BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan 1. Pengertian Hutan Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Secara umum hutan dapat didefenisikan sebagai sebagai suatu aosiasi masyarakat tumbuhtumbuhan dan binatang yang didominasi oleh pohon atau vegetasi berkayu, yang mempunyai luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim makro dan kondisi ekologi yang spesifik makna hutan sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu yang mereka tekuni. Menurut sudut pandang ahli silvika, hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan. Sedangkan dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) (Arief, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi Hutan Hutan merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim serta lingkungan hidup global. Salah satu eksistensi dari hutan, memainkan peranan yang besar dalam proses pembersihan udara, serta mengurangi pemanasan bumi yang diakibatkan aneka polusi, akibat kemajuan industri negara maju (Zain, 1998). Fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan untuk mencegah terjadinya erosi. Hutan mempunyai peranan penting dalam mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan, baik lokal, regional maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari kelembaban yang ada di udara di atas hutan tropik berasal dari hutan melalui proses transpirasi dan respirasi. Jika hutan dirambah presipitasi atau curah hujan yang turun akan berkurang dan suhu udara akan naik (Miller 1993). Dalam Arief (1994) menyebutkan walaupun hutan mempunyai fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, namun fungsi utama hutan tidak akan berubah, yakni untuk menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida, serta untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air wilayah dan kelestarian daerah dari erosi.
3. Manfaat Hutan Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan bentuk atau wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat tangible
Universitas Sumatera Utara
(langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat tangible atau manfaat langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain : pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lainlain (Affandi & Patana, 2002). Lebih lanjut Salim (1997) juga mengklasifikasikan manfaat hutan menjadi dua, yaitu (1) manfaat langsung, dan (2) manfaat tidak langsung. Menurut Salim, yang dimaksud dengan manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan/dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Manfaat langsung hutan berupa : kayu dan hasil hutan ikutan, seperti rotan, getah, buah-buahan, madu, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung hutan menurut Salim, adalah manfaat yang tak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberdaan hutan itu sendiri. Ada delapan manfaat hutan secara tidak langsung yang dikemukan oleh Salim, yaitu : 1. dapat mengatur air 2. dapat mencegah terjadinya erosi 3. dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan 4. dapat memberikan rasa keindahan 5. dapat memberikan manfaat di sektor pariwisata 6. dapat memberikan manfaat dalam bidang pertahanan keamanan 7. dapat menampung tenaga kerja, dan 8. dapat menambah devisa negara. Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-marketable.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hutan yang belum dukenal nilainya atau belum ada pasarnya, seperti : beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible hutan (Affandi & Patana, 2002).
B. Masyarakat Sekitar Hutan Masyarakat di sekitar dan di dalam hutan pada umumnya merupakan masyarakat yang tertinggal. Kondisi sosial ekonomi golongan masyarakat ini pada umumnya masih rendah. Hal ini salah satunya disebabkan adanya pengabaian kepentingan masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan hutan. Sehingga akhirnya timbul
kecemburuan
sosial
masyarakat
setempat
terhadap
pelaksanaan
pembangunan kehutanan. Selama ini upaya mensejahterakan masyarakat setempat belum berhasil dan belum secara tepat mengakomodasikan kepentingan sosial budaya dan ekonomi (Darusman dan Skardijito,1998). Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak secara langsung hasil hutan tersebut. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak diketahui secara pasti yang tinggal didalam atau dipinggir hutan yang hidupnya bergantung kepada hutan. Sebagian besar masyarakat sekitar hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi traidisional yakni menggabungkan perladangan dengan memancing, berburu, dan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya (FWI dan GFW, 2001). Masyarakat sekitar hutan, sebagaimana juga masyarakat pedesaan pada umumnya adalah masyarakat agraris yang sangat tergantung pada alam
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. Kehidupan mereka sangat tergantung pada hutan. (Anonim, 1987). Masyarakat sekitar hutan, sebagaimana masyarakat pedesaan di Indonesia yang pada umumnya hidup dari pertanian. Pekerjaan lain disamping pertaniannya hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Oleh karena itu bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi segera ditinggalkan. Namun demikian tidaklah berarti bahwa setiap orang mempunyai lahan milik. Cara bertani mereka masih sangat tradisional dan tidak efisien karena belum dikenalnya mekanisasi dalam pertanian. Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak untuk dijual (Soekanto, 1980). Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi tinggi apabila diberdayakan, tetapi dalam hal ini, masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan mempunyai prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan (Arief, 2001).
