menjalankan
usahanya
dan
17
c. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam harus diperhatikan, apakah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan nasabah d. Collateral artinya bank harus memperhatikan jaminan yang diagunkan oleh nasabah, apakah jaminan tersebut adalah milik nasabah dan apakah jaminan tersebut mampu menggantikan dari pinjaman yang jika suatu saat terjadi pembiayaan bermasalah. e. Condition artinya bank harus memperhatikan apakah usaha nasabah tersebut memilik prospek yang baik untuk kedepannya. Berdasarkan analisis pembiayaan yang ada diharapkan perbankan mampu mengurangi risiko pembiayaan bermasalah dan lebih berhatihati dalam menyalurkan dana. Bank dalam setiap akad pembiayaan wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA). PPA adalah cadangan yang harus dibentuk bank sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva masingmasing. Tujuannya adalah sebagai pelindung saat pembiayaanpembiayaan tersebut bermasalah (Haryono, 2009: 161). PPA diambil dari laba, jadi semakin tinggi kualitas pembiayaan bermasalah maka persentase PPA yang dikeluarkan semakin besar sehingga bersifat mengurangi laba (Darmawi, 2011:99).
18
5. Capital Adequancy Ratio (CAR) Rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kecukupan modal bank syariah adalah dengan menggunakan rasio CAR (Muhammad, 2009). Penetapan CAR bertujuan agar mempunyai modal yang cukup untuk mengatasi kemungkinan resiko yang akan muncul. Sehingga bank harus menyediakan modal minimum yang cukup. Bank perlu mempertahankan nilai CAR sesuai dengan ketentuan agar dapat melakukan ekspansi usaha dengan lebih aman dalam meningkatkan profitabilitasnya. Bank yang sehat minimum harus memiliki CAR sebesar 8% (Muhammad, 2005: 249). Modal merupakan faktor penting bagi perkembangan bank dan berfungsi menjaga kepercayaan masyarakat. Setiap pembentukan aktiva, disamping
berpotensi
menghasilkan
keuntungan
juga
berpotensi
menimbulkan kerugian. Jadi bank harus menggunakan modal untuk menjaga kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas investasi pada aktiva, terutama yang berasal dari dana-dana pihak ketiga. Peningkatan peran aktiva sebagai penghasil keuntungan harus diikuti dengan pertimbangan risiko yang mungkin muncul guna melindungi kepentingan para pemilik dana (Arifin, 2009: 158). a. Fungsi Modal Bank 1) Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian
lainnya.
Dalam
fungsi
ini
modal
memberikan
perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap dana pihak ketiga. Karena tingginya
19
persentase asset bank yang dibiayai dana deposan, maka seharusnya jumlah modal cukup untuk perlindungan terhadap deposan (Arifin, 2009: 159). Fungsi utama perlindungan tidak hanya sebagai sumber pembayaran bagi deposan dalam terjadinya kegagalan,
tetapi
sebagai
pendukung
solvabilitas
dengan
memberikan penyangga dalam bentuk kelebihan asset, sehingga dengan demikian bank yang terancamn kerugian dapat terus melanjutkan kegiatannya (Darmawi, 2011:90). 2) Sebagai dasar penetapan batas minimum pemberian kredit. Melalui pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk melakukan deversifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap kegagalan kredit dari satu individu debitur (Arifin, 2009:159) 3) Sebagai dasar perhitungan bagi para partisipan pasar agar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relative dalam menghasilkan keuntungan (Arifin, 2009:160 b. Sumber Modal Bank Modal bank dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu modal inti dan modal pelengkap (Darmawi, 2011:84).