C. Taman Wisata Alam Kawasan taman wisata alam adalah kawaan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata rekreasi alam. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. Taman Wisata Alam ini merupakan objek dan kegiatan yang berkaitan dengan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia (Arief, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, tehnik, ekonomis dan sosial budaya. Suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik 2. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam 3. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Pada kawasan pelestarian alam dapat dilakukan suatu kegiatan bagi kepentingan penelitian dan kegiatan lain yang menunjang budidaya serta kegiatan wisata alam. Kegiatan-kegiatan tersebut akan mampu meningkatkan potensi masyarakat sekitarnya yang ikut aktif dalam kegiatan sehari-harinya. Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari : a.
Kawasan Taman Nasional
b.
Kawasan Taman Hutan Raya
c.
Kawasan Taman Wisata Alam. Upaya pengawetan Taman Wisata Alam dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan : 1. perlindungan dan pengamanan
Universitas Sumatera Utara
2. inventarisasi potensi kawasan 3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi 4. pembinaan habitat dan populasi satwa. Dalam Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1998 dikatakan bahwa sesuai dengan fungsinya, Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan: 1. pariwisata alam dan rekreasi 2. penelitian dan pengembangan (kegiatan dapat berupa karya wisata, widya wisata,
dan
pemanfaatan
hasil-hasil
penelitian
serta
peragaaan
dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam tersebut) 3. pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya.
D. Ekowisata Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya (Fandeli dan Mukhlison, 2000). Pada hakekatnya ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area) memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Ekowisata berakar pada kegiatan wisata alam, di daerah-daerah yang masih alami atau dilindungi yang didasarkan pada fungsi ekologis sebagai komponen penting
Universitas Sumatera Utara
dalam hubungan saling terkait dengan aspek ekonomi dan sosial dalam menunjang kelangsungan wisata tersebut (Fandeli, 2000). Suatu kawasan konservasi untuk dapat berkembang menjadi daerah tujuan ekowisata harus memiliki daya tarik dan keunggulan tertentu. Tidak semua dan tidak seluruh kawasan yang di lindungi cocok untuk kegiatan ekowisata. Dalam lokakarya Nasional Ekoturisme II, tahun 1996 telah dirumuskan beberapa kriteria untuk menetapkan suatu kawasan menjadi daerah tujuan ekowisata, yaitu : 1. memiliki keunikan alam (ekosistem, flora dan fauna) 2. memiliki atraksi budaya yang menarik 3. kesiapan masyarakat lokal 4. urgensi keunikan dan ancaman 5. peruntukan kawasan yang jelas 6. prasarana minimal telah ada 7. aksessibilitas Untuk mendukung pengembangan kawasan ekowisata yang potensial tersebut perlu penyiapan infrastruktur dan sumber daya manusia pengelolanya agar dalam perkembangannya dapat dicegah dampak negatif yang muncul.
E. Persepsi Persepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judment) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah nilai-nilai dalam diri setiap individu diperoleh dengan hal-hal yang diterima panca indera. Adapun faktorfaktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah umur dan jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, tempat tinggal, status ekonomi, waktu luang, fisik, dan intelektual (Wibowo 1988). Persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi merupakan proses merasa, menafsirkan pesan, mengorganisasi, menginterpretasi dan mengevaluasi informasi yang masuk (Lumintang dan Murni,1998). Selanjutnya, masalah persepsi ini diuraikan secara lebih dalam oleh Bruner (1957). Ia mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek-obyek di luar, peristiwa dan lainlain) dan organisme itu berespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori (golongan) obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa. Proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif di mana individu yang bersangkutan dengan sengaja mencari kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali atau memberi arti kepada masukan tersebut. Dengan demikian persepsi juga bersifat inferensial atau menarik kesimpulan (Sarwono, 2000). Persepsi adalah proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan, yang dapat diperoleh melalui penglihatan, penghayatan, pendengaran, perasaan, maupun pnciuman. Persepsi merupaan penafsiran unik terhadap suatu situasi, bukan suatu pencarian yang sebenarnya dari situasi tersebut (Thoha 1998)
Universitas Sumatera Utara
Lumintang dan Murni (1998) menyatakan bahwa persepsi individu dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, kelompok, nilai, kepercayaan dan sikap yang dimiliki. Kayam dalam Basyuni (2001) menambahkan bahwa faktor-faktor dalam diri individu yang menentukan persepsi adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, dan kapasitas alat indera. Sedangkan faktor dari luar yang mempengaruhi persepsi menurut Kayam adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan latar belakang sosial budaya.
Menurut Wibowo (1988), banyak sekali faktor-faktor pada diri perseptor (individu yang memberikan persepsi) yang dapat mempengaruhi veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan-perbedaan antara persepsinya dan persepsi orang lain. Faktor-faktor tersebut adalah meliputi beberapa hal berikut : 1. Faktor Pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai obyek-stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan obyek. Semakin tinggi pula veridikalitasnya. Pengayaan pengalaman ini dapat pula terjadi karena kontak-kontak dengan obyekobyek stimulus yang serupa. 2. Faktor Intelegensia. Semakin tinggi intelegensia seseorang atau semakin cerdas orang yang bersangkutan semakin besar kemungkinan ia akan bertindak obyektif dalam memberikan penilaian atau pembangunan kesan mengenai obyek stimulus.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Kemampuan Menghayati Stimuli. Setiap orang dalam taraf yang berbeda-beda,
memiliki
untuk
menangkap
perasaan
orang
lain
sebagaimana adanya. Kemampuan ini dinamakan emphati. 4. Faktor Ingatan. Daya ingat seseorang juga menentukan veridikalitas persepsinya. 5. Faktor Disposisi Kepribadian. Disposisi kepribadian di sini diartikan sebagai kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada diri seseorang. 6. Faktor Sikap Terhadap Stimulus. Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak, dan berbuat secara tertentu terhadap suatu obyek. 7. Faktor Kecemasan. Seseorang yang dicekam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan dengan obyek-stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam mempersepsi obyek tersebut. Kecemasan dapat menyebabkan seseorang melakukan macam-macam hal untuk mengatasi keadaan di dalam dirinya. 8. Faktor Pengharapan. Faktor ini sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini kebenarannya. Berbagai
faktor tersebut
berfungsi tumpang
tindih,
sulit
untuk
menunjukkan faktor mana yang paling besar pengaruhnya dalam mempercepat rangsang, rangsang sosial. Selain itu persepsi dipengaruhi oleh minat, selera,
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan
angan-angan
dan
lain-lain.
Selanjutnya
Wibowo
(1988)
mengungkapkan bahwa persepsi juga bergantung pada : 1. pendidikan seseorang 2. kedudukan dalam strata sosial 3. latar belakang sosial budaya 4. usia dan lain-lainnya.
F. Partisipasi Huneryager dan Heckman (1992), mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggungjawab bersama mereka. Menurut Canter dalam Effendi (2002) peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggungjawab. Tujuan peran serta masyarakat menurut Canter adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan. Partisipasi dapat dibagi atas berbagai macam bentuk. Partisipasi menurut Dawam Raharjo dalam Effendi (2002) terbagi atas partisipasi vertikal dan horizontal. Disebut partisipasi vertikal karena bisa terjadi dalam kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi bawahan, pengikut atau klien.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan disebut partisipasi horizontal, karena pada sustu saat tidak mustahil masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Menurut Dawam Raharjo, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.
Universitas Sumatera Utara