Modal inti
adalah modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. pada umumnya modal inti terdiri dari : (Arifin, 2009: 58) 1) Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini akan hanya
20
timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual saham baru. 2) Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian dekemudian hari. 3) Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri, (melaui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Modal pelengkap terdiri dari cadangan yang dibentuk tidak dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya depersamakan dengan modal dalam hal tertentu, dan dalam keadaan lain dapat dipersamakan dengan utang. Modal pelengkap terdiri dari: (Darmawi, 2011:85). 1) Modal pinjaman meliputi sejumlah instrumen finansial yang mempunyai karakteristik kombinasi antara ekuitas dan hutang ciricirinya adalah sebagi berikut; tidak dijamin pengembaliannya oleh bank yang bersngkutan, tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik modal tanpa persetujuan Bank Indonesia, dapat dipergunakan oleh bank untuk menutupi kerugian, pembayaran bunga dapat ditangguhkan, bila bank merugi atau laba bank tidak mendukung untuk pembayaran tersebut.
21
2) Pinjaman subordinasi (maksimum 50% dari modal inti) 3) Peningkatan harga saham pada portopolio tersedia untuk dijual (50%) 4) Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisish penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jendral Pajak 5) Cadangan umum PPAP yaitu, cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba/rugi tahun berjalan, dengan maksud menampung kerugian yang timbul pada asset produktif (maksimum 1.25% dari ATMR).
c. Kecukupan Modal Bank Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan suatu rasio tertentu yang disebut rasio kecukupan modal atau capital adequancy ratio (CAR). Tingkat kecukupan modal bank dapat dukur dengan cara membandingkan modal dengan dana pihak ketiga dan membandingkan modal dengan aktiva berisiko (Arifin, 2009: 162). Dalam pengertian lain CAR merupakan perbandingan modal bank denga aktiva tertimbang menurut resiko. Semakin tinggi CAR mengindikasikan bank tersebut semakin sehat permodalnnya (Taswan, 2010: 166) d. Penetapan CAR untuk Perbankan di Indonesia Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan tentang aspek permodalan bank-bank syariah. Bank Syariah wajib menyediakan
22
CAR minimal 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko, yaitu risiko penyaluran dana dan risiko pasar( Arifin, 2009:164). Rasio ini dirumuskan: πΆπ΄π
=
πππππ π 100% π΄πππ
Tabel 2. 3 Tabel Kriteria Penilaian Capital Adequancy Ratio (CAR) RASIO
PERINGKAT
CAR β₯ 12%
1
9% β€ CAR < 12%
2
8% β€ CAR < 9%
3
6% < CAR < 8%
4
CAR β€ 6% Sumber: (Lampiran SE-BI No.9/24/Dpbs/2007)
5
6. Rasio Efisiensi Operasional (REO) Rasio
Efisiensi
Operasional
(REO)
merupakan
Rasio
Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional, yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank tersebut. Efisiensi operasional bank syariah dapat diukur menggunakan Rasio Efisiensi Operasional (REO) yaitu perbandingan antara biaya operasional bank dengan pendapatan operasional (Muhammad, 2009). Rasio ini dapat dapat dihitung dengan rumus:
23
π
πΈπ =
π΅πππ¦π ππππππ πππππ π₯ 100% ππππππππ‘ππ ππππππ πππππ
Kriteria penilaian peringkat REO menurut surat edaran BI No.9/24/DPbS adalah sebagai berikut: Tabel 2. 4 Tabel Kriteria Penilaian rasio REO RASIO
PERINGKAT
REO β€ 83%
1
83% < REO β€ 85%
2
85% < REO β€ 87%
3
87% < REO β€ 89%
4
REO > 89% Sumber: (Lampiran SE-BI No.9/24/Dpbs/2007)
5
C. Hipotesis 1. Pengaruh FDR Terhadap ROA BPRS di Jawa Barat FDR merupakan rasio yang dihitung dari perbandingan antara pembiayaan yang disalurkan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank. Rasio ini untuk mengukur sejauh mana dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank tersebut disalurkan. Tinggi rendahnya rasio ini menunjukkan tingkat likuiditas bank tersebut (Muhammad, 2005:55). Semakin besar dana disalurkan atau semakin besar pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat maka pendapatan yang diperoleh bank naik dengan asumsi penyaluran pembiayaan terlaksana
24
dengan efektif, karena dengan meningkatnya pendapatan diharapkan laba juga akan mengalami kenaikan. Teori ini didukung oleh penelitian Sabir (2013), Bambang (2014) dan Pratiwi (2012) yang menyatakan FDR berpengaruh positif terhadap ROA. H1 : FDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA BPRS di Jawa Barat
2. Pengaruh NPF Terhadap ROA BPRS di Jawa Barat NPF atau pembiayaan bermasalah merupakan penyaluran dana yang dalam pelaksanaannya belum mencapai target yang diinginkan bank seperti: pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah, pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbul risiko dikemudian hari bagi bank, pembiayaan yang masuk golongan perhatian khusus, diragukan, macet, atau
masuk
golongan
lancar
tetapi
mempunyai
potensi
terjadi
penunggakan dalam pengembalian (Rivai dan Arviani, 2010: 477). Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio NPF maka menunjukkan semakin buruk kualitas pembiayaan yang disalurkan (Taswan,
2010:166).
Pembiayaan
yang
berkualitas
buruk
akan
berpengaruh terhadap turunnya keuntungan yang diperoleh bank, karena ketika terjadi pembiayaan bermasalah pengembalian pokok atau bagi hasil tidak tepat pada waktunya atau bahka tidak dibayarkan. Dalam hal ini bank harus membentuk cadangan yang disebut Penyisihan Penghapusan
25
Aktiva (PPA). PPA adalah cadangan yang digunakan saat terjadi pembiayaan bermasalah. Semakin tinggi pembiayaan yang bermasalah atau rasio NPF, persentase PPA semakin tinggi maka akan berpengaruh terhadap menurunnya keuntungan karena PPA diambil dari laba, maka laba akan menurun. Penelitian ini didukung oleh penelitian Bambang (2010), Lukito (2016), Pratiwi (2012) dan Dewi (2010) yang menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. H2: NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA BPRS di Jawa Barat.
3. Pengaruh CAR Terhadap ROA BPRS di Jawa Barat CAR adalah rasio yang diperoleh dari perbandingan modal bank dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). Semakin tinggi rasio CAR mengindikasikan bahwa bank tersebut semakin sehat permodalannya (Taswan, 2010:166). Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan rasio kecukupan modal atau capital adequancy ratio (CAR). Tingkat kecukupan modal bank diukur dengan cara membandingkan modal dengan dana pihak ketiga dan membandingkan modal dengan aktiva berisiko (Arifin, 2002:161). Modal bank selain akan menghasilkan keuntungan juga berpotensi menimbulkan risiko. CAR adalah rasio kecukupan modal yang dapat digunakan saat bank terjadi atau mengalami risiko kerugian dan apabila
26
dana pihak ketiga tidak dapat mencukupi permintaan pembiayaan nasabah. Dalam menyalurkan dana, bank harus memperhatikan batas maksimum pemberian kredit dalam perbankan syariah yang disebut dengan batas maksimum penyaluran dana (BMPD), dana yang dikeluarkan tidak melebihi kemampuan bank sehingga dapat disalurkan dengan efektif serta dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi. Sehingga semakin besar CAR maka semakin besar kesempatan bank dalam memperoleh keuntungan dengan asumsi dana tersebut disalurkan secara efektif. Teori ini didukung oleh penelitian Dewi (2010) dan Fauziyah (2015) yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap ROA. H3 : CAR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA BPRS di Jawa Barat.
4. Pengaruh REO Terhadap ROA BPRS di Jawa Barat REO adalah rasio Biaya operasional terhadap Pendapatan Operasional yang sering disebut dengan Rasio Efisiensi, rasio ini diperoleh dari membandingkan antara biaya operasional bank dengan pendapatan operasional bank (Muhammad, 2009). Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk menjalankan aktivitas usaha pokoknya sedangkan pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank (Siamat, 1993: 273). Semakin tinggi rasio REO maka efisiensi bank tersebut semakin kecil, dengan kata lain semakin tinggi biaya maka semakin tidak efisien sehingga laba semakin menurun.
27
Teori ini didukung oleh penelitian Edhi (2013), Sabir (2012), Pratiwi (2012) dan Fauziyah (2015) yang menyatakan REO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. H4 : REO berpengaruh negatif signifikan terhadap BPRS di Jawa Barat